Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
Sahati
2013 39 006
Kimia
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS PAPUA
MANOKWARI
2016
I PEMBAHASAN
1.1 Polimerisasi Reaksi Rantai dan Pembukaan Cincin
1.1.1 Polimerisasi Reaksi Tahap-kinetika
Dalam Stevens (2001), Polimerisasi reaksi rantai memiliki beberapa sifat
yang mencolok, yaitu:
1. Polimer linier disintesis baik dari monomer-monomer disfungsional tipe
AB (di mana A dan B memperlihatkan gugus-gugus fungsional yang
koreaktif) maupun dari kombinasi monomer disfungsional tipe AA dan BB.
2. Polimer jaringan dibentuk dari monomer-monomer yang memiliki
fungsionalitas yang lebih besar daripada dua.
3. Polimer mempertahankan fungsionalitasnya sebagai gugus ujung-ujung
pada akhir polimerisasi.
4. Suatu reaksi tunggal (atau rangkaian reaksi) bertanggung jawab terhadap
semua tahap yang mengkontribusi ke pembentukan polimer (sangat
berlawanan dengan inisiasi, propagasi, dan terminasi dalam polimerisasi
reaksi rantai).
5. Berat molekul naik sedikit demi sedikit bahkan pada tingkat-tingkat
konversi yang tinggi. Persepsi ini diperlihatkan dalam persamaan Carothers
yang menghubungkan DP ke konversi monomer (p):
1
DP = 1−𝑝
6. Reaksi-reaksi dengan rendemen tinggi dan suatu keseimbangan
stoikiometrik yang eksak diperlukan untuk memperoleh polimer linear
yang berat molekulnya tinggi. Meskipun suatu keseimbangan stoikiometrik
yang eksak segera tercapai dengan memakai monomer tipe AB yang sangat
murni, pencapaian ini akan menjadi lebih sulit jika menggunakan monomer
AA dan BB.
Ada beberapa polimer yang penting secara komersial yang dipreparasi
melalui polimerisasi reaksi rantai, yaitu: Polieter, polieter (epoksi), polisulfida,
poli(alkilena polisulfida), polisulfon, poliester, polikarbonat, poliamida, poliurea,
poliuretana, polihidrazida, poliimida, polibenzimidazol, fenol-formaldehida, urea-
formaldehida, melamin-formaldehida, dan lain-lain.
1.1.2 Ketidak-seimbangan Stoikiometrik
Dalam kebanyakan kasus polimerisasi reaksi rantai, suatu kesetimbangan
stoikiometrik yang eksak diperlukan untuk mencapai berat molekul yang tinggi
sehingga pada beberapa aplikasi yang penting perlu membatasi berat molekul
tersebut. Salah satu contohnya yaitu pembentukan damar-damar epoksi.
Menghentikan reakis polimerisasi melalui pendinginan kilat ketika viskositas
(berat molekul) yang diingikan telah dicapai merupakan salah satu dari tiga cara
dalam membatasi berat molekul dalam polimerisasi reaksi rantai. Selain itu, cara
kedua adalah dengan menggunakan penambahan yang berlebih salah satu monomer
ketika dua monomer disfungsional (AA dan BB) dipolimerisasi. Cara yang terakhir
adalah dengan menggunakan sejumlah zat kecil zat reaksi monofungsional.
Hubungan antara DP dan konversi reaksi dapat dikuantifikasi dengan cara
memodifikasi dari persamaan Carothers jika menggunakan gugus-gugus fungsional
yang nonstoikiometrik. Sehingga kita dapat memasukkan suatu faktor (r) dimana
faktor inilah yang menunjukkan ketidak-seimbangan stoikiometrik. Ketika jumlah
2
gugus fungsional A dan B yang hadir pada awal polimerisasi AA + BB adalah
berturut-turut, 𝑁𝐴𝑜 dan 𝑁𝐵𝑜 , sehingga:
𝑜
𝑁𝐴
r= 𝑜
𝑁𝐵
1.1.3 Distribusi Berat Molekul
Dalam menghubungkan distribusi berat molekul dalam polimerisasi tahap ke
konversi reaksi dapat menggunakan metode statistika yang diturunkan oleh Flory.
Monomer disfungsional (AB atau AA+BB) dalam suatu polimerisasi, tiap reaksi
rantai mengikatkan dua molekul secara bersama-sama sehingga jumlah unit-unit
monomer dalam polimer selalu lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah
reaksi gugus fungsional. Dalam polimerisasi kondensasi, massa produk sampingan
pada gugus-gugus ujungnya terkandung dalam setiap molekul polimer.
1.1.4 Polimerisasi Tahap Jaringan
Percabangan rantai akan terjadi jika monomer yang mengandung
fungsionalitas lebih besar daripada dua digunakan dalam polimerisasi tahap.
Pembuatan damar-damar poliester tipe alkid dimana menggunakan alkohol
polifungsional seperti gliserol adalah salah satu penerapan penting dari tipe
polimerisasi ini. Jika reaksi tersebut dibawa ke tingkat konversi yang cukup tinggi,
maka akan terjadi gelasi. Permulaan gelasi (titik gel), diikuti oleh kenaikan
viskositas yang drastis sehingga polimer tersebut menjalani suatu perubahan yang
hampir seketika dari cairan ke gel. Selama berlangsungnya sintesis polimer, gelasi
biasanya agak dihindari karena dapat mendatangkan konsekuensi yang dapat
berbahaya jika terjadi dalam reaktor berskala besar. Cara meramalkan permulaan
gelasi adalah dengan mengunakan bentuk termodifikasi dari persamaan Carothers
yang memperhatikan fungsionalitas rata-rata dari monomer-monomer yang terlibat.
1.1.5 Kopolimerisasi Reaksi Tahap
Suatu kopolimer dalam polimerisasi tahap dapat didefinisikan sebagai
polimer yang memiliki lebih dari satu unit ulang. Karena polimer-polimer tahap
berupa polimer terkelat, sehingga relatif mudah dalam mensintesis kopolimer-
kopolimer blok dengan mengikatkan homopolimer-homopolimer bersama melalui
gugus-gugus fungsional yang reaktif. Salah satu contohnya adalah reaksi antara
polieter terminasi hidroksil dan poliuretana terterminasi isosianat.
1.1.6 Teknik Polimerisasi Tahap
Polimerisasi vinil dan nonvinil memiliki perbedaan, yaitu pada tipe yang
pertama, faktor entalpi yang besar menyumbangkan ke perubahan dari ikatan
rangkap dua ke ikatan tunggal, yang pada umumnya menghasilkan energi
pengaktifan yang rendah dan eksoterm reaksi yang cukup berarti. Namun, pada
polimerisasi nonvinil lebih sering tidak terkarakterisasi oleh energi pengaktifan
yang tinggi dan eksoterm reaksi yang rendah. Karenanya, banyak polimerisasi
tahap yang lebih baik dikerjakan pada suhu yang tinggi.
Terdapat empat teknik dasar pemrosesan yang dapat digunakan untuk
membuat polimer-polimer reaksi tahap, yaitu dua homogen (padat dan larutan), dan
dua heterogen (antarpermukaan dan terkatalisis transfer fasa). Diantara
keempatnya, dilihat dari segi produk komersialnya, teknik polimerisasi padat dan
larutan merupakan teknik yang terpenting. Dimana keuntungan dari polimerisasi
padat adalah memberikan produk yang bebas dari kontaminan selain produk
sampingan atau kotoran yang tersisa yang timbul dari reaksi-reaksi sampingan.
Namun, kekurangannya adalah bahwa viskositas-viskositas yang tinggi
3
membutuhkan penggunaan suhu tinggi untuk mengefektifkan proses putar-aduk
dan, dalam kasus polimerisasi kondensasi, membutuhkan pemindahan produk
sampingan. Sebagai ketentuan, polimerisasi padat dikerjakan dibawah suatu
atmosfer yang inert. Sedangkan polimerisasi pelarut dapat meminimalkan masalah-
masalah akibat tingginya viskositas dan dapat membantu pemindahan produk
sampingan melalui penyulingan azeotropik. Namun, kekurangannya adalah
perlunya memindahkan pelarut ketika reaksi selesai.
Polimerisasi antar permukaan melibatkan larutan-larutan dari dua monomer
secara terpisah, pelarut-pelarut tak dapat dicampur, dan salah satu diantaranya biasa
berupa air. Polimerisasi antar permukaan berbeda secara mencolok dari polimeisasi
padat atau polimerisasi larutan: (Stevens, 2001)
1. Reaksinya berlangsung cepat pada suhu rendah.
2. Karena sedemikian cepatnya reaksi, maka difusi monomer ke antar
permukaan menjadi tahap penentu laju.
3. Polimerisasi ini mengambil beberapa karakteristik polimerisasi rantai ketika
monomer bereaksi dengan rantai-rantai yang tumbuh pada bagian antar
permukaan lebih cepat daripada berdifusi melewati film polimer untuk
menginisiasi rantai-rantai baru, oleh karena itu berat molekulnya cenderung
meninggi.
4. Sebagai konsekuensi dari poin terakhir tersebut, keseimbangan stoikiometrik
yang eksak menjadi tidak perlu.
Meskipun pada umumnya dipekerjakan dalam sintesis organik, katalis
transfer fasa (KTF) memiliki aplikasi yang lebih terbatas dalam reaksi-reaksi
polimerisasi. KTF merupakan metode yang efektif untuk memodifikasi polimer-
polimer.
1.1.7 Polimerisasi Pembukaan Cincin
Dalam pembuatan polimer linier, pembukaan cincin merupakan metode
umum yang ketiga. Contoh polimer yang secara komersial penting yang disintesis
melalui polimerisasi pembukaan cincin, yaitu: polialkena, polieter, poliester,
poliamida, polisikloksana, polifosfazena, dan poliamin. Mekanisme polimerisasi
pembukaan cincin bervariasi menurut tipe monomer dan inisiatornya, tetapi dalam
banyak hal mereka bisa digolongkan kedalam salah satu dari dua bentuk umum:
(Stevens, 2001)
1. Monomer diserang oleh beberapa spesies ion atau koordinasi, yang ditandai
dengan X*, pada gugus fungsionalnya (G) yang menghasilkan pembukaan
cincin. Hal ini diikuti oleh serangan monomer yang cincinnya terbuka
tersebut di atas unit siklik lainnya, dan seterusnya.
2. Monomer diserang oleh X* untuk membentuk spesies ion atau koordinasi
(paling sering berupa kation) yang menjalani reaksi dengan molekul
monomer kedua untuk membuka cincin tersebut, dan seterusnya.
Meskipun mekanisme ini memperlihatkan suatu proses pertumbuhan rantai, namun
tidak mesti demikian.
Kopolimer dapat dipreparasi melalui polimerisasi pembukaan cincin,
termasuk yang memiliki gugus-gugus fungsional berbeda. Namun, sering terjadi
pembentukan blok yang signifikan dikarenakan perbedaan reaktivitas yang besar.
Kopolimer blok yang terbentuk akan memperlihatkan tipe-tipe yang paling
menarik. Polimerisasi pembukaan cincin biasanya dibatasi ke proses-proses larutan
atau padat.
4
1.2 Polieter, Polisulfida dan Polimer Terkait
Polieter dan polimer-polimer mengandung belerang yang terkait merupakan
jenis yang paling banyak diantara polimer-polimer nonvinil dalam keberagaman
strukturnya yang mencapai aplikasi-aplikasi komersialnya. Ada beberapa contoh
polieter dan polimer mengandung belerang yang tersedia secara komersial, yaitu:
poliasetal, poli(etilena oksida), poli(propilena oksida), poli(heksaflouropropilena
oksida), poli[3,3-(diklorometil)trimetilena oksida], politetrahidrofuran,
polieterimida, polietereterketon, poli(fenilena oksida), epoksi, polisulfida,
poli(alkilena polisulfida), dan polisulfon).
1.2.1 Preparasi Polieter melalui Polimerisasi Reaksi Rantai dan Pembukaan Cincin
1.2.1.1 Polimerisasi Senyawa Karbonil
Salah satu sifat aldehida adalah kemampuan untuk membentuk trimer atau
tetramer siklik, dan untuk menghindari terjadinya reaksi ini, perlu memilih kondisi-
kondisi polimerisasi. Formaldehida merupaka monomer aldehida yangpaling
penting karena membentuk polimer-polimer yang memiliki kombinasi sifat-sifat
fisika dan mekanika dan ekonomi pemrosesan yang membuatnya menarik untuk
pemakaian komersial.
1.2.1.2 Polimerisasi Eter Siklik
Pada abad 19, Wurtz melakukan eksperimen polimerisasi eter siklik terhadap
etilena oksida. Kemudian timbul pengembangan busa poliuretana, yang dibuat dari
polieter teterminasi hidroksil dan diisosiasianat. Salah satu eter-eter siklik yang
terpenting adalah trioksiana yang dimana digunakan dalam produksi secara
komersial polioksometilena di bawah kondisi kation.
Preparasi polieter melalui polimerisasi reaksi tahap dalam (Stevens, 2001),
terdiri dari:
1. Sintesis polieter dari glikol dan bisfenol
2. Poliasetal dan poliketal
3. Poli(fenilena oksida)
4. Resin epoksi
1.2.2 Polisulfida,Poli(Alkilena Polisufida), Dan Polisulfon
1. Polisulfida (poli(alkilen sulfida) merupakan analog-analog belerang dari
polieter dimana dapat diperkirakan melalui reaksi-reaksi yang sama.
2. Poli (alkilena polisulfida) dipreparasi dari suatu dihalida dan natrium
polisulfida. 1,2-dikloroetana dan bis (2-kloroetil) formal adalah jenis dihalida
yang paling umum digunakan.
3. Polisulfon merupakan turunan dari polisulfida yang dapat dipreparasi dari
polisulfida melalui reaksi oksidasi, contohnya dengan hydrogen peroksida.
Penambahan gugus sulfon biasanya menghasilkan polimer yang memiliki titik
lebur yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan polisulfida.
1.3 Poliester
1.3.1 Pengertian Poliester
Poliester adalah sebuah polimer (sebuah rantai dari unit yang berulang-ulang)
dimana masing-masing unit dihubungkan oleh sebuah sambungan ester.
5
Nama lazim dari poliester umum ini adalah poli(etilen tereftalat). Nama
sehari-harinya tergantung pada apakah digunakan sebagai serat atau sebagai
material untuk membuat produk seperti botol untuk minuman ringan.Jika
digunakan sebagai serat untuk membuat kain, biasanya sering hanya disebut
poliester. Terkadang juga dikenal dengan nama perdagangannya seperti
Terilen.Jika digunakan untuk membuat botol, biasanya disebut PET.
1.3.2 Sifat-sifat poliester
Sifat fisika:
Poliester memiliki sifat yang khas, yakni dalam pengerjaan dengan larutan
kaustik soda bagian kulitnya akan larut, sehingga diperoleh kain, benang atau serat
yang lebih tipis dengan tidak mengubah serat secara hebat. Pengerjaan ini membuat
polyester mempunyai sifat pegangan seperti sutera.
1. Kekuatan dan mulur
Terylene mempunyai kekuatan 4.5 gram/denier sampai 7.5 gram/denier dan
mulur 25% sampai 7.5% tergantung pada jenisnya. Kekuatan dan mulur dalam
keadaan basahnya hampir sama dengan dalam keadaan kering. Kekuatan polyester
dapat tinggi disebabkan karena proses peregangan dingin pada waktu
pemintalannya akan menyebabkan terjadinya pengkristalan molekul dengan baik,
demikian pula berat molekulnya dapat tinggi.
2. Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehingga kain polyester tahan
kusut.
3. Moisture Regain
Dalam kondisi standard moisture regain poliester hanya 0.4%. Dalam RH
100% moisture regainnya hanya 0.6-0.8%
4. Modulus
Poliester mempunyai modulus yang tinggi. Pada pembeban 0.9 gram/denier
poliester hanya mulur 1% dan pada pembeban 1.75 gram/denier hanya mulur 2%.
Modulus yang tinggi menyebabkan polyester pada tegangan kecil di dalam
penggulungan tidak akan mulur.
5. Berat jenis
Berat jenis poliester 1.38
6. Morfologi
Poliester berbentuk silinder dengan penampang lintang yang bulat.
Sifat kimia
Poliester tahan asam lemah meskipun pada suhu didih dan tahan asam kuat
dingin. Polyester tahan basa lemah tetapi kurang tahan basa kuat. Poliester tahan
zat oksidasi,alcohol,keton,sabun dan zat-zat untuk pencucian kering. Demikian
pula tahan terhadap serangga, jamur dan bakteri, sedangkan terhadap sinar matahari
ketahanannya cukup baik.
Poliester larut dalam meta-kresol panas, trifluoroasetat-orto-khlorofenol,
campuran 7 bagian berat trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan campuran 2 bagian
berat tetrakhloroetena dan 3 bagian fenol.
