Anda di halaman 1dari 52

RABU, 16 DESEMBER 2009

Box Office 2010

Kerugian bank ditanggung pemerintah...


Kerugian pemerintah ditanggung siapa...?

Anda sudah pernah merasakannya tahun 1998...

Sampai kapan manusia harus diperbudak sistem kriminal ini?

FUCK OFF ZIONIST BANKERS!!!


D I P O S K A N O L E H PU ST A K A P O H O N B O D H I J A M 8 : 4 8 P M 1 5 K O ME N T A R : LINK
KE POSTING INI

SABTU, 17 OKTOBER 2009

Judgement Day
Ini adalah nilai IHSG dan kurs rupiah pada masa monetisasi rupiah tahun
1998, kita tunggu saja apakah Amerika & Inggris akan merasakan hal yang
sama...
Kepanikan...
Sama seperti keserakahan...
Akan bergerak secara perlahan-lahan... dan berakhir dengan sebuah
gerakan parabolik.

& Babak pemanasan menuju gerakan parabolik ini tampaknya sudah


dimulai...

D I P O S K A N O L E H PU ST A K A P O H O N B O D H I J A M 5 : 1 6 P M 1 4 K O ME N T A R : LINK
KE POSTING INI

JUMAT, 11 SEPTEMBER 2009

SummerSlam USD 2009


Moga-moga Anda yang sedang membaca di sini sudah membaca habis blog
ini. Kita semua benar-benar sedang hidup di sebuah era yang luar biasa.
Hari ini, kita review sebentar apa yang sudah dan sedang terjadi, dan
menebak-nebak apa yang akan terjadi ke depan.
Sebelumnya, ingat hal ini:

Uang muncul dalam bentuk kredit.


Hutang dari A, setelah dibelanjakan, akan menjadi tabungan bagi B, C, D,
dll.

Uang, begitu diciptakan, akan eksis terus di neraca perbankan, sampai


seseorang default (gagal bayar).

Orang yang berhutang mungkin bisa membayar pinjamannya (plus bunga),


mungkin juga tidak. Sedangkan orang yang menabung, akan sekuat tenaga
tidak ingin berpisah dengan uang mereka.

Di sisi aset perbankan, pinjaman yang mereka berikan ke publik bisa


kembali ataupun tidak. Tetapi, di sisi liabilitas, uang nasabah mereka tidak
bisa dicoret sesuka hati, sebab tentu saja tidak ada orang yang mau
uangnya menguap begitu saja.

Apakah kita sedang memasuki era deflasi atau inflasi?

Gelombang gagal bayar orang-orang yang gak mampu membayar


menyebabkan kerugian masif di neraca perbankan Amerika. Karena tidak
ada nasabah yang mau uangnya menguap, dan tentu saja pemerintah pun
tidak akan membiarkan kebangkrutan perbankan yang menyebabkan
hilangnya uang nasabah yang kemudian berujung ke instabilitas
masyarakat apalagi jebloknya popularitas politisi elit, maka kerugian yang
diderita perbankan akan ditomboki (bailout) oleh pemerintah.

Uang bailout ini datang darimana?

Awalnya, pemerintah Amerika meminjam dari publik (orang-orang &


institusi yang memiliki uang, yang membeli surat hutang negara).
Seiring dengan memburuknya perekonomian global (kemampuan
konsumen Amerika untuk terus mengajukan hutang dan memenuhi janji
untuk membayar menurun), maka surplus neraca perdagangan berbagai
negara pun menurun, dan dengan demikian sumber pembiayaan deficit
pemerintahan Amerika pun ikut menurun.

Sejak awal tahun ini, setelah pengumuman quantitative easing (monetisasi)


The Fed & Bank of England, Amerika dan Inggris membayar sebagian
ongkos bailout ini dengan mencetak uang baru (hutang pemerintah kepada
bank sentral). Jadi, sekarang ini, selain meminjam uang-uang yang sudah
eksis, Amerika dan Inggris sudah menambah suplai uang.

Setiap bulan, setiap tahun, ada hutang yang harus dikembalikan ke sang
pencipta kredit, bank. Bila penciptaan kredit baru lebih besar daripada
pembayaran kredit lama, maka suplai uang meningkat. Bila penciptaan
kredit baru lebih sedikit dibanding pembayaran kredit lama, maka suplai
uang menurun.

Tetapi yang harus bisa Anda imajinasikan, turun dalam kasus ini artinya
suplai uang yang ada di tangan publik yang menurun. Sedangkan total
suplai uang sendiri, termasuk yang dikembalikan kepada perbankan yang
kemudian ditahan oleh mereka, sebenarnya tidak menurun.

Tanpa sebuah bank dibiarkan bangkrut, dan uang nasabah mereka


menguap, suplai uang tidak bisa turun.

Dengan monetisasi (uang baru), suplai uang sebenarnya meningkat.


Kejatuhan harga komoditi tahun lalu sampai awal tahun ini bukan berarti
ada penurunan suplai uang, yang terjadi hanyalah orang-orang yang
memiliki uang mengurangi aktifitas pembelian mereka. Istilah sebagian
ekonom adalah kecepatan perputaran uang (money velocity) yang
menurun.
US dolar yang naik di tahun 2008 sampai awal tahun 2009 ini, adalah
karena pemerintah Amerika mati-matian meminjam uang dari tangan
publik. Bursa saham dan pasar surat hutang korporat menjadi korban dari
siklus itu. Uang yang harusnya bisa berputar di kedua pasar ini berpindah
ke pasar surat hutang negara.

Lambatnya perputaran uang juga menyebabkan debitur (individu maupun


korporat) kesulitan untuk mendapatkan dolar untuk membayar. Maka
dolar pun menguat pada masa itu.

Mengenai monetisasi, saya pernah menjelaskan kepada Anda bahwa


tindakan mencetak uang bisa menghasilkan efek yang berbeda bila
dilakukan dengan tujuan / aktivitas yang berbeda.

Bila uang baru digunakan untuk mewakili penciptaan barang-barang baru,


maka uang (walaupun hanya terbuat dari kertas bahkan cuma sebuah
angka elektronis), akan tetap bernilai. Sebaliknya, semakin sering barang
yang sama dijadikan sebagai jaminan penciptaan uang (kredit), semakin
tidak bernilai uang yang eksis.

Keputusan pemerintah Amerika dan Inggris untuk mencetak uang untuk


membailout perbankan, dan membeli aset-aset sampah di neraca mereka,
akan menghasilkan efek yang sama yang terjadi pada Indonesia saat
pemerintah membailout perbankan nasional tahun 1997-1998.

Ini bukan saat untuk melihat chart dan menganalisa gerakan technical
USD. Apa yang akan terjadi terhadap USD adalah devaluasi!

Apakah mungkin menghentikan prospek kehancuran dolar Amerika?

Pertama, kalau secara ajaib pemerintah Amerika memutuskan secara tegas


bahwa mereka tidak akan membailout lagi bank-bank yang insolvent.
Kedua, kalau secara ajaib pemerintah Amerika bersedia mengurangi secara
masif sisi pengeluaran dalam APBN mereka. Proyek-proyek infrastruktur
pemerintah, layanan institusi publik, ongkos operasional militer, janji-janji
asuransi dan pemeliharaan kesehatan publik, dll.

Ketiga, ada crash spektakuler di bursa saham dan pasar obligasi. Ketakutan
ekstrim publik di kedua pasar ini secara relatif akan menguntungkan surat
hutang berbagai negara, termasuk surat hutang pemerintah Amerika.

Kalau Anda ikut membaca berita, saya rasa Anda akan meragukan bahwa
pemerintah Amerika bersedia melakukan 2 hal pertama di atas. The Fed
mengatakan quantitative easing mereka akan berakhir Oktober ini. Dugaan
saya adalah mereka sedang berbohong! Darimana uang untuk menjalankan
anggaran tahunan mereka kalau bukan dari mencetak uang baru?

Penerimaan pajak di hampir semua negara bagian sudah menurun secara


signifikan, prospek pasar tenaga kerja juga amat buruk, dan dengan
demikian prospek penerimaan pajak di tahun anggaran berikut juga amat
buruk. Dan kalaupun rakyat Amerika sekarang mulai rajin menabung dan
bukan lagi rajin berhutang, kemungkinan mereka untuk menyisihkan
tabungan mereka untuk membeli surat hutang pemerintah mereka juga
amat sangat kecil. Ingat, bunga surat hutang pemerintah Amerika saat ini
sangat rendah.

Ditambah dengan turunnya import oleh konsumen Amerika, maka negara-


negara kreditur Amerika yang selama ini aktif membeli surat hutang
Amerika tidak lagi memiliki cukup uang untuk terus membeli surat hutang
mereka.

Mengapa bunga treasury rendah? Karena The Fed secara sengaja ikut
membeli surat hutang negara dan menekan bunga / yieldnya. Untuk apa?
Karena kemampuan pemerintah Amerika untuk menyicil bunga hutang
nasional mereka ($12 trilyun) sudah tidak ada. Kalau bunga surat hutang
pemerintah naik di saat seperti ini, ini sama saja dengan suntikan mati bagi
pemerintah di sana.

Kalau di tahun anggaran baru ini (mulai 30 September 2009), Anda


kembali mendengar berita quantitative easing dari pemerintah Amerika,
maka secara resmi bisa dikatakan bahwa Amerika memang sudah
memasuki era baru, era mencetak uang untuk membayar tagihan.

Dan kalau memang itu yang terjadi, maka skenario ketiga, crash
spektakuler di bursa saham dan obligasi, mungkin akan mengecil. Daripada
membeli surat hutang negara & dolar, orang kemungkinan lebih memilih
membeli kepemilikan perusahaan (saham), surat hutang korporat, ataupun
komoditi.

Dalam dolar-system ini, memang benar dolar Amerika adalah nyawa dari
aktivitas perdagangan dunia. Dan kenyataannya, kita memang belum
menemukan alternatif yang mudah untuk dipraktekkan dalam jangka
pendek.

Tetapi, bukan karena tidak ada alternatif, lantas dolar tidak akan jatuh.
Sebuah perumpamaan untuk Anda, kalau kebetulan Anda berada di kapal
Titanic, dan seorang penumpang yang lain berkata kepada Anda:
Kapal ini tidak mungkin tenggelam! Mengapa? Sederhana, karena tidak
cukup tersedia kapal pelampung (alternatif).

Apakah Anda akan mempercayai teori dia? Hehe..

Apa yang Anda lihat akhir-akhir ini, relatif naiknya bursa saham, turunnya
nilai dolar, dan naiknya harga komoditi, hanyalah ancang-ancang pasar.
Sebuah peringatan kepada The Fed untuk tidak lagi melanjutkan
quantitative easing mereka.

Tetapi kalau mereka ngotot melanjutkannya, maka dalam waktu beberapa


bulan pertama di tahun anggaran baru mereka, mereka pasti akan
mendapatkan peringatan keras berikut. Saat itu, hal yang paling mungkin
untuk terjadi di pasar valuta asing adalah:

SELL USD!

D I P O S K A N O L E H PU ST A K A P O H O N B O D H I J A M 4 : 1 6 P M 1 5 K O ME N T A R : LINK
KE POSTING INI

SELASA, 14 JULI 2009

Ikan Kecil Di Samudra Dusta


Saya rasa semua orang pernah merasa heran, kalau penyebab kemiskinan
adalah kurangnya uang, mengapa dunia ini tidak mencetak lebih banyak
uang dan menyebarkannya ke penduduk? Siapa tahu semua masalah
kemiskinan di dunia bisa selesai dalam seminggu. Ini mungkin akan sama
mengharukannya seperti mendengar Michael Jackson menyanyikan Heal
The World…

Dan yang juga mengherankan, kalau negara memang bisa mencetak uang,
mengapa mereka bisa terjerat dalam hutang, terbenam dalam
tanggungjawab untuk membayar barang yang konon bisa mereka ciptakan.

Dengan berlalunya waktu, perlahan-lahan saya baru mulai sadar ternyata


yang namanya “fakta” itu relatif, bisa berubah-ubah di dunia, tergantung
siapa yang sedang berkuasa, tergantung siapa yang menjadi Sang
Pemenang.

Sebagian pelajaran yang saya pelajari di zaman sekolahan, dan sejumlah


informasi yang saya baca di koran, kalau dipikir-pikir sebenarnya hanyalah
opini publik dan ilusi populer. Dirancang sedemikian rupa supaya sang
pemenang akan tetap menjadi pemenang, dan si pecundang tetap akan
menjadi pecundang. Yang berada di puncak piramida akan tetap berada di
puncak, dan yang bergerombol di sisi bawah piramida akan tetap
bergerombol di bawah.

Kita semua hanyalah ikan-ikan kecil di samudra dusta…

Apa yang Anda baca di sini?

Hmm… Mungkin ini termasuk sisa-sisa “fakta” versi si “pecundang.” Ditulis


sedemikian rupa supaya para pecundang ini bisa mengetahui mengapa
mereka adalah pecundang, dan berharap agar mereka bisa membalikkan
situasi dan menciptakan dunia yang berbeda.

Ini ada beberapa postingan sebelumnya, mungkin ada baiknya Anda


membacanya duluan.
• Saya menginginkan seluruh dunia plus 5%
• Debt based money system 1
• Debt based money system 2
• Bankir, Rakyat, & Pemerintah
• Kelaparan di Dunia Yang Berlimpah
• Mata Uang & Anggaran Belanja
• Stimulus Pemerintah
• Hak Pemerintah Untuk Mencetak Uang

Anda bisa membayangkan ada banyak sekali uang di dunia, bukan begitu?
Uang-uang itu muncul karena ada orang yang mengajukannya ke
perbankan. Uang-uang itu mewakili rumah, mobil, mesin, komoditi, dan
berbagai hasil kerja keras seluruh penduduk di dunia.

Memang benar yang mencetak uang, medium transaksi resmi yang


beredar, biasanya adalah negara, tetapi tidak ada uang yang beredar secara
gratis, bahkan oleh negara. Uang hanya akan muncul di tangan seseorang
kalau ada seseorang, sebuah institusi, ataupun sebuah negara yang
mengajukan hutang terlebih dahulu.

Hari ini, kalau Anda pergi ke bank dan mendapatkan Rp 200 juta untuk
membangun rumah impian Anda, maka suplai uang bertambah Rp 200
juta. Beberapa bulan kemudian, saat rumah Anda selesai, orang akan
berkata:

"Hei, lihat, ada sebuah rumah, dan ada setumpuk uang, Rp 200 juta,
untuk mewakili nilai rumah tersebut. Uang ini akan eksis secara
permanen di masyarakat, berpindah tangan dari satu orang ke orang
yang lain selama-lamanya."

Tetapi kawan, yang terjadi sebenarnya sedikit berbeda…:


1. Dunia ini bertambah sebuah rumah.
2. Dunia ini bertambah uang Rp 200 juta.

Rp 200 juta ini tercatat di sisi peminjam sebagai hutang (-200), dan di sisi
kreditur sebagai piutang (+200). Net resultannya adalah nol. Dan kalau
Anda memperhatikan bahwa si peminjam sebenarnya harus membayar
lebih dari yang dia dapatkan, maka net resultan dari kejadian ini adalah
NEGATIF (dalam satuan rupiah).

Dan satu hal lagi, Rp 200 juta ini, dalam realita, tidaklah eksis secara
permanen. Kalau perjanjian kredit Anda dengan bank adalah 5 tahun,
maka Rp 200 juta ini hanya akan eksis selama 5 tahun. Kalau perjanjiannya
adalah selama 15 tahun, maka Rp 200 juta ini hanya akan eksis selama 15
tahun (abaikan dulu bunga pinjaman, kalau dengan bunga, uang ini akan
menghilang sebelum masa kredit berakhir).

Orang-orang yang kemudian mendapatkan bayaran atas beredarnya Rp


200 juta ini, para tukang bangunan, kontraktor, toko bangunan, dll,
mereka tentu saja akan menyimpannya sebagai tabungan mereka, dan
bertekad untuk tidak berpisah dengan uang mereka dengan sekuat tenaga.

Lantas yang akan Anda gunakan untuk membayar Rp 200 juta ini kepada
sang pencipta uang? Ya, itu urusanmu kawan. Hanya Andalah yang tahu.
Yang pasti, Anda harus menemukan Rp 200 juta + bunganya dari tangan
orang lain yang sumber uang juga sama seperti Anda, kalau bukan dari
kredit (hutang), ya berarti dari tabungan yang diperolehnya dari kredit
(hutang) orang lain sebelumnya.

Tapi bagaimana kalau apapun cara yang Anda pikirkan, Anda masih juga
tidak bisa membayar? Ya, bank akan menyita rumah Anda. Dalam satuan
unit rumah, mereka mendapatkan 1 unit rumah Anda. Dalam satuan
rupiah, mereka bisa untung, bisa juga rugi, tergantung situasi pasar
properti waktu itu.

Kalau Anda pada akhirnya memang gagal bayar, bank akan terpaksa
menghapus (write-off) piutang mereka, tetapi tabungan pihak lain
(nasabah bank) tidak bisa dihapus begitu saja. Karena itu yang dihapus
adalah modal bank sendiri. Dan ketika jumlah debitur gagal bayar seperti
Anda sedemikian besar, dan modal bank tidak sanggup lagi menomboki
volume uang yang hangus ini, maka tabungan publiklah yang menghilang…

Untuk mencegah kemarahan publik, biasanya negara kemudian akan


tampil sebagai sang penyelamat dan menyetor modal ke perbankan. Inilah
maksud talangan / bailout. Uang talangan ini datang dari mana? Kalau
negara punya uang, itu akan datang dari tabungan negara. Kalau negara
tidak punya uang, maka uang itu akan datang lewat hutang negara.

Oleh karena itu, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan ini, maka
semua manusia dan semua negara di dunia ini harus saling membantu,
mencari peluang dan rencana untuk menciptakan proyek baru, dan
demikian menciptakan uang (hutang) baru, supaya pengaruh negatif,
resultan atas akumulasi transaksi-transaksi mereka, tidak dirasakan di
planet ini.

Species manusia sudah menginflasikan suplai uang (hutang) selama


berabad-abad dalam Debt based money system ini. Cara menghindari krisis
ekonomi adalah kalau selalu ada sekelompok manusia di dunia ini yang
bisa diandalkan untuk terus menginflasikan suplai uang (hutang) dalam
volume yang substansial, agar resultan negatif dari transaksi-transaksi
sebelumnya dari seluruh species ini tidak dirasakan oleh kita semua.

Keseluruhan sistem keuangan modern sudah sakit sejak detik pertama debt
based money system dipraktekkan. Alasan mengapa jarang ada masalah
adalah karena kemampuan species manusia untuk mengeksplorasi dunia
dan mengajukan hutang baru memanglah sangat besar.

Selama berabad-abad, manusia bukan hanya sanggup mempertahankan


suplai uang, manusia bahkan sanggup terus meningkatkan suplai uang
(hutang). Species homo sapiens benar-benar luar biasa. Selalu ada caranya
menciptakan proyek baru, selalu ada caranya membuka hutan baru, selalu
ada caranya menemukan permintaan untuk membangun gedung-gedung
mutakhir yang terbaru.

Namun, setiap beberapa generasi, akan tiba sebuah era di mana beban
hutang tidak lagi bisa ditanggungi, dan akhirnya konsekuensi logis
dari Debt as Money akan dirasakan untuk kurun waktu tertentu. Setiap
beberapa generasi Anda akan melihat runtuhnya kemampuan publik untuk
mengajukan hutang baru dan kebangkrutan massal. Publik bangkrut
karena tidak sanggup membayar, dan perbankan bangkrut
karena insolvency yang tidak lagi bisa ditutupi.

Dan kalau Anda perhatikan, skala boom & bust setiap beberapa generasi itu
akan terus bertambah besar, baik dari sisi volume uang, maupun dari sisi
jumlah populasi yang terlibat.

