Anda di halaman 1dari 103

Japan International Cooperation Agency (JICA) No.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)


Republik Indonesia

STUDI
RENCANA INDUK TRANSPORTASI
TERPADU JABODETABEK
(TAHAP 2)
(The Study on Integrated Transportation Master Plan
for Jabodetabek Phase 2)

RINGKASAN LAPORAN AKHIR

MARET 2004

PACIFIC CONSULTANTS INTERNATIONAL S S F


ALMEC CORPORATION JR
04-22
2
Japan International Cooperation Agency (JICA)
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Republik Indonesia

STUDI
RENCANA INDUK TRANSPORTASI
TERPADU JABODETABEK
(TAHAP 2)

RINGKASAN LAPORAN AKHIR

MARET 2004

PACIFIC CONSULTANTS INTERNATIONAL


ALMEC CORPORATION
2
Nilai Tukar Mata Uang yang Digunakan dalam Studi adalah :

< Studi Rencana Induk > < Pra-Studi Kelayakan >


US$1 = Rp.8,900 US$1 = Rp.8,500
1US$ = Yen 118.00 1US$ = Yen 109.08
(Kurs Januari 2003) (Kurs Oktober 2003)
PRAKATA

Sesuai permintaan dari Pemerintah Republik Indonesia, maka Pemerintah Jepang


menanggapinya dengan menyelenggarakan “Studi Rencana Induk Transportasi
Terpadu Jabodetabek (The Study on Integrated Transportation Master Plan for
Jabodetabek) Tahap 2” yang pelaksanaannya dilakukan oleh Japan International
Cooperation Agency (JICA).

JICA telah memilih suatu Tim pelaksana Studi dan menugaskannya ke Indonesia
antara bulan November 2001 hingga Maret 2004. Tim Studi tersebut diketuai oleh Mr.
Tomokazu Wachi dari Pacific Consultants International Co. Ltd. yang beranggotakan
beberapa tenaga ahli dari Pacific Consultants International Co. Ltd. dan Almec
Corporation. Selain daripada itu, JICA juga telah membentuk suatu Komite Penasehat
(Advisory Committee) yang diketuai oleh Prof. Dr. Haruo Ishida dari Universitas
Tsukuba Jepang. Advisory Committee juga bertugas sejak bulan November 2001
hingga Maret 2004 dan mengkaji hasil-hasil Studi dari sudut pandang teknis dan
kepakaran.

Tim Studi telah melakukan serangkaian diskusi dengan pejabat dan personil
Pemerintah Republik Indonesia terkait serta melaksanakan beberapa survey di
wilayah Studi. Setelah kembali ke Jepang, Tim Studi melakukan kajian lanjutan yang
diperlukan dan mempersiapkan Laporan Akhir ini.

Kami berharap agar Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan di
Republik Indonesia dan dapat lebih mempererat hubungan persahabatan di antara
kedua negara.

Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan yang tulus kepada seluruh pejabat dan
personil Pemerintah Republik Indonesia atas kerjasamanya dalam pelaksanaan Studi.

Maret 2004

Kazuhisa Matsuoka
Vice President
Japan International Cooperation Agency
Maret 2004

Kepada Yth :
Mr. Kazuhisa Matsuoka
Vice President
Japan International Cooperation Agency
Tokyo, Jepang

Surat Penyerahan Laporan Akhir

Dengan hormat,

Sehubungan dengan selesainya pelaksanaan “Studi Rencana Induk Transportasi


Terpadu Jabodetabek (The Study on Integrated Transportation Master Plan for
Jabodetabek) Tahap 2” bersama ini kami sampaikan Laporan Akhir Studi dimaksud.

Studi ini dilaksanakan di Republik Indonesia antara bulan November 2001 hingga
Maret 2004 oleh Tim Studi yang terdiri atas personil dari Pacific Consultants
International dan Almec Corporation berdasarkan kontrak dengan JICA.

Ringkasan Laporan memaparkan seluruh tugas yang dilaksanakan dalam Studi Tahap
2 berikut rekomendasi rencana induk transportasi terpadu Jabodetabek serta
menjelaskan beberapa hal penting berkenaan dengan empat Pra-Studi kelayakan yang
telah dilakukan. Laporan Utama Volume 1 pertama-tama mengidentifikasi issue dan
permasalahan transportasi perkotaan yang dijumpai saat ini. Selanjutnya beberapa
kebijakan dan strategi transportasi perkotaan dijelaskan dan kemudian diusulkan suatu
rencana induk transportasi terpadu untuk wilayah Jabodetabek. Laporan Utama
Volume 2 mengkaji kelayakan empat proyek prioritas yang dipilih dari rencana induk.

Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf
JICA dan kepada JICA Advisory Committee. Kami juga ingin menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan
bekerjasama dalam pelaksanaan Studi, khususnya kepada Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku mitra utama serta para personil
counterpart yang membantu Tim Studi.

Kami berharap agar hasil-hasil Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi
pembangunan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek.

Hormat kami,

Tomokazu Wachi
Ketua Tim Studi JICA
Studi Rencana Induk Transportasi
Terpadu Jabodetabek (Tahap 2)
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan.......................................................................................................... 1

2. Isu-isu Transportasi .............................................................................................. 2

3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang .................... 7

4. Asas-asas Rencana Induk Transportasi Jabodetabek ....................................... 9

5. Strategi Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum ........................ 15

6. Strategi untuk Kebijakan 2: Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas................. 17

7. Strategi untuk Kebijakan 3: Penurunan Polusi Udara dan Kebisingan .......... 19

8. Strategi untuk Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan......... 21

9. Jadwal Pelaksanaan Komponen Rencana Induk.............................................. 22

10. Bagaimana Mewujudkannya............................................................................... 29

11. Menuju Pelaksanaan Rencana Induk................................................................. 41

12. Gambaran Pra-Studi Kelayakan ......................................................................... 44

13. Proyek Perluasan Sistem Busway ..................................................................... 45

14. Skema Manajemen Permintaan Lalu Lintas (TDM) di CBD .............................. 51

15. Double Tracking Jalur Serpong, Peningkatan Akses dan Pengembangan


Lahan Terpadu ..................................................................................................... 59

16. Proyek Jalan Outer-Outer Ring Road ............................................................... 70

-i-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Daftar Gambar

Gambar Hal

Gambar 2.1 Peningkatan Perjalanan Commuter ke Jakarta dari Daerah Sekitarnya :


1985-2002 2
Gambar 2.2 Lokasi Fasilitas Komersial dan Bisnis 3
Gambar 2.3 Kepadatan Perjalanan Mobil 3
Gambar 2.4 Jaringan Jalan Tahun 2002 3
Gambar 2.5 Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD 5

Gambar 3.1 Zona Pengembangan di Jabodetabekpunjur 2018 7


Gambar 3.2 Proyeksi Populasi 7
Gambar 3.3 Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan 7
Gambar 3.4 Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2002 8
Gambar 3.5 Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2020 : Skaenario “Do Nothing” 8

Gambar 4.1 Rencana Induk SITRAMP Tahun 2020 11


Gambar 4.2 Keterpaduan antara Sistem Transportasi dan Tata Guna Lahan 12
Gambar 4.3 Proyeksi Permintaan Lalu Lintas Harian (pcu) 2020 13
Gambar 4.4 Perkiraan Volume Penumpang Harian Tahun 2020 13

Gambar 6.1 Pembangunan Flyover/ Underpass dan Missing Links 17


Gambar 6.2 Usulan Lokasi TDM (2020) 17

Gambar 7.1 Kontrol Emisi Kendaraan di Asia Timur & Eropa 19

Gambar 10.1 Alokasi Tahunan Biaya Rencana Induk (2004-2020) 30


Gambar 10.2 Perimbangan Pendanaan Tahunan, 2004 – 2020 33
Gambar 10.3 Pengembangan Sistem Transportasi Utama (Possible Alternative) 40

Gambar 13.1 Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek 45


Gambar 13.2 Konsep Pengoperasian Bis 46
Gambar 13.3 Jadwal Pelaksanaan Proyek dan Pengoperasian Busway 48

- ii -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar Hal

Gambar 14.1 Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM 51
Gambar 14.2 Perbandingan Rasio “Terdorong Keluar” (Pushed Out) 52
Gambar 14.3 Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder
(2007) 56

Gambar 15.1 Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020 60


Gambar 15.2 Double Tracking Jalur Serpong Antara Tanah Abang dan Serpong 62
Gambar 15.3 Rencana Shortcut di Jalur Serpong / Barat Antara Palmerah dan
Manggarai 63
Gambar 15.4 Rencana Pembangunan Jalan Akses dan Plasa Stasiun 66
Gambar 15.5 Jadwal Pelaksanaan 66

Gambar 16.1 Rute OORR 70

- iii -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Daftar Tabel

Tabel Hal

Tabel 2.1 Biaya Transportasi dalam Pengeluaran Rumah Tangga 5

Tabel 10.1 Biaya Rencana Induk (2004-2020) 30


Tabel 10.2 Biaya Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta
(2004-2020) 30
Tabel 10.3 Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 2004 – 2020 31
Tabel 10.4 Kemampuan Pendanaan Pemerintah dan Defisit Pembiayaan Sektor
Transportasi, 2004 – 2020 31
Tabel 10.5 Pendapatan Tambahan 2004 – 2020 32
Tabel 10.6 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020 32
Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (1/2) 35
Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (2/2) 36
Tabel 10.8 Kebutuhan Dana Sektor Transportasi dan Perimbangan Dana 2004 –
2020 36
Tabel 10.9 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020 37

Tabel 13.1 Permintaan Penumpang Busway 45


Tabel 13.2 Jumlah Bis yang Dioperasikan menurut Ruas (2007) 46
Tabel 13.3 Operasi Bis menurut Rute 46
Tabel 13.4 Biaya Proyek untuk Rencana Busway (2004-2007) 47
Tabel 13.5 Harga Satuan Biaya Pengoperasian Bis 48
Tabel 13.6 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Proyek Perluasan Busway 48
Tabel 13.7 Hasil Analisis Kelayakan Finansial 49

Tabel 14.1 Cara Pricing 52


Tabel 14.2 Perbandingan Biaya Proyek 54
Tabel 14.3 Estimasi Pendapatan Tahunan 54
Tabel 14.4 Alternatif Kombinasi Institusi Pelaksana Proyek 55
Tabel 14.5 Biaya dan Pendapatan 55
Tabel 14.6 Biaya TDM (2005 – 2020) (Unit: Rp. milyar) 58
Tabel 14.7 Rasio Biaya/Manfaat dan Sensitivitas 58
Tabel 14.8 Pendapatan TDM (2005 ~ 2020) (Unit: Rp. milyar) 58

- iv -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel Hal

Tabel 15.1 Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020 60
Tabel 15.2 Rencana Struktur Stasiun 61
Tabel 15.3 Rencana Operasi pada jam Sibuk 64
Tabel 15.4 Estimasi Biaya untuk Tahap 1 dan Tahap 2 65
Tabel 15.5 Rencana Pembangunan Plasa Stasiun Utama 65
Tabel 15.6 Biaya Investasi Proyek 67
Tabel 15.7 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi 67
Tabel 15.8 Alternatif Tarif Penumpang 67

Tabel 16.1 Biaya Proyek 71


Tabel 16.2 Permintaan Lalu Lintas menurut Kasus 71
Tabel 16.3 Analisis Kelayakan Finansial 71
Tabel 16.4 Hasil FIRR Alternatif Skenario 72

-v-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

1. PENDAHULUAN

Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas
DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya
(Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota
Bekasi). Total PDRB Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351 triliun atau 22% dari Produk
Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis merupakan wilayah yang paling penting
di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an, program
jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai sekarang
dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk
menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta mendorong pertumbuhan
perekonomian nasional Indonesia.
Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah
satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian, kondisi
sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang baik ke
Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para investor. Oleh
karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan menjadi hal yang sangat
mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini.
Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah
Jabodetabek. Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh
krisis ekonomi, namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali
meningkat. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat
perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi dalam
beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat. Apabila semakin
banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi lalu lintas akan
bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini.
Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek pembangunan
prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah mengingat sulitnya situasi
finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan dana yang diperlukan untuk
biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu dipikirkan pula cara yang terbaik
untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang
masih tersedia.
Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas serta
mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi dan
pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi
tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi
yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun
ke depan beserta langkah-langkah kebijakan
transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan
untuk mendukung pengembangan wilayah dan
mengatasi permasalahan transportasi tersebut.

2. KONDISI EKSISTING DAN


PERSPEKTIF MASA DEPAN

2.1 PERLUASAN WILAYAH


PERKOTAAN
Perjalanan komuter menuju DKI Jakarta yang
berasal dari daerah sekitarnya telah meningkat 10
kali lipat antara tahun 1985 sampai 2002. Saat ini
setiap harinya 700.000 orang melakukan
perjalanan menuju Jakarta. Tujuan mereka
terkonsentrasi di wilayah CBD Jakarta. Perjalanan commuter ke Jakarta
meningkat pesat : 1985 – 2002

i
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

2.2 KERUGIAN EKONOMI DARI SEKTOR 60 35

TRANSPORTASI 50
30

Average speed (km/hr) [Arrows]


25
Setiap pagi dan siang hari kemacetan lalu lintas yang 40

Travel Time (min)


parah sering terlihat terutama di pusat Kota Jakarta dan 20
30
di jalan-jalan utama. Meningkatnya permintaan lalu 15

lintas telah menyebabkan terjadinya kemacetan lalu 20


10
lintas dan hal ini akan berdampak pada meningkatnya 10 5
waktu perjalanan.
0 0
Saat ini kerugian ekonomi setiap tahunnya yang terjadi Pasar MInggu to Manggarai TB Simatupang to Monas Ciledug to Mayestik Kalideres to Gajah Mada

Travel Time in 1985 Travel Time in 2000


akibat kemacetan lalu lintas mencapai Rp. 3 triliun untuk
biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu Waktu perjalanan yang lebih lama:
perjalanan. 1995-2000

2.3 RENDAHNYA AKSESIBILITAS BAGI


RUMAH TANGGA KURANG MAMPU Penghasilan 2.6
52.5 12.6 30.8
Tinggi
Rumah tangga berpenghasilan tinggi cenderung 1.4

menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan Penghasilan 4.1


17.5 23.6 52.8
perjalanan. 53 persen dari perjalanan mereka Menengah
2.0
dilakukan dengan mobil pribadi. Sebaliknya 6.4
Penghasila
masyarakat yang berpenghasilan rendah sangat 4.7 21.9 64.5 2.6
Rendah
bergantung pada sarana angkutan umum. Dari
berbagai macam moda angkutan umum yang tersedia, 0% 20% 40% 60% 80% 100%

bus merupakan moda utama bagi masyarakat Mobil Pribadi Sepeda Motor Bus KA Ojek/Lainny a
berpenghasilan rendah.
Komposisi Moda berdasarkan tingkat
Pendapatan
µg/m3

2.4 MENURUNNYA KUALITAS 800


PM10 (Nilai Max dalam 4 jam)
LINGKUNGAN Standar 120 m (Background)
Lingkungan 0 m (Roadside)
Tingginya konsentrasi PM10 di tepi jalan 600

menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi


sumber utama polusi di lapisan bawah pada
kawasan yang berdekatan dengan jalan-jalan yang 400
sangat macet.
Diantara 33 titik survei kualitas udara yang ada,
sebanyak 25 titik yang terletak di tepi jalan 200

mengindikasikan bahwa konsentrasi PM10 telah


melebihi standar kesehatan lingkungan. Lebih
lanjut konsentrasi PM 10 yang dimonitor di 10 titik 0
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V a b c d e f g h i j k
meningkat lebih dari dua kali lipat dari angka
standar. Dampak kesehatan dari PM10 in DKI Jakarta Bodetabek

Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada Konsentrasi PM10 di lokasi pengamatan
tahun.
3.5 2.98
2.5 KECELAKAAN LALU LINTAS DAN 3
KECELAKAAN KA 2.5
2
Jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas
1.5
belum berkurang dan tingkat kematian di jalan tol masih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara maju. Angkutan KA 1 0.5
umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda 0.5
angkutan jalan raya, akan tetapi asumsi ini tampaknya tidak 0
berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, Developed Jabodetabek
telah terjadi kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan Country
yang parah. Tingkat Kematian di Jalan Tol
(Jumlah Kematian per 100 juta Kendaraan-km)

ii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

3. PERSPEKTIF WILAYAH JABODETABEK MASA DEPAN

3.1 PERTUMBUHAN PERMINTAAN PERJALANAN


Pada tahun 2020 jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek akan mencapai 26 juta dan permintaan
perjalanan akan meningkat 40% lebih besar.

3.2 BANYAK MASYARAKAT YANG AKAN BERPINDAH KE MOBIL PRIBADI DAN


SEPEDA MOTOR
Saat ini andil moda angkutan umum sekitar 60% dari total perjalanan dengan menggunakan moda
angkutan bermotor. Bila tidak diambil tindakan yang tepat, andil angkutan umum khususnya bis akan
turun menjadi kurang dari separuh total andil moda angkutan bermotor karena tingkat layanannya yang
rendah. Sementara andil moda angkutan pribadi akan meningkat dengan cepat.

60
DKI (CBD)
50 DKI (Other) 6.5
Trips/day (million)

Bodetabek 5.6 2002 58% 17% 23%


40 2%
17.9
4.2 16.3
30 2010 53% 23% 21%
12.9 3%
20
26.0 2020 44% 34% 19%
10 23.3
17.2 3%

0 KA Bus Mobil Spd Motor


2002 2010 2020
Kenaikan Permintaan Lalu lintas Ketergantungan kepada Kendaraan Pribadi
yang diharapkan
3.3 ANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS YANG PARAH
Jika tidak ada perbaikan terhadap jaringan transportasi, maka hampir seluruh jalan akan mengalami
kemacetan yang sangat parah.

Tanpa Peningkatan

2002 2020
Antisipasi terjadinya Kemacetan lalu lintas yang parah

3.4 KERUGIAN EKONOMI YANG BESAR


Bila tidak ada perbaikan dilakukan sampai tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi apabila
usulan-usulan dari rencana induk sistem transportasi telah dilaksanakan, akumulasi kerugian ekonomi
akan mencapai Rp. 65 triliun, yang terdiri dari Rp. 28,1 triliun untuk tambahan biaya operasional
kendaraan dan Rp. 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang lebih lama, berdasarkan harga saat ini
dengan diskonto 12 %. Perhitungan kerugian ekonomi ini, walaupun terbatas hanya pada biaya operasi
kendaraan dan waktu perjalanan, akan lebih besar dari biaya pembangunan yang diusulkan oleh rencana
induk.

iii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
4. PRINSIP PENYUSUNAN RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU
JABODETABEK

4.1 TUJUAN SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN


Melalui analisis tentang permasalahan transportasi perkotaan saat ini di wilayah Jabodetabek, telah
diidentifikasi empat prinsip pengembangan sistem transposrtasi:
• Efisiensi dalam sistem transportasi untuk mendukung kegiatan ekonomi
• Prinsip keadilan dalam transportasi bagi seluruh anggota masyarakat
• Peningkatan kualitas lingkungan berkaitan dengan transportasi
• Keselamatan dan keamanan transportasi

4.2 KEBIJAKAN TRANSPORTASI PERKOTAAN


Untuk mencapai empat prinsip pengembangan sistem transportasi perkotaan, kebijakan transportasi
berikut ini sangat penting bagi wilayah Jabodetabek:

Kebijakan 1: Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum


Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas
Kebijakan 3: Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas
Kebijakan 4: Menurunkan Kecelakaan Lalu Lintas dan Meningkatkan Keamanan

4.3 STRATEGI UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN TRANSPORTASI PERKOTAAN


Strategi-strategi yang diambil untuk tiap kebijakan transportasi perkotaan mencakup berbagai langkah
kebijakan seperti dijelaskan sebagai berikut.
Strategi terkait dengan Kebijakan Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum:
• Peningkatan kapasitas angkut dan perbaikan layanan Kereta Api
• Peningkatan sistem pemeliharaan untuk gerbong KA listrik
• Peningkatan manajemen operasional kereta api
• Reformasi operasional kereta api di bidang keuangan
• Peningkatan kemudahan perpindahan antar moda
• Penyediaan jaringan angkutan umum secara luas
• Pengembangan lahan secara intensif di daerah sekitar stasiun KA
• Prioritas pada angkutan umum
• Reformasi sistem operasi bus
• Reformasi kebijakan tarif angkutan umum
Strategi terkait dengan Kebijakan Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas:
• Penggunaan jaringan jalan eksisting secara efisien
• Pembangunan jalan-jalan yang menghubungkan missing links
• Pelebaran jalan untuk memperbaiki lebar badan jalan yang tidak konsisten
• Pembangunan jembatan layang dan terowongan untuk mengurangi kemacetan di persimpangan-persimpangan
bottleneck
• Pemindahan pedagang kaki lima dari badan jalan, dan
• Melarang angkot dan bus mengambil penumpang secara sembarangan di tengah jalan
• Manajemen Permintaan Transportasi
• Peningkatan Kontrol Lalu Lintas
• Penyediaan lahan untuk pembangunan jalan
• Pemisahan kendaraan berat dari lalu lintas umum

iv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

Strategi terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas:
• Pembuatan Skema Manajemen Lingkungan
• Implementasi dan penentuan standar baku emisi polusi udara/kebisingan
• Pembuatan Program Inspeksi dan Pemeliharaan
• Program bahan bakar diesel yang berkadar sulfur rendah
• Promosi bahan bakar Bio-diesel
• Promosi kendaraan berbahan bakar gas
• Perilaku mengemudi yang ramah lingkungan
Strategi terkait dengan Kebijakan Menurunkan Kecelakaan dan Meningkatkan Keamanan:
• Pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas
• Inspeksi kendaraan pribadi
• Pemeliharaan jalan yang memadai
• Rehabilitasi dan pemasangan rambu lalu lintas
• Rehabilitasi system sinyal KA
• Penyediaan persimpangan tak sebidang antara KA dan jalan raya
• Analisis penyebab kecelakaan lalu lintas
• Peningkatan keamanan

4.4 RENCANA INDUK TRANSPORTASI SITRAMP 2020


Komponen utama Rencana Induk SITRAMP diusulkan berdasarkan kebijakan pembangunan perkotaan.
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum
• Pembangunan Busway di koridor-koridor utama
• Pelebaran jalan untuk mengakomodasi Busway
• Jalur Bekasi Double Double Tracking
• Jalur ganda Serpong, perbaikan jalan akses, dan pembangunan perkotaan yang terintegrasi
• MRT Jakarta Kota – Ciputat
• Perbaikan jalan akses menuju stasiun KA dan pembangunan plasa stasiun
• Rehabilitasi fasilitas persinyalan KA
• Peningkatan fasilitas stasiun KA
• Pembangunan fasilitas perpindahan antar moda
• Pembangunan pabrik suku cadang KA
• Reformasi skema perijinan trayek bus
• Penyediaan jasa Bus Feeder menuju stasiun KA
• Restrukturisasi rute bus
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas
• Penyelesaian Jalan Lingkar Luar Jakarta
• Pembangunan jalan akses Tanjung Priok
• Peningkatan jalan akses Cengkareng
• Pembangunan Jakarta Outer Ring Road 2
• Jalan Tol Kalimalang
• Jalan Tol Depok – Antasari
• Jalan Tol Jatiasih - Cikarang (sampai JORR 2)
• Jalan bypass kota di Parung, Ciputat dan kota-kota di Bodetabek
• Jembatan/terowongan pada persimpangan-persimpangan bottleneck
• Manajemen Permintaan Lalu lintas di CBD Jakarta
• Penyempurnaan dan pemasangan Sistem ATC
• Sistem Informasi Lalu lintas untuk jalan arteri dan jalan tol
• Electric Toll Collection (ETC)
• Manajemen lalu lintas di pasar-pasar dan di persimpangan
• Pengembangan berorientasi Sub-center di Bodetabek
• Menaikkan pajak bahan bakar

v
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu
Lintas
• Peningkatan program inspeksi dan pemeliharaan kendaraan
• Promosi penggunaan bahan baker diesel berkadar sulfur rendah
• Promosi penggunaan Bi-fuel
• Promosi kendaraan berbahan bakar gas
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Transportasi
• Program pendidikan keselamatan berlalu lintas bagi pelajar di sekolah dan juga pengemudi
• Rehabilitasi fasilitas persinyalan KA dan fasilitas telekomunikasi
• Sistem Automatic Train Stop (ATS)
• Sistem Radio KA
• Perbaikan dan pemasangan rambu lalu lintas
• Penempatan petugas keamanan di terminal bus dan stasiun KA
• Pembuatan sistem basis data kecelakaan lalu lintas

5. BAGAIMANA MEWUJUDKANNYA

5.1 PEMBENTUKAN LEMBAGA TRANSPORTASI TINGKAT METROPOLITAN


Wilayah perkotaan Jabodetabek telah meluas melebihi batas wilayah administrasi DKI Jakarta; karenanya
suatu sistem transportasi terpadu tingkat metropolitan perlu segera disusun. Selanjutnya, diperlukan juga
suatu otorita tunggal (secara tentative disebut Otorita Transportasi Jabodetabek) untuk dapat mewujudkan
system transportasi terpadu tersebut. Institusi ini harus terdiri atas personil yang berkemampuan dan
ditunjang oleh pendanaan dan kewenangan yang cukup untuk mempersiapkan rencana-rencana
pembangunan serta sekaligus mengimplementasikannya.

5.2 SUMBER DANA PEMBANGUNAN


Untuk dapat melaksanakan proyek-proyek yang diusulkan dalam rencana induk dibutuhkan tambahan
pendapatan dan alokasi dana bagi sektor transportasi. Total biaya rencana induk adalah sebesar Rp. 80,4
triliun. Tim Studi mengusulkan peningkatan dana sektor transportasi pemerintah pusat dari 0.08% PDB di
tahun 2002 menjadi 0.20% di tahun 2007. Selain itu disusulkan juga tiga sumber pendapatan tambahan
seperti dijelaskan di bawah ini. Bila usulan ini disetujui dan revenue yang diperoleh dapat dialokasikan
bagi sektor transportasi, maka proyek-proyek atau program yang diusulkan dalam rencana induk dapat
dilaksanakan. Lebih lanjut, bila anggaran pemerintah daerah juga dinaikkan dari 0.25% menjadi 0.3%,
maka biaya rencana induk dapat tercukupi.

1) Kenaikan pajak BBM secara bertahap


(naik dari saat ini 5% sampai mencapai 20% pada tahun 2010. Total kenaikan Rp. 14 triliun)
2) Biaya dari Road Pricing (asumsi pungutan sebesar Rp. 8,000 tiap kendaraan (tahun 2005-2009),
Rp. 16,000 (tahun 2010-2014), dan Rp. 20,000 (tahun 2010-2014). Total keuntungan Rp. 15,1
triliun)
3) Pajak pembangunan kota (0.01% dari nilai property. Total Rp. 3,91 triliun)

vi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

Biaya yg dibutuhkan untuk rencana induk Dana untuk rencana induk 2004-2020 (Rp. triliun)
- Kereta Api 19,28 - Anggaran pembangunan pem. pusat 21,40
- Jaringan jalan 38,95 - Anggaran pembangunan pemda 27,60
- Busway 4,30 Subtotal anggaran pembangunan (C) 49,00
- Manajemen Lalu lintas 4,65 - Keuntungan kenaikan pajak BBM 14,00
Subtotal utk pembangunan (A) 67,18 - Keuntungan dari TDM 15,10
- Pemeliharaan jalan eksisting 13,22 - Keuntungan pajak pembangunan kota 3,91
Subtotal utk pemeliharaan (B) 13,22 Subtotal dari keuntungan tambahan (D) 33,01
Total biaya (A)+(B) 80,40 Total Anggaran (C)+(D) 82,01

6. MENUJU IMPLEMENTASI RENCANA INDUK

6.1 ARAH PELAKSANAAN RENCANA INDUK

(1) Promosi Penggunaan Angkutan Umum


Dalam jangka pendek dan menengah, jaringan angkutan umum harus dibentuk melalui kombinasi
pendayagunaan jaringan kereta api yang ada secara maksimal dan pengenalan sistem busway yang akan
melengkapi jaringan kereta api tersebut. Dalam jangka panjang, sistem transportasi berbasis kereta api
mutlak diperlukan untuk dapat memberikan tingkat layanan yang lebih baik dan dengan kapasitas angkut
penumpang lebih banyak. Penerapan sistem busway dapat menjamin penyediaan ruang untuk
pengembangan sistem angkutan umum di masa depan dengan tingkat layanan yang lebih tinggi.
Peningkatan layanan angkutan umum saja tidak dapat dengan sertamerta mengurangi pilihan masyarakat
untuk menggunakan moda angkutan pribadi. Untuk itu, perlu diterapkan skema pembatasan lalu lintas di
kawasan rawan macet terutama di wilayah pusat kota.
Langkah penting lainnya adalah mendorong pengembangan sub-center di wilayah Bodetabek dan
menyebarkan fungsi-fungsi perkotaan yang saat ini terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Dengan
perubahan struktur perkotaan tersebut, masalah kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi sampai tingkat
tertentu.

(2) Pembangunan Jaringan Jalan


Meskipun dalam rencana induk ini langkah-langkah promosi penggunaan angkutan umum menjadi
kebijakan paling utama untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, pengembangan jaringan jalan di wilayah
Bodetabek belumlah mencukupi dan kapasitas jalan yang ada sangat kurang. Karena kemajuan
pembangunan jalan tersebut belum dapat mengimbangi laju perluasan wilayah perkotaan, maka
pengembangan jaringan jalan di Bodetabek juga perlu mendapat perhatian.

(3) Pengaturan Kelembagaan


Studi ini memberikan indikasi pemecahan masalah transportasi Jabodetabek; tidak hanya mengenai
bagaimana pembangunan fisik jaringan transportasi harus disusun, tetapi juga bagaimana memastikan
dana yang dibutuhkan, sharing biaya oleh anggota masyarakat, perubahan peraturan, pengaturan
kelembagaan, dan pembentukan konsensus di antara stakeholder. Studi ini juga memaparkan
langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan rencana induk.

(4) Penggalangan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi


Apabila alokasi dana pemerintah pusat dan daerah diasumsikan berada pada tingkat yang sama seperti
saat ini, maka diperkirakan akan terjadi kekurangan dana untuk melaksanakan proyek-proyek dan
program-program yang diusulkan dalam rencana induk. Dana yang tersedia sangat terbatas, bahkan tidak
cukup untuk menutup biaya pemeliharaan fasilitas yang ada, dan kemungkinan besar hanya sedikit dana
yang dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas transportasi baru. Dana untuk pengembangan sistem
transportasi dan pemeliharaan harus ditingkatkan melalui, antara lain, kenaikan pajak bahan bakar, road
pricing, pajak pembangunan perkotaan dan sebagainya.

vii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

(5) Meningkatkan Partisipasi Sektor Swasta


Lebih lanjut, untuk mengejar kekurangan dana pembangunan sektor publik, maka partisipasi aktif sektor
swasta dalam penyediaan layanan transportasi harus didorong. Dalam hal ini, berdasarkan prinsip
“pengguna-membayar” (user-pay-principle) maka ongkos transportasi harus ditarik dari pengguna yang
mendapatkan manfaat dari layanan tersebut. Untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam usaha
transportasi, maka peraturan perundangan yang terkait harus disesuaikan guna menciptakan lingkungan
yang lebih kondusif dan mengurangi ketidakpastian untuk investasi.

(6) Keterlibatan Masyarakat


Kerjasama masyarakat, khususnya dalam menanggung beban kenaikan pajak sangat diperlukan untuk
pelaksanaan rencana induk. Masyarakat harus mendapat penjelasan menyeluruh mengenai rencana
tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai kesempatan seperti rapat dengar pendapat umum dan
rapat stakeholder dimana pendapat masyarakat dapat didengar dan ditampung dalam rencana tersebut.
Tambahan lagi, efek pelaksanaan proyek perlu pula dipantau dengan baik. Dalam hal ini, keterbukaan dan
akuntabilitas pemerintah merupakan hal yang utama. Keterbukaan sangat penting artinya guna
memperoleh penerimaan dan kerjasama masyarakat. Untuk itu mekanisme penyebaran informasi perlu
disusun. Sebagai bagian dari rencana induk, Studi merekomendasikan untuk mengembangkan sistem
database transportasi dan sistem pemantauan kinerja transportasi.

6.2 LANGKAH SELANJUTNYA YANG PERLU DIAMBIL


Untuk mewujudkan rencana induk transportasi, pertama-tama hal-hal berikut ini harus dilaksanakan dalam
jangka pendek.

(1) Kerangka Hukum dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek


Untuk dapat mewujudkan rencana induk ini dibutuhkan suatu kerangka atau basis hukum yang kuat bagi
instansi-instansi pemerintahan terkait. Untuk itu direkomendasikan untuk membuat peraturan
perundangan baru, atau setidaknya Keputusan Presiden bagi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek.

(2) Pembentukan Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek


Karena dipandang bahwa pembentukan suatu badan transportasi baru dalam jangka pendek sulit untuk
dapat dilakukan, maka sebagai langkah awal perlu dibentuk komisi perencanaan transportasi Jabodetabek
untuk mengkaji struktur dan fungsi-fungsi organisasi, pembagian peran di antara lembaga-lembaga
pemerintahan yang sudah ada dan untuk menyiapkan badan yang bertugas melaksanakan komponen
rencana induk dalam jangka pendek.

(3) Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah
Daerah di Wilayah Bodetabek
Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah
Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi
sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah tersebut
harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem jaringan
transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik masing-masing
pemerintah daerah.

(4) Ketersediaan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi


Bahkan dengan diikutsertakannya partisipasi sektor swasta, beban keuangan yang harus ditanggung oleh
sektor masyarakat diperkirakan sejumlah Rp. 80,4 triliun selama 14 tahun periode rencana induk dari tahun
2004 sampai 2020. Diperlukan dana sejumlah Rp. 31,4 triliun sebagai tambahan dari anggaran sektor
transportasi saat ini. Perlu dibuat peraturan perundangan yang terkait dengan road pricing, kenaikan
pajak BBM dan pajak pembangunan perkotaan untuk mengisi kekurangan dana pembangunan. Selain itu,
karena beberapa instansi terkait belum dapat menyetujui konsep “earmarking” dari pajak-pajak yang
berhubungan dengan sektor transportasi, maka pembahasan lebih lanjut mengenai hal tersebut harus
terus dilakukan. Diskusi secara lebih mendalam perlu dilaksanakan di antara lembaga-lembaga terkait
sehubungan dengan kemungkinan diterapkannya CDM (Clean Development Mechanism) untuk

viii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
mengembangkan sistem transportasi berbasis rel yang memerlukan dana sangat besar.

(5) Perumusan Kerjasama Publik – Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta
Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan hal
yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk memperkenalkan
praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus dilakukan sehubungan
dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor swasta, serta insentif yang
dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak pembangunan, jaminan dari
pemerintah, dan sebagainya).

(6) Evaluasi Pasca Proyek


Dalam tahap akhir dari studi rencana induk, pengoperasian busway di DKI Jakarta diresmikan pada bulan
Januari 2004 dan kebijakan lalu-lintas 3-in-1 diubah menjadi lebih ketat dibandingkan dengan sebelumnya.
Suatu studi evaluasi terhadap proyek busway dan kebijakan 3-in-1 tersebut dipandang sangat penting
untuk dilakukan guna mengetahui tanggapan-tanggapan masyarakat serta dampak-dampaknya terhadap
sistem lalu-lintas dan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di koridor tersebut. Hasil studi evaluasi
tersebut dapat menjadi umpan balik bagi tahap pengembangan proyek berikutnya dan jika dipandang perlu
maka rencana-rencana yang ada harus dimodifikasi dan diperbaiki menjadi sistem yang lebih sesuai dan
efisien. Proses ini diharapkan dapat mengarah pada kebijakan transportasi yang lebih bisa diterima oleh
mayarakat.

ix
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

7. PRA-STUDI KELAYAKAN PROYEK

Empat proyek dari Rencana Induk Transportasi SITRAMP telah dipilih untuk pra-studi kelayakan, yaitu : 1)
Proyek perluasan Busway dalam jangka pendek, 2) Manajemen Permintaan Lalu Lintas (Transportation
Demand Management, TDM) di CBD Jakarta, 3) Double Tracking Kereta Api Jalur Serpong berikut
peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu, dan 4) Proyek jalan Outer-Outer Ring Road.
Dua proyek pertama, perluasan busway dan TDM, dipilih karena kedua proyek ini diusulkan untuk
dilaksanakan dalam jangka pendek guna meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi
kemacetan lalu lintas. Pra-studi kelayakan untuk dua proyek lainnya, yaitu proyek double tracking Kereta
Api Jalur Serpong dan proyek jalan Outer-Outer Ring Road, lebih difokuskan pada mekanisme
pelaksanaannya.
Pra-studi kelayakan mengkaji aspek-aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan finansial proyek-proyek
tersebut. Juga dibahas mengenai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek dan
kemungkinan pembagian peran antara sektor publik dan sektor swasta.

7.1 PROYEK PERLUASAN SISTEM BUSWAY


7.1.1 Tujuan dan Latar Belakang
Kemajuan yang mencolok dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas belum begitu terlihat di
Jabodetabek, meskipun berbagai langkah untuk meningkatkan angkutan umum telah dikaji sejak lama.
SITRAMP mengusulkan bahwa promosi angkutan umum adalah kebijakan transportasi yang paling penting.
Peningkatan kualitas layanan angkutan umum sangat dibutuhkan untuk mencegah berpindahnya
pengguna angkutan umum ke angkutan pribadi. Pembangunan sistem busway akan menjadi pilihan yang
layak dan menjanjikan bagi peningkatan angkutan umum jangka pendek.
DKI Jakarta telah mulai mengoperasikan sistem busway sejak tanggal 15 Januari 2004 untuk rute Kota -
Blok M. SITRAMP mengusulkan perluasan sistem busway untuk meningkatkan kemudahan dan
kenyamanan penumpang, karena pelayanan angkutan umum harus dibuat dalam bentuk jaringan. Sejalan
dengan itu, diusulkan untuk membangun delapan rute busway di seluruh Jabodetabek, yang terintegrasi
dengan sistem angkutan kereta api. Empat dari total delapan rute busway telah dipilih sebagai proyek
jangka pendek. Pra-Studi Kelayakan ini mengkaji rencana pelaksanaan beserta kelayakan empat
rute-busway di DKI Jakarta tersebut, termasuk perpanjangan busway DKI Jakarta hingga Lebak Bulus.
7.1.2 Rute Busway
Empat pembangunan busway jangka pendek,
tiga diantaranya rute utara-selatan dan satu rute
timur-barat adalah sebagai berikut:

1) Perpanjangan jalur busway Kota – Blok M


yang sudah ada sampai ke Lebak Bulus
(perpanjangan 11.1 km dengan panjang
total 21.8 km),
2) Kota – Ragunan (panjang 19.8 km),
3) Kota – Kampung Rambutan (panjang 24.9
km) dan,
4) Pulogadung – Kalideres (panjang 25.9
km)
Rute busway yang direncanakan akan saling
tersambung pada titik perpindahan utama seperti Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek
Kota, Monas dan Senen.

7.1.3 Permintaan Penumpang Bis


Prediksi jumlah penumpang tahun 2007 dan 2010 bervariasi untuk setiap rutenya. Pada tahun 2007
volume penumpang (line loading) maksimal berkisar antara 900 (PB02) sampai 3,800 orang (PB04) untuk
satu arah pada jam sibuk. Pada tahun 2010 volume penumpang akan bertambah dan berkisar antara

x
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
4,100 (PB01) sampai 5,600 penumpang (PB04) untuk satu arah pada jam sibuk.
7.1.4 Biaya Proyek
Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan, halte bis,
mesin tiket dan lampu lalu lintas, mencapai nilai Rp. 1,66 trilyun. Komponen biaya yang mencolok adalah
tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya.
Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya peningkatan
prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya operasi dan
pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek.
7.1.5 Pelaksanaan Perluasan dan Pengoperasian Busway
Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan segera
dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga tahun 2007,
empat rute perluasan busway dijadwalkan mulai beroperasi. Diasumsikan bahwa rute Monas – Blok M
akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila terdapat
cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari Blok M ke Lebak
Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT akan selesai terealisasi pada tahun 2020.
7.1.6 Evaluasi Ekonomi
Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan
Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan
pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional.
7.1.7 Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa operator bis dapat saja menanggung seluruh beban
biaya investasi kecuali biaya pembebasan tanah. Financial Internal Rate of Return (FIRR) terhitung hampir
40% dan walaupun jika pendapatan turun sebesar 20%, FIRR masih tetap tinggi berkisar 28%. Dengan
kata lain, apabila biaya pembangunan prasarana ditanggung pemerintah, maka pemegang konsesi dapat
mengembalikan investasinya dari pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian bis.
Hasil Analisis Kelayakan Finansial
Sistem Tarif Beban Biaya Operator Bis
Tarif flat sebesar Rp. 3,300 Tanah dan ganti Fasilitas Halte bis, Pembelian Bis FIRR
hingga tahun 2009; rugi Prasarana sistem lokasi dan biaya
Tarif proporsi jarak setelah bis operasi bis
tahun 2010 (Flag fall: ○ ○ ○ ○ 10.1%
Rp.1.000, dan porsi jarak: ○ ○ ○ 39.4%
Rp.200 /km)
Jika pendapatan turun 20% ○ ○ ○ ○ 4.3%
○ ○ ○ 28.1%
Sumber : SITRAMP
7.1.8 Isu-isu untuk Pengembangan Sistem Busway Lebih Lanjut
(1) Pemantauan dan Perbaikan Rencana Perluasan Busway
Dengan telah beroperasinya busway TransJakarta rute Blok M - Kota, maka pemantauan terhadap kondisi
operasi sistem yang telah berjalan tersebut sangat penting bagi perluasan proyek busway berikutnya.
Tinjauan terhadap kinerja sistem, permintaan penumpang serta opini dari pengguna harus
dipertimbangkan dalam perencanaan proyek perluasan busway.

(2) Perlintasan Tak Sebidang pada Persimpangan dan Bundaran


Lokasi-lokasi persimpangan, bundaran dan putaran (U-turn) di sepanjang jalur busway berpotensi menjadi
bottleneck bagi pengoperasian busway karena adanya konflik dengan pergerakan lalu lintas umum. Dalam
jangka pendek, diusulkan untuk memasang sinyal prioritas bis di tempat-tempat tersebut. Sedangkan
dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk membangun perlintasan tak sebidang untuk menjaga
kelancaran operasi busway.

xi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.2 SKEMA MANAJEMEN PERMINTAAN LALU LINTAS (TDM) DI CBD
7.2.1 Tujuan dan Latar Belakang
Pergerakan dengan kendaraan pribadi akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, naiknya
pendapatan nyata rumah tangga dan akibat adanya perpindahan (shift) ke moda angkutan pribadi.
Terbatasnya lahan dan mahalnya biaya pembebasan lahan di wilayah pusat DKI Jakarta membuat
penambahan kapasitas jaringan jalan dengan cara pembangunan atau pelebaran jalan menjadi hal yang
sulit untuk dilakukan. Untuk itu, pemberlakuan pembatasan lalu lintas tidak dapat dihindari merupakan cara
untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang parah.
Skema “3-in-1” yang ada saat ini telah lama diberlakukan di sepanjang koridor Sudirman – Thamrin pada
jam sibuk pagi mulai dari jam 6:30 sampai dengan jam 10:00. Belakangan ini DKI Jakarta memperketat
pengaturan “3-in-1” tersebut dan menambah jam pemberlakuannya. Dalam pengaturan yang baru, jumlah
penumpang selalu harus minimal 3 orang di sepanjang koridor.
Dalam pra-studi kelayakan ini dikaji kelayakan penerapan langkah-langkah menajemen permintaan lalu
lintas (TDM) lain yang efektif dalam menurunkan kemacetan dan dapat diterima oleh masyarakat seperti
road pricing, area pricing, dan cordon pricing. Salah satu aspek dari kebijakan pricing ini sebagai sumber
dana untuk pembangunan sistem transportasi berikut besaran pendapatan (revenue) yang dapat diraih
juga dibahas.
7.2.2 Wilayah TDM
Penyediaan sarana transportasi alternatif untuk pengguna jalan yang “terdorong keluar” oleh TDM sangat
penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu alternatif
adalah melalui pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem busway
termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Sistem busway ini akan dapat
berfungsi sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan “terdorong keluar” oleh TDM.
Untuk saat ini, hanya ada satu sistem busway yang
tersedia dan melayani koridor Blok M – Kota.
Bahkan setelah sistem busway kedua yang
menghubungkan timur - barat selesai dibangun
tahun 2005 nanti, wilayah layanannya masih akan
sangat terbatas. Dengan kondisi seperti ini,
diusulkan untuk memberlakukan road pricing pada
koridor yang telah ditentukan dengan menggunakan
sistem pengawasan manual (manual surveillance
system).
Setelah empat rute busway yang direncanakan
dapat direalisasikan pada tahun 2007 dan
pelayanan bus pengumpan (feeder bus) tersedia
untuk area di dalam wilayah TDM yang tidak
terlayani dengan baik oleh busway ataupun kereta
api, maka dapat ditentukan wilayah TDM yang
mencakup area yang dilingkupi oleh jalur semi-loop
kereta api, jalur Serpong, jalur tengah, jalan tol
Cawang – Grogol, dan Kebayoran Baru. Lalu lintas
kendaraan yang bergerak dari dan menuju wilayah Cakupan Layanan Angkutan Umum
ini diperkirakan akan sangat besar. dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)
7.2.3 Metoda Pricing
Tahap-tahap pelaksanaan yang realistis diusulkan sebagai berikut :
• Sebagai tahap awal (tahun 2005) diterapkan road pricing yang dikombinasikan dengan skema
“3-in-1” yang berlaku saat ini
• Pada tahun 2007 diterapkan area pricing untuk membatasi perjalanan kendaraan di
kawasan-kawasan macet.
Dibandingkan dengan cordon pricing, maka konsep area pricing dipandang lebih baik guna membatasi lalu
lintas yang bertambah banyak di CBD di masa mendatang.

xii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.2.4 Tingkat Pungutan
Mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas dan dampak sosial, maka pungutan sebesar Rp.
8.000 dipandang cocok untuk tahap awal guna memperoleh penerimaan yang luas dari masyarakat.
Untuk tahun 2010 dapat diterapkan pungutan sebesar Rp 16.000 dengan maksud untuk mengurangi
kemacetan lalu intas yang parah di CBD. Untuk tahun 2015 pungutan ditingkatkan menjadi sebesar Rp
20.000 dengan mempertimbangkan dampak sosial, walaupun diperlukan lebih dari Rp. 30.000 untuk
mengurangi kemacetan pada tahun 2020 agar minimal sama dengan tingkat saat ini. Tingkat pungutan ini
oleh karenanya juga tergantung pada pemantauan di masa mendatang.
7.2.5 Konfigurasi Sistem Pengawasan
Atas pertimbangan rasional, langkah-langkah pelaksanaan TDM diusulkan sebagai berikut :
• Metode manual digunakan pada tahap awal karena pertimbangan tingkat fleksibilitasnya dan
karena investasi awal serta biaya operasi yang rendah.
• Metode manual harus diubah menjadi Electronic Road Pricing (ERP) apabila penegakan TDM
sudah terbentuk dengan mantap di antara masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan sistem
pendaftaran kendaraan elektronik, yang memungkinkan petugas pengawasan untuk melacak
pemilik kendaraan berdasarkan plat nomornya guna memungut pricing atau untuk mendenda
pelanggaran.
7.2.6 Pertimbangan Ekonomi
Biaya modal investasi TDM terhitung sebesar Rp. 693 milyar, yang terdiri atas Rp. 92 milyar untuk Sistem
Pengawasan Manual dan Rp. 601 milyar untuk sistem ERP. Biaya operasi dan pemeliharaan kedua sistem
tersebut diperkirakan masing-masing sebesar Rp. 87 milyar untuk sistem manual pada jangka pendek dan
Rp 88 milyar untuk system ERP pada jangka menengah. Di samping biaya sistem ERP, diperlukan juga
biaya pembelian in-vehicle unit sebesar sekitar Rp 1 juta per unit. sebagai promosi dari system, diusulkan
untuk mensubsidi 50% dari biaya tersebut. Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan
dan penghematan waktu perjalanan sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C
ratio) diperkirakan sebesar 7,2 pada tingkat diskonto 12%
7.2.7 Pendapatan dari TDM
Terdapat beberapa ketidakpastian yang dapat berdampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat
berdasarkan asumsi berikut:
• Untuk perioda tahun 2005-2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas ditetapkan sebesar Rp.
8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp. 16.000 untuk tahun 2010-2014 dan Rp. 20.000 untuk
tahun 2015 – 2020;
• Mengingat faktor-faktor pengurang seperti lalu lintas puncak 6-jam, pengecualian bagi kendaraan
dengan 3 penumpang atau lebih, diskon untuk kendaraan yang memasuki TDM area lebih dari
satu kali sehari, maka diasumsikan bahwa sekitar 20% bangkitan perjalanan diperkirakan
dikenakan pungutan TDM.
Berdasarkan asumsi di atas maka pendapatan diperkirakan masing-masing sebesar Rp 1,4 triliun untuk
jangka pendek, Rp. 1,8 triliun untuk jangka menengah, dan Rp 11,9 triliun untuk jangka panjang. Total
pendapatan diperkirakan sebesar Rp. 15,1 triliun selama periode Rencana Induk Namun demikian,
besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi.
7.2.8 Penyiapan Peraturan Perundang-undangan
Dalam hal peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan TDM, perlu ditetapkan kawasan
pembatasan berikut waktu pembatasan, tipe kendaraan target, besarnya pungutan, dan sebagainya. Lebih
lanjut, aturan tersebut perlu dibuat fleksibel agar isi ketentuannya dapat dimodifikasi di kemudian hari
apabila situasi lalu lintas atau pola guna lahan telah berubah. Dalam rangka institusionalisasi TDM, tidak
hanya diperlukan penyiapan dokumen untuk penjelasan kepada DPR, tetapi juga perlu sosialisasi kepada
masyarakat agar mendapatkan konsensus mengenai pentingnya TDM diterapkan, misalnya melalui
dengar pendapat atau penyuluhan.

xiii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.3 DOUBLE TRACKING JALUR SERPONG, PENINGKATAN AKSES DAN
PENGEMBANGAN LAHAN TERPADU
7.3.1 Tujuan dan Latar Belakang
Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api Serpong.
Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan berpenghasilan
menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di Jakarta dengan mobil
pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak mencukupi sehingga hampir
setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke tempat kerja seringkali memakan
waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan kereta api eksekutif dari stasiun Serpong
dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak
orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan permintaan
penumpang yang potensial apabila layanan angkutan kereta api yang memadai dapat disediakan.
Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan
angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efisien. Secara khusus,
peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam jangka pendek diusulkan
untuk menyediakan operasi langsung timur-barat.
Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme
pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut peningkatan
akses dan pengembangan lahan terpadu.
7.3.2 Rencana Pembangunan Sistem Kereta Api
Fasilitas Deskripsi Pengembangan
Kapasitas angkut kereta api perlu ditingkatkan dengan membangun double tracking
untuk memenuhi meningkatnya permintaan pada jalur Serpong. Alinemen
Penambahan penambahan rel di Jalur Serpong diletakkan di sebelah timur rel tunggal yang
Rel sudah ada, Sebaliknya, alinemen rel tambahan antara Palmerah dan Tanah Abang
di letakkan di sebelah barat rel yang sudah ada agar terhubung dengan Jalur Barat
di Stasiun Tanah Abang.
Struktur dasar stasiun direncanakan sebagai stasiun di atas rel (overtrack) untuk
menghadapi masalah penumpang gelap. Empat stasiun baru, Ciater, Bintaro,
Pondok Betung dan Limo diusulkan sebagai stasiun di atas rel (overtrack). Namun
Stasiun Kereta demikian, Stasiun Jurang Manggu direncanakan sebagai stasiun di permukaan
(ground station) karena kondisi lahannya. Sebagai tambahan, diusulkan
pembangunan stasiun Rasuna Said pada Jalur Barat untuk mempermudah tranfer
dengan Busway PB02 yang diusulkan.
Plasa stasiun merupakan fasilitas penting bagi penumpang untuk berpindah dari
angkutan moda lain ke angkutan kereta api. Rencana pembangunan plasa stasiun
Plasa Stasiun
utama yang diusulkan adalah Tanah Abang, Jurang Mangu (Stasiun Baru),
Rawabuntu, Sudirman (dulunya Dukuh Atas), dan Rasuna Said (Stasiun Baru)
Untuk mendayagunakan efek peningkatan jalur kereta api Serpong, perlu dilakukan
Jalan Akses pelebaran jalan untuk jalan-jalan utama menuju stasiun kereta api dan pembuatan
halte bis, jalan akses ini dibutuhkan apabila plasa stasiun kereta api tidak tersedia.
Proyek ini memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun 2020.
Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, direncanakan untuk membangun
Stabling Yard
stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi 120 gerbong
KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya
Shortcut Ruas Untuk memungkinkan pengoperasian langsung KA timur-barat direkomendasikan
untuk menyediakan jalur pintas (short-cut) antara stasiun Karet dan Palmerah. Dari
Palmerah–Karet sudut keselamatan pengoperasian diusulkan untuk menggunakan Rel Layang.

xiv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif

7.3.3 Prediksi Permintaan Penumpang


Proyeksi permintaan penumpang harian kereta
api Jalur Serpong pada tahun 2010 bervariasi
dari 45.400 penumpang pada ruas Serpong –
Rawa Buntu sampai 143.600 penumpang pada
ruas Limo - Palmerah. Walaupun disediakan
jalur kereta api langsung untuk
menghubungkan aksis barat-timur antara
Serpong di barat dan Cikarang di timur, namun
mayoritas pergerakan penumpang kereta api
diperkirakan masih bersifat komuter, yakni
perjalanan-perjalanan antara Serpong-CBD
dan Bekasi-CBD. Oleh karena itu, segmen
antara Stasiun Sudirman dan Stasiun
Manggarai (yang terletak kurang lebih di pusat
CBD tersebut) diperkirakan akan menjadi ruas
yang paling sibuk yang melayani lebih dari
300.000 perjalanan penumpang pada tahun
2020.
7.3.4 Jadwal Pelaksanaan
Proyek akan dilaksanakan dalam dua tahap.
Proyek double tracking jalur Serpong dan
Tanah Abang akan dilaksanakan pada tahap 1,
dan Proyek jalur short cut antara Palmerah dan Proyeksi Permintaan Penumpang
Manggarai direncanakan untuk dilaksanakan di Jalur KA Serpong, 2010-2020
pada tahap 2.
7.3.5 Analisis Ekonomi dan Finansial
(1) Estimasi Biaya
Proyek terdiri dari tiga paket yaitu double tracking, peningkatan akses, dan pengembangan lahan terpadu.
Total biaya investasi diperkirakan sebesar Rp. 4,312 trilyun selama kurun waktu antara 2004 hingga 2020.
Biaya untuk pembangunan jalur ganda terhitung 75% dari total biaya.

(2) Evaluasi Ekonomi


Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,993 triliun dan Economic
Internal Rate of Return (EIRR) adalah 18,9%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi pelaksanaan
proyek ini. Penurunan emisi CO2 juga dianggap sebagai manfaat penting terhadap lingkungan global.
Penurunan emisi CO2 dengan adanya proyek ini diperkirakan sebesar 360.000 ton pada tahun 2020 dan
nilai ekonomi penurunan CO2 tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 milyar dimana diasumsikan bahwa nilai
dari penurunan CO2 adalah US$ 10 per ton.

(3) Analisis Finansial


Kelayakan finansial proyek Double Tracking Jalur Serpong dievaluasi dari aspek kemampuan PT. KA untuk
menanggung beban biaya proyek melalui pendapatan dari tarif penumpang
Analisis finansial menunjukkan bahwa PT. KA tidak akan dapat mengelola secara mandiri apabila harus
menanggung seluruh beban biaya investasi serta biaya OM yang saat ini diatur dengan mekanisme TAC.
Akan lebih rasional bila fasilitas prasarana dasar seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal dan
persinyalan ditanggung oleh Pemerintah dan biaya untuk pengadaan rolling stock dan biaya operasi dan
pemeliharaan dibebankan melalui pendapatan dari angkutan penumpang dan barang oleh PT. KA.
7.3.6 Integrasi dengan Guna Lahan melalui Pedoman Perencanaan Perkotaan
Integrasi antara guna lahan dan pengembangan sistem transportasi adalah sangat penting untuk efisiensi
pengembangan sistem transportasi kereta api. Konsep Transit Oriented Development (TOD) harus
dipertimbangkan untuk pengembangan sistem kereta api. Hal ini mengisyaratkan perlunya mengarahkan

xv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api. Dalam rencana
guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10 menit berjalan kaki
atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun
7.3.7 Mekanisme Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalur Serpong
Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan keuntungan
ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan sepenuhnya dari
peningkatan layanan angkutan tersebut. Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem
transportasi kereta api, salah satu caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang
real-estate di sepanjang koridor kereta api. Namun PT. KA tidak memiliki tenaga yang menguasai bisnis di
bidang real-estate. Mungkin yang lebih realistis adalah dengan mengusulkan agar PT. KA mencari
dukungan dana dari developer real-estate swasta (kerja sama swasta-pemerintah) atau dengan bekerja
sama dengan Perumnas.

7.4 PROYEK JALAN OUTER-OUTER RING ROAD (JORR-2)


7.4.1 Tujuan dan Latar Belakang
Proyek ini dimaksudkan tidak hanya untuk
memenuhi permintaan lalu lintas wilayah
Jabodetabek di masa depan namun juga untuk
mendorong pengembangan sub-center
sebagaimana diusulkan dalam SITRAMP
sebagai struktur wilayah yang diinginkan di
Jabodetabek. Proyek jalan ini
membentang sepanjang 110 km dengan
melibatkan beberapa pemerintah daerah di
Bodetabek. Volume lalu lintas bervariasi dari
ruas ke ruas. Kondisi ini memunculkan
berbagai alternatif metode pelaksanaan,
misalnya yang terkait dengan skema
partisipasi sektor swasta, investasi publik dan
kombinasi dengan pengembangan wilayah di
sekitar jalan. Pra-Studi Kelayakan ini
menyoroti hal-hal tersebut terutama tidak dari
aspek teknis namun dari sudut pandang
skema pelaksanaan yang mungkin dapat
ditempuh
Rute OORR
7.4.2 Rute
Rute proyek jalan ini menghubungkan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kota Bekasi yang berfungsi
sebagai sub-center di wilayah Jabodetabek.
7.4.3 Biaya Proyek
Total biaya proyek OORR diperkirakan mencapai Rp. 7,056 trilyun, dengan biaya pembebasan lahan
sebesar Rp. 2,06 trilyun. Besarnya biaya proyek ini berbeda-beda untuk setiap ruasnya, harga lahan yang
paling mahal berada di ruas antara jalan Tol Serpong dan jalan Tol Jagorawi, karena lahan di sepanjang
ruas tersebut telah berkembang dan banyak kompleks perumahan. Sementara itu ruas antara jalan Tol
Cikampek dan JORR bagian Timur yang memiliki biaya konstruksi yang tinggi akibat kondisi tanah yang
kurang baik.
7.4.4 Prediksi Lalu Lintas
Ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi menunjukkan volume sekitar 40.000 hingga 50.000
pcu per hari. Di lain pihak, ruas antara Jalan Tol Cikampek dan JORR bagian timur memiliki volume lalu
lintas yang kecil; sekitar 8.000 pcu per hari. Kebutuhan lalu lintas antara jalan Tol Serpong dan jalan Tol
Cikampek akan meningkat sekitar 4.000 pcu bila pengembangan wilayah terwujud dengan adanya
pengembangan jalan tol.

xvi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.4.5 Evaluasi Ekonomi
Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) menunjukkan
bahwa Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 595 milyar dan
Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 16,3%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi
pelaksanaan proyek ini
7.4.6 Ruas Tol Yang Memungkinkan
Berdasarkan arah pengembangan wilayah, karakteristik lalu lintas dan kelayakan finansial sebagai jalan tol,
maka analisa terhadap alternatif ruas tol mengindikasikan hal-hal berikut:
• Sulit untuk membangun seluruh ruas OORR (antara tol Cengkareng hingga JORR seksi E) sebagai
jalan tol, mengingat resiko seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di masa mendatang.
• Walaupun ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi potensial bagi bisnis jalan tol dari
sudut pandang kelayakan finansial, hal ini tidak akan memenuhi pencapaian skenario
pengembangan sub-center di Jabodetabek.
• Ruas antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek memiliki beberapa kesulitan untuk
mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol karena volume lalu lintas yang relatif rendah.
Beberapa kemungkinan masih tetap ada, misalnya bila diterapkan sistem pool pendapatan tol
bersama-sama dengan ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Jagorawi. Di samping itu
diusulkan juga untuk melakukan integrasi dengan pengembangan kawasan di lokasi-lokasi yang
dilalui jalan tol.
• Mengingat resiko di masa datang dan karakteristik lalu lintas, maka lebih baik untuk membangun
ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai bagian dari OORR.
• Karena sulit untuk membangun ruas Jalan Tol Cikampek – JORR seksi E sebagai jalan tol, maka
untuk sementara waktu, permintaan lalu lintas dilayani dulu oleh jalan-jalan arteri non-tol yang ada
maupun yang telah direncanakan atau cara lain dengan membangun ruas ini sebagai sebagai
“jalan raya mobilitas tinggi” dengan kontrol akses penuh/sebagian; dengan tarif rendah hanya untuk
menutup biaya pemeliharaan.
7.4.7 Integrasi dengan Pengembangan Kawasan
Untuk segmen OORR antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek, terdapat dua isu kunci untuk
mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol, yaitu tersedianya lahan untuk jalan tol dan tambahan lalu
lintas. Solusi yang memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengembangan kawasan berskala
besar yang diintegrasikan dengan pembangunan OORR. Kondisi tersebut diharapkan dapat memenuhi
hal-hal sebagai berikut
• Jabodetabek di bagian barat memiliki kompleks-kompleks perumahan berskala besar seperti
Bintaro Jaya dan BSD. Sementara bagian timur Jabodetabek memiliki kompleks-kompleks industri
dan beberapa kompleks perumahan dalam ukuran sedang. Maka perlu untuk medorong
pembangunan kawasan skala besar untuk mendorong pengembangan Koridor Timur-Barat.
• Integrasi dengan pembangunan kawasan dapat mendorong penambahan lalu lintas hingga sekitar
16.400 pcu pada ruas tersebut. Hal ini memberi sumbangan yang besar pada peningkatan
kelayakan finansial jalan tol dan juga untuk mengatasi permasalahan membangun ruas OORR
antara jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai jalan tol.
• Menurut peraturan saat ini, biaya pembebasan tanah untuk jalan tol ditanggung oleh Kimpraswil.
Namun demikian, tampaknya sulit untuk membebankan biaya pembebasan tanah ini dalam APBN
di era desentralisasi saat ini. Di sisi lain, pemerintah daerah juga menghadapi kesulitan finansial.
Dalam kondisi demikian, tampaknya tak dapat dielakkan bagi investor swasta untuk menanggung
biaya pembebasan tanah. Tak diragukan lagi, hal ini akan mengurangi tingkat kelayakan finansial
proyek. Oleh karena itu, integrasi antara pembangunan jalan tol dan pengembangan kawasan
dapat sangat mengurangi permasalahan tersebut dan juga dapat menjamin tersedianya “Daerah
Milik Jalan” untuk jalan tol.

xvii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.4.8 Isu-isu mengenai Pelaksanaan
Isu-isu dalam pelaksanakan proyek dirangkum sebagai berikut:

(1) Manajemen Proyek


Apabila ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek (sekitar 80 km) akan dibangun
sebagai jalan tol, maka hal ini merupakan problematika tersendiri bagi pemerintah daerah terkait dalam
menjalankan langkah/prosedur yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan OORR sebagai
jalan tol. Sejauh ini seluruh pemerintah daerah yang terkait belum memiliki pengalaman yang memadai
dalam menangani proyek jalan tol dalam skala sebesar itu. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ
(Otorita Transportasi Jabodetabek) mengelola proyek tersebut seperti diusulkan dalam Master Plan.

(2) Prasyarat untuk Kelayakan


Walaupun kenaikan tarif tol baru saja terlaksana, namun tarif tol di Indonesia sudah sejak lama berada
pada tingkat yang rendah dan selalu diperlukan ijin pemerintah untuk menaikkan tarif tol. Jalan tol pada
prinsipnya dibiayai dengan pendapatan tol. Penentuan tarif tol awal yang masih menguntungkan pengguna
dan mekanisme kenaikan tarif tol di masa depan sesuai pertumbuhan nyata PDB per kapita menjadi
prasyarat untuk mewujudkan bisnis jalan tol.

(3) Integrasi dengan Pengembangan Kawasan


Integrasi antara pembangunan jalan tol dengan pengembangan kawasan juga tidak mudah. Dalam
pelaksanaannya hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan :
• Rencana tata ruang lokal perlu menentukan prinsip-prinsip perencanaan dan batas-batas proyek
pengembangan kawasan. Hal ini akan mencegah pengembangan kawasan yang tidak terkendali.
• Apabila dimungkinkan, lebih baik bila satu investor saja yang melaksanakan proyek pembangunan
kawasan. Apabila terdapat beberapa investor yang berpartisipasi dalam proyek, maka semua
investor hendaknya ikut menanggung biaya lahan untuk jalan tol, walaupun kawasannya tersebut
berdekatan atau jauh dari JORR-2.
• Dapat diperkirakan bahwa spekulasi tanah mungkin terjadi sehubungan dengan pengembangan
kawasan. Dalam hal jual-beli tanah di kawasan yang telah ditunjuk pada rencana tata ruang lokal,
maka sangat diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengontrol harga tanah agar tidak
melonjak naik dengan menerapkan peraturan untuk mendapatkan ijin jual-beli tanah.
• Karena diperlukan pembangunan kawasan berskala besar, maka guna lahan perlu diarahkan agar
dapat menyediakan kesempatan kerja sehingga dapat berfungsi sebagai sub-center.
• Selain itu, dibutuhkan juga pembangunan beberapa fasilitas angkutan umum seperti perluasan
busway dari Bekasi melalui Jl. Siliwangi, atau jalur kereta api baru untuk menghubungkan Jalur
Kereta Api Bekasi ke kawasan yang dibangun di sekitar OORR.

xviii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1. Pendahuluan
Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri
atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya
(Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota
Bekasi). Total Produk Domestik Regional Bruto Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351
triliun atau 22% dari Produk Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis
merupakan wilayah yang paling penting di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an,
program jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai
sekarang dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta
mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia.
Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan
salah satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian,
kondisi sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang
baik ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para
investor. Oleh karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan
menjadi hal yang sangat mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini.
Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah
Jabodetabek dan diperkirakan akan akan semakin memburuk apabila tidak dilakukan perbaikan. Saat
ini kerugian ekonomi tiap tahun yang disebabkan oleh kemacetan lalu lintas di Jabodetabek mencapai
Rp. 3 triliun untuk biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu perjalanan. Lebih lanjut,
apabila tidak dilakukan peningkatan hingga tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi di
mana sistem transportasi dibangun sesuai usulan Rencana Induk, akumulasi kerugian ekonomi akan
mencapai hampir Rp.65 triliun (nilai present value dengan diskonto 12 persen), yang terdiri dari Rp
28,1 triliun untuk tambahan biaya operasi kendaraan dan Rp 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang
lebih lama.
Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh krisis ekonomi,
namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali meningkat.
Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat
perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi
dalam beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat.
Apabila semakin banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi
lalu lintas akan bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini.
Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek
pembangunan prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah
mengingat sulitnya situasi finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan
dana yang diperlukan untuk biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu
dipikirkan pula cara yang terbaik untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan
sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang masih tersedia.
Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas
serta mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi
dan pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi
tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun
ke depan beserta langkah-langkah kebijakan transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan untuk
mendukung pengembangan wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi tersebut. Sebagian
besar proyek/program tersebut membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder yang
terkait dengan sektor transportasi termasuk masyarakat luas.

-1-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

2. Isu-isu Transportasi

2 .1 Permasalahan dalam Konteks Pengembangan Wilayah


2.1.1 Konsentrasi ke Jakarta
Pengembangan pusat-pusat perkotaan
di Bodetabek telah sejak lama
diusulkan.
Meski jumlah penduduk di Kota-Kota
dan Kabupaten-Kabupaten meningkat
dengan cepat, fungsi pusat-pusat
perkotaan masih terbatas pada
melayani penduduk di sekitarnya.
Pusat-pusat perkotaan tersebut belum
mampu menyediakan lapangan
pekerjaan atau layanan perkotaan yang
memadai. Setiap harinya sekitar
700.000 orang melakukan perjalanan
dari Bodetabek ke Jakarta.
Bila kecenderungan yang
mengandalkan Jakarta terus berlanjut,
ditambah lagi dengan meningkatnya
penggunaan mobil pribadi, maka
pembangunan jalan tidak akan mampu
Gambar 2.1 Peningkatan Perjalanan Commuter ke
mengejar peningkatan permintaan lalu Jakarta dari Daerah Sekitarnya : 1985-2002
lintas.

2.1.2 Akses yang Kurang Memadai ke Pelabuhan Tanjung Priok


Pelabuhan Tanjung Priok adalah pintu gerbang internasional bagi kegiatan impor dan ekspor
kebutuhan komoditas. Saat ini akses ke pelabuhan membutuhkan waktu yang lama karena
kemacetan lalu lintas. Kelambatan tersebut mengakibatkan menurunnya daya saing produk di pasar
internasional dan memperburuk pertumbuhan ekonomi daerah ini.

2.1.3 Kurangnya Rute Alternatif ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta


Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan pintu gerbang utama bagi para penumpang
bisnis dan wisatawan dari/ke wilayah Jabodetabek maupun wilayah lain di Indonesia. Pada beberapa
kesempatan akses ke jalan tol ke bandar udara sering terputus karena banjir dan menimbulkan
kesulitan untuk mencapai bandar udara karena kurang tersedianya rute alternatif yang memadai.

2 .2 Permasalahan dalam Konteks Transpsortasi Perkotaan


Berkembangnya kegiatan sosial dan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan permintaan
perjalanan di Jabodetabek menimbulkan berbagai macam permasalahan transportasi perkotaan.

2.2.1 Kemacetan Lalu Lintas dan Struktur Perkotaan


Konsentrasi permintaan perjalanan di wilayah Central Business District (CBD) menyebabkan
kemacetan lalu lintas yang parah dan membuat angkutan bis serta kereta api menjadi penuh sesak,
karena sebagian besar tarikan perjalanan “ke tempat kerja” terkonsentrasi di kawasan pusat di dalam
jalur lingkar KA Jabotabek, kawasan segitiga emas yang baru berkembang “Sudirman-Kuningan” dan
kawasan sepanjang jalan tol Cawang – Grogol – Pluit.

-2-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar 2.2 Lokasi Fasilitas Komersial Gambar 2.3 Kepadatan Perjalanan Mobil
dan Bisnis

2.2.2 Kemacetan Lalu Lintas Lokal


Banyak lokasi di Jabodetabek yang mengalami
kemacetan lalu lintas hampir setiap hari.
Beberapa akar penyebab kemacetan antara lain:
(a) Lebar jalan yang tidak konsisten
(b) Persimpangan : cycle length yang panjang,
desain kanalisasi yang buruk, dsb.
(c) Pemakai ruang jalan secara ilegal dan
penggunaan jalan yang tidak semestinya.
(d) Faktor lain: putaran, perlintasan KA sebidang,
pertemuan arus kendaraan, perkerasan rusak,
dan sebagainya.
Photo 2.1 Penyebab Kemacetan Lalin Lokal

2.2.3 Lambatnya Pembangunan Jalan Dibanding Peningkatan Permintaan Lalu Lintas


Jaringan jalan di Jakarta memiliki
beberapa jalan arteri yang cukup
lebar namun hanya didukung oleh
jalan-jalan kolektor, yang
menghubungkan jalan arteri dan
jalan lokal dalam jumlah terbatas,
sehingga hirarki jaringan jalan
tidak tersusun secara baik.
Sebaliknya, jaringan jalan di
Bodetabek tidak terbangun
sebaik DKI Jakarta.
Meski struktur perkotaan
Jabodetabek berubah secara
cepat dan dinamis, namun
jaringan jalan yang melayani
Jakarta dan daerah sekitarnya
belum diperluas sesuai dengan
pertumbuhan pengembangan
perkotaan tersebut.
Gambar 2.4 Jaringan Jalan Tahun 2002

-3-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

2.2.4 Upaya Manajemen Permintaan Lalu Lintas yang Kurang Efektif


Skema “3-in-1” tampaknya cukup efektif dalam
mengurangi jumlah kendaraan yang memasuki zona
pembatasan lalu lintas dan membuat arus lalu lintas
lancar selama waktu pembatasan. Beberapa
kekurangan, diantaranya:
1) Permintaan lalu lintas pada jalan paralel
meningkat selama jam-jam pembatasan,
2) Adanya penggunaan “jockey” menurunkan
efektivitas kebijakan pembatasan lalu lintas ini,
3) Tidak ada pendapatan yang dapat dikumpulkan,
sementara di lain pihak perlu dikeluarkan biaya
bagi polisi lalu lintas untuk menegakkan
peraturan. Photo 2.2 Rambu 3 in 1
Skema “3-in-1” dapat diubah menjadi kebijakan skema road pricing dengan tujuan untuk
mengumpulkan sebagian dana yang diperlukan guna membangun prasarana transportasi.

2.2.5 Angkutan Umum yang Memburuk


KA Jabotabek dengan jaringan rel sepanjang 160
kilometer mengangkut sekitar 400 ribu penumpang
per hari. Tingkat layanan angkutan kereta api masih
rendah, ditandai dengan rendahnya kapasitas
angkut, kurangnya frekuensi perjalanan,
keterlambatan kedatangan dan keberangkatan,
banyaknya gerbong yang rusak dan tidak nyaman,
kurangnya fasilitas stasiun maupun stasiun plaza,
serta kondisi jalan akses ke yang kurang baik.
Bis memiliki peran penting dalam sistem angkutan
umum di Jabodetabek. Sayangnya, tingkat layanan
angkutan bis saat ini juga rendah. Tidak tepat waktu,
operasional bis yang tidak sesuai rute, waktu Photo 2.3 Penumpang KA yang Berjubel
menunggu yang lama, rasa kurang aman di dalam
bis, kondisi bis yang tidak bersih – hal-hal semacam ini hanyalah sebagian contoh dari rendahnya
layanan angkutan bis.
Masalah lain di sektor angkutan umum adalah fasilitas antar moda yang kurang efektif. Hanya sedikit
stasiun kereta api yang memiliki plaza stasiun dan fasilitas “park and ride”, sedangkan terminal bis
selalu dipadati oleh kendaraan bis yang jumlahnya melebihi kapasitas tampungnya.
Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya perencanaan angkutan umum yang
efektif serta kurangnya monitoring dalam pengoperasian.

2.2.6 Menurunnya Kualitas Lingkungan


Jabodetabek tergolong sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dan hal ini
telah menjadi isu kronis yang mengancam kesehatan penduduk kota. Tingginya konsentrasi PM10 di
tepi jalan sebagaimana dipantau oleh SITRAMP menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi
sumber utama polusi di lapisan bawah pada kawasan yang berdekatan dengan jalan-jalan yang
sangat macet. Menurut estimasi yang dibuat Tim Studi, dampak kesehatan dari PM10 in
Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada tahun 2002.
Parahnya masalah polusi kebisingan ini ditunjukkan oleh fakta bahwa semua tingkat kebisingan yang
dipantau pada siang hari berada jauh di atas ambang. Khususnya bis-bis dan truk-truk kelas berat di
Jabodetabek kebanyakan merusak, yang berjalan dengan membunyikan klakson dengan nyaring.

-4-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

2.2.7 Kecelakaan Lalu Lintas dan Kecelakaan KA


Jumlah korban kecelakaan lalu lintas telah menurun cukup signifikan sampai sepertiga dalam
tahun-tahun terakhir ini, namun jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas belum
berkurang. Tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan tol juga berangsur-angsur menurun tetapi tingkat
kematiannya masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju.
Angkutan KA umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda angkutan jalan raya,
akan tetapi asumsi ini tidak berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, telah terjadi
kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan yang parah.

2.2.8 Kurangnya Lampu Lalu Lintas


Lampu lalu lintas amat berguna bagi pejalan kaki untuk dapat menyeberang jalan dengan aman.
Namun demikian, di DKI Jakarta jumlah persimpangan yang dilengkapi lampu lalu lintas hanya sekitar
42 persen dari seluruh persimpangan jalan yang ada; suatu jumlah yang relatif rendah untuk wilayah
perkotaan. Kondisi di Bodetabek lebih buruk lagi, di mana hanya 21 persen saja yang dilengkapi
lampu lalu lintas.

2.2.9 Rendahnya Aksesibilitas bagi Rumah Tangga Kurang Mampu


Bagi masyarakat kurang mampu, kurangnya akses yang dapat terjangkau akan memperkecil
kesempatan mereka untuk memanfaatkan peluang ekonomi dan layanan sosial yang tersedia.
Masalah aksesibilitas bagi masyarakat kurang mampu di perkotaan timbul karena kurangnya
pendapatan rumah tangga untuk membayar ongkos angkutan. Keterisolasian adalah karakteristik
utama kemiskinan, yang menyebabkan mereka menjadi terputus dari berbagai fasilitas, layanan,
pasokan, jaringan maupun partisipasi dalam kehidupan sosial politik yang lebih luas.
Tabel 2.1 Biaya Transportasi dalam Pengeluaran Rumah Tangga
Biaya Angkutan Umum Biaya Kendaraan Total Biaya Transport
Kelompok Pengeluaran Rp % dari Rp % dari Rp % dari total
(a) total (b) total (c) = (a) + (b) pengeluaran
Rendah 91.078 14,2% 19.995 3,1% 111.073 17,3%
Menengah 189.265 13,7% 89.582 6,5% 278.847 20,1%
Tinggi 367.368 10,9% 271.750 8,1% 639.118 19,0%
Sumber: Survey sosial SITRAMP, 2002
Dengan sekitar 20 persen pengeluaran rumah tangga digunakan untuk transportasi, maka para
pekerja berpenghasilan rendah terpaksa harus tinggal relatif dekat dengan tempat kerjanya, yakni
pada umumnya di dekat CBD. Dengan begitu mereka hanya dapat menjangkau perumahan di daerah
padat penduduk di DKI Jakarta dengan luas rata-rata hanya 35 meter persegi.

Masyarakat Berpenghasilan Menengah Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Gambar 2.5 Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD

-5-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

2.2.10 Bis Menolak Mengangkut Pelajar


2.2.11 Bis Menolak Mengangkut Pelajar
Para awak bis seringkali menolak untuk mengangkut pelajar karena ongkos yang mereka bayar lebih
rendah dari penumpang biasa. Perlakuan kurang adil ini salah satunya disebabkan oleh penerapan
sistem “setoran”, dimana awak bis harus mengumpulkan pendapatan yang cukup untuk menutup
biaya sewa bis, biaya bahan bakar dan biaya operasional lainnya.

2.2.12 Kurangnya Fasilitas Transportasi bagi Penyandang Keterbatasan Fisik


Tampaknya tidak banyak perhatian
diberikan terhadap penyediaan fasilitas
transportasi bagi anggota masyarakat yang
memiliki keterbatasan fisik seperti
orang-orang tua dan penyandang cacat.
Hampir semua stasiun kereta api tidak
menyediakan elevator atau eskalator,
sedangkan trotoar menuju halte bis
kebanyakan rusak, sehingga mereka
menemui kesulitan untuk menggunakan
angkutan umum.

2.2.13 Kelemahan dalam Koordinasi


Perencanaan dan Pelaksanaan
Proyek
Diperlukan perhatian khusus tentang
Photo 2.4 Kondisi Trotoar yang Rusak
permasalahan yang terkait dengan
perencanaan dan implementasi proyek, antara lain:
• Kurangnya koordinasi antara proses perencanaan dan penyediaan dana pembangunan di antara
instansi terkait,
• Kurang efektifnya koordinasi perencanaan di antara sub-sektor transportasi yang berbeda,
• Kurang efektifnya koordinasi perencanaan antara pemerintah pusat dan daerah, dan
• Lemahnya koordinasi perencanaan antara sektor transportasi dan sektor pembangunan lainnya,
seperti pengembangan perumahan dan pengembangan sistem kereta api.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sangat diperlukan adanya suatu institutsi yang mempunyai
kewenangan yang kuat bagi otorisasi perencanaan tingkat Jabodetabek yang meliputi berbagai
pemerintah daerah, dengan didukung oleh staf teknis dan dana yang mencukupi.

-6-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang

3 .1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang


“Jabodetabekpunjur 2018” merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang
memberikan panduan pokok pengembangan wilayah termasuk pengembangan sistem transpsortasi.
Pokok-pokok rencananya:
1) mengarahkan penyebaran
penduduk di wilayah
Bodetabek,
2) membatasi pengembangan di
daerah tangkapan air di bagian
selatan khususnya di Bogor,
3) mendorong pengembangan
pada arah linier sepanjang
poros Timur-Barat (Bekasi-
Tangerang), dan
4) memprioritaskan
pengembangan sektor
keuangan, perdagangan dan
pariwisata di Jakarta.
Gambar 3.1 Zona Pengembangan di Jabodetabekpunjur 2018

3 .2 Pertumbuhan Permintaan Transportasi di Jabodetabek


Sejalan dengan antisipasi pertumbuhan penduduk dan kepemilikan kendaraan dalam dua puluh
tahun mendatang, total perjalanan diperkirakan akan tumbuh secara lebih cepat. Total perjalanan
yang akan dilakukan di Jabodetabek pada tahun 2020 akan meningkat 40 persen dibanding tahun
2002.
Saat ini, andil moda angkutan umum sekitar 60% (di luar kendaraan tak bermotor). Bila tidak diambil
tindakan yang tepat, andil angkutan umum khususnya bis akan turun menjadi kurang dari separuh
total andil moda angkutan bermotor karena tingkat layanannya yang rendah. Di lain pihak, andil moda
angkutan pribadi yang mobilitasnya lebih nyaman akan meningkat dengan cepat.

Jabodetabek Population Projection


000 per sons 60
35000

50.4
30000 JMDPR
50
Projection 45.2

25000 40
Trips/day (million)

26.0
UI Demography
36.7
Projection
23.3
20000
30 Bodetabek
JMDP
Projection 17.2 Other DKI
Census
15000
Population CBD
20
17.9
10000
16.3
10 12.9
5000

4.2 5.6 6.5


0
0
1971 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020 2002 2010 2020
YEAR

Gambar 3.2 Proyeksi Populasi Gambar 3.3 Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan

-7-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

3 .3 Antisipasi Memburuknya Kinerja Sistem Transportasi


Skenario “Do Nothing” mengindikasikan bahwa kinerja sistem transportasi akan sangat memburuk di
masa datang bila tidak dilakukan investasi dalam waktu 20 tahun ke depan. Rata-rata kecepatan
perjalanan di seluruh wilayah Jabodetabek akan turun dari 34,8 km per jam pada tahun 2002 menjadi
24,6 km per jam pada tahun 2020. Panjang jalan arteri yang padat di mana rasio Volume/Kapasitas
(V/C) melebihi 1,0 akan naik menjadi 1.006 km, atau sekitar 57% dari total panjang jalan arteri di
daerah perkotaan. Kemacetan lalu lintas yang parah diantisipasi akan terjadi pada jalan-jalan radial
utama yang terhubung dengan wilayah pusat DKI Jakarta, yang menunjukkan bahwa tambahan
sistem angkutan radial sangat diperlukan untuk mengakomodasi permintaan perjalanan. Di samping
itu untuk mengantisipasi kemacetan lalu lintas di wilayah pusat bisnis (CBD) diperlukan penerapan
langkah-langkah pembatasan lalu lintas untuk mendorong pengguna moda angkutan pribadi agar
beralih menggunakan moda angkutan umum.

Gambar 3.4 Gambar 3.5


Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2002 Rasio Volume / Kapasitas Tahun 2020 :
Skenario “Do Nothing”

-8-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

4. Asas-asas Rencana Induk Transportasi Jabodetabek

4 .1 Sasaran Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan


Melalui analisis tentang permasalahan transportasi perkotaan saat ini di wilayah Jabodetabek, telah
diidentifikasi empat prinsip pengembangan sistem transposrtasi.

4.1.1 Efisiensi dalam Sistem Transportasi untuk Mendukung Kegiatan Ekonomi


Pengurangan kemacetan lalu lintas dapat ditempuh melalui tiga cara berikut ini:
1) dengan meningkatkan kapasitas jalan melalui pembangunan dan peningkatan jaringan jalan;
2) dengan mengoptimalkan penggunaan kapasitas jalan yang ada dengan menggunakan sistem
kontrol lalu lintas dan penyediaan informasi lalu lintas; dan
3) dengan mengurangi permintaan lalu lintas kendaraan yang berlebihan melalui manajemen
transportasi dan mengalihkan pengguna moda angkutan pribadi ke moda angkutan umum.
Bersamaan dengan itu, upaya peningkatan penggunaan angkutan umum harus mendapatkan
perhatian karena sistem angkutan masal memiliki kelebihan dibanding moda angkutan pribadi dalam
hal biaya perjalanan dan penggunaan ruang yang lebih sedikit.

4.1.2 Prinsip Keadilan dalam Transportasi bagi Seluruh Anggota Masyarakat


Guna memastikan keadilan dalam mobilitas penduduk, paling tidak harus disediakan layanan
angkutan pada tingkat minimum tertentu bagi semua anggota masyarakat. Peran angkutan umum
sangat penting dalam menyediakan sarana angkutan yang dapat dijangkau masyarakat
berpenghasilan rendah agar mereka dapat mengakses berbagai layanan sosial. Di samping itu, perlu
juga dibangun fasilitas transportasi untuk penyandang keterbatasan fisik (rancangan universal).

4.1.3 Peningkatan Kualitas Lingkungan Berkaitan dengan Transportasi


Polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor perlu diikurangi melalui kontrol emisi gas
buang dari mobil, meningkatkan angkutan umum dan pengendalian permintaan lalu lintas, khususnya
di kawasan rawan kemacetan. Langkah-langkah untuk mengurangi PM10 harus menjadi fokus
utama.
Kebisingan di tepi jalan dan kawasan permukiman yang disurvei menunjukkan tingkat pencemaran
tinggi yang tak bisa diterima kecuali pada malam hari. Pencemaran kebisingan yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor juga harus menjadi perhatian melalui pemeliharaan kendaraan secara tepat dan
berkala serta dengan perbaikan perilaku pengemudi.

4.1.4 Keselamatan dan Keamanan Transportasi


Karena kehidupan sangat berharga dan kematian serta luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas akan menyebabkan kesedihan bagi anggota keluarga dan teman, maka keselamatan lalu
lintas harus ditingkatkan dan jumlah korban kecelakaan harus diperkecil melalui penegakan hukum
dan peraturan, penyuluhan secara intensif, pendidikan dan pelatihan bagi pengemudi serta kepada
masyarakat umum. Peningkatan fasilitas lalu lintas melalui desain rekayasa dapat memberikan
kontribusi terhadap penurunan kecelakaan lalu lintas.
Hasil Survei Kunjungan Rumah Tangga SITRAMP menunjukkan bahwa masyarakat saat ini amat
prihatin terhadap keamanan penggunaan angkutan umum. Perasaan tidak aman di stasiun-stasiun
kereta api dan halte- halte bis maupun di dalam kendaraan angkutan umum harus ditingkatkan lebih
dahulu.

-9-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

4 .2 Kebijakan Transportasi Perkotaan


Untuk mencapai empat prinsip pengembangan sistem transportasi perkotaan, kebijakan transportasi
berikut ini sangat penting bagi wilayah Jabodetabek:
Kebijakan 1: Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum
Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas
Kebijakan 3: Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas
Kebijakan 4: Menurunkan Kecelakaan Lalu Lintas dan Meningkatkan Keamanan
Keempat kebijakan transportasi tersebut saling berkaitan satu sama lain. Promosi peningkatan
penggunaan angkutan umum merupakan langkah pokok untuk mengurangi ketergantungan pada
moda angkutan pribadi. Namun demikian, peningkatan layanan angkutan umum semata tidak akan
mampu mendorong masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan moda angkutan pribadi untuk
beralih pada moda angkutan umum. Langkah-langkah kebijakan pembatasan lalu lintas akan dapat
meningkatkan penggunaan angkutan umum dengan syarat telah tersedia layanan angkutan umum
yang baik dan memadai. Di samping itu, peningkatan keamanan pada angkutan umum akan dapat
juga meningkatkan kenaikan penggunaan angkutan umum karena masyarakat saat ini sangat prihatin
terhadap ketidakamanan di dalam kendaraan umum dan memberikan kontribusi untuk beralih dari
moda angkutan pribadi ke moda angkutan umum. Penurunan penggunaan kendaraan mobil juga
dapat menyebabkan penurunan pencemaran udara dan kebisingan lalu lintas yang disebabkan oleh
mobil dan sepeda motor. Di lain pihak, peningkatan kualitas layanan angkutan umum melalui
reformasi sistem operasi bis akan dapat meningkatkan keselamatan transportasi karena para awak
bis akan mengoperasikan kendaraannya secara lebih aman.

4 .3 Strategi Pengembangan Sistem Transportasi Utama Regional


Suatu sistem transportasi utama harus dibangun dalam konteks pengembangan wilayah. Rencana
pembangunan wilayah menuntut dukungan sistem transportasi guna memformulasikan struktur
wilayah yang diinginkan dan mendukung arah pengembangan wilayah.

4.3.1 Mendukung Permintaan Angkutan Penumpang dan Barang Antar Daerah


Jaringan transportasi primer yang melayani pergerakan komoditas antar wilayah harus ditingkatkan
agar dapat melayani meningkatnya permintaan dan untuk memperbaiki akses ke fasilitas-fasilitas
penting seperti pusat primer, pelabuhan Tanjung Priok, bandar udara Soekarno-Hatta dan kawasan
industri. Untuk melayani perjalanan penumpang antar wilayah, akses ke bandara, terminal bis antar
kota dan stasiun kereta api utama juga harus ditingkatkan. Perbaikan akses ke pelabuhan Tanjung
Priok sejalan dengan rencana pengembangan pelabuhan tersebut adalah hal yang mendesak guna
mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan. Di samping itu akses yang handal ke bandara
Soekarno-Hatta juga harus disediakan dengan meningkatkan kapasitas jalan tol Sediyatmo,
membangun JORR seksi W-1 dan W-2, serta membangun ruas timur jalan Outer-Outer Ring Road.

4.3.2 Memandu Pengembangan Perkotaan pada Poros Timur-Barat


Guna mendukung kebijakan pengembangan perkotaan Jabodetabek pada poros timur-barat, maka
pengembangan sistem transportasi harus dimanfaatkan sebagai alat untuk memandu struktur
perkotaan menuju arah yang diinginkan. Perhatian khusus harus diberikan pada arah timur-barat
untuk mendorong pengembangan perkotaan di wilayah yang dipilih.

4.3.3 Perkuatan Aksesibilitas antara Pusat-pusat Perkotaan di Jabodetabek


Pengembangan pusat-pusat perkotaan di Bodetabek harus dianggap sebagai langkah jangka
panjang guna mengurangi arus commuter dari Bodetabek ke Jakarta. Aksesibilitas di antara
pusat-pusat perkotaan harus ditingkatkan untuk mencapai pengembangan pusat-pusat perkotaan
yang berkesinambungan di Bodetabek dengan memperkuat saling interaksi antar pusat-pusat
tersebut. Aksesibilitas ke/dari Jakarta juga harus diperkuat untuk mendukung kegiatan sosial dan
ekonomi di pusat-pusat perkotaan di Bodetabek.

- 10 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar 4.1 Rencana Induk SITRAMP Tahun 2020

- 11 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar 4.2 Keterpaduan antara Sistem Transportasi dan Tata Guna Lahan

- 12 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar 4.3 Proyeksi Permintaan Lalu Lintas Harian (pcu) 2020

Gambar 4.4 Perkiraan Volume Penumpang Harian Tahun 2020

- 13 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

4 .4 Sasaran Kinerja Rencana Induk


Target-target spesifik sangat diperlukan untuk dapat mengarahkan pelaksanaan program-program
yang diusulkan dalam rencana induk transpsortasi dan untuk memantau kemajuan pelaksanaan
program.
Untuk memenuhi target tersebut perlu dilaksanakan berbagai langkah kebijakan sebagaimana
diusulkan dalam rencana induk, misalnya peningkatan sistem angkutan umum dan dan penerapan
manajemen permintaan lalu lintas.

Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Waktu Perjalanan
- Rata-rata waktu perjalanan penumpang 58 menit 55 menit 50 menit
angkutan umum
Aksesibilitas
- Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter
0.6 juta 1,0 juta 1,2 juta
dari stasiun kereta api
- Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter
- 1,2 juta 1,2 juta
dari halte bis
Kenyamanan
0.98 kali 1 kali 1 kali
- Rata-rata jumlah perpindahan
Biaya
- (Biaya rata-rata tiap perjalanan dengan
angkutan umum) / (Rata-rata pendapatan 100 139 83
per kapita)
Tahun 2002 = 100

Kebijakan 2: Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Wilayah Jabodetabek
34.5 33 30
- Kecepatan rata-rata (km/jam)
Panjang jalan dengan kecepatan 20 km/jam
1584 1650 1700
atau lebih (km)
- Wilayah perkotaan
201 200 200
- CBD

Kebijakan 3: Mengurangi Polusi Udara dan Kebisingan Lalu Lintas

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Emisi PM10 per kapita (g/hari) 0,27 0,25 0,22
Emisi CO2 per kapita (kg/hari) 0,66 0,73 1,00
Konsumsi Energi per kapita (juta J/hari) 9 10 14
Panjang jalan dengan PM10 di luas batas
1.850 350 700
standar lingkungan (km)
Panjang jalan dengan kebisingan di luar
3.500 4.000 4.500
batas standar lingkungan (km)

Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan

Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Korban luka-luka dalam kecelakaan lalu 913
650 450
lintas (tahun 2000)
Jumlah kematian dalam kecelakaan lalu 585 440 290
lintas (tahun 2000) (pengurangan 25 %) (pengurangan 50 %)
Jumlah kecelakaan KA 60 45 30

- 14 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

5. Strategi Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan Umum

5 .1 Peningkatan Kapasitas Transportasi Kereta Api dan Peningkatan Layanan


Seiring laju urbanisasi, masyarakat menikmati berbagai gaya hidup perkotaan dan memiliki sistem
nilai yang berbeda-beda terhadap barang dan jasa. Dalam konteks transportasi, layanan angkutan
umum harus dapat memuaskan beragam jenis permintaan angkutan perkotaan tersebut.
Peningkatan jalur kereta api yang ada dan pembangunan jalur MRT baru akan meningkatkan
kapasitas angkut penumpang secara signifikan. Tingkat layanan jasa kereta api juga harus
ditingkatkan untuk menarik masyarakat yang saat ini menggunakan moda angkutan pribadi.

5 .2 Peningkatan Sistem Pemeliharaan KRL


Pemeliharaan Kereta Rel Listrik (KRL) yang kurang memadai disebabkan oleh kurangnya suku
cadang, yang sebagian merupakan akibat dari terlalu banyaknya jenis kereta yang digunakan untuk
KA Jabotabek. Diusulkan agar dapat dilakukan standarisasi jenis KRL yang dipakai sehingga jenis
dan jumlah suku cadang yang harus disiapkan serta teknis pengetahuan pemeliharaannya dapat
dikurangi. Selanjutnya perlu disusun standar pemeliharaan sesuai dengan jenis KRL yang dipilih dan
dilengkapi dengan program pelatihan yang diperlukan bagi staff maintenance. Di samping itu dapat
dipertimbangkan juga untuk mendirikan pabrik suku cadang untuk menghindari kelangkaan suku
cadang yang diimpor dari pemasok luar negeri.

5 .3 Peningkatan Manajemen Pengoperasian Kereta Api


PT. KA harus meningkatkan manajemennya untuk mengurangi biaya operasi dan meningkatkan
pendapatan. PT. KA perlu menyusun suatu sistem akuntansi yang dapat memberikan informasi yang
memadai untuk membuat suatu rencana pengembangan usaha, misalnya data mengenai pendapatan
dan biaya operasi untuk masing-masing layanan/jalur KA. Selain itu diusulkan juga untuk
memisahkan organisasi pengelola KA Jabotabek dari operasional KA jarak jauh dan jarak menengah
agar kondisi usahanya dapat dipahami lebih mendalam serta agar dapat dikembangkan strategi
usaha yang tepat untuk pengoperasian KA perkotaan.

5 .4 Reformasi Aspek Finansial Pengoperasian Kereta Api


Stasiun-stasiun KA harus ditingkatkan menuju sistem tertutup untuk mengurangi jumlah penumpang
gelap dan meningkatkan pendapatan operasi. Sistem tertutup tersebut dapat ditempuh dengan jalan
meninggikan peron (platform), pemasangan pagar, atau pembuatan stasiun “melayang” di atas rel
(overtrack). Di samping itu, PT. KA perlu mengkaji cara-cara mendayagunakan manfaat
pengembangan layanan kereta api, misalnya melalui koordinasi dengan pengembang properti

5 .5 Peningkatan Kemudahan Antar Moda


Fasilitas perpindahan moda, misalnya stasiun perpindahan untuk sistem busway, perpindahan antara
kereta api dan bis, serta fasilitas plasa stasiun kereta api dan jalan-jalan akses ke stasiun harus
dibangun dan ditingkatkan. Selain itu, layanan feeder bus perlu disediakan bagi penumpang kereta
api dalam radius 5 kilometer dari stasiun. Fasilitas untuk “park and ride” dan “kiss and ride” juga perlu
dipertimbangkan. Lebih lanjut lagi, integrasi sistem ongkos angkutan harus mulai dirintis untuk
memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam menggunakan angkutan umum.

5 .6 Penyediaan Jaringan Angkutan Umum Secara Luas


Sistem angkutan umum dengan tingkat layanan yang lebih baik perlu dikembangkan dalam bentuk
jaringan (network) agar masyarakat dapat mencapai tempat tujuannya dalam sistem jaringan tersebut.
Dengan perkataan lain, jika tingkat layanan yang tinggi hanya dapat disediakan oleh satu atau sedikit
rute saja, maka hal tersebut belum dapat secara efektif menarik masyarakat untuk menggunakan
angkutan umum. Suatu jaringan angkutan umum harus terdiri dari beberapa jalur utama yang
didukung dengan feeder service dan harus mencakup kawasan layanan seluas mungkin. Jaringan
angkutan umum yang luas tersebut akan dapat memberikan layanan transportasi yang terjangkau

- 15 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

bagi rumahtangga berpenghasilan rendah, sehingga mereka dapat tinggal di wilayah yang kepadatan
penduduknya tidak terlalu tinggi dan memungkinkan diperolehnya hunian yang lebih luas.

5 .7 Pengembangan Lahan Berintensitas Tinggi di Sekitar Kawasan Stasiun


Kereta Api
Untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum, integrasi sistem transportasi dengan tata guna
lahan sangat penting. Untuk itu maka besaran rasio luas lantai di sekitar stasiun kereta api dan sekitar
titik perpindahan transportasi umum utama perlu ditinjau kembali dalam rencana tata ruang
masing-masing pemerintah daerah.

5 .8 Memberikan Prioritas Bagi Angkutan Umum


Penyediaan transportasi yang lebih baik tanpa harus menambah kapasitas jalan dapat dicapai
dengan berbagi (sharing) penggunaan ruang jalan. Ini berarti mengalokasikan ruang jalan lebih
banyak bagi angkutan umum dan menyediakan fasilitas pejalan kaki yang lebih nyaman dan aman.
Untuk dapat mengangkut lebih banyak orang pada ruang yang sama diperlukan kendaraan yang
berkapasitas lebih besar. Agar angkutan umum lebih efektif, bis-bis seharusnya tidak terjebak dalam
arus kemacetan lalu lintas dan harus menawarkan kelebihan berupa penghematan waktu dibanding
pengguna mobil. Oleh karena itu harus diberikan prioritas kepada layanan bis, misalnya berupa jalur
khusus bis yang terpisah dari lalu lintas umum. Pada saat busway diperkenalkan sebagai sistem
transportasi utama, struktur rute bis harus didesain ulang secara hirarkis.

5 .9 Reformasi Sistem Operasi Bis


Sistem perijinan operasi bis saat ini belum secara tegas menentukan tingkat layanan yang harus
diberikan oleh operator angkutan bis. Standar layanan bis yang sesuai harus disiapkan dan sistem
perijinan bis harus diubah secara keseluruhan. Dalam pengoperasian bis-bis jalur utama, diusulkan
agar pengelola bis melengkapi bisnya dengan sistem penjejak lokasi untuk dapat mengontrol operasi
bis secara lebih baik. Sistem ini akan dapat menyediakan informasi yang lebih akurat tentang
operasional bis bagi pengelola bis, instansi terkait, maupun bagi penumpang bis sendiri. Dalam hal
ini pengelola bis dapat memonitor langsung operasional bis dan menerapkan suatu sistem penggajian
bagi para pengemudinya karena kontol terhadap armada bis maupun pengemudinya dapat dilakukan
dengan mudah. Jika pendapatan awak bis dapat terjamin, diharapkan permasalahan dalam
pengoperasian bis dapat banyak dikurangi.

5 .1 0 Reformasi Kebijakan Tarif Angkutan Umum


Saat ini tarif angkutan umum bis dan KA untuk kelas ekonomi diregulasi oleh pemerintah dengan
mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat berpenghasilan rendah. Golongan
masyarakat ini pada kenyataannya tidak mampu membayar ongkos angkutan yang lebih mahal. Jika
tarif angkutan naik, mereka akan terkena dampak yang cukup signifikan dan harus mengorbankan
budget untuk keperluan pengeluaran lain. Di sisi lain, operator angkutan umum mengalami kesulitan
untuk menyediakan layanan yang memadai apabila tarif yang berlaku relatif rendah. Pemerintah
sendiri kadang-kadang tidak dapat memberikan subsidi yang cukup untuk menutup selisih antara
biaya dan pendapatan operasional karena terbatasnya anggaran. Diusulkan untuk menyediakan
subsidi langsung kepada rumahtangga berpenghasilan rendah daripada subsidi kepada operator
angkutan. Pada gilirannya, pemerintah dapat menerapkan tarif yang lebih tinggi yang memungkinkan
perusahaan angkutan untuk memberikan layanan yang lebih baik dengan kondisi keuangan yang
lebih sehat. Metoda untuk menentukan golongan rumahtangga yang layak menerima subsidi harus
dikaji dengan cermat. Langkah lain adalah melalui penggantian biaya transportasi yang dikeluarkan
oleh karyawan. Dari sisi perpajakan, apabila pelaku bisnis diperbolehkan untuk mengurangkan
tunjangan transportasi ini dari laba perusahaan maka beban perusahaan akan dapat berkurang.
Dampak kebijakan ini terhadap pendapatan pemerintah serta manfaat ekonomisnya perlu dianalisis.

- 16 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

6. Strategi untuk Kebijakan 2: Pengurangan Kemacetan Lalu Lintas

6 .1 Mendayagunakan Jaringan Jalan yang Ada


Langkah yang dilakukan termasuk:
• Pembangunan jalan untuk
menyambungkan ruas missing links,
• Pelebaran jalan agar lebar perkerasan
menjadi konsisten,
• Pembangunan flyover dan underpass
akan mengurangi kemacetan lalu lintas
di persimpangan bottleneck.
• Pembersihan pengguna jalan ilegal,
dan
• Melarang bis dan angkot mengambil
penumpang di tengah jalan.
Pembangunan ruas missing link akan
secara signifikan menambah kapasitas
jaringan jalan dan meningkatkan kinerja
sistem jalan. Ruas-ruas JORR yang masih
belum terbangun dapat dianggap sebagai
missing link penting karena fungsinya
sebagai distributor lalu lintas belum
terwujud selama ruas-ruas tersebut belum
tersambungkan. Karena pengembangan Gambar 6.1 Pembangunan Flyover/
fasiltas transportasi lain (misalnya terminal Underpass dan Missing Links
bis antarkota) banyak yang dikaitkan
dengan keberadaan JORR, maka pembangunan ruas JORR yang tersisa tersebut sangat
mendesak.

6 .2 Manajemen Permintaan
Transportasi
Manajemen Permintaan Transportasi
(Transportation Demand Management,
TDM) tampaknya sudah menjadi suatu
keharusan untuk mengurangi kemacetan
lalu lintas di kawasan pusat bisnis (CBD)
karena pembangunan jalan baru, atau
bahkan pelebaran jalan di CBD sudah
sangat sulit dilakukan dan akan sangat
terbatas karena hambatan fisik seperti
ketersediaan lahan untuk jalan. Peningkatan
layanan angkutan umum adalah syarat awal
untuk dapat menerapkan skema
Manajemen Permintaan Transportasi.

6 .3 Peningkatan Kontrol Lalu


Lintas
Peningkatan pengendalian/kontrol lalu lintas
merupakan cara yang efektif untuk
Gambar 6.2 Usulan Lokasi TDM (2020)
menangani masalah lalu lintas dengan
mengoptimalkan penggunaan fasilitas jalan yang ada. Kapasitas jalan di daerah perkotaan
kebanyakan berkurang pada lokasi-lokasi persimpangan. Oleh karena itu, kapasitas jalan

- 17 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

dipersimpangan harus ditingkatkan melalui peningkatan desain geometrik dan peningkatan sistem
kontrol lalu lintas, misalnya sistem koordinasi lampu lalu lintas, atau area traffic control system
(ATCS). Upaya lain dalam kategori ini dapat berupa pembatasan putaran jalan (u-turn), larangan
belok kanan, dan pengenalan sistem informasi transportasi.
Proyek demonstrasi yang dilaksanakan di Citeureup menunjukkan efektivitas peningkatan
manajemen lalu lintas, yang meliputi peningkatan sirkulasi lalu lintas, mengurangi hambatan samping
jalan, dan memfungsikan kembali terminal bis yang ada. Proyek demonstrasi tersebut membuktikan
bahwa peningkatan arus lalu lintas yang signifikan dapat diwujudkan dengan anggaran yang relatif
tidak besar. Pelajaran dari proyek tersebut menunjukkan bahwa kemauan yang kuat dari pemerintah
daerah setempat merupakan kunci sukses pelaksanaan proyek. Di samping itu, penyampaian
rencana kepada stakeholder juga sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan pemahaman dari
masyarakat.

6 .4 Penyediaan Lahan untuk Pembangunan Jalan


Pengembangan kawasan perkotaan telah melebar di kawasan pinggiran kota dan banyak kompleks
perumahan (real estate) telah dibangun. Akibatnya pembangunan jalan menjadi lebih sulit
dilaksanakan dibanding pada masa lalu karena kompleks perumahan yang sudah berkembang
mengganggu kontinuitas jalan-jalan arteri. Untuk menghadapi masalah ini, rencana pengembangan
jaringan jalan harus disusun secara jelas dan daerah milik jalan (damija) harus digambar dalam peta
dengan skala 1:1000.

6 .5 Pemisahan Kendaraan Berat dari Lalu Lintas Umum


Pemisahan kendaraan berat dari jenis kendaraan lain merupakan salah satu cara yang efisien dalam
mendorong pengembangan jaringan jalan karena beban gandar bervariasi sesuai ukuran kendaraan
dan tebal perkerasan tergantung pada volume lalu lintas kendaran berat. Pemisahan kendaraan berat
juga akan mengurangi ancaman terhadap keselamatan penduduk yang tinggal di sepanjang koridor
utama kendaraan berat.

- 18 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

7. Strategi untuk Kebijakan 3: Penurunan Polusi Udara dan Kebisingan

7 .1 Penyusunan Skema Manajemen Lingkungan


Polusi lingkungan dapat dihindari dengan melaksanakan manajemen lingkungan secara terus
menerus, serta dengan menerapkan program kontrol polusi yang dievaluasi dan, bila perlu, direvisi
secara berkala.
Diperlukan skema manajemen lingkungan yang mencakup aspek evaluasi (melalui monitoring
lingkungan) dan aspek perencanaan (yang dilaksanakan melalui simulasi dampak lingkungan atas
dasar data inventory sumber emisi yang senatiasa di-update).
Untuk menyusun dan mengembangkan skema tersebut diperlukan peningkatan kemampuan
(capacity building) personil teknis terkait dan peningkatan kelembagaan.

7 .2 Penerapan dan Peningkatan Standar Emisi Polusi Udara/Kebisingan


Penerapan dan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
peningkatan standar emisi EU EURO 2 EURO 3 EURO 4
adalah hal yang mendasar Singapore EURO 1 EURO 2
dalam upaya mengurangi Malaysia EURO 1 EURO 2 EURO 3(planned)
emisi kendaraan. Thailand EURO 1 EURO 2 EURO 3(planned)
Langkah ini dapat Korea EURO 2 EURO 3
menurunkan emisi dari India EURO 1 EURO 2
kendaraan-kendaraan baru, Philippines EURO 1
yang cenderung bertambah Vietnum EURO 1
terus setiap tahun, dan China EURO 1 EURO 2(planned)
pada gilirannya akan dapat
Indonesia EURO 2 (?)
menurunkan faktor emisi
Note: Implementation shcedule of emission controls for Heavy-duty Diesel Vehicles
rata-rata. Oleh karenanya, Source: K. Minato “ The Global Initiative on Transport Emissions”, 2001 World Bank
penerapan standar perlu
segera dilaksanakan. Gambar 7.1 Kontrol Emisi Kendaraan di Asia Timur & Eropa

Kontrol emisi sangat tergantung pada kualitas bahan bakar. Dalam konteks teknologi kontrol emisi
1
bagi pabrikan kendaraan bermotor dalam negeri, penerapan EURO 2 atau EURO3 dapat dilakukan
tanpa menimbulkan dampak ekonomi yang terlalu besar bagi industri otomotif apabila kualitas bahan
bakar dapat mencapai standar yang ditentukan di seluruh Indonesia.

7 .3 Peningkatan Program Inspeksi dan Pemeliharaan Kendaraan


Penurunan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor merupakan langkah utama
untuk menghadapi masalah polusi udara. Kebisingan lalu lintas dapat dikurangi apabila pemeliharaan
kendaraan dilakukan dengan tepat. Saat ini inspeksi kendaraan pada pos-pos inspeksi kendaraan
berjalan kurang efektif karena sebagian kendaraan telah “mengatur” kadar gas buang dan
kebisingannya sebelum inspeksi hanya agar dapat lulus uji. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk
melakukan inspeksi langsung di jalan raya guna mengecek besarnya gas buang dan kebisingan yang
sebenarnya ditimbulkan oleh kendaraan.

7 .4 Program Bahan Bakar Diesel Rendah Belerang


Untuk dapat menurunkan emisi PM10 yang merupakan faktor polusi udara paling utama dan untuk
memastikan kompatibilitas dengan sistem kontrol emisi diesel terkini (misalnya dengan trap oxidizers
dan oxidation catalysts), maka kadar belerang dalam bahan bakar diesel harus ditekan serendah
mungkin. Standar emisi kendaraan EURO 3 yang mulai diterapkan di negara-negara Uni-Eropa tahun
2001 mensyaratkan bahwa kadar belerang dalam bahan bakar diesel harus lebih kecil dari 0,05%
(500ppm). Di Indonesia penerapan EURO 2 direncanakan untuk dimulai pada tahun 2005. Apabila

1
EURO 2 dan 3 adalah standar emisi berdasarkan “European Directive of Automotive Emission Standard”,
91/542/EEC(A) and 91/542/EEC(B) respectively

- 19 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

EURO 3 diterapkan tiga tahun setelah itu, maka konsentrasi kadar belerang yang saat ini relatif tinggi
harus diturunkan sesuai standar EURO 3 pada tahun 2008 untuk seluruh wilayah Indonesia. Program
diesel rendah belerang ini diperkirakan akan mengikuti pola program pengurangan bensin bertimbal,
yaitu melalui pelaksanaan secara bertahap hingga mencakup seluruh wilayah Indonesia dan
memerlukan waktu relatif panjang.
Oleh karenanya, pabrikan mesin-mesin diesel dan sektor industri perminyakan di Indonesia perlu
segera bersepakat untuk membatasi kadar belerang dalam diesel sampai tingkat yang diperbolehkan,
dan selanjutnya industri perminyakan perlu mulai melakukan persiapan untuk pengembangan fasilitas
penyulingan yang diperlukan.

7 .5 Promosi Bahan Bakar Biodiesel


Berbagai jenis minyak sayuran diperkirakan dapat menjadi pengganti bahan bakar diesel, antara lain
yang terbuat dari lobak, bunga matahari, wijen, kapas, kacang, kedelai, kelapa dan kelapa sawit.
Minyak sayuran tersebut memiliki kualitas pembakaran yang cukup baik dan menghasilkan emisi
polusi udara yang lebih rendah. Terlebih lagi dengan meningkatnya perhatian terhadap efek rumah
kaca (greenhouse effect), minyak sayuran menjadi lebih menarik lagi karena emisi CO2 dapat lebih
dikurangi jika dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar diesel yang berasal dari fosil.
Indonesia adalah negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, dan memiliki sangat
banyak bahan baku biodiesel. Bagaimanapun juga, minyak kelapa sawit dewasa ini digunakan untuk
produk-produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi, misalnya untuk minyak goreng dan kosmetika,
sehingga hampir tidak mungkin untuk dapat mempromosikan biodiesel secara nasional apabila harga
bahan bakunya tidak dikurangi atau disubsidi sehingga harga jual biodiesel dapat bersaing dengan
bahan bakar diesel yang berasal dari fosil. Dengan demikian, biodiesel hendaknya disediakan di
wilayah terbatas dan untuk jenis kendaraan tertentu saja, misalnya untuk bis diesel di daerah-daerah
yang polusi udaranya tinggi

7 .6 Promosi Bahan Gas Alam untuk Kendaraan


Promosi penggunaan kendaraan berbahan bakar gas alam dapat mengurangi polusi udara seperti
PM10 dengan signifikan. Kendaraan berbahan bakar gas alam memerlukan konfigurasi mesin yang
khusus. Untuk kendaraan bensin, sistem pembakaran bahan bakarnya hampir serupa sehingga
kendaraan tersebut dapat dikonversi agar dapat menggunakan bahan bakar gas alam. Sedangkan
kendaraan bermesin diesel dapat dikonversi menjadi berbahan bakar ganda (menggunakan diesel
dan gas alam) dengan memasang peralatan tambahan tertentu.
Promosi penggunaan kendaraan berbahan bakar gas alam memerlukan stasiun pengisian bahan
bakar tersendiri yang tersebar di berbagai wilayah, serta memerlukan personil terlatih dan
bengkel-bengkel khusus. Dengan demikian, promosinya pertama-tama dapat diterapkan pada
kendaraan-kendaraan taxi yang setiap harinya menempuh jarak cukup jauh di wilayah pusat Jakarta,
dengan diikuti penyediaan infrastruktur yang diperlukan secara intensif. Setelah taxi, promosi dapat
dilanjutkan untuk mencakup bis-bis angkutan umum.

7 .7 Perilaku Mengemudi yang Ramah Lingkungan


Salah satu penyebab utama polusi udara dan kebisingan di jalan raya adalah adanya pengemudi
yang tidak menyadari bahwa perilaku mengemudinya yang buruk dapat mengganggu lingkungan.
Pendekatan pendidikan dengan menggunakan mass media dan program pelatihan wajib akan sangat
efektif untuk mengingatkan pengemudi akan dampak dari perilaku mengemudi terhadap lingkungan.
Saat ini, kursus mengemudi merupakan persyaratan untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM).
Namun perilaku mengemudi cenderung memburuk setelah SIM diperoleh, sehingga peringatan sejak
awal akan efektif mengatasi perilaku mengemudi yang buruk. Pelatihan-pelatihan diharapkan dapat
membuat pengemudi lebih sadar lingkungan.

- 20 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

8. Strategi untuk Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan Keamanan

8 .1 Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas


Sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kesalahan manusia; fakta menunjukkan
bahwa 73 persen kecelakaan lalu lintas pada di jalan raya disebabkan oleh kelalaian dan pelanggaran
peraturan lalu lintas. Oleh karena itu, program-program pendidikan keselamatan lalu lintas untuk para
pengemudi dan murid-murid sekolah merupakan langkah efektif untuk meningkatkan keselamatan
lalu lintas. Pembuatan video pendidikan merupakan program pendidikan yang efektif.

8 .2 Uji Kendaraan Pribadi


16 persen kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kerusakan mesin kendaraan karena kurangnya
perawatan. Oleh karena itu, uji kendaraan harus diperluas agar mencakup kendaraan pribadi guna
mengurangi kecelakaan lalu lintas karena masalah mekanis serta untuk memeriksa emisi polusinya.

8 .3 Pemeliharaan Jalan Sebagaimana Mestinya


Pemeliharaan jalan sebagaimana mestinya tidak hanya akan melancarkan laju kendaraan di jalan
saja, tapi juga mengurangi kecelakaan lalu lintas. Saat ini sekitar sembilan persen kecelakaan lalu
lintas terjadi karena jalan-jalan berlubang dan rusak.

8 .4 Rehabilitasi dan Pemasangan Sistem Lampu Lalu Lintas


Jumlah lampu lalu lintas yang rusak cukup banyak dan perlu perbaikan agar berfungsi sebagaimana
mestinya. Selain itu, diperlukan pemasangan lampu lalu lintas tambahan, khususnya di wilayah
Bodetabek, di mana jumlah lampu lalu lintas yang sudah terpasang sangat terbatas. Lampu lalu lintas
untuk pejalan kaki juga harus ditambah agar dapat menyeberang jalan dengan aman.

8 .5 Rehabilitasi Sistem Persinyalan Kereta Api


Saat ini banyak sinyal kereta api yang telah rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Karena
sistem persinyalan kurang berfungsi dengan baik, maka masinis terpaksa menjalankan kereta secara
manual sehingga beberapa kali mengakibatkan tabrakan kereta api. Rehabilitasi sinyal kereta api
merupakan tugas yang mendesak untuk meningkatkan keselamatan kereta api.

8 .6 Penyediaan Perlintasan Kereta Api Tak Sebidang antara Jalan Raya dan
Jalan Rel
Apabila layanan KA ditingkatkan dan frekuensi perjalanan bertambah, diperkirakan akan terjadi
pemisahan komunitas di sepanjang rel kereta api karena terpisahkan oleh jalan rel tersebut. Di
samping itu kecelakan yang terkait dengan perjalanan KA juga mungkin meningkat. Untuk itu perlu
dibangun flyover dan underpass, sesuai dengan pengembangan sistem jaringan KA-nya. Dalam
jangka panjang, jalur KA di wilayah perkotaan perlu dibangun secara elevated.

8 .7 Analisis Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas


Sistem pelaporan catatan kecelakaan lalu lintas harus dikembangkan serta database kecelakaan
perlu dibuat untuk dapat menganalisa kecelakaan lalu lintas.

8 .8 Peningkatan Keamanan
Perlu tindakan segera untuk melindungi penumpang dari perampokan dan pencopetan dengan
menugaskan personil keamanan di stasiun kereta api, terminal bis dan halte-halte bis.

- 21 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

9. Jadwal Pelaksanaan Komponen Rencana Induk

9 .1 Proyek dan Program untuk Kebijakan 1: Promosi Penggunaan Angkutan


Umum
Proyek-proyek dan program-program untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum tidak
semata-mata hanya terdiri dari pengembangan sistem kereta api dan peningkatan angkutan bis saja,
namun juga pengembangan jaringan jalan untuk angkutan umum dan langkah-langkah dukungan
dalam kontrol lalu lintas dan perencanaan perkotaan.

Waktu
Kode Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Panjang Biaya Catatan
Proyek Tahun Berikut 2020 2020 (km) Proyek
(Milyar
Rp.)
Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.1 (EW01)
PB04 Sistem Busway (4)
Ya 25.5 98.5
Kalideres – Pulogadung
R10 Road widening for the Trunk Bus
Mulai Ya 2.3 75
Printis - Bekasi Raya
R11 Pelebaran Jalan untuk Busway
Ya 21.2 500
Bekasi Raya - Cikarang
R15 Pelebaran Jalan untuk Busway
Ya 5.6 192
Daan Mogot (1)
R16 Pelebaran Jalan untuk Busway
Mulai Ya 9.3 543
Daan Mogot (2)
PR19a Pembangunan Plasa Stasiun di St. 1 Stasiun
Ya - 2
Tangerang pada Jalur Tangerang
R20a Jalan Akses ke Stasiun Pesing, 8 Stasiun
Kembangan, Bojong Indah, Rawa
Buaya, Kalideres, Poris, Batu Ceper Mulai Berlanjut Ya - 274
dan Stasiun Tangerang di Jalur
Tangerang
R28 Pelebaran Jalan untuk Busway Biaya bulan Okt.
sebelah barat Pulogadung Ya 0.9 149 2004 karena Pre
F/S
PB05 Sistem Busway (5) Perpanjangan Rute Tergantung
Kalideres - Pulogadung ke Cimone Busway (4)
Mulai Ya 46.5 93
(Kota Tangerang) dan Bekasi/Cikarang Kalideres-Pulo
(Kota dan Kab Bekasi) Gadung
Konversi setelah 2020

PR06 MRT Balaraja – Cikarang Ya 78.2 14,009


PR03 Short Cut Jalur Tangerang Termasuk
Pembangunan
Ya 1.3 330
Stasiun Roxy
(Baru)
PR07 Koneksi Tangerang - Cenkareng Ya 5.0 -

Catatan: Perkiraan biaya dibuat berdasarkan harga pada bulan Januari 2003. Namun, biaya proyek pra-FS telah
direvisi berdasarkan harga pada bulan Oktober 2003.

- 22 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.2 (EW02)


Waktu
Kode Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Panjang Biaya Catatan
Proyek Tahun Berikut 2020 2020 (km) Proyek
(Milyar
Rp.)
PR01 Double Double Tracking dan
Mulai Ya 35.0 7,986
Elektrifikasi Jalur Bekasi
PR08 Double Tracking Jalur Serpong antara Termasuk 5
Mulai Ya 23.4 1,720
Serpong – Tanah Abang Stasiun Baru
PR02 Short Cut Jalur Serpong antara Palmera Termasuk 1
Ya 5.2 1,528
- Karet Stasiun Baru
PR19b Pembangunan Plasa Stasiun di 8
stasiun (Jatinegara, Klender, Klender
Ya - 128 8 Stasiun
Baru, Cakung, Kranji, Bekasi, Tambun
dan Cikarang) pada Jalur Bekasi
PR18a Pembangunan 2 Stasiun Baru (St.
Matraman dan St. Bekasi Timur) pada Mulai Ya - 2 Stasiun
130
Jalur Bekasi
R20b Jalan Akses ke Stasiun-stasiun KA
Tanah Abang, Palmerah, Limo,
Kebayoran, Bintaro, Pondok Ranji,
Mulai Berlanjut Ya - 663 13 stasiun
Jurang Manggu, Sudimara, Ciater,
Rawa Buntu, Serpong, Cisauk dan
Cicayur pada Jalur Serpong
R20c Jalan Akses ke Stasiun-stasiun KA
Klender, Buaran, Klender Baru,
Cakung ,Kranji, Bekasi, Tambun, Mulai Berlanjut Ya - 442 9 stasiun
Cibitung dan Cikarang pada Jalur
Bekasi
PR22a Tambahan Fasilitas Persinyalan dan
Untuk operasi
Peningkatan/Penambahan sub-stasiun Ya - 444
Headway 4-Menit
pada Jalur Bekasi
PR22b Penambahan Fasilitas Persinyalan dan
Untuk operasi
Peningkatan/Penambahan sub-stasiun Ya - 303
Headway 4-Menit
pada Jalur Serpong

Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.3 (EW03)


R14 Pelebaran jalan untuk Busway
Mulai Ya 11.3 366
Ciledug Raya
PB06W Sistem Busway (6) Ya 51.0 113
Ciledug – Blok M - Setu
R25 Pelebaran jalan untuk Busway Ya
Mulai 4.6 105
Siliwangi

Konversi setelah 2020

PR11 MRT Ciledug – Bekasi Ya 45.7 11,766

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.1 (NS01)


R24 Pelebaran jalan untuk Busway
Ya 4.5 711.1
Fatmawati
PB01 Sistem Busway (1) Kota - Lebak Bulus Nantinya akan
(Perpanjanganf Kota - Blok M) Ya 21.0 61 digantikan oleh
MRT
Konversi Bertahap

PR12 Jakarta MRT Kota – Ciputat Mulai Berlanjut Ya 24.7 10,670

- 23 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.2 (NS02)


Waktu
Kode Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Panjang Biaya Catatan
Proyek Tahun Berikut 2020 2020 (km) Proyek
(Milyar
Rp.)
PB02 Sistem Busway (2) Kota - Ragunan Ya 17.5 151.8

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.3 (Jalur Bogor & Jalur Tengah) (NS03)
PR10 Pembangunan Stasiun Jakarta Kota
Ya 2 1,682
Baru
PR16a Peningkatan Fasilitas Stasiun di
Stasiun-stasiun Bogor, Cilebut, Bojong
Ya - 87 7 stasiun
Gede, Citayam, Depok, Pasar Minggu
dan Cawang pada Jalur Bogor
PR22c Penambahan Fasilitas Persinyalan dan
Untuk operasi
Peningkatan/Tambahan Sub-stasiun Ya - 705
headway 4-Menit
pada Jalur Bogor
PR17 Pembelian Gerbong Kereta Listrik untuk
Mulai Ya - 2,804 309 gerbong
Jalur Bogor
PR18b Pembangunan satu Stasiun Baru antara
Mulai Ya - 62 1 stasiun
Bogor dan Cilebut pada Jalur Bogor
PR19c Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur
Bogor dan Jalur Tengah di
stasiun-stasiun : Bogor, Cilebut, Bojong
Gede, Citayam, Depok, Depok Baru, Ya - 860 13 stasiun
Pondok Cina, Lenteng Agung, Pasar
Minggu, Duren Kalibata, Tebet,
Manggarai, Cikini dan Jakarta Kota
R20d Pembangunan Jalan Akses ke
Stasiun-stasiun Kereta Api Bogor,
Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok,
Depok Baru, Pondok Cina, Universitas
Indonesia, Universitas Pancasila,
Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Mulai Berlanjut Ya - 1,488 20 stasiun
Minggu, Pasar Minggu Baru, Duren
Kalibata, Cawang, Manggarai, Juanda,
Sawah Besar, Mangga Besar, dan
Jakarta Kota pada Jalur Bogor dan
Tengah

Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.4 (NS04)


R12 Pelebaran jalan untuk Busway Bogor Biaya bulan Okt.
Raya (1) Ya 6.5 400.7 2004 karena Pre
F/S
PB03 Sistem Busway (3)
Ya 24 89
Kota - Kampung Rambutan

- 24 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Layanan Angkutan Umum Melingkar di CBD


Waktu
Kode Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Panjang Biaya Catatan
Proyek Tahun Berikut 2020 2020 (km) Proyek
(Milyar
Rp.)
PR04 Double Double Tracking Jalur Barat
Ya 4.3 1068
(Karet – Manggarai)
PR05 Short Cut Manggarai - Pondok Jati Ya 2.0 404
PR09 Rel Layang Jalur Timur Ya 5.4 943
PR16b Peningkatan Fasilitas Stasiun Rajawali,
Gang Setiong, Kramat, dan Pondok Ya - 6 3 stasiun
Jati, pada Jalur Timur
PR22d Penambahan Fasilitas Persinyalan dan
Untuk operasi
Peningkatan/Penambahan sub-stasiun Ya - 413
headway 4-Menit
di Jalur Timur dan Jalur Barat
PR19d Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur
Timur/Barat di Stasiun-stasiun Ya 52 2 stasiun
Sudirman dan Pasar Senen
PR19e Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur
Ya 24 1 stasiun
Serpong di Stasiun Tanah Abang
R20e Jalan Akses ke Kampung Bandan,
Angke, Karet, Rasuna Said, Mampang,
Duri, Rajawali, Pasar Senen, Kramat,
Mulai Berlanjut Ya - 468 12 stasiun
Pondok Jati, Jatinegara, dan Stasiun
Baru Jakarta Kota pada Jalur Timur dan
Jalur Barat.

Peningkatan angkutan Umum di Sub Centers Bodetabek


R17 Pelebaran Jalan untuk Busway
Ya 9.3 318
Serpong Raya
PB07 Sistem Busway (7) Jl Raya Serpong
Ya 18.5 26
(Kota dan Kab Tangerang)
R13 Pelebaran Jalan untuk Busway
Ya 17.6 736
Bogor Raya (2)
PB08 Sistem Busway (8) Jl Raya Bogor (Kota
Ya 14.5 20
dan Kab Bogor)

Peningkatan Angkutan Umum di Bodetabek


PR13 Kereta Api Lingkar Luar Ya - -

Langkah lain untuk mempromosikan penggunaan angkutan umum


I03 Privatisasi PT. KA dan pembentukan - -
Ya
Jabodetabek Metro Railway Corporation
I04 Rasionalisasi Perum PPD Ya - -

- 25 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Program Peningkatan Angkutan Umum Lainnya


Waktu
Kode Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Panjang Biaya Catatan
Proyek Tahun Berikut 2020 2020 (km) Proyek
(Milyar
Rp.)
PR14 Pembangunan Pabrik Suku Cadang
Mulai Ya - 303
Kereta Api untuk Kereta Api Jabotabek
PR15 Program Pelatihan untuk Sistem
Elektrikal, Persinyalan dan Ya - 240
Telekomunikasi Kereta Api
PB09 Reformasi Skema Perizinan Bis Mulai - -
PB10 Peningkatan Layanan Feeder Bis ke
Ya - -
Stasiun-stasiun Kereta Api
PB11 Penataan Rute Bis (Pemisahan rute
Busway dan rute feeder bis) Ya - -
PB12 Pengembangan Fasilitas Antar Moda
Ya - -
dengan fasilitas bebas penghalang
PB13 Pembangunan Terminal Bis Mulai Berlanjut Ya 27 tempat 86
R18 Pelebaran Jalan yang Ada untuk
Mulai Ya 56.5 1,663
mengakomodasi Lajur Bis
R19(1) Pembangunan Jalan Arteri untuk
Pembangunan Regional dan
Mulai Berlanjut Ya 228.3 5,454
Peningkatan Cakupan Layanan Bis
(Pelebaran)
R19(2) Pembangunan Jalan Arteri untuk
Pembangunan Regional dan
Mulai Berlanjut Ya 76.2 2,597
Peningktan Cakupan Layanan Bis
(Jalan Baru)
R19(3) Standardisasi 2-lajur untuk
Mulai Berlanjut Ya 34.3 786
Pembangunan Regional
C04 Langkah-langkah Prioritas Bis di
Mulai Ya - -
Jakarta
C06 Manajemen Angkutan Umum di
Ya - -
Bodetabek
UP01 Penyediaan Rasio Luas Lantai yang
lebih tinggi untuk Kawasan Sekitar
Mulai Ya - -
Stasiun Kereta Api dan Fasilitas
Perpindahan Angkutan Utama

- 26 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

9 .2 Proyek dan Program untuk Kebijakan 2: Pengurangan Kemacetan Lalu


Lintas
Pengurangan kemacetan lalu lintas dapat dicapai dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan dan
kontrol serta manajemen lalu lintas untuk sisi suplai. Termasuk juga langkah-langkah untuk mengatur
permintaan transportasi seperti pembatasan lalu lintas dan perubahan struktur perkotaan.
Pengembangan Jaringan Jalan
Waktu Biaya
Kode Panjang Proyek
Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Catatan
Proyek (km) (Milyar
Tahun Berikut 2020 2020 Rp.)
R01 Jalan Lingkar Luar Jakarta (JORR) Ya 36.5 7,035
R02a Jatiasih – JORR2 Ya 3.7 223
R02b JORR2 – Jalan Tol Cikampek Ya 7.3 273
R03 Akses Tg. Priok dari JORR Ya 12.1 3,784
8 km termasuk
R04 Jalan Tol Tanjung Priok – Cikarang Ya 28.0 2,511
dalam R05
Biaya Okt. 2003
R05 JORR2 (Outer Outer Ring Road) Mulai Berlanjut Ya 108.2 7,057
karena Pre F/S
Perpanjangan Jalan Tol Serpong ke
R06 Ya 7.5 2,015
Jalan Tol Dalam Kota
Perpanjangan Jalan Tol Serpong ke
R07 Ya 32.5 848
Tigaraksa
Jalan Tol Depok – Antasari
R08a Ya 2.8 1,433
(JORR – JORR2)
Jalan Tol Depok – Antasari
R08b Ya 3.1 956
(JORR2 – Citayam)
R09 Jalan Tol Kalimalang Ya 13.9 2,066
R21 Pembangunan Bypass Kota Mulai Berlanjut Berlanjut Ya 10.0 293
Flyover/Underpass di persimpangan
R22 Mulai Berlanjut Ya 60 tempat 3,565
bottleneck
-
R23 Pemeliharaan Jalan Mulai Berlanjut Berlanjut Ya 13,220
R26 Jalan Tol Baralaja – Teluknaga Ya 35.0 1,808
R27 Peningkatan Akses Cengkareng Mulai Ya 4.0 402
F02 Pengenalan Road Fund Ya

Peningkatan Sistem Kontrol Lalu Lintas dan Manajemen Permintaan


Penyediaan
tingkat layanan
angkutan
Manajemen Permintaan Lalu Lintas Berlanj
C01 Mulai Ya - 700 umum yang
(Road Pricing) di DKI Jakarta ut
lebih baik
seperti Busway
atau MRT
Membersihkan
Peningkatan intensif pada ruas-ruas
C02 Ya - 34 penghalang dan
bottleneck di Jakarta
pemakai ilegal
Penggabungan dan Upgrade Sistem
C03 Ya - 210
Area Traffic Control (ATC) di Jakarta
Sistem Informasi Lalu Lintas Jalan
C05 Ya - 58
Darat
Manajemen Lalu Lintas pada Pasar di
C07 Ya - 12
Bodetabek
Peningkatan Rekayasa Lalu Lintas
C08 Ya - 22
(Geometrik) di Bodetabek
C09 Sistem Informasi Lalu Lintas Jalan Tol Ya - 872
C10 Electronic Toll Collection (ETC) Ya - 610

- 27 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Langkah-langkah dalam Perencanaan Perkotaan


Insentif untuk Pengembangan
UP02 Mulai - -
Sub-center
UP03 Memperkuat Kontrol Pembangunan Mulai - -
Kebijakan Pricing untuk Pembatasan Lalu Lintas
Peningkatan Pajak BBM secara
F04 Mulai - -
Bertahap

9 .3 Proyek dan Program untuk Kebijakan 3: Pengurangan Polusi Udara dan


Kebisingan Lalu Lintas
Pengurangan polusi udara dan kebisingan lalu lintas akan dicapai melalui promosi penggunaan
angkutan umum dan pengurangan kemacetan lalu lintas. Proyek dan program perbaikan lingkungan
mencakup peningkatan uji kendaraan dan pengenalan bahan bakar ramah lingkungan.

Perbaikan Lingkungan
Waktu Biaya
Kode Proyek
Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Catatan
Proyek (Milyar
Tahun Berikut 2020 2020 Rp.)
Peningkatan Program Pengujian dan
E01 Ya 14
Pemeliharaan Kendaraan
E02 Promosi Diesel Rendah Belerang Ya 1,900
E03 Promosi Dwi-bahan bakar Ya 150
Harus dikoordinasikan
Program Pendidikan Pengemudi dengan program
E04 Ya 10
tentang Perilaku Berkendaraan keselamatan lalu lintas
untuk pengemudi
Promosi Kendaraan Berbahan bakar
E05 Ya -
Gas Alam

9 .4 Proyek dan Program untuk Kebijakan 4: Peningkatan Keselamatan dan


Keamanan
Proyek dan program untuk peningkatan keselamatan dan keamanan transportasi termasuk program
pendidikan keselamatan lalu lintas, rehabilitasi sistem sinyal untuk jalan dan kereta api, serta
pemeliharaan jaringan jalan yang semestinya.
Peningkatan Keamanan dan Keselamatan Transportasi
Waktu Biaya
Kode Proyek
Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Catatan
Proyek (Milyar
Tahun Berikut 2020 2020 Rp.)
Program Pendidikan Keselamatan
S01 Ya -
Lalu Lintas di Sekolah
Program Pendidikan Keselamatan
S02 Ya -
Lalu Lintas untuk Pengemudi
PR20 Sistem Radio Keraeta Api Ya 491
Rehabilitasi Fasilitas Persinyalan/ Ya
PR21 Mulai 178
Telekomunikasi
ATS/Sistem Berhenti Kereta Api
PR23 Ya 249
Otomatis
Memperbaiki dan Pemasangan
C11 Mulai 245
Rambu Lalu Lintas
Penugasan personil pengamanan di
S03 stasiun kereta api, terminal bis, dan Ya
halte bis
Pembuatan Sistem Database
SO4 Ya -
Kecelakaan Lalu-lintas

- 28 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

10. Bagaimana Mewujudkannya

1 0 .1 Membayar untuk Transportasi yang Lebih Baik


(1) Prinsip Pembebanan Biaya

Rencana pembiayaan disusun untuk mendukung program restrukturisasi dan perbaikan berbagai
sarana dan prasarana. Untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan biaya pembangunan dan
tingkat pendapatan saat ini perlu dicari sumber-sumber keuangan tambahan, antara lain:

1) Meningkatkan Pendapatan Sektor Transportasi

Kenaikan tarif pajak BBM dan road pricing secara berangsur merupakan salah satu dari beberapa
kemungkinan. Pendapatan ini harus dialokasikan khusus untuk pengembangan sistem transportasi.

2) Mengurangi Subsidi Angkutan Umum

Ongkos angkutan umum kelas ekonomi saat ini ditetapkan relatif rendah dengan mempertimbangkan
kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Penyediaan sarana transportasi yang
terjangkau oleh masyarakat kurang mampu dapat dicapai melalui pemberian subsidi secara langsung
kepada kelompok target tersebut. Hal ini akan dapat mengurangi pengeluaran pemerintah karena
pemerintah tidak perlu lagi menyediakan subsidi kepada masyarakat yang mampu membayar ongkos
angkutan yang lebih tinggi. Dalam jangka panjang, diharapkan jumlah subsidi akan semakin
berkurang secara alamiah seiring meningkatnya pendapatan masyarakat.

3) Mengikutsertakan Sektor Swasta dalam Pengembangan Sistem Transportasi

Peraturan tentang investasi swasta dalam sektor transportasi harus ditinjau dan diperbaiki untuk
memberikan kondisi investasi yang baik bagi sektor swasta dalam bisnis transportasi. Termasuk di
sini adalah mekanisme penentuan tarif tol dan mekanisme pemberian hak/konsesi pengembangan.
Pembagian peran dan tanggungjawab antara pemerintah dan swasta harus ditentukan dengan jelas.

4) Pengembangan Sistem Transportasi yang Terpadu dengan Pengembangan Perkotaan

Pengembangan sistem transportasi akan memberi manfaat langsung dan tak langsung kepada
masyarakat. Manfaat tak langsung seperti peningkatan harga tanah sepanjang koridor transportasi,
bagaimanapun juga tidak bisa diserap oleh proyek pengembangan sistem transportasi. Konsep
berikut mengusahakan untuk meraih manfaat dari pengembangan sistem transportasi. Pemberian
hak pengembangan lahan di sekitar stasiun-stasiun kereta api atau simpang susun jalan tol kepada
investor swasta akan membuat kemungkinan internalisasi manfaat pengembangan sistem
transportasi. Namun demikian, hal ini harus direncanakan dengan baik agar konsisten dengan
rencana tata guna lahan.

(2) Biaya Rencana Induk

Tabel 10.1 merangkum dana yang dibutuhkan untuk Rencana Induk, yang meliputi biaya investasi
serta biaya operasi dan pemeliharaan (O&M) selama periode tahun 2004 hingga 2020. Total
kebutuhan adalah sebesar Rp 91,270 triliun (harga pasar bulan Januari 2003 tidak termasuk inflasi),
dengan komposisi Rp 76,150 triliun untuk biaya investasi dan Rp 15,120 triliun untuk biaya O&M. Nilai
tersebut adalah sekitar 0.8% dari PDRB wilayah Jabodetabek selama periode 2004-2020. Biaya
untuk pengembangan kereta api dan jaringan jalan mencapai sekitar 94% dari total biaya. Sisanya
sebesar Rp 5,570 triliun diperlukan untuk pembangunan fasilitas busway, sistem area traffic control
(ATC) dan sistem pengelolaan permintaan lalu lintas (TDM).
Dari sudut pandang waktu distribusi biaya (Gambar 10.1), sebesar 27%, dari total biaya perlu
dialokasikan dalam jangka waktu pendek sampai tahun 2007, kemudian 25% dalam jangka
menengah (2008-2010) dan 48% dalam jangka panjang (2011-2020).

- 29 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 10.1 Biaya Rencana Induk (2004-2020)


Unit: Rp. triliun
Biaya Investasi Biaya Operasi & Total Andil
Pemeliharaan
Pembangunan Jaringan Kereta Api 29,390 6,140 35,530 39%
Pembangunan Jaringan Jalan 39,510 6,360 45,870 55%
Busway (Pelebaran) 4,090 210 4,300
Fasilitas Lalu Lintas Lainnya/TDM 1) 3,160 2,410 5,570 6%
Total of MP Cost 79,150 15,120 91,270 100%
Catatan: 1) Termasuk biaya untuk fasilitas busway, manajemen lalu lintas dan TDM
2) Biaya diperkirakan pada harga pasar bulan Januari 2003 dan tidak termasuk eskalasi harga.

Unit: Rp. Bill ion as of Jan. 2003 p ri ces excluding in flati on

10,000
9,000
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Railway netw ork Road network Busway (6 lanes widening) Busway facility, Traffic management system & TDM

Sumber: Estimasi SITRAMP


Gambar 10.1 Alokasi Tahunan Biaya Rencana Induk (2004-2020)

(3) Pelaksanaan Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta

Mempertimbangkan keterlibatan swasta, dari total biaya rencana induk yang sebesar Rp 91,270 triliun,
26 persen dari jumlah tersebut atau Rp. 24,090 triliun dapat dikurangi dari beban biaya yang
ditanggung sektor publik karena adanya peranserta sektor swasta (Tabel 10.2). Oleh karena itu,
kebutuhan pendanaan sektor publik untuk periode 2004-2020 diperkirakan sebesar Rp. 67,180 triliun
(berdasarkan harga pasar pada Januari 2003, tidak termasuk inflasi).
Tabel 10.2 Biaya Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta (2004-2020)
Unit: Rp. milyar
MP Cost Private Initiative Net Public Cost
Development Burden
Pengembangan Jaringan Kereta Api 35,530 16,250 1) 19,280
Pengembangan Jaringan Jalan 45,870 6,920 2) 38,950
Busway (Pelebaran) 4,300 0 4,300
Fasilitas Busway 920 920 3) 0
Sistem Manajemen Lalu Lintas 2,980 0 2,980
TDM 1,670 0 1,670
Total 91,270 24.090 67,180
% 100% 26% 74%
Sumber: Estimasi SITRAMP
Catatan: 1) Layanan operasi kereta api Jabotabek oleh PT. KA dan JKT MRT oleh perusahaan baru
2) Pembangunan inisiatif swasta akan diperkenalkan pada JORR-2 (section 1~14), Tol Jatiasih
(R20a) dan Tol Depok – Antasari (R08a)
3) Pendapatan konsesi operasi busway akan menutup biaya pembangunan fasilitas busway (halte
bis, dan sistem lokasi bis).

- 30 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

(4) Biaya Publik untuk Sektor Transportasi


Di samping biaya untuk pelaksanaan rencana induk yang berjumlah Rp. 67,180 triliun seperti
disebutkan di atas, pemerintah pusat dan daerah masih harus berbagi biaya pemeliharaan jalan-jalan
yang sudah ada yang jumlahnya diperkirakan sebesar Rp. 13,22 triliun untuk perioda antara 2004
hingga 2020. Maka total beban biaya publik untuk sektor transportasi di wilayah Jabodetabek
sepanjang perioda rencana induk adalah sebesar Rp. 80,400 triliun, atau sekitar 0,72 % dari PDRB.
Tabel 10.3 Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 2004 – 2020
Unit: Rp. milyar
Biaya (2004 – 2020)
Biaya Rencana Induk (Beban Publik) 67.180
Biaya Pemeliharaan Jalan yang Ada
Pemerintah Pusat 2.600
Pemprop Jawa Barat 520
Pemprop Banten 150
DKI Jakarta 6.060
Kota Bekasi 570
Kota Bogor 380
Kota Depok 210
Kabupaten Bekasi 860
Kabupaten Bogor 860
Kota Tangerang 360
Kabupaten Tangerang 650
Total biaya perawatan jalan yang ada 13.220
Total Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 80.400
Sumber: Estimasi SITRAMP
Catatan: Biaya operasi dan pemeliharaan KA Jabotabek tidak termasuk, karena merupakan biaya
PT. KA.

(5) Kemampuan Anggaran Pemerintah untuk Mendanai


Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, perkiraan kemampuan pendanaan pemerintah di masa
yang akan datang selama perioda pelaksanaan rencana induk 2004-2020 adalah seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 10.4. Jumlah kemampuan total diperkirakan mencapai Rp. 49 triliun atau
sekitar 0,44% dari PDRB wilayah Jabodetabek selama periode dimaksud. Jumlah tersebut tidak
memenuhi kebutuhan beban biaya publik yang sebesar Rp. 80,400 triliun. Defisit kumulatif akan
mencapai Rp 31,400 triliun hingga 2020, di luar eskalasi harga. Oleh karena itu, perlu dicari sumber
pendanaan tambahan.

Tabel 10.4 Kemampuan Pendanaan Pemerintah dan Defisit Pembiayaan Sektor


Transportasi, 2004 – 2020
(Rp. milyar) Asumsi
Kemampuan Pendanaan Pemerintah
1) Pemerintah Pusat 21.400 0.08% PDRB tahun 2002
0.20 % PDRB tahun 2007-2020
2) Pemerintah Daerah 27.600 0.25% PDRB tahun 2004-2020
Total 49.000 0.44% PDRB tahun 2004-2020
Kebutuhan Dana Pemerintah
1) Beban Biaya Publik Netto Rencana Induk 67.180 Lihat Tabel 10.2
2) Biaya Pemeliharaan Jalan yang Ada 13.220 Lihat Tabel 10.3
Total 80.400 0.72% dari PDRB
Defisit 31.400
Sumber: Estimasi SITRAMP

- 31 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

(6) Sumber Pendapatan Tambahan


Sumber pendapatan tambahan bisa didapat dari peningkatan tarif pajak BBM, pendapatan dari TDM
dan pajak baru atas properti. Pendapatan tambahan dari ketiga sumber di atas diperkirakan dapat
mencapai Rp. 33,010 triliun selama perioda rencana induk seperti terlihat pada Tabel 10.5.
Tabel 10.5 Pendapatan Tambahan 2004 – 2020
Unit: Rp. milyar
Pendapatan Tambahan
(2004 – 2020)
Pendapatan dari Kenaikan Tarif BBM 14.000
Pendapatan dari TDM 15.100
Pendapatan dari Pajak Pembangunan Perkotaan 3.910
Total Pendapatan Tambahan 33.010
Sumber: Estimasi SITRAMP

(7) Perimbangan antara Anggaran dan Pengeluaran


Perkiraan jumlah anggaran untuk pelaksanaan rencana induk dan untuk pemeliharaan jalan-jalan
yang ada telah dikaji pada bahasan sebelumnya. SITRAMP mengusulkan agar pemerintah dapat
memberikan alokasi lebih besar bagi pembangunan sektor transportasi di wilayah Jabodetabek.
Sumber-sumber anggaran tambahan dapat diperoleh antara lain dari peningkatan pajak bahan bakar
minyak, pendapatan TDM dan pajak pembangunan perkotaan. Sebagaimana terlihat pada Tabel
10.6 defisit kumulatif berubah menjadi surplus sebesar Rp. 1,610 triliun pada 2020, bila pemerintah
dapat memunculkan sumber-sumber pendanaan tambahan.

Tabel 10.6 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020


Unit: Rp. milyar

I. Kebutuhan Dana
1. Biaya Rencana Induk 91.270
Pengurangan beban biaya publik pada rencana induk karena adanya
2. - 24.090
pembangunan dengan inisatif swasta.
3. Beban publik netto untuk Rencana Induk 67.180
4. Biaya Pemeliharaan jalan-jalan yang ada 13.220
Total Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 80.400
II. Sumber Pendanaan
1. Alokasi Anggaran Pembangunan untuk Transportasi 49.000
Pendapatan dari Sumber Tambahan (Pajak BBM, TDM & Pajak
2. 33.010
Pembangunan Perkotaan)
3. Total Dana 82.010
III. Saldo (Surplus) 1.610
Sumber: Estimasi SITRAMP

Namun demikian, jika dilihat dari perimbangan dana tahunan, maka pada jangka pendek akan terjadi
kekurangan dana sekitar Rp 5 triliun tiap tahun antara 2005 hingga 2007 seperti ditunjukkan dalam
Gambar 10.2. Mulai tahun 2008 defisit tahunan akan menurun dan berubah menjadi surplus pada
tahun 2011. Karena itu pada tahap awal rencana induk sumber pendanaan eksternal misalnya
pinjaman lunak ODA perlu dijajaki untuk menutup kekurangan dana tersebut.

- 32 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

15,000

10,000

5,000
Rp. billion

0 2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020
-5,000

-10,000

-15,000

-20,000

Transportation Cost (Public Cost for MP and Maintenance Cost of Existing Roads)
Budget Allocation (Development Expenditure and Additional Revenue)
Annual Balance (Surplus/deficit)
Cumulative Balance
Sumber: SITRAMP
Gambar 10.2 Perimbangan Pendanaan Tahunan, 2004 – 2020

1 0 .2 Pembentukan OTJ dan Pelaksanaan Rencana Induk


Rencana finansial rencana induk seperti dipaparkan di atas dihitung oleh Tim Studi berdasarkan
asumsi bahwa pada tahun 2007 akan dapat terbentuk suatu Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ).

(1) Pembentukan Otorita Transportasi Jabodetabek

Isu penting yang berkenaan dengan aspek kelembagaan sektor transportasi adalah kurang
intensifnya koordinasi dan komunikasi antar departemen, misalnya Kimpraswil, Departemen
Perhubungan dan Bappenas serta instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Bukan hanya
kekurangserasