Ringkasan Disertasi
PRAMADITY A WICAKSONO
NIM: I01309474/SGElI97
Tim Peaguji :
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PENGEMBANGAN MODEL PENGINDERAAN JAUH UNTUK
PEMETAAN STOK KARBON PADANG LAMUN DAN HUTAN
MANGROVE
Ringkasan Disertasi
PRAMADITY A WICAKSONO
NIM: IO/309474/SGEII97
Tim Penguji :
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PENGEMBANGAN MODEL PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAA,lI,(STOK
KARBON PADANG LAMUN DAN HUTAN MANGROVE
Abstnk
Padang lamun clan mangrove merupakan blue carbon sink yang paling efektif. Kemampuan
mereka dalam men-sekuester C(h dari atmosfer jauh melebihi ekosistem darat. ~:eskipun
dcmikian, informasi spasial maupun temporal tentang stok karbon padang lamua dan
mangrove pada berbagai skala kedetilan clan kebutuhan pengguna sangat terbatas, yang
utamanya disebabkan karena keterbatasan dan kesulitan dalam melakukan koleksi data di
lapangan. Sehingga, informasi stok karbon tersebut hanya dapat secara efektif diperoleh
melaIui penginderaan jauh. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) memetakan stok karbon
padang lamun clan mangrove dengan menggunakan penginderaanjauh, 2) membangun model
penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon padang Iamun clan mangrove, clan 3)
meIakukan estimasi total stok karbon padang Iamun clan mangrove di Kepulauan
Karimunjawa. Citra Worldview-2, ALOS AVNIR-2, ASTER VNIR. Landsat 5 TM, clan
Landsat 7 ETM+ dipiljh untuk mewakili data penginderaan jauh pada berbagai tingkat skala
pemetaan. Koreksi geometrik dan beberapa pendeJcatan radiometrik diterapkan untuk
mengisolasi pantulan spektraI lamun clan mangrove.. Stok karbon padang lamun clan
mangrove dipetakan dengan menggunakan model semi empiris. Input untuk pemodelan stok
karbon lamun adaIah band deglint, band terkoreksi kolom air, clan band Princple Component
(PC), sedangkan untuk pemodelan stok karbon mangrove, inputnya adaIah indeks vegetasi,
band PC, dan citra fraksi dari analisis Linear Spectral Unmixing (LSU), dan Spektral Angle
Mapper (SAM). Data Iapangan digunakan untuk membangun model serta memahami
hubungan antar properti biofisik lamun dau mangrove, yang sangat penting untuk
membangun framework pemetaan. Model Penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon
padang Iamun clan mangrove dikembangkan dengan mempertimbangkan kerangka pikir yang
mendasari proses pemetaan, data masukan yang efekti( asumsi clan keterbatasan seIama
pemetaan, metodologi untuk pemetaan· stok karbon, clan rentang' akunisi yang dapat
diperoleh. Mod~1 yang dihasilkan meliputi logika di batik kemampuan penginderaan jauh
daIam menjelaskan variasi stok karbon padang lamun clan mangrove serta kerangka teknis
pemetaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penginderaan jauh dapat digunakan untuk
memetakan stok karbon padang lamun clan mangrove. Stok karbon padang lamun dapat
dipetakan dengan akurasi maksimum 49,23% (SE '" 6,64 gClm2), 55,64% (SE = 59,52%
gClm2), dan 92,9% (SE = 17,41 gClm2) untuk AOC (stok karbon atas), BOC (stok karbon
bawah), clan stok karbon sedimennya, Mangrove AGC, BOC, clan stok karbon tanah dapat
dipetakan dengan akurasi maksimum 77,81% (SE = 5,71 kgC/m2), 60,82% (SE = 2,48
kgClm2), dan 82,5% (SE = 1,22 kgC/m2). Berdasarkan peta basil pemodeIan, total stok
karbon ekosistem Iamun clan mangrove di Kepulauan Karimunjawa diperkirakan sekitar
622,9 dan 181.195,88 ton karbon organik. Tersedianya model penginderaan jauh untuk
pemetaan stok karbon Iamun dan mangrove sangat penting untuk memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang distribusi clan dinamika karbon mereka secara spatio-temporal. SeIain
itu, peta stok karbon sangat bermanfaat dalam membantu berbagai kegiatan pengelolaan
pesisir dan pulau-pulau keeil.
Kata kunci: padang lamun, mangrove, stok karbon, multispektral, model penginderaan jauh
1
BABI. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Carbon sink alami merujuk pada habitat a1ami dengan kemampuan untuk menyimpan
karbon dari atmosfer dalam jangka waktu tertentu, sehingga mampu menjaga konsentrasi
C(h di atmosfer (Laffoley & Grimsditch, 2009). Blue carbon sink adalah segala habitat
pesisir atau !aut dengan kemampuan untuk menyerap C02 dari atmosfer. Di antara blue
carbon sink, habitat pesisir bervegetasi (vegetated coastal habitats) yangterdiri dari padang
lamun, mangrove, dan rawa garam, adalah salah satu kolam karbon terpadat di bumi.
Kemampuan habitat pesisir bervegetasi untuk melakukan penyerapan karbon jangka panjang
melalui penguburan karbon ke sedimen mencapai 10-50 kali lebih baik daripada habitat derat
(Laffoley & Grimsditch, 2009; Nelleman, 2009). Dengan demikian, sangatlah penting untuk
memahami distribusi stok karbon padang lamun dan mangrove dalam konteks spasial dan
temporal, baik untuk proses adaptasi dan mitigasi perubahan iklim maupun untuk
keberlanjutan habitat ini.
Padang lamun dan mangrove dipilih sebagai blue carbon sink kajian karena mereka
banyak ditemukan di daerah pesisir dan.pulau kecil di Indonesia. Mereka mengalokasikan
lebih banyak biomassa ke bawah tanah untuk menyokong kehidupan mereka di substrat lunak
dan berlumpur (Komiyama et al. 2008). Oleh karena itumereka menyirnpan stok karbon di
bawah tanah dalam jumlah besar, yang akan tersimpan untuk waktu yang lama. Lamun
adaJah angiosperma laut. Kemampuan lamun menyimpan karbon dalam sedimen jauh
melebihi rnayoritas ekosistem darat, dan dengan demikian menjadi penyerap karbon alami
yang paling efektif (Dierssen et al. 2010). Setelah dipulihkan, padang lamun memiliki
kemampuan untuk kembali ke fungsi aslinya seeara penuh dalam waktu singkat dibandingkan
dengan penyerap karbon alami lainnya (Laffoley & Grimsditch, 2009; Eveleth, 2010).
Terumb,:, karang masih dalam perdebatan apakah mereka merupakan sJ1IIlber.karbon (carbon
so;uce) atau carbon sink, sehingga tidak dimasukan dalam penelitian ini. Kemampuan makro
alga untuk melakukan penguburan karbon bergantung pada substrat mereka. Rawa garam,
terlepas dari tingginya kapasitas penguburan, hampir tidak ditemukan di daerah tropis
khususnya Indonesia.
2
padang lamun dan mangrove terbatas pada distribusi spasial, persentase tutupan, indeks luas
daun (LAI), biomassa, kepadatan, volume tegakan, komposisi spesies, dan tinggi (Simard et
a/. 2006; Phinn et a/. 2008; Roelfsema et a/. 2009. Wicaksono et a/. 2011; Lyons et a/. 2012).
Selain itu, teori-teori dan kerangka logis yang mendasari pemetaan tidak pernah didefinisikan
dengan jelas (Fatoyinbo et a/. 2008). Dalam kasus mangrove, sebagian besar pemodelan
properti biofisik dilakukan dengan menggunakan data penginderaan jauh aktif yang jarang
tersedia, bukan sensor pasif yang justru tersedia secara luas.
Pene1itian ini menyoroti kesenjangan dalarn ilmu penginderaan jauh, yaitu dalam
bidang pemetaan stok karbon padang larnun dan mangrove. Sistem penginderaan jauh yang
digunakan dalarn penelitian ini adalah pasif dan multispektral. Sistem penginderaan jauh
pasif memiliki kemarnpuan untuk menembus tubuh air dan lebih banyak tersedia
dibandingkan dengan data penginderaan jauh aktif. Data multispektral dipilih karena telah
banyak tersedia dan lebih hemat biaya dibanding data hiperspektral. Selain itu, jika model
yang dikembangkan menggunakan data muitispektral marnpu menghasilkan akurasi yang
baik, pefiggunaan data hiperspektral di masa mendatang akan marnpu memberikan hasil yang
lebih baik.
Distribusi spasial dan variasi temporal stok karbon padang larnun dan mangrove
secara kontinyu, yang sangat penting untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,
pengelolaan berkelanjutan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, inventarisasi sumber daya
alam, konservasi dan rehabilitasi, dan kampanye untuk kredit yang layak mereka terima, saat
ini sangatlah kurang pada berbagai level skala spasial dan temporal serta kebutuhan
pengguna. Alternatif yang paling efektif untuk mendapatkan informasi tersebut adalah
dengan menggunakan penginderaan jauh. Namun, meskipun kemajuan teknologi
penginderaan jauh saat ini sangat pesat, penggunaan penginderaan jauh untuk pemetaan stok .
karbon padang lamun dan mangrove sangat langka. Saat ini, model dan kerangka pemetaan
yang mencakup input data yang efektif dan cocok, asurnsi dan keterbatasan selarna pemetaan,
metodologi untuk memetakan stok karbon, dan rentang akurasi yang dapat diperoleh belum
didefiniskan secara je1as. Akibatnya, kemarnpuan dan kemungkinan penginderaan jauh dalam
memetakan stok karbon padang lamun dan mangrove belum dapat dikonfirmasi.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
I) Dapatkah penginderaan jauh digunakan untuk memetakan stok karbon padang larnun
dan mangrove?
2) Seperti apakah model penginderaan jauh untuk pemetaan stok padang lamun dan
mangrove karbon, yang mencakup kerangka yang mendasari pemetaan, data masukan
yang efektif, asurnsi dan keterbatasan pada saat pemetaan, metodologi untuk
memetakan stok karbon dan akurasi yang dapat diperoleh?
3
3) Berapakah besamya stok karbon yang tersimpan di padang lamun dan hutan
mangrove, yang diwakili oleh padang lamun dan hutan mangrove di Kepulauan
Karimunjawa?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut diatas, tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
I) Peta stok karbon padang lamun dan mangrove yang diperoleh dari data penginderaan
jauh
2) Model penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove
3) Estimasi stok karbon di padang lamun dan mangrove di Kepulauan Karimunjawa,
sebagaimana dipetakan dari penginderaan jauh
Saar ini, green carbon sink yang terdiri dari ekosistem daratan digunakan sebagai
strategi utama dalam mengurangi konsentrasi C02 di atmosfer dan mereka menjadi perhatian
konservasi utama bagi program-program berbasis perubahan iklim, perdagangan karbon dan
program penghitungan karbon seperti INCAS, REDD, REDD+. Namun, stok karbon yang
tersimpan dalam ekosistem daratan ini sangat mudah untuk kembali ke atmosfer, utamanya
melalui perubahan penggunaan lahan dan kebakaran hutan. Penelitian ini menyajikan
altematif bagi green carbon sink, yaitu blue carbon sink, yang mampu menyimpan dan
mengubur karbonjauh lebih efektif dibandingkan green carbon sink. Karbon yang terkubur,
akan tersimpan di dalam tanah dan sedirnen, dirnana tidak akan mudah kembali ke atmosfer.
Oleh karena itu, informasi spasial mengenai stok karbon dari blue carbon sink menjadi sangat
penting dan dibutuhkan. Pendekatan penginderaan jauh adalah yang terbaik untuk
mendapatkan informasi distribusi spasial dari stok karbon dari blue carbon sink.
Saat ini, penginderaan jauh untuk pemetaan padang lamun terbatas pada distribusi
spasial (Capolsini et al. 2003), LA! (Yang et al. 2011; Wicaksono & Hafizt, 2013), NPP
(Dierssen et al. 2010), persentase tutupan (phinn et al. 2008; Yang & Yang, 2009; Pu et al.
4
2010; Lyons et al. 2011; Meyer & Pu, 2011; Yang et al. 2011; Lyons et al. 2012), biomassa
(Mumby et al. 1997; Phinn et al. 2008;. Knudby & Nordlund, 2011) dan komposisi spesies
(Pasqualini et al. 2005; Fornes et al. 2006; Phinn et al. 2008; Sagawa et al. 2008; Yang &
Yang, 2009). Pemetaan stok karbon belum pernah dilaporkan. Hal ini dapat dimengerti
sebagaimana akurasi pemetaan padang Iarnun saat ini masih relatif rendah. Namun, karena
penginderaan jauh marnpu memodelkan dan memetakan karakteristik biofisik padang lamun
tersebut di atas, penginderaan jauh seharusnya juga dapat digunakan untuk mernodelkan dan
memetakan stok karbon. Keberhasilan pemetaan stok karbon padang lamun sangat
bergantung pada hubungan antara reflecting tissue lamun dan stok karbonnya.
1. 7 Signifikansi Penelitian
Model pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove diharapkan dapat mengisi
celah pengetahuan dalam metodologi penginderaan jauh untuk padang lamun dan mangrove,
yang saat ini terbatas pada distribusi spasial, persen tutupan, LA!, biomassa, dan komposisi
spesies. Model ini dapat digunakan untuk menghitung dan memperkirakan jumlah stok
karbon yang tersimpan di padang Iarnun dan hutan mangrove. Dengan mernaharni dan
menonjolkan potensi padang lamun dan mangrove sebagai penyerap karbon, yang didukung
oleh bukti-bukti kuantitatif dari peta, dua habitat ini akan menerima pengakuan dan
periindungan yang lebih baik.
5
untuk pemetaan stok karbon serta SNI pemetaan padang Jamun dan mangrove. Model
penginderaan jauh yang dikembangkan daJam peneJitian ini dapat membantu dan
meningkatkan beberapa aspek dari SNI yang telah ada seperti: penentuan data penginderaan
jauh yang paling sesuai untuk tiap skala yang berbeda, metode pengoJahan eitra digital dan
survei Japangan yang paling efektif, dan rentang akurasi pemetaan yang dapat diperoJeh.