1 orang di tengah-tengah 5 orang yang kelaparan tidaklah sama dengan 10


orang di tengah-tengah 50 orang yang kelaparan. Mungkin para penggemar
rasio akan berargumentasi bahwa kedua-duanya sama saja, hanya 20% dari
populasi… Tapi 1 tetaplah bukan 10…

1 juta manusia yang kehilangan pekerjaan tidaklah sama dengan 10 juta


manusia yang kehilangan pekerjaan. Saya sedang membicarakan jumlah
nyawa manusia yang terkena akibat kawan… Kalau depresi sebelumnya
berakhir dengan likuidasi liabilitas (perang dunia) yang membunuh
puluhan juta orang, berapa orang yang akan dikorbankan di siklus kali ini?
Ratusan juta? 1 milyar? Atau berapa? Dan lewat cara apa?

Hutang Pemerintah

Debt based money system + riba akan membawa dampak negatif tak
berujung di manapun sistem ini dipraktekkan (malangnya, sistem ini
dipraktekkan di seluruh negara). Dengan berlalunya waktu, tahun demi
tahun, generasi demi generasi, yang akan terjadi hanyalah kemiskinan yang
terus bertambah besar dan masalah sosial-politik-budaya yang tak habis-
habisnya.

Pemerintah eksis untuk menyelesaikan masalah publik. Semakin banyak


masalah, semakin besar skala pemerintah. Dalam konteks
hubungan antara skala pemerintah dengan perkembangan negara, apakah
sebuah negara termasuk maju atau tidak, Anda perlu menggunakan sedikit
imajinasi Anda, mana sebab-mana akibat.

Apakah publik yang produktif yang membuat sebuah bangsa menjadi


besar, atau sebuah skala pemerintahan yang besar yang membuat sebuah
bangsa menjadi besar? Orang bisa berargumentasi di kedua arah sekaligus,
dan kedua belah pihak memang akan menemukan beberapa poin yang
valid.

Namun, motor penggerak utama apakah sebuah bangsa bisa maju atau
tidak, tetap adalah rakyat mereka. Rakyat yang cerdas, kreatif, dan pekerja
keras akan bisa menghasilkan produksi yang bisa dijual keluar, dan
kemudian mengumpulkan kekayaan. Setelah itu, barulah pemerintahan
mereka bisa menemukan sumber uang / mesin ATM mereka, baik lewat
penarikan pajak maupun lewat penjualan surat hutang.

Skala pemerintah (termasuk skala hutang mereka) tidak menyebabkan


bangsa mereka menjadi besar. Sebaliknya, skala pemerintah justru
berhubungan secara signifikan dengan akumulasi masalah ekonomi-sosial-
politik-budaya yang terjadi di negara tersebut. Itu adalah akibat, bukan
sebab.

Hal lainnya, saya pernah menjelaskannya sebelumnya, konsumen


membayar bunga atas uang yang mereka minta dari perbankan. Dan
mereka membayar sekali lagi saat pemerintah menerbitkan surat hutang.
Ingat, kita sedang hidup di sebuah sistem di mana semua uang pemerintah
pasti secara langsung ataupun tidak langsung diambil dari rakyat
mereka. Surat hutang negara tidak dibayar oleh negara, itu
dibayar oleh publik.

Sekalipun ada sebuah negara yang surat hutangnya dibiayai secara masif
oleh rakyat mereka sendiri. Uang berpindah tangan dari rakyat yang satu
ke pemerintah dan lalu kembali ke tangan rakyat yang lain. Lantas apakah
itu kemudian pantas disebut fenomena yang baik? Kalau itu adalah hal
yang baik, mengapa tidak sekalian saja menaikkan pajak penghasilan
menjadi 50%, 70%, atau 90%? Toh uang tetap beredar di negara sendiri.

Hehe... Ini akan menjadi kekonyolan besar, tetapi tidak lucu. Dengan pajak
yang sedemikian tinggi, siapalah yang mau bekerja? Siapalah yang mau
menjadi wirausahawan? Nyaris semua jerih payah orang-orang yang
produktif akan diminta kembali oleh pemerintahan mereka!

Keadaan menjadi lebih rumit ketika surat hutang sebuah negara dibiayai
dari uang dari luar negeri, dan juga dalam mata uang luar negeri.
Bayangkan negeri X…

X meminjam USD 1 milyar dari World Bank. Katanya uang ini adalah
untuk pembangunan jalan raya di negara X. Tapi ternyata World Bank
tidak hanya memberikan uang, mereka juga menunjuk lansung siapa yang
menjadi kontraktor utama dan supplier material, yang sebenarnya adalah
bagian dari kroni para bankir di negara mereka sendiri. Uang mengalir dari
World Bank ke rekening lain yang juga ditunjuk oleh World Bank. Dari
USD 1 milyar ini, misalnya hanya USD 400 juta yang akhirnya beredar di
negara X.

Pertanyaannya, bagaimana caranya negara X menemukan USD 600 juta +


bunga untuk dikembalikan ke World Bank?

Jawaban populer mungkin adalah dengan selesainya jalan baru ini,


masyarakat bisa memproduksi secara lebih efektif dan efisien, dan lama-
kelamaan hutang akan terbayar, pokoknya pasti akan terbayar. Bagaimaan
matematika asumsi ini bisa dijustifikasi,nobody cares, it just doesn’t
matter you idiot…

Tapi kawan… Paska selesainya proyek, sisa USD 400 juta tadi sekarang
sudah menjadi tabungan rakyat X yang bekerja di proyek itu, itu bukan lagi
uang negara X. USD hanya bisa masuk ke kantong negara X atas pajak dari
rakyatnya. Dari total pinjaman USD 1 milyar ini, anggaplah hanya ada USD
50 juta yang bisa kembali ke pemerintah menjadi pajak, lantas sisa USD
950 juta + bunga yang harus dibayarkan akan datang dari mana? Jalan
raya itu tidak akan serta-merta menghasilkan dolar bagi pemerintahan
negara X. Uang USD itu harus datang lewat cara yang lain.

Berapa banyak sebenarnya rakyat mereka harus menjual barang ke luar


negeri, berapa banyak sebenarnya negara X harus mengeksplorasi alamnya
dan menjualnya keluar, supaya pemerintah negara X bisa mendapatkan
pajak yang cukup untuk membayar tagihan USD 1 milyar + bunga ini?

Dan pertanyaan yang lebih mendasar lagi, apa bedanya USD dengan uang
negara X? Mengapa ada proyek yang bisa dilaksanakan dengan uang yang
dicetak Federal Reserve tetapi proyek yang sama tidak boleh dilaksanakan
dengan uang yang dicetak bank negara X?

Anyway… ini memang masalah yang kompleks. Transaksi hutang perlu


dianalisa case by case, karena setiap kasus memang berbeda.

Hal lain yang perlu Anda sadari adalah permasalahan hutang negara
tidaklah berjalan sendiri, bersamaan dengan pasar valuta asing (kontrol
nilai tukar mata uang), hutang luar negeri, selain beberapa sisi positifnya,
juga membawa sisi negatif yang bisa sangat berbahaya.

Jadi, sehubungan dengan isu peranan pemerintah, Anda memang harus


menggunakan imajinasi untuk memahami masalah. Apakah Anda benar-
benar ingin hidup di negara yang penuh dengan campur tangan
pemerintah atau tidak? Dan yang lebih penting lagi, apakah Anda ingin
mempertahankan sistem debt as money, sistem yang memastikan akan ada
semakin banyak masalah di masyarakat, sistem yang memastikan skala
pemerintah (termasuk hutang pemerintah) yang akan terus bertambah
besar, sistem yang memastikan akan ada semakin banyak tagihan dan
pajak yang harus dibayar oleh anggota masyarakat yang masih produktif
untuk menolong rekan-rekan mereka yang telah jatuh menjadi pecundang
dalam sistem debt as money ini.

Ada sejumlah berita yang mengatakan bahwa sejumlah negara sudah


mengurangi pajak kepada rakyatnya dalam menghadapi krisis global ini.
Apa sebenarnya yang terjadi? Bukankah APBN berbagai negara
sesungguhnya sedang meningkat karena mereka sedang melancarkan
proyek “stimulus” masing-masing?

Anda masih ingat pos penerimaan negara?


• Pajak
• Dividen perusahaan negara
• & Penerbitan berbagai jenis surat hutang

Kalau setoran pajak berkurang, dan pemasukan dividen perusahaan negara


tidak bertambah, maka cara lain yang pemerintah gunakan untuk
menutupi anggaran mereka pasti adalah dengan peningkatan penerbitan
surat hutang negara. Efeknya sama saja, sebab yang membayar surat
hutang tetap adalah rakyat mereka. Yang berbeda
adalah timingpembayarannya. Kalau penerbitan surat hutang berhasil,
maka setoran pajak yang perlu pemerintah tagih bisa diundur… Tetapi
diundur tidak sama dengan dikurangi kawan… Diundur versi ini akan
menyebabkan tagihan pajak yang semakin membesar di masa mendatang.

Kecuali Anda sama sekali tidak membaca berita, bila tidak Anda
seharusnya tahu bahwa negara-negara “maju” seperti Amerika dan Inggris
sebenarnya sudah sangat dekat dengan kebangkrutan. Mengapa masih ada
begitu banyak orang yang justru mengagungkan mereka dan menganjurkan
bahwa kita perlu meniru langkah-langkah mereka? Naikkan terus volume
hutang, baik hutang konsumen maupun hutang negara, it doesn’t matter
baby, just follow USA!

Dalam sistem yang kita anut, pemerintah tidak bisa menciptakan uang
mereka sendiri. Pemerintah sesungguhnya hanya bisa meminjam… They
can only borrow… Dan ketika Anda mendengar bahwa pemerintah sedang
“mencetak uang” (monetisasi), apa yang sebenarnya sedang mereka
lakukan adalah mereka sedangmeminjam uang masa depan rakyat
mereka. Mengapa? Sebab uang “cetakan” itu akan dibayar kembali dalam
bentuk pajak yang ditagih kepada rakyat mereka di tahun-tahun
mendatang.

Mengenai monetisasi, kalau disederhanakan, kredit konsumen adalah


monetisasi dalam skala retail. Negara yang "mencetak uang" adalah
monetisasi skala nasional.

Kapan pemerintah akan “mencetak uang”? Jawabannya adalah ketika


mereka gagal meminjam. Tidak masalah pinjaman dicari dari dalam negeri
ataupun luar negeri. Ketika tidak ada yang mau meminjami mereka secara
suka rela, alternatif mereka hanyalah “meminjam secara paksa.”

Apakah saya sedang memojokkan pemerintah dalam blog ini?

Saya tidak merasa demikian. Sebaliknya, saya sebenarnya sedang mencoba


menolong mereka, dan menolong diri kita sendiri.

Coba Anda bayangkan situasi ini:


Sekelompok orang terdampar di sebuah pulau terpencil. Di antara mereka,
ada tenaga kerja yang masih muda dan kuat. Dan di pulau tersebut,
ternyata tersedia material bangunan seperti pasir, semen, batu, kabel, dan
lainnya. Dan orang-orang ini sebenarnya membutuhkan sebuah bangunan
sebagai tempat berteduh mereka.

Tetapi, karena tidak ada uang sebagai medium transaksi, para pemuda itu
pun menganggur. Mereka menghabiskan waktu mereka meratapi nasib
buruk mereka, dan membayangkan betapa nikmatnya berada di kota
mereka sebelumnya.
Mungkin kedengarannya terlalu ekstrim, tetapi sesungguhnya hal seperti
ini bisa saja terjadi, apalagi dalam masyarakat yang kompleks. Otak kita
sudah ketagihan dengan uang. Tanpa uang, masyarakat tidak
berfungsi. Peradaban pun bisa macet.

Ini kenyataan.

Pemerintah negara XYZ bisa mengabaikan sejumlah pekerjaan umum


mereka hanya karena tidak ada uang. Dan orang-orang tidak pernah
bertanya, kalau rakyat bisa menciptakan uang untuk berbagai produk yang
mereka produksi, mengapa pemerintah tidak boleh menciptakan uang atas
infrastruktur yang mereka bangun?

Mengapa uang pemerintah harus berasal dari uang-uang yang eksis


sebelumnya? Pemerintah mencetak uang itu inflationary? Harga akan
melambung ke langit? Bisa ya dan tidak, tergantung apa yang mereka
lakukan dengan uang itu.

Tetapi, kalau orang bisa menuduh tindakan pemerintah untuk mencetak


uang itu inflationary, mengapa mereka tidak pernah berdemo ke bank
komersial dan melemparkan isu yang sama?

Bank komersial melakukannya setiap hari, sepanjang tahun, dan sudah


berlangsung selama berabad-abad! Kredit, dalam praktek, adalah uang.
Dan perbankan sudah mencitakan kredit selama ratusan tahun.

Mengapa kalau sebuah negara mencetak uang biasanya mata uangnya


jatuh? Ya sekali lagi, tergantung apa yang mereka lakukan dengan uang itu.
Di postingan sebelumnya saya pernah mengatakan kepada Anda bahwa
tidak semua uang yang diciptakan menghasilkan nilai yang sama.

Menciptakan uang untuk membuat jalan tidaklah sama dengan


menciptakan uang untuk menomboki modal sebuah bank. Menciptakan
uang untuk membangun stasiun pembangkit listrik tidaklah sama dengan
menciptakan uang untuk membayar tagihan kartu kredit.

Penyebab kedua jatuhnya mata uang adalah invisible hand Sang Majikan di
puncak piramida. Kalau hari ini Anda mendengar pemerintah negara X
memutuskan untuk mencetak sejumlah uang, bukan hutang kepada
siapapun, untuk digunakan di negara mereka, Anda bisa bertaruh mata
uang mereka akan langsung dihancurkan di pasar valas di London dan New
York dalam waktu singkat.

Dan kalau hari ini, yang sedang melakukan quantitave-easingadalah


Indonesia, dan bukannya Amerika, Anda bisa bertaruh rupiah yang ada di
rekening Anda sekarang sudah jatuh sangat drastis nilainya.

Everybody is not equal my friend…

Hak untuk menciptakan uang adalah milik para Money Masterssecara


eksklusif. Penguasa tertinggi di dunia adalah bankir yang bisa
memproduksi uang di puncak piramida dunia. Di bawah mereka adalah
bankir-bankir lokal dengan pengaruh yang lebih minor. Jangan berharap
mereka mau melepaskan sistem moneter seperti ini.

Pengaruh hutang negara terhadap rakyat mereka sering kali tidak kasat
mata. Dan para aktor di belakang layar, mereka bisa sama sekali tak
terdengar di media. Media akan sibuk menulis berita politisi dan partai
politik mana yang bisa menyelesaikan masalah, atau politisi dan partai
politik mana yang tidak bisa menyelesaikan masalah, tetapi mereka tidak
akan melaporkan asal-muasal masalah yang sebenarnya.

Untuk setiap 1 sen uang yang dibayar kepada World Bank, negara X
kehilangan 1 sen uang yang mungkin bisa dipakai untuk menyekolahkan
anak-anak mereka, menjaga fakir miskin mereka, dan memelihara
infrastruktur mereka. Ini semua tidak kelihatan kecuali Anda
mengimajinasikannya.

Anda dibujuk membayar pajak, dibombardir dengan slogan "Orang Bijak


Taat Pajak,” bahwa uang itu adalah untuk Anda juga, negara membutuhkan
uang untuk membangun ini dan membangun itu. Memang kata-kata itu
tidak sepenuhnya salah, tapi kalimat itu juga tidak sepenuhnya jujur.
Jarang-jarang Anda akan mendengar bahwa negara juga membutuhkan
pajak Anda untuk membayar IMF, World Bank, ADB, dan majikan-majikan
lainnya, bukan begitu?

Bagi orang yang tidak menyukai topik zionisme dan isu politik yang lain,
kabar baiknya adalah Anda memang tidak harus memikirkannya. Just
follow the money. Kalau Anda bisa membayangkan bagaimana aliran
uang mengalir di dunia, perlahan-lahan Anda akan memahaminya sendiri.

Zionis tidak harus eksis secara fisik di negara manapun. Yang mereka
perlukan hanyalah memastikan bahwa Anda berada di dalam bagan
piramid keuangan mereka. Memungut $100 dari setiap orang di sebuah
negara dengan 1 juta penduduk tanpa paksaan yang terlalu kasat mata
bahkan lebih efektif dibandingkan dengan menduduki secara paksa suatu
negara dengan 1 juta penduduk dan kemudian merampok mereka $100
juta.

Adalah pilihan Anda, apakah Anda tertarik untuk menyebarkan “fakta”


versi “pecundang” ini kepada ikan-ikan kecil lainnya, bila tidak saya hanya
bisa mengatakan kepada Anda… Selamat berjuang dan memanjat bagan
piramida dunia... Moga-moga bukan Anda sebagai korban berikut yang
akan tenggelam di samudra dusta…

• Link APBN
• Seputar Hutang Indonesia
Heal The World
(by Michael Jackson)

Heal the world…


Make it a better place
For you and for me
For all entire human race
There are.. People dying
If you care enough for the living
Make a better place
For you and for me…
D I P O S K A N O L E H PU ST A K A P O H O N B O D H I J A M 4 : 2 3 P M 3 5 K O ME N T A R : LINK
KE POSTING INI

RABU, 24 JUNI 2009

Step by Step Kebangkrutan Global


Dari berbagai berita di internet, kelihatannya sejumlah besar negara bagian
Amerika akan bangkrut dalam waktu dekat. Yang paling kritis adalah
California. Menurut Gubernur mereka, si Terminator Arnold
Schwarzenegger, pemerintahan mereka hanya punya cukup uang untuk
bertahan sampai bulan Juli ini.

“Our wallet is empty. Our bank is closed.


Our credit is dried up.”
- Arnold Schwarzenegger-

Setelah Juli, kalau tanpa injeksi uang ke kantong pemerintahan mereka,


maka sejumlah instansi pemerintah akan ditutup, dan sebagian lagi akan
melakukan PHK besar-besaran. Bayangkan kalau instansi yang ditutup
adalah penjara, para napi: perampok, pembunuh, pemerkosa, pengedar
obat bius, psikopat, dll, dilepaskan ke masyarakat, tanpa pekerjaan, tanpa
uang, karena negara tidak punya uang untuk menampung mereka lagi,
hehe…
The Fed, yang diharapkan untuk membantu mereka, mengindikasikan
bahwa mereka tidak akan membailout negara bagian. Ya wajar-wajar saja,
kalau mereka membailout California, maka dalam beberapa jam 50 negara
bagian yang lain juga akan sibuk menelepon mereka dan meminta uang
dengan alasan yang sama.

Pemerintahan Federal Amerika, tampaknya juga tidak bisa berbuat


banyak. Uang yang mereka kumpulkan dari tangan publik untuk
membailout bank-bank besar dan menciptakan“proyek stimulus” sudah
sangat besar, ke mana lagi mencari pinjaman berikut?

Tanpa defisit anggaran negara bagianpun, pemerintah mereka sudah


kesulitan meminjam, buktinya adalah quantitave easing (printing debt
money) beberapa bulan terakhir.

Jadi bagaimana? Apa yang akan terjadi?

Hmm.. Saya sama tidak tahunya dengan Anda… Tapi mari kita bayangkan
kembali beberapa hal mendasar tentang uang….

Seperti yang sudah Anda ketahui, uang muncul saat pengajuan kredit oleh
konsumen. Awalnya, pengajuan kredit dilakukan untuk tujuan produksi.
Hasil dari proses ini adalah uang yang tercatat di rekening si pemimjam
dan juga benda berwujud yang diproduksi dari uang tersebut.

Sampai di sini, uang (kertas maupun elektronik) masih sangat berharga,


karena mewakili nilai dari sebuah produk.

Step berikut, kredit diajukan konsumen untuk membeli barang yang sudah
jadi, artinya barang yang sama yang sebelumnya telah diwakili oleh uang
tertentu, dijadikan lagi sebagai jaminan untuk menciptakan lebih banyak
uang.
Barang-barang hasil produksi masih sama, tetapi uang (kredit) yang
beredar yang mewakili barang-barang tersebut bertambah. Inilah salah
satu alasan kenaikan harga di pasar. Uang yang lebih banyak yang
mengejar jumlah barang yang masih tetap.

Sampai di sini, uang masih juga berharga, karena bagaimanapun masih


mewakili nilai dari suatu barang (walaupun barang yang sama sudah
dijadikan sebagai jaminan untuk kedua kalinya).

Semakin banyak level sebuah aset dijadikan sebagai jaminan atas


penciptaan kredit berikut, atau semakin besar volume uang yang tercipta
atas barang yang sama yang dijadikan sebagai jaminan penciptaan kredit,
semakin menurun nilai uang yang beredar.

Semakin sering Anda melihat publik melakukan spekulasi lewat uang


kredit di industri atau produk tertentu, semakin besar kenaikan harga di
industri atau produk tersebut.

Misalnya ABS (Asset Backed Security) atau MBS (Mortgage Backed


Security). Konsumen meminta bank untuk menciptakan uang atas
misalnya sebuah rumah yang mereka beli. Bank kemudian menjual janji
konsumen tersebut untuk membayar kepada “investor” berikut, dan uang
yang bank terima kemudian dipakai sebagai modal untuk menciptakan
pinjaman berikut ke konsumen / demander uang yang berikut, dst…

Walaupun demikian, dengan berjalannya waktu, uang masih tetap akan


berharga. Mengapa? Karena tidak sama seperti barang (yang bisa saja
bertahan lama di dunia), setiap digit uang di dunia memiliki umur tertentu,
umurnya berkurang dan berkurang dari bulan ke bulan, dari tahun ke
tahun, seiring dengan masa pembayaran kredit ke sang pencipta uang,
BANK.
Saya pernah menggambarkan kepada Anda bahwa suplai uang di planet
kita pada dasarnya adalah sebuah balon hutang. Balon ini adalah
mengembang ataupun mengempis tergantung volume udara (hutang) di
dalamnya.

Suplai uang = A + B – C

A = Hutang lama yang telah diajukan sebelumnya (yang belum jatuh


tempo)
B = Hutang baru yang sedang diciptakan
C = Pembayaran cicilan pokok dan bunga hutang lama.

Konsumen menciptakan uang, bukan mesin cetak. Korporasi-korporasi


raksasa yang dibiayai oleh para bankir? Mereka juga adalah bagian dari
konsumen.

Hutang dari A akan menjadi tabungan dari B.


Hutang dari C akan menjadi tabungan dari D, dst…
Somebody akan berhutang… Dan somebody lainnya akan mendapatkan
tabungan…

Apa yang terjadi kepada individu, juga terjadi kepada negara. Sekarang
coba Anda bayangkan…

Setiap hari, setiap bulan, manusia-manusia saling bertukar barang dan


jasa, dan sekaligus bertukar uang, baik berupa cash, maupun hanya sebuah
entri elektronik di bank.

Alex, seorang insinyur, memiliki sejumlah tabungan + income tertentu dari


mata pencahariannya. Karena setiap bulan ada surplus, maka tabungannya
terus bertambah, dan kemampuannya untuk membeli lebih banyak barang
dan memenuhi keinginan lainnya pun meningkat.
Maka Alex pun membelanjakan uangnya. Misalnya, dia menghabiskan
seluruh tabungannya untuk membeli sebuah rumah baru.

Lalu, karena tabungannya sudah habis untuk melunasi rumah barunya,


maka tabungannya menjadi nol, tetapi dia masih memiliki mata
pencahariannya, dia masih bisa menghasilkan surplus pendapatan di
bulan-bulan berikut.

Maka, diapun mengajukan kredit, misalnya pembelian mobil baru. Dia


menyicil mobil tersebut dengan cara misalnya 36 bulan, menggunakan
surplus pendapatan bulanannya yang kebetulan pas untuk membayar
cicilan bulanan mobil ini.

Sekarang, Alex sudah tidak sanggup lagi mengajukan kredit baru apapun.
Limit hutangnya sudah tercapai.

Siapapun yang masih meminjamkan uang kepadanya untuk membeli


barang konsumsi berikut adalah seorang idiot!

Kalau Alex ngotot untuk membeli, maka dalam waktu beberapa bulan,
karena menunggak, maka aset yang menjadi jaminan pinjaman itu akan
disita oleh sang kreditur.

…& Bayangkan, kalau di suatu negara, ada sejumlah besar populasi yang
hidup dengan cara si Alex….

Inflasi tidak berlansung abadi, karena keterbatasan daya beli


oleh publik. Di level-level hutang tertentu, orang akan berhenti
mengajukan hutang, karena memang sudah tidak sanggup lagi membayar.

Dan di era deflasi, semua barang yang perlu dibeli lewat hutang (misalnya
rumah) biasanya akan jeblok harganya, karena kemampuan orang untuk
mengajukan kredit menciut. Semakin besar porsi kredit dalam pembelian
barang tertentu, biasanya semakin jeblok harga barang tersebut.

Sebelumnya, Anda perlu mengingat kembali aturan main penciptaan uang:


Majikan (bankir) akan memberikan kepada Anda apa yang Anda
inginkan, bila dan hanya bila Anda bisa membayar lebih dari
yang Anda dapatkan.

Sebuah masyarakat, bila sudah sampai di limit hutang mereka, akan


berhenti mengajukan kredit. Tetapi, suplai uang nanti akan terus menurun
karena setiap bulan ada hutang pokok dan bunga yang harus dibayar ke
perbankan.

Ingat, yang penting adalah berapa uang yang berada di tangan publik.
Sekalipun ada berton-ton uang kertas dan trilyun-trilyun uang di rekening
besi baja bank, bila uang ini tidak dimiliki oleh publik, atau tidak bisa
sampai ke tangan publik (publik mengajukan kredit duluan), maka
keberadaan uang itu tetap tak berarti.

Turunnya suplai uang akan menjatuhkan harga berbagai jenis aset yang
dijaminkan saat penciptaan uang awal, dan bank bersangkutan bisa
terkena resiko insolvent (liabilitas lebih besar dari aset)

Somebody harus membayar kerugian ini. Kalau bank tidak dibiarkan


bangkrut, maka selisih kerugian yang diderita perbankan harus ditambal
oleh somebody, dan somebody itu adalah publik.

Campur tangan pertama pemerintah adalah meminjam uang dari tangan


publik yang memiliki uang dan memberikannya ke perbankan. Untuk
membantu kelancaran proses meminjam ini, market yang lain memiliki
uang harus dijatuhkan duluan, biasanya adalah pasar obligasi dan pasar
saham. Maka uang berpindah dari satu pasar ke pasar yang lain.

Step berikut, kalau kejatuhan harga aset masih begitu besar, dan lebih dari
kemampuan pemerintah untuk meminjam, maka pemerintah akan sampai
di titik di mana mereka harus menentukan salah satu dari hal ini:
- Hentikan bailout, biarkan sejumlah bank tutup, dan kebangkrutan
massal.
- Tak perlu meminjam dari publik, cetak uang baru (monetisasi), dan
berikan lagi kepada perbankan.

Menciptakan uang tanpa dasar produksi, dan memberikannya kepada


perbankan agar mereka bisa memenuhi rasio kecukupan modal mereka,
adalah lebih sinting dibanding publik yang berspekulasi dengan uang
kredit untuk membeli produk tertentu.

Efeknya adalah penurunan nilai uang (devaluasi), karena sejumlah uang


yang tidak lagi mewakili nilai dicampur dengan uang-uang lama (kredit)
yang mewakili nilai.

Semakin besar porsi uang baru (monetisasi) tak bernilai yang dicetak,
semakin terasa efek inflationary mereka.

Zimbabwe zaman ini dan Weimar abad yang lalu adalah contoh kalau uang
yang dicetak untuk membayar tagihan jauh melebihi uang sebelumnya
yang masih mewakili nilai. Ketika Anda mencetak uang, yang tidak didasari
produksi ataupun jaminan apapun, maka uang itu hanyalah selembar
kertas, sesederhana itu.

Semakin banyak sampah yang dicampur dengan kertas


berharga, semakin tidak berharga keseluruhan paket kertas itu.
Dan bila jumlah sampah yang dicetak sudah sedemikian besar,
jauh lebih daripada kertas-kertas berharga yang ada
sebelumnya, maka bahkan kertas-kertas berharga yang ada
sebelumnya itu juga akan ikut menjadi sampah.

Namun, monetisasilah tidaklah seburuk yang orang sangka, bila digunakan


untuk tujuan yang jelas, misalnya produksi oleh perusahaan negara,
ataupun diberikan kepada publik untuk menggerakkan perekonomian
masyarakat.

Singkatnya, kalau diimajinasikan, step by step menuju kebangkrutan


adalah sebagai berikut:
1. Habisnya tabungan.
2. Beli barang berikut, bayar dengan sistem cicil (pokok & bunga)
3. Karena kesulitan membayar, ganti cara bayar. Bayar dengan sistem cicil
(bunga aja, hutang pokok gak usah). Sebenarnya, ini sama saja dengan
menyewa.. hehe…
4. Beli terus, kali ini bahkan bungapun sebenarnya gak sanggup dibayar.
Tapi jangan khawatir, ada beberapa aset lunas yang terakumulasi
sebelumnya yang bisa dijadikan jaminan.
5. Pembayaran macet, aset yang dijaminkan mulai disita. Dan kalau semua
kreditur menuntut untuk dibayar, maka nyatakan kebangkrutan dan
likuidasi semua aset untuk membayar mereka.
6. Khusus untuk negara, bisa diperpanjang ke step berikut. Kalau hutang
dalam mata uang yang mereka cetak, mereka bisa bayar dengan mencetak
mata uang itu. Kalau hutang dalam mata uang asing, mereka bisa mencetak
uang sendiri, lalu ditukar di pasar valuta asing untuk membeli mata uang
asing tersebut. Tergantung seberapa besar volune uang yang dicetak,
tingkat devaluasi atau prospek hiperinflasi adalah relatif tergantung skala
cetak uang itu.

Belum tentu kalau mulai mencetak uang lantas negara langsung bangkrut,
karena tergantung apakah sebagai sebuah negara, mereka sanggup
mengubah diri mereka, dari membeli lebih banyak daripada yang mereka
jual (defisit) menjadi menjual lebih banyak daripada yang mereka beli
(menabung).

Yang dilakukan saat negara mencetak uang (monetisasi atauquantitative


easing) adalah membeli waktu dan menunda kebangkrutan. Kalau mereka
bisa mengubah diri mereka dengan cepat, berubah dari sebuah entitas yang
defisit menjadi sebuah entitas yang surplus, mereka bisa come back,
hiperinflasi dan hancurnya mata uang tidaklah harus terjadi.

Tapi kalau mereka tidak bisa mengubah ketagihan mereka akan defisit, dan
semua tagihan memang hanya mungkin dibayar lewat pencetakan uang
baru berikut, maka the game is over. Uang yang mereka cetak pada
akhirnya memang hanya akan dihargai sebesar nilai kertas itu sendiri…

Step 1 sampai 3 di atas akan membentuk siklus “booming” ekonomi, waktu


di mana semua orang merasa “makmur,” hehe.. Di step no 4, bubble sudah
di ambang pecah, dan pada step 5 dan 6, itu adalah masa-masa meletusnya
“kemakmuran” ekonomi menjadi bencana ekonomi.

***

Kalau Anda sudah membaca mengenal implikasi Capital Accord 2, Anda


sudah tahu bahwa daya leverage sekuritas rating AAA sangatlah besar.
Bersama dengan uang tunai, emas, surat hutang negara maju seperti Dolar
Amerika, Pound Inggris, Euro, dan juga sebagian surat hutang negara
bagian (muncipal bond), mereka bisa dimasukkan di aset level 1 ataupun
level 2 pembukuan perbankan.

Runtuhnya rating surat hutang perusahaan-perusahaan raksasa seperti


General Motors yang barusan bangkrut dan juga surat hutang negara
bagian seperti California nantinya akan menjatuhkan rating surat hutang
tersebut dalam pembukuan bank-bank besar. Artinya, apa yang
sebelumnya ada di level 1 akan jatuh ke level 2, atau apa yang ada
di level 2 akan jatuh ke level 3, alias modal yang harus bank
kumpulkan untuk memenuhi rasio kecukupan modal kembali
akan membengkak.
Bedanya, kali ini pemerintah dan bank sentral mereka tidak lagi sanggup
meminjam dari publik seperti yang mereka lakukan tahun lalu. Kali ini,
pilihannya tinggal 2, biarkan bank tutup dan masuki era deflasi besar,
ataupun cetak uang!!

Apakah Amerika, Inggris, dkk akan memonetisasi besar-besaran hutang


mereka atau tidak, saya tentunya tidak tahu, tetapi kalau harus bertaruh,
saya lebih condong bertaruh para Money Masters pada akhirnya akan
mencobanya. Publik akan menuntut mereka untuk melakukannya. Duduk
diam dan membiarkan sebuah krisis menghancurkan kehidupan
masyarakat sepertinya bukan skenario yang bisa diharapkan untuk
dilakukan para politisi dan pejabat bank sentral.

Negara maju adalah konsumen, dan kita, di Indonesia, dalam bagan


piramida perdagangan global, adalah produsen. Kalau mereka melakukan
devaluasi, kita juga nantinya akan ikut, karena mata uang kita kalau
menguat, ekspor kita akan terganggu. Memang inilah nasib negara budak,
kecuali kalau posisi Indonesia dan negara berkembang lainnya bisa diubah.
Giliran Amerika, Inggris, dkk yang menjadi budak & mensuplai kebutuhan
kita dengan harga murah. Hehe…

Tapi butuh waktu untuk melihat itu kawan. Saya tidak tahu apa yang akan
terjadi besok. Apa yang saya sharing kepada Anda mengenai masa depan,
sejak buku Masa Lalu Uang & Masa Depan Dunia, sampai tulisan2 di blog
ini mungkin baru akan menjadi kenyataan setelah bertahun-tahun lagi,
bahkan dekade. Yang bisa saya katakan adalah kita memang sedang dalam
perjalanan sesuai dengan apa yang saya tulis, KEBANGKRUTAN
GLOBAL...

D I P O S K A N O L E H PU ST A K A P O H O N B O D H I J A M 2 : 4 8 P M 7 K O ME N T A R : LINK KE
POSTING INI
RABU, 03 JUNI 2009

Serba - Serbi & Klarifikasi


Sebenarnya informasi yang bisa saya sharing sudah habis saya sampaikan,
tapi dari beberapa email yang saya terima, sepertinya ada penyampaian
saya yang kurang beres. Untuk mencegah kesalahpahaman, mungkin lebih
baik ditulis lagi artikel tambahan.

Tentu saja, saya paham kebanyakan orang tidak akan benar-benar


membaca semua artikel yang ada di sini. Zaman ini, orang menginginkan
informasi instan, kalau bisa sebuah artikel yang bisa dibaca habis dalam 3
menit untuk menjelaskan semua topik yang ada. Hehe... Sayang, saya gak
punya…

Campur Tangan Pemerintah

Ketika saya mengkritik pemerintah atas berbagai campur tangan mereka


dalam ekonomi, saya mengucapkan hal itu dalam konteks di mana
pemerintah tidak boleh mencetak uang (sesuai sistem yang ada selama ini).

Uang pemerintah selalu datang dari pinjaman, entah itu suka-


rela (rakyat membeli surat hutang negara) atau tidak suka-rela
(pajak).

Ingat, pemerintah manapun tidak boleh mencetak uang (dalam sistem


sekarang), mereka hanya boleh meminjam. Ketika mereka memonetisasi
hutang, uang baru itu juga adalah hutang. Yang bayar? Ya you and me…

Lantas, apakah saya mendukung pemerintah mencetak uang secara


membabi-buta? Tentu tidak kawan.

Dalam konteks kredit konsumen, orang mengatakan asalkan pertumbuhan


uang diikuti dengan pertumbuhan barang dan jasa, maka relatif tidak ada
kenaikan harga.

Jika kalimat ini berlaku untuk konsumen, maka kalimat ini seharusnya
juga berlaku untuk pemerintah, bukan begitu?

Jadi, dalam hal pemerintah mencetak uang, maksud saya adalah:


1. Uang digunakan untuk tujuan produksi barang ataupun jasa yang
mereka berikan ke publik.
2. Uang itu eksis secara permanen di dalam negara, bukan hutang kepada
siapapun. Tidak ada masa jatuh tempo atas uang tersebut.

Dan kalau memang harus ada kompromi, di mana uang bagaimanapun


tetap harus diciptakan sebagai kredit (hutang), maka hutang pemerintah,
sama seperti hutang swasta, tidak perlu dikenakan bunga.

Atau alternatif kompromi yang lain, hutang konsumen tetap dikenakan


bunga, tetapi semua keuntungan perbankan harus dikembalikan lagi
kepada publik dalam bentuk penghilangan pajak. Untuk itu, semua bank
komersial, yang diberikan hak untuk menciptakan kredit, harus
dinasionalisasikan terlebih dahulu oleh negara. Rakyat tidak perlu lagi
membayar pajak, anggaran negara akan dibiayai sebagian oleh keuntungan
bank, sebagian lagi lewat pencetakan uang baru.

Suplai uang di sebuah negara bisa dipatok oleh pemerintah, dengan


kenaikan sekian persen tertentu setiap tahun, mengikuti kebutuhan dan
kalkulasi pembangunan mereka.

Saya yakin ada berbagai alternatif yang lain, dan saya cukup percaya Anda
bisa membayangkan sistem yang lain yang menurut Anda lebih baik. Yang
pasti, jangan percaya dengan kata-kata orang bahwa sistem yang ada
sekarang adalah satu-satunya alternatif. Itu bohong!
Debt = Money

Tidak ada uang yang eksis secara permanen di sebuah masyarakat ataupun
di sebuah negara dalam debt based money system. Suplai uang bertambah
saat volume kredit (hutang) bertambah. Suplai uang menurun saat volume
kredit berkurang.

Membandingkan volume uang tunai dengan total kredit yang berfungsi


sebagai uang di dunia ibarat membandingkan volume air sungai dengan air
laut di samudera, benar-benar tak berarti.

Disederhanakan, suplai uang dunia = A + B – C

A = Hutang lama yang telah diajukan sebelumnya (yang belum jatuh


tempo)
B = Hutang baru yang sedang diciptakan
C = Pembayaran cicilan pokok dan bunga hutang lama.

Suplai uang utama datang dari kredit konsumen, suplai nomor dua datang
dari kredit negara / monetisasi (sangat jarang terjadi, sebab uang negara
mayoritas hanyalah uang yang mereka himpun dari tangan publik).

Bisakah Anda membayangkan sistem ini kawan?

Untuk mempertahankan suplai uang, seluruh manusia di dunia harus terus


mengajukan hutang baru. Yang terjadi dari waktu ke waktu sebenarnya
hanya siapa yang memikul tanggung-jawab terbesar sebagai mesin hutang.

Hal ini tidak hanya berlaku untuk hubungan antar-negara. Di internal


negara, di internal propinsi, sebenarnya juga sama.

Dan kalau pada akhirnya, Anda mendapati bahwa suplai uang di planet ini
datang dari para bankir swasta, bagaimana Anda bisa tidak marah? Apa
hak mereka untuk menciptakan uang dan menyuruh kita semua untuk
membayar dan memperkaya mereka?

“Uang ada untuk melayani manusia, bukan manusia ada untuk


melayani sang pencipta uang!”

Hutang, Manusia, & Lingkungan

Untuk membayar hutang & mengejar bunga, masyarakat harus terus


mencari jalan untuk mengajukan hutang baru. Aktifitas mencari hutang
secara umum akan diikuti oleh aktifitas produksi nyata di lapangan. Ini
bisa menjadi berkat, juga bisa menjadi bencana.

Debt based money system (kredit sebagai uang) dan bibit-bibitfractional


reserved banking modern dimulai pada abad ke-15…

Manusia, karena harus membayar hutang dan juga karena secara


matematis tidak sanggup melunasi hutang yang bunganya bahkan tidak
eksis, harus terus mencari area pengembangan baru. Untuk itu, mereka
terus mengeksplorasi wilayah baru, mencari sumber daya alam baru, dan
menciptakan teknologi yang baru.

Dan tentu saja, untuk mengerjakan begitu banyak proyek-proyek baru,


dunia juga butuh manusia-manusia baru.

Ingat, yang dikejar manusia adalah bunga eksponensial, dan bunga


eksponensial selalu berakhir dengan grafik parabolik… Dengan demikian,
baik suplai uang (kredit), pertumbuhan populasi, maupun pertumbuhan
produksi dan eksplorasi komoditi pada akhirnya akan membentuk kurva
parabolik.
Suplai Uang Dunia

Populasi Dunia
Produksi Minyak Dunia (Peak
Oil?)

(Renungkan baik-baik hubungan pertumbuhan suplai uang - penduduk -


produksi komoditi. Bila suplai uang benar-benarcollapse, maka hanya
masalah waktu sebelum yang lain juga mengikutinya...)

Fractional reserved banking adalah sebab masalah, tetapi di kemudian


hari juga adalah sebab DAN akibat dari masalah. Untuk membayar hutang
yang semakin lama semakin banyak, butuh lebih banyak dan lebih banyak
lagi suplai uang, yang bahan bakunya belum tentu bisa dipenuhi dalam
waktu singkat. Dan karena jumlah manusia terus bertambah, suplai uang
mau tak mau harus dibuat dari bahan / cara yang segampang mungkin
diciptakan.

Cara apa lagi yang lebih gampang selain menciptakan uang begitu saja
dengan sebuah entri pembukuan?
Rasio fractional reserved terus dinaikkan dari waktu ke waktu. Dari 2 kali
lipat, menjadi 4 kali lipat, menjadi 10 kali lipat, 20 kali lipat, 40 kali lipat,
dst…

Tentu saja, hal ini terjadi sebagian karena keserakahan si pencipta uang
(bankir), tetapi sebagian lagi juga karena untuk memenuhi kebutuhan
suplai uang yang diperlukan oleh sistem. Semua perubahan regulasi sampai
saat ini di dalam dunia perbankan adalah untuk memperlama usia debt
based money system di planet ini.

Efek pertambahan penduduk, pertambahan aktifitas manusia,


pertambahan eksplorasi alam, adalah apa yang kita lihat hari ini. Saya
bukan pemerhati isu lingkungan, tetapi kalau Anda termasuk orang yang
sensitif terhadap lingkungan dan menyalahkan manusia karena telah
merusak terlalu banyak bumi kita, Anda juga bisa mengarahkan pistol
Anda kepada debt based money system.

Ingat aturan main sistem ini:

Majikan (bankir) akan memberikan kita berapapun uang yang kita


inginkan, selama kita memberikan kepada mereka lebih daripada yang kita
dapatkan.
Dan ketika kita (secara umum, umat manusia) tidak bisa lagi berhutang &
membayar lebih daripada yang kita dapatkan, maka majikan tidak akan
lagi memberikan kepada kita apa yang kita inginkan.
Amerika adalah mesin hutang terpenting di dunia sejak perang dunia ke-2.
Kecuali kalau manusia di planet ini bisa segera menemukan mesin hutang
raksasa berikut, bila tidak dunia ini akan memasuki era kekacauan besar.

Untuk apa si pencipta uang menciptakan uang dan memberikannya kepada


kita hanya supaya kita bisa memberikannya lagi kepada mereka untuk
membayar hutang-hutang kita? Ini memang bisa menunda hari
penghakiman, tetapi ini bukanlah solusi…

Negara-negara yang kebanyakan hutang bisa saja memonetisasi berton-ton


uang baru (hutang baru), dan kemudian membayarnya lagi kepada majikan
mereka (bank). Bank juga secara teori bisa mengabulkan begitu saja semua
permintaan kredit dari konsumen. Tapi kalau Anda pikir baik-baik, untuk
apa bank melakukan itu? Untuk apa mencetak uang dan memberikannya
kepada A hanya supaya A membayarnya kembali lagi kepada bank dengan
uang yang sama?

Hiperinflasi tidak akan menyelesaikan masalah. Dalam konteks paling


opitimis, dia hanya bisa menunda masalah yang sesungguhnya: collapse of
credit, suplai uang kita.

Saya tidak bisa memastikan kepada Anda apa yang Akan terjadi, apakah
dunia benar-benar akan memasuki era hiperinflasi karena masing-masing
negara memonetisasi besar-besaran uang mereka, atau apakah monetisasi
akan segera diakhiri dan kita akan langsung memasuki era deflasi. Saya
bukan insider…
Satu hal yang pasti, daya hutang manusia ada batasnya. Ada level tertentu
di mana bila level itu sudah tercapai, ya berhenti. Menambah angka nol di
belakang uang kita tidak akan mengubah apapun, yang berubah hanyalah
jumlah angka nol kita saja.

Beberapa bulan ini Anda membaca tentang monetisasi pemerintahan


Amerika dan Inggris (Quantitative Easing). Apa sebenarnya yang mereka
lakukan?

Ini gambaran yang disederhanakan…. Rakyat mereka sudah capek


berhutang, mereka sudah sampai ke limit mereka, it’s over their limit.
Tetapi sesuai kesepakatan kredit yang mereka buat, setiap bulan tetap ada
tagihan yang harus dibayar ke perbankan. Bukan cuma bunga pinjaman,
tetapi juga hutang pokok.

Total credit market di Amerika adalah sekitar $50 trilyun. Umpamakan


bunga rata-rata per tahun dari kredit konsumen ini 5%, berarti ada $2,5
trilyun uang baru yang mereka butuhkan setiap tahun. Ditambah hutang
pokok yang jatuh tempo, umpamakan $2,5 trilyun juga, maka setiap tahun
harus ada “proyek” baru senilai $5 trilyun yang diajukan rakyat mereka
hanya untuk MEMPERTAHANKAN suplai uang dolar ini.

Bagaimana kalau rakyat mereka tidak sanggup meminta kredit baru senilai
$5 trilyun tahun ini? Tahun depan? Dan tahun-tahun berikut? Jawabannya
adalah intervensi pemerintah.

Pemerintah akan menggantikan peran rakyat sebagai mesin hutang.


Sebenarnya, tidak ada salahnya mencetak uang, solusi kekurangan uang
adalah menambah uang, apa lagi yang Anda harapkan? Masalahnya adalah
yang dicetak pemerintah saat monetisasi bukan hanya uang, tetapi juga
hutang…

Bank sentral membeli surat hutang negara, hanya supaya negara nantinya
bisa membayar kembali ke bank sentral, ini sinting. Ini benar-benar sia-
sia. Majikan (bankir) menjadi kaya karena yang membayar
tagihan bukan mereka. Tetapi dalamquantitative easing, uang yang
mereka terima adalah uang yang mereka cetak. Suatu saat, ketika uang
tidak lagi mewakili nilai, maka QE pun tidak lagi memberikan manfaat
kepada bankir. Cepat atau lambat ini akan berakhir, QE tidak akan
berlangsung abadi.

Bayangkan sebuah perusahaan, setiap staf harus memberikan kontribusi


(profit) bagi majikan. Misalkan Anda seorang salesman, gaji Anda 5 juta
dan penjualan Anda menghasilkan profit 50 juta bagi perusahaan. Selisih
45 juta itu adalah untuk menghidupi staf lain yang bekerja di departeman
lain.

Seminimum-minimumnya, salesman itu harus menghasilkan profit 5 juta


per bulan agar dia tidak menjadi parasit, bukan begitu? Kalau
penjualannya menghasilkan profit kurang dari gajinya, dia akan berubah
dari sebuah aset menjadi sebuah liabilitas.

Dan tidak ada liabilitas yang akan bertambah lama di perusahaan manapun
juga!
Dunia ini juga sama seperti perusahaan itu. Kita semua adalah
staf, masing-masing memberikan kontribusi dalam sistem
piramida raksasa yang sama. Majikan menjadi kaya karena
kontribusi kita kepada mereka, karena kita memberikan kepada
mereka lebih daripada yang kita dapatkan.

Majikan tidak menjadi kaya karena mereka mencetak uang kepada kita,
hanya supaya kemudian kita mengembalikan uang yang sama kepada
mereka. Kekayaan mereka harus datang dari kontribusi kita kawan.

Anda tidak bisa berharap bank sentral dan bank komersial terus-menerus
memproduksi uang (mengcover hutang pokok dan bunga), memberikannya
kepada pemerintah dan publik hanya supaya pemerintah dan publik
kemudian membayarkan kembali jumlah uang tersebut kepada bank
bukan? Ini sia-sia (bagi bankir).

Di saat titik puncak hutang terlewati (saya tidak tahu kapan), titik di mana
manusia benar-benar tidak sanggup lagi mengajukan hutang dan
membayar lebih dari yang mereka minta, satu-satunya hal yang wajar
untuk terjadi adalah likuidasi liabilitas.

Somobody has to be liquidated. If it’s not you, then it’s me…

Dan setelah cukup orang dilikuidasi, kita, bersama-sama dengan Majikan


kita, akan memulai lagi sebuah era baru dengan hutang-hutang yang baru.
Sebuah siklus baru.
Nilai Intrinsik Uang

Kalau emas adalah uang, lantas apa yang pemerintah gunakan untuk
membeli emas? Memakai emas untuk membeli emas? Oh come on…

Dalam standar emas, negara tetap harus memark-up harga emas. Harga
emas dipatok (fixed) di level tertentu, di atas ongkos produksinya.
Umpamanya ongkos negara per gram Rp 50.000, dan kemudian dipatok
dengan nilai Rp 200.000 (face value) pada saat emas tersebut dibentuk
sebagai mata uang (koin ataupun batangan).

Uang kertas juga sama. Uang elektronik juga demikian.

Bedanya adalah rasio perbandingan face value terhadap ongkos bahan


baku. Pada emas, rasionya bisa lebih kecil. Untuk uang kertas dan
elektronik, rasionya bisa sangat besar. Tapi, yang pasti, apapun bahan baku
yang digunakan, tetapi akan dipatok di harga yang sudah dimark-
up sebelumnya.

Bentuk uang cash atau elektronik, sebenarnya (bagi saya) tidak terlalu
penting. Saya menyukai uang kertas, saya juga menikmati uang elektronik,
jadi jujur saja saya tidak bisa mengkritik berlebihan bentuk uang ini.
Emas bisa digunakan sebagai uang, emas pernah digunakan sebagai
uang, & mungkin saja emas di masa mendatang akan kembali menjadi
uang…. Tapi itu tidak berarti uang = emas, bukan begitu?)

Bagi para goldbug yang sering berpikir uang kertas hanyalah selembar
kertas (sampah), ketahuilah bahwa sekalipun emas digunakan sebagai
uang, dia juga sebenarnya sebuah barang komoditi yang nilainya (face
value) telah dinaikkan cukup jauh sebelum bisa digunakan sebagai uang.

Jadi emas (atau perak) sebagai uang memiliki 2 macam harga: harga
sebagai komoditi dan harga sebagai uang. Hal yang sama dengan kertas
sebagai uang, dan angka digital elektronik sebagai uang.

Mengenai Pemerintah

Sebuah negara dibentuk untuk melindungi rakyat dari berbagai ancaman,


dan sebuah pemerintahan dibentuk untuk melayani kepentingan publik
yang mengangkatnya.

Tidak tahu siapa yang memulainya duluan, atau mungkin juga manusia
memang memiliki insting untuk “melukai dan memakan” manusia yang
lain, itulah asal-muasal ancaman, dan untuk itulah dibutuhkan negara.

(Atau jangan-jangan sejak awal pendiri negara memang adalah “otak” dari
para pengancam? Atau berkolaborasi dengan para pengancam??)
Satu hal yang perlu Anda pahami sebagai manusia, “semua orang (&
sistem) butuh makan,” demikian juga dengan institusi yang namanya
pemerintah.

Pemerintah eksis untuk melayani publik, dan eksis untuk menyelesaikan


masalah publik. Tetapi, tanpa masalah, sejumlah anggota pemerintah tidak
akan eksis. Untuk itu, adalah untuk kepentingan mereka juga untuk
ikut membantu menciptakan masalah. Atau apakah Anda benar-benar
berharap mereka akan menuntaskan masalah hanya untuk kemudian
dipecat oleh rakyatnya karena masalahnya sudah tidak ada?

Saya tidak bisa membuktikannya, tetapi saya sama sekali tidak akan heran
kalau pemerintahan di berbagai negara memang ikut aktif membiayai
keberadaan kelompok-kelompok yang akan menjadi “ancaman” terhadap
rakyatnya. Istilah yang mungkin sering Anda dengar adalah government
psy-ops.

Itu juga sebagian dari alasan mengapa pemerintah di manapun tampaknya


tidak pernah benar-benar ingin menyelesaikan semua permasalahan secara
tuntas, termasuk isu pengadaan uang.
Anyway, ini hanyalah sebuah kemungkinan, saya tidak bisa
membuktikannya…

Memang rumit, di satu sisi kita berharap pemerintah akan melayani publik,
tetapi di sisi lain justru pemerintah adalah institusi yang juga harus
diwaspadai oleh kita. Saya bukan ahli ilmu tata negara, moga-moga ada
orang di luar sana yang tahu bagaimana seharusnya manusia berkumpul
dan melindungi kepentingan kelompok mereka.

Mengenai uang… Saya mengatakan pemerintah berhak untuk menciptakan


uang, tetapi saya tidak mengatakan pemerintah boleh mencetak uang
“membabi-buta” kawan.

Argumen para goldbug bahwa “fiat” money (uang kertas) bisa dicetak
sesuka hati memang tidak salah, tetapi kalau itu permasalahannya, ya kita
kontrol aja volume uang yang boleh dicetak negara. Ini seharusnya
bukan mission impossible.

Percobaan untuk mengontrol ini selalu gagal (di masa lalu), setahu saya
selalu karena intervensi dari para bankir swasta. Secara teoritis, harusnya
yang kita tangani adalah keberadaan para bankir swasta itu, bukan sistem
uang kertas itu sendiri.

Mengenai Bursa Saham & Pasar Hutang


Bagi saya, hal terpenting saat menganalisa saham adalah laba (earning)
dari perusahaan. EPS (Earning Per Share) dan PER (Price Earning Ratio)
adalah indikator yang pertama saya lihat.

Karena terbelit hutang, konsumen mengurangi belanja mereka.Karena


mengurangi belanja, penjualan sejumlah besar perusahaan menurun. Pada
saat yang bersamaan, hutang mereka masih berjalan, dan margin laba tidak
bisa dinaikkan sesuka hati karena tidak ada yang mau beli.

Pada saat yang bersamaan, produk pencipta hutang terbesar, real


estate, sudah tidak bisa diandalkan untuk menciptakan gelombang hutang
berikut. Sesungguhnya, bubble real estate tahun-tahun terakhir ditiup
untuk menunda runtuhnya kredit dunia. Bubble real estate bukanlah
penyebab krisis, dia adalah akibat dari sistem yang kita anut. Tanpa bubble
ini, "kemakmuran" yang dirasakan penduduk dunia tahun 2003-2007 tidak
akan ada.
Buy It Baby.. Buy!!

Pendek kata, secara umum, earning power dari mayoritas perusahaan,


termasuk yang go public sebenarnya sedang menurun.

Kalau orang-orang masih bersedia membeli saham di harga PER yang


tinggi, ya silahkan saja. Membeli barang dengan harga mahal tidaklah
melanggar hukum. Bukan karena sebuah keputusan tampaknya konyol,
lantas itu tidak akan dilakukan.

Ada berbagai macam jenis manusia, hehe… Jadi apakah pasar saham akan
naik atau turun memang tidak bisa saya pastikan. Sorry…
Beli di PER 120X? Hehe...

Nilai uang yang terlibat di pasar surat hutang sebenarnya lebih besar dari
pasar saham. Pemerintah Amerika membutuhkan injeksi dana yang besar
di pasar hutang mereka. Sebagian dari uang yang mereka butuhkan
sebenarnya bisa diambil dari pasar saham. Tetapi dengan quantitative
easing akhir-akhir ini, keharusan untuk menjatuhkan pasar saham sudah
berkurang.

Semakin besar QE oleh pemerintah Amerika, semakin berkurang tekanan


di pasar saham dan komoditi. Demikian juga sebaliknya. Tetapi semakin
besar QE, semakin besar juga tekanan pada US Dolar.

Sistem perbankan Amerika membutuhkan kira-kira $5 trilyun kredit baru


(naik secara eksponensial setiap tahun) untuk bertahan hidup
(memberikan kepada Majikan apa yang mereka butuhkan agar mereka mau
memberikan kepada publik apa yang publik butuhkan). Kalau memang
benar rakyat mereka sudah sampai ke limit hutang mereka, maka QE
terpaksa akan menjadi jurus terakhir untuk menemukan $5 trilyun ini.
Dan ingat, angka $5 trilyun ini akan meningkat seiring dengan waktu.
Beberapa minggu lalu Federal Reserve mengumumkan akan memonetisasi
$1 trilyun dolar untuk membeli hutang baru pemerintah Amerika, saya rasa
hanya masalah waktu sebelum mereka mengumumkan untuk membeli
$trilyun-trilyun dolar yang berikut. Tidak ada lagi alternatif yang lain.

Tadi sudah saya jelaskan, mencetak uang dan memberikan kepada A hanya
supaya A membayarnya kembali tidaklah menguntungkan Majikan, ini
tindakan yang sia-sia. Uang harus datang atas permintaan A dan dibayar
oleh A dan kawan-kawan A kepada Majikan. Jadi suatu saat di bulan-bulan
/ maksimum beberapa tahun mendatang, QE pasti akan ditinggalkan.

Namun, US Dolar tidak akan ambruk selama dolar-system masih eksis.


Tetapi begitu negara-negara lain bisa menemukan solusi atau setidaknya
menggantikan sebagian pengaruh dari dolar Amerika, maka USD bisa jatuh
sangat dalam.

Bagaimana Melikuidasi Liabilitas?

Di perusahaan, orang yang tidak menghasilkan profit akan dipecat. Setelah


dipecat, orang itu mau pergi kemana, ya terserah orang itu sendiri. Yang
pasti perusahaan tidak akan menghidupi dia lagi.

Di dunia, kalau Anda bayangkan keseluruhan populasi sebagai bagian dari


sebuah perusahaan, tidak begitu. Sebab orang yang tidak menghasilkan
profit (liabilitas) juga harus makan dan memiliki berbagai kebutuhan lain
yang harus dipenuhi.

Saya bukan insider, saya tidak tahu apa yang sedang direncanakan.
Sekadar spekulasi, berikut beberapa contoh likuidasi liabilitas:
- Penyebaran virus baru
- Perang
- Peracunaan massal lewat bahan pangan ataupun lewat vaksin & obat-
obatan.
- Bencana alam” buatan
- Pengurangan suplai berbagai bahan baku kebutuhan pokok, kelaparan
massal sampai mati.
- dll…

Cerita tentang rencana depopulasi dunia yang Anda baca di website-


website konspirasi saya rasa tidak dilakukan karena ada
maksud satanic tertentu, tetapi karena sejumlah manusia memang telah
berubah dari aset menjadi liabilitas bagi sang Majikan dalamdebt based
money system.

Cerita adalah cerita, dan tidak harus terjadi. Hal-hal buruk yang saya tulis
di sini belum tentu akan menjadi kenyataan, tergantung apa yang
dilakukan manusia saat ini.

Manusia benar-benar harus menyingkirkan sistem pengadaan uang seperti


yang sedang kita lakukan, ini demi kelangsungan hidup kita sendiri, dan
harus dilakukan secepat mungkin.
Sebarkanlah informasi ini kawan. Anda tidak akan pernah tahu siapa yang
akan menjadi korban berikut.

It could be YOU.

Anda mungkin juga menyukai