Anda di halaman 1dari 15

STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR AIR BERSIH

DI JAWA TIMUR

Iwan Nugroho *)

I. Pendahuluan

Pembangunan sektor air bersih berhadapan dengan aspek-aspek ekonomi,


sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor air bersih dituntut menyesuaikan
diri dengan kaidah-kaidah ekonomi dalam rangka memandu alokasi sumberdaya air
dan mendorong terselenggaranya sektor usaha selayaknya corporate yang profesional,
berperilaku efisien, dan menghasilkan manfaat bagi sektor ekonomi lainnya. Dalam
aspek sosial, sektor air bersih berhadapan dengan nilai-nilai sosial yang harus
diaspirasikan di dalam pembangunan serta kedudukannya sebagai sektor publik yang
paling mendasar. Muncul kesadaran yang sama yakni sasaran menyediakan sarana dan
air bersih bagi sebanyak-banyaknya penduduk. Sedangkan dalam aspek lingkungan,
sektor air bersih berhadapan dengan implikasi yang bernuansa sosial dan
mempengaruhi alokasi sumberdaya air. Sinergi antara aspek lingkungan dan sosial
dapat menentukan perilaku pengelolaan sumberdaya air dan permintaan air bersih.
Secara keseluruhan, kebijaksanaan sektor air bersih sejalan dengan pencapaian
manfaat setinggi-tingginya dari pembangunan dan konservasi sumberdaya air antara
lain (United Nations, 1979): (1) meningkatkan pendapatan regional atau nasional, (2)
meredistribusikan pendapatan di antara wilayah, (3) meredistribusikan pendapatan di
antara berbagai kelompok masyarakat, (4) memperbaiki keadaan kesehatan
masyarakat, dan (5) memperbaiki kualitas lingkungan.

Pendekatan kebijakan penyediaan air dapat dipisahkan menjadi dua, yakni


sosial (worst first) dan ekonomi (growth point). Pendekatan sosial atau non ekonomi
memfokuskan penyediaan air pada wilayah yang secara alami kekurangan air akibat
pengaruh atau gangguan iklim. Penyediaan air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan ternak didasari alasan kemanusiaan dan kesehatan masyarakat
(humanitarian schemes). Di perdesaan, pendekatan ini sangat baik dan prioritas
penyediaannya dianggap lebih penting dibanding kualitas airnya. Pendekatan ekonomi
difokuskan kepada wilayah yang potensinya tinggi untuk dikembangkan secara
ekonomi. Penyediaan air ditujukan untuk memancing aktifitas ekonomi ke arah
pencapaian kualitas hidup yang tinggi dengan menerapkan fasilitas dan teknologi
modern (economic schemes). Pendekatan ini menuntut investasi yang intensif untuk
menghasilkan kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan.

Kerangka kebijakan air bersih di Indonesia mengacu pada pengembangan air


bersih wilayah perkotaan dengan bertumpu kepada investasi. Menurut Bappenas
(1999), kebutuhan investasi sektor air bersih pada Repelita VII dan VII masing-masing
mencapai 7 dan 10 triliun. Investasi tersebut akan meningkatkan tingkat pelayanan
dari 39 persen pada tahun 1998 menjadi sebesar 49 dan 62 persen dari penduduk
perkotaan pada akhir tahun 2004 dan 2009. Pendekatan investasi dalam pembangunan
* )
Iwan Nugroho adalah Staf Pengajar Universitas Widya Gama Malang dan mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor-
red

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 1 dari 15


sektor air bersih dipengaruhi oleh tiga faktor: (a) karakteristik air baku, yang
memperhatikan jenis sumber air, kuantitas dan kualitas, serta debit andalan; (b)
kebijakan pemerintah, yang memfokuskan kepada penataan ruang, pertumbuhan
ekonomi dan investasi, dan demografi; dan (c) teknologi produksi, yang
mempertimbangkan efisiensi ekonomi, distribusi, dan cakupan pelayanan. Faktor-faktor
tersebut merupakan kerangka (kebijakan) baku dalam implementasi pembangunan
sektor air bersih. Secara teknis dan operasional, hal tersebut diimplementasikan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sebagai lembaga ekonomi satu-satunya
penyelenggara dan penyedia air bersih di Indonesia. Implikasinya, kinerja PDAM
menjadi ukuran penting dan menjadi harapan bagi keberhasilan kebijakan sektor air
bersih.

II. Keragaan Sektor Air Bersih di Jawa Timur

Pembangunan sektor air bersih di Jawa Timur berjalan secara dinamis.


Transformasi struktur ekonomi telah berkembang maju, berimplikasi bukan saja
kepada tingginya permintaan air bersih oleh sektor industri, jasa dan pemukiman,
tetapi juga memberi dampak penurunan kualitas air baku (khususnya di kali Surabaya)
akibat buangan sampah dan limbah dari industri dan pemukiman. Kebijakan strategis
pembangunan sektor air bersih di wilayah tersebut telah disiapkan hingga tahun 2018
(Bappeda Surabaya, 1999). Pendekatan investasi tersebut berencana menambah air
baku sejumlah 137 juta m3 per tahun (hingga tahun 2006) dan 210 juta m 3 per tahun
(hingga tahun 2018).

Dalam statistik air minum tahun 1997, Jawa Timur menduduki peringkat
pertama dalam jumlah pelanggan (715 ribu, atau 16.4 persen nasional), jumlah air
bersih terjual (245 juta m 3, 16.2 persen nasional), dan jumlah karyawan (6577 orang,
16.7 persen nasional). Sementara pada kapasitas produksi efektif (14.3 ribu liter per
detik, 17.5 persen nasional), nilai ekonomi air (140 miliar rupiah, 13.7 persen
nasional), dan nilai output (163 miliar rupiah, 15.3 persen nasional) berada di
peringkat kedua bawah DKI Jakarta. Sementara itu, Jawa Timur terpuruk dalam
efektifitas produksi, yakni hanya 60 persen dari kemampuan terpasangnya atau
tergolong terbawah secara nasional. Jauh dibawah DKI Jakarta sebagai peringkat atas
yang mencapai efektifitas 97.5 persen. Dari indikator terakhir, Jawa Timur nampaknya
memiliki permasalahan dalam pengelolaan air bersih, padahal diyakini kapasitas
terpasangnya mencapai 23828 liter per detik dan paling tinggi secara nasional.
Menurut data Susenas (1999), rata-rata penduduk Jawa Timur yang terlayani air bersih
sebesar 19 persen. Lebih jauh, perkembangan sektor air bersih di Jawa Timur dalam
kurun 1993 hingga 1999 (BPS, 2001) menunjukkan gejala penurunan kualitas
pelayanan sebagai akibat ketidak-imbangan pertumbuhan produksi air bersih (sebesar
4.8 persen) dibanding pertumbuhan jumlah pelanggan (8.7 persen) (Tabel 1).

Gambaran lebih detil tentang PDAM di Jawa Timur disajikan dalam Tabel 2.
PDAM berdasarkan jumlah pelanggan dibagi ke dalam empat tipe, yakni A, B, C dan D
dengan jumlah pelanggan masing-masing kurang dari 10000, 10001 hingga 30000,
30001 hingga 50000, dan lebih dari 50000. Berturut-turut PDAM tipe D, C, B dan A di
Jawa Timur berjumlah 3, 2, 14 dan 18 PDAM. Hal tersebut memperlihatkan bahwa 18
dari 37 PDAM di Jawa Timur adalah PDAM kecil (tipe A), dengan rata-rata jumlah
pelanggan 7233 dan kinerja yang umumnya rendah, diperlihatkan dengan rata-rata
kerugian sebesar 370.89 juta rupiah per PDAM. Keragaan PDAM tipe B nampaknya

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 2 dari 15


tidak berbeda dengan tipe A, dengan dengan rata-rata jumlah pelanggan 12561 dan
kerugian sebesar 524.79 juta rupiah per PDAM. Sementara keragaan PDAM tipe C dan
D nampak lebih baik, yang menampilkan rata-rata jumlah pelanggan mendekati 80 ribu
dan keuntungan sebesar 2.77 miliar per PDAM. PDAM Surabaya merupakan PDAM
terbesar dengan jumlah pelanggan dan volume air tersalur kurang lebih 50 persen dari
seluruh PDAM Jawa Timur (Gambar 1). Perkembangan sektor air bersih di Surabaya
dan wilayah sekitarnya (Gerbang Kertasusila) diyakini memberi pengaruh signifikan
terhadap sektor air bersih di Jawa Timur.

Tabel 1. Keragaan Sektor Air Bersih di Jawa Timur Tahun 1993 hingga 1999

Karakteristik Satuan 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Pertum-buhan1)

Jumlah PDAM unit 37 37 37 37 37 37 37

Kapasitas produksi liter/dt 9234 9944 10711 11548 15656 11303 14372 10

Jumlah karyawan (TK) orang 5347 5495 5861 6451 6533 6655 6850 4.3

Jumlah pelanggan samb 501257 545752 598825 764051 714384 764051 826205 8,7

Rumah tangga samb 446931 493207 540808 702593 654919 702593 761711 9,3

Sosial/rs/peribadatan samb 9537 8537 8843 11609 10276 11609 16580 12

Fasilitas umum samb 8466 8884 10072 8472 9156 8472 4603 -7,3

Industri dan jasa samb 28453 28928 31208 27978 30364 27978 31420 1,9

Instansi pemerintah samb 5588 5639 6034 7083 6784 7083 7346 4,7

Lain-lain samb 2282 557 1860 6316 2885 6316 4545 21

Air yg Disalurkan ribu m3 183354 188524 216923 228868 233167 228868 241590 4,8

Rumah tangga ribu m3 123425 127982 146369 164247 159962 164247 174712 6,1

Sosial/rs/peribadatan ribu m3 8827 14481 9627 10427 6460 10427 16014 21

Fasilitas umum ribu m3 10136 10893 11765 9579 9795 9579 3831 -11

Industri dan jasa ribu m3 13727 16244 18785 18405 16019 18405 19913 7,1

Instansi pemerintah ribu m3 12531 11166 12680 14237 6378 14237 15089 15

Lain-lain ribu m3 14708 7758 17697 11973 5302 11973 12031 9,8

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 3 dari 15


Kebocoran air persen 37.0 39,9 35.8 40.1 52.8 35.8 46.7 6.5

Harga air rp/m3 449 565 616 751 773 1010 1048 17

Investasi juta rp 67919 96475 122500 165915 5898 561593 191055 1561

Jumlah penduduk ribu 32285 32459 32459 33090 33258 33447 33755 0,7

Rasio TK: Pelanggan 11:1000 10:1000 10:1000 8:1000 9:1000 9:1000 9:1000

Konsumsi per kapita m3/jiwa 5.68 5,81 6.64 6.59 7.01 6.84 7.16 4.0

Penduduk terlayani persen 12.09 12,56 12.19 14.38 15.79 16.97 19.30 8.2
1)
Pertumbuhan rata-rata per tahun 1993 hingga 1999
Sumber: Statistik Air Minum (BPS, 1999; 2001)

Dari 37 PDAM di seluruh pemerintah kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya
delapan PDAM yang pada tahun 1997 memperlihatkan keuntungan bersih (sesudah
pajak), masing-masing PDAM Surabaya (9.1 miliar), kota Malang (4.2 miliar), Sidoarjo
(897 juta), Magetan (361 juta), Tuban (251 juta), kota Madiun (68 juta), kabupaten
Mojokerto (50 juta), dan kota Probolinggo (32 juta). Jumlah keseluruhan keuntungan 8
PDAM mencapai 14.9 miliar rupiah, tidak lebih dari kerugian 29 PDAM sebesar 15.1
miliar rupiah. Rendahnya kinerja PDAM sesungguhnya telah diketahui. Namun momen
krisis ekonomi tahun 1998 telah meminta perhatian terhadap permasalahan yang
dihadapi PDAM. Oleh karena itu Mendagri (dengan surat No 539/3518/PUOD) dan
ditindak lanjuti dengan Gubernur Jatim (dengan surat No 690/13973/022/1998)
memutuskan untuk membebaskan PDAM yang masih merugi terhadap ‘kewajiban-
kewajiban setor’ ke kas pemda, dimana dalam keadaan ekonomi normal ‘setoran’
mencapai 55 persen dari keuntungan PDAM.

Rendahnya keragaan sektor air bersih di negara sedang berkembang telah


diketahui. Bank Dunia mengidentifikasi tiga indikator umum, yakni (Idelovitch and
Ringskog 1995): (a) kebocoran air sangat tinggi, mencapai 40 hingga 50 persen, (b)
kelebihan tenaga kerja, dan (c) kualitas air yang tidak stabil dan tidak memenuhi
standar. Tingkat kebocoran air di Indonesia pada tahun 1997, yang dihitung atas dasar
volume air terjual (1510 juta m3) terhadap kapasitas produksi efektif (81915 liter per
detik), mencapai 58 persen. Sementara rasio pegawai terhadap pelanggan adalah 9.01
berbanding 1000. Ukuran yang sama di Jawa Timur masing-masing adalah 47 persen
dan 9.2 berbanding 1000. Angka tersebut belum memenuhi batas yang disarankan,
yakni tingkat kebocoran 20 persen dan rasio pegawai pelangga 6 berbanding 1000.

Tabel 2. Keragaan Keuangan dan Operasional Produksi PDAM di Propinsi Jawa


Timur pada Tahun 1997

Laba2
(Rugi)
No PDAM (Tipe)1 Pendapatan2 Beaya2 Pajak2 Jumlah3 Air 3 Vol air Harga4 Beaya4
(Beaya) Pelang- Disalur- per1 Pro- Pro-
Bersih gan kan Pelang- duksi duksi
gan Rata-2 Rata-2
Usaha Lain- Lang- Umum
lain sung

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 4 dari 15


juta juta juta juta juta juta ribu m3 m3 Rp/m3 Rp/m3

1 Kab Trenggalek (A) 327 3 504 200 26 (400) 4290 677 158 483 744

2 Kab Probolinggo (A) 455 30 480 318 - (313) 4800 874 182 521 549

3 Kab Pamekasan (A) 1174 1 749 865 - (439) 5073 1650 325 711 454

4 Kota Mojokerto (A) 505 (4) 428 946 - (872) 5300 713 134 709 600

5 Kab Pacitan (A) 272 3 420 241 - (386) 5561 620 111 439 677

6 Kab Mojokerto (A) 1017 70 522 515 - 50 7026 1681 239 605 311

7 Kab Sampang (A) 790 17 424 416 - (33) 7222 1973 273 400 215

8 Kab Bondowoso (A) 649 20 607 362 - (299) 7250 1346 186 482 451

9 Kota Probolinggo (A) 1297 12 554 724 - 32 7621 2200 289 589 252

10 Kab Sumenep (A) 896 (298) 832 270 - (503) 7661 2029 265 442 410

11 Kota Blitar (A) 642 (24) 547 286 - (215) 7860 985 125 651 556

12 Kota Kediri (A) 1619 (208) 732 710 - (30) 8345 2037 244 795 359

13 Kab Kediri (A) 619 (134) 641 421 - (577) 8548 1047 122 591 612

14 Kab Gresik (A) 4219 (2536) 2783 676 - (1777) 8577 2183 254 1932 1275

15 Kab Bangkalan (A 1856 (233) 1217 476 - (70) 8658 2073 239 895 587

16 Kab Jombang (A) 1084 (429) 901 374 - (620) 8705 1921 221 564 469

17 Kab Bojonegoro (A) 1113 26 954 361 - (176) 8788 1662 189 669 574

18 Kab Lamongan (A) 1126 109 769 514 - (48) 8903 1285 144 876 599

19 Kab Pasuruan (B) 1205 (304) 1081 803 - (984) 10063 2486 247 485 435

20 Kab Blitar (B) 619 (134) 641 421 - (577) 10107 1360 135 455 471

21 Kab Ngawi (B) 1129 (459) 1280 231 - (840) 10142 2901 286 389 441

22 Kab Nganjuk (B) 1291 (485) 1115 551 - (859) 10394 1780 171 725 626

23 Kab Lumajang (B) 1923 3 1558 1965 - (1596) 10560 2479 235 776 628

24 Kab Ponorogo (B) 1037 30 933 390 - (255) 10673 2000 187 519 466

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 5 dari 15


25 Kab Madiun (B) 1034 130 981 508 - (325) 11286 1731 153 597 567

26 Kab Tlgagung (B) 1146 65 666 691 - (146) 12225 2442 200 469 273

27 Kota Pasuruan (B) 2100 (183) 1060 1056 - (200) 13145 2576 196 815 411

28 Kab Tuban (B) 1949 48 1143 571 26 251 13185 4446 337 438 257

29 Kab Situbondo (B) 1595 73 1479 1011 - (821) 14308 3013 211 529 491

30 Kota Madiun (B) 2326 37 1252 1027 17 68 15532 3977 256 585 315

31 Kab Banyuwangi (B) 2523 (17) 1395 1702 - (590) 16311 3737 229 675 373

32 Kab Jember (B) 2224 34 1474 1257 - (473) 17920 4347 243 512 339

33 Kab Magetan (C) 3790 145 1929 1548 96 361 30329 5993 198 632 322

34 Kab Sidoarjo (C) 14535 (206) 7666 5580 185 897 32743 6995 214 2078 1096

35 Kab Malang (D) 7050 639 4256 4001 - (655) 51948 10064 194 701 423

36 Kota Malang (D) 20662 (1150) 6813 6544 1938 4218 61926 21482 347 962 317

37 Kota Surabaya (D) 114607 510 50706 49497 5863 9051 223002 114607 514 1000 442

Jawa Timur 202397 (4798) 101490 88024 8236 (152) 705987 225370 319 898 450
1
Tipe PDAM berdasar jumlah pelanggan : kurang dari 10000 (A), 10001 hingga 30000 (B), 30001 hingga 50000 (C), dan lebih
dari 50000 (D). 2 Lampiran surat Gubernur Jatim No 690/13973/022/1998 perihal pembebasan setoran PDAM ke Pemda; 3 Jawa
Timur Dalam Angka 1997 (BPS, 1999); 4 Harga Produksi = pendapatan usaha dibagi air terdistribusi, Beaya Produksi = beaya
langsung dibagi air terdistribusi

Rendahnya keragaan dan kinerja sektor air bersih dan PDAM tidak terlepas dari
keadaan kelembagaan dan kelemahan sistem insentif di dalamnya. Payung
kelembagaan PDAM bersumber dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan
Menteri PU No 4 tahun 1984 atau 27/KPTS/1984 tentang pembinaan PDAM. Hal
tersebut berimplikasi bahwa Depdagri melalui Pemda berhak menetapkan direksi dan
mempengaruhi manajemen. Pemda juga berkepentingan menetapkan harga air
(regulated price) dalam rangka melindungi kepentingan konsumen. Kebijakan harga
tersebut terbukti tidak memuat insentif bagi pengambilan keputusan berproduksi oleh
PDAM atau konsumsi air bersih oleh rumah tangga. Data perkembangan harga air riil
(tahun 1983) selama periode 1991 hingga 1999 bergerak tidak kontinyu (rata-rata
tumbuh –1.6 persen per tahun) dan mencapai titik terendah pada tahun 1999, yakni
174 rupiah per m3. Fenomena krisis ekonomi mengakibatkan hampir keseluruhan, 29
dari 37 PDAM terutama tipe A dan B tidak menaikkan harga dan menghadapi persoalan
keuangan. Dalam posisi ini PDAM umumnya tidak punya pilihan untuk berinvestasi dan
mengembangkan kegiatannya.

III. Strategi Pengembangan Sektor Air Bersih

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 6 dari 15


Rumusan strategi pengembangan sektor air bersih dispesifikkan ke dalam
aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan
dampak positif dalam masing-masing aspek secara proporsional, berkelanjutan, dan
membawa peningkatan kesejahteraan (social benefit). Rumusan pada dasarnya
mendeskripsikan strategi pengelolaan sumberdaya air dari Le Moigne et al. (1994),
yang terdiri dua kegiatan penting yakni analisis sumberdaya air, yaitu mengkaji aspek
fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhi sumberdaya air, dan pendefinisian strategi,
yaitu proses penetapan bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya air. Secara garis
besar, rumusan strategi tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Strategi, Sasaran dan Langkah Operasional


dalam Pengembangan Sektor Air Bersih di Jawa Timur

Strategi Sasaran Langkah Operasional

I. Aspek Sosial
a. Peningkatan pelayanan - Pembangunan wilayah kota terintegrasi
hingga 80 persen - Pengentasan kemiskinan
1. Peningkatan tingkat
penduduk wilayah kota - Program-program pengamanan sosial
pelayanan
dan 60 persen penduduk (social safety net) yang terkait dengan
penduduk
kabupaten sektor air bersih

- Pengembangan wilayah pemukiman


- Pembangunan wilayah industri
- Pembangunan hidran umum
b. Pemanfaatan air bersih - Membantu wilayah yang mengalami krisis
bagi kepentingan sosial air
2. Pengembangan a. Membangun partisipasi
kelembagaan sektor masyarakat dalam
- Membentuk jaringan komunikasi antar
bersih pembangunan sektor air
stakeholder dalam pembangunan sektor
bersih
air bersih

- Melakukan analisis tentang konsumsi air


bersih secara periodik

b. Mengembangkan - Merumuskan hubungan kelembagaan


kelembagaan ekonomi yang kondusif bagi pengembangan sektor
sektor air bersih yang air bersih
efisien dan berkelanjutan
- Pengelolaan terpadu, sharing, atau
merger

- Memperkuat kemandirian dan otoritas


PDAM

- Perumusan standar evaluasi kinerja


PDAM yang mempertimbangkan aspek
lingkungan
- Mengevaluasi kinerja PDAM
c. Mengembangkan
kelembagaan hukum
- Membangun mekanisme insentif reward
sektor air bersih
dan punishment

II. Aspek Ekonomi


1. Peningkatan kinerja a. Peningkatan pendapatan - Kebijakan harga yang optimal
PDAM PDAM - Peningkatan tarif (harga) air

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 7 dari 15


- Penetapan harga (price discrimination) di
antara dan di dalam kelompok konsumen
b. Peningkatan efisiensi dan
keuntungan PDAM
- Perbaikan dan pemeliharaan sistem
distribusi

- Pendidikan dan ketrampilan SDM (human


capital) sektor air bersih

- Perbaikan manajemen dan mutu


pelayanan
- Restrukturisasi hutang-hutang PDAM
2. Peningkatan share a. Mempertahankan share
dan dampak sektor air bersih di atas
- Peningkatan pertumbuhan permintaan air
ekonomi wilayah 0.17 persen
bersih
- Peningkatan investasi
b. Peningkatan aktifitas
ekonomi wilayah yang
- Peningkatan aktifitas ekonomi ke
terkait dengan sektor air
belakang
bersih
- Peningkatan aktifitas ekonomi ke depan

- Pembangunan infrastruktur publik


telepon

- Pembangunan di bidang hukum dan


pertanahan

- Pembangunan ekonomi sektor


maufaktur/jasa

III. Aspek Lingkungan


1. Peningkatan a. Pengembangan sumber-
kuantitas dan sumber air baku
- Investasi pengembangan sumber air
kualitas air bersih
baku
- Eksplorasi air baku
b. Pemeliharaan kualitas air - Evaluasi kualitas air baku dan air bersih
baku
- Sistem monitoring dini kualitas air

- Penerapan teknologi pengolahan air baku


2. Peningkatan daya a. Perbaikan kualitas
dukung lingkungan sumberdaya alam dan
- Analisis potensi dan panenan sumber
sumberdaya air lingkungan sumberdaya air
daya air

- Konservasi sumberdaya hutan, tanah dan


air
- Penerapan baku mutu lingkungan
b. Pengendalian alokasi air - Pembinaan dan penyuluhan lingkungan
baku - Memperkuat mekanisme pengawasan
dan penerapan hukum

IV. Aspek Sosial

Strategi dalam aspek sosial bertujuan meletakkan landasan kelembagaan bagi


berfungsinya penyelenggaraan pelayanan air bersih seoptimal mungkin. Strategi

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 8 dari 15


dinyatakan dalam dua hal yakni peningkatan tingkat pelayanan air bersih dan
pengembangan kelembagaan sektor bersih. Strategi pertama dilatar belakangi oleh
keadaan bahwa tingkat akses atau pelayanan air bersih baru mencapai 19 persen
rumah tangga (Susenas, 1999). Sebagian besar penduduk, atau sekitar 50 persen
masih mengandalkan air bersih dari sumur. Dengan strategi ini diharapkan semakin
banyak penduduk mengakses air yang memenuhi syarat kesehatan dan memperoleh
social benefit lain dari konsumsi air bersih.

Strategi peningkatan tingkat pelayanan penduduk mempunyai dua sasaran.


Pertama, pelayanan hingga 80 persen penduduk wilayah kota dan 60 persen
penduduk kabupaten. Hampir seluruh kota dan kabupaten di Jawa Timur belum
mencapai sasaran tersebut seperti yang diinginkan dalam Keputusan Mendagri No 47
tahun 199 tentang Pedomen Kinerja PDAM. Langkah operasional untuk mencapai
sasaran dapat mencakup program-program pembangunan terintegrasi, misalnya
pembangunan perkotaan atau pengentasan kemiskinan maupun pembangunan
sektoral, misalnya pengembangan wilayah pemukiman dan wilayah industri.
Pengalaman Surabaya dalam pembangunan perkotaan, yakni program perbaikan
kampung (Kampoong Improvement Project Urban) pada tahun 1980an terbukti efektif
meningkatkan pelanggan rumah tangga dari 68862 pada tahun 1982 menjadi 116257
sambungan pada tahun 1990. Sementara itu, program jaring pengamanan sosial yang
dikaitkan dengan penyediaan sarana air bersih kepada rumah tangga berhasil
menambah 1349 pelanggan di wilayah PDAM Nganjuk, menjadi 11212 pelanggan pada
tahun 1998. Sedangkan program pembangunan sektoral, sekalipun lebih sering
berorientasi jangka pendek, nampaknya cukup efektif meningkatkan jumlah
sambungan air bersih. Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya wilayah-wilayah
pemukiman atau industri baru, dimana saluran air bersih menjadi salah satu insentif
yang ditawarkan oleh pengembang. Kedua, sasaran pemanfaatan air bersih untuk
kepentingan sosial secara selektif. Sesuai dengan SKB Mendagri dan Menteri PU No 4
tahun 1984, PDAM sebagai pelaku ekonomi sektor air bersih bersifat memberi jasa dan
menyelenggarakan kemanfaatan umum. Hal ini berimplikasi bahwa PDAM harus
mampu merumuskan kepentingan-kepentingan sosial secara obyektif, disesuaikan
dengan keadaan internalnya, dan memilih wilayah operasi yang seharusnya. Langkah
operasional sasaran kedua ini telah dikerjakan melalui alokasi air bersih kepada
terminal sambungan hidran umum. Langkah operasional lain sekalipun kurang
berkorelasi langsung dengan strategi peningkatan pelayanan penduduk adalah suplai
air bersih kepada wilayah-wilayah krisis air atau bencana lainnya.

Strategi kedua dalam aspek sosial adalah pengembangan kelembagaan


sektor air bersih. Strategi ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kelembagaan
sektor air bersih, terkait dengan PDAM maupun eksternal dengan pihak lain, belum
berjalan optimal menyelenggarakan pelayanan air bersih. Hal tersebut secara tidak
langsung menempatkan sektor air bersih berjalan sendiri ( status quo) dalam
pembangunan sektor air bersih. Implikasinya, upaya-upaya menemukan struktur
kelembagaan baru yang diyakini lebih efektif dan efisien tidak dapat direalisasi, dan
senantiasa dapat melahirkan kebocoran ( externality) yang merugikan salah satu pihak.
Dengan strategi ini semua pihak (stakeholder) diharapkan dapat melihat secara
obyektif faktor atau variabel yang mempengaruhi tingkat akses air bersih dan
menemukan rumusan lembaga pengelolaan sektor air bersih yang lebih efisien dan
sustainable.

Strategi pengembangan kelembagaan sektor air bersih mempunyai tiga


sasaran. Pertama, membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor air

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 9 dari 15


bersih. Hubungan antara PDAM sebagai produsen dan pelanggan sebagai konsumen
belum cukup untuk menggali potensi keuntungan-keuntungan dalam pembangunan
sektor air bersih. Partisipasi masyarakat harusnya menyentuh sisi ilmiah dan akademis
sehingga dapat mengidentifikasi karakteristik air bersih dari segala sudut pandang, dan
melibatkan sektor-sektor yang profesional dibidangnya. Langkah operasional sasaran
pertama ini diprioritaskan kepada pembentukan jaringan komunikasi antar stakeholder
yang terlibat dalam pembangunan sektor air bersih, terutama dari unsur pemerintah,
sektor swasta, masyarakat konsumen, lembaga swadaya masyarakat dan para peneliti.
Jaringan tidak cukup hanya memfasilitasi pemecahan masalah, tetapi juga
menjalankan komunikasi berkadar ilmiah tinggi yang kaya insentif bagi penemuan
teknologi baru. Jaringan di tingkat internasional yang menangani sumberdaya air dan
termasuk sektor air bersih adalah Global Water Parnership. Langkah berikutnya dapat
melakukan berbagai kajian sehubungan perilaku konsumsi air bersih dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Berbagai kaijian (World Bank, 1993; Jordan and Elnagheeb;
1993) memperlihatkan masyarakat dapat menampilkan tanggapan dan partisipasinya
(willingness to pay) terhadap kemungkinan-kemungkinan perbaikan pelayanan
maupun kualitas air PDAM. Kedua, sasaran mengembangkan kelembagaan ekonomi
sektor air bersih yang efisien dan berkelanjutan. Seperti diketahui, keberadaan PDAM
sebagai lembaga ekonomi pelaku air bersih sepenuhnya terkait dengan pemerintah
kota atau kabupaten. Keadaan seperti ini dalam banyak hal berlawanan dengan
economic of scale maupun efisiensi alokasi sumber-sumber air baku sehingga potensi
benefit tidak terealisasi akibat dari struktur kelembagaan saat ini. Langkah operasional
yang disarankan adalah merumuskan hubungan kelembagaan antar PDAM, dengan
pemerintah dan sektor swasta yang menjamin efisiensi alokasi air baku dan operasi
pelayanan pelanggan. Selanjutnya dapat ditetapkan pilihan-pilihan pengelolaan yang
paling menguntungkan. Sebagai contoh, PDAM Surabaya, Gresik dan Sidoarjo
berpeluang memperoleh social benefit yang relatif besar seandainya berada dalam satu
manajemen. Hal yang sama dapat dilakukan antara wilayah kota dan kabupaten,
bahkan merger dalam satu eks karesidenan. Sektor air bersih di Malaysia dapat
dijadikan acuan, dimana mereka hanya memiliki 18 institusi pengelolaan. Jauh lebih
efisien dibanding 307 PDAM yang ada di Indonesia, atau 37 PDAM di Jawa Timur..
Langkah operasional berikutnya adalah membangun mekanisme kelembagaan yang
mendukung otoritas dan kemandirian PDAM terhadap pembinaan berlebihan secara
fungsional oleh Pemda dan secara teknis oleh Dirjen Cipta Karya. Sasaran
mengembangkan kelembagaan ekonomi yang sustainable dapat diimplementasikan
dengan memasukkan peubah-peubah lingkungan di dalam standar evaluasi kinerja
PDAM, misalnya menerapkan ISO 14000. Dengan demikian, seluruh proses produksi,
distribusi air bersih dan lingkungan sekitarnya terlindungi oleh standar kualitas yang
tinggi. Ketiga, mengembangkan kelembagaan hukum sektor air bersih. Perangkat
hukum sektor air bersih tidak harus eksklusif tetapi dapat melekat dengan aturan
hukum lingkungan, pidana atau perdata. Insentif berupa penghargaan perlu diberikan
kepada stakeholder yang berjasa mengembangkan atau mendukung pembangunan
sektor air bersih, dan sebaliknya sangsi diberikan kepada yang melanggar atau kontra-
produktif dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan air bersih.

V. Aspek Ekonomi

Strategi dalam aspek ekonomi bertujuan membentuk lembaga ekonomi sektor


air bersih yang sehat dan meningkatkan peran dan dampak sektor air bersih terhadap

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 10 dari 15


perekonomian wilayah. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni (i) peningkatan kinerja
keuangan dan operasional dan (ii) peningkatan share dan dampak sektor air bersih
dalam ekonomi wilayah. Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa
kinerja keuangan sebagian besar PDAM, atau 29 dari 37 PDAM di Jawa Timur terutama
tipe A dan B, dalam posisi merugi. Dalam posisi ini PDAM umumnya tidak punya pilihan
untuk berinvestasi dan mengembangkan kegiatannya. Dengan strategi ini diharapkan
PDAM sebagai lembaga ekonomi dapat menghasilkan surplus usaha, dan
menempatkannya sebagai sektor usaha yang dapat menarik investasi, sehingga dapat
mempercepat pencapaian tingkat pelayanan.

Strategi peningkatan kinerja keuangan dan operasional PDAM memuat dua


sasaran. Pertama, peningkatan pendapatan PDAM. Output yang dihasilkan oleh
sektor air bersih dapat dipisahkan dalam pendapatan air dan non air. Pendapatan air
berasal dari rekening (tarif) air bulanan pelanggan, sedangkan pendapatan non air
berupa beaya penyambungan (connection fee), tenaga listrik yang dihasilkan, sewa
aset dan jasa-jasa lain. Langkah operasional meningkatkan pendapatan adalah dengan
kebijakan harga (pricing policy) yang optimal pada seluruh jenis pendapatan tersebut.
Pada wilayah dimana tingkat pelayanan masih rendah, terutama PDAM tipe A dan B,
antara tarif air dan beaya penyambungan hendaknya diintegrasikan. Menurut
Bappenas (1999), rata-rata beaya penyambungan PDAM ( connection fee) tergolong
relatif tinggi sehingga cukup signifikan menghalangi konsumsi air yang berkualitas.
Beaya penyambungan tersebut dapat diturunkan untuk meningkatkan tingkat
pelayanan dan pendapatan air dalam bulan-bulan berikutnya. Langkah operasional
berikutnya adalah meningkatkan tarif (harga) air. Rata-rata harga air di Indonesia
adalah 484 rupiah per m3 (tahun 1994), setara 30 persen dibawah marginal cost
(Bappenas 1999). Dalam rangka meningkatkan keragaan sektor air bersih, harga air
perlu dinaikkan sebesar 3 dan 2 persen per tahun masing-masing bagi PDAM besar
dan kecil. Berdasarkan skenario Bappenas tersebut, harga air sebesar 650 rupiah per
m3 pada tahun 1995 naik menjadi masing-masing 950 dan 800 rupiah per m 3 pada
PDAM besar dan kecil pada tahun 2008. Sementara itu upaya meningkatkan
pendapatan air dapat juga dilakukan dengan mendiskriminasi tarif air terutama di
dalam kelompok konsumen. Diskriminasi tarif di antara kelompok konsumen, seperti
rumah tangga, industri, jasa, atau pemerintahan, umumnya telah dilakukan oleh
sebagian besar PDAM. Sedangkan diskriminasi di dalam kelompok konsumen, misalnya
rumah tangga di pusat kota dan di pinggiran atau kampung, belum dilakukan oleh
hampir seluruh PDAM kabupaten dan sebagian PDAM kota atau PDAM tipe A dan B.

Kedua, meningkatkan efisiensi dan keuntungan PDAM. Tingkat efisiensi


produksi air bersih di Jawa Timur baru mencapai 60 persen dari kapasitas terpasang
(BPS, 1998). Tingkat inefisiensi PDAM yang menonjol adalah kebocoran air yang
melebihi angka (yang disarankan) 20 persen. Kebocoran PDAM Surabaya pada tahun
1999 sebesar 38 persen mengakibatkan hilangnya pendapatan (dan sekaligus
keuntungan) sebesar 77 juta rupiah per hari, atau 28 miliar rupiah setahun. Langkah
operasional yang mendesak adalah memperbaiki sistem distribusi untuk menekan
kebocoran air tersebut. Investasi dalam kegiatan tersebut mutlak dilakukan setiap
periode untuk memelihara hubungan dengan atau menambah konsumen. Langkah
operasional lainnya adalah investasi dalam sumberdaya manusia sektor air bersih dan
meningkatkan kinerja mutu dan pelayanan. Upaya lain yang bersifat struktural adalah
penghapusan hutang-hutang yang tidak mungkin terbayarkan terutama pada PDAM-
PDAM tipe A.

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 11 dari 15


Strategi kedua dalam aspek ekonomi adalah peningkatan share dan
dampak sektor air bersih terhadap PDRB wilayah Jawa Timur. Share sektor air bersih
dalam PDRB pada tahun 1999 adalah relatif kecil, yakni 0.17 persen, atau dalam nilai
absolut sebesar 254 miliar rupiah. Rendahnya nilai tambah tersebut menunjukkan
masih sangat diperlukan upaya pengembangan atau injeksi investasi dalam
pembangunan sektor air bersih. Dengan strategi tersebut diharapkan sektor air bersih
meningkat peran ekonominya dan memberikan dampak yang lebih luas kepada sektor-
sektor ekonomi lainnya.

Strategi secara keseluruhan memuat dua sasaran. Pertama, mempertahankan


dan meningkatkan share relatif sektor air bersih di atas 0.17 persen. Sasaran ini
memuat komitmen kuat di dalam rangka pembangunan sektor air bersih secara
berkesinambungan. Tujuannya bukan untuk mencapai angka share setinggi-tingginya,
tetapi memandu seluruh stakeholder untuk konsisten dan bertahap memperoleh
kemajuan diseuaikan dengan karakteristik pelayanan air bersih wilayah. Dengan
demikian, model pembangunan sektor air bersih di kabupaten Magetan (dengan share
relatif 0.336 persen) atau kabupaten Malang (0.177 persen) lebih relevan dipakai
sebagai model Jawa Timur dibanding keadaan di kota Malang (0.884 persen) atau
Surabaya (0.598). Langkah operasional mencapai sasaran tersebut pada dasarnya
adalah meningkatkan permintaan air bersih pada tingkat pertumbuhan yang signifikan.
Hal ini dapat diintegrasikan di dalam pembangunan perkotaan atau sektoral seperti
diuraikan sebelumnya. Permintaan akhir terhadap sektor air bersih dapat ditingkatkan
oleh komponen investasi, khususnya yang ditanamkan untuk memperoleh economic of
scale perusahaan. Kedua, meningkatkan aktifitas ekonomi wilayah yang terkait
dengan sektor air bersih. Sasaran ini dapat dicapai dengan peningkatan akitifitas
ekonomi dalam kaitan ke belakang, ke depan, dan pembangunan sektor lain yang
relevan. Aktifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang meliputi seluruh sektor yang
menyediakan bahan baku dan berperan dalam produksi air bersih, misalnya mencari
sumber-sumber air baku dan pemeliharaan kualitas dan kuantitas air baku. Aktifitas
ekonomi dalam kaitan ke depan meliputi seluruh sektor yang menggunakan air bersih
dan output lain sektor air bersih—khususnya sektor jasa. Salah satu langkah yang
disarankan adalah perbaikan manajemen pemasaran agar menjadi lebih agresif
menjual output air dan non air di dalam sektor air bersih. Sementara itu langkah
operasional yang relevan adalah peningkatan pembangunan infrastruktur. Menurut
Bank Dunia (1993), infrastruktur listrik sangat signifikan mendorong pengembangan
sektor air bersih. Lebih jauh, kemajuan pembangunan secara umum, atau dinyatakan
dengan peningkatan pendapatan secara signifikan meningkatkan peluang memilih
sumber air bersih.

VI. Aspek Lingkungan

Strategi dalam aspek lingkungan bertujuan mendukung terselenggaranya


alokasi air baku dan pelayanan air bersih yang optimal dan memenuhi kaidah-kaidah
konservasi dan daya dukung lingkungan. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni (i)
peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih dan (ii) peningkatan daya dukung
lingkungan sumberdaya air. Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa
secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah tangga pelanggan PDAM)
belum memenuhi standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per hari, yakni mencapai
37.1 m3 per orang atau setara dengan 101.64 liter per hari. Demikian pula ditemukan
gejala atau kecenderungan penurunan kuantitas air bersih per pelanggan. Di sisi lain

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 12 dari 15


sebagian besar, atau 50 persen penduduk mengkonsumsi air bersih dari sumur yang
diragukan terjamin kualitasnya. Dengan strategi ini diharapkan pelayanan air bersih
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kuantitasnya bagi sebanyak-banyaknya
penduduk dapat segera direalisasikan, dan sekaligus mencerminkan alokasi air baku
(air sumur atau sumber lain) secara terukur dan bertanggungjawab.

Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih memiliki dua


sasaran. Pertama, pengembangan sumber-sumber air baku baru. Secara
umum kapasitas produksi air bersih berdasarkan sumber-sumber air baku
yang ada tidak akan cukup memenuhi permintaan air bersih pada masa
mendatang. Oleh karena itu langkah operasional terencana dan terpadu
dalam jangka panjang khususnya di sekitar Surabaya tidak dapat dikerjakan
oleh sektor air bersih sendiri. Beruntung, sistem penyediaan dan upaya
peningkatan air baku di wilayah tersebut telah terkoordinasi di dalam
perencanaan pengelolaan DAS Brantas oleh Perum Jasa Tirta. Sistem
pengelolaan DAS Brantas telah mampu memanfaatkan air baku sekitar 50
persen dari kapasitas maksimumnya, termasuk paling efisien di Indonesia.
Lebih jauh, kerangka antisipasi pembangunan sektor air bersih di Surabaya
(Gambar 2) berada dalam skema pembangunan perkotaan Gerbang
Kertasusila (SUDP 2000). Kebijakan strategis telah disiapkan hingga tahun
2018, yakni menambah air baku sejumlah 137 juta m 3 per tahun (setara 4.4
m3 per detik, hingga tahun 2006) dan 210 juta m 3 per tahun (setara 6.7 m 3
per detik, hingga tahun 2018). Tambahan air baku dalam jangka pendek dan
menengah berasal dari Waduk Beng (Jombang) tahun 2005 senilai 133 juta
dolar, sumber air Umbulan (Pasuruan) (segera direalisasikan sesudah gagal
pada tahun 1999) senilai 86 juta dolar, dan waduk Kedung Warak (Jombang)
tahun 2015 yang investasinya belum diskedul. Namun demikian, bagi PDAM
lainnya sesuai dengan kemampuan sendiri dan karakteristik sumber air
baku di wilayah masing-masing, dapat juga melakukan hal sama dengan
skala yang lebih kecil. Investasi dan kegiatan tersebut harus senantiasa ada
dalam misi PDAM. Kedua, pemeliharaan kualitas air baku. PDAM yang
menggunakan air baku dari sumur dalam atau mata air relatif tidak
bermasalah dalam memelihara kualitas air, yakni cukup dengan sistem
injeksi desinfektan kaporit sejumlah 0.2 hingga 0.4 mg per liter di dalam
sistem pengolahan air yang relatif sederhana. Sedangkan PDAM yang
menggunakan bahan baku air permukaan, oleh karena keadaannya relatif
terbuka terhadap gangguan sifat-sifat kimia, fisika dan biologi air,
memerlukan proses pengolahan yang canggih dan rumit—meliputi
sedimentasi awal, aerator (proses oksidasi), flokulasi, sedimentasi akhir, dan
penyaringan—untuk memperbaiki kualitas air. Langkah operasional yang
perlu segera diberlakukan adalah menerapkan sistem monitoring dini
kualitas air. Hal ini relevan pada PDAM Surabaya karena relatif sering
menghadapi penurunan kualitas air bersih yang tidak terduga pada musim
kemarau. Di sisi lain, perbaikan teknologi pengolahan perlu diupayakan
terus menerus selain alasan efisiensi.

Strategi kedua dalam aspek lingkungan adalah peningkatan daya dukung


lingkungan sumberdaya air. Strategi ini sekalipun tidak di bawah wewenang sektor air
bersih namun menjadi relevan dikemukakan karena alasan keterkaitan ekologis dan
dampak-dampaknya. Sumberdaya air adalah bagian dari sumberdaya alam dan
lingkungan yang harus dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya agar dapat mengalirkan
manfaat sebagai air baku secara optimal dan berkelanjutan. Sejauh ini yang terkait
dalam arti luas dengan pengelolaan air baku meliputi sektor-sektor kehutanan,
pertambangan atau geologi, pekerjaan umum dan pemerintah daerah. Sektor

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 13 dari 15


kehutanan berwenang dalam perlindungan wilayah hutan serta sumberdaya tanah dan
air di dalamnya, Direktorat Geologi memiliki otoritas dalam eksplorasi air bawah tanah,
dan departemen PU berwenang mengelola air permukaan. Sementara itu, pengelolaan
air permukaan di wilayah DAS Brantas telah diserahkan secara fungsional kepada
institusi Perum Jasa Tirta. Sedangkan pemerintah daerah bergerak menjalankan
kebijakan sektoral dan menerima umpan balik hasil pengelolaan air. Gambaran
tersebut memperlihatkan bahwa mekanisme pengelolaan air baku relatif rumit dan
berpeluang menimbulkan pelanggaran dalam alokasinya. Dengan melihat keadaan
obyektif tersebut, strategi peningkatan daya dukung lingkungan sumberdaya air
diharapkan dapat terkoordinasi sekaligus terfokus untuk menghasilkan keluaran air
baku bagi kepentingan air bersih tanpa dikendalai penurunan daya dukung lingkungan.

Strategi peningkatan daya dukung lingkungan memiliki dua sasaran. Pertama,


perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan sumberdaya air. Langkah
operasional terpenting adalah menganalisis potensi dan panenan aktual air baku pada
masing-masing wilayah. PDAM dapat menggunakan hasil-hasil analisis yang terkait
dengan neraca air dari berbagai sumber atau berinisiatif untuk hal tersebut. Upaya
selanjutnya adalah mengkoordinasikan seluruh stakeholder dalam wadah seperti
diuraikan dalam strategi aspek sosial, untuk merumuskan plihan-pilihan perlindungan
sumberdaya hutan, tanah dan air atau ekosistem yang terkait. Langkah lainnya adalah
pendekatan material balance dengan menerapkan instrumen baku mutu lingkungan
sumberdaya air. Kedua, mengendalikan alokasi air baku. Alokasi air baku yang tidak
terukur dilakukan oleh rumah tangga dan jasa atau industri dalam bentuk air sumur,
mata air, sumur dalam, atau air permukaan. Hal tersebut tidak dapat ditoleransi lagi
pada wilayah-wilayah dengan daya dukung yang terbatas, misalnya Surabaya, karena
mengakibatkan interusi air laut dan kemungkinan penurunan muka tanah (Bappeda
Jatim-BPPT, 1995). Langkah operasional untuk sasaran ini adalah melakukan
pembinaan dan penyuluhan lingkungan kepada masyarakat. Langkah berikutnya
adalah menerapkan mekanisme hukum dengan insentif penghargaan atau sangsi bagi
penyelamat atau pelanggar kaidah-kaidah lingkungan.

VII. Penutup

Strategi pengembangan sektor air bersih di Jawa Timur memerlukan integrasi


dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Strategi tersebut diharapkan akan
menghasilkan dampak positif dalam masing-masing aspek secara proporsional,
berkelanjutan, dan membawa peningkatan kesejahteraan ( social benefit).
Pengembangan sektor air bersih di Jawa Timur agaknya terkonsentrasi pada
pengembangan wilayah DAS Brantas, yakni untuk menyediakan air baku khususnya
bagi penyediaan air bersih di wilayah hilir atau wilayah Gerbang Kertasusila

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 14 dari 15


Daftar Pustaka

Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Surabaya. 1999. Surabaya Urban


Development Program Policy (SUDP) to 2018. Surabaya

Badan Perencana Pembangunan Daerah Jatim-Badan Pengkajian dan Penerapan


Teknologi (Bappeda Jatim-BPPT). 1995. Pengkajian Intrusi Air Laut di
Basin/Akifer Surabaya. Bappeda Propinsi Jatim dan BPPT Bidang Pengkajian
Ilmu Dasar dan Terapan 1994/1995. Surabaya

Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). 1999. Urban Water Supply


Sector Policy Framework. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 1998. Statistik Air Minum 1993-1997. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 1999. Statistik Air Minum Jatim 1998. Surabaya.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2001. Statistik Air Minum Jatim 1999. Surabaya.

Jordan, J. L. and A. H. Elnagheeb. 1993. Willingness to pay for improvements in


drinking water quality. Water Resources Research 29(2): 237-245

Idelovitch, E. and K. Ringskog. 1995. Private Sector Participation in Water Supply and
Sanitation in Latin America. Washington, DC: The World Bank

Keputusan Mendagri No 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM

Keputusan Mendagri No 539/3518/PUOD) dan ditindak lanjuti dengan Gubernur Jatim


(dengan surat No 690/13973/022/1998) tentang pembebasan PDAM terhadap
kewajiban-kewajiban setor ke kas pemda

Moigne, G. Le., A. Subramanian, M. Xie, and S. Giltner. 1994. A Guide to the


Formulation of Water Resources Strategy [Technical Paper No. 263].
Washington, DC: World Bank.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984 atau
27/KPTS/1984 tentang pembinaan PDAM. Jakarta

Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). 1999. Hasil Susenas 1999 Jawa Timur.
Surabaya: BPS Jatim

United Nations. 1979. Guidelines for Rural Centre Planning: Rural water supply and
sanitation. New York

World Bank. 1993. The demand for water in rural areas: determinants and policy
implications. World Bank Research Observer. 8(1): 47-70.

/conversion/tmp/scratch/388126276.doc Halaman 15 dari 15

Anda mungkin juga menyukai