Laporan Pendahuluan Empiema Fix
Laporan Pendahuluan Empiema Fix
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) didalam rongga pleura
dapat setempat/mengisi seluruh rongga pleura (Ngastiyah, 1997). Empiema adalah
penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura (Diane C. Baughman,
2000). Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak dan
Gallo, 1997).
2.2 Penyebab
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Bakteriologi :
a. Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal
sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai
akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph
dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti
pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-
racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock
syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari
ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi
fatal.
b. Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang
selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman
pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat.
Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus
inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
1. Emphiema akut:
a. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
b. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
c. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia,
dan clubbing finger .
d. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
e. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah
dan nanah banyak sekali.
2. Emphiema kronis:
a. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
b. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
c. Pucat, clubbing finger.
d. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
e. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
f. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.
2.4 Epidemologi
Penyebab empiema toraks yang paling utama adalah infeksi yang berasal dari
paru, selain itu tindakan bedah (paru dan gastroesofageal) juga merupakan faktor
predisposisi penting terjadinya empiema.9,16. Sejak ditemukannya antibiotik,
penyakit ini diperkirakan sudah jauh berkurang, namun meskipun demikian
morbiditas maupun mortalitasnya masih cukup tinggi.3,11,13. Di bagian Paru RSU
Dr. Soetomo Surabaya tahun 2000 - 2004, dirawat sebanyak 1,07 – 1,29% penderita
dengan empiema toraks, dengan perbandingan pria : wanita = 3,4 : 1.1,2 .
Akibat kemajuan dari pemakaian obat antituberkulosa dan antibiotik
menyebabkan para dokter cenderung untuk merawat penderita empiema secara
medikamentosa, sehingga sering terjadi keterlambatan konsultasi dan tindakan bedah
yang mana hal ini mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
2.5 Patofisiologi
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan
akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel
polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya
kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan – endapan
fibrin akan membentuk kantung–kantung yang melokalisasi nanah tersebut.
Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk
keseimbangandengan drainase oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura
dapatmendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi
kemampuanlimfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia
mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat
meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluardari
pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap albumin
dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan
protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas
kemokin, yang merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan
penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil tidak
ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan pleura hanya jika
direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear,
dan limfosit meningkatkan respon inflamasi dan mengeleluarkanmediator untuk
menarik sel-sel inflamator lainya ke dalam pleura.
Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan
patogenesisnya, yaitu efusi parapneumoni tanpa komplikasi, dengan komplikasi dan
empiema torakis. Efusi parapneumoni tanpa komplikasi merupakan efusi eksudat
predominanneutrofil yang terjadi saat cairan interstisiil paru meningkat selama
pneumonia.Efusi ini sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat untuk
pneumonia. Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah
pleura yang mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura dan
peningkatan konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri biasanya
dibersihkan secara cepat dari celah pleura.Pembentukan empiema terjadi dalam 3
tahap, yaitu :
1. Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril berakumulasisecara
cepat ke dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki kadar WBC dan LDH yang
rendah, glukosa dan pH dalam batas normal. Efusi ini sembuh dengan terapi
antibiotik, penggunaan chest tube tidak diperlukan.
2. Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan akumulasi
leukosit PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk lokulasi, pH dan
kadar glukosa menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.
3. Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan
pleura visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan
perlengketan dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan
protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada celah pleura. Intervensi
bedah diperlukan pada tahap ini.
Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur positif berubah
seiring berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik, bakteri yang umumnya
didapatkan adalah Streptococcus pneumoniae danstreptococci hemolitik. Saat ini,
organisme aerob lebih sering diisolasi dibandingkan organisme anaerob.
Staphylococcus aureus dan S pneumoniae tumbuh pada 70 % kultur bakteri gram
positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni berhubungan erat dengan
bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram positif dua kali lebih
sering diisolasi dibandingkan organisme aerob gram negatif. Klebsiela,
Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis organisme aerob gram negatif
yang paling sering diisolasi.
Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang
paling sering diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering
menghasilkan suatu empiema dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri
anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari empiema. Sekitar 70 % empiema
merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat mengeluh menggigil,
demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk. Sesak napas
juga dapat dikeluhkan oleh pasien.
2.6 Pathway
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
2.8 Penatalaksanaan
1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek
toksisnya.
2. Closed drainage – toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c. Terjadinya piopneumotoraks
d. Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20
cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara
lain seperti pada empiema kronis.
3. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga
dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal
ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya
aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus
seing mengganti atau membersihkan drain.
4. Antibiotik
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic
memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis
ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil
pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil
kultur dan sensitivitasnya. Antibiotik dapat diberikan secara sistematik atau
tropikal. Biasanya diberikan penisilin.
5. Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup
karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan
pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
6. Dekortikasi, Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :
a. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
b. Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c. Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
7. Torakoplast
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau
tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang
iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam
rongga pleura karena tekanan atmosfer.
8. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi
spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
9. Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EMPIEMA
3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Umur
c. Suku/ bangsa
d. Agama
e. Alamat
f. Pendidikan
g. Pekerjaan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik
b. Riwayat kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga
pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul
toksemia, anemia, dan clubbing finger.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru
(pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
d. Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus atau
Pneumococcus.
e. Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan sampah,
f. Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan imunitas tubuh.
3. Dasar Data Pengkajian Pasien
a. Pernapasan
Gejala : Nafas pendek, batuk menetap dengan produksi sputum stiap hari,
dispnea
Tanda : Takipnea, dispnea, batuk, pengembangan pernafasan tak simetri,
perkusi pekak, penurunan fremits, bunyi nafas menurun/tidak ada secara
bilateral atau unilateral.
b. Makanan / cairan
Gejala : mual, muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan, kehilangan nafsu makan.
Tanda : Turgor kulit buruk, kering, kehilangan tonus, berkeringat.
c. Eliminasi
BAB dan BAK teratur
d. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelelahan, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktivitas atau latihan
Tanda : Keletihan, gelisah, kelemhan umum/ kehilangan massa otot,
takikardia, dispnea, nyeri
e. Istirahat dan Tidur
Gejala : Keletihan, kelelahan, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktivitas atau latihan
Tanda : Keletihan, gelisah, pucat, lemah
f. Berpakaian
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda: pakaian pasien tidak pernah diganti, keluarga tampak memakaikan
klien pakaian
g. Rasa Nyaman
Data : nyeri, sesak.
Tanda : gelisah, meringis.
h. Rasa Aman
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat atau faktor-faktor
lingkungan adanya/ berulangnya infeksi.
i. Kebersihan Diri
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : kebersihan buruk, bau badan.
DAFTAR PUSTAKA