Hasil penelitian ini juga dapat sangat mendukung peJaksanaan Keputusan Menteri (Kepmen)
No. 200/2004 tentang kriteria untuk menentukan status padang Jamun, tidak banya dengan
mempertirnbangkan persentase penutupan, tetapi juga karakteristik biofisik Jainnya. ModeJ
untuk pemetaan stok karbon mangrove karbon juga dapat membantu pelaksanaan Keputusan
Menteri (Kepmen) No. 20112004 tentang status hutan mangrove di Indonesia. Adanya standar
untuk pemetaan stok karbon mangrove dan fakta kuantitatif yang mendukung tentang potensi
hutan mangrove daJam penyerapan karbon jangka panjang dapat digunakan untuk
meningkatkan kriteria penentuan status hutan mangrove, tidak hanya dengan
mempertirnbangkan persentase tutupan kanopi dan jumJah pohon, tetapi juga karakteristik
biofisik penting Jainnya.
DaJam konteks yang lebih luas, basil penelitian ini akan membantu Undang-Undang
No. 27/2007, yang telah direvisi pada Undang-Undang No. 112014, tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau keeil. Dalam Undang-Undang No. 27/2007 dan No. 112014,
terdapat beberapa poin penting di mana pengelola pesisir membutuhkan peta sebagai dasar
dalam proses pengambilan keputusan. Peta yang terkait dengan bahaya, beneana, dan
keanekaragaman hayati sangat ditekankan. Peta-peta ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kondisi wilayah pesisir dan pulau-puJau kecil, memantau dinamika wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, mengevaluasi dampak pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-
puJau kecil, dan menentukan manajemen terbaik bagi keberlanjutan wilayah pesisir dan
puJau-puiau keeil. Model pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove dapat
memberikan peta spatio-tempora/ keanekaragaman hayati di daerah pesisir dan pulau-pulau
kecil, yang dapat digunakan untuk mendukung berbagai maeamkegiatan pengelolaan
tersebut di atas. .
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Dari hasil kajian literatur, beberapa temuan kunei dan asumsi yang digunakan sebagai
dasar untuk pengembangan model pemetaan stok karbon padang lamun dan mengrove
berhasil diidentifikasi. Temuan dan asurnsi tersebut adalah sebagai berikut.
2.1.1 Temuan dan Asumsi untuk Pemetaan Stok Karbon Padang Lamun
1) Padang Lamun adalah blue carbon sink yang paling optimal dalam mengurangi
kandungan CO2 di atmosfer, terkait dengan kemampuan regenerasi, tingkat
penguburan karbon dalam sedimen, biaya pemulihan, dan dukungan terhadap
ekosistem.
2) Penginderaan jauh memiliki kemarnpuan untuk menembus tubuh air melalui saJuran
tarnpak; karenanya, penginderaan jauh marnpu mengidentifikasi padang lamun,
Kemampuan penginderaan jauh untuk menembus tubuh air terbatas pada kedalaman
di mana downwelling irradiances menghilang. Sebagian besar padang lamun
menempati kedalaman di mana eahaya masih melimpah.
3) Saat ini, publikasi tentang pemetaan stok karbon padang lamun sangat Jangka.
Kemajuan penginderaan jauh untuk pemetaan padang lamun meneakup distribusi
spasial dan temporal, persentase tutupan, LA!, NPP, komposisi jenis, dan biomasa
atas.
4) Reflektansi lamun adalah fungsi dari karakteristik biofisik Jamun, variasi kolom air,
permukaan air, dan path radiance.
5) Saluran tarnpak adalah saluran yang paling baik dalam mendeteksi padang lamun;
oleh karena itu, pantuJan spektral lamun adaJah fungsi dari sifat biofisik padang
lamun yang mempengaruhi interaksi dengan panjang gelombang tarnpak. NIR Band
masih mungkin dapat digunakan untuk mendeteksi variasi padang Jamun kerapatan
tinggi pada air yang sangat dangkaJ, atau saat air surut dimana Jamun mungkin
muneul ke permukaan.
6) Sebelum melakukan pemetaan stok karbon padang Jamun, penting untuk mengetahui
apakah stok karbon adaJah salah satu sifat biofisik padang lamun yang mempengaruhi
interaksi energi antara Jamun dan panjang gelombang tarnpak. Hal ini diperlukan
untuk memahami hubungan antar properti biofisik padang lamun, yang digunakan
untuk mengidentifikasi properti biofisik manakah yang berhubungan langsung dengan
reflektansi lamun, dan properti manakah yang harus diwakili properti lainnya sebelum
dapat dihubungkan dengan reflektansi lamun, Hubungan ini akan sangat penting jika
stok karbon padang Jamun tidak seeara Jangsung berhubungan dengan reflektansinya.
7) Spesies lamun mengontrol variasi sifat biofisiknya, sehingga, penting untuk
melakukan pemetaan stok karbon pada level spesies.
8) Tingkat penguburan karbon oleh padang lamun dapat diperkirakan dari jumlah stok
karbon atas padang lamun (above ground carbon stock), dan total stok karbon
sedirnen padang lamun adalah total akumulasi karbon yang terkubur sejak pertama
kali padang Jamun mengkoloni daerah tersebut.
7
9) Pendekatan saat ini dalam mengestimasi stok padang lamun karbon adalah dengan
merata-rata nilai sampel stok karbon dan atau dengan melakukan interpolasi dan
ekstrapolasi data stok karbon pada level plot.
8
Kepulauan Karimunjawa dipilih menjadi daerah peneJitian karena mempunyai
keanekaragaman padang lamun (11 spesies) dan hutan mangrove yang tinggi (24 spesies true
mangrove, 21 spesies associate mangrove). Padang Jamun dan hutan mangrove di Kepulauan
ini masih alami, baik komposisi dan zonasinya, sehingga sangat representatif dalam mewakili
kondisi padang lamun yang rnasih asli dan mangrove aJami tipe oceanic di pulau-pulau keeil.
Padang lamun berada di perairan dangkal optis dengan substrat pasir karbonat, pasir
vulkanik, rubbles atau lumpur. Distribusi vertikal padang lamun adalah sampai dengan
kedaJaman tiga meter. Mangrove di Karirnunjawa sebagian besar terletak di selat sempit
antara Pulau Karimunjawa dan Kemujan. Formasi hutan mangrove di daerah ini sangat tebal,
dan dari eitra satelit, kedua pulau tersebut tampak terhubung disebabkan oleh hutan
mangrove tersebut. Mangrove juga dapat ditemukanfringing di sepanjang pantai bagian barat
dan utara Pulau Karimunjawa dan juga di bagian tengah selatan Pulau Kemujan. Mangrove
juga tumbuh di pulau-pulau lain seperti di Pulau Cemara Kecil, Pulau Krakal Besar, Pulau
KrakaJ Kecil, dan Pulau Sintok. Gambar 2.1 memperlihatkan lokasi daerah penelitian.
KARIMUNJAWA ISLANDS
Gambar 2.1 Daerah penelitian untuk pengembangan model penginderaan jauh untuk pemetaan stok
karbon padang lamun dan mangrove. Gambar kiri memperlihatkan lokasi Kepulauan Karimunjawa
relatifterhadap Pulau Jawa. Gambar kanan menunjukkan daerah di mana padang lamun dan
mangrove berada.
9
BAD III. KERANGKA TEORITIS
DaIam konteks adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, carbon sink aIami adalah solusi
paling optimal dalam mengurangi konsentrasi C02 di atmosfer. Carbon sink alami umurnnya
dibagi menjadi green carbon sink dan blue carbon sink. Green carbon sink merujuk: ke segala
ekosistem darat dengan kemampuan untuk menyimpan C02 dari atmosfer untuk jangka
waktu tertentu. Blue carbon sink adalah segala habitat pesisir dan laut dengan kemampuan
yang sarna dengan green carbon sink. Perbedaan utarna antara green and blue carbon sink
adalah kemampuan dalam melakukan penyerapan karbon jangka panjang melalui penguburan
karbon dalam sedimen mereka. Tingkat penguburan karbon oleh blue carbon sink mencapai
10-50 kali lebih tinggi daripada green carbon sink. ltulah alasan pcmilihan padang lamun dan
mangrove sebagai objek kajian utarna dalam penelitian ini.
Utamanya, carbon sink alarni menyerap C02 dari atmosfer melalui fotosintesis.
Kemudian, karbon anorganik yang diserap akan dikonversi menjadi karbon organik untuk
perturnbuhan biomassa. Oleh karena itu, biomasa dari carbon sink merupakan fungsi dari
stok karbon organiknya. Dikarenakan pertumbuhan satu bagian dari tanarnan proporsional
dengan bagian lain, biomassa dan stok karbon dari tanarnan berkorelasi dengan' sifat-sifat
biofisik lainnya seperti LA!, tutupan kanopi, tinggi pohon, diameter pohon, atau volume
tegakan. Khusus untuk padang lamun dan mangrove; mereka memiliki kemampuan untuk
secara signifikan menyimpan karbon di sistem bawah tanah rnereka, yaitu melalui sistem
perakaran ekstensif dan penguburan karbon dalam sedimen mereka. Kemampuan ini disebut
sekuestrasi karbon jangka panjang (long-term carbon sequestration). Karbon yang terkubur
tidak akan terganggu dan tidak akan kembali ke atrnosfer selama ratusan atau ribuan tahun.
Dalam rangka memaharni potensi padang lamun dan mangrove dalam proses adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim, mereka hams dikelola secara berkelanjutan, Langkah pertarna
untuk mengelolanya adalah dengan memaharni distribusi mereka dalam konteks spasial dan
temporal, yang saat ini masih sangat kurang, Sarana terbaik untuk mendukung aktifitas
tersebut adalah dengan menggunakan peta. .
Secara umurn, ada dua pendekatan untuk pemetaan stok karbon habitat tersebut.
Pendekatan pertarna adalah dengan menggunakan pengukuran lapangan secara langsung dan
analisis laboratoriurn. Interpolasidan ekstrapolasi sampel pada data tingkat plot digunakan
untuk proses upscaling data ke tingkat lanskap, demi mendapatkan konteks spasial dari
distribusi stok karbon. Alternatif lain adalah dengan merata-rata nilai sampel yang diukur dan
menggunakan ni1ai tersebut untuk mewakili kondisi stok karbon pada suatu wilayah. Namun,
interpolasi atau ekstrapolasi dari data lapangan dapat menghasilkan bias spasial disebabkan
oleh asurnsi bahwa distribusi stok karbon di ekosistem tersebut adalah linear. Pada
kenyataannya, distribusi stok karbon di habitat alarni tidak selalu linear. Selain itu, distribusi
sampel yang digunakan untuk interpolasi akan sangat rnenentukan kualitas peta output. Data
yang diinterpolasi atau diekstrapolasi maupun rata-rata tidak dapat memberikan gambaran
distribusi spasial stok karbon secara kontinu dalam suatu wilayah. Namun demikian, masih
mampu memberikan estimasi konservatif kasar dari stok carbon wilayah. Dalam konteks
temporal, distribusi stok karbon yang signifikan berbeda akan dapat dihasilkan untuk tiap
waktu pengukuran karena perbedaan input yang digunakan dalam proses interpolasi atau
10
ekstrapolasi. Selain itu, pengukuran lapangan yang intensif dan terlalu sering dapat
membahayakan dan merusak lingkungan, dan memakan biaya dan waktu.
Dinamika karbon beberapa green carbon sink telah berhasil dipetakan dengan
menggunakan data penginderaan jauh pada berbagai tingkat akurasi. Dinamika karbon di sini
merujuk pada NPP, OPP, dan stok carbon. Kebanyakan NPP dan OPP dimodelkan
menggunakan citra resolusi spasial rendah, sementara stok karbon dimodelkan melalui citra
pada berbagai resolusi spasial. Dalam kasus stok karbon, transformasi citra-dikombinasikan
dengan model empiris rnampu bekerja dengan baik.
Logika di balik keberhasilan pemetaan stok karbon bersandar pada asumsi yang
digunakan sebelum pemetaan terse but dilakukan. Diasumsikan bahwa reflektansi mangrove
adalah fungsi dari beberapa faktor lingkungan mangrove dan sensor. Faktor lingkungan
mencakup properti biokimia dan biofisik kanopi mangrove, background reflectance, dan
gangguan atmosfer, Faktor dari sensor utamanya adalah resolusi sensor dan gangguan sensor.
Dengan menggunakan asumsi ini, jika path radiance, background reflectance, dan gangguan
sensor dapat dikompensasi, reflektansi mangrove sepenulmyamencerminkan properti kanopi
mereka, yang menurut konsep alometrik, sebanding dan berkorelasi dengan properti biofisik
.lainnya termasuk biornassa dan karbon stok.
Pemetaan padang lamun memberikan lebih banyak kesulitan bagi penginderaan jauh.
Lokasi lamun yang beada di bawah air membutuhkan penanganan khusus agar penginderaan
jauh dapat digunakan secara efektifuntuk mengidentifikasi dan memetakan stok karbon. Pada
kenyataannya, reflektansi lamun tidak hanya fungsi dari properti biofisik dan biokimia
padang lamun tetapi juga pantulan substratnya, kolom air di atasnya, pantulan permukaan air,
indeks bias, dan path radiance. Kondisi tersebut belum dipersulit dengan keterbatasan
resolusi sensor dalam mendeteksi objek bawah air. Dapat dimengerti jika pada saat ini,
publikasi pemetaan stok karbon padang lamun masih sangat terbatas atau bahkan belum ada.
11
Singkatnya, kondisi tersebut di atas menyoroti celah pengetahuan dalam ilmu
penginderaan jauh, terutama dalam pemetaan cadangan karbon yang melibatkan padang
lamun dan mangrove. Penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon mensyaratkan agar
surnber data, definisi, metodologi dan asurnsi diuraikan dan didefinisikan dengan jelas,
sehingga perlu dikembangkan model penginderaan jauh yang dapat digunakan secara yakin
untuk pemetaan stok karbon lamun dan mangrove. Pengembangan model melibatkan
penggunaan dan adaptasi asumsi yang sudah ada, model dan met ode yang bekerja pada
pemetaan green carbon sink, identifikasi hubungan antar beberapa properti biofisik lamun
dan mangrove, penyusunan logika pemetaan stok karbon lamun dan mangrove, dan
perurnusan kerangka kerja teknis yang menyediakan prosedur pemetaan yang paling optimal.
