Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama


fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis
lain.Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun
dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya
kuinolon).Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab
infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi
relatif tidak toksik untuk manusia.

Antibiotika hanya ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat
membunuh virus. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah
penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Sefalosporin merupakan salah satu antibiotik yang memiliki cincin β-laktam


dalam strukturnya sehingga tergolong antibiotik β-laktam bersama-sama dengan
penisilin, monobaktam, dan karbapenem. Sefalosporin tergabung dalam cephem,
subgroup antibiotik β-laktam bersama dengan sefasimin. Seperti halnya semua
senyawa metabolitsekunder, antibiotik sefalosporin dihasilkan dalam industri
bioproses yang melibatkan mikroorganisme.
Sefalosporin C merupakan contoh sefalosporin yang paling awal
ditemukan.Fungsinya sebagai antibiotik yang cukup potensial menjadikannya produk
antibiotik yang banyak dihasilkan setelah penisilin. Dengan mengubah-ubah gugus
sampingnya, diperoleh berbagai senyawa turunan sefalosporin atau disebut
sefalosporin semisintetik dengan sifat-sifat yang berbeda.
B. Sejarah Perkembangan Sefalosporin
Penemuan antibiotik β-laktam merupakan terobosan yang luar biasa
dalampembuatan obat. Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun
1928 terbukti efektif dalam melawan bakteri gram positif. Berbagai penelitian lebih
lanjut terhadap penisilin menjadi populer pada masa itu. Meksipun demikian, penisilin
umumnya memiliki keterbatasan dalam melawan bakteri gram negatif. Dan seiring
dengan penggunaannya, beberapa bakteri gram positif menjadi resistan terhadap
penisilin dengan menghasilkan enzim penisilinase yang menghidrolisis cincin β-laktam
pada penisilin.
Pada tahun 1945, Giuseppe Brotzu, seorang profesor Hygiene dari University
of Cagliari, Italia, berhasil mengisolasi strain Cephalosporium acremonium, sejenis
mold, dari air laut dekat saluran pembuangan limbah di Cagliari, Sardinia. Percobaan
yang dilakukannya membuktikan bahwa fungi ini menghasilkan senyawa yang efektif
dalam melawan Salmonella tylhi (sejenis bakteri gram negatif).
Pada tahun 1948, Brotzu mempublikasikan penemuannya, akan tetapi kurang
menarik perhatian. Atas usul BritishMedical Research Council, Brotzu kemudian
mengirimkan kultur C. acremonium, yang kemudian diklasifikasi ulang sebagai
Acremonium chrysogenium pada tahun 1971 oleh Gams, kepada Howard Florey
diOxford.
Guy Newton dan Edward Abraham di Sir William Dunn School of Pathology,
University of Oxford pada tahun 1951 berhasil menemukan senyawa antibiotik yang
dihasilkan oleh kultur Acremonium yang kemudian diberi nama sefalosporin C.
Pada tahun 1955, antibiotik sefalosporin C menunjukkan spectrum aktivitasnya
yang lebar, termasuk banyak strain Staphylococcus aureus yang sensitif dan resistan
terhadap penisilin.
Riset dan pengembangan industri produksi sefalosporin semakin marak
mengingat potensi yang besar dari sefalosporin. Proses produksi yang pertama
melibatkan Glaxo, dari Inggris, dan Ely Lilly, dari Amerika Serikat, sebagai yang
pertama bernegosiasi dengan NRDC (National Research Development Corporation).
Pada tahun 1985, gen biosintetik β-laktam pertama, pcb C (encoding cyclase)
berhasil dikloning dari A. chrysogenum. Perkembangan ini cukup berarti bagi industri
sefalosporin mengingat pembuatan enzim yang diperlukan bagi industri ini menjadi
lebih mudah.
BAB II
PEMBAHASAN

Antibiotik turunan sefalosporin merupakan antibiotic yang paling banyak


digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Anti biotik ini mempunyai spectrum anti
bakteri yang luas dan lebih resisten terhadap β-laktamase dari pada penisilin. Pasien
yang alergi terhadap penisilin biasanya tahan terhadap antibioticini.
Sefalosporin termasuk antibiotika beta laktam dengan struktur, khasiat, dan
sifat yang banyak kemiripan dengan penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan
sebagai berikut :
1. spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan kuman-
kuman anaerob.
2. resisten terhadap penisilinase asal stafilokoki, tetapi tetap tidak efektif
terhadapstafilokoki yang resisten terhadap metisilin.
Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi
pada tahun 1948 oleh Brotu. Inti dasar sefalosporin C ialaha sam 7-amino-
sefalosporanat (7-ACA:7-amino cephalosporanic acid) yang merupakan kompleks
cincin dihidrotiazin dan cincin betalakta. Sefalosporin C resisten terhadap
penilisilinase, tetapi dirusak oleh sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C
menghasilkan 7-ACA yang kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai macam
anti biotik sefalosporin. Modifikasi R1 pada berbagai pada posisi 7 cincin beta laktam
dihubungkan dengan aktivitas anti mikroba, sedangkan substitusi R2 pada posisi 3
cincin hidrotiazin mempengaruhi metabolisme dan farmako kinetiknya.

A. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sefalosporin


Senyawa sefalosporin memiliki gugus inti 7-aminocephalosporanic acid
(7- ACA), yang mengandung gugus β-laktam (sebuah cincin dengan 2 atom C, 1
guguskarbonil, dan 1 atom N) dan cincin dihidrothiazin. Secara keseluruhan nama
ilmiahsefalosporin adalah asam 3-asetoksimetil-7-asilamino-3-cephem-4-karboksilat.

Berbagai senyawa lainnya dapat diperoleh dengan mengganti R1dan


R2. Struktur umum sefalosporin yaitu:

pada struktur gugus inti sefalosporin tersebut, sehingga dapat menghasilkan


sifat-sifat senyawa yang berbeda-beda. Beberapa contoh senyawa turunan sefalosporin
yaitu :
Berikut beberapa struktur yang berkaitan dengan sefalosporin yang terjadi secara
alami, bukan hasil sintesis :

Sifat-sifat senyawa turunan sefalosporin tergantung gugus yang terikatpada gugus inti.
Gugus R1 akan mempengaruhi sifat farmakologinya (proses yangdilalui obat dalam
tubuh), sedangkan gugus R2 mempengaruhi karakteristikantibakterialnya.

B. Generasi sefalosporin
1. Sefalosporin generasi pertama
Secara in vitro memperlihatkan spectrum anti mikroba yang terutama efektif
terhadapkuman gram positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian
besar Staphylacoccus aureus dan Streptococcus termasuk Str. pyrogenes, Str. viridans,
dan Str. pneumonia. Bakteri grampositif yang juga sensitif ialah Clostridium
perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium diphteriae. Aktivitas
antimikroba hanya sefalotin sedikit lebih aktif terhadap S. aureus. Mikroba yang
resisten ialah strain S. aureus resisten metisilin, S. epidermidis dan Str. Faecalis.
2. Sefalosporin generasi kedua
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan
generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif. Misalnya: H. Influenzae, Pr.
mirabilis, E. coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Ps. Aeruginosa
dan enterokokus. Untukinfeksi saluran empedu golongan ini tidak dianjurkan karena
dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi. Sefoksitin aktif
terhadap kuman anaerob.

3. Sefalosporin generasi ketiga


Golongan ini umunya kurang efektif dibandingkan dengan generasi pertama
terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae,
termasuk strain penghasil penisilinase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktif
terhadap P. aeruginosa

4. Sefalosporin generasi keempat


Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim, sefpirom) mempunyai spektrum
aktivitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh beta
laktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi kuman yang
resisten terhadap generasi ketiga.

C. Aktivitas Antimikroba dan Penggolongan Sefalosporin


Mekanisme kerja anti mikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis
dinding sel mikroba dimana yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga
dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin terhadap kuman gram-
positif maupun gram-negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat
bervariasiSefalosporin dibagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas anti
mikrobanya yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya.

B. Farmakokinetik
Dari sifat farmakokinetiknya, sefalosporin dibedakan dalam dua golongan.
Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil yang dapat diberikan per oral karena
diabsorpsi melaluisaluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan secara
parenteral. Sefalotin dan sefa pirin umumnya diberikan secara i.v karena menyebabkan
iritasi lokal dan nyeri padapemberian i.m.
Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya sefuroksim, moksalaktam,
sefotaksimdan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal (CSS)
sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain itu,
sefalosporin juga melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial
dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga
di cairan mata relatif tinggi tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam
empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon.
Kebanyakan sefalosporin di ekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan
proses ekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar di ekskresi melalui
empedu. Karena itu dosisnya harus dikurangi pada penderita insufisiensi ginjal.
Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa
lainnya. Sefalotin, sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang
aktivitas anti mikrobanya lebih rendah juga di ekskresi melalui ginjal.
Suatu langkah metabolisme yang penting adalah deasetilasi. Turunan
deasetilnya mempunyai aktivitas setengah sampai sepersepuluh aktivitas senyawa
asalnya. Sefalosporin yang tidak mempunyai gugus asetil, sebagian besar akan di
ekskresi dalam bentuk tidak berubah. Ekskresi terjadi melalui ginjal dan sebagian
melalui empedu. Pada insufisiensi ginjal.
ekskresi sefalosporin umumnya diperlambat, karena itu pengaturan dosis harus
disesuaikandengan tingkat insufisiensi ginjalnya.

C. Indikasi Klinik
Sefadezon dan sefazolin digunakan pada pneumonia (primer) dan infeksi luka
yang didapat di luar rumah sakit, pada infeksi yang disbabkan oleh mikroba yang peka
terhadap penisilin G tetapi pasien alergi terhadap penisilin. Sefalosporin kelompok III-
V dapat digunakan pada infeksi bakteri yang parah yang disebabkan oleh stafilokokus
atau basil gram negatif yang resisten (misalnya pada septikopiemia, pada pneumonia
sekunder, infeksi lukadan jaringan yang parah). Sefoksitin juga digunakan untuk terapi
infeksi campuran dengan kuman anaerob (misalnya pada gangren).
Sefalosporin kelompok VI digunakan pada infeksi parah yang membahayakan
jiwa terutama jika diduga disebabkan oleh kuman yang multi resisten dan daya tahan
tubuh sudah melemah. Sefalosporin oral dipakai pada infeksi saluran nafas, saluran
urine, dan infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman yang peka (misalnya stafilokokus,
E. coli, Klebsiella ).
Sediaan sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi
bakteri berat atau yang tidak dapat diobati dengan anti mikroba lain, sesuai dengan
spectrum anti bakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi
anti bakterinya tinggi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
sefalosporin merupakan antibiotik golongan B-laktam yang mampu
melawankuman gram positif maupun gram negatif. Diklasifikasikan berdasarkan
kemampuanantibakterialnya.

Anda mungkin juga menyukai