Anda di halaman 1dari 17

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU.

MUTIASARI
NOMOR : /2018

TENTANG
PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
DI RSU.MUTIASARI
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DIREKTUR RSU MUTIASARI

Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya infeksi rumah sakit dan transmisi penyakit dari
petugas kepasien atau dari pasien kepasien lain melalui petugas dalam melakukan
tindakan di Rumah Sakit;
b. bahwa untuk mencegah transmisi airbone pada pasien dengan infeksi MERS-Cov
maka dipandang perlu disusun Kebijakan Pencegahan dan pengendalian pasien
dengan infeksi MERS-CoV di Rumah Sakit;
c. bahwa berdasarkan butir (a dan b) perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Utama RSU Mutia Sari

Mengingat : 1. Undang-Undang No. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran;


2. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menkes RI No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
RumahSakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.244/Menkes/Per/III/2008 tentang Organisasi dan
Tatakerja RSUP H.Adam Malik;
6. Keputusan Menkes RI No. 270/Menkes/Per/III/2007 tentang Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan lainnya;
7. Keputusan Menkes RI No. 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas lainnya.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN INFEKSI DI RSU MUTIASARI

KESATU : Menetapkan Kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi kasus konfirmasi atau
probabel infeksi virus Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-
COV) DI RSU Mutia Sari sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini;
KEDUA : Kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi kasus konfirmasi atau probabel
infeksi virus Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-COV) DI
RSU Mutia Sari ini dijadikan sebagai pedoman dan acuan dalam pengendalian
penyakit infeksi di RSU Mutia Sari.

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bilamana
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Duri
Pada Tanggal :
Direktur Utama,

dr.Suhatman, MARS
NIK.260100001

Tembusan:
1. Direktur RSU Mutia Sari
2. Ketua Komite RSU Mutia Sari
3. Kepala SPI/Bagian/Bidang/Instalasi RSU Mutia Sari
4. Kepala Instalasi/Unit Kerja RSU Mutia Sari
5. Pertinggal.
Lampiran Surat Keputusan Direktur RSU Mutiasari
Nomor :
Tanggal :. Januari 2018
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

I. Pengertian :
1. PPI
”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi
Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired
Infections” merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung
maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien
dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih
banyak.
HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak
berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien
masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari
setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari
rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk
melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi
karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas profesional:
Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi
& Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi

2. IPCN
Agar kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi berjalan lancar, maka
Rumah Sakit RSU Mutia Sari memiliki 1 IPCN (Infection Prevention dan Control
Nurse) purnawaktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas Perawatan, Dokter tiap SMF, IPSRS,
Farmasi, Gizi, Administrasi, Igd, Laboratorium dan Laundry, Jenazah, Kesehatan
Lingkungan, K3RS.
Tugas dan Tanggung Jawab Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) :
1. Mengunjungi Ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di
Rumah Sakit.
2. Memonitor pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), penerapan
SPO dan kewaspadaan isolasi.
3. Melaksanakan Surveilens Infeksi dan melaporkan kepada Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
4. Bersama Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) melakukan Pelatihan
Petugas Kesehatan tentang PPI di Rumah Sakit.
5. Melakukan Investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) memperbaiki kesalahan yang terjadi.
6. Monitor Kesehatan Petugas untuk mencegah penularan infeksi dari Petugas
Kesehatan kepada Pasien atau sebaliknya.
7. Bersama Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) menganjurkan Prosedur
Isolasi dan memberi konsultasi tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
yang diperlukan pada kasus yang terjadi di Rumah Sakit.
8. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap penatalaksanaan
limbah, laundry, gizi, dan lain-lain dengan menggunakan daftar tilik.
9. Memonitor kesehatan lingkungan.
10. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi rumah
sakit dan memfasilitasi pelayanan kesehatan lainnya.
11. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Tim PPI.
12. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.
13. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.
14. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI RS.
15. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga
tentang topic infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan
insiden tinggi.
16. Sebagai coordinator antara departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi rumah sakit.

3. IPCLN
Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCNL (Infection Prevention
and Control Link Nurse) sebagai pelaksanaan harian/penghubung di unit masing-
masing.
Tugas dan Tanggung Jawab Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) :
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir Surveilens setiap Pasien di Rawat Inap
masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada IPCN ketika Pasien pulang.
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) pada setiap personil Ruangan di Instalasi Masing-
masing.
3. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya HAIs pada Pasien.
4. Berkolaborasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, melakukan
penyuluhan terhadap Pasien dan Keluarga di Ruang Rawat Inap dan Instalasi
masing-masing, dan memberikan konsultasi prosedur yang harus dijalankan.

4. Surveilans
Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan
dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.Salah satu dari
bagian surveilans kesehatan adalah Surveilans infeksi terkait pelayanan kesehatan
(Health Care Associated Infections/HAIs).
Surveilans infeksi terkait pelayanan kesehatan (Health Care Associated
Infections/HAIs) adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus menerus dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi data kesehatanyang penting di
fasilitas pelayanan kesehatan pada suatu populasi spesifik dan didiseminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan,
penerapan, serta evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Kegiatan surveilans HAIs merupakan komponen penunjang penting dalam setiap
program pencegahan dan pengendalian infeksi. Informasi yang dihasilkan oleh kegiatan
surveilans berguna untuk mengarahkan strategi program baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan maupun pada tahap evaluasi.Dengan kegiatan surveilans yang baik dan
benar dapat dibuktikan bahwa program dapat berjalan lebih efektif dan efisien
Tujuan Surveilans Hais Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan:
1. Tersedianya informasi tentang situasi dan kecenderungan kejadian HAIs di fasilitas
pelayanan kesehatan dan faktor risiko yang mempengaruhinya.
2. Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya fenomena
abnormal (penyimpangan) pada hasil pengamatan dan dampak HAIs di fasilitas
pelayanan kesehatan.

3. Terselenggaranya investigasi dan pengendalian kejadian penyimpangan pada hasil


pengamatan dan dampak HAIs di fasilitas pelayanan kesehatan.

5. ICRA
ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi,
pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan
program:
1) Fokus pada pengurangan risiko dari infeksi,
2) Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas,
dan
3) Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.
ICRA merupakan pengkajian yang di lakukan secara kualitatif dan kuantitatif
terhadap risiko infeksi terkait aktifitas pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan serta mengenali ancaman/bahaya dari aktifitas tersebut.
Tujuan pelaksanaan ICRA :
Untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya HAIs pada pasien, petugas dan
pengunjung di rumah sakit dengan cara :
a) Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap :

1) Paparan kuman patogen melalui petugas, pasien dan pengunjung

2) Penularan melalui tindakan/prosedur invasif yang dilakukan baik melalui


peralatan,tehnik pemasangan, ataupun perawatan terhadap HAIs.

b) Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas

6. Hand Hygiene
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan
air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan
alkohol (alcohol-based handrubs)bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus
selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin.
Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan
pada saat:
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan
tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai
sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.
Indikasi kebersihan tangan:
- Sebelum kontak pasien;
- Sebelum tindakan aseptik;
- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
- Setelah kontak pasien;
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Gambar 2. Cara Kebersihan tangan dengan Sabun dan Air
Diadaptasi dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First
Global Patient Safety Challenge, World HealthOrganization, 2009.
Gambar 3. Cara Kebersihan Tangan dengan Antisepsik Berbasis Alkohol
Diadaptasi dari WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care:
First Global Patient Safety Challenge, World Health Organization, 2009.

7. APD
Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata (goggle),
perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu
tertutup (Sepatu Boot). Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran
mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh
dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas. Melepas APD segera dilakukan jika
tindakan sudah selesai di lakukan. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher,
memakai sarung tangan sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

Gambar : Alat Pelindung Diri

8. HAis
Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu disebut
sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan
diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs”(Healthcare-Associated
Infections) dengan pengertian yang lebih luas, yaitukejadian infeksi tidak hanya
berasaldari rumah sakit, tetapi jugadapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Tidak terbatas infeksikepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan
danpengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas
pelayanankesehatan.
Untuk memastikanadanya infeksi terkait layanan kesehatan(Healthcare-
Associated Infections/HAIs)serta menyusun strategipencegahan danpengendalian infeksi
dibutuhkan pengertian infeksi,infeksi terkait pelayanan kesehatan (Healthcare-
AssociatedInfections/HAIs), rantai penularan infeksi, jenis HAIs danfaktor risikonya.
1.Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan olehmikroorganisme patogen,
dengan/tanpa disertai gejala klinik.InfeksiTerkaitPelayanan Kesehatan (Health Care
AssociatedInfections)yangselanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatandirumah sakitdanfasilitas pelayanankesehatan lainnya
dimana ketika masuk
tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi
muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatandi fasilitas pelayanan kesehatan.

2.Rantai Infeksi(chain of infection) merupakan rangkaian yang harusada untuk


menimbulkan infeksi.Dalam melakukan tindakan pencegahan danpengendalian infeksi
dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi.Kejadian infeksi di
fasilitaspelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan,
apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah
atau dihentikan.Enam komponen rantai penularan infeksi,yaitu:
a) Agen infeksi (infectious agent)adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada
manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur danparasit. Ada tiga faktor pada
agenpenyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi
danjumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan
klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan
penanggulangannya bisa dilaksanakan.

b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-
biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan penelitian, reservoir
terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air,
lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat,
permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga
merupakan reservoir.

c) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme)
meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta
transplasenta.

d) Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport mikroorganisme dari


wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu: (1)
kontak: langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum
(makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang
pengerat).
e) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang
rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau
melalui kulit yang tidak utuh.
f) Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi
kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang
luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan.

9. HEPA

10. IDO
Pengendalian Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical Site Infections (SSI) adalah
suatu cara yang dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi setelah
tindakan operasi, misalnyaoperasi mata.

Paling banyak IDO bersumber dari patogen flora endogenous kulit pasien, membrane
mukosa. Bila membrane mukosa atau kulit di insisi, jaringan tereksposurdengan flora
endogenous. Selain itu terdapat sumber exogenous dari IDO. Sumber exogenous
tersebut adalah :
1. Tim bedah
2. Lingkungan ruang operasi
3. Peralatan, instrument dan alat kesehatan
4. Kolonisasi mikroorganisme
5. Daya tahan tubuh lemah
6. Lama rawat inap pra bedah
11. PCRA

12. Desinfeksi
Sterilisasi adalah proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk
menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat
dilakukan dengan proses kimia atau fisika.
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah
resiko terjadinya infeksi pada pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu indikator
keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nasokomial
di rumah sakit, untuk mencapai keberhasilan tersebut maka dilakukan pengendalian
infeksi di rumah sakit.
Kegiatan sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk
pencegahan infeksi. Kegiatan sterilisasi dapat dilakukan di masing- masing unit rumah
sakit ataupun di suatu pusat unit sterilisasi. Dimanapun kegiatan sterilisasi dilakukan di
rumah sakit, yang terpenting adalah kegiatan sterilisasi dilakukan menurut metoda yang
telah sesuai standar yang ditetapkan. Dengan hasil sterilisasi yang selalu terkontrol.
Prinsip kegiatan sterilisasi :
1. Kegiatan sterilisasi harus meliputi: pembilasan, pembersihan, pengeringan, inspeksi dan
pengemasan, pemberi label, pembuatan, penyimpanan dan distribusi.
2. Pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan di ruang perawatan.
3. Semua peralatan pakai ulang harus di bersihkan secara baik sebelum dilakukan proses
desinfeksi dan sterilisasi.
4. Pengeringan alat harus dilakukan hingga kering.
5. Setiap alat bongkar pasang harus diperiksa kelengkapannya
6. Kegiatan sterilisasi dilakukan oleh petugas yang terlatih.

II. Tujuan :
Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko
infeksi yang didapat serta ditularkan di antara pasien, staf, tenaga professional kesehatan,
tnaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa, dan pengunjung.

III. Kebijakan :
Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda dari satu rumah sakit ke rumah sakit
lainnya bergantung pada kegiatan klinis dan pelayanan rumah sakit, populasi pasien yang
dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien, serta jumlah pegawai.
Untuk itu focus area pada PPI adalah:
1. Kepemimpinan dan tata kelola
2. Sumber daya
3. Tujuan Program PPI
4. Peralatan medis dan alat kesehatan habis pakai
5. Limbah infeksius
6. Pelayanan Makanan
7. Risiko konstruksi
8. Transmisi infeksi
9. Peningkatan mutu dan program edukasi

Berkenaan dengan hal diatas kebijakan RSU Mutiasari adalah sebagai berikut:
1. Direktur RSU Mutiasari menetapkan Tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI)
dilengkapi dengan tanggung jawab dan tugas meliputi:
1) menetapkan definisi infeksi terkait layanan kesehatan;
2) metode pengumpulan data (surveians);
3) membuat straegi/program menangani risiko PPI;
4) proses pelaporan
2. Rumah sakit menetapkan perawat PPI/IPCN (infection Prevention and Control Nurse)
dengan jumlah satu orang atau lebih yang bekerja penuh waktu yang memiliki
komptensi untuk mengawasi serta supervise semua kegiatan PPI, kualifikasi prawat
sesuai sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Rumah Sakit mempunyai perawat penghubung PPI/IPCLN (infection Prevention and
Control Link Nurse) dari tiap unit, terutama yang berisiko terjadi infeksi ,yang jumlah
dan kuaifikasinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
4. Perawat IPCLN sebagai perawat pelaksanan harian/ penghubung bertugas:
a) mencatat data surveilans dari setiap pasien di unit rawat inap masing-masing;
b) memberikan motivasi dan mngingatkan pelaksanaan kepatuan PPI pada setap
personil ruangan di unitnya masing-masing;
c) memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam penerapan kewaspadaan
isolasi;
d) memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan HAis pada pasien;
e) bila terdapat infeksi potensial KLB melakukan penyuluhan bagi pengunjung dan
konsultasi prosedur PPI, serta berkoordinasi dengan IPCN;
f) memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan pengunjung, serta
konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan.
5. Pimpinan Rumah Sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan
program PPI, meliputi: tenaga, anggaran, fasilitas dan sumber informasi/ referensi yang
diperlukan khususnya terkait dengan data dan analisis angka infeksi.
6. Sumber informasi dan referensi terkini dapat diperoleh dari sumber nasional maupun
internasional sebagai berikut:
a) United States Centers for Disease Control and Prevention (USCDC);
b) World Health Organization (WHO) dan organisasi lain yang dapat memberikan
informasi “ evidence based practice and guidelines”;
c) berbagai publikasi serta penetapan standar oleh organisasi profesi bidang kesehatan
lingkungan dan kebersihan rumah sakit;
d) pedoman dari pemerintah yang memuat praktik pencegahan infeksi terkait dengan
layanan klinis dan layanan penujang;
e) peraturan perundang-ndangan terutama yang berkaitan dengan ledakan (outbreak)
penyakit;
f) infeksi dan ketentuan pelaporan lainnya.
7. Rumah sakit mempunyai dan melaksanakan program PPI dan kesehatan kerja yang
komprehensif di seluruh rumah sakit untuk menurunkan risiko tertular infeksi terkait pelayanan
kesehatan pada pasien, pada staf klinisdan non klinis, program PPI dimaksud meliputi:
a) kebersihan tangan;
b) surveilans risiko infeksi;
c) investigasi wabah (outbreak) pnyakit infeksi;
d) meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan anti mikroba secara aman;
e) asesmen berkala terhadap risiko;
f) menetapkan sasaran penurunan risiko;
g) mengukur dan me-review risiko infeksi.
8. Rumah sakit mengumpulkan, analisis dan interpretasi data, serta melaksanakan strategi
pengendalian infeksi berdasar atas prioritas untuk menurunkan tingkat infeksi,dan
membandingkan angka kejadian infksi rumah sakit dengan kejadian di rumah sakit lain, data
dimaksud sebagai berikut:
a) saluran pernafasan seperti prosedur dan tindakan terkait intubasi, bantuan ventilasi
mekanik, trakostomi, dan lain lain;
b) saluran kencing seperti pada kateter, pengambilan urine, dan lain lain;
c) alat invasive intravaskuler, saluran vena verifier, saluran vena sntral, dan lain lain;
d) lokasi operasi, perawatan, pmbalutan luka, prosedur aseptic, dan lain lain;
e) penyakit dan organism yang penting dari sudut epidemiologi seperti multidrug resistant
organism dan infksi yang virulen;
f) timbul infeksi baru atau timbul kembali infeksi di masyarakat;
9. Rumah sakit melakukan investigasi dan analisis risiko infeksi serta diintegrasikan dengan
program mutu dan keselamatan pasien, serta merancang ulang penurunan infeksi berdasar atas
investigasi dan hasil analisis.
10. Rumah sakit menetapkan dan melakukan asesmen risiko infeksi pada prosedur dan proses
asuhan invasive yang berisiko infeksi serta strategi untuk menurunkan risiko infeksi
11. Rumah sakit menetapkan risiko infeksi,melaksanakan pengumpulan data, analisi, interpretasi
data, membuat prioritas, serta plaksanaan strategi pengendalian infeksi berdasar atas prioritas
untuk menurunkan tingkat infeksi dan membandingkan angkakejadian infksi rumah sakit
dengan kejadian rumah sakit lain, pada proses kegiatan penunjang pelayanan medik dan non
medik meliputi:
a) sterilisasi alat;
b) pengelolaan linen/londry;
c) pengelolaan sampah;
d) penyediaan makanan;
e) kamar jenazah.
12. Rumah sakit menurunkan risiko infeksi dengan melakukan pembersihan dan sterilisasi peralatan
dengan baik dan seragam serta mengelola dengan benar , risiko infeksi dapat ditekan melalui
kegiatan dekontaminasi, pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi. Pmbersihan alat
kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perauran perundang-undangan meliputi:
 kritikal, untuk alat kesehatan yang digunakan untuk jaringan steril atau system darah dengan
menggunakan teknik sterilisasi sperti instrument operasi;
 semikritikal, berkaitan dngan mukosa menggunakan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) seperti
naso gastric tube (NGT) dan alat endoskopi;
 nonkritikal, untuk peralatan yang dipergunakan pada permukaan tubuh memakai disifeksi
tingkat rendah seperti tensimeter dan termometer.
Bahan mdis habis pakai (BMHP) yang steril seperti kateter, benang, dan sebagainya
ditentukan tanggal habispakainya. Jika waktu habis pakainya sudah lewat maka produsen
barang tidak menjamin sterilitas, keamanan, atau stabilitasnya. Beberapa bahan medis habis
pakai berisi pernyataan bahwa barang tetap steril sepanjang kemasan masih utuh
tidakterbuka.
13. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola BMHP yang sudah
habis waktu pakainya
14. Ruah sakit menetapkan batas kadaluarsa , malakukan monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut
pelaksanaan penggunaan kembali (reuse) BMHP, meliputi:
a) alat dan material yang dapat dipakai kembali;
b) jumlah maksimum pemakaian ulang dari setiap alat secara spesifik;
c) identifikasi kerusakan akibat pemakaian dan keretakan yang mnandakan alat tidak dapat
dipakai;
d) proses pembersihan setiap alat yang sgera dilakukan sesudah pemakaian dan mengikuti
protocol yang jelas;
e) pencantuman identifikasi pasien pada bahan medis habis pakai untuk hemodialisis;
f) pencatatan BMHP yang reuse di rekam medis;
g) evaluasi utuk menurunkan risiko infeksi BMHP yang di-reuse.
Ada 2 (dua) risiko jika menggunakan lagi (reuse) alat sekali pakai. Terdapat risiko tinggi
terkena infeksi dan juga terdapat risiko kinerja alat tidak cukup atau tidak dapat terjamin
sterilitas serta fungsinya.
15. Rumah sakit menetapkan unit kerja atau penanggung jawab pengelola linen/ londri yang
menyelenggarakan penatalaksanaan sesuai dengan prinsip-prinsip PPI termasuk pemilahan,
transportasi, pencucian, pengeringan, penyimpanan, dan distribusi, serta petugasnya
menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai dengan ketentuan, dan akan dilaksanakan
supervisi dan monitoring oleh IPCN .
16. Rumah sakit mnyelenggarakan pengelolaan , monitoring, evaluasi serta tindak lanjut dan
supervise limbah dengan benar untuk meminimalkan risiko infeksi melalui kegiatan sebagai
berikut:
a) penglolaan limbah cairan tubuh infeksius;
b) penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah;
c) pemulasaran jenazah dan bedah mayat;
d) pengelolaan limbah cair;
e) pelaporan pajanan limbah infeksius.
Bila pengelolaan limbah dilaksanakan oleh pihak luar umah sakit harus berdasar atas
kerjasama dengan pihak yang memiliki izin dan sertifikat mutu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
17. Rumah sakit menetapkan pengelolaan limbah benda tajam dan jarum secara aman untuk
menurunkan cedera sarta mengurangi risiko infeksi mencakup:
a) semua tahapan proses termasuk identifikasi jenis dan penggunaan wadah yang tidak tembus,
tidak bocor,berwarna kuning, diberi label infeksius, dan dipergunakan hanya sekali pakai
secara tepat, pembuangan wadah, dan surveilans proses pembuangan;
b) laporan tertusuk jarum dan benda tajam.
Pelaksanaan supervisi dan monitoring oleh IPCN terhadappengelolaan benda tajam dan
jarum sesuai dengan prinsip PPI, termasuk bila dilaksanakan oleh pihak luar rumah sakit.
18. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk mengurangi risiko infeksi terkait penyelenggaraan
pelayanan makanan meliputi:
a) pelayanan makanan di rumah sakit mulai dari penglolaan bahan makanan (prencanaan
bahan makanan, pengadaan, penyimpanan,pengolahan,pemorsian, distribusi),sanitasi dapur,
makanan, alat masak, serta alat makan untuk mengurangi risiko infeksi dan kontaminasi
silang;
b) standar bangunan, fasilitas dapur, dan pantry sesuai dengan peraturan perundang-undangan
memperhatikan kesehatan lingkungan yaitu sanitasi, suhu, pencahayaan, kelembapan,
ventilasi, da keamanan termasuk bila makanan diambil dari sumber lain di luar rumah sakit.
19. Rumah sakit menetapkan dan sudah melaksanakan pengendalian mekanis dan teknis
(mechanical dan nginering controls) fasiitas yang antara lain meliputi:
a) system ventilasi bertekanan positif;
b) biological safety cabinet;
c) laminary airflow hood;
d) thermostat di lemari pendingin;
e) pemanas air untuk sterilisasi piring dan alat dapur.
20. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan penilaian risiko pengendalian infeksi (infection
controlrisk assessment/ICRA untuk semua pembongkaran, konstruksi, serta renovasi, dan
demolisi gedung di area mana saja di rumah sakit yang minimal meliputi:
1) identifikasi tipe/ jenis konstruksi kegiatan proyek dengan criteria;
2) identifikasi kelompok risiko pasien;
3) matriks pengendalian infeksi antara kelompok risiko pasien dan tipe konstruksi kegiatan;
4) proyekuntuk mnetapkan klas/tingkat infksi;
5) tindak pengendalian infeksi berdasar atas tingkat/ kelas infeksi;
6) monitoring pelaksanaan.
21. Rumah sakit menetapkan dan menyediakan ruangan untuk pasien dengan penyakit menular dan
pasien yang mengalami imunitas rendah (immunocompromised) termasuk transfer pasien
airborne diseases sesuai dengan prinsip PPI dan peraturan perundang-undangan, serta dilakukan
supervisi dan monitoring oleh IPCN terhadap penempatan pasien tersebut.
22. Rumah sakit menetapkan regulasi penempatan pasien infeksi “air borne” dalam waktu singkat
jika rumah sakit tidak mempunyai kamar dengan tekanan negative (ventilasi alamiah dan
mekanik) sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk di ruang IGD dan ruang
lainnya, dan dilakukan supervisi dan monitoring oleh IPCN penmpatan pasien dimaksud.
23. Rumah sakit menetapkan dan menyediakan ruang isolasi dengan tekanan negative bila terjadi
ledakan pasien (outbreak) serta dilakukan edukasi kepada staf tentang pengelolaan pasien
infeksius jika terjadi ledakan pasien (outbreak) penyakit infeksi air borne.
24. Rumah sakit menetapkan regulasi hand hygiene yang mencakup kapan, di mana, dan bagaimana
melakukan cuci tangan mempergunakan sabun (hand wash) dan atau dengan disinfektan (hand
rubs) serta ketersediaan fasilitas hand hygiene..
25. Rumah sakit menetapkan regulasi penggunaan alat pelindung diri (APD), tempat yang harus
menyediakan APD, dan pelatihan cara memakainya.
26. Kegiatan PPI dengan system manajemen data terintegrasi antara data surveilans dan data
indicator mutu serta adanya pertemuan berkala antara Komite PMKP (peningkatan mutu dan
keselamatan pasien) dengan Tim PPI untuk membahas hasil surveilans dan mrancang ulang
untuk perbaikan, serta penyampaian hasilanalisis data dan rekomendasi kepada Komi PMKP
setiap tiga bulan.
27. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan program pelatihan dan melakukan edukasi tentang
PPI yang meliputi :
a) orientasi pegawai baru baik staf klinis dan non klinis di tingkat rumah sakit maupun di unit
pelayanan;
b) Staf klinis (professional pemberi asuhan/PPA) secara berkala;
c) staf non klinis;
d) pasien, keluarga, dan
e) pengunjung.

Anda mungkin juga menyukai