1. Zat penggelembung
Poliester akan menggelembungkan dalam larutan 2% asam benzoate asam
salisilat, fenol dan meta-kresol dalam air, disperse ½% monokhlorobenzena, p-
dikhlorobenzena, tetrahidronaftalena, metilbenzoat dan metal salisilat dalam air,
disperse 0.3% orto-fenil-fenol dan para-fenifenol dalam air.
6
2. Titik leleh
Poliester meleleh diudara pada suhu 250°C dan tidak menguning pada suhu
tinggi.
3. Sifat biologi
Poliester tahan serangga, jamur dan bakteri
4. Tahan sinar
Seperti serat tekstil lainnya, polyester juga berkurang kekuatannya dalam
penyinaran yang lama tetapi tahan sinarnya masih cukup baik dibanding dengan
serat lain. Dibalik kaca tahan sinar polyester lebih baik dari kebanyakan serat.
5. Mengkeret
Benang terilena apabila direndam dalam air mendidih akan mengkeret sampai
7% atau lebih.
6. Pembakaran.
Poliester meskipun dapat dibakar tetapi karena diikuti oleh pelelehan yang
kemudian akan terlepas jatuh, maka nyala api tidak akan menjalar. Tetapi apabila
dicampur dengan serat lain yang membantu pembakaran, kain campuran tersebut
akan terbakar.
7. Heat-set
Dimensi kain polyester dapat distabilkan dengan cara heat-set. Heat-set
dilikukan dengan cara mengerjakan kain dalam dimensi yang telah diatur (biasanya
dalam bentuk lebih) pada suhu 30-40°C lebih tinggi dari suhu penggunaan kain
sehari-hari. Untuk pakaian biasanya pada suhu 220-230°C.
Penggunaan
Karena sifat-sifatnya yang sangat baik, terutama sifat tahan kusut dan
dimensinya yang stabil, polyester banyak digunakan untuk bahan pakaian dan dasi.
Untuk pakaian ringan/tipis, poliester sangat baik jika dicampur dengan kapas.
Selain itu, polyester juga banyak digunakan untuk kain tirai karena ketahanannya
terhadap sinar dibalik kaca baik.
Poliester banyak pula dipergunakan untuk tekstil industri umpama untuk
kantung pencelupan, kaos kaki wanita, pipa pemadam kebakaran, tali-temali, jala,
kain layar, terpal, kain pelindung pada pabrik kimia dan benang ban.
Poliester dipergunakan sebagai ban pengangkut dalam pembuatan kertas,
yang memerlukan ban pengangkut tahan suhu sampai 120C, lembab dan asam, dan
juga dipergunakan dalam pabrik kimia. Karena polyester lebih tahan suhu tinggi
disbanding dengan serat sintetik lainnya, kecuali Teflon yang sangat mahal
menyebabkan polyester baik dipergunakan sebagai isolasi dalam motor listrik.
Sifat poliester yang tahan asam, membuat polyester baik dipergunakan
sebagai pakaian pelindung dalam pabrik yang banyak memakai asam-basa. Akhir-
akhir ini polyester mulai pula dipergunakan sebagai benang ban.
1.4 Poliamida
1.4.1 Pengertian Poliamida
Polyamide (Poliamida) adalah polimer yang terdiri dari monomer amida yang
tergabung dengan ikatan peptida. Poliamida pertama kali dibuat oleh W.Carothers
pada tahun 1928 dengan nama dagang nylon. Poliamida dibuat dari hasil reaksi
senyawa diamina dan dikarboksilat. Poliamida yang pertama dibuat dari
heksametilendiamina dan asam adipat. Serat yang dihasilkannya disebut nylon 66,
dimana persamaan reaksinya sebagai berikut :
NH2(CH2)6NH2 + COOH(CH2)4COOH NH2(CH2)6NHCO(CH2)4COOH + H2O
7
Angka dibelakang nama nylon menunjukkan jumlah atom karbon penyusun
dari senyawa amina dan senyawa karboksilatnya. Serat nylon lain yang dibuat
adalah dari asam sebasat dan heksametilendiamina yang hasil reaksinya dinamakan
nylon 6.10.
Sifat Fisik dan Kimia dari poliamida :
1. Variasi kilau: nilon memiliki kemampuan untuk menjadi sangat berkilau,
semilustrous atau membosankan.
2. Durabilitas: serat yang tinggi keuletan digunakan untuk sabuk pengaman, ban
tali, kain balistik dan penggunaan lainnya.
3. Elongasi tinggi
4. Ketahanan abrasi yang sangat baik
5. Sangat tangguh (kain nilon yang panas-set)
6. Membuka jalan untuk memudahkan perawatan pakaian
7. Resistensi tinggi terhadap serangga, jamur, hewan, serta bahan kimia cetakan,
jamur, membusuk dan banyak
8. Digunakan dalam karpet dan stoking nilon
9. Mencair bukan terbakar
10. Transparan terhadap cahaya inframerah (-12dB)
11. Titik lebur 363-367oF
12. Kekerasan rockwell 106
13. Konduktivitas termal 2,01 BTU di/fthoF
14. Panas laten difusi 35,98 BTU/lb
15. Koefisien ekspansi linier 5,055 x 10-5 /OF
16. Kekuatan tarik pada hasil 4496-4786 psi
17. Koefisien gesekan 0,10-0,30
18. Kepadatan 1,15 g/cm3
19. Konduktivitas listrik 10-12 S/m
1.4.2 Proses Pembuatan Poliamida
Sintesis poliamida mempunyai tipe yang berbeda sesuai dengan jenis
poliamida yang diinginkan. Sintesis Poliamida termasuk dalam polimer kondensasi
dimana dapat mengalami step grow polymerization dan solid state polymerization .
Pada skala laboratorium dapat mengalami kedua tipe sintesis tersebut. Namun pada
skala industri (sejauh ini) hanya tipe sintesis step grow polymerization. Step Grow
Polimerization adalah sintesis polimer yang mengacu pada mekanisme bi-
fungsional atau multifungsi monomer bereaksi untuk membentuk dimer, kemudian
trimer , oligomer dan akhirnya memebentuk rantai panjang polimer. Solid state
polymerization adalah polimerisasi yang dilakukan dengan mengkontakan molekul
(monomer) dengan padatan (biasanya Kristalin). Selanjutnya molekul yang telah
berikatan tersebut disentesis dalam reaktan. Reaktor yang digunakan biasanya bed
reactor fluidisasi. Berikut ini contoh polymerization untuk Polyamide jenis nylon:
Nilon dibentuk dari dari reaksi kondensasi hexametilen diamin dan sebuah
asam dikarboksilat. Berdesarkan panjang rantai karbonnya polyamide (nilon)
mempunyai sifat yang beraneka ragam. Sifat nylon yang beraneka ragam tersebut
disebabkan adanya sifat fisikan yang berbeda. Sebagai contoh, nilon 6.6
dimanfaatan untuk bahan tekstil, sedangkan nilon 10 dimanfaatkan untuk
pembuatan peralatan olahraga. Sintesis nilon 6.6 dimulai dengan mencampurkan
asam adipat dengan hexamethylene diamine pada suhu 280 C dengan tekanan
8
tinggi. Sedangkan sintesis asam adipat sendiri berasal dari oksidasi sikloheksena
dengan asam nitrat. Berikut ini urutan reaksi pembentukan nylon 6.6.
1.5 Polimer Fenol Formaldehida, Urea-Formaldehida dan Melamin-
Formaldehida
Berdasarkan sifat termalnya, polimer terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Termoplastik, yaitu polimer yang dapat mencair atau melunak jika
dipanaskan. Hal ini dikarenakan polimer-polimer yang tersusun tidak
berikatan silang (linear atau bercabang) dan biasanya larut dalam beberapa
pelarut.
2. Termoset, yaitu polimer yang tidak dapat mencair atau melunak meskipun
dipanaskan. Hal ini dikarenakan polimer-polimer yang tersusun saling
berikatan silang sehingga tidak dapat dibentuk dan tidak dapat larut.
Berikut adalah beberapa contoh polimer yang memiliki sifat termoset:
a. Resin Fenol, yaitu resin sintetik yang dibuat dengan mereaksikan fenol
dengan formaldehida.
b. Resin Amino, dimana terdapat dua jenis terpenting, yaitu: urea-formaldehida
dan melamin-formaldehida.
c. Resin Furan, yaitu resin yang berasal dari pengolahan limbah pertanian.
d. Resin Epoksida, dimana resin ini banyak digunakan untuk keperluan
pengecoran, pelapisan, dan lain-lain.
e. Resin Silikon, yaitu polimer yang berbahan dasar silikon.
Resin (damar) adalah suatu campuran yang tersiri dari ekstrak tumbuh-
tumbuhan dan insekta, biasanya berupa padatan dan amorf. Banyak peneliti percaya
bahwa resin adalah hasil oksidasi dari terpen-terpen. Secara fisik, resin biasanya
keras dan pada saat pemanasan akan menjadi lembek atau meleleh. Secara kimiawi,
resin adalah campuran yang terdiri dari asam-asam resinat, alkoholresinat,
resinantol, ester-ester dan resene-resene. Karena mengandung zat karbon dalam
kadar yang tinggi, sehingga jika dibakar akan menghasilkan bau hangus. Apabila
resin-resin dipisahkan dan dimurnikan, biasanya terbentuk zat padat yang dapat
terbakar.
1.5.1 Polimer Fenol-formaldehida (PF)
Fenol-formaldehida merupakan resin sintetis yang pertama kali digunakan
secara komersial baik dalam industri plastik maupun cat (suface coating). Fenol-
formaldehida dihasilkan dari reaksi polimerisasi antara fenol dan formaldehida.
Reaksi terjadi antara fenol pada posisi orto maupun para dengan formaldehida
untuk membentuk rantai yang crosslinking dan pada akhirnyaakan membentuk
jaringan tiga dimensi. (Hesse, 1991)
Salah satu aplikasi resin fenol-formaldehida adalah untuk vernis. Vernis
adalah bahan pelapis akhir yang tidak berwarna (clear unpigmented coating). Istilah
vernis digunakan untuk kelompok cairan jernih yang memiliki viskositas 2-3 poise,
yang bila diaplikasikan akan membentuk lapisan film tipis yang kering dan bersifat
gloss (glossy film). Proses pengeringan pada vernis dapat melalui penguapan
(evaporasi) dari solvent, oksidasi dengan udara, dan polimerisasi sejumlah unsur
yang terkandung dalam vernis. Hasil akhir dari vernis adalah lapisan film
transparan yang memperlihatkan tekstur bahan yang dilapisi (Martens, 1967).
Perkembangan fenol-formaldehida untuk aplikasi vernis dan lacquer telah
mampu menyaingi produk melamin-formaldehida karena harganya yang lebih
murah. Selain itu, hasil aplikasinya dapat memunculkan jenis vernis dan lacquer
9
yang berwarna sedangkan melamin-formaldehida tidak bewarna seingga bila
diinginkan hasil aplikasi yang berwarna tidak perlu penambahan zat warna. Produk
fenol-formaldehida ada yang memberikan warna jernih kekuning-kuningan tetapi
ada juga yang kecoklatan sampai kemerah-merahan.
Novolak merupakan hasil reaksi antara fenol dengan formaldehida oleh
adanya katalis asam. Jenis katalis asam yang sering digunakan adalah asam sulfat,
asam klorida, dan asam oksalat dengan konsentrasi rendah. Hasil reaksi akan
membentuk produk yang bersifat termoplast. Agar novolak menjadi termoset, maka
membutuhkan pemanasan crosslinking agent (Frisch, 1967).
10
4. Ketahanan pasas 75oC
Sifat kimia:
1. Thermosetting
2. Tidak larut dalam pelarut apapun
3. Kenaikan temperatur dapat menurunkan berat molekul (Mr) resin urea
formaldehida. Hal tersebut dikarenakan adanya pembentukan pusat-pusat
aktif yang baru, sehingga memperkecil ukuran molekul resin.
4. Resin urea-formaldehida lebih buruk daripada resin denol, resin melamin, dan
sebagainya, yaitu dalam hal ketahanan air, kestabilan dimensi, dan ketahanan
terhadap penuaan, sehingga sifat-sifat tersebut diperbaiki dengan
penambahan bahan lain atau diproses menjadi kopolimer dengan fenol,
melamin, dan sebagainya.
11
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi Urea-formaldehida
1. Katalis
Penggunaan katalis pada suatu reaksi akan meningkatkan laju reaksi tersebut.
Begitu juga yang terjadi pada reaksi urea-formaldehida ini. Laju reaksinya akan
meningkat jika digunakan katalis.
2. Temperatur
Kenaikan temperatur selalu mengakibatkan penigkatan laju suatu reaksi.
Namun kenaikan temperatur ini dpaat mempengaruhi jumlah produk yang
terbentuk, bergantung pada jenis reaksi tersebut (eksoterm atau endoterm).
Sehingga diperlukan suatu optimasi untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kenaikan temperatur juga dapat menurunkan berat molekul (Mr) resin urea-
formaldehida. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan pusat-pusat aktif yang
baru, sehingga memperkecil ukuran molekul resin.
3. Waktu reaksi
Jumlah dan sifat produk yang dihasilkan dari suatu reaksi juag dipengaruhi
oleh waktu reaksi. Makin lama waktu reaksi, jumlah produk yang dihasilkan makin
banyak akibatnya, resin yang dihasilkan akan berkadar tinggi dan memiliki Mr
tinggi.
1.5.3 Polimer Melamin-formaldehida
Resin melamin-formaldehida diperkenalkan di Jerman oleh Henkel pada
tahun 1935. Resin ini termasuk dalam golongan resin amino yang diproduksi
melalui reaksi polikondensasi antara melamin dan formaldehida. Dibanding resin
amino lainnya, seperti resin urea-formaldehida, mempunyai kelebihan yakni
transparan; kekerasan(hardeness) yang lebih baik; stabilitas termal yang tinggi;
tahan terhadap air, bahan kimia, dan goresan; dan bersifat sebagai flame retardant.
Dari kelebihan ini, penggunaan resin ini sangat luas, seperti pada industri perekat,
tekstil, laminasi, kertas, pelapisaan permukaan ( surface coatings), moulding dan
sebagainya.
Aspek kimiawi
Reaksi pembentukan resin melamin-formaldehida merupakan reaksi
polikondensasi yang sampai pada tahap akhir penggunaannya terdiri dari tiga tahap.
Tahap pertama adalah reaksi metilolasi dengan formaldehida membentuk melamin
termetilolasi. Molekul melamin mengandung tiga gugus amina primer dan setiap
gugus tersebut mempunyai potensi untuk bereaksi dengan dua mol formaldehida
hingga dapat membentuk produk heksametilolmelamin, jika rasio
formaldehida/melamin cukup tinggi. Dalam medium alkali (pH >9) maka produk
yang dihasilkan secara esensial adalah trimetilolmelamin dan
heksametilolmelamin.
Tahap kedua adalah tahap kondensasi membentuk jembatan eter dan
melepaskan air atau pembentukan jembatan metilen dengan melepaskan
formaldehida, bergantung pada pH. Sebagai contoh kondensasi dari molekul
monometilolmelamin.
Tahap akhir adalah tahap kondensasi lanjut yang pada akhirnya membentuk produk
polimer terikatsilang dengan struktur jejaring tiga dimensi. Parameter yang sangat
penting dalam pembentukan resin melamin-formaldehida adalah:
1. Rasio molar atau rasio massa dari bahan baku (melamin dan formaldehida)
2. Kemurnian bahan baku
3. pH
12
4. Waktu dan
5. Temperature
1.6 Polimerisasi Anorganik
1.6.1 Poli (Sulfur Nitrida)
Disebut juga politiazil, dimana polimer ini dipreparasi melalui polimerisasi
keadaan padat disulfur dinitrida pada suhu kamar.dimer 1 yang terbentuk melalui
pemanasan suatu tertramer siklik, berpolimerisasi dengan lambat untuk
menghasilkan kristal-kristal 2 monoklinik yang berwarna emas mengkilap. Polimer
ini merupakan suatu bahan yang paling aneh, yang menjadi contoh pertama yang
dilaporkan untuk polimer kovalen nonlogam yang memperlihatkan konduktivitas
listrik yang sebanding dengan logam sesungguhnya, ia memperlihatkan
superkonduktivitas bahkan pada suhu 0,26 K.
1.6.2 Polisiloksana
Polisiloksana dinyatakan sebagai silokana , dipreparasi melalui hidrolisis
alkilsilikon atau arilsilikon halida. Material-material awalnya bisa dibuat dari
silikon dan alkil atau aril halida melalui pemanasan pada 250oC sampai 280oC
dalam hadirnya tembaga. Hal ini merupakan prosedur yang lebih disukai untuk
membuat metilklorosilana dan fenilklorosilana.
Sebagai suatu metode umum untuk preparasi polisiloksana, hidrolisis halida
tidak memuaskan karena adanya kecenderungan untuk membentuk siloksana-
siloksana siklik (terutama trmer atau tetramer) di bawah kondisi hidrolisis,
meskipun beberapa resin siloksana dipreparasi dengan cara ini. Ketika hadir asam
sulfat, reaksi pembukaan cincin kondensasi berikutnya terjadi untuk memberikan
polimer siloksana linier.
Polimerisasi pembukaan cincin berkatalis basa dari siloksana siklik
menghasilkan polimer linier berat molekul tinggi dengan sifat-sifat mirip karet.
Proses ikat silang bisa diefektifkan oleh kohidrolisis dengan alkiltriklorosilana atau
oleh reaksi dengan peroksida atau oksigen. Pergantian beberapa gugus metil dengan
gugus-gugus vinil mengahsilkan proses ikat silang yang lebih efektif.
1.6.3 Polisilana
Polisilana terbentuk dalam rendemen yang sedang melalui kondensasi
monomer dikloroorganosilana dalam hadirnya natrium yang terdispersi lembut
dalam toluena yang berefluksi.
1.6.4 Polimer fosfonitrilat
Polimer fosfonitrilat merupakan salah satu diantara polimer-polimer tipe
anorganik yang lebih menarik dan menjanjikan secara komersial.
Heksaklorosiklotrifosfazena merupakan bahan awal preparasinya, yaitu suatu
monomer yang tersedia secara komersial yang disintesis dari fosfor pentaklorida
dan amonium klorida. Monomer tersebut menjalani polimerisasi pembukaan cincin
untuk memberikan polidiklorofosfazena yang linier oleh pemanasan, dengan
beberapa reaksi ikat silang yang terjadi oleh pemanasan yang lama.
1.6.5 Polimer Karborana
C2B10H12 yang ikosahedral dan C2B5H7 yang pentagonal bipiramidal memiliki
struktur sangkar dan dipreparasi dari borana-borana yang sepadan, dekabonara
(C10H14) dan Pentaborana (C5H9), melalui reaksi asetilena.
13
1.7 Polimerisasi Organik
1.7.1 Polimer Tak Jenuh Khusus
1.7.1.1 Polikarbodiimida
Polikarbodiimida dipreparasi dari diisosianat-diisosianat yang biasa tersedia
melalui reaksi polimerisasi adisi diri yang dikatalis oleh senyawa-senyawa
organofosfor teristimewa fosfin oksida.
1.7.1.2 Polimin
Polimin juga disebut polimer azometin atau polimer basa Schiff, merupakan
satu kelas lain dari polimer-polimer yang mengandung ikatan rangkap dua karbon-
nitrogen. Gugus imin dibentuk melalui adisi amin ke senyawa-senyawa karbonil
yang diikuti oleh lepasnya air.reaksinya baisanya dikatalisis asam, meskipun
diperlukan pengontrolan pH yang hati-hati karena protonasi amin akan mengurangi
nukleofilitas.
1.7.1.3 Polimer yang Mengandung Ikatan Rangkap Dua Karbon-karbon
Lepas dari poliasetilena yang disintesis melalui polimerisasi koordinasi,
polimer-polimer yang mengandung ikatan rangkap dua rangka terkonjugasi telah
dipreparasi melalui reaksi Wittig yang melibatkan ylida-aldehida atau diylida dan
senyawa-senyawa karbonil.
Ada beberapa metode lainnya, yaitu: fotolisis diazida, kopling senyawa-
senyawa tetrazonium dengan bisfenol, dekomposisi garam-garam tetrazonium, dan
kopling reduktif senyawa-senyawa dinitro.
1.7.1.4 Polimer yang Mengandung Ikatan Rangkap Tiga Karbon-karbon
Kopling oksidatif juga digunakan dalam mensintesis poliasetilena, yang
dimana didefinisikan sebagai polimer yang memiliki ikatan rangkap tiga rangka.
Salah satu contohnya adalah polimerisasi m-dietinilbenzena, yang menghasilkan
polimer berat molekul tingi jika monomer dimurnikan secara hati-hati.
1.7.2 Polimer Heterosiklik Khusus
1.7.2.1 Polikuinoksalin dan Polipirazin
Polikuinoksalin terbentuk dari hasil perluasan sintesis poliimin ke senyawa
tetrakarbonil dan tetraamin.polikuinoksalin telah menimbulkan banyak daya tarik
sebagai damar-damar tahan panas untuk penerapan-penerapan luar angkasa.
1.7.2.2 Polipirazola dan Poliimidazola
Cincin pirazola paling mudah dipreparasi dari senyawa 1,3-dikarbonil dan
turunan hidrazin. Perluasan reaksi ini ke bishidrazin dan senyawa tetrakarbonil
memberikan polipirazola. Polipirazola aromatik dari tipe yang diperlihatkan
berwarna hitam, dan tidak dapat melebur yang memperlihatkan stabilitas termal
yang baik.
Cincin imidazola memperlihatkan sifat isomerik dengan cincin pirazola.
Hampir semua penekanan dalam bidang polimer-polimer imidazola relatif rendah
yang memiliki ikatan imidazola nonbenzo telah disintesis dari tetraketon,
dialdehida, dan amonia.
1.8 Polimer Alam
Ada beberapa polimer alam yang aktif secara fisiologis, yaitu:
1. Polisakarida, digunakan sebagai bahan makanan, plastik, serat, bahan
struktur, bahan perekat, koting
2. Protein, digunakan sebagai bahan makanan, serat, dan bahan farmasi
3. Polinukleotida (asam nukleat), digunakan dalam teknik genetik (produksi
bahan farmasi, bahan kimia pertanian, dan lain-lain)
14
Selain itu, juga terdapat sekelompok polimer organik alam, yang dimana
diantaranya telah digunakan secara komersial dalam waktu yang lama. Polimer-
polimer tersebut yaitu:
1.8.1 Karet
Karet merupakan polimer alam yang terpentingdan digunakan secara meluas
dari sudut industri. Karet merupakan politerena yang disintesis secara alami melalui
polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat. Dimana 1,4-poliisoprena merupakan
unit ulangnya. Produk degradasi utama karet adalah isoprena, dimana yang
diidentfikasi sebagaimana pada awal 1860-an.
Karet alam terdiri 97% cis-1,4-poliisopropena, yang dikenal sebagai Hevea
ruber. Semua karet alam hampir diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari sekitar
32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, dimana termasuk asam lemak, gula,
protein, sterol, ester, dan garam. Lateks dapat dikonversi menjadi karet busa dengan
cara aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi. Sebagian besar lateks dikoagulasi
(contohnya dengan asam asetat) dan digunakan dalam bentuk padat.
Getah perca (gutta-percha) merupakan bentuk lain dari karet alam, yang
diperoleh dan bentuk lateks daripepohonan. Gutta-percha memiliki struktur trans-
1,4-poliisopropena. Bentuk lain dari karet alam ini jauh lebih keras dan kurang larut
dibandingkan karet Hevea dan eksis dalam bentuk kristal.
1.8.2 Lignin, Humus, Batubara dan Kerogen
Hampir seluruh kayu terdiri dari tiga bahan: polisakarida, selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Lignin merupakan “semen” yang mengikat fibril-fibril
selulosa bersama-sama dan banyak memberikan stabilitas dimensi kayu. Lignin
merupakan polimer yang sangat melimpah, dimana kandungannya sekitar 25%
sampai 30% dalam kayu. Berat molekul lignin diperkirakan sangat tinggi, namun
karena proses pemisahan dari selulosa tak terelakkan lagi sehingga menyebabkan
degradasi. Karena lignin mengandung sejumlah besar cincin-cincin benzena aktif,
lignin yang terdegradasi cepat bereaksi dengan formaldehida, yang mana telah
menyebabkan pengembangan komersial terbatas dalam bidang bahan-bahan
perekat kayu lapis.
Humus dan batubara dalam strukturnya berkaitan dengan lignin. Humus
meruakan komponen organik dari tanah dan air alam yang relatif tahan terhadap
biodegrasi. Berdasarkan kelarutannya, humus dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu, dapat larut air (asam fulvat), larut basa namun tidak dapat larut dalam air
(asam humat), dan tidak dapat larut basa (humin). Namun, pada dasarnya, ketiganya
memiliki karakter sruktur yang sama, tetapi berat molekul dan derajat
fungsionalitanya berbeda.
Batubara merupakan bahan polimer yang teristimewa kompleks yang
strukturnya sangat bervariasi dengan sumbernya. Batu bara mengandung kluster
dari cincin-cincin aromatik gabungan yang diikat dengan unit hidroaromatik dan
asiklik. Batubara digunakan langsung sebagai bahan bakar, atau sebagai stok untuk
pembuatan bahan bakar cair dan gas. Kerogen berkaitan dengan batubara, namun
strukturnya sangat bervariasi menurut sumbernya yang merupakan konstituen
organik dari serpihan minyak. Thermal cracking kerogen ke senyawa-senyawa
berat molekul rendah mewakili suatu alternatif potensial untuk memperoleh bahan
bakar yang berbasis petroleum.
15
1.8.3 Asfaltena
Asfaltena disebut juga bitumen, yaitu merupakan bahan bersifat seperti damar
yang banyak digunakan dalam kontruksi jalan raya pengikat agregat, sebagai
pengikat untuk komposisi-komposisi roofing dan flooring, dan untuk gedung-
gedung yang tahan air. Asfaltena terdiri dari sistem-sistem aromatik polinuklir dan
cincin sikloalifatik dengan rantai-rantai sisi alifatik, dan berat molekulnya
bervariasi dari beberapa ribu ke beberapa ratus ribu.
1.8.4 Lak Kuning (Shellac)
Lak kuning dikeluarkan oleh serangga Iac (Kerriar paca), yang ditemukan
dibagian selatan Asia. Analisis kromatografi gas terhadap produk-produk degradasi
kimia lak kuning juga telah memperlihatkan hadirnya beberapa asam alifatik rantai
panjang jenuh dan tak jenuh bersama dengan asam tersubstitusi hidroksi dan
senyawa nonalifatik lainnya.
1.8.5 Amber
Amber adalah nama asal untuk semua damar fosil yang dikeluarkan pada
masa prasejarah oleh beberapa tipe pohon hijau, yang sekarang telah punah. Amber
terdiri dari campuran rumit seskuiterpenoid, diterpenoid, dan triterpenoida yang
telah mengalami polimerisasi dan reorganisasi molekul selama berlangsungnya
pemfosilan. Amber sering berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk berbagai
spesies serangga yang telah punah.
1.8.6 Polimer Turunan Minyak Tinggi
Minyak tinggi (tall oil) menduduki sekitar 3% kayu kering dan merupakan
produk sampingan penting dari proses pembuburan kayu. Minyak tinggi dibuat dari
dua komponen utama yang berbeda, yaitu: lemak gala dan minyak tinggi. Gala
(rosin) terutama merupakan campuran dari asam-asam monokarboksilat cincin
tergabung dengan 20 atom karbon, dimana asam abietat dan asam levopimarat
merupakan wakilnya. Esterifikasi gala dengan gliserol atau pentaeritritol
menghasilkan produk yang dikenal sebagai karet ester yang digunakan dalam bahan
perekat dan lak.Asam lemak yang tinggi, yang dipisahkan dari rosin melalui
destilasi, terdiri terutama dari asam 18-karbon, terutama asam oleat dan linoleat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Aisah C. 2015. Poliamida. https://www.scribd.com/doc/289991952/BAB-II-
Poliamida#download. (diakses tanggal 22 April 2016)
Frisch K C. 1967. Phenolic Resin and Plastics dalam Kirk Othmer Encyclopedia of
Chemical Technology. Vol. 15 Edisi 2, Mei Ya Publication Inc
Martin R W. 1956. The Chemistry of Phenolic Resins. John Willey & Sons Inc: New
York
17