Terakhir, informasi stok karbon padang lamun dan mangrove digabungkan dengan stok
karbon sedimen dan tanah untuk mendapatkan estimasi total stok karbon suatu wilayah.
Diagram kerangka teoritis penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.
•.......,..,....
Convertln~~tntoorganicearbon'or
-.
• 8fomu5 is fl. function 01 cation Qodr.
· BkwnaugroMhfOfabwe •• d below ground
Rernov. CO2 from atmospher. for · Pklntproperies ••.• relat.d •••ometric:aly
ph~yn~is
-
Con ••••• Inorvanic:carbonin~otganicCl!bon lIAIIlIml<A
foIbi~sliJl'OWth RemoveC02 ftom RemoveC021rom
Biomass 111M function at arbon ItDCk Dnosph_Wldwawr .tmospherefor
photos)'l"lhsis
BiomassgJtJWfl "'I,atxw.~ """"'""" Lon..-_
TfMpropertes ••.• re4-.ciIllorMtriclla, pMitosyn:hesis
Lon..-"""'"
MqUantion aveniN
...•.
agentvilewbon
bani. in Midiment burilllllnMdillWlt
""""' .....
arbon
tll'au~ rh¢ome.
tndrnassMmatt.
roots
.,......
NPfHl!DgteltOling ~
• Ubcnlory .,lIysiI triage ~
FI.t:tITlNSUftInMIfIt m.gennlfonration
· HarvMtmef'lod ElT'Qirial moder
• ""'trMmethod Anall)'liclfmodel NP!HWI!qte HOling
•.... -
• AIomMriem.'uxl SIn1lIingdesign ~.,lIysis
hWpdllticnandedraipCM"on 1'---'-'==".-------' rteklmeuUfWnerlt
• tt.vutmef1od
-~-
tnD.ttodng ('BPA • ••••.•••• method
Canapydl.-acterisics • AIon'IWIcmeflod
AIonMic •.••aIionsflip
ctl..aistic:a.,doll.-
bioph)'Sics
EnWan~ratidion
--
htarpollition andeO'apo(don
Scaled
nnMd,
<pJ.nt.,
Photoqu••.••
PhoIIO
,
~---------------
,,
..,..1tion1'tlftK:tance bttMfwtction ofv.getation biochemlc.a.l ••••d I
~~~ .~nclm.t.w.
I
+.tmospherkp-'h Gap of
NdIanCle+MflSornotM+....wrwohlilon.
', KnOwtedge
,
"
----------
Gambar 3.1 Kerangka kerja teoritis pengembanganmodelpenginderaanjauh untuk pemetaan stok
karbon padang lamun dan mangrove
12
BABIV.METODEPENELnnAN
Citra yang digunakan untuk peugernbangan model dan pemetaan padang lamun
adalah Worldview-2, ALOS AVNIR-2, ASTER VNIR, dan Landsat 5 TM, sedangkan untuk
mangrove, Landsat 7 ETM+ digunakan sebagai pengganti Landsat 5 TM. Pemilihan citra
Landsat didasarkan pada analisis data time series (10 tahun), di mana Landsat 7 ETM+
mampu mengbasilkan model yang lebih baik untuk mangrove, dan Landsat 5 TM
menghasilkan model yang lebih baik untuk padang lamun. Citra tersebut diatas dipilih karena
mereka memiliki berbagai kelebihan bagi pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove
antara lain 1) sebelumnya telah digunakan untuk pemetaan padang lamun dan mangrove, 2)
memiliki saluran spektral yang lengkap, baik untuk melakukan penetrasi tubuh air maupun
yang sensitif terhadap vegetasi, 3) citra yang berbeda-beda tersebut dapat digunakan untuk
mencakup berbagai macam kebutuhan pengguna, skala pemetaan, dan resolusi deskriptif
maksimal, yang sangat penting dalam pengembangan model pemetaan stok karbon.
Data lapangan lamun dikumpulkan melalui teknik pemanenan dan metode foto-
transek yang dimodifikasi, yaitu dengan menempatkan kuadrat berukuran I x 1 m di atas
tutupan lamun. Sarnpel sedimen juga diambil, Metode pengambilan sampel stratified random
aligned digunakan untuk mendistribusikan lokasi transek. Sampling mapping unit dibangun
dari kelas spektral padang lamun, batimetri, kerapatan padang lamun, dan variasi lanskap
pesisir. Sarnpellamun basil pemanenan and sedimen diproses di laboratorium untuk dihitung
biomasa dan stok karbonnya (Coles & Short, 2001). Sampel ini digunakan untuk
menganalisis hubungan antar properti biofisik padang lamun yaitu PC (persentase tutupan),
SD (kerapatan daun), LA!, SC (biomassa atas kering), dan AGC (stok karbon atas), baik pada
level komunitas dan spesies. Hubungan antara lamun AGC, BGC (stok karbon bawah), dan
stok karbon sedimen juga diidentifikasi, Sampel lapangan ini dibagi menjadi dua, yaitu
sampel untuk pemodelan dan uji akurasi.
Pengolahan citra digital untuk pemetaan stok karbon padang lamun meliputi koreksi
citra, masking citra, transformasi citra, klasifikasi citra, dan pemodelan citra.
• Nilai DN dikonversi menjadi spektral radiansi dan TOA reflektansi. Setelah itu,
koreksi atinosfer dilakukan untuk menghilangkan path radiance. Pantulan specular
berupa sunglint dihilangkan menggunakan band inframerah berdasarkan metode yang
dikembangkan oleh Hedley et al. (2005). Pengaruh kolom air dinorrnalisasi
menggunakan Depth Invariant Index bottom (DII) (Lyzenga, 1978) dan Inverse
Model (1M) (Wicaksono & Hafizt, 2013). Koreksi geometrik hanya diterapkan pada
ALOS, ASTER, dan Landsat 5 TM. Inforrnasi GCP untuk koreksi geometrik diambil
13
dari citra Worldview-2. Proses koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan
transformasi polinomial orde dua dan metode resampling nearest neigbour.
• Seagrass mask dibuat melalui interpretasi visual pada citra komposit warna asli untuk
masing-masing citra.
• Transformasi Principle Component Analysis (PCA) dijalankan pada setiap citra
dengan tidak melibatkan piksel selain lamun. Tujuannya adalah untuk
memaksimalkan variasi informasi yang terkandung oleh piksel-piksel lamun.
Transformasi PCA dijalankan pada band deglint, DII, dan band 1M. Band PC ini juga
digunakan sebagai input dalam pemodelan empiris properti biofisik lamun.
• Pemodelan dan pemetaan stok karbon dan properti biofisik padang lamun dilakukan
pada tingkat komunitas dan spesies. Pada pemetaan di tingkat spesies, peta komposisi
spesies lamun spesies dibuat terlebih dahulu. Peta spesies lamun dibuat dengan
menggunakan klasifikasi digital per-pixel. Masukan untuk klasifikasi adalah band
deglint, DII, band 1M, band DII-PC, dan band 1M-PC.
• Analisis regresi digunakan untuk pemodelan penginderaan jauh semi empiris stok
karbon padang !amun dan properti biofisik lainnya.
Diagram alir penelitian untuk pemetaan stok karbon padang lamun ditarnpilkan pada
Gambar 4.1.· . ~ .
14
Remote Sens"g Data:
WorIdview-2
ALOSAVNIR-2
ASTERVNlR
Urdsal5T~
SarrpingMelhod I
I GeometricCooec1ion I
1
Sal11llelocatioo I AtrmsphericCorrection I
1 1
Seagrass Fiekf
1
Survey I
1 S,ngin'i"action
~
,-----
---'1
~:~~~-r-
l -r ~~
Seagrass FiekJ Da~a I
I--~
I __ I ~.- I
j I SeagrassSpeciesMap I
I ElrjIiricaiModei
I Aa:uracy Assessmenl I
I
--------
AICOllll1lJnilyLevei IC::~A~IS~peae;'~sL~evel~:::Jc-------~
I
1 1
Aexuracy Assessmeni I
~--~~~~ I ---~~~~~
I I
ISeagrassCarbonSIDck
MapAtConmunlty level
SeagrassCarbonSIock
MapAt Species level
Gambar 4.1 Diagram alir pemetaan stok karbon padang lamun menggunakan penginderaan jauh
15
4.3.2 Pengolahan Citra untuk Pemetaan Stok Karbon Mangrove
Pengolahan citra untuk pemetaan stok karbon mangrove meliputi koreksi citra,
masking citra, transformasi citra, klasifikasi citra, dan pemodelan citra,
SarnpeJ mangrove yang tidak digunakan dalam pembuatan model stok karbon
digunakan untuk menguji akurasi peta stok karbon yang dihasilkan. SE dan akurasi relatif
dari SE ke dataset digunakan untuk mengukur kesalahan prediksi dan akurasi dari pemodelan
dan pemetaan mangrove AGC, BGC, dan stok karbon sedimen.
Diagram alir penelitian untuk pemetaan stok karbon mangrove ditarnpilkan pada
Gambar4.2
16
Accuracy Assessment
Gambar 4.2 Diagram alir pemetaan stok karbon mangrove menggunakan penginderaanjauh
17
BAB V. PENYUSUNAN MODEL PENGINDERAAN JAUH UNTUK rEMET AAN
KARBONSTOK
Model pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove di formulasikan setelah
logika pemetaan stok karbon dibangun, dan pemetaan dilakukan dengan berbagai jenis citra,
properti biofisik padang lamun dan mangrove, dan teknik pengolahan citra digital. Sehingga,
akurasi dari tiap peta karbon stok yang dihasilkan dapat digabungkan dengan citra, variabel
lapangan, dan proses pengolahan citra yang bersangkutan. Model penginderaan jauh untuk
pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove mencakup logika dan kerangka kerja
teknis pemetaan. Logika pemetaan menjelaskan alasan di balik kemampuan data
penginderaan jauh dalam menjelaskan variasi stok karbon lamun dan mangrove. Kerangka
tersebut meliputi pemilihan citra satelit yang sesuai, asurnsi dan keterbatasan, prosedur
pengolahan citra yang paling optimal, prosedur survei lapangan yang efisien, dan akurasi
pemetaan yang diharapkan.
Sangat penting untuk mengembangkan model penginderaan jauh yang efektif untuk
menjelaskan variasi stok karbon padang lamun dan mangrove. Hal ini terkait dengan
kemudahan penerapan dan user-friendliness. Dengan demikian, efisiensi biaya dan waktu,
kesulitan pemetaan, kisaran akurasi yang diharapkan, cakupan wilayah, tingkat presisi
pemetaan dan skala peta, ketersediaan data, dan kemudahan penerapannya, dipertimbangkan
secara cermat dalam pengembangan model. Model pemetaan yang paling cfektif adalah yang
membutuhkan paling sedikit sumberdaya pemetaan namun mampu menghasilkan akurasi
yang lebih tinggi, pada suatu skala pemetaan tertentu. Meskipun akan ada trade-off antara
ketersediaan sumber daya dan akurasi yang diperoleh, model yang paling efektif berusaha
untuk menemukan keseimbangan antara keduanya. Model ini juga harus dapat diterapkan
secara luas, diulang secara konsisten, dan user-friendly karena ada kemungkinan bahwa
model yang menghasilkan akurasi tertinggi mensyaratkan proses pengolahan yang sangat
. rumit, dataset yang mahal, dan hanya mencakup wilayah kecil.-Berikut adalah beberapa
pertimbangan dalam pengembangan model penginderaan jauh yang efektif untuk pemetaan
stok karbon padang lamun dan mangrove.
18
Transformasi tersebut memerlukan data lapangan untuk mengkalibrasi nilai piksel mereka
menjadi stok karbon atau informasi properti biofisik padang lamun dan mangrove lainnya.
Oleh karena itu, survei lapangan dan teknik pengukuran sampel yang efisien juga
dimasukkan dalam model. Metode survei lapangan sebaiknya non-destruktif aman, cepat,
representatif, mampu mengumpulkan lebih banyak data dalam waktu yang singkat, dan dapat
diintegrasikan dengan data penginderaan jauh.
Terakhir, model untuk pemetaan stok karbon disesuaikan dengan skala peta yang
tepat. Hal ini terkait dengan resolusi deskriptif maksimum setiap data dan prosedur
pengolahan citra dalam model tersebut. Skala peta menentukan detail dari informasi yang
dapat disajikan dalam peta serta luas satuan minimum yang boleh muncul sebagai informasi
individu. Pemilihan skala peta mengikuti PP No, 812013. Penggunaan skala peta sebagaimana
tercanturn dalam PP No 812013 akan membuat peta stok karbon yang dihasilkan dapat
diintegrasikan dengan data spasial lain untuk tujuan pemetaan yang lebih komprebensif.
Ilustrasi konseptual pengembangan model dan kerangka kerja penginderaan jauh untuk
pemetaan stok karbon ditampilkan pada Gambar 5.1.
Environmental restriction
/' "'~~=~;~:i~"""""""""'*"""';i:=:;~:;~~'"
·Data availabili1y
_\, ·Image transfonnations
·Cost-effectiveness ·Image modeling
19
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN:
PEMET AAN STOK KARBON PADANG LAMUN
Ada hubungan yang kuat antara lamun AGC dan BGC, terutarna pada level
komunitas. Oleh karena itu, lamun BGC dapat diprediksi dari AGC. Disarankan untuk
memprediksi BGC pada tingkat komunitas karena matte aktual jauh lebih luas daripada
lamun yang terlihat diatas permukaan. Pertumbuhan vegetatif utama Jamun ada di bawah
tanah dan bahkan di daerah tanpa lamun, sedimennya dapat berisi rhizorna dan akar lamun
yang sangat melimpah. Dengan demikian, estimasi BGC dari AGC sangat konservatif.
Jumlah BGC yang sebenarnya jauh lebih besar dari jumlah yang diperkirakan dari AGC.
Estimasi di tingkat komunitas mampu secara parsial mengakomodasi masalah ini.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamun AGC, BGC dan stok karbon
sedimen. Stok karbon sedimen tidak hanya fungsi dari AGC aktual dan BGC, tetapi juga
jumlah total karbon organik yang terkubur sejak pertarna kali lamun mengkoloni wilayah,
kedaJarnan sedimen, danjenis sedimen.
Pemetaan kornposisi spesies padang lamun hanya dilakukan pada citra Worldview-2.
Dikarenakan kondisi lingkungan padang lamun di daerah penelitian, ALOS, ASTER, dan
Landsat 5 TM tidak dapat digunakan untuk melakukan pemetaan spesies lamun. Skerna
kJasifikasi untuk pemetaan komposisi spesies dibangun berdasarkan variasi lifeform lamun,
yang mengontrol interaksi dengan downwelling irradiances. Ada tiga kelas komposisi lamun
yaitu Ea, ThCr dan Ea+. Kelas Ea didominasi oleh lamun yang tumbuh memanjang secara
vertikal dalam kolom air, seperti Enhalus acoroides. Kelas ThCr terdiri dari spesies yang
tumbuh di bawah, seperti Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata. Kelas Ea+ adalah
kombinasi dari lamun di kelas Ea dan ThCr. Peta komposisi spesies padang lamun dengan
akurasi tertinggi dihasilkan dari band DII-PC dengan akurasi keseluruhan 51,85%. Karena
sampel Ea+ memiliki kerapatan yang lebih tinggi, kelas ini memiliki user dan producer
accuracy tertinggi. Peta kornposisi spesies ini digunakan untuk membantu pemetaan AGC
lamun pada tingkat spesies.
20
6.3 Pemetaan Stok Karbon Padang Lamun
Penginderaan jauh dapat digunakan untuk rnemetakan properti biofisik padang lamun
tennasuk AGe, baik pada level komunitas dan spesies. Akurasi dari Worlview-2, ALOS,
ASTER, dan Landsat 5 TM hampir mirip, yang ditunjukkan oleh hampir seragamnya pola
distribusi AGC lamun pada peta yang dihasilkan. Perbedaan utama adalah tingkat presisi
infonnasi yang dapat disajikan, dirnana tiap citra tersebut ditujukan untuk detil pemetaan
yang berbeda. Meskipun secara statistik dimungkinkan, peta stok karbon pada level spesies
tidak dapat dihasilkan dari ALOS, ASTER, dan Landsat 5 TM karena resolusi spasial mereka
terlalu kasar untuk identifikasi spesies rnaupun lifeform pada padang lamun yang sempit di
daerah penelitian.
Tabel 6.1 dan Tabel 6.2 menunjukkan resume pemetaan properti biofisik padang
lamun dengan menggunakan penginderaan jauh. Jelas bahwa dengan meningkatnya
kornpleksitas pemetaan, akurasi akan semakin menurun. PC lamun berhasil dipetakan pada
akurasi yang lebih tinggi. LA! dan SC dipetakan pada akurasi yang sama karena mereka
merepresentasikan satu sarna lain, namun tetap pada akurasi yang lebih rendah dari PC. AGC
padang lamun dipetakan pada akurasi terendah.
Tabel6.1 Resume basil uji akurasi pemetaan properti biofisik padang lamun
Akurasi(%)
Properti
No Citra Level Presisi
Biofisik Level Spesies
Komunitas
Worldview-2 63,14 - 63,67 58,43 - 81,83 4m
Persentase ALOS AVNIR-2 61,55 - 63,22 52,84 - 79,55 100 m'
I
tutupan ASTER VN1R 6085 -61,67 53,02 - 81,65 225 m'
Landsat TMlETM+ 59,01 - 60,69 50,43 - 82,34 900m'
Worldview-2 56,61 - 58,26 44,78-75,4 4m'
ALOS AVN1R-2 52,52 - 62,18 33,33 - 73,73 100m'
2 LAl
ASTERVN1R 56,-t2 - 59,57 39,45 - 75,62 225m'
Landsat TMlETM+ 54,87 - 57,49 41,4-73,54 900m
Worldview-2 56,46 - 58,54 47,88 - 75,47 4m'
Biomassa atas ALOS AVN1R-2 52,84 - 62,05 37,53 - 74,31 100m'
3
(kering) ASTERVN1R 56,15 - 59,39 42,81 - 75,91 225m'
Landsat TMlETM+ 54,95 - 57,62 43,83 - 73,89 900m'
Worldview-2 41,97 -49,23 53,25 - 71,64 4m'
AGC(stok ALOS AVN1R-2 38,74-47,24 46,35 - 73,66 100m'
4
karbon atas) ASTER VN1R 43,13 - 44,88 50,32 -74,4 225m'
Landsat TMlETM+ 41,9-46,25 48,25 - 71,29 900m'
21
karena sampe\ pemodelannya memiliki kerapatan yang tinggi, dan kelas spesies campuran
Ther dipetakan pada akurasi yang terendah.
BGe padang lamun dapat dipetakan dari penginderaan jauh karena adanya hubungan
yang baik antara lamun BGe dan AGe, terutama di tingkat komunitas. Oleh karena itu,
keakuratan pemetaan lamun BGe relatif sarna dengan AGe. Pemetaan lamun BGe hanya
memungkinkan dilakukan pada tingkat komunitas karena matte lamun sang at kompleks.
Analisis di tingkat spesies sangat sulit dilakukan karena rhizoma dan sistem perakaran
berbagai macam spesies lamun dapat saling tumpang tindih.
Stok karbon sedimen dapat langsung dimodelkan dari penginderaan jauh karena setiap
piksel lamun mengandung reflektansi tarnbahan dari background sedimen. Data resolusi
spasial yang lebih rendah yaitu ALOS, ASTER, memberikan hubungan yang lebih baik
dengan stok karbon sedimen padang lamun karena tiap pikselnya mengandung lebih banyak
reflektansi sedimen. Pada citra resolusi spasial tinggi yaitu Worldview-2, sebagian besar
pikse\ lamun hanya mengandung reflektansi lamun, sehingga kontribusi pantulan background
sangat rendah. Landsat 5 1M gaga! memodelkan stok karbon sedimen karena terlalu banyak
variasi lain yang mempengaruhi hubungan antara nilai pikse\ Landsat dan stok karbon
sedimen.
Tabel6.2 Resume uji akurasi untuk pemetaan BGC padang lamun dan stok karbon sedimen
Properti
No Citra Akurasi(%) Presisi
Biofisik
Worldview-2 ± 52,94 4m'
BGC (stok ALaS A VNIR-2 ± 55,64 100m'
I
karbon bawah) ASTER VNIR ± 54,05 225 mZ
Landsat TMlE1M+ ±49,96 900m'
Worldview-2 7522-75,3 4m
Stokkarbon ALaS A VNIR-2 ± 82,54 100m'
2
sedimen ASTER VNIR
~ 80,85-92,9 225 mZ
Landsat TMlE1M+ - 90001'
Peta stok karbon padang lamun berhasil dibuat pada berbagai tingkat presisr
pemetaan, sehingga total AGe, BGe, dan stok karbon sedimen di padang lamun Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan dapat diestimasi (Tabel 6.3 dan Tabel 6.4). Peta stok
karbon padang lamun dapat dilihat pada Lampiran 1.
No hnaj1;e Total AGC (ton C) Mean AGC (kJ1;C/pixel) Mean AGC (kl/: C/m')
I Worldview-2 11,029 0,04 001
2 ALaS 12705 101 0,0104
3 ASTER 13612 219 0,00976
4 Landsat51M 15,581 8,69 0,00966
22
Tabel 6.4 Jumlah total BGC lamun dan stok karbon sedimen di Pulau Karimunjawa dan Kemujan
diestimasi dari penginderaanjauh
LamunBGC
No Citra Total BGC (IOn C) Rerata BGC (kg C!pixel) Rerata BGC (kg C/m')
I Worldview-2 121,88 0,45 0,112
2 ALOS 139,137 11,46 0,114
3 ASTER 150,356 24,24 0,107
4 LandsatTM 174,89 97,59 0,108
Stok Karbon Sedimen
No Citra Total BGC (ton C) Rerata BGC (kg C/pixel) Rerata BGC (kg C/m')
I Worldview-2 175,02 0,638 0,159
2 ALOS 222,446 20,96 0,209
3 ASTER 432,432 76,71 0,34
4 Landsat 5 TM - - -
Ketersediaan peta stok karbon padang lamun bermanfaat untuk mendukung berbagai
kegiatan pengelolaan seperti penentuan kawasan lindung, menyediakan baseline untuk
inventarisasi sumber daya alam, dan mengevaluasi dampak pengelolaan di wilayah pesisir
dan pulau-pulau keeil. Menggunakan peta ini, stok karbon lamun dapat ..diperkirakan, dan
dengan demikian, menyediakan bukti kuantitatif padang lamun sebagai blue carbon sink.
Diharapkan, padang lamun akan menerirna lebih banyak kredit dan perlindungan. Peta dan
model pemetaan stok karbon lamun akan sangat membantu proses review, irnplementasi dan
pengembangan Kepmen No. 200/2004 tentang status padang lamun, UU No. 4/2011 tentang
SNI untuk pemetaan padang lamun dalam konteks IGT, dan UU No. 27/2007 dan UU
No. 112014tentang pengelolaan pulau kecil dan wilayah pesisir.
23
BAB vn, HASIL DAN PEMBAHASAN:
PEMETAAN STOK KARBON MANGROVE
Selama survei lapangan, 40 sarnpel mangrove yang terdistribusi spasial dengan baik
berhasil dipero!eh. 25 sarnpel digunakan untuk membangun model stok karbon mangrove dan
15 sarnpel digunakan untuk melakukan uji akurasi. Dalam perhitungan persamaan alometrik
biornassa, empat spesies diukur dengan menggunakan persamaan spesies-spesifik. Spesies ini
adalah Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizopora
apiculata dan Rhizopora stylosa. Biomassa dari spesies mangrove lainnya dihitung melalui
persamaan alometrik umum (Komiyama et al. 2005). Khusus untuk Rhizopora apiculata,
biomassa prop roots juga diukur dan ditambahkan dengan nilai BGB. Terakhir, stok karbon
masing-masing tegakan mangrove dijumJahkan untuk memperoleh total AGC dan BGC
mangrove pada setiap lokasi sampel.
Stok karbon tanah diukur di laboratorium. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
mangrove AGC dan BGC dengan stok karbon tanah dibawahnya. Stok karbon tanah memiliki
hubungan yang baik dengan kedalaman tanah dan jarak dari garis pantai. Namun, dua faktor
ini tidak dapat sepenuhnya menjelaskan distribusi spasial stok karbon mangrove tanah. Total
stok karbon tanah mungkin juga fungsi dari ketebalan tanah ke material dasar, umur tallith,
umur hutan, jenis material dasar, variasi antar spesies dalam tingkat perpindaban karbon
organik ke bawah tanah, danjenis tanah. Faktor-faktor ini tidak dapat diukur secara langsung
dengan menggunakan kondisi biomassa mangrove.
Penginderaan jauh berhasil digunakan untuk memetakan mangrove AGC dan BGC
(Tabel 7.1). Namun, pemetaan pada tingkat spesies tidak memungkinkan karena
kompleksitas komposisi spesies mangrove di daerah penelitian. HanyaALOS dan Landsat
ETM+ yang berhasil mernodelkan mangrove AGC dan BGC. Worldview-2 tidak dapat
digunakan untuk melakukan pemetaan karena ukuran piksel nya sub-kanopi mangrove.
Proses resampling ukuran piksel Worldview-2 ke resolusi spasial yang lebih rend all tidak
berhasil meningkatkan kualitas model dari Worldview-2. ASTER gagal memodelkan
mangrove AGC dan BGC, tetapi berhasil dalam pemodelan stok karbon tanah. Citra ASTER
juga tidak berhasil digunakan untuk pemodelan biomassa dan stok karbon hutan
(Bajracharya, 2008). Hasil pemode1an dari ASTER tersebut menunjukkan tidak konsistennya
kualitas dan integritas radiometrik dari data ASTER. ALOS menghasilkan peta mangrove
AGC dan BGC yang paling akurat. Dinilai dari skala peta yang efektif dan tingkat kedetilan
informasi yang dapat disajikan oleh masing-rnasing citra, kinerja masing-masing citra sarna
baiknya dan pola distribusi stok karbon yang dihasilkan oleh kedua citra tersebut relatif
identik.
Input yang paling efektif untuk pemetaan stok karbon mangrove adalah indeks
vegetasi, terutama DVI. DVi adalah indeks vegetasi yang paling sederhana, yang hanya
membutuhkan saluran merah dan inframerah dekat. Kinerja DVi untuk memetakan mangrove
24
AGC dan BGC konsisten di pada berbagai citra dan level radiornetrik. Band PC berada di
urutan kedua karena cepat untuk diperoleh, dan input dari transformasi tersebut hanya
statistik dari citra itu sendiri, Selain itu, band PC dapat digunakan memodelkan dan peta stok
karbon tanah, dimana semua indeks vegetasi gagaL LSU dan SAM merupakan yang paling
tidak efektif karena prosesnya membutuhkan sumberdaya yang lebih banyak dibanding
indeks vegetasi dan PCA. Akurasi peta stok mangrove karbon yang berasal dari LSU dan
SAM juga lebih rendah dibandingkan dengan dua input yang lain.
Stok karbon tanah di hutan mangrove dapat dimodelkan dari penginderaan jauh pasif
secara langsung. Hal ini dikarenakan reflektansi mangrove utamanya adalah fungsi dari
kanopi mangrove dan material background yaitu tanah, sehingga resolusi spasial sedang
mampu bekerja dengan lebih baik --dimana ukuran piksel masih mengandung reflektansi
tanah-- dan menggarisbawahi bahwa variasi stok karbon tanah lebih pada level area atau
lanskap, PantuIan background tanah ini dapat dideteksi oleh band-band PC dan citra fraksi
tanah basil analisis LSU. PCA berhasil menonjolkan inforrnasi stok karbon tanah ketika
transformasi dilakukan pada tingkat mangrove. Sebagai hasilnya, informasi PC band
terkonsentrasi untukmenjelaskan variasi kondisi dan karakteristik mangrove, namun tidak
menekan inforrnasi lainnya. Sebaliknya, informasi non-mangrove, seperti variasi kondisi
background tanah, dimasukkan ke daIam band-band PC akhir atau pada band PC di mana
eigenvektor-nya memiliki arah yang berlawanan dengan informasi yang paling umum di data
space, yaitu mangrove. Kedalaman 10 em diduga sebagai jangkauan deteksi optimal untuk
penginderaan jauh pasif dalam mengidentifikasi karakteristik tanah.
3 Tanah
ALOSAVNIR-2 - 100m<
ASTER VNIR 69.21 - 81.83 225m<
Landsat 7 ETM+ 78.85 -82.5 900m<
Estimasi total stok karbon mangrove di Pulau Karimunjawa dan Kemujan pulau dapat
diperoleh dari peta stok karbon yang dihasilkan (Tabel 7.2). Estimasi total stok karbon
mangrove dari Landsat sedikit lebih rendah dibandingkan dari ALOS dikarenakan resolusi
spasiainya kurang presisi, Penelitian ini menunjukkan bahwa mangrove di Karimunjawa dan
Kemujan Pulau menyimpan stok karbon biru daIam jurnlah besar dan karenanya harus
dilindungi, Secara potensial, terdapat sekitar 120.546 ton C dari tegakan mangrove di kedua
Pulau ini dan bila dikombinasikan dengan data stok karbon tanah hingga kedalaman 30 em,
jumlah total stok karbon hutan mangrove diperkirakan mencapai sekitar 181.192 ton.
25
Pengrusakan ekosistem ini berpotensi akan melepaskan CO2 ke atmosfer dalam jumlah yang
sangat besar, dan karenanya, akan meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca serta
mengintensifkan perubahan iklim. Peta stok karbon mangrove dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabe17.2 Stok karbon mangrove hasil estirnasi dari penginderaanjauh. Inforrnasi stok karbon tanah
dari citra Landsat 7 ETM+ hanya sampai kedalaman 15 em
Peta stok ~bon mangrove sangat berguna untuk mendukung berbagai kegiatan
pengelolaan pesisir dan pulau-puJau kecil seperti halnya peta stok karbon padang lamun. Dari
model dan peta yang dihasilkan, stok karbon mangrove dapat diprediksi. Dengan demikian,
dapat memberikan dan meningkatkan bukti kuantitatif bagi mangrove sebagai blue carbon
sink. Diharapkan, mangrove akan menerirna kredit dan perlindungan yang seharusnya Peta
dan model pemetaan stok mangrove karbon juga akan sangat mendukung proses review dan
pengembangan SNI pemetaan mangrove dalam konteks lOT serta pelaksanaan dan
peningkatan Kepmen No. 20112004 tentang status hutan mangrove dan UU No. 27/2007 dan
UU No. 112014 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-puJau keeil.
26
BAD VIII. MODEL PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMETAAN STOK KARBON
PADANG LAMUN DAN HUTAN MANGROVE
Berdasarkan hasil pemetaan stok karbon padang lamun dan hutan mangrove pada
bab-bab sebelumnya, model penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon padang lamun
dan hutan mangrove berhasil dikembangkan. Model penginderaan jauh yang dikembangkan
terdiri dari tiga komponen utama yaitu: (1) logical framework (kerangka kerja logis), yang
menjelaskan dasar logika dan fundamental dibalik kemampuan penginderaanjauh dalam
mendeteksi dan menje1askan variasi stok karbon padang lamun dan hutan mangrove, (2)
technical framework (kerangka kerja teknis), yang mencakup pemilihan data input yang
paling sesuai dan efektif untuk tiap skala pemetaan, asumsi, pertimbangan dan keterbatasan
dalam proses pemetaan, dan metode untuk pemetaan stok karbon padang lamun dan hutan
mangrove, dan (3) model penginderaan jauh untuk pemetaan padang lamun dan hutan
mangrove beserta rentang akurasi pemetaan yang dapat diperoleh jika model tersebut
digunakan.
Logika di balik kemampuan data penginderaan jauh untuk memetakan lamun AGC
bergantung pada hubungan berantai antara reflecting tissue lamun dan downwelling
irradiances, terutama dengan panjang gelombang tampak. Energi yang jatuh ke lamun akan
ada yang dipantulkan, ditransmisikan atau diserap oleh jaringan lamun, sehingga
menghasilkan respon spektral yang unik untuk jenis dan karakteristik lamun tertentu.
Singkatnya, pantulan spektral dari suatu padang lamun merepresentasikan karakteristik
biofisiknya yang unik, termasuk AGC.
Hubungan antara reflektansi lamun dan AGC adalah yang terendah jika dibandingkan
dengan properti biofisik lainnya. Hal ini dapat dipahami karena hubungan antara LA! dan
AGC Iebih rendah dibanding dengan SC. Hanya sekitar 60% dari variasi AGC lamun dapat
dijelaskan oleh LA! sendiri, Sisanya adalah fungsi dari variasi spesies, tingkat produksi
primer, dan kepadatan stok karbon dalam jaringan lamun. Ketika variasi spesies
dinormalisasi, LA! dapat menje1askan lebih dari 80% dari variasi lamun AGe. Reflektansi
lamun hanya mampu menjelaskan kurang dari 40% dari variasi lamun AGC, yang tidak
hanya fungsi hubungannya dengan LA!, tetapijuga fungsi dari resolusi spektral, spasial, dan
radiometrik citra.
Hubungan antara reflektansi lamun dan BGC adalah fungsi dari AGe. Seagrass BGC
proporsional dengan bagian atasnya, dan dengan demikian jumlah BGe dapat diprediksi dari
AGC dan penginderaan jauh. Variasi stok karbon sedimen dapat dijelaskan dari panjang
gelombang penginderaan jauh karena pikse1 lamun masih mengandung reflektansi
background sedimen. Tambahan reflektansi dari background sedimen memberikan informasi
tentang karakteristik sedimen tersebut, termasuk variasi stok karbon sedimennya.
27
-----------------------------,
Spedescompositlon
I Perceetcceer
Piamentation
_Spatial
resokltioa
"--------'
H ~
_leafl~yerin!
~:::~tial ~rnnaement
-Tcmporalresolutioo
Rate of photosynthesis
,----------------------------- ---,
Above &round biomus 1::, Dialtllli image processina 1::,
I~ correction: Radiometric
:------------------------------.!
Gambar 8.1 Kerangka kerja logis pemetaan stok karbon padang lamun
8.2.1 Input
Input citra penginderaan jauh untuk pemetaan stok padang lamun karbon adalah
segala citra dengan saluran tampak, yang diperlukan untuk menembus tubuh air. Citra dengan
resolusi spektral yang lebih tinggi dianjurkan. Resolusi spasial yang berbeda
merepresentasikan detil pemetaan yang berbeda dan dimaksudkan untuk skala pemetaan
tertentu.
Data lapangan yang dibutuhkan untuk rnemetakan stok karbon padang lamun
dikumpuJkan melalui teknik pemanenan dan foto-transek yang dimodifikasi. Sampel yang
dipanen digunakan untuk membangun hubungan antar properti biofisik lamun, yaitu PC, LA!,
SC, AGC, dan BGC. Pengukuran properti ini dilakukan di laboratorium. SarnpeJ foto-transek
digunakan trntuk pembuatan model stok karbon dan uji akurasi. Sampellamun PC dari foto-
transek dikonversi menjadi AGC dengan menggunakan hubungan yang dibangun dari analisis
sampel basil panen. Sampel sedimen juga dikumpulkan untuk memahami hubungan antara
lamun AGC, BGC, dan stok karbon sedimen sebelum melakukan pemetaan. Stok karbon
sedirnen padang lamun diukur di laboratorium.
Untuk mendistribusikan lokasi sampel dan transek secara spasiai, dan untuk
mendapatkan sampel yang representatif yang dapat mencakup variasi stok karbon lamun di
daerah penelitian, sampling mapping unit yang terdiri dari beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi lamun perlu dibangun. Stratified random
sampling aligned digunakan untuk menentukan lokasi pengambilan sampeJ berdasarkan
sampling mapping unit yang dihasilkan.
28
-------------------------------,
Spec;escomposition
I Peruntcover
_Spatial
resolution
_t.ufinternill
:-;;::::====:;-1 ~atercoJumn
_SpectRlresointioa
aUCZluation
struct ..•.e _Radiometricresolutioa
H _leaflayerin!
coefflClmt(kj
_Waterquality(rv) _Temporalresolutioo
_Waterdepth(:r:)
:,1:,' ,--~~_:~_":'_P~_·~_·__,'''rn-
••-,",-n-t_--, _Specularreflection (n)
_Refraction mdex
Rate of photosynthesis
,----------------------------- ---.
Digital imille processinl
Above .round biomass
ImiIle correction: Geometric
Below around biomass
~ Detonnin"",-",mi
:====:lC:==~i+L
Above cround carbon stock
e~riaimodel
H
~,:i,':::,
Imqe correction: Radiometric
'
lmace transformation
Bekrwcround arbon stock
:------------------------------.!
Gambar 8.1 Kerangka kerja logis pemetaan stok karbon padang lamun
8,2.1 Input
Input citra penginderaan jauh untuk pemetaan stok padang lamun karbon adalah
segala citra dengan saluran tampak, yang diperlukan untuk menembus tubuh air. Citra dengan
resolusi spektral yang lebih tinggi dianjurkan. Resolusi spasial yang berbeda
nierepresentasikan deti! pemetaan yang berbeda dan dimaksudkan untuk skala pemetaan
tertentu.
Data lapangan yang dibutuhkan untuk memetakan stok karbon padang lamun
dikumpulkan melalui teknik pemanenan dan foto-transek yang dimodifikasi. Sampel yang
dipanen digunakan untuk membangun hubungan antar properti biofisik lamun, yaitu PC, LA!,
SC, AGC, dan BGC. Pengukuran properti ini dilakukan di laboratorium. Sampel foto-transek
digunakan untuk pembuatan model stok karbon dan uji akurasi. Sampel lamun PC dari foto-
transek dikonversi menjadi AGC dengan menggunakan hubungan yang dibangun dari analisis
sampel basil panen. Sarnpel sedimen juga dikumpulkan untuk mernahami hubungan antara
lamun AGC, BGC, dan stok karbon sedimen sebelum melakukan pemetaan. Stok karbon
sedimen padang lamun diukur di laboratorium.
Untuk mendistribusikan lokasi sampel dan transek secara spasial, dan untuk
mendapatkan sampel yang representatif yang dapat mencakup variasi stok karbon lamun di
daerah penelitian, sampling mapping unit yang terdiri dari beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi lamun perlu dibangun. Stratified random
sampling aligned digunakan untuk menentukan lokasi pengambilan sampel berdasarkan
sampling mapping unit yang dihasilkan.
28
8.2.2 Pemetaan Stok Karbon Padang Lamun
Koreksi geometrik dan atmosfer dilakukan sebelum pemetaan. Koreksi sung/int dan
kolom air juga direkomendasikan ketika data yang dibutuhkan tersedia. Stok karbon Iamun
dan sedirnen dimodelkan melalui pemodelan semi empiris. Pemetaan lamun AGC dapat
dilakukan pada level komunitas maupnn spesies. Pemetaan lamun AGC pada tingkat spesies
mensyaratkan peta komposisi spesies dibuat terlebih dahulu, yang dapat dilakukan melalui
klasifikasi per-piksel atau segmentasi citra. BGC dan stok karbon sedirnen lebih baik
dirnodelkan pada tingkat komunitas. Analisis regresi linier digunakan untuk melakukan
prediksi. Regresi linier lebih dianjurkan karena memberikan akurasi yang lebih tinggi, SE
yang lebih rendah, serta mewakili variasi populasi lebih baik dibandingkan dengan model
lainnya seperti eksponen, logaritma, dU.
Input yang paling efektif untuk pemodelan stok karbon lamun AGC, BGC, dan
sedirnen adalah band PC. Transformasi PCA tidak memerlukan data dan input yang harus
diturunkan secara empiris. Input untuk menjalankan PCA adalah statistik dari pada citra itu
sendiri, oleh karena itu, mampu merninimalkan perambatan kesalahan yang disebabkan oleh
subjektivitas interpreter clan pemodelan empiris, seperti yang terjadi pada proses koreksi
kolom air yaitu DII dan IM. PCA dapat dilakukan oleh berbagai jenis pengguna, terutarna
oleh mereka yang memiliki sumber daya pemetaan yang terbatas. Band PC memberikan
akurasi yang lebih baik dari band-band deglint dan sebanding dengan DII dan IM band.
Ketika diterapkan pada DII atau IM band, band PC rnampu memberikan akurasi yang lebih
baik lagi. Selain itu, dianjurkan untuk menjalankan PCA dengan hanya pada piksel-piksel
lamun. Mayoritas peta lamun AGC terbaik berasal dari band-band PC. Untuk Worldview-2,
yang peta Iamun AGC terbaik berasal dari IM-PC2, untuk ALOS diperoleh dari IM-PCI,
untuk ASTER diproduksi oleh PCI, dan untuk Landsat 5TM berasal dari DIIl2. Band PC
juga merupakan input yang lebih baik untuk pemetaan stok karbon sedirnen. Gambar 8.2 dan
Gambar 8.3 dapat digunakan sebagai pedoman dalam pemilihan input pemodelan. Garis
horizontal mewakili akurasi band deg/int. Nilai-nilai positif menggambarkan peningkatan
akurasi dan sebaliknya.
Woddview-2 ALOS
8 14
6 12
i: i: 10
:
j
'6
4
2
0
.81
.81+ ~!
;;
8
6
4
.81
.81+
.~
2
ia iil
..
