Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PENINGKATAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN

PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT)

Hj. MEY ELISA SAFITRI,SKM,MKes

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN

2018
JUDUL KEGIATAN

BIDANG ILMU

DOSEN KOORDINATOR

a. Nama : Hj. Mey Elisa Safitri,SKM,MKes


b. NIDN : 0113057502
c. Jabatan fungsional : Lektor
d. Program Studi : D III Kebidanan
e. Perguruan Tinggi : Institut Kesehatan Helvetia Medan
Jumlah Anggota :1
Lokasi : Desa Namo Bintang Kec. Pancur Batu Kab. Deli Serdang
Biaya Keseluruhn :
Sumber dana :
Tahun Pelaksanaan : 2018

Medan , ...............................2018

Mengetahui ,
Direktur Akbid Helvetia Medan Dosen Koordinator

Hj. Mey Elisa Safitri ,SKM,Mkes Hj. Mey Elisa Safitri ,SKM,Mkes

Mengetahui ,

Ketua LPPM Akbid Helvetia Medan


BAB I

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker serviks merupakan merupakan salah satu kanker yang paling sering

menyerang wanita di seluruh dunia. Bahkan menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, kanker

jenis ini menempati urutan ke-2 sebagai kanker yang sering menjangkiti kaum hawa. Lebih

dari 250.000 wanita meninggal akibat kanker serviks pada tahun 2005, dan yang terbanyak

terjadi di negara berkembang. Data lain dari Globocan tahun 2008, menunjukkan bahwa

kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan kedua setelah kanker payudara.

Dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 perempuan dan dengan jumlah kematian sebesar

7,8 % per tahun dari seluruh kanker pada perempuan di dunia.

Tingginya kasus di Negara berkembang ini disebabkan terbatasnya akses screening

dan pengobatan. Masih banyak wanita di Negara berkembang termasuk Indonesia kurang

mendapat informasi dan pelayanan terhadap penyakit kanker serviks. Ini di sebabkan karena

tingkat ekonomi rendah dan tingkat pengetahuan wanita yang kurang tentang pap smear

(Meutia, 2008).

Di Indonesia, kanker serviks dan kanker payudara masih tinggi. Berdasar data Sistem

Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2007, kejadian kanker payudara sebanyak 8.227 kasus atau

16,85 persen dan kanker leher rahim 5.786 kasus atau 11,78 persen Pada tahun 1991

sebanyak 28,66 % kanker yang diderita wanita Indonesia adalah kanker serviks. Upaya

pengendalian kanker, dapat dilakukan melalui pencegahan faktor risiko, deteksi dini,

surveilans epidemilogi, dan penyebaran informasi. Pencegahan kanker serviks serta

monitoring lesi pra kanker adalah melalui tes Pap smear, metode pemeriksaan lain yang lebih

sederhana adalah Inspeksi Visual dengan Asam asetat (IVA) yang cukup terjangkau

harganya. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam
asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada

perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Sedangkan

pencegahan kanker payudara dapat dilakukan sadari (pemeriksaan payudara sendiri).

Pemeriksaan ini mendeteksi adanya benjolan abnormal pada payudara yang dapat dilakukan

secara rutin setiap bulan.

Berdasarkan data yang diperoleh di desa namo bintang kec. Pancur batu kab. Deli

serdang dengan jumlah wanita usia subur kurang lebih 122 orang dan survey yang dilakukan

pada tanggal 13 Maret 2018 pada kenyataannya para WUS belum mengetahui tentang

deteksi dini kanker serviks .

1.2 MANFAAT PKM

1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan dini terjadinya


kanker serviks dan kanker payudara

2. Terdeteksinya suspect kanker serviks dengan pemeriksaan IVA

3. Tersosialisasinya pemeriksaan kanker serviks dengan IVA

4. Bertambahnya jumlah wanita usia subur yang mau periksa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

2.1.1 Definisi Kanker Serviks

Serviks/leher rahim adalah organ yang menghubungkan rahim dan vagina. Kanker
serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi penyebab lebih
dari 250.000 kematian pada tahun 2012. Kurang lebih 80% kematian tersebut terjadi di
negara berkembang. Penularan penyakit kanker ini dapat melalui hubungan seksual,
ditemukan lebih tinggi pada perempuan yang mulai berhubungan seksual sebelum usia 16
tahun . Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara
berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru diseluruh
dunia, dan 77% diantaranya berada dinegara berkembang .

2.1.2 Tanda dan Gejala Kanker Serviks

Pada tahap prakanker sering tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala biasanya
berupa keputihan yang tidak khas, atau ada perdarahan setitik yang bisa hilang sendiri. Pada
tahap selanjutnya (kanker) dapat timbul gejala berupa keputihan atau keluar cairan encer dari
vagina yang biasanya berbau, perdarahan diluar siklus haid, perdarahan sesudah melakukan
senggama, timbul kembali haid setelah mati haid (menopause) nyeri daerah panggul,
gangguan buang air kecil (Depkes RI, 2007).

2.1.3 Penyebab Kanker Serviks

Penyebab kanker serviks adalah HPV. Virus ini ditemukan pada 95 % kasus kanker
serviks. (Depkes RI, 2007). Setiap wanita berisiko terkena infeksi HPV onkogenik yang
dapat menyebabkan kanker serviks. HPV dapat dengan mudah ditularkan melalui aktifitas
seksual dan beberapa sumber transmisi tidak tergantung dari adanya penetrasi, tetapi juga
melalui sentuhan kulit di wilayah genital tersebut (skin to skin genital contact). Dengan
demikian setiap wanita yang aktif secara seksual memiliki risiko untuk terkena kanker serviks
(Emilia et al, 2010).

2.1.4 Deteksi Dini Kanker Seviks


Adapun berbagai deteksi dini kanker serviks adalah sebagai berikut (Andrijono, 2010):

a. Pap smear Metode skrining pap smear merupakan metode skrining yang sudah dikenal
luas. Sensitivitas pap smear mencapai 67,3% dengan spesifitas 76,9%. Jumlah sel pada
thinprep dianggap cukup (memuaskan) bila terdapat 5.000 sel pada sediaan, sedangkan
pada preparat pap smear konvensional dianggap baik bila terdapat sejumlah 8.000-
12.000 sel. Perbedaan ini karena kualitas pap smear konvensional lebih rendah
dibandingkan thinprep, serta adanya kesulitan pemilihan random pada preparat pap
smear konvensional. Pap smear dianggap tidak adekuat (tidak memuaskan) bila
preparat tidak disertai label, preparat yang pecah sehingga sulit diproses ataupun
dibaca. Adapun keuntungan pap smear adalah kemampuan pap smear mendeteksi
kelainan sel displastik, sementara kekurangan pap smear adalah kemampuan
mendeteksi HPV tetapi tidak mampu mendifferensiasikan infeksi HPV tersebut 9
sebagai infeksi HPV risiko rendah ataupun risiko tinggi. Ditemukan adanya
keterbatasan pap smear sebagai metode skrining, baik keterbatasan sensitivitas maupun
spesifitas. Dilaporkan bahwa negatif palsu pemeriksaan pap smear berkisar 15-45%,
sehingga harus dilakukan upaya untuk menurunkan negatif palsu tersebut. Selain itu,
pap smear dianggap tidak adekuat bila selulariti dari preparat yang terganggu karena
adanya darah, reaksi, atau faktor inflamasi, maupun faktor lainnya. Kejadian preparat
yang tidak memuaskan dilaporkan berkisar 0,5-1,5%. Pap smear yang tidak memuaskan
sebaiknya dilakukan pap smear ulang pada 2-4 bulan, sedangkan pap smear yang tidak
adekuat pada kehamilan diulang setelah persalinan.

b. Thinprep Metode skrining thinprep atau Liquid Base Cytology (LBC) adalah metode
pap smear yang dimodifikasi yaitu pengumpulan sel usapan serviks di dalam cairan,
tujuanya adalah menghilangkan kotoran, darah, dan lender, serta memperbanyak sel
serviks yang dikumpulkan sehingga sensitivitas akan meningkat. Keuntungan dari
teknik ini antara lain:

(1) penyebaran sel yang merata pada sediaan dengan meminimalisasi sel yang
tumpang tindih pada sediaan, (

( 2) terhindar dari darah

(3) terhindar dari lendir, maupun


(4) terhindar dari sel radang. Sehingga thinprep lebih sensitif dibandingkan pap smear
pada umumnya.

Sensitivitas thinprep mencapai 73,6% (pap smear 67,3% debgan spesifitas yang
hampir sama 76,2% (pap smear 76,9%). Evaluasi sel endoserviks lebih baik pada
thinprep dibandingkan dengan pap smear konvensional. Keuntungan lain adalah
mampu meningkatkan ketajaman diagnosis terhadap 10 kelainan sel, penemuan Low
Grade SIL (LSIL) 2,95% lebih tinggi dibandingkan dengan pap smear konvensional
(1,21%).

c. Hybrid Capture (HC) Pemeriksaan HC untuk mendeteksi LSIL, ASCUS, dan High
Grade SIL (HSIL) lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan pap smear, tetapi
mempunyai spesifitas lebih rendah.

Sensitivitas HC pada NIS I sebesar 51,5%, pada HSIL berkisar 89,3% (85,2-96,5%),
dan pada kanker sebesar 100% dengan spesifitas 87,8% (81-95%). Secara umum,
sensitivitas HC dibandingkan dengan pemeriksaan pap smear lebih tinggi 23% (untuk
NIS I sebesar 11% dan untuk NIS II-III sebesar 8%), selain itu spesifitas HC lebih
rendah 6% dibandingkan pap smear. Sedangkan sensitivitas gabungan HC dan pap
smear akan meningkatkan sensitivitas samai 39%, tetapi spesifitas tetap lebih rendah
7%. Namun, pemeriksaan HC hanya mampu mendeteksi infeksi HPV risiko tinggi,
tetapi tidak mau mendeteksi kelainan sel prekanker, sehingga spesifitas HC lebih
rendah jika dibandingkan pap smear.

d. Gabungan Pap Smear dan Tes DNA HPV Tipe Onkogenik Sensitivitas tes HPV (88-
98%) lebih tinggi jika dibandingkan pemeriksaan pap smear (51-86%), tetapi spesifitas
tes HPV (83-94%) lebih rendah dibandingkan pap smear (92-00%). Maka gabungan
pap smear dan tes HPV akan mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.
Pemeriksaan HC-2 mempunyai sensitivitas yang tinggi (>90%) untuk mendeteksi
HSIL. Dengan alasan tersebut, maka deteksi infeksi HPV risiko tinggi dengan HC-2
direkomendasikan sebagai skrining yang baik.

e. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

2.2 Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

2.2.1 Definisi IVA


IVA merupakan salah satu cara deteksi dini kanker serviks yang mempunyai kelebihan
yaitu kesederhanaan teknik dan kemampuan memberikan hasil yang segera. IVA bisa
dilakukan oleh semua tenaga kesehatan, yang telah mendapatkan pelatihan (Depkes RI,
2007). Metode ini sudah dikenalkan sejak tahun 1925 oleh Hans Hinselman dari Jerman
tetapi baru diterapkan tahun 2005. IVA adalah pemeriksaan serviks secara visual
menggunakan asam cuka dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah
pengolesan asam cuka 3-5% (Depkes RI, 2007). Perubahan warna pada serviks dapat
menunjukkan serviks normal (merah homogen) atau lesi pra kanker (bercak putih). Dalam
waktu sekitar 60 detik sudah dapat dilihat jika ada kelainan, yaitu munculnya plak putih pada
serviks. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah
satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca
menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak di kanalis servikalis dan tidak
tampak dengan pemeriksaan inspekulo (Rasjidi, 2009).

Hasil Test IVA Data terkini menunjukkan bahwa pemeriksaan visual serviks
menggunakan asam asetat (IVA) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap dalam
mendeteksi penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih sedikit logistik dan hambatan tekhnis.
IVA dapat mengidentifikasi lesi derajat tinggi pada 78% perempuan yang didiagnosa
memiliki lesi derajat tinggi dengan menggunakan kolposkopi 3,5 kali lebih banyak daripada
jumlah perempuan yang teridentifikasi dengan mengunakan Tes Pap (Depkes RI, 2009). Nilai
sensitifitas IVA lebih baik, walaupun memiliki spesifisitas yang lebih rendah. IVA
merupakan praktek yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya rendah dibandingkan
dengan penapisan lain dengan beberapa alasan antara lain karena aman, murah, mudah
dilakukan, kinerja tes sama dengan tes lain, dapat dilakukan oleh hampir semua tenaga
kesehatan, memberikan hasil yang segera sehingga dapat diambil keputusan segera untuk
penatalaksanaannya, peralatan mudah didapat, dan tidak bersifat invasif serta efektif
mengidentifikasikan berbagai lesi prakanker (Emilia O et al, 2010).

2.2.2 Sasaran IVA

Depkes RI, 2007 mengindikasikan skrining deteksi dini kanker serviks dilakukan
pada kelompok berikut ini :

a) Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun sebelumnya atau lebih.
b) Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes sebelumnya.

c) Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca


sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal
lainnya.

d) Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya.

Sedangkan untuk interval skrining, (Depkes RI, 2007) merekomendasikan :

a) Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya dilakukan
pada perempuan antara usia 35 – 45 tahun.

b) Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining hendaknya
dilakukan tiap 3 tahun sekali.

c) Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.

d) Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65
tahun, tidak perlu menjalani skrining.

e) Interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali.

Jika hasil pemeriksaan negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika hasilnya
positif maka dilakukan ulangan 1 tahun kemudian Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI)
Jatim (2012), adapun syaratsyarat untuk dilakukannya tes IVA, antara lain:

a) Sudah pernah melakukan pengaruh seksual

b) Tidak sedang datang bulan/haid

) Tidak sedang hamil

d) 24 jam sebelumnya tidak melakukan pengaruh seksual

2.2.3 Peralatan dan Bahan Pemeriksaan IVA

Pemeriksaan IVA dapat dilakukan dimana saja yang mempunyai sarana seperti antara
lain meja periksa ginekologi dan kursi, sumber cahaya / lampu yang memadai agar cukup
menyinari vagina dan serviks, speculum/cocor bebek, rak atau nampan wadah alat yang telah
didesinfeksi tingkat tinggi sebagai tempat untuk meletakkan alat dan bahan yang akan
dipakai, sarana pencegahan infeksi berupa tiga ember plastik berisi larutan klorin, larutan
sabun dan air bersih bila tidak ada wastafel (Depkes RI, 2010). Persiapan bahan antara lain
kapas lidi atau forcep untuk memegang kapas, sarung tangan periksa untuk sekali pakai,
spatula kayu yang masih baru, larutan asam asetat 3-5 % (cuka putih dapat digunakan), dan
larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi alat dan sarung tangan serta formulir cacatan untuk
mencatat temuan (Depkes RI, 2007).

Adapun tindakan pemeriksaan IVA, yakni (Rasjidi I, 2008):

a) Yakinkan pasien telah memahami dan menandatangani informed concent

b) Pemeriksaan menggunakan speculum untuk memeriksa secara umum meliputi dinding


vagina, serviks, dan fornik.

c) Posisikan klien dalam posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan kaki melebar)

d) Pasang cocor bebek/speculum yang sudah disterilisasi dengan air hangat. Masukkan ke
vagina secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat rahim.

e) Siapkan penerangan lampu 100 watt untuk memeriksa menampakkan serviks untuk
mengenali tiga hal yaitu curiga kanker, curiga infeksi, serviks normal dengan daerah
transformasi yang dapat atau tidak dapat ditampakkan.

f) Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk menyerapnya.

g) Pulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5% secara merata.

Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel normal, bahkan akan meningkatkan
osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler ini bersifat hipertonik akan menarik
cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin
dekat.

h) Setelah minimal 1 menit, sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar
tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan
epitel abnormal akan berwarna putih, yang disebut epitel putih/acetowhite (Nuranna et al,
2008).

Temuan asesmen hasil pemeriksaan IVA harus dicatat sesuai kategori yang telah baku
sebagaimana terangkum dalam uraian berikut ini (Depkes RI, 2007 dan Nuranna et al, 2008):
a) Hasil Tes-positif : Bila diketemukan adanya Plak putih yang tebal berbatas tegas atau
epitelacetowhite (bercak putih), terlihat menebal dibanding dengan sekitarnya, seperti
leukoplasia, terdapat pada zona transisional, menjorok kearah endoserviks dan
ektoserviks.

b) Positif 1(+): Samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang ireguler pada
serviks. Lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic acetowhite
lessions yang terletak jauh dari sambungan skuamos.

c) Positif 2 (++): Lesi achetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai ke
sambungan skuamokolumnar. Lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas,
tebal dan padat. Pertumbuhan pada serviks menjadi acetowhite.

d) Hasil tes-negatif:

1. Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu

2. Bila area bercak putih yang berada jauh dari zona transformasi. Area bercak putih halus
atau pucat tanpa batas jelas.

3. Bercak bergaris-garis seperti bercak putih.

4. Bercak putih berbentuk garis yang terlihat pada batas endocerviks.

5. Tak ada lesi bercak putih (acetowhite lession)

6. Bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi.

7. Garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan skuamokolumnar.

e) Normal:

1. Titik-titik berwarna putih pucat di area endoserviks, merupakan epitel kolumnar yang
berbentuk anggur yang terpulas asam asetat

2. Licin, merah muda, bentuk porsio normal.

f) Infeksi:

1. Servisitis (inflamsi, hiperemisis)

2. Banyak fluor, ektropion, polip.


g) Kanker

2.2.4 Kelebihan IVA

Adapun kelebihan dari metode IVA, antara lain: a) Mudah, praktis, sederhana, dan
murah b) Sensitivitas dan sensitifitas cukup tinggi c) Dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan bukan dokter ginekologi, dan dapat dilakukan oleh bidan ataupun tenaga medis
terlatih
BAB III

PROSES KEGIATAN DAN ANGGARAN DANA KEGIATAN

3.1. Proses Kegiatan

a.Nama Kegiatan :

b.Tujuan kegiatan :

1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan dini terjadinya


kanker serviks dan kanker payudar

2. Terdeteksinya suspect kanker serviks dengan pemeriksaan IVA

c. Sasaran : Seluruh WUS yang berada didesa namo bintang kec. Pancur batu
Kab.deli serdang
d. Waktu dan Tempat :
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal................di desa namo bintang kec. Pancur
batu kab. Deli serdang

e. Peaksanaan Kegiatan
Koordinator pengabdian kepada masyrakat ini adalah dosen akbid helvetia medan dan
dibantu pelaksanaannya oleh mahasiswa D III Kebidanan seanyak 5 orang ( susunan
kepanitian terlampir )

f. Sumber Dana Keiatan


Dana pengabdian kepada masyarakat dari yayasan Helvetia

3.2 Angggaran Dana Kegiatan

Untuk mewujudkan kegiatan ini memerlukan biaya. Oleh karena itu , biaya yang
diusulkan sebanyak Rp.1.170.000,- dengan rincian sebagaimana pada tabel bawah ini .

Material Justifikasi Kuantitas Harga Total


Pemakaian Satuan
Media Penyuluhan Power point

Spanduk 1 buah Rp.100.000


Penggandaan Foto copy + jilid 2 buah @10.000 Rp. 20.000
Proposal
Anggaran kegiatan 1. Sarung tangan 20 buah @ 20.000 Rp.400.000
pemeriksaan tes steril
IVA 2. Asam acetat ½ @ 50.000 Rp. 50.000
liter
@ 50.000
3. Kapas Lidi Rp. 50.000
@100.000
4. Kasa steril Rp.100.000

Transportasi Pelaksanaan 2 orang @ 250.000 Rp.250.000


PKM
Konsumsi Pelaksanaan 20 orang @ 5000 Rp.100.000
Reponden PKM
Konsumsi Pelaksanaan 5 orang @ 20.000 Rp.100.000
Pendamping PKM
Total Rp.1.170.000
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehtan RI .

Afrima, A., Ismail, D., & Emilia, O. (2010). Akseptabilitas dan pemanfaatan pusat informasi
dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja pada siswa sekolah menengah umum. Berita
Kedokteran Masyarakat; 27(3): 160

Rasjidi, Imam. 2009. Deteksi dan Skrining Pencegahan Kanker pada wanita.Jakarta : CV
Agung Seto.

Nuranna, Laila, et al. 2008. Skrining Kanker Leher Rahim dengan Metode Inspeksi Visual
Asetat (IVA). Depkes RI.
Lampiran 1. Susunan Kepanitian

Susunan Kepanitian

Pengabdian Masyarakat

Oleh Akademi Kebidanan Helvetia Medan

1. Pelindung : Ketua Yayasan Helvetia


Iman Muhammad ,SE,S.Kom,MM,M.Kes

2. Penanggung Jawab : Direktur Akbid Helvetia Medan


3. Koordinator Kegiatan : Hj. Mey Elisa Syafitri ,SKM,MKes
4. Pelaksana kegiatan :

Anda mungkin juga menyukai