Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman hayati dapat kita amati secara langsung disekitar
lingkungan ditempat kita berada. Contohnya adalah keanekaragaman binatang
seperti, ayam, itik, bebek, tikus kerbau, kupu-kupu, kucing dan masih banyak
yang tidak dapat disebutksn satu persatu. Selain binatang, tumbuhan pun
beranekaragam seperti, padi, pohon jambu, bunga anggrek, rumput.
Wajah kita yang berbeda dengan wajah teman kita, wajah guru kita
ataupun dengan wajah tetangga kita itu juga menunjukkan keanekaragaman
hayati dalam tingkat gen. Contoh yang diatas menunjukkan bahwa
keanekaragaman hayatibdapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan.
Ternyata keanekaragan hayati bukan hanya yang dapat kita lihat
saja, melainkan keanekaragaman hayati juga dapat terjadi pada makhluk
mikroskopik terutama bakteri dan virus. Keanekaragaman hayati dapat
berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia termasuk virus dan bakteri.
Lalu apa hubungannya keanekaragaman virus dan bakteri terhadap manusia?
Kami akan membahas lebih lanjut dalam laporan hasil diskusi ini.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan hasil laporan diskusi pemicu 1 modul Sel Gen:
a. Menambah wawasan atau pengetahuan mengenai konsep keanekaragaman
hayati
b. Menambah wawasan atau pengetahuan mengenai tingkatan
keanekaragaman hayati
c. Menambah wawasan atau pengetahuan mengenai filogeni dan ontogeni
dalam keanekaragaman hayati
d. Menambah wawasan atau pengetahuan mengenai keanekaragaman virus
dan bakteri terhadap kesehatan manusia dan hewan ternak

1
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan hasil diskusi ini:
a. Dapat mengetahui konsep keanekaragaman hayati
b. Dapat menambah pengetahuan tentang sel eukariotik dan prokariotik
c. Dapat mengetahui mengenai virus dan bakteri secara dalam

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemicu
Seorang anak laki-laki berumur empat tahun yang tinggal di
Kecamatan Pontianak Utara diduga terinfeksi flu burung dan saat ini diisolasi
di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Dokter yang bertugas mengatakan bahwa
kemungkinan pasien tersebut terinfeksi virus flu burung. Pihak rumah sakit
kemudian melaporkan hal tersebut ke Dinas Kesehatan Kota Pontianak untuk
melakukan kunjungan ke daerah tempat tinggal pasien.
Petugas yang datang ke tempat tinggal mengamati hewan dan tumbuh-
tumbuhan yang beranekaragam di sekitar tempat tinggal pasien. Para petugas
juga mendapat laporan bahwa banyak ayam mati mendadak di daerah
tersebut. Tiga bulan sebelumnya juga beberapa ternak mengalami penyakit
yang disebabkan oleh bakteri.

2.2 Klarifikasi dan Definisi


1. Isolasi :
Memisahkan dari yang lain, kelompok individu yang dibatasi oleh
penghalang geografis, genetik, ekologis, sosial atau penghalang buatan
yang mencegah perkawinan dengan individu lain dari jenis yang sama.[1]
2. Infeksi
Invasi dan multiplikasi mikroorganisme di jaringan tubuh, terutama
yang menyebabkan cedera selular lokal akibat metabolisme yang
kompetitif toksin, replikasi intraseluler, atau respons antigen-antibodi.[1]
3. Virus
Virus adalah parasit obligat intrasel, karenanya tidak dapat
berkembangbiak di dalam medium mati. Virus untuk replikasinya
memerlukan sel hidup, karena virus memerlukan beberapa aparat sel
untuk pembentukan komponen-komponennya dan tidak hidup pada
lingkungan ekstraseluler.[2]
4. Bakteri

3
Mikrobrganisme tidak berinti yang dilengkapi oleh semua perangkat
yang esensial untuk kelangsungan hidup dan reproduksi organisme ini
termasuk dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil
(mikroskopik) serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. [3]
5. Flu burung
Penyakit flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Influenza A dari family Orthomyxoviridae dengan sub tipe H5N1 yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, biasanya sering
terjadi di peternakan unggas dan pada unggas-unggas lainnya yang dapat
menimbulkan gejala ringan sampai berat dan fatal, yaitu kematian

2.3 Kata Kunci


• Infeksi
• Isolasi
• Bakteri
• Virus
• Flu burung
• Beraneka ragam
• Anak laki-laki berusia 4 tahun

2.4 Rumusan Masalah


Bagaimana proses penginfeksian mikroorganisme terhadap manusia
dan hewan ?

4
2.5 Analisis Masalah

2.6 Hipotesis
Penularan bakteri dan virus terhadap organisme adalah dengan dan
proses tertentu menurut karakteristik virus dan bakteri tersebut

2.7 Pertanyaan Diskusi


A. Keanekaragaman hayati
1. Definisi keanekaragaman hayati
2. Penyebab terjadinya keanekaragaman hayati
3. Definisi filogeni dan ontogeny

B. Virus
4. Definisi virus
5. Asal-usul virus
6. Struktur virus
7. Ciri-ciri virus

5
8. Daur hidup virus
9. Klasifikasi virus
10. Alasan bukan termasuk makhluk hidup
11. Mekanisme penginfeksian virus
12. Deteksi sel yang terinfeksi virus

C. Bakteri
13. Definisi bakteri
14. Asal-usul bakteri
15. Struktur bakteri
16. Daur hidup bakteri
17. Klasifikasi bakteri
18. Mekanisme penginfeksian
19. Reproduksi
20. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

D. Prokariotik dan eukariotik (sel)


21. Perbedaan prokariotik dan eukariotik
22. Apa yang terjadi pada sel saat terinfeksi virus?

E. Manusia dan hewan


23. Sel manusia
24. Organel sel hewan
25. Respon imun terhadap virus dan bakteri

F. Flu burung
26. Definisi flu burung
27. Sejarah
28. Pathogenesis flu burung
29. Pencegahan dan penanganan

6
2.8 Jawaban Pertanyaan Diskusi
A. Keanekaragaman Hayati
1. Definisi
Pengertian Keanekaragaman hayati atau biodiversitas menurut
Global Village Translations adalah semua kehidupan di atas bumi ini
baik tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme serta berbagai
materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem
ekologi di mana mereka hidup, termasuk di dalamnya kelimpahan dan
keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang
berasal dari semua habitat, baik yang ada di darat, laut maupun sistem-
sistem perairan lainnya.[4] Menurut UU No. 5 Tahun 1994 tentang
Konservasi Keanekaragaman Hayati, keanekaragamana hayati adalah
keanekaragaman di antara organisme hidup baik yang ada di daratan
maupun di perairan beserta proses ekologisnya, sehingga terbentuk
keanekaragaman genetik di dalam spesies, keanekaragaman di antara
spesies dan keanekaragaman ekosistem.[5] Dari beberapa pengertian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman hayati adalah
semua kehidupan atau makhluk hidup yang memiliki
keanekaragaman.

Ada beberapa tingkatan keanekaragaman hayati:


1) Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies mencakup seluruh spesies
yang ditemukan di bumi, termasuk bakteri dan protista serta
spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan,
yang bersel banyak atau multiseluler). Spesies dapat diartikan
sebagai sekelompok individu yang menunjukkan beberapa
karakteristik penting berbeda dari kelompok-kelompok lain baik
secara morfologi, fisiologi atau biokimia. Definisi spesies secara
morfologis ini yang paling banyak digunakan oleh pada taksonom
yang mengkhususkan diri untuk mengklasifikasikan spesies dan
mengidentifikasi spesimen yang belum diketahui.[6]

7
2) Keanekaragaman genetik
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik
dalam satu spesies baik di antara populasi-populasi yang terpisah
secara geografik maupun di antara individu-individu dalam satu
populasi. Individu dalam satu populasi memiliki perbedaan
genetik antara satu dengan lainnya. Variasi genetik timbul karena
setiap individu mempunyai bentuk-bentuk gen yang khas. Variasi
genetik bertambah ketika keturunan menerima kombinasi unik
gen dan kromosom dari induknya melalui rekombinasi gen yang
terjadi melalui reproduksi seksual. Proses inilah yang
meningkatkan potensi variasi genetik dengan mengatur ulang
alela secara acak sehingga timbul kombinasi yang berbeda-
beda.[6]

3) Keanekaragaman ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan komunitas
biologi yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik
(ekosistem) masing-masing.[6]

2. Penyebab terjadinya keanekaragaman hayati


Keanekaragaman hayati dapat terbentuk dikarenakan adanya
informasi genetik yang memiliki informasi biologis terhadap
mikrobiologi dan organisme tersebut.Genom (Ing.genome), dalam
genetika dan biologi molekular modern, adalah keseluruhan informasi
genetik yang dimiliki suatu sel atau organisme, atau khususnya
keseluruhan asam nukleat yang memuat informasi tersebut.[7]
Selain itu, ukuran gen (pasang basa) dan jumlah gen juga
mempengaruhi informasi biologis dari mikroorganisme dan organisme
tersebut. Contoh :
- Virus, memiliki pasang basa 3.569 dan jumlah gen kurang lebih 4 gen

8
- Bakteri, memiliki pasang basa 4.639.221 dan jumlah gen kuranglebih
4.288
- Manusia, memiliki pasang basa 3.200.000.000 dan jumlah gen kurang
lebih 30.000 gen.[8]
Setiap organisme memiliki genom yang mengandung informasi
biologis yang diperlukan untuk membangun tubuhnya dan
mempertahankan hidupnya serta diwariskan ke generasi berikutnya.
Dengan sejumlah interaksi kompleks, urutan nukleotida komponen
penyusun asam nukleat digunakan untuk membuat semua protein pada
suatu organisme pada waktu dan tempat yang sesuai. Protein ini menjadi
komponen pembentuk tubuh organisme atau memiliki kemampuan
membuat komponen pembentuk tubuh tersebut atau mendorong reaksi
metabolisme yang diperlukan untuk hidup.[9]
Keanekaragaman merupakan watak kehidupan ahli dimana
biologi telah mendefinisikan dan menamai 1.8 juta spesies, mencakup
6300 spesies prokariota, 100.000 fungi, 290.000 tumbuhan , 52.000
vertebrata dan 1 juta serangga. Theodosius Dobzhansky mengatakan
bahwa “tiada suatu pun dalam biologi yang bermakna kecuali diterangi
cahaya evolusi”. Pemahaman mengenai pernyataan ini dapat kita ambil
esensinya yaitu evolusi merupakan penyebakan keanekaragaman. Telah
dibuktikan dengan teori Darwin yaitu individu dengan sifat yang lebih
cocok dengan lingkungan lebih mungkin untuk sintas bereproduksi
dibandingkan individu yang kurang cocok. Dan evolusi terjadi ketika
keberhasilan reproduksi individu-individu yang tak setara menjadikann
populasi teradaptasi dengan lingkungannya. [8]

3. Definisi filogeni dan ontogeni


Dalam biologi, filogeni atau filogenesis adalah kajian mengenai
hubungan di antara kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan
dengan proses evolusi yang dianggap mendasarinya.[8] Ontogeni adalah
tahap-tahap pertumbuhan pesies dari telur menuju dewasa.[8]

9
B. Virus
4. Definisi Virus
Virus adalah parasit obligat intrasel, karenanya tidak dapat
berkembangbiak di dalam medium mati. Virus untuk replikasinya
memerlukan sel hidup, karena virus memerlukan beberapa aparat sel
untuk pembentukan komponen-komponennya dan tidak hidup pada
lingkungan ekstraseluler.[2]

5. Asal-usul Virus
Asal virus tidak diketahui. Terdapat banyak perbedaan di antara
virus DNA, virus RNA, dan virus-virus yang menggunakan DNA maupun
RNA sebagai bahan genetiknya selama tahap yang berbeda dalam siklus
hidupnya. Jenis agen yang berbeda kemungkinan juga mempunyai asal
yang berbeda. Dua teori mengenai asal virus dapat diringkas sebagai
berikut:
1) Virus mungkin berasal dari komponen asam nukleat DNA atau RNA
sel pejamu yang mampu melakukan replikasi secara otonom dan
berkembang secara bebas. Virus-virus tersebut menyerupai gen yang
mendapatkan kapasitas untuk hidup secara bebas dalam sel. Beberapa
sekuens viral dihubungkan dengan bagian gen-gen selular yang
mengode domain fungsional protein. Beberapa virus kemungkinan
berkembang dengan cara tersebut.[10]
2) Virus-virus mungkin merupakan bentuk degenerasi parasit
intraselular. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
virus.berkembang dari bakteri, meskipun organisme intraselular
obligat lain, misal, riketsia dan klamidia, kemungkinan demikian.
Namun, poxvirus sangat besar dan kompleks yang mungkin
merupakan produk evolusi dari beberapa sel asalnya.[10]

6. Struktur (karakteristik)
Virus bukanlah suatu entitas sel yang dapat berdiri sendiri. Virus
hanya terdiri dari asam nukleat (bahan genetik-DNA atau RNA) yang

10
terbungkus oleh suatu selubung protein. Karena tidak memiliki perangkat
sel untuk menghasilkan energi dan sintesis protein maka virus tidak dapat
melakukan metabolisme dan berkembang biak kecuali jika menginvasi sel
pejamu (sel tubuh orang yang terinfeksi) dan mengambil alih fasilitas
biokimia sel untuk mereka gunakan sendiri. Virus ternyata menempati
tempat khusus, bukan hanya karena strukturnya sederhana dan ukurannya
yang terkecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, tetapi
juga karena sifat-sifatnya yang khusus. Asam nukleat virus dapat berantai
tunggal atau ganda, RNA atau DNA; virus tidak mempunyai ribosom,
mitokondria atau organel lainnya untuk membentuk protein dan energi.
Berbeda dengan mikroorganisme lain, virus tidak dapat tumbuh dan
berkembang biak pada media mati. Pertumbuhan dan perkembangannya
memerlukan sel hidup. Hal ini karena komponen virus dibuat dengan
bantuan peralatan sel hospes/pejamu .yang diserangnya. Karena itu virus
merupakan parasit obligat intrasel.[3]
Virus menginfeksi bakteri (disebut bakteriofag), tumbuhan,
hewan dan manusia. Virion adalah virus yang matang, Inti virion
merupakan asam nukleat yang seringkali bergabung dengan protein
sehinggadisebut nukleoprotein.terdiri dari 2 atau 3 komponen dasar yakni:
- Genom DNA/RNA, double/single stranded, linear atau sirkular dan
beberapa diantaranya bersegmen.
- Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikat satu sama lain
dengan ikatan nonkovalen. Kapsid melindungi asam nukleat dari
pengaruh ekstraseluler, mempermudah proses penempelan dan
mungkin pula proses penembusan ke dalam sel. Polipeptida yang
menyusun kapsid dapat sama dapat pula tidak.
- Beberapa memiliki envelope yang terdapat di kapsid.[9]

Hanya lima kelompok virus yang terdapat dalam keadaan


telanjang, yaitu picornavirus, reovirus, adenovirus, papovavirus dan
parvovims. Sedangkan pada virus-virus lainnya, di luar dari kapsid

11
terdapat selubung luar (envelope) yang terdiri dari protein dan lipid,
dimana spike glikoprotein (peplomer) menempel. [2]

12
7. Daur hidup
Karena memiliki substansi genetik, virus dapat melakukan
reproduksi atau replikasi.Virus hanya bisa bereproduksi di dalam
sel/jaringan yang hidup. Reproduksi virus terjadi dengan cara
penggandaan materi genetik inang yang disebut replikasi. Virus
membutuhkan bahan-bahan dari sel makhluk lain untuk bereplikasi
(bereproduksi). Replikasi virus secara umum terbagi menjadi 2 yaitu
siklus litik dan siklus lisogenik. [12]
a. Siklus Litik
Cara reproduksi virus yang utama menyangkut penghancuran
sel inangnya. Siklus litik, secara umum mempunyai tahap :
1) Fase Absorpsi/pelekatan
Pada fase Absorpsi, fage melekat di bagian tertentu dari
dinding sel bakteri dengan serabut ekornya. Daerah perlekatan itu
disebut daerah reseptor, daerah ini khas bagi fage sehingga fage
jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut.
2) Fase Penetrasi
Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme,
bakteriofage memiliki enzim lisosom yang berfungsi merusak
dinding sel bakteri. Setelah dinding sel bakteri terhidrolisi, maka
DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
3) Fase Replikasi dan Sintesis
Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan
menggunakannya sebagai bahan untuk replikasi dan sintesis. Pada
fase replikasi, fage menyusun dan memperbanyak DNAnya. Pada
fase sintesis, fage membentuk selubung-selubung protein (kapsid)
baru.Bagian-bagian fage yang terdiri dari kepala, ekor dan serabut
ekor telah terbentuk.
4) Fase Perakitan
Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage
baru yang lengkap dengan molekul DNA dan kapsidnya.
5) Fase Pembebasan atau lisis

13
Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis),
sehingga fage yang baru akan keluar.

Sumber :

b. Siklus Lisogenik
Pada siklus ini sel inangnya tidak hancur tetapi disisipi oleh
asam nukleat dari virus.Tahap penyisipan tersebut kemudian
membentuk provirus. Siklus lisogenik meliputi tahapan:
1) Fase Absorpsi dan Infeksi
Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sam
halnya dengan fase absropsi pada infeksi secara litik.Fage
menempel di tempat yang tepat yang spesifik pada sel bakteri.
2) Fase Penetrasi
Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga
dinding sel bakteri berlubang.Selanjutnya, DNA fage masuk ke
dalam sel bakteri.
3) Fase Penggabungan
DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk
profage.Dalam bentuk profage, sebagian besar gen berada dalam
fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif.

14
Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang
berfungsi menjaga agar sebagian gen profage tidak aktif.
4) Fase Replikasi
Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga
turut bereplikasi. Kemudian ketika bakteri membelah diri, bakteri
menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing mengandung
profage. DNA fage (dalam profage) akan terus bertambah banyak
jika sel bakteri terus menerus membelah. Bakteri lisogenik dapat
diinduksi untuk mengaktifkan profagenya.Pengaktifan ini
mengakibatkan terjadinya siklus litik.
5) Bergabung dengan siklus litik
Kadang-kadang, dalam keadaan tidak menguntungkan
virus akan memisahkanDNAnya dari DNA bakteri dan virus akan
mengikuti. [12]

Sumber:

8. Klasifikasi Virus
Nama famili virus ditandai dengan akhiran viridae. Anggota
famili merupakan virus yang mempunyai sifat umum sama dan tidak
banyak berubah. Anggota famili tertentu mempunyai morfologi virion,
struktur dan replikasi genom khas. Hal ini menunjukkan kemungkinan
filogenitas yang sama. Contoh dari berbagai famili, empat famili, yaitu

15
herpesviridae, poxviridae, papovaviridae dan retroviridae dibagi lagi atas
subfamili. Nama subfamili diberi akhiran virinae.
Nama genus virus ditandai dengan akhiran virus. Anggota genus
merupakan spesies yang mempunyai sifat serupa. Kriteria penggolongan
spesies dalam genus tertentu masih belum seragam dan bervariasi
tergantung familinya. Penamaan virus tidak mengikuti penamaan
binomial seperti pada penamaan bakteri. Dengan kata lain tidak mengikuti
penamaan Linnaeus.[2]
Beberapa family virus yang telah diketahui:
Famili Contoh Spesies
Adenoviridae adenovirus
Coronaviridae SARS-CoV,
coronavirus
Hepadnaviridae hepatitis B virus
Herpesviridae herpesvirus
Orthomyxoviridae H5N1 virus
Paramyxoviridae Measles virus,
Mumps virus
Papovaviridae human
papillomavirus
Parvoviridae parvovirus
Poxviridae human poxvirus
Retroviridae HIV
Rhabdoviridae rabies virus
Togaviridae rubella virus

Lwoff, Horrie dan Tournier merupakan ahli yang berjasa dalam


pengembangan taksonomi virus. Mereka mengajukan beberapa kriteria
sebagai dasar penggolongan virus. Kriteria tersebut adalah[2]:
a. Jenis asam nukleat, RNA atau DNA
b. Simetri kapsid
c. Ada-tidaknya selubung

16
d. Banyaknya kapsomer untuk virus ikosahedral atau diameter
nukleokapsid untuk virus helikoidal.

Saat ini telah lebih dari enam puluh satu famili virus
diidentifikasi. Dua puluh satu di antaranya mempunyai anggota yang
mampu menyerang manusia dan binatang. Virus digolongkan dua bagian,
yaitu virus bergenom RNA dan virus bergenom DNA. Selain itu masih
terdapat sekelompok virus yang belum dapat diklasifikasikan dan disebut
sebagai unclassified virus. Pengelompokkan tersebut dilakukan karena
banyak sifat bilologiknya yang belum diketahui dan sifat-sifatnya yang
telah diidentifikasi belum memungkinkan virus tersebut digolongkan ke
dalam golongan yang sudah ada. Berikut tabel mengenai virus RNA dan
virus DNA.

Virus RNA
Famili Sifat Penting
Picornaviridae RNA: rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal,
replikasi RNA melalui pembentukan
RNA komplementer yang benindak sebagai cetakan
sintesis RNA genom.
Virion: Tidak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun
atas empat jenis protein utama.
Diameter virion 28-30 nm (Picos = kecil)
Replikasi dan morfogenesis virus terjadi di sitoplasma'
Spektrum hospes sempit.
Calicivir RNA: rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal.
Virion: tidak berselubung, berbentuk ikosahedral,
tersusun atas tiga jenis protein utama. Diameter
virion 35-45 nm
Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma. Spektrum
hospes sempit.

17
Togaviridae RNA: rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal,
replikasi RNA melalui pembentukan RNA
komplementer yang bertindak sebagai cetakan
RNA genom.
Virion : berselubung, nukleokapsid berbentuk ikosahe-
dral, tersusun atas tiga sampai empat jenis protein
utama. Protein selubung mempunyai aktivitas
hemaglutinasi. Diameter virion 60-70 nm
Replikasi di sitoplasma dan morfogenesis melalui proses
budding di membran sel.
Spektrum hospes luas.
Flavivirida RNA: rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal,
replikasi RNA melalui RNA komplementer yang
kemudian bertindak sebagai cetakan bagi sintesis
RNA genom.
Virion: berselubung, simetri nukleokapsid belum jelas,
tersusun atas empat jenis protein utama. Protein
selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
Diameter virion 40-50 nm.
Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui
proses budding di membran sel.
Spektrum hospes luas.
Bunyavirida RNA: rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari tiga
segmen. Pada proses replikasinya, RNA virion
disalin menjadi mRNA dengan bantuan
transkriptasa virion. Dengan bantuan produk
translasi mRNA selanjutnya disintesis RNA
komplementer. Setiap segmen RNA
komplementer kemudian menjadi cetakan bagi
RNA genom.
Virion: berselubung, nukleokapsid berbentuk helik,
tersusun atas empat protein utama. Protein

18
seiubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
Diameter virion 90-120 nm .
Replikasi terjadi di sitoplasma dan morfogenesisnya
melaiui proses buddingdi membrane
Arenavirid RNA: rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari dua
segmen. Prinsip replikasi RNA-nya sama dengan
Bunyaviridae.
Virion: berselubung, nukleokapsid berbentuk helik,
tersusun atas tiga protein utama. Bentuk virion
pleomorfik. Diameter virion 50-300 nm (rata-
rata 110-130 nm).
Replikasi terjadi di sitoplasma dan morfogenesisnya
melalui proses buddingdi membran plasma.
Spektrum hospes luas.
Coronaviridae RNA: rantai tunggal, polaritas positif, terdiri dari satu
segmen. Replikasi RNA genom melalui
pembentukan rantai RNA negatif yang kemudian
benindak sebagai cetakan bagi RNA genom.
Sinresis RNA negatif disenai sintesis enam jenis
mRNA.
Virion: berselubung, nukleokapsid berbentuk helik,
tersusun atas riga protein utama. Bentuk virion
pleomorfik. Diameter virion 80-160 nm.
Replikasi terjadi di sitoplasma dan morfogenesisnya
melalui proses budd.ing di membrane intrasitoplasma.
Rhabdoviridae RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, satu segmen.
Prinsip replikasi RNA-nya sama dengan
Bunyaviridae
Virion: berselubung, nukleokapsid berbenruk helik,
tersusun atas empat sampai lima protein. Virion
berbentuk sepeni peluru dengan selubung

19
seraktivitas hemaglutinasi. Diameter dan panjang
virion 70-85 nm dan130-180 nm.
Replikasi terjadi di sitoplasma dan morfogenesisnya
terjadi di membran plasma atau membrane
intrasitoplasma, tergantung spesies virus.
Filoviridae RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, segmen tunggal.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas
tujuh protein utama. Berbentuk pleomorfik.
Diameter virion 80 nm dan panjang mencapai
14.000 nm.
Replikasi di sitoplasma.
Paramyxoviridae RNA : rantai tunggal, polaritas negatif. Replikasi RNA
dimulai dengan sintesis mRNA dengan bantuan
transkriptasa virion. Dengan bantuan produk
protein mRNA dibuat RNA cetakan RNA
genom.
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas
6-10 protein utama. Berbentuk pleomorfik.
Selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi
dan menginduksifusi sel. Replikasi di sitoplasma
dan morfogenesisnya melalui proses budding di
membran plasma. Diameter virion 150-300 nm.
Spektrum hospes sempit.
Orthomyxoviridae RNA : rantai tunggal, segmen berganda (7 untuk
influenza C dan 8 untuk influenza A dan B),
polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan
sintesis mRNA dengan bantuan transkriptasa
virion. Dengan bantuan protein produk mRNA,
RNa komplementer dibuat dan dijadikan cetakan
pembuatan RNA genom. Sifat segmentasi genom
virus memudahkan terjadinya virus mutan.

20
Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas
7-9 protein utama. Bentuk pleomorfik. Selubung
beraktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 90-
120 nm. Pada filamentosa panjangnya mencapai
beberapa mikrometer.
Replikasi RNA di inti dan sitoplasma dan morfogenesis
melalui proses budding di membran plasma.
Reoviridae RNA : rantai ganda, segmen ganda (10 untuk reovirus
dan obvirus, 11 untuk rotavirus, 12 untuk
Colorado tick fever virus. Setiap mRNA berasal
dari satu segmen genom. Sebagian mRNA
dipakai untuk sintesis protein dan sebagian lagi
dipakai sebagai cetakan untuk pembuatan rantai
RNA pasangannya.
Virion : tak berselubung, kapsidnya dua lapis dan
bersimetri ikosahedral. Diameter virion 60-80
nm.
Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma.
Retroviridae RNA : rantai tunggal, terdiri dari dua molekul polaritas
negatif yang identik. Replikasi dimulai dengan
pemisahan kedua molekul RNA dan pembuatan
rantai DNA dengan cetakan RNA tersebutdengan
bantuan reverse transcriptase virion. Setelah
molekul RNA-DNA terpisah, dibuat rantai DNA
komplementer terhadap pasangan DNA yang
sudah ada. DNA serat ganda kemudian
mengalami sirkularisasi dan berintegrasi dengan
kromosom hospes. Selanjutnya RNA genom
dibuat dengan cetakan DNa yang sudah
terintegrasi pada kromosom hospes.
Virion : berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Virion
tersusun atas 7 jenis protein utama. Diameter

21
virion 80-130 nm. Morfogenesis virus melalui
proses budding di membran plasma.

Virus DNA
Famili Sifat Penting
Adenoviridae DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA dan
translasinya menjadi protein komplek.
Virion : tak berselubung, simetri kapsid ikosahedral.
Diameter virion 70-90 nm. Virion tersusun atas
paling tidak 10 protein.
Replikasi dan morfogenesis di inti sel. Spektrum hospes
sempit.
Herpesviridae DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA
komplek.
Virion : berselubung, simetri kapsid ikosahedral.
Diameter virion 15-200 nm.
Replikasi di intisel. Morfogenesis melalui proses budding
di membran inti. Di dalam sitoplasma virion
dibawa dalam vesikel-vesikelke membran
plasma. Di membran plasma, membran vesikel
fusi dengan membran plasma.
Hepadnaviridae DNA : rantai ganda (bagian terbesar) dan rantai tunggal
(bagian kecil, di ujung molekul DNA), segmen
tunggal. Pada replikasi genom, bagian rantai
tunggalnya harus dibuat rantai ganda. Transkripsi
DNA menghasilkan mRNA untuk sintesis protein
dan RNA lain sebagai cetakan bagi pembuatan
DNA oleh reverse transcriptase.
Virion : berselubung (HBsAg), diameter 42 nm. Tersusun
atas selubung (HBsAg) dan nukleokapsid. Dalam
nukleokapsid terdapat core (HBcAg) dan protein
penting lain (HBeAg).

22
Replikasi di hepatosit terjadi di inti sel sedangkan HBsAg
dibuat di sitoplasma.
Papovaviridae DNA : rantai ganda, segmen tunggal sirkuler. Replikasi
DNA komplek dan selama replikasi bentuknya
tetap sirkuler. Siklus replikasi DNA dapat
melibatkan DNA genom yang episomal maupun
yang berintegrasi dengan kromosom sel.
Virion : tak berselubung, diameter 45 nm (polyomavirus)
dan 55 nm (papillomavirus), tersusun atas 5-7
jenis protein utama.
Replikasi dan morfogenesis di inti sel.
Spektrum hospes sempit.
Parvoviridae DNA : rantai tunggal, segmen tunggal. Genus Parvovirus
lebih banyak mengandung rantai DNA polaritas
negatif sedang dua genus lagi DNA polaritas
negatif dan positifnya seimbang. Replikasi DNA
komplek.
Virion : tak berselubung, nukleokapsid bersimetri ikosa-
hedral dan berdiameter 18-26 nm, tersusun atas
tiga protein utama.
Replikasi dan morfogenesis di inti sel dan memerlukan
bantuan sel hospes.
Spektrum hospes sempit.
Poxviridae DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA
komplek.
Virion : berselubung, berbentuk seperti batu bata dan
merupakan virus dengan dimensi terbesar.
Tersusun atas lebih dari seratus jenis protein.
Selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.

23
Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma yaitu dalam
viroplasma (semacam pabrik virus). Hasil morfogenesis
dapat berupa virion berselubung maupun tidak.

Arsitektur virus dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis


berdasarkan pada penyusunan subunit morfologi: (1) simetri kubik, misai,
adenovirus; (2) simetri heliks, misal orthomyxovirus; dan (3) struktur
kompleks, misal, poxvirus.

Simeteri kubik
Pada picornavirus

(Direproduksi seizin Harrison 5C, Skehel ,Wiley DC:Vlrus structure. ln.


FieldsVirology,3rd ed. Fields BN et al leditorsl. Lippincott-Raven, 1996).

24
Simetri Heliks
Pada virus mozaik tembakau

(Direproduksi seizin Mattern CFT: Structure. ln Medical Microbiology.Baron 5


[editor].Addison-Wesley. 1986. Dimodifikasi dari Caspar DLD: Adv Protein Chem
1963;18:37)

Struktur Kompleks

25
9. Ciri-ciri virus
Virus memiliki ciri-ciri[2]:
a. Virus bersifat aseluler (tidak mempunyai sel)
b. Virus berukuran amat kecil , jauh lebih kecil dari bakteri, yakni
berkisar antara 20 mµ - 300mµ (1 mikron = 1000 milimikron). untuk
mengamatinya diperlukan mikroskop elektron yang pembesarannya
dapat mencapai 50.000 X.
c. Virus hanya memiliki salah satu macam asam nukleat (RNA atau
DNA)
d. Virus umumnya berupa semacam hablur (kristal) dan bentuknya
sangat bervariasi. Ada yang berbentuk oval , memanjang, silindris,
kotak dan kebanyakan berbentuk seperti kecebong dengan "kepala"
oval dan "ekor" silindris.

26
e. Tubuh virus terdiri atas: kepala , kulit (selubung atau kapsid), isi
tubuh, dan serabut ekor.
f. virus memiliki lapisan protein yang disebut kapsid
g. Virus hanya dapat berkembang biak di sel hidup lainnya. Seperti sel
hidup pada bakteri, hewan, tumbuhan, dan sel hidup pada manusia.
h. Virus tidak dapat membelah diri.
i. Virus tidak dapat diendapkan dengan sentrifugasi biasa, tetapi dapat
dikristalkan.

10. Alasan tidak digolongkan sebagai makhluk hidup


Virus tidak digolongkan sebagai makhluk hidup karena virus tidak
memenuhi beberapa kriteria sebagai makhluk hidup, diantaraya:[10]
a. Virus dapat dikristalkan atau mengkristal, padahal makhluk hidup akan
mengalami degradasi baik fungsi maupun fisik jika dikristalkan.
b. Komponen penyusun virus yang sangat sederhana belum dapat
menggolongkan virus sebagai suatu sel hidup. Virus tidak mempunyai
sitoplasma, membran sel, dan organel sel yang mana merupakan
struktur utama penyusun sel. Mengingat sel merupakan unit struktural
dan fungsional terkecil penyusun makhluk hidup.
c. Hingga saat ini, belum dapat diketahui bahwa virus memerlukan
makanan/minuman atau tidak. Padahal dalam salah satu kriterianya,
makhluk hidup mutlak memerlukan makanan dan minuman untuk
proses metabolisme tubuhnya

11. Mekanisme penginfeksian virus


Infeksi virus dengan langkah replikasi
a. Pelekatan, penetrasi, dan pelepasan selubung
Langkah pertama pada infeksi virus adalah pelekatan, interaksi
virion dengan tempat reseptor tertentu di permukaan sel. Molekul
reseptor berbeda untuk virus yang berbeda, tetapi umumnya merupakan
glikoprotein. Pengikatan reseptor dianggap menunjukkan homologi

27
konfigurasional yang terjadi kebetulan antara struktur permukaan
virion dan komponen permukaan sel. Ada atau tidak adanya reseptor
mempunyai peran penting yang menentukan tropisme sel dan
patogenesis virus. Tidak semua sel pada pejamu yang rentan akan
mengekspresikan reseptor yang diperlukan; misalnya, poliovirus hanya
mampu menempel pada sel di sistem saraf pusat dan saluran cerna
primata Langkah pelekatan dapat memulai perubahan struktural
irreversible dalam virion. Setelah pengikatan, partikel virus masuk ke
daiam sel. Langkah tersebut disebut penetrasi atau penelanan. Pada
beberapa sistem, peristiwa tersebut dilakukan dengan endositosis
diperantarai reseptor, dengan pengambilan partikel virus yang
teringesti di dalam endosom. Juga terdapat contoh penetrasi langsung
partikel virus yang melewati membran plasma. Pada kasus lain,
terdapat fusi selubung virion dengan membran plasma sel. Sistem-
sistem tersebut meliputi interaksi protein fusi virus dengan reseptor
selular kedua atau "koreseptor" .
Pelepasan selubung (uncoating) terjadi bersamaan dengan atau
segera setelah penetrasi. Pelepasan selubung adalah pemisahan fisis
asam nukleat virus dari komponen struktural luar virion sehingga asam
nukleat virus dapat berfungsi. Genom dapat dilepaskan sebagai asam
nukleat bebas (picornavirus) atau sebagai nukleokapsid (reovirus).
Nukleokapsid biasanya mengandung polimerase. Pelepasan selubung
mungkin memerlukan pH asam dalam endosom. Infektivitas virus
parental hilang pada tahap pelepasan selubung. Virus adalah satu-
satunya agen infeksius yang harus mengalami pelarutan agen penyebab
infeksi dalam jalur replikatif.[10]
b. Ekspresi genom virus dan sintesis komponen virus
Fase sintetik siklus replikatif virus terjadi setelah pelepasan
selubung genom virus. Bagian penting dalam replikasi virus adalah
bahwa mRNA spesifik harus ditranskripsikan dari asam nukleat virus
untuk keberhasilan ekspresi dan duplikasi informasi genetik. Se telah
selesai, virus menggunakan komponen sel untuk mentranslasikan

28
mRNA. Berbagai golongan virus ini menggunakan jalur berbeda untuk
menyintesis mRNA yang bergantung pada struktur asam nukleat virus
Beberapa virus (misal, rabdovirus) membawa RNA polimerase untuk
mensintesis mRNA. Virus RNA jenis ini disebut virus untai-negatif
(negatiue-sense), karena genom RNA untai tunggalnya komplementer
terhadap- *RNA, yang secara konvensional disebut untai positif
(Positiue-sense). Virus untai negatif harus menggunakan RNA
polimerase sendiri, karena sel eukariot kekurangan enzim yang marnpu
mensintesis mRNA template RNA. Protein virus disintesis dalam
sitoplasma pada poliribosom yang terdiri dari mRNA spesifik virus dan
ribosom sel pejamu. Banyak protein virus mengalami modifikasi
(glikosilasi, asilasi, pemecahan, dll.). DNA virus biasanya direplikasi
di dalam nukleus. Genom RNA virus umumnya digandakan di dalam
sitoplasma sel, meskipun terdapat beberapa pengecualian.[10]
c. Morfogenesis dan pelepasan
Genom virus yang baru saja disintesis dan polipeptida kapsid
bergabung membentuk virus-virus progeni. Kapsid ikosahedral dapat
memadat pada keadaan tanpa asam nukleat, sedangkan nukleokapsid
virus dengan simetri heliks tidak dapat terbentuk tanpa RNA virus.
Tidak ada mekanisme khusus untuk pelepasan virus-virus tak
berselubung; sel-sel yang terinfeksi akhirnya mengalami lisis dan
rnelepaskan partikel virus. Virus-virus berselubung mengalami
pematangan melalui proses budding Glikoprotein selubung spesifik
virus dimasukkan ke daiam membran sel; nukleokapsid virus kemudian
bertunas melalui membran pada tempat yang dimodifikasi ini sehingga
mendapatkan selubung. Budding sering terjadi di membran plasma
tetapi dapat mengenai membran sel lain. Virus-virus berselubung tidak
infeksius sampai mendapatkan selubungnya. Oleh karena itu, virion
progeni yang infeksius secara khas tidak berkumpul di dalam sel yang
terinfeksi. Maturasi virus kadang-kadang merupakan proses yang tidak
efisien. Jumlah komponen virus yang berlebih dapat menumpuk dan
terlibat dalam pembentukan badan inklusi di dalam sel. Sebagai akibat

29
efek merusak yang berat pada replikasi virus, akhirnya terjadi efek
sitopatik selular dan sel-sel mati. Mekanisme yang diinduksi virus
dapat mengatur apoptosis, kejadian yang terProgram secara genetis
yang menyebabkan sel-sei mengaiami destruksi sendiri. Beberapa
infeksi virus mernperlarnbat apoptosis dini, yang memberikan banyak
waktu untuk menghasiikan jumlah virus progeni yang tinggi. Selain itu,
beberapa virus secara aktif menginduksi apoptosis pada stadium lanjut
yang akan mempermudah penyebaran virus progeni ke sel-sel baru.[10]

12. Deteksi sel yang terinfeksi virus


a. Multiplikasi virus
Multiplikasi virus dapat dipantau dengan berbagai cara:
1) Terjadinya efek sitopatik, yaitu, perubahan morfoiogi sel-sel. Jenis
efek sitopati akibat virus meliputi lisis atau nekrosis sel,
pembentukan inklusi, pembentukan sel raksasa, dan vakuolisasi
sitoplasma . Kebanyakan virus menimbulkan efek sitopatik yang

30
nyata pada sel-sel terinfeksi yang umumnya merupakan ciri khas
golongan virus.
2) Gambaran protein yang disandi oleh virus, seperti hemaglutinin
virus influenza. Antiserum spesifik dapat digunakan untuk
mendeteksi sintesis protein virus pada sel-sei yang terinfeksi.
3) Adsorpsi eritrosit pada sel-sel yang terinfeksi, disebut hemadsorpsi,
disebabkan oleh adanya hemaglutinin yang disandi virus
(parainfluenza, influenza) dalam membran sel. Reaksi tersebut
menjadi positif sebeium terlihat adanya perubahan sitopatik dan
pada beberapa kasus terjadi tanpa efek sitopatik
4) Deteksi asam nukleat spesifik virus. Uji berdasarkan molekular
seperti reaksi rantai polimerase memberikan metode deteksi yang
cepat, sensitif, dan spesifik.
5) Perrumbuhan virus pada embrio telur ayam dapat menyebabkan
kematian embrio (misal, virus ensefalitis), timbulnya bercak pudh
(poch) atau plak pada membran korioalantois (misal, herpes, cacar
air, vaksinia). [10]

b. Pembentukan badan inklusi


Selama multiplikasi virus dalam sel, struktur spesifik virus
yang disebut badan inklusi dapat terbentuk. Struktur tersebut menjadi
jauh lebih besar daripada partikel virus dan sering mempunyai afinitas
untuk pewarnaan asam (misai, eosin). Badan inklusi tersebut terletak
dalam nukleus (herpesvirus), dalam sitoplasma (poxvirus), atau
keduanya (virus campak). Pada banyak infeksi virus, badan inklusi
merupakan tempat perkembangan virion (pabrik virus). Variasi
gambaran bahan inklusi sangat bergantung pada fiksatif jaringan yang
digunakan. Adanya badan inklusi dapat menjadi alat bantu diagnostik.
Inklusi intrasitoplasma pada sel-sel saraf badan Negri-patognomonik
untuk rabies. [10]

31
C. Bakteri
13. Definisi
Mikrobrganisme tidak berinti yang dilengkapi oleh semua
perangkat yang esensial untuk kelangsungan hidup dan reproduksi
organisme ini termasuk dalam domain prokariota dan berukuran sangat
kecil (mikroskopik) serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi.[3]

14. Struktur bakteri

Bakteri merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang tidak bisa


dilihat oleh mata telanjang. Bakteri memiliki bentuk bermacam-macam
yaitu, bulat, batang dan spiral. Bakteri tersusun atas dinding sel dan isi sel.
Disebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam sel
bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel
bermembran seperti kloroplas dan mitkondria. Stuktur tubuh bakteri terdiri
atas beberapa bagian antara lain, yaitu[11] :
a. Flagela
Flagela adalah alat gerak pada bakteri yang berupa ekor.Flagela
terdapat pada salah satu ujung bakteri ataupun pada kedua ujungnya
dan menempel pada membaran sel. Berdasar letak dan jumlahnya, tipe
flagella dapat dibedakan menjadi monotrik, amfitrik, lofotrik, dan

32
peritrik. Flagela pada bakteri terbuat dari protein yang disebut flagelin
dan memiliki betuk seperti pembuka sumbat botol.
b. Dinding sel
Dinding sel tersusun atas peptidoglikan yakni polisakarida yang
berikatan dengan protein. Dengan adanya dinding sel ini, tubuh bakteri
memiliki bentuk yang tetap. Di sebelah luar dinding sel terdapat kapsul.
Tidak semua sel bakteri memiliki kapsul. Hanya bakteri patogen yang
berkapsul. Kapsul berfungsi untuk mempertahankan diri dari antibodi
yang dihasilkan sel inang. Kapsul juga berfungsi untuk melindungi sel
dari kekeringan. Kapsul bakteri tersusun atas persenyawaan antara
protein dan glikogen yaitu glikoprotein.
Berdasarkan struktur protein dan polisakarida yang terkandung
di dalam dinding sel ini, bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri gram
positif dan gram negatif. Bakteri gram positif mempunyai
peptidoglikan di luar membran plasma. Pada bakteri gram negatif,
peptidoglikan terletak di antara membran plasma dan membran luar
dan jumlahnya lebih sedikit. Umumnya bakteri gram negatif lebih
patogen.
c. Membran sel
Membrane sel tersusun atas molekul lemak dan protein, seperti
halnya membran sel organisme yang lain. Membrane sel bersifat
semipermiable dan berfungsi mengatur keluar masuknya zat dalam sel.
d. Mesosom
Pada tempat tertentu terjadi penonjolan membran sel kearah
dalam atau ke sitoplasma.Tonjolan membrane ini berguna untuk
menyediakan energi atau pabrik energi bakteri.Organ sel (organel) ini
disebut mesosom. Selain itu mesosom berfungsi juga sebagai pusat
pembentukan dinding sel baru diantara kedua sel anak pada proses
pembelahan.
e. Lembar fotosintetik
Khusus pada bakteri berfotosintesis, terdapat pelipatan
membrane sel kearah sitoplasma. Membran yang berlipat-lipat tersebut

33
berisi klorofil,dikenal sebagai lembar fotosintetik (tilakoid). Lembar
fotosintetik berfungsi untuk fotosintesis contohnya pada bakteri ungu.
Bakteri lain yang tidak berfotosintesis tidak memiliki lipatan demikian.
f. Sitoplasma
Sitoplasma adalah cairan yang berada di dalam sel (cytos = sel,
plasma= cairan). Sitoplasma tersusun atas koloid yang mengandung
berbagai molekul organik seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral,
ribosom, DNA, dan enzim-enzim.Sitoplasma merupakan tempat
berlangsungya reaksi-reaksi metabolisme.
g. DNA
Asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid, disingkat
DNA) atau asam inti, merupakan materi genetic bakteri yang terdapat
di dalam sitoplasma. Bentuk DNA bakteri seperti kalung yang tidak
berujung pangkal. Bentuk demikian dikenal sebagai DNA sirkuler.
DNA tersusun atas dua utas polinukleotida berpilin.DNA merupakan
zat pengontrol sintesis protein bakteri, dan merupakanzat pembawa
sifat atau gen. DNA ini dikenal pula sebagai kromosom bakteri. DNA
bakteri tidak tersebar di dalam sitoplasma, melainkan terdapat pada
daerah tertentu yang disebut daerah inti. Materi genetik inilah yang
dikenal sebagai inti bakteri.
h. Plasmid
Selain memiliki DNA kromosom, bakteri juga memiliki DNA
nonkromosom.DNA nokromosom bentuknya juga sirkuler dan terletak
di luar DNA kromosom.DNA nonkromosom sirkuler ini dikenal
sebagai plasmid.Ukuran plasmid sekitar 1/1000 kali DNA kromosom.
Plasmid mengandung gen-gen tertentu misalnya gen kebal antibiotik,
gen patogen. Seperti halnya DNA yang lain, plasmid mampu
melakukan replikasi dan membentuk kopi dirinya dalam jumlah
banyak. Dalam sel bakteri dapat terbentuk 10-20 plasmid.
i. Ribosom
Ribosom merupakan organel yang berfungsi dalam sintesis
protein atau sebagai pabrik protein.Bentuknya berupa butir-butir kecil

34
dan tidak diselubungi membran.Ribosom tersusun atas protein dan
RNA.Di dalam sel bakteri Escherichia coli terkandung 15.000 ribosom,
atau kira-kira ¼ masa sel bakteri tersebut.Ini menunjukkan bahwa
ribosom memiliki fungsi yang penting bagi bakteri.
j. Endospora
Bakteri ada yang dapat membentuk endospora, pembentukan
endospora merupakan cara bakteri mengatasi kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Endospora tahan terhadap panas sehingga tidak
mati oleh proses memasak biasa. Spora mati di atas suhu 120 C. jika
kondisi telah membaik, endospora dapat tumbuh menjadi bakteri
seperti sedia kala.

15. Daur hidup


Berikut Fase-Fase Daur Hidup Bakteri dan penjelasannya[2]:
a. Fase Penyesuaian (Fase Lack/adaptasi)
Pada fase ini yaitu 1-2 jam setelah pemindahan, bakteri belum
mengadakan pembiakan, terlihat dan belum terjadi pembelahan sel
karena enzim belum disintesa dan pertumbuhan tidak nyata terlihat
sehingga grafik pada fase ini mendatar. Bakteri-bakteri yang hidup
pada fase ini akan mulai membesar. Lamanya fase penyesuaian ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Media & lingkungan pertumbuhan sel
Nutrien yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru sangat
berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk
mensintesa enzim-enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme.
2) Jumlah Inokulum (Penanaman bakteri)
Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase
adaptasi. Fase adaptasi ini berjalan lambat karena beberapa hal,
yaitu:
- Kultur yang dipindahkan dari medium yang kaya akan nutrien
ke medium yang nutriennya terbatas.

35
- Sel yang baru terbentuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.

b. Fase Logaritmik (Fase Eksponensial/sangat cepat)


Sesudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, bakteri
mulai bertambah sedikit demi sedikit dan sel-sel mulai gemuk. Pada
fase ini bakteri membelah cepat dan konstan dimana pertumbuhan
jumlahnya mengikuti kurva logaritmik, yaitu pertumbuhan yang sangat
cepat.Pada fase ini pertumbuhan sangat cepat dipengaruhi oleh medium
tempat tumbuhnya, seperti pH, kandungan nutrien, kondisi
lingkungannya, suhu, dan kelembapan udara.Pembelahan berlangsung
terus sampai terjadi pertumbuhan hasil-hasil metabolisme yang bersifat
racun dan menyebabkan pertumbuhan melambat.

c. Fase Pengurangan Pertumbuhan (Pertumbuhan lambat)


Fase ini lambat disebabkan oleh :
1) Zat nutrien di dalam media sangat berkurang.
2) Keadaan media memburuk karena perubahan pH.
3) Adanya hasil metabolisme yang mungkin beracun yang
menghambat pertumbuhan bakteri.

d. Fase Pertumbuhan Tetap (Statis)


1) Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang
tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati sehingga jumlah sel
konstan.
2) Ukuran pada fase ini menjadi kecil karena sel tidak lagi membelah,
meskipun nutrisi pada fase ini sudah habis dan kelihatan mendatar
pada grafik.

e. Fase Menuju Kematian (Mati)


Pada fase ini mikroba mengalami kematian, yaitu:
1) Nutrien di dalam media sudah habis.

36
2) Energi cadangan dalam sel habis.

Keadaan dalam beberapa minggu tergantung pada spesies media


dan faktor lingkungan. Jumlah sel yang mati semakin lama semakin
meningkat[14]

16. Klasifikasi
a. Klasifikasi bakteri Berdasarkan bentuk tubuh:
1) Bakteri Kokus (bulat)

a) Monokokus
Berupa sel bakteri kokus tunggal. Contoh :Chlamydia
trachomatis (penyebab penyakit mata).
b) Diplokokus
Berupa dua sel bakteri kokus berdempetan. Contoh
Diplococcus pnemoniae (penyebab penyakit pneumonia) ,
Neisseria gonorhoeae (penyebab penyakit kelamin raja singa)
c) Tetrakokus
Berupa empat sel bakteri kokus berdempetan berbentuk segi
empat. Contoh : Pediococcus cerevisiae.
d) Sarkina
Berupa delapan sel bakteri kokus berdempetan berbentuk
kubus. Contoh : Thiosarcinarosea (bakteri belerang).
e) Streptokokus

37
Berupa lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan
membentuk rantai. Contoh : Streptococcus mutans (penyebab
gigi berlubang).
f) Stafilokokus
Berupa lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan
membentuk seperti buah anggur. Contoh :Staphylococcus
aureus (penyebab penyakit radang paru-paru).

2) Bakteri Basil (batang)

a) Basilus/monobasil
Berupa sel bakteri basil tunggal.
Contoh :Eschericcia coli (bakteri usus besar manusia),
Propionibacterium acnes (penyebab jerawat).
b) Diplobasil
Berupa dua sel bakteri basil yang saling berdempetan.
c) Streptobasil
Berupaselbakteri basil berdempetanmembentukrantai.
Contoh :Azotobacter (bakteri tanah yang mengikat nitrogen) ,
Bacillus anthracis (penyebab penyakit antraks pada hewan
ternak).

3) Bakteri Spirilia

38
a) Spiral
Bentuk sel bergelombang.
Contoh :Thiospirillopsisfloridina (bakteri belerang).
b) Vibrio
Bentukselsepertitandabacakoma.
Contoh : Vibrio cholera (penyebab penyakit kolera).
c) Spiroseta
Bentuk sel seperti sekrup.
Contoh : Treponemapallidum (penyebab penyakit kelamin
sifilis).

b. Klasifikasi bakteri berdasarkan kedudukan alat gerak


1) Monotrik
Berflagel satu pada salah satu ujung tubuh bakteri.
Contoh : Pseudomonas araginosa.
2) Amfitrik
Flagel masing-masing satu pada kedua ujung tubuh bakteri.
Contoh :Spirilliumserpen.
3) Lofotrik
Berflagel banyak pada salah satu ujung tubuh bakteri.
Contoh : Pseudomonas flourencens.
4) Peritrik
Berflagel banyak pada semua sisi tubuh bakteri.
Contoh : Salmonella thypii.

39
c. Klasifikasi bakteri berdasarkan pewarnaan Gram
1) Bakteri gram-positif
Bakteri gram-positif memiliki dinding sel yang lebih sederhana,
banyak mengandung peptidoglikan. Misalnya bakteri Micrococcus,
Staphylococcus, Leuconostoc, PediococcusdanAerococcus.
2) Bakteri gram-negatif
Bakteri gram-negatif memiliki dinding sel yang lebih kompleks,
kandungan peptidoglikan lebih sedikit. Misalnya bakteri
Escherichia, Citrobacter, Salmonella, Shigella, Enterobacter,
Vibrio, Aeromonas, Photobacterium, Chromabacterium,
Flavobacterium.

40
41
Berkut ini adalah karakteristik dari bakteri Gram positif dan Gram
negatif :
Karakteristik Gram positif Gram negative

Homogen dan tebal (20-80 Peptidoglikan (2-7 nm) di


nm) serta sebagian besar antara membran dalam dan
tersusun dari peptidoglikan. luar, serta adanya membrane
Dinding sel
Polisakarida lain dan luar (7-8 nm tebalnya) yang
asamteikoat dapat ikut terdiri dari lipid, protein, dan
menyusun dinding sel. lipopolisakarida

Bulat, batang atau filament Bulat, oval, batang lurus atau


melingkar seperti tanda
Bentuk sel koma, heliks atau filamen;
beberapa mempunyai
selubung atau kapsul

Pembelahan biner Pembelahan biner, kadang-


Reproduksi
kadang pertunasan

Metabolis- Kemoorgano heterotrof Fototrof, kemolito autotrof,


me atau kemoorgano heterotrof

Kebanyakan nonmotil, bila Motil atau nonmotil. Bentuk


motil tipe flagelanya adalah flagella dapat bervariasi-
Motilitas petritrikus (petritrichous) polar, lopotrikus
(lophtrichous), petritrikus
(petritrichous).

Anggota Biasanya tidak memiliki Dapat memiliki pili,


tubuh apendase fimbriae, tangkai
(apendase)

42
Beberapa grup dapat Tidak dapat membentuk
Endospora
membentuk endspora endospora

Reaksi Mempertahankan kristal Dapat diwarnai safranin,


pewarnaan violet, berwarna ungu bewarna merah atau pink
gram

Lapisan Tebal (multilayered) Tipis (single layered)


peptidogli-
kan

Asam Banyak Tidak ada


teichoic

Celah Tidak ada Ada


periplasma

Membran Tidak ada Ada


luar

Lipopolisa- Tidak ada Banyak


karida

Lipoprotein Sedikit Banyak


dan lipid

Struktur 2 cincin di basal tubuh 4 cincin di basal tubuh


flagella

Toksin Eksotoksin Eksotoksin dan endotoksin

Resistensi Tinggi Rendah


terhadap
fisika

43
Kepekaan Sangat peka Kurang peka (karena adanya
terhadap membran luar)
lysozyme

Sensitifitas Sensitif Kurang sensitif


penisilin dan
sulfonamid

Sensitifitas Kurang sensitif Sensitif


streptomicin
, kloramfeni-
kol,
tetrasiklin

Memperta- Kuat Lemah


hankan
warna dasar

Resistensi Resisten Kurang resisten


sodium
azide

Resistensi Resisten Kurang resisten


pengeringan

d. Klasifikasi bakteri berdasarkan cara memperoleh makanan (bahan


organik)
1) Autotrof

Bakteri yang dapat menyusun makanan sendiri dari bahan-


bahanan organik.Berdasarkan sumber energynya bakteri autotrof
dibedakan menjadi:

 Fotoautotrof (sumber energy dari cahaya)

44
 Kemoautotrof (sumber energi dari hasil reaksi kimia)

2) Heterotrof

Bakteri yang tidak dapat menyusun makanan sendiri. Bakteri


ini memanfaatkan bahan organic jadi yang berasal dari organisme
lain. Bakteri yang termasuk ke dalam bakteri heterotrop adalah
bakteri yang bersifat parasit dan saprofit, yaitu bakteri yang
mendapat makanan dengan menguraikan sisa-sisa organisme.[13]

17. Mekanisme penginfeksian


Berikut cara atau media bakteri untuk masuk ke tubuh manusia [2]:
a. Kontak
Salah satu cara bakteri masuk ke dalam tubuh adalah melalui
kontak langsung maupun tidak langsung. Pada kasus penularan difteri,
terjadi kontak tidak langsung dimana orang sehat kontak dengan benda-
benda yang sudah terinfeksi seperti pensil, gelas, handuk, mainan, dan
lainnya. Sedangkan kontak langsung contohnya pada kasus gonorrhea.
b. Inhalasi/Pernapasan
Sebagian besar infeksi pernapasan menyebar karena menghirup
udara yang mengandung bakteri. Bakteri jenis ini cenderung berada di
udara dalam bentuk aerosol. Bakteri ini tersebar di lingkungan melalui
bersin, batuk, berbicara, atau meludah. Meskipun ludah akan
mengering, namun ada beberapa bakteri yang tahan pada kondisi
kering dan tetap berada di udara untuk jangka waktu yang lama. Jadi,
saat orang yang sehat menghirup udara yang mengandung bakteri, dia
akan tertular infeksi pernapasan.
c. Pencernaann
Infeksi saluran pencernaan biasanya disebabkan karena tidak
sengaja menelan bakteri patogen atau toksin bakteri. Infeksi ini bisa
ditularkan melalui perantara air (waterborne), makanan (food-borne),
dan bersentuhan tangan (hand-borne). Bakteri patogen ini masuk ke

45
saluran pencernaan melalui mulut dan dalam beberapa kasus melalui
hidung atau mata. Contoh penyakit yang disebabkan oleh infeksi
saluran pencernaan diantaranya termasuk kolera, disentri, dan
keracunan makanan.
d. Inokulasi
Bakteri yang terinokulasi ke dalam jaringan subkutan bisa
menyebabkan infeksi. Misalnya, luka yang dalam bisa terinfeksi
bakteri Clostridium tetani yang menyebabkan tetanus. Demikian pula
bakteri yang menyebabkan gangren akan menyebabkan kematian sel
dan kerusakan jaringan.
e. Kongenital/Bawaan
Patogen yang mampu melewati penghalang plasenta dan
menginfeksi janin di dalam rahim disebut infeksi kongenital.Infeksi ini
dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi.

Tempat masuk bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling


sering adalah tempat bertemunya selaput lendir dengan kulit: saluran
pernapasan (jalan napas atas dan bawah), gastrointestinal (terutama mulut),
genital, dan saluran kemih. Area selaput lendir dan kulit yang abnormal
(misal, terpotong, luka bakar, dan cedera lain) juga sering menjadi tempat
masuk bakteri patogen. Kulit dan selaput lendir yang normal merupakan
pertahanau primer terhadap infeksi. Patogen harus mengarasi sawar
tersebut untuk dapat menyebabkan penyakit.
Secara ringkas kuman tersebut bisa menginfeksi melalui 4 tahap
yaitu Adhesi (menempel), kolonisasi (berbiak), penetrasi (masuk ke
tubuh), Invasi (menyebar ke seluruh tubuh sambil berbiak) Proses
Infeksinya yaitu begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri harus melekat atau
menempel pada sel pejamu, biasanya sel epitel. Setelah menempati tempat
infeksi primer, bakteri-bakteri memperbanyak diri dan menyebar secara
langsung ke aliran darah melalui jaringan atau sistem limfatik. Inleksi
tersebut (bakteremia) dapat bersifat sementara atau persisten. Bakteremia

46
rnemungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan
yang cocok untuk multiplikasinya.

18. Reproduksi
Bakteri mengadakan pembiakan dengan dua cara, yaitu secara
aseksual dan seksual. Pembiakan secara aseksual dilakukan dengan
pembelahan, sedangkan pembiakan seksual dilakukan dengan cara
transformasi, transduksi , dan konjugasi. Namun, proses pembiakan cara
seksual berbeda dengan eukariota lainnya. Sebab, dalam proses pembiakan
tersebut tidak ada penyatuan inti sel sebagaimana biasanya pada eukarion,
yang terjadi hanya berupa pertukaran materi genetika (rekombinasi
genetik). Berikut ini adalah beberapa cara pembiakan bakteri :
a. Pembelahan Biner
Pembelahan Biner dapat dibagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut.
1) Fase pertama, sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak
lurus.
2) Fase kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti oleh dinding melintang.
3) Fase ketiga, terpisahnya kedua sel anak yang identik.

Pembelahan biner

b. Para Seksual
1) Transformasi

47
Merupakan pemindahan sebagian materi genetika dari satu
bakteri ke bakteri lain. Pada proses transformasi tersebut ADN
bebas sel bakteri donor akan mengganti sebagian dari sel bakteri
penerima, tetapi tidak terjadi melalui kontak langsung. Cara
transformasi ini hanya terjadi pada beberapa spesies saja,
.Contohnya : Streptococcus pnemoniaeu, Haemophillus, Bacillus,
Neisseria, dan Pseudomonas.
2) Transduksi
Merupakan pemindahan sebagian materi genetik dari sel
bakteri satu ke bakteri lain dengan perantaraan virus.
3) Konjugasi
Merupakan pemindahan sebagian materi genetika dari satu
bakteri ke bakteri lain melalui suatu kontak langsung. Artinya,
terjadi transfer ADN dari sel bakteri donor ke sel bakteri penerima
melalui ujung pilus. Ujung pilus akan melekat pada sel peneima dan
ADN dipindahkan melalui pilus tersebut.

19. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri


Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri ada dua yaitu [15]:
a. Faktor intrinsik yaitu sifat-sifat dari bahan itu sendiri. Adapun
penjelasan dari masing-masing faktor sebagai berikut :

48
1) Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dankondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal hampir semuabakteri
memperbanyak diri dengan pembelahan biner sekali setiap 20
menit.
2) Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan
menyediakan:
 Energi, biasanya diperoleh dari substansi mengandung karbon.
 Nitrogen untuk sintesa protein.
 Vitamin dan yang berkaitan denagn factor pertumbuhan.
3) Kelembaban
Mikroorganisme, seperti halnya semua organismememerlukan air
untuk mempertahankan hidupnya. Banyaknya airdalam pangan
yang tersedia untuk digunakan dapat di diskripsikandengan istilah
aktivitas air (Aw)
4) Suhu
Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukannya.
 Psikrofil (organisme yang suka dingin) dapat tumbuh baik pada
suhu dibawah 20oC, kisaran suhu optimal adalah 10oC sampai
20oC.
 Mesofil (organisme yang suka pada suhu sedang) memiliki
suhu pertumbuhan optimal antara 20oC sampai 45oC.
 Termofil (organisme yang suka pada suhu tinggi) dapat tumbuh
baik pada suhu diatas 45oC, kisaran pertumbuhan optimalnya
adalah 50oC sampai 60oC.
5) Oksigen
Tersedianya oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, bakteri diklasifikasikan menjadi tiga
kelompokmenurut keperluan oksigennya.

49
 Aerob Obligat (hanya dapat tumbuh jika terdapat oksigen yang
banyak)
 Aerob Fakultatif (tumbuh dengan baik jika oksigen
cukup,tetapi juga dapat tumbuh secara anaerob)
 Anaerob Fakultatif (tumbuh dengan baik jika tidak ada oksigen,
tetapi juga dapat tumbuh secara aerob)
6) pH
Daging dan pangan hasil laut lebih mudah mengalami kerusakan
oleh bakteri, karena pH pangan tersebut mendekati 7,0. Bakteri
yang terdapat di permukaan ikan ( lapisan lender) adalah dari jenis
Pseudomonas, Acinobacter, Moraxella, Alcaligenes, Micrococcus,
Flavobacterium, Corynebacterium, Serratia, Vibrio, Bacillus,
Clostridium dan Eschericia. Bakteri Pseudomonas dan
Acromabacter merupakan bakteri Psikrofil yang paling
menyebabkan kebusukan ikan

b. Faktor Ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan dari penanganan dan


penyimpanan bahan pangan.
Kondisi pangan produk bahan pangan akan juga
mempengaruhispesies mikroorganisme yang mungkin berkembang
dan menyebabkankerusakan. Bahan pangan yang disimpan pada suhu
lemari es akan dirusak oleh spesies dari kelompok Psikrotofik.[15]

D. Prokariotik dan eukariotik


20. Perbedaan prokariotik dan eukariotik

50
Sel prokariotik tidak memiliki membran nukleus yang jelas untuk
melindungi DNA. Sedangkan, sel eukariotik contohnya sel tumbuhan dan
hewan tingkat tinggi, fungi. Sel eukaryotik memiliki kompartemen
sitoplasma yang dikelilingi membran yang jelas, nukleus berisikan DNA.
Kebanyakan sel prokarotik berukuran kecil dan berpenampilan
sederhana serta hidup sebagai individu independen atau dalam komunitas
yang terorganisasi secara longgar
Sel prokariota juga memiliki lapisan perlindungan yang kuat, yaitu
dinding sel yang di bawahnya terdapat membran plasma yang menutupi
kompartemen sitoplasma tunggal yang berisi DNA, RNA, protein-protein,
dan banyak molekul lainya yang penting untuk kehidupan.[16]

Karakteristik Prokariot Eukariot

Ukuran sel D : 0,2-2,0 um D : 10-100 um

Nukleus Tidak ada Ada

Organel sel Tidak ada Ada (lisosom, kompleks golgi,


RE, mitokondria)
Flagella Dengan 2 struktur Komplek, tersusun dari
bangunan mikrotubul
Glycocalyx Selalu ada, sebagai Ada pada beberapa sel
kapsul
Dinding sel Mengandung Mengandung selulos, kitin
peptidoglikan

51
Karakteristik Prokariot Eukariot

Membran Fosfolipid Fosfolipis, karbohidrat, setrol


plasma
Sitoplasma Tidak terdapat Terdapat sitoskeleton
sitoskeleton
Ribosom Ukuran kecil (70S) Ukuran besar (80S)

Kromosom Single kromosom Multiple linier kromosom


(DNA) tanpa histon dengan histon
Pembelahan Pembelahan biner Mitosis
sel
Pembelahan Tidak ada Meiosis
seksual

21. Apa yang terjadi saat sel terinfeksi virus?


Proses infeksi virus pada sel dimulai dengan menempelnya virus
infektif pada reseptor yang ada dipermukaan sel. Selanjutnya virus atau
genomnya masuk ke dalam sel. Dengan bantuan organel-organel sel ,genom
virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara maupun
komponen struktural virus. Setelah komponen-komponen struktural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses kembangbiak virus ini terjadi pada
sitoplasma, inti sel ataupun membran sel, tergantung pada jenis virusnya.
Pada proses berkembangbiak kebanyakan virus berselubung dan
beberapa virus tak berselubung, banyak protein virus yang sudah terpapar
keluar sel sejak sebelum virus-virus baru dilepaskan oleh sel. Selain itu,
pada beberapa virus fungsi pengaturan genom sel sedemikian sehingga sel
akan memaparkan antigen baru yang dalam keadaan normal tidak ada.
Secara umum, interaksi sel dan virus dapat diringkas dan
digolongkan sebagai berikut[10]:
a. virus yang akibat efek sitosidalnya atauefek toksisnya menimbulkan
banyak kematian sel,

52
b. virus yang proses kembangbiaknya tidak menimbulkan kematian sel
langsung tetapi hanyamenimbulkan kelainan kecil,
c. virus yang proses infeksinya mengubah tumbuh kembang sel sehingga
sel tumbuh kembang berlebihan. Pada keadaan terakhir, seringkali
proses infeksi pada masa awalnya tidak mengganggu fungsi-fungsi sel.

E. Manusia dan Hewan


22. Sel manusia
Pada umumnya memiliki struktur yang sama yakni memiliki
struktur seperti sel Eukariot, tetapi bentuknya bisa berbeda-beda tergantung
pada fungsi masing-masing sel.Dalam hal ini, ada dua bentuk sel yang ada
pada manusia seperti sel spermatozoid dan sel otot.Sel spermatozoid yang
ada pada laki-laki memiliki struktur yang terdiri dari kepala , bagian leher
dan bagian ekor.Pada bagian kepala terdapat inti sel yang mengandung
DNA.Kemudian pada bagian leher terdapat mitokondria yang berfungsi
untuk menghasilkan energy yang nantinya digunakan oleh bagian ekor
untuk bergerak menuju ovum.Sedangkan pada sel otot ditandai dengan
banyaknya inti sel yang berfungsi untuk mengatur kegiatan sel dan terdapat
juga mitokondria untuk menghasilkan energy bagi otot.[17]

53
23. Sel hewan
Bentuk, ukuran, komposisi organel sel hewan bervariasi. Untuk
memahami struktur sel hewan perhatikan gambar di bawah ini. Struktur sel
hewan pada bagian luar dibatasi dengan selaput yang tipis sekali dan
dinamakan membran plasma atau plasmalemma. Pada beberapa sel jaringan
tubuh, membrane plasma ini membentuk lipatan-lipatan disebut mikrovilli
berguna untuk memperluas permukaan.[18] Membran plasma dari sel yang
satu berhubungan dengan membran plasma sel tetangganya dengan
desmosom atau dengan menggunakan bentuk-bentuk hubungan lainnya.
Pada sitoplasma sel terdapat komponen-komponen lainnya misalnya RE,
ribosom, mitokondria, badan golgi vakoula dan sebagainya.
Adapun struktur dan fungsi komponen-komponen atau organel-
organel sel hewan sebagai berikut[19] :
a. Membran plasma
Bersifat semipermiabel (zat-zat tertentu saja yang dapat
melewati membrane plasma), hidup, dan sangat tipis. Komposisi kimia
membran plasma yaitu lapisan luar dan dalam berupa molekul protein
sedangkan bagian tengah molekul lemak.
Berfungsi untuk:
1) Mengontrol pertukaran zat antara isi sel dengan lingkungan sekitar
2) Melindungi isi sel
3) Mengatur keluar masuknya molekul-molekul
4) Sebagai reseptor (penerima) rangsangan dari luar sel.

b. Retikulum Endoplasma
Merupakan membrane lipoprotein dan sitoplasma yang
terletak antara membrane inti dengan membrane sitoplasma. Dengan
adanya system endomembran ini, maka terbentuklah lumen yang
menyerupai “terowongan” yang menghubungkan nucleus dengan
bagian luar sel.
Ada 2 macam RE, yaitu[16] :

54
1) RE kasar/granuler ; bila pada permukaan membrane RE ini
ditempeli ribosom sehingga tampak berbintil-bintil. RE kasar
merupakan penampung protein yang dihasilkan ribosom. Protein
yang dihasilkan masuk kedalam rongga RE
2) RE halus ; bila pada membrane RE ini tidak ditempeli ribosom
sehingga tampak halus. Sel-sel kelenjar mengandung lebih banyak
RE dibandingkan sel-sel bukan kelenjar
Fungsi dari RE diantaranya sebagai alat transportasi zat-zat
yang diperlukan inti sel dari luar inti sel.

c. Badan Golgi
Berbentuk tumpukan kantong-kantong pipih yang sangat
komplek dan pada bagian dalam kantong-kantong tersebut terdapat
ruang-ruang kecil atau vakuola. Membrane badan golgi terbentuk dari
lipoprotein. Badan golgi banyak terdapat pada sel-sel kelenjar seperti
kelenjar ludah, hati, pancreas, dan hormone.
Fungsi badan golgi :
1) sebagai organ sekresi, karena mengeluarkan zat yang masih
dibutuhkan yaitu berupa sekret dalam bentuk butiran getah
2) membentuk enzim yang belum aktif (zimogent/proenzym)
3) membentuk glikoprotein (musin/mucus/lendir)

d. Lisosom
Lisosom hanya terdapat pada sel hewan. Lisosom merupakan
membrane berbentuk kantong kecil yang berisi hidrolitik yang disebut
lisozim. Enzim ini berfungsi dalam pencernaan intrasel, yaitu
mencernakan zat-zat yang masuk kedalam sel. Lisosom berfungsi
sebagai tempat pembuatan enzim-enzim pencernaan.

55
e. Mitokondria
Mitokondria bentuknnya bulat lonjong atau bercabang,
ukurannya 500 sampai 2000 nm. Mitokondria banyak terdapat pada sel
yang sedang aktif.
Struktur mitokondria dikelilingi dua lapisan membrane yaitu
membrane dalam dan terbentuk Krista. Ruang dalam mitokondria berisi
matrix mitokondria. Fungsi mitokondria adalah tempat respirasi atau
oksidasi karbohidrat yang menghasilkan energi (ATP).

f. Ribosom
Ribosom sangat kecil (diameternya 20 – 25 nm), terdapat pada
sitoplasma secara bebas atau menempel pada RE. Fungsi dari ribosom
adalah tempat berlangsungnya sintesa protein.

g. Flagel dan Silia


Pada MH bersel satu misalnya pada protozoa ada yang
memiliki alat gerak flagel dan silia. Struktur flagel terdiri dari 2 fibril
yang dikelilingi oleh 9 fibril yang terletak disebelah luar. Sedangkan
fibril keluarnya dari granula basal dan secara kimia terdiri dari tubulin
dan protein dinein dan ATP.

h. Sentrosom
Umumnya sel hewan mengendung sentrosom yang letaknya
pada sitoplasma dekat membrane inti. Pada saat pembelahan
mengandung 2 sentriol. Sebuah sentrosom terbentuk dari 9 set tabung
masing-masing set terdiri dari 3 buah microtubule yang berfungsi
menggerakan kromosom pada saat pembelahan sel. Sentriol sendiri
merupakan organel sel yang dapat dilihat ketika sel mengadakan
pembelahan.

56
i. Nukleus
Letak inti pada sitoplasma biasanya ditengah. Umumnya sel
MH mengandung 1 inti, tetapi ada juga yang berinti lebih dari 1
misalnya pada sel otot lurik.
Bagian-bagian inti sel :
1) membrane inti ; membrane inti memisahkan inti sel dari sitoplasma.
Membrane inti terdiri dari 2 lapisan membrane dan pada daerah-
daerah tertentu terdapat pori-pori yang berfungsi tempat keluar
masuknya bahan kimia. Lapisan membrane yang sebelah luar
berhubungan dengan membrane
2) Nukleoplasma dan kromosom ; inti sel mengandung nukleoplasma.
Bahan kimia pada nukleoplasma yaitu larutan fosfat, gula ribose
protein, nukleotida dan asam nukleat. Pada nukleoplasma terdapat
benang-benang kromathin yang tampak jelas pada saat terjadi
pembelahan sel membentuk kromosom. Fungsi kromosom adalah
mengandung material genetic yang berguna untuk mengontrol
aktivitas hidup sel dan pewarisan sifat-sifat yang diturunkan.
3) Nukleolus ; setiap nucleolus mengandung nucleoli yang berbentuk
bulat. Secara kimia nucleolus mengandung RNA dan protein.
Nucleolus berfungsi untuk sintesa RNA ribosom.

j. Badan mikro:
1) Perioksisom, terdapat pada sel hewan dan tumbuhan, berisi enzim
katalase dan oksidase
2) Glioksisom, hanya terdapat pada sel tumbuhan, berisi semua atau
sebagian enzim dari daur glioksiat disamping katalase dan
oksidase.

57
k. Mikrofilamen
Berfungsi sebagai:
1) Sebagai sitoskleton dalam sel
2) Berperan dalam pembelahan sel, pada Amoeba berfungsi dalam
pembentukan Pseudopoda, gerakan sel dan gerakan sitoplasma.
3) Membentuk alat gerak seperti silia dan flagella

l. Mikrotubule
Berfungsi sebagai :
1) Mengendalikan gerakan kromosom dari daerah equator ke kutub
masing-masing pada anaphase
2) Penyusun sentriol, flagel dan silia sehingga berperan dalam
pergerakan sel

24. Respon imun terhadap virus atau bakteri


Ada beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen
yang berbahaya di lingkungannya yaitu :[8]
a. Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat
melalui kelenjar keringat dan sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia,
sekresi airmata, air liur, urin, asam lambung serta lisosim dalam airmata.
b. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang
dapat mencegah invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel
c. organ.
d. Innate immunity.
e. Imunitas spesifik yang didapat.

Respon Imun Bawaan (Innate Immunity)[9]


Respons dini terhadap infeksi (beberapa jam pertama), penelanan
mikroorganisme oleh makrofag (fagositosis), dan aktivasi komplemen
melalui jalur alternative merupakan respons pejamu nonspesifik yang
penting. Lini pertahanan berikutnya meliputi beberapa respons yang

58
masih bersifat nonadaptif-misal, pelepasan sitokin dari makrofag-dan
pelepasan mediator lain yang mencetuskan respons radang. Respons
radang terjadi secara cepat dan biasanya berperan untuk menghalangi
penyebaran patogen sampai respons adaptif spesifik dimulai.
Merupakan mekanisme pertahanan tubuh non- spesifik yang
mencegah masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh
serta mencegah terjadinya ker usakan jaringan. Ada beberapa komponen
innate immunity yaitu :[8]
a. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel poli-morfonuklear (PMN)
dan makrofag.
b. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.
c. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.
d. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat
mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui
jalur klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.
e. Produksi interferon alfa (IFN alpa) oleh leukosit dan interferon beta
(IFN beta) oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.
f. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel
NK) melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.
g. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan
protein kationik yang dapat merusak membran parasit.

Imunitas spesifik didapat bila mikroorganisme dapat melewati


pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk
mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme
imunitas ini memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih dulu.
Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari :[9]
a. Imunitas humoral
b. Produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non
T dependent).
c. Cell mediated immunity (CMI)
d. Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui:

59
e. Produksi sitokin serta jaringan interaksinya.
f. Sel sitotoksik matang di bawah pengar uh interleukin 2 (IL-2) dan
interleukin 6 (IL-6).

Respons Adaptif (Adaptive Immunity)[9]


Respons adatif dapat bersifat humoral (diperantarai antibodi),
selular (diperantarai sel), atau keduanya.Respons adaptif jika bertemu
dengan agen mikroba atau virus biasanya menimbulkan kompleks
respons yang beragam.Pada saat masuk ke dalam pejamu dan setelah
berinteraksi dengan sistem pertahanan nonadaptif patogen potensial atau
antigen utamanya diambil oleh sel-sel penyaji antigen (Antigen
Presenting Cell, APC), misalnya, makrofag.Antigen asing tersebut
muncul kembali di permukaan makrofag yang membentuk kompleks
dengan protein yang dikode oleh kompleks histokompatibilitas utama
(MHC) dan dipresentasikan ke klon limfosit T. Kompieks MHC-antigen
dikenali oleh reseptor spesifik pada permukaan sel T, kemudian sel-sel
tersebut menghasilkan berbagai sitokin yang menginduksi proiiferasi
limfosit.Dua macam respons imun diperantarai sel dan diperantarai
antibodi-terbentuk secara bersamaan.
Pada respons imun yang diperantarai antibodi, Limfosit T
pembantu (CD4) mengenali antigen Patogen yang membentuk kompleks
dengan protein MHC kelas II di permukaan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel B) dan menghasilkan sitokin.Sitokin mengaktifkan sel
B yang mengekspresikan antibodi yang secara spesifik sesuai dengan
antigen tersebut.Sel B mengalami proliferasi klonal dan berdiferensiasi
membentuk sel-sel plasma, yang kemudian menghasilkan imunoglobulin
spesifik (antibodi). Fungsi antibodi sebagai pertahanan pejamu utama
adalah menetralkan toksin dan virus serta opsonisasi (penyelubungan)
patogen, yang membantu ambilan patogen oleh sel-sel
fagositik.Pertahanan yang diperantarai antibodi penting untuk melawan
pathogen yang menghasilkan toksin (misal, Clostridium tetani) atau
memiliki kapsul polisakarida yang mengganggu fagositosis (misal,

60
pneumokokus).Pertahanan tersebut terutama berlaku untuk patogen
ekstraselular dan toksinnya.
Pada respons imun yang diperantarai selkompleks antigen-MHC
kelas II dikenali oleh limfosit T pembantu (CD4), sementara kompleks
antigen-MHC kelas I dikenali oleh iimfosit T sitotoksik (CD8). Setiap
kelas sel T menghasilkan sitokin, menjadi aktif, dan berkembang biak
dengan cara proliferasi klonal. Aktivitas sel T pembantu, selain
rnerangsang sel B untuk menghasilkan antibodi, membantu terjadinya
hipersensitivitas tipe lambat dan dengan demikian juga berperan dalam
pertahanan tubuh melawan agen-agen intraselular, termasuk bakteri
intrasel (misal, mikobakteri), fungi, protozoa, dan virus. Aktivitas sel T
sitotoksik terutama ditujukan untuk destruksi sel pada tandur jaringan,
sel-sel tumor, atau sel-sel yang terinfeksi oleh beberapa virus.Oleh
karena itu, sel T terutama digunakan untuk mengaktifkan respons sel B
dan melawan Patogen intraselular.

F. Flu Burung
25. Definisi flu burung
Flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Influenza
A dari family Orthomyxoviridae dengan sub tipe H5N1 yang menyerang
hewan unggas terutama ayam dan kadangkala kepada manusia. Flu Burung
dapat berpindah dari unggas hidup kepada manusia, walaupun penularan
antara manusia relatif jarang terjadi. Gejala umum dari flu burung sama
seperti virus influenza lainnya, seperti demam nyeri seluruh persendian otot,
batuk dan sakit tenggorokan. Namun, pada berberapa kasus dapat berakibat
pada demam yang tinggi, infeksi paru-paru, gagal pernafasan, kegagalan
fungsi organ lainnya, dan kematian. [19]

61
26. Sejarah[20]
Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus
influenza telah menghantui manusia. Berbagai variasi mutasi subtipe
berbagai subtipe influenza A telah menyerang manusia dan menyebabkan
pandemi.
Diawali pada tahum 1918 dunia dikejutkan oleh wabah pandemi
yang disebabkan virus influenza yang telah membunuh lebih dari 40.000
orang , dimana subtipe yang mewabah saat itu adalah virus H1N1 yang
dikenal virus “Spanish Flu”. Tahun 1957 dunia dilanda wabah global yang
disebabkan virus yang bermutasi yaitu H2N2 yang dikenal dengan “Asian
Flu” yang merenggut 100.000 jiwa meninggal. Tahun 1968 virus kembali
bermutasi yaitu H3N2 (Hongkong Flu) menyebabkan 700.000 orang
meninggal dunia. Setelah itu timbullah avian influenza H5N1 yang pertama
kali menyerang dan menewaskan 6 orang penduduk Hongkong pada tahun
1997 dari 18 orang yang terinfeksi. Tahun 2004 H5N1 menginfeksi puluhan
penduduk Vietnam, Kanada, Thailand , dan virus ini menjadi lebih patogen
dari subtipe lainnya sehingga disebut H5N1Avian Influenza(HPAI).

27. Patogenesis[21]
Mutasi genetik virus avian influenza seringkali terjadi sesuai
dengan kondisi dan lingkungannya. Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus
memasuki sel hospes setelah terjadinya penempelan dengan reseptor spesifik
yang ada pada hospes nya. Virion akan menyusup ke sitoplasma dan
mengintegrasikan materi genetiknya., kemudian virus bereplikasi menjadi
membentuk virion baru.
Fase penempelan adalah fase yang paling menentukan apakah virus
bisa masuk ke sel hospes atau tidak . Virus influenza A melalui hemaglutinin
(HA) akan berikatan dengan Sialic Acid (SA) yang ada pada permukaan sel
hospes. Ada perbedaan penting antara molekul reseptor H5N1 yang ada pada
unggas atau binatang dengan reseptor manusia. Reseptor H5N1 pada unggas
terdiri dari oligosakarida yang mengandung N-acethylneuraminic acid α-2,3-
galacotse (SA α-2,3 Gal) dan reseptor pada sel manusia (SA α-2,6 Gal),

62
sehingga secara teoritis virus flu burung tidak dapat meginfeksi manusia
karena adanya perbedaan spesifik pada kedua reseptor. Virus H5N1 dapat
menyerang manusia diduga bersamaan ketika manusia sedang terinfeksi
virus influenza manusia.
Di dalam tubuh penderita RNA-viral dari kedua virus mengalami
rekombinasi genetik. Rekombinasi genetik ini dapat menghasilkan galur
H5N1 yang sangat virulen bagi manusia karena dapat mengenali reseptor
spesifik yang ada pada manusia. Potensi virus H5N1 untuk melakukan
mutasi dan membentuk varian-varian baru Highly Pathogenic Avian
Influenza (HPAI-H5N1) inilah yang dikhawatirkan sehingga dapat menular
antar manusia dan manusia

28. Pencegahan dan penanganan[22]


Dewasa ini terdapat 4 jenis obat antiviral untuk pengobatan ataupun
pencegahan terhadap virus influenza, yaitu amantadine, rimantadine,
zanamivir, dan oseltamivir (tamiflu). Mekanisme kerja amantadine dan
rimantadine adalah menghambat replikasi virus. Namun demikian kedua
obat ini sudah tidak mempan lagi (resisten) untuk membunuh virus H5N1.
Sedangkan zanamivir dan oseltamivir merupakan inhibitor neuraminidase,
yang diperlukan oleh virus H5N1 untuk lepas dari sel hospes pada fase
budding sehingga membentuk virion yang inefektif dan menyebabkan
replikasi virus terhenti. Namun belakangan ini telah ditemukan bahwa virus
H5N1 yang diisolasi beberapa kasus penderita flu burung telah resisten
terhadap oseltamivir.
Sebagai upaya pencegahan, WHO merekomendasikan kepada
orang-orang yang mempunyai resiko kontak langsung yang tinggi dengan
ungags atau orang yang terinfeksi, dapat diberikan terapi profilaksis dengan
75mg oseltamivir sekali sehari, selama 7 sampai 10 hari.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai upaya
pencegahan sederhana terhadap semakin meluasnya infeksi H5N1 pada
manusia adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan, menjaga kebersihan
diri, gunakan penutup hidung dan sarung tangan apabila memasuki daerah

63
yang telah terjangkiti atau sedang terjangkit virus flu burung. Dan amati
dengan teliti kesehatan kita apabila telah melakukan kontak langsung dengan
unggas/burung. Segeralah cari perhatian medis apabila timbul gejala-gejala
demam, infeksi mata, dan/atau ada gangguan pernapasan.

64
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipotesis diterima yang mana penularan virus dan bakteri terhadap
organisme yaitu melalui suatu proses menurut karakteristik dan bakteri
namun secara umum melalui proses penempelan , berbiak, penetrasi (masuk
ke tubuh), invasi.
Virus yang awalnya hanya menyerang unggas dapat menyerang
manusia contohnya yaitu virus flu burung padahal ada perbedaan antara
molekul reseptor H5N1 yang ada pada unggas atau binatang dengan reseptor
manusia. Reseptor H5N1 pada unggas terdiri dari N-acethylneuraminic acid
α-2,3-galacotse (SA α-2,3 Gal) dan reseptor pada sel manusia (SA α-2,6 Gal),
sehingga secara teoritis virus flu burung tidak dapat meginfeksi manusia
karena adanya perbedaan spesifik pada kedua reseptor. Virus H5N1 dapat
menyerang manusia diduga bersamaan ketika manusia sedang terinfeksi virus
influenza manusia. Di dalam tubuh penderita RNA-viral dari kedua virus
mengalami rekombinasi genetik dan menghasilkan galur H5N1 yang sangat
virulen bagi manusia .Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi dan
membentuk varian-varian baru Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI-
H5N1) karena RNA ini tidak melakukan proof reading.

3.2 Saran
Bukan hanya manusia, hewan dan tumbuhan saja yang beraneka
ragam, makhluk mikroskopis pun beraneka ragam termasuk virus dan bakteri
oleh sebab itu sebaiknya jagalah kebersihan tubuh dan lingkungan sekitar
untuk menghindari penularan virus dan bakteri karena virus dan bakteri
mempunyai berbagai macam karakteristik cara penularan.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Kedokteran Dorland


2. FKUI, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta :
Binarupa Aksara.
3. Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6.Jakarta :
EGC.
4. Global Village Translations. 2007. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati.
Jakarta: Persemakmuran Australia.
5. UU No. 5 Tahun 1994 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati,
keanekaragamana hayati
6. Mochamad Indrawan, Richard B. Primack, Jatna Supriatna. (2007). Biologi
Konservasi . hlm 15-25. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
7. Bruce Alberts dkk., Molecular Biology of the Cell 2002, ., Edisi Keempat,
hlm. 258
8. Campbell NA, Recee JB, Urry LA, Cain ML. Biologi Jilid 1. Jakarta:
Erlangga; 2008
9. Lewin, B. (2008). Genes IX (dalam bahasa Inggris). Sudbury, MA: Jones and
Bartlett Publishers.
10. Jawetz, Melnick & Adleberg’s. Medical Microbiology, Edisi 23.Jakarta: EGC
11. Pediantini S. Virus dan Cara Pencegahannya. J Kesling. 6
12. Pelczar, Michael J. 1999. Microbiology.McGRAW-HILL INTERNATIONAL
EDITIONS, USA.
13. Brooks GF,Butel JS,Morse SA.2008.Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa.
Mudihardi E, Kuntaman,WasitoEB et al. Jakarta: Salemba Medika
14. Mims C, Dockrel HM, Goering RV, Roitt I, Wakelin D, Zuckerman M.
Medical Microbiology. 3rd ed. 2004.
15. Solomon M.R. 2002. Consumer Behavior: Buying, Having and Being
16. Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi, Murdijati G, et al, penerjemah. Yogyakarta:
Penerbit Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of Food,
An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology

66
17. Winatasasmita, Dj. (1994). Biologi Sel. Jakarta: Universitas Terbuka.
18. Juwono dan Achmad Zulfa Juniarto. Biologi Sel. Jakarta : EGC, 2002
19. Prawirohartono, S. (2004). Sains Biologi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
20. WHO.2006: Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian
Influenza A(H5N1) Reportes to WHO, 17 February 2016. Available from :
http://www.who.int/csr/disease/
avian_influenza/country/cases_table_2006_08_23/en/index.htm
21. Imunologi dan Virologi, DR Makusm Radji, M. BIOMED dalam Radji, M.
2006. Avian Influenza (H5N1): Patogenesis, Pencegahan, dan Penyebaran
Pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.III No.2: 55-65
22. Radji,M. 2006. Avian Influenza (H5N1): Patogenesis, Pencegahan, dan
Penyebaran Pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.III No.2: 55-65

67

Anda mungkin juga menyukai