.ThCr 0 .ThCr
·2
.Comnunly ·2
ii ii -4
~ ~
0egIilt IJil 1M PC DlI-PC IM-PC Degilt 011 1M PC DlI-PCIM-PC
29
ASTER landsatSTM
6 6
5 4
l 4 l
j 2
1
3
oEo oEo
2 0
1
0
oE e- i -2
oE ••
i -1 oThCr ie -4 oThCr
j -2
-3
oConm.oiy
ii -s oConm.oiy
-4 -8
DegI;,t 011 1M PC DlI-PC IM-I'C Degrnt D!I 1M PC OIl-PC IM-Pe
Gambar 8.2 Perbandingan akurasi pemetaan lamun AGC dengan menggunakan berbagai input Grafik
ini juga merepresentasikan kinerja setiap input dalam pemetaan lamun BGC
i::
i j
il
0.4
"0.2
ii 0 I----~-~-~~~-~~
DegInt Dli 1M PC DIH'C tr.I-PC DegInt DII 1M PC DIH'C I\A-PC
Gambar 8.3 Perbandingan akurasi pemetaan stok karbon sedimen padang lamun dengan
menggunakan berbagai input. Untuk Landsat, tidak ada band yang mampu memodelkan stok karbon
sedimen padang lamun.
30
MODELING AND MAPPING METHODS
INPUT PATA AND
,------------- •... CONSIDERATION ~------------------------- Q!l[f!1!
Seagrass Carbon I' RldlpmetrteeprrutiP"'
,
I Water p.netraUOD bind. \
, •••••. - Senaorcallbration
I -VI.lblebandstothe max DOP
Stock Mapping : .,.. -Atmoapherlc conditions
I -NIR bind to 1 m depth Ind ,,----------- ..• ,
: for.merglng,easr ••• I \ I Ge2metrie eamctfon.
I ImageRtsolytJon. 1 : •••••• -seneer behaviors
I I -Spew.1
I vegetation ItD.Hlveb.od, I ..". ·Localtopogrlphy
I ·VI,lbleb.ndlo pigmentation I -Sp.ti.1
I .NIR bind to le.f Internal I .R,dlometrlc
INPUT DATA
! atructllrn(verylhanow) : -Temporal : ••. Su.~~:~O:I:::
AND I ...,.. -Sungllntvartation.
CONSIDERA
Setae",'.ndIC·P'Y·rt.tIOD
I FlaJdd,tacolleet!on
I~===~--, I .Need Infrared banda
1
TION I
Id. I ~
·Specle. compo.lUoa : :::::::~~~:~ng unn I ••.• W.tercolumn
Mapping purpose I -Slmpllngmethodl I ..". attenuation coeffiCient
-s•• gra •• biophysical
Mapping scale -S•• gr ••• field measurement \ ·water depth I
Mapping 1_ ••160, MAPPING propertle. I
I I -Landform *l.Ibor.tory measurement Ind " ·Water reflectance ,
•• -AsIOciated L.ndcover .nd 'Oily'" tor 18.graal
llndus. biophysical properties.nd ,~~----------:------------.- --.. - -- ,
-Substrate.nd .edlm.at c.rbonltock
.I!!wIn.i.wl! '~-------~-~-~----- ~I
-Regulltiona
-Uaerneeda
-Mapping purpoae
U -Sugraaa configurationa
, I
Gambar 8.4 Kerangka kerja teknis yang direkomendasikan untuk pemetaan stok karbon padang lamun
""•...
8.3 Kerangka Kerja Logis Pemetaan Stok Karbon Mangrove
Reflektansi mangrove hanya mampu menje1askan sekitar 60% atau kurang dari variasi
AGC mangrove. Sisanya 40% adalah fungsi resolusi spasial, radiometrik dan temporal citra.
Hubungan antara mangrove reflektansi dan BGC (<40%) juga merupakan fungsi dari LAI
dan AGC. Variasistok karbon tanah dapatdijelaskan dari panjang gelombang penginderaan
jauh karena mangrove piksel masih mengandung reflektansi background tanah. Tergantung
pada karakteristik hutan mangrove yang dikaji, resolusi spasial yang efektifuntuk mendeteksi
variasi stok karbon tanah dapat bervariasi.
Kerangka kerja yang menunjukkan logika tentang bagaimana penginderaan jauh dapat
digunakan untuk menje1askan variasi mangrove stok karbon ditarnpilkan pada Gambar 8.5.
~-------------._----- --._-----
Species type Sun I;:[ICI"gy
Chloropbyll contents
Leafpigmenu
LA!
Leafintemalstrncture
.Spatialresolution
Leaflayering
-SpcctralresokJtion
Maqroves
rj Leafmoisture
0...."
-Radiometric resolution
-Temponlresolution
Ratcofphotosyntbesi!
i I Imagecorrectioo.:Gcometrit I
Oeterministio-semi
empiricl:lmodd ~i::
H i
Fconcctioo:Radmmetric
Lm__:=~:::~:~_·_~~
!__
Gambar 8.5 Kerangka kerja logis pemetaan stok karbon mangrove
32
8.4 Kerangka Kerja Teknis Pemetaan Stok Karbon Mangrove
8.4.1 Input
Data penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon mangrove harus memiliki
setidaknya band merah dan inframerah dekat. Kedua band dapat dikombinasikan untuk
menghasilkan DVI, indeks vegetasi yang paling konsisten untuk memetakan stok karbon
mangrove. Citra dengan resolusi spektral tinggi dianjurkan. Penggunaan data resolusi spasial
tinggi memerlukan penanganan khusus karena ukuran pikseinya mungkin sub-kanopi
mangrove, dimana dapat menghalangi pembuatan model stok karbon mangrove
menggunakan penginderaan jauh.
!~••
0.1
-G2
-o.J _AGe j 0
-G.1 -AGe
-G.4 _BGC ••
~ -G2 _BGC
-G.5 -G.3
-G.6 -G.4
1/1 PCA lSU SAM Vi PCA lSU SAM
Gambar 8.6 Perbandingan akurasi pemetaan stok mangrove karbon dengan menggunakan ALOS dan
Landsat 7 ETM+
33
SE of ASTER soil carbon stock mocieling
50
~
(3
40
c
30
g 20
w 10
U>
0
San 10cm 1Scm 20 an 2San 30 an
--LSU 0 21.S9 0 0 0
--PC2 8.18 12.73 22.29 30.32 35.67 38.8
soil depth (em)
Gambar 8.7 SE dari pemodelan stok karbon tanah dengan menggunakan ASTER LSU dan pe2. Nilai
yang lebih rendah adalah lebih baik. Dengan bertambahnya kedalaman, kesalahan estimasi meningkat
Gambar 7.2 dan Gambar 7.3 memberikan perbandingan berbagai input untuk
pemetaan stok mangrove karbon, yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pernilihan
input band. Untuk stok karbon tanah, hanya ASTER yang mampu memberikan hasil yang
meyakinkan. Garis horizontal mewakili akurasi indeks vegetasi. Nilai-nilai positif
menggambarkan peningkatan akurasi dan sebaliknya. Berdasarkan pembahasan tersebut di
atas, kerangka kerja teknis yang direkomendasikan untuk pemetaan stok karbon mangrove
dapat dihasilkan (Gambar 8.8).
34
INPUT DATA AND MOPEUNG AND MAPPING METHODS OUTPUT
,.---------- CONSIDERATION
I
.•. '
Mangroves Carbon Stock " ,'--------------------------~,
VegetaUon 'IDslUveb,ndJ
I
·V1,lbl.bandl to plomentJ , . Geometric correctio(!J
Mapping '~R b.ndto leaf Internal I 'Senlor behaviors
structures I . °Localtopography
°S'MR band to Ie,f Intem.1
,,,~---------- ... ,, I
~lli , I
structurlllndw.t.rcont.nt" ·Sp.ctral , I
, Bad!9mttr!CCQae~
'SpaUaI '.-------.,
Mongmyolaod.eapoyarlatlon , I -Sun illumination • • Sensor calibration
LJ. -Radiometric
, -Atmolphericcondltlons
-Temporal ,
'Specles coft1)olltlon
'Mangroves biophysical ,
properties Flc!ddaycoi!tdlon
oTypesof lNogmes forest 'Sampllng design
,Landform -Sampling mapping unit : \,=:-~-~:~::--::::::--:---
-As,oclated Landcover and -Sampling methods :
·Manoroves bloohvlleal lmagefractlon/ng
Landuse
'SoU .ad sediment : ·Un.anpedtlll unmlxlng
·TIde. : ·Spectralangle mapper
'Sallnlty
'Dlstanceto shoreline IDigital clllllflcaUon I
~"Regulation. lJ I
·OstroNds
,-----------"
°Mapplngpurpoll
-Mangroves conftguratioM
DESCRIPTIVE RESOLUTION I
CATEGORICAl. RESOLUTION
Gambar 8.8 Kerangka kerja teknis yang direkomendasikan untuk pemetaan stok karbon mangrove
l.U
U1
8.5 Model Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Stok Karbon Padang Lamun dan Hutan
Mangrove
Dari kerangka kerja logis dan teknis diatas, model penginderaanjauh untuk pemetaan
stok karbon padang lamun dan hutan mangrove dikembangkan. Model ini dapat digunakan
untuk memetakan stok karbon padang lamun dan hutan mangrove pada level komunitas dan
spesies. Menggunakan model ini, stok karbon padang lamun dapat dimodelkan dan diestimasi
hingga kedalaman maksimum penetrasi tubuh air dari spektral band dari sistem penginderaan
jauh pasifyang digunakan. Model penginderaanjauh tersebut disajikan pada Gambar 8.9.
Image Conoctlons
Geometric
Atmospheric
Sunglint (Seagrass only, requires
Infrarodband)
Water CoItm1 (50_ss only. req_
ballymety. wa~cofumn attenuation
coetridenl, renectanceofpure water)
I I I
I
Seagrassmasldng
(mask out land, olherbenlhlc
habitats. 0!Jti<aIIydeepwater) -J
Mangrove masking
(mast ClItOItIer land coYers, water)
y Im.geready
Gambar 8.9 Model penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon padang lamun dan hutan
mangrove
36
Menggunakan model tersebut, jumlah stok karbon yang tersimpan di padang lamun
dan hutan mangrove di Pulau Karimunjawa dan Kemujan dapat diprediksi. DaJam konteks
yang lebih luas, model ini dapat digunakan untuk memprediksi stok karbon padang lamun
dan hutan mangrove diseluruh Indonesia. Ringkasan dari estimasi stok karbon padang lamun
disajikan pada Tabel 8.1.
Tabel 8.1 Resume dari estimasi stok karbon padang lamun. Nilai dalam kurung adalah nilai rerata dan
(-) menunjukkan bahwa tidak ada data referensi yang telah dipublikasikan. Model untuk stok karbon
tanah hanya sedalam 10 em, sedangkan data referensi sedalam 1 1D.
Living Biomass
Rata-rata (ton Clha)
Karimunjawa Indonesia Indo-pacific Global
model model data model Data" model Data'
0.603±O.02 - - - 0.610±0.26 - 2.514±O.49
Total estimasi (ton C)
Karimuniawa Indonesia !ndo-pacifie Global
model model data' model data model data'
132.909 - 1.81 x 10' 18.1 x 10'
7.6x 106- 76 x 106-
190.471 -3.62 x
15.1 x 106 - - -36.2x
151 x 106
(159.790) 106 106
Sedimen
Rata-rata (ton Clha)
Karimuniawa Indonesia Indo-pacific Global
model model data model Data" model Data"
2.367±1.06 - - - 23.600±8.30 - I94.200±20.2
Total estimasi (ton C)
Karimuniawa Indonesia Indo-pacific Global
model model data' .model data model data'
0.071 x
175.020 - 0.71 x 10'
10'- 4.2" 10'- 42 x 10'-84
432.432
0.142x 8.4 x 10' - - - 1.42 x
x 10'
(276.633) 8 10'
10
,
Fourqurean et al. (2012), 0 Fourqurean et al. (2014)
37
dan dukungan ekologis maupun ekonomis dari padang lamun yang akan hilang jika mereka
rusak dan hilang.
Dari dukungan mangrove dari aspek ekologi dan ekonomi (keragarnan hayati,
perlindungan pantai, kualitas air, perikanan, pariwisata, kayu), hutan mangrove bernilai 9,900
USD/ha/tahun (Fourqurean et al. 2014), sehingga hutan mangrove di Karimunjawa dan
Kemujan bernilai 4,816,678.5 USD per tahun. Pada level nasional, hutan mangrove bernilai
sekitar 32,967,000,000 USD per tahun.
Tabe18.1 Resume dari estimasi stok karbon hutan mangrove. NiIai dalam kurung adalah niIai rerata
dan (-) menunjukkan bahwa tidak ada data referensi yang teIah dipublikasikan. Model untuk stok
karbon tanah hanya sedalam 30 em, sedangkan data referensi sedalam I m.
Living Biomass
Rata-rata (too C/ha)
Karimunjawa Indonesia Global
model model I data' model I data"
266.04 - I 97.57 - I 79.90
Total estimasi (too C)
Karimunjawa Indonesia Global
model model I data' model I data"
112,938 877.932 x 10 I 321.981 x 10 4,043.808 x 10" I 1,200 x 10"
Taoab -
Rata-rata (too Clba)
Karimunjawa Indonesia Global
f---
model model I data' model I data'
103.3 - I 309.09 - I 328.95
Total estimasi (too C)
Karimunjawa Indonesia Global
model model I data' model I data'
45,779.303 340.89 x 10' I 1,020 x 10' 1,570.16 x 10' I 5,000 x 10'
..
a
Murdiyarso et ai. (2009), • Nelleman (2009), e Jardme & Siikamaki (2014)
Terakhir, stok karbon padang lamun dan hutan mangrove hasil pemodelan
penginderaan jauh dapat dibandingkan dengan stok karbon dari habitat lain. Gambar 8.10
menunjukkan bagaimana hutan mangrove di Pulau Karimunjawa dan Kemujan mempunyai
stok karbon living biomass (AGC+BGC) yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan habitat
lain dan rata-rata mangrove global. Untuk padang lamun, meskipun biomasa tegakannya
rendah, mampu mengubur dan menyimpan karbon yang sangat besar dalam sedimennya.
38
Uving Biomass Carbon Stock
300 266.04
250
.c D 200
\:1 150 12C.45
e
II 100 79.9
50
~~~"L.JIL~~.·.33-r~7_.2 __ r-L_7_6,-6_.3_2~_1_.U
__ r4~2 __3~2_.5_1-r~~~
•.8L6,-0_.W
0
800 72857
700
.
.c
\:1 400
600
500
343.8 328.94
e
II 300 236
200
100
0
Gambar 8.10 Perbandingan rata-rata stok karbon antar carbon sinks (Laffoley & Grimsditch, 2009;
• Nelleman, 2009; Fourqurean et al. 2014; Hasil penelitian ini)
39
BAB IX. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
9.1 Kesimpuian
Tujuan dari penelitian ini adalah (I) memetakan stok karbon padang lamun dan
mangrove dengan menggunakan penginderaanjauh (2) mengembangkan model penginderaan
jauh untuk pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove, dan (3) mengestimasi stok
karbon yang tersimpan di padang lamun dan hutan mangrove Kepulauan Karimunjawa
Untuk mencapai tujuan ini, berbagai macam proses, eksperimen dan analisis telah dilakukan.
Berikut adalah kesimpulan dari penelitian ini:
I. Penginderaan jauh dapat digunakan untuk memetakan stok karbon padang lamun dan
mangrove. Stok karbon padang lamun dapat dipetakan dengan akurasi maksimum
49,23% untuk AGC (SE = 6,64 gC / m2), 55,64% untuk BGC (SE = 59,52% gC / m2),
dan 92,9% untuk stok karbon sedimen (SE = 17,41 gC / m2). Mangrove AGC, BGC,
dan stok karbon tanah dipetakan dengan akurasi maksimum masing-rnasing 77,81%
(SE = 5,71 kgC / m2), 60,82% (SE = 2,48 kgC / m2), dan 82,5% (SE = 1,22 kgC / m2).
2. Model penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon padang !amun dan mangrove
mencakup logika dan kerangka kerja pemetaan. Logika pemetaan menjustifikasi
kernampuan data penginderaan jauh untuk mendeteksi variasi stok karbon. Kerangka
pernetaan meliputi pernilihan input yang sesuai, asumsi dan keterbatasan selama
pemetaan, metodologi untuk memetakan stok karbon, serta rentang akurasi yang
diharapkan. Pernilihan input yang cocok mempertimbangkan skala pemetaan dan
konfigurasi lingkungan padang lamun atau mangrove, asumsi dan keterbatasan
memberikan landasan bagi kegiatan pemetaan yang ideal, metodologi untuk
memetakan stok karbon meliputi berbagai teknik pengolahan citra dan prosedur
pengumpulan data lapangan serta prosedur pemetaan .yang paling efektif, kisaran
. akurasi yang diharapkanmencantumkanakurasi yang dapat diperoleh untuk tiap iriput
dan prosedur pemetaan yang berbeda.
3. Berdasarkan model penginderaan jauh untuk pemetaan stok karbon yang
dikembangkan dalam penelitian ini, estimasi stok karbon di padang lamun dan hutan
mangrove di Kepulauan Karimunjawa dapat dilakukan. Padang lamun di Kepulauan
Karimunjawa diperkirakan menyimpan 307,93-622,9 ton karbon organik, terdiri dari
11,03-15,58 ton AGC, 121,88-174,89 ton BGC dan 175,02-432,43 ton organik karbon
di sedimennya. Hutan mangrove di Kepulauan Karimunjawa diperkirakan menyimpan
136.238,72 - 181.195,88 ton stok karbon organik, yang berasal dari 86.176 - 96.482
ton AGC, 19.154 - 24.064 ton BGC dan 30,908.72 - 60,649.88 ton organik karbon
tanah.
9.2 Rekomendasi
Kedepan, pemetaan stok karbon padang lamun dan mangrove, serta properti biofisik
lainnya, dapat menggunakan data hiperspektral yang dikombinasikan dengan data
penginderaan jauh aktif untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik dan kontinuitas data.
Penginderaan jauh pasif sangat terganggu oleh tutupan awan dan kabut, dan karenanya untuk
40
pemetaan mangrove, sistem penginderaan jauh aktif seperti LIDAR adalah alternatif yang
baik. Untuk pemetaan padang lamun, penggunaan LIDAR bawah air dan SONAR dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi karakteristik dasar !aut.
Akutasi peta stok karbon padang lamun clan mangrove menggunakan data
multispektral dari penelitian ini dapat dijadikan baseline untuk pemetaan di masa mendatang.
Karena citra hiperspektral memiliki keunggulan spektral atas data multispektral, mereka
memiliki kesempatan yang lebih besar dalam memberikan hasil yang lebih akurat.
Karena padang lamun dan mangrove menampung stok karbon dalam jumIah yang
sangat besar, mereka harus dilestarikan sehingga potensi mereka sebagai carbon sink alami
dan agen penyerap karbon jangka panjang, serta fungsi ekologis dan ekonomis mereka, dapat
terjamin, Pelestarian padang lamun dan hutan mangrove sangat penting karena mereka
berdua jika digabungkan bemilai ekologis dan ekonomis sebesar 1.46 billion USD per tahun.
Langkah pertama untuk mengelola habitat tersebut secara berkelanjutan adala.h dengan
memahami distribusi mereka dalam konteks spasial dan temporal. Model penginderaan jauh
untuk pemetaan lamun dan mangrove stok karbon yang dikembangkan dalam penelitian ini
dapat digunakan mengestimasi dan menghitung blue carbon sink di Indonesia, khususnya
padang lamun di pulau-pulau kecil dan hutan mangrove tipe oceanic yang masih alami.
Dengan agenda pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritime,
sangat mungkin nantinya padang lamun dan hutan mangrove menjadi perhatian utama. Salah
satu pilar dalam menuju Indonesia sebagai poros maritime adalah melindungi dan mengelola
sumberdaya alam pesisir dan laut untuk ketahanan pangan meIalui industri
perikanan.Melindungi kedua ekositem ini dapat membantu terwujudnya pilar tesebut, karena
kesehatan padang. lamun dan hutan mangrove akan sangat mempengaruhi kelestarian dan
keberlanjutan dari perikanan tangkap, menjaga fungsinya dalam konteks perubahan iklim
global dan sektor pariwisata.
Kedepan juga penting untuk mempertimbangkan biomasa dari epifit yang menempel
pada Iamun dan fitoplankton yang berada di kolom air karena mereka juga berkontribusi pada
resultan pantulan spektral lamun yang terekam oleh sensor dan juga pada total stok karbon
ekosistem padang lamun, Disarankan juga untuk melakukan penelitian serupa pada padang
lamun dan hutan mangrove dengan kondisi biogeografi yang berbeda, dan juga dengan data
penginderaan jauh lainnya, baik sistem aktif maupun pasif. Hal ini penting untuk memaharni
lebih jauh lagi maximum descriptive resolution dari data penginderaan jauh untuk pemetaan
padang lamun dan hutan mangrove.
41
DAITAR PUSTAKA
As-syakur, R., Osawa, T., & Adnyana, I. W. (2010). Medium Spatial Resolution Satellite Imagery to Estimate
Gross Primary Production in an Urban Area. Remote Sensing, 2, 1496-1507.
Capolsini, P., Andrefouet, S., Rion, C, & Payri, C. (2003). A Comparison of Landsat ETM+, SPOT HRV,
IKONOS, ASTER and airborne MASTER Data for Coral Reef Habitat Mapping in South Pacific
Island. Canadian Journal of Remote Sensing, 29 (2), 187-200.
Dierssen, H. M., Zimmerman, R. c., Drake, L. A., & Burdige, D. (2010). Benthic ecology from space: optics
and net primary production in seagrass and benthic algae across the Great Bahama Bank. Marine
Ecology Progress Series, 411, 1-15.
Duke, N. C., J, M., & A, W. (20 (3). Preliminary assessment of biomass and carbon content of mangroves in
Solomon Islands, Vanuatu. Fiji, Tonga and Samoa James Cook University. Townsville: Centre for
Tropical Water & Aquatic (Trop WATER).
Eveleth, R. (2010). Seagrass: A Potential Carbon Sink (Report ENVR 102). UNEP.
Fatoyinbo, T. E., & Armstrong, A. H. (2010). Remote Characterization of Biomass Measureroents:Case Study
of Mangrove Forests. In M. Momba, & F. Bux (Eds.), Biomass. Croatia: Sciyo.
Fatoyinbo, T., Simard, M., & Washington-Allen, R. A. (2008). Landscape scale height, biomass and carbon
estimation of mangrove forests with Shuttle Radar Topography Mission elevation data. Journalfor
Geophysical Research-Biogeosciences, 113.
Fornes, A., Basterretxea, G., Orfila, A., Jordi, A., Alvarez, A., & Tintore, J. (2006). Mapping Posidonia
oceanica from IKONOS. ISPRS Journal of Photogrammetry & Remote Sensing, 60,315-322.
Fourqurean, J. (2014, OOober 21). Estimates of Sea grass Carbon Storage -Indonesia. Rio Grande, Brasil: The
Blue Carbon Initiative, International Scientific Working Group Meeting.
Fourqurean, J. W., Duarte, C. M., Kennedy, H., Marba, N., Holmer, M., Mateo, M. A., et a1. (2012). Seagrass
ecosystems as a globally significant carbon stock. Nature Geoscience, 5,505-509.
Green, E. P., Mumby, P. J., Edwards, A. 1., & Clark, C. D. (2000). Remote Sensing Handbookfor Tropical
Coastal Management. Coastal Management Sourcebooks 3. (A. 1. Edwards, Ed.) Paris: UNESCO.
Hedley, J. D., Harbome, A. R., & Mumby, P. J. (2005). Simple arid Robust Removal of Sunglint for Mapping
Shallow-Water Benthos. International Journal of Remote Sensing, 26 (10), 2107-2112.
IPCC. (2003). /PCC Good Practice Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry Prepared by the
National Greenhouse Gas Inventories Programme. (J. Penman, M. Gytarsky, & T. Hiraishi, Eds.)
Hayama: IGES.
Jardine, S. L., & Siikamaki, J. V. (2014). A Global Predictive Model of Carbon in Mangrove Soils.
Environmental Research Letters, 9, 1-9. .
Kamal, M., & Phinn, S. (2011). Hyperspectral Data for Mangrove Species Mapping:A Comparison of Pixel-
Based and Object-Based Approach. Remote Sensing, 3, 2222-2242.
Knudby,> A., & -Nordlund, L. (20 Il). Remote sensing of seagrass in a patchy multi-species envirmmenl
International Journal of Remote Sensing, 32 (8), 2227-2244. .
Komiyama, A., Ong, J., & Poungpam, S. (2008). Allometry, biomass, and productivity of mangrove forests: A
review. Aquatic Botany, 89, 128-137.
Komiyama, A., Poungparn, S., & Kato, S. (2005). Common allometric equations for estimating the tree weight
of mangroves. Journal of Tropical Ecology, 21,471-477.
Laffoley, D., & Grimsditch, G. (2009). The management of natural coastal carbon sinks. (G. Grimsditch, Ed.)
Gland, Switzerland: !UCN.
L~ X., Gar-on Yeh, A., Wang, S~ Liu, K., Liu, X., Qian, J., et a1. (2007). Regression and analytical models for
estimating mangrove wetland biomass in South China using Radarsat images. International Journal
of Remote Sensing, 28 (24), 5567-5582.
Lucas, R. M., Mitchell, A. L., Rosenqvist, A., Proisy, C., Melius, A., & Ticehurst, C. (2007). The potential ofL-
band SAR for quantifying mangrove characteristics and change: case studies from the tropics.
Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems, 17, 245.
Lyons, M. B., Phinn, S. R., & Roelfsema, C. M. (20 (2). Long term land cover and seagrass mapping using
Landsat and object-based image analysis from 1972 to 20 lOin the coastal environment of South
East Queensland, Australia. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing, 71, 34-46.
Lyons, M., Phinn, S., & Roe1fsema, C. (2011). Integrating Quickbird Multi-Spectral Satellite and Field Data:
Mapping Bathymetry, Seagrass Cover, Seagrass Species and Change in Moreton Bay, Australia in
2004 and 2007. Remote sensing, 3,42-64.
Lyzenga, D. R. (1978). Passive Remote-Sensing Techniques for Mapping Water Depth and Bottom Features.
Applied Optics, 17, 379-383.
Meyer, C. A., & Pu, R. (20 II). Seagrass resource assessment using remote sensing methods in St. Joseph Sound
and Clearwater Harbor, Florida, USA. Environmental Monitoring Assessment, 184 (2), 1131-1143.
42
Mougin, E., Proisy, c., Marty, G., Fromard, F., Puig, H., Betoulle, J. L., et al. (1999). Multifrequency and
multipolarisation radar backscattering from mangrove forests. IEEE Transactions on Geoscience
and Remote Sensing, 37,94-102.
Mumby, P. J., Green, E. P., Edwards, A. J., & Clark, C. D. (1997). Measurement of sea grass standing crop using
satellite and digital airborne remote sensing. Marine Ecology Progress Series, 159, 51-60.
Murdiyarso, D., Donato, D., Kauflinan, J., Kurnianto, S., Stidham, M., & Kanninea, M. (2009). Carbon storage
in mangrove and peailand ecosystem: A preliminary account from plots in Indonesia. Center for
International Forestry Research: Bogor.
Nellemann, C., Corcoran, E., Duarte, C. M, Valdes, L., De Young, c., Fonseca, L., et al. (2009). Blue Carbon
A Rapid Response Assessment. (G. Grimsditch, Ed.) United Nations Environment Programme,
GRID-Arenda!.
Pasqualini, V., Pergent-Martini, C., Pergent, G., Agreil, M., Skoufas, G., Sourbes, L., et a!. (2005). Use of SPOT
5 for mapping seagrasses: An application to Posidonia oceanica. Remote Sensing of Environment,
94,39-45.
Pendleton, L., Donato, D., Murray, B., Crooks, S., Jenkins, W., Sifleet, S., et al. (2012). Estimating Global
"Blue Carbon" Emissions from Conversion and Degradation of Vegetated Coastal Ecosystems.
PlosOne, 7 (9).
Phinn, S. R, Roelfsema, C. M., Brando, V., & Anstee, J. (2008). Mapping seagrass species, cover and biomass
in shallow waters: An assessment of satellite multi-spectral and airborne hyper-spectral imaging
systems in Moreton Bay (Australia). Remote Sensing of Environment, 112, 3413-3425.
Proisy, c., Mougin, E., Fromand, F., Trichon, V., & Karam, M. A. (2002). On the influence of canopy structure
on the polarimetric radar response from mangrove forest International Journal of Remote Sensing,
23,4197-4210.
Proisy, C., Mougin, E., Fromard, F ~ & Karam, M. A (2000). Interpretation of polarimetric radar signatures of
mangrove forests. Remote Sensing of Environment, 71, 56-66.
Pu, R, Bell, S., Levy, K. H., & Meyer, C. (20 I 0). Mapping detailed seagrass habitats using satellite imagery.
Proceedings of IGARSS 2010. Honolulu, USA: lGARSS.
Roelfsema, C. M., Phinn, S. R, Udy, N., & Maxwell, P. (2009). An Integrated Field and Remote Sensing
Approach for Mapping Seagrass Cover, Moreton Bay, Australia. Spatial Science, 54 (1), 45-62.
Sagawa, T., Mikami, A, Komatsu, T., Kosaka, N., Kosaki, A, Miyazaki, S., et al. (2008). Technical Note.
Mapping seagrass beds using IKONOS satellite image and side scan sonar measurements: a
Japanese case study. International Journal of Remote Sensing, 29 (I), 281-291.
Short, F. T., & Coles, R G. (2001). Global Seagrass Research Methods. (R G. Coles, Ed.) Amsterdam:
Elsevier Science B. V.
Simard, M., Zhang, K., Rivera-Monroy, V. H., Ross, M. S., Ruiz, P. L., Castaiieda-Moya, E., et a!. (2006).
Mapping Height and Biomass of Mangrove Forests in Everglades National Park with SRTM
Elevation Data. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 72.(3),299-311.
Thenkabail, P. S., Stucky, N., Griscom, B. W., Ashton, MS., Enclona, E., Diels, J., et al. (2002). Biomass
. Estimations and Carbon Stock Calculations in the Oil Palm Plantations of African Derived
Savannas using IKONOS Data. FlEOS 2002 Conference Proceedings. lSPRS.
Vaiphasa, C., Skidmore, A. K., & de Boer, W. F. (2006). A post-classifier for mangrove mapping using
ecological data,. PamiRS, 61 (I), 1-10.
Wicaksono, P., & Hafizt, M. (2013). Mapping seagrass from space: Addressing the complexity of sea grass LAl
mapping. European Journal of Remote Sensing, 46, 18-39.
Wicaksono,' P., Danoedoro, P., Hartono, Nehren, U., & Ribbe, L. (2011). Preliminary work of mangrove
ecosystem carbon stock mapping in smaIl island using remote sensing: above and below ground
carbon stock mapping 00 medium resolution satellite image. Proc. SPIE 8174, Remote Sensingfor
Agriculture, Ecosystems, and Hydrology Xlll, 81741 B. Prague: SPIE Remote Sensing.
Yang, D., & Yang, C. (2009). Detection of seagrass distribution changes from 1991 to 2006 in Xincun Bay,
Hainan, with Satellite Remote Sensing. Sensor, 9, 830-844.
Yang, D., Yang, Y., Yang, C., Zhao, J., & Sun, Z. (2011). Detection ofseagrass in optical shaUow water with
Quickbird in the Xincun Bay, Hainan province, China. lET Image Processing, 5 (5),363-368.
43
LAMPIRAN 1: PETA STOK KARBON PADANG LAMUN
r---
r-=------=-;----- "":-----
IS. •••••• --
. CotbooIS_..... •• ' ;
;_ .-
=-:,.:.~
1--- •••...•..•.
:-
at Spedes level
.• I
j
i Ii JAVUEA
I
·t··~~·-'~I . i
I I; ==.:~ !
II-~:~---
I ...,---
. za..••.•••••• fIIOIt·.... __ I ---~
I
'. I
I
11-- - : I
II
I
I
I J
44
---
Soo9--
--
,I -,...
.-.
...........•..••..
.......- •••• 1Jftoi
-
_.r---~-
IJA~_
I
45
LAl\1PIRAN 2: PETA STOK KARBON MANGROVE
-I
+'
. .'-',
~l1niI
....,
-
.•.•......~ .•.
,....,...,.mr
,....--••...
·.....,... •• IoWGl'OIfnd
~-_-- ..........•
~_I' • 1
~
. -
.-. •••. ..,........WC&t-*
---
46
_._._-_._ .• _... _. __ . __.... _---_._-------_ .•.• _,----_ .•-r-r-t
-"'"
,! Z-:4i""'~-*"""
~"_UIIU
---·~t--
It)
l-
I~
i •
--T--
r-.•...
---··--·-·
.---
,lAYiJ_,1
i lllAouo.*,"
.•.. ,_,.-"""c:..
~_;--tl.--'---'I:;-·':O-:'c::.
[C1\A';,_"'a.;.
, ~*••.
e,tiIa
::
1 •••••• __
iOtlW--..-..
•.•-- "
••••••••••• .-.
Ii
;-=$..~
47
CURRICULUM VITAE
INFORMASI UMUM
GRANTSIBEASISW A
1
PENDIDIKAN
SD SMP SMA
Nama Sekolah SDN Cacaban III SLTPN 1 Magelang SMAN III Magelang
Magelang
Tahun Masuk-Lulus 1992-1998 1998-2001 2001-2004
PlIBLIKASI
Internasional
I. Pramaditya Wicaksono, Projo Danoedoro, Hartono. Udo Nehren, Lars Ribbe. 2015.
Mangrove Biomass Carbon Stock Mapping of Karimunjawa Islands Using
Multispectral Remote Sensing. International Journal of Remote Sensing - 2015
(Article in Press). ISSN 1366-5901.
2. Pramaditya Wicaksono. 2014. The use of image rotations for multispectral-based
benthic habitats mapping. Proceedings of the iz" Biennial PORSEC 2014.
3. Pramaditya Wicaksono. Projo Danoedoro. Hartono, Udo Nehren. Lars Ribbe. 2014.
Seagrass Standing Carbon Stock Mapping using Multispectral. ITT Spring
Symposium 2014. "Research for the Water, Energy, and Food Security Nexus".
2
4. Pramaditya Wicaksono, Projo Danoedoro. Hartono, Udo Nehren. Lars Ribbe. 2013.
Remote Sensingfor Continuous Seagrass LA I Mapping. lIT Spring Symposium 2013
"Research for the Water. Energy. and Food Security Nexus".
5. Pramaditya Wicaksono, Muhammad Hafizt. 2013. Mapping Seagrass from Space:
Addressing the Complexity of Seagrass LAI mapping. European Joumal 0/ Remote
Sensing - 20/3. 46: 18-39. Doi: I0.572 I/EuJRS20134602. ISSN 2279-7254.
(http://www.aitjoumal.comlarticleView.aspx?ID=741 )
6. Pramaditya Wicaksono. 2012. The effect of sung lint on satellite-based benthic habitat
identification. International Journal of Advanced Research in Computer and
Communication Engineering. Volume I. Issue fi. August 2012. pp 364-370. ISSN
2278-1021.
7. Projo Danoedoro, Sarno, Ita Carol ita, Pramaditya Wicaksono, Suharyadi, Iswari
Nurhidayati. Prima Widayani, Dimar Wahyu Anggoro, Torok Wahyu Wibowo,
Sanjiwana Arjasakusuma, Nursida Arif. 2012. Capability Assessment o/ALOS data to
Support Various Mapping Activities. Report and Proceedings of ALOS Application
and Verification Project in Indonesia.
8. Pramaditya ·Wicaksono. Projo Danoedoro. 2012. Multitemporal Vegetation Cover
Mapping using ALOS A VNIR-2: The Importance of Atmospheric Effect Normalization
on Multitemporal Analysis. Report and' Proceedings of ALOS Application and
Verification Project in Indonesia.
9. Pramaditya Wicaksono, Projo Danoedoro. Hartono, Udo Nehren. Lars Ribbe. 2011.
Preliminary work 0/ mangrove ecosystem carbon stock mapping in Small Island using
remote sensing: above and below ground carbon mapping VII medium resolution
satellite image. SPIE Remote Sensing Vol. R 174-50 "Remote Sensing for Agriculture.
Ecosystems, and Hydrology XIIl". Doi: 10.1117112.897926. ISBN 978-081-94880-1-
5.
10. Pramaditya Wicaksono, Sigit Heru Murti. 201 I. Evaluation of ASTER Performance
for Coral Reef Cover Mapping. Case Study in Menjangan Besar and Menjangan
Kecil Island. Karimunjawa Island. indonesia. Proceedings of The II'h South East
Asian Survey Congress and 131h IntematiohaI Surveyors Congress. "Innovation
towards Sustainability".
II. Pramaditya Wicaksono. Hanono, Projo Danoedoro. 2011. Mapping Seagrass as a
Natural Carbon Sink .. A Remote Sensing Approach. Proceedings of International
Seminar on Marine. "Sustainable Marine and Coastal Resource Management ill
Coral Triangle Initiative (CTI) Region", pp 407-422. ISBN: 978-979-15873-8-9.
12.Sigit Heru Murti, Prarnaditya Wicaksono. 2010. The Integration of Remote Sensing
and Geographic Information System for Flood Characteristic Identification ill
Kaligarang Watershed. Proceedings of Indonesia Delta Forum (IDF 2010).
"Featuring the Indonesian Deltas to the World: Understanding the Challenges and
Opportunities for Adaptation to Global Climate Change", pp 159-164. ISBN 978-
979-1266-68-0.
J3.Prarnaditya Wicaksono, Sigit Heru Murti. 2009. Factor Loadings Analysis: Which
Band Contribute More on Coral Reef Health Condition Identification. Proceedings of
3
The 10'h South East Asian Survey Congress. "Integrating Geo-lnformation Island".
pp 166-171. ISBN: 978 - 979 - 26 - 6953 - 4.
PENELlTlAN
4
2. Pengaruh Variasi Kualitas Radiometrik Data PenginderaanJauh Terhadap Akurasi
Pemetaan Biofisik Padang Lamun pada Level Data Kategori dan Kontinyu .. Hibah
Penelitian Dosen Fakultas Geografi UGM (2015).
3. Integrasi Teknik Rotasi Citra, Transfonnasi Citra dan Pernodelan Batimetri dalarn
Peningkatan Akurasi Pemetaan Habitat Bentik Menggunakan Data Muhispekual.
Hibah Penelitian Dosen Fakultas Geografi UGM (2014).
4. Pemetaan Makro Alga Menggunakan data Multispektral. Hibah Penelitian Dosen
Sekolah Vokasi UGM (2014).
5. Kajian Pengelolaan Mangrove di Kabupaten Serang. Kerjasama antara Fakultas
Geografi dan DKPESDM Kabupaten Serang (2014).
6. Pembuatan peta Sumber Daya Alam Digital Provinsi Kalimantan 'Utara (2014).
Kerjasama antara Fakultas Geografi dan Bappeda Kalimanta Utara.
7. F~eshwater Aquaculture site selection for West Province of Papua New Guinea
(2012- ongoing project). Kerjasama antara ACIAR (Australian' Center fur
International Agricultural Research), Ok Teddy Mining Company (PNG). dan
PUSPICS UGM.
&. ACIAR (Australiall Center for IlIt!fIIa/ional Agricultural Research) - Application of
Aquaculture Planning Tools in lndonesiu.: Kerjasama ACIAR. PUSPICS UGM.
UNSW (University of New South Wales) Australia. University of Sydney and RICA
(Research Institutefor Coastal Aquaculture). (on-guing)
9. Pernodelan' Kapasitas Serapan Karbon Padang Lamun Mcnggunakan Data
Penginderaan Jauh Optis, Studi Kasus Kepulauan Karimunjawa. Hibah Penelitian
Dosen Muda UGM (2013).
10. Pengembangan Sistern Klasifikasi Habitat Bentik Berbasis Penginderaan Jauh unruk
Mendukung Manajemen Sumberdaya Alam Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Studi Area
Kepulauan Karirnunjawa, Hibah Penelitian Dosen Fakultas Geografi UGM (2013).
II. Pembuatan Detailed Engineering Design (DED) dan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
untuk pembangunan PPI di Kecarnatan Puloampel Kabupaten Serang (2012).
Kcrjasama antara PUSTEK UGM. DKPESDM Kabupatcn Serang, and Bappeda
Kabupaten Serang.
12. Pembuatan Rencana Zonasi Tata Ruang wilayah Pesisir Kabupaten Gunungkidul.
Kerjasama PUSTEK UGM. Bappeda Kabupaten Gunungkidul. and DKP DIY (2012).
13. ALaS Technical Report. Working Group 4 - Mapping Team. JOi111research and
project antara JAXA (The Japan Aerospace and Exploration Agency) Japan, LAPAN
dan PUSPICS UGM (2011-2012).
~4. Koreksi Datum, Sistern Proyeksi, dan Garis Pantai Pet a Laut Indonesia. Kerjasama
PUSTEK UGM and D1SHIDROS AL (2006-2012). .
15. Penentuan DAS Prioritas dan Identifikasi Karakteristik DAS Musi, Kerjasama
PUSPICS UGM danBPDAS Musi Sumatera Selatan (201'1).
16. Pembuatan Petunjuk Pemetaan Tipologi Pesisir Indonesia. Studi kasus di Kepulauan
Karimunjawa, Pulau Panjang. Delta Ujung Pangkah, Delta Wulan, dan Pantai
Parangtritis. Kerjasama PUSPICS UGM dan BAKOSURTANAUBIG (2009-2011).
5
) 7. Pemetaan Potensi Bencana dan Kerusakan Lingkungan Akibat Pengelolaan
Penggunaan Laban di Pulau Kalimantan. Kerjasama PUSPICS UGM dan PPE (Pusat
Pengelolaan-Ekoregicn) Kalimantan (2011).
I. Projo Danoedoro, Suprajaka, Sri Hartini, Sigit Heru Muni B5, PrdmadjtY=d
Wicaksono. 2012. Model Integrasi Remote Sensing dan GIS di Wilayah Pesisir dan
Pulau Kecil: Kasus di Pulau Karimunjawa don Pulau Kemujan, Jawa Tengab. Dalam
Modellnventarisasi Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu Menuju
"One Map Pulicy- (Editor Asep Karsidi, Aris Poniman, Hartono). Bogor: Penerbit PT
Sarana Komunikasi Utama. ISBN 978-979-1291-41-5.