Anda di halaman 1dari 9

A.

PERTENTANGAN YANG TERDAPAT DALAM KASUS DENGAN UU


Kasus penutupan secara paksa media Tempo oleh Soeharto merupakan salah satu
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak dari pemerintah kita sendiri. Hal ini tentu
bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang tela ditetapkan di
Indonesia.

Berikut adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh pihak


pemerintah dalam kasus diatas :

1. UU No.39 tahun 1999.


Dalam UU ini, ditekankan bahwa HAM setiap manusia harus dan wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, dan pemerintah.
Kasus Soeharto diatas tentu sudah melanggar semua yang tertera dalam UU ini.
Soeharto tentu sama sekali tidak menghormati HAM yang dimiliki rakyat Indonesia
dn dalam kasus ini yang terutama adalah kebebasan untuk memperoleh, memberikan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dalam berbagai bentuk media apapun.
Soeharto juga sama sekali tidak menjunjung tinggi HAM seperti yang bisa kita lihat
dari perbuatannya. Ia hanya memfokuskan semua tindakannya atas dasar
perasaannya saja tanpa mempedulikan rakyatnya. Dari sini kita tahu bahwa HAM
sama sekali tidak dilindungi oleh negara, hukum, dan terutama pemerintah yang
dalam kasus ini pemerintahlah yang melanggar peraturan HAM tersebut. Hal ini
tentunya sangat miris jika dilanjutkan hingga sekarang ini.

2. UU No.40 tahun 1999


Undang undang ini disahkan oleh Bj habibie tanggal 23 september 1999

UU ini berisi aturan dan ketentuan tentang pembredelan, penyensoran, asas,


fungsi, hak dan kewajiban perusahaan pers, hak-hak wartawan, juga tentang Dewan
Pers. Dewan Pers adalah lembaga negara yang mengatur dan bertanggungjawab atas
kegiatan jurnalistik di Indonesia. Dalam Undang-undang Pers juga disebutkan bahwa
subjek dan objek jurnalistik di Indonesia memiliki tiga keistimewaan hak, yakni Hak
tolak, Hak jawab, dan Hak koreksi. Ketiga hak tersebut juga telah diatur dalam Kode
etik jurnalistik Indonesia.

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, media siber dan segala jenis saluran
yang tersedia. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang
menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan
kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan,
menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Wartawan adalah orang yang secara teratur
melaksanakan kegiatan jurnalistik.

Tentu dari pengertian pers menurut undang-undang ini dapat kita lihat bahwa
Soeharto sudah melanggar peraturan dari perundang-undangan ini, yaitu ia telah
menahan dan bahkan menghentikan secara paksa kegiatan jurnalistik yang meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dalam bentuk apapun melalui media cetak. Soeharto adalah pemimpin
Indonesia, seharusnya ia menjadi panutan bagi rakyat Indonesia tetapi ia malah
mencontohkan pelaggaran aturan-aturan yang ada.

3. Pasal 28 F UUD 1945


Berisi tentang kebebasan setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia

Hak kebabasan untuk memberikan dan menyampaikan informasi melaui media


cetak yang dalam kasus ini majalah Tempo. Pelanggaran ini dapat kita lihat dimana
Soeharto yang marah besar dan langsung ditutup paksa majalah Tempo yang
memberitakan kejadian fakta yang dilakukan oleh B.J.Habibie yang membeli kapal
perang ex-Jerman Timur dengan peningkatan biaya dari 12,7 juta menjadi 1,1 milliar
dollar AS, serta ketika kapal-kapal perang tersebut sampai di Indonesia hanya dalam
bentuk besi bekas dan tidak bisa digunakan lagi. Hal ini tentu merupakan kerugian
besar bagi kita. Namun Soeharto masih saja tetap membela kejadian yang jelas-jelas
salah ini dan melakukan tindakan yang salah terhadap pihak yang berusaha
memberikan kebenaran akan kasus ini (majalah Tempo).

Hak untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dari media cetak yang
dalam kasus ini majalah Tempo. Dengan pelarangan pemberitaan informasi tersebut
tentunya secara tidak langsung masyarakat indonesia tidak akan tahu kasus pembelian
kapal perang ex-Jerman Timur oleh B.J.Habibie tersebut. Hal ini membuat masyarakat
tidak memperoleh informasi penting bagi mereka agar mereka bisa mengkritik
pemerintah agar dapat berubah menjadi lebih baik lagi. Dengan terhalangnya kita
untuk memepreoleh informasi, menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran HAM dalam
UUD 1945 pada pasal 28 F, yaitu untuk memperoleh informasi yang seharusnya kita
yang sebagai bagian dari Indonesia yang sangat berperan penting bagi kemajuan
bangsa ini tahu.

4. Pasal 28 E ayat 3
Berisi tentang kebebasan setiap orang untuk mengeluarkan pendapat.
Hak untuk bebas berpendapat dan mengeluarkan suara sebagai masyarakat
Indonesia. Sebuah majalah seperti majalah tempo ini tentunya tidak hanya berisi segala
sesuatu yang baik-baik saja yang terkadang harus berbohong agar mendapatkan hasil
yang baik dan disenangi oleh berbagai pihak melainkan berisi tentang pendapat-
pendapat mereka juga yang menceritakan kasus-kasus yang menjadi topik mereka di
majalah tersebut. Masyarakat yang membacanya pun pasti akan tergerak untuk
mengeluarkan pendapat mereka baik melalui media surat maupun langsung datang ke
tempat perusahaan majalah tersebut berdiri. Dengan pembredelan majalah tersebut
oleh pemerintah tentunya sudah melarang setiap orang untuk berekspresi dengan
mengeluarkan pendapat mereka. Seperti kasus ini, masyarakat menjadi tidak dapat
atau bahkan tidak berani untuk mengeluarkan pendapatnya dan bahkan mengkritik
sistem pemerintahan karena mereka sudah tahu apa yang akan mereka terima jika
mereka melakukan hal tersebut. Mereka akan diculik dan hilang keberadaanya pada
masa pemerintahan Soeharto.

5. Pasal 28 E ayat 1
Berisi tentang setiap orang berhak untuk medapatkan ilmu pengetahuan demi
mengembangkan kualitas diri.

Dengan tidak mendapatkan informasi dari media-media tersebut yang


dibredel oleh pemerintah, tentunya pengetahuan kita akan semakin berkurang terutama
di dunia politik negara kita sendiri. Dengan kurangnya informasi yang didapatkan, kita
tidak akan bisa mengembangkan diri kita dan dalam hal ini bukan hanya diri kita yang
dirugikan tetapi sebenarnya negara kitalah yang akan merasakan kerugian paling
besar. Hal ini karena masyarakat yang tidak tahu keadaan politik dan sistem
pemerintahan Indonesia yang bersifat antidemokratis ini tidak akan bisa memberikan
kritik untuk memperbaiki sistem pemerintahan Indonesia agar menjadi lebih baik. Jika
hal ini terjadi sampai sekarang maka tidak akan ada terjadi perubahan terhadap negara
Indonesia yang dapat membuat negara Indonesia tidak akan dikenal oleh negara lain
karena besifat terlalu tertutup seperti di zaman Soeharto ini seluruh rakyat tionghua
dimusnahkan dan semua rakyat Indonesia dilarang untuk belajar berbahasa mandarin.

Hak untuk meningkatkan kualitas diri. Hal ini bisa terjadi karena Pemerintah
yang terlalu melarang keras kritikan dari masyarakat dan juga penyebaran informasi-
informasi yang mengkritik sistem pemerintahan pada saat itu. Soeharto yang terlalu
keras dan bersifat antidemokratis dan terlalu ingin “menang sendiri” inilah yang
membuat Indonesia tidak akan maju jika sistem pemerintahannya diterapkan sampai
sekarang ini. Rakyat tidak dizinkan untuk belajar budaya luar membuat pengetahuan
rakyat sangt minim dan tidak dapat mengejar ketertinggalan dengan negara-negara lain
yang sudah maju. Indonesia hanya akan diam ditempat dan rakyat akan merasa
terpenjara di negara sendiri seperti yang dirasakan oleh masyarakat di Korea Utara saat
ini. Dengan penutupan informasi tersebut akan membuat kita sulit untuk
mengembangkan kualitas kita yang secara tidak langsung akan membawa nama negara
kita ke manca negara.

B. BANYAKNYA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA

Faktor–faktor penyebabnya pelanggaran ham:


a. Masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia antara
paham yang memandang HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang
memandang setiap bangsa memiliki paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa
yang lain terutama dalam pelaksanaannya (partikularisme);
b. Adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam kepentingan
umum (dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme);
c. Kurang berfungsinya lembaga–lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan
pengadilan); dan
d. Pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun militer.

Disamping faktor-faktor penyebab pelanggaran hak asasi manusiadi atas, menurut


Effendy salah seorang pakar hukum, ada faktor lain yang esensial yaitu “kurang dan
tipisnya rasa tanggungjawab”.

misalnya menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia sangat menderita dan


mengancam integrasi nasional. Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta secara aktif
(berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan
negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu tanggapan yang dapat
dikembangkan misalnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran HAM.
Alasannya:

 Dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik yakni bertentangan dengan
nilai–nilai kemanusiaan;

 Dilihat dari segi hukum, bertentangan dengan prinsip hukum yang mewajibkan bagi
siapapun untuk menghormati dan mematuhi instrumen HAM;

 Dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan bagi setiap orang untuk
melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintahannya. Akibat dari kendala ini, maka
pemerintahan yang demokratis sulit untuk di wujudkan.
Perilaku aktif yakni berupa ikut menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di
Indonesia, sesuai dengan kemampuan dan prosedur yang dibenarkan. Hal ini sesuai dengan
amanat konstitusi kita (dalam Pembukaan UUD 1945) bahwa kemerdekaan yang
diproklamasikan adalah dalam rangka mengembangkan kehidupan yang bebas. Juga sesuai
dengan “Deklarasi Pembela HAM” yang dideklarasikan oleh Majelis Umum PBB pada
tangal 9 Desember 1998. Isi deklarasi itu antara lain menyatakan “setiap orang mempunyai
hak secara sendiri–sendiri maupun bersama– sama untuk ikut serta dalam kegiatan
menentang pelanggaran HAM”.

Dengan kata lain tanggapan terhadap pelanggaran HAM di Indonesia dapat


diwujudkan dalam berbagai bentuk, yakni :

 Mengutuk, misalnya dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan melalui majalah


sekolah, surat kabar, dikirim ke lembaga pemerintah atau pihak–pihak yang terkait
dengan pelanggaran HAM. Bisa juga kecaman/ kutukan itu dalam bentuk poster, dan
demonstrasi secara tertib.

 Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku
pelanggaran HAM. Misalnya mendukung digelarnya peradilan HAM, mendukung
upaya penyelesaian melalui lembaga peradilan HAM internasional, apabila peradilan
HAM nasional mengalami jalan buntu.

 Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan
masyarakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa
berwujud makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis. Partisipasi juga bisa
berwujud usaha menggalang pengumpulan dan penyaluran berbagai bantuan
kemanusiaan.

 Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi


para korban pelanggaran HAM. Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada
para pelaku baik untuk korban atau keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak
mencukupi, maka harus diberikan kompensasi. Di samping restitusi dan kompensasi,
korban juga berhak mendapat rehabilitasi yang bisa bersifat psikologis, medis, dan
fisik. Rehabilitasi psikologis misalnya pembinaan kesehatan mental untuk terbebas
dari trauma, stres dan gangguan mental yang lain. Rehabilitasi medis, yaitu berupa
jaminan pelayanan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi fisik bisa berupa pembangunan
kembali sarana dan prasarana, seperti perumahan, air minum, perbaikan jalan, dan lain-
lain.
Hubungan HAM dengan Pancasila :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung pengakuan terhadap Tuhan
dan sebagai relasi akan setiap orang untuk mendapat perlindungan dalam memeluk
agama. Setiap warga negara diberi kebebasan sebebas-bebasnya untuk melakuakan
kegiatan peribadatan agama yang dipeluknya. Akan tetapi, ada batasan terhadap setiap
warga yaitu tak ada paksaan dari golongan atau perseorangan tehadap orang lain dalam
memeluk agama tertentu dan melakukan propaganda anti agama.

Dalam hal agama Pancasila sedikit berbeda dengan paham-paham ideologi bangsa
lain seperti Liberal dan Komunis. Dalam negara Liberal tidak dibatasi setiap warganya
untuk melakukan pemahaman terhadap agama atau menciptakan sebuah ajaran baru,
meskipun ajaran tersebut menyimpang dari ajaran agama. Sedangkan dalam negara
Komunis tidak ada perlindungan terhadap agama, bahkan dalam kenyataannya negara
membantu dalam pratek-propaganda anti agama.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab


Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang memiliki
potensi pikir,rasa, karsa, dan cipta. Kemanusiaan terutama berarti sifat manusia
yang merupakan esensi dan identitas manusia karena martabat kemanusiaannya
(humandignity). Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan
didasarkan atasnorma-norma yang objektif, tidak subjektif apalagi sewenang-wenang.
Beradab berasal dari kata adab yang berarti budaya. Jadi, beradab berarti berbudaya.
Ini mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan
nilai-nilai budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan (moral).
Adab terutama mengandung pengertian tata kesopanan, kesusilaan atau
moral. Dengan demikian, bearadab dapat ditafsirkan sebagaiberdasar nilai-
nilaikesusilaan atau moralitas khususnya dan kebudayaan umumnya. Jadi,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan mausia
yang didasarkan kepadapotensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-
norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia,
maupun terhadap alam dan hewan. Karena dengan kerukunan dan saling bersosial
terhadap sesama, kita akan menjadi makhlukyangadil.Pada prinsipnya Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat
hakikat manusia yang berbudi, sadar, dan berbudaya.
Di dalam sila ke II “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” telah tersimpul cita-cita
kemanusiaan yang lengkap, yang memenuhi seluruh hakikat manusia. Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia
(Indonesia). Dengan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, maka setiap warga Negara
mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama-sama terhadap Undang-Undang
Negara, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Setiap warga Negara dijamin
haknya serta kebebasannya yang menyangkut hubungan dengan Tuhan, dengan orang-
orang seorang, dengan Negara, dengan masyarakat, dan menyangkut pula
kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai
dengan hak asasi manusia.

3. Persatuan Indonesia
Bentuk nyata pengamalan sila ketiga Pancasila yang dapat kita lakukan untuk
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia adalah dengan menjunjung
tinggi bahasa persatuanbangsa Indonesia. Mengamalkan sila ketiga Pancasila dengan
berbahasa Indonesia secara baik dan benar, maksudnya adalah kita selalu konsisten
untuk menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan situasi pemakaian dan sesuai
dengan kaidah kebahasaan dalam bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia sudah bersatu
padu sejak tanggal 28 Oktober 1928 silam.DenganSumpahPemuda yang terjadi pada
tanggal 28 Oktober 1928 tersebut, terbentuklah bangsa Indonesia yang lebih kuat
daripada sebelumnya yang masih tercerai-berai.

Salah satu unsur penyatu bangsa kitaadalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan bangsa kita.Darisabang sampai Marauke seluruh warga negara
Indonesia dapat berkomunikasiantarbudaya, antarsuku, danantaragama satu sama lain
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini membuktikan bahwadengan
menggunakan bahasa Indonesa, kita dapat memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsakita. Dengan kata lain, menggunakan bahasa Indonesia adalah bentuk nyata
pengamalan kitaterhadap sila ketiga Pancasila.

Jadi, sebenarnya dengan berbahasa Indonesia, kita sudah mengamalkan sila ketiga
Pancasila. Bentuk pengamalan ini berarti, dengan berbahasa Indonesia, kita sudah
berusaha memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa kita dan sekaligus kita sudah
ikut membangun bangsa ini ke arah kemajuan dengan salah satu landasan tujuan
negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan juga
memahami segala bentuk paham antar golongan maupun perseorangan yang berbeda
sehingga tercipta suatu keharmonisan dalam masyarakat melalui Bahasa Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Hakikat sila ini adalah demokrasi dan demokrasi merupakan salah satu bentuk
dalam menghargai Hak Asasi Manusia. Demokrasi dalam arti umum yaitu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Secara sederhana, demokrasi
yang dimaksud adalah melibatkan segenap bangsa dalam pemerintahan baik yang
tergabung dalam pemerintahan dan kemudian adalah peran rakyat yang diutamakan.

Pemusyawaratan. Artinya mengusahakan putusan secara bulat, dan sesudah itu


diadakan tindakan bersama. Disini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan
keputusan secara bulat. Bulat yang dimaksud adalah hasil yang mufakat, artinya
keputusan itu diambil dengan kesepakatan bersama. Dalam melaksanakan keputusan
diperlukan kejujuran bersama. Dalam hal ini perlu diingat bahwa keputusan bersama
dilakukan secara bulat sehingga membawa konsekuensi adanya kejujuran bersama.
Perbedaan secara umum demokrasi di barat dan di Indonesia yaitu terletak pada
permusyawaratan. Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-
keputusan yang diambil secara bulat.

Hal ini tidak menjadi kebiasaan bangsa Indonesia, bagi kita apabila pengambilan
keputusan secara bulat itu tidak bisa tercapai dengan mudah, baru diadakan
pemungutan suara. Kebijaksanaan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan
itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak. Jika demokrasi diartikan
sebagai kekuatan, maka kekuatan terbesar dalam suatu Negara berada di
tangan rakyat.

Secara sederhana, pembahasan sila ke 4 adalah demokrasi. Demokrasi yang mana


dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Pemimpin yang hikmat adalah pemimpin yang
berakal sehat, rasional, cerdas, terampil,atau yang bersifatjamanisementara
kebijaksanaan adalah pemimpin yang berhatinurani, arif, bijaksana, jujur, adil, atau
yang bersifatrihani. Jadi, pemimpin yang hikmat-kebijaksanaan itu lebih mengarah
pada pemimpin yang profesional (hikmat) dan juga dewasa(bijaksana). Itu
semuanegara demokratis yang dipimpin oleh orang yangsepertiitudilakukan melalui
tatanan dan tuntunan permusyawaratan/perwakilan. Tegasnya, sila keempat menunjuk
pada NKRI sebagai Negara demokrasi-perwakilan yang dipimpin oleh orang yang
hikmatdan bijaksana melalui suatu sistem musyawarah.
5. Keadialn sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
“Keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan
makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan,
tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan. Tidak ada – sebagai yang saya katakan
di dalam kuliah umum beberapa bulan yang lalu – exploitation de l’homme par
l’homme.”

Pemikiran Bung Karno tentang keadilan sosial ini sungguh jelas, tepat, sistematis
dan tegas. Tampak sekali bahwa Seoekarno sangat memprioritaskan nilai keadilan
dan menjunjung tinggi nilai hak-hak asasi manusia dalam konsep hidup berbangsa
dan bernegara. Sudah tentu, lahirnya gagasan tentang definisi keadilan sosial ini
merupakan hasil refleksi Soekarno tentang masa gelap sejarah bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia telah mengalami penderitaan, penindasan, penghinaan dan
penghisapan oleh penjajahan Belanda dan Jepang. Pernyataan teks di atas
membuktikan bahwa Soekarno ingin mencanangkan keadilan sosial sebagai warisan
dan etika bangsa Indonesia yang harus diraih.

Di dalam bentuk keadilan sosial setiap orang berhak atas “kebutuhan manusia yang
mendasar” tanpa memandang perbedaan “buatan manusia” seperti ekonomi, kelas, ras,
etnis, agama, umur, dan sebagainya. Untuk mencapai itu antara lain harus dilakukan
penghapusan diskriminasi sebagai bentuk penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia
dan dengan demikian warga negara Indonesia dapat hidup layak, adil dan tentram di
dalam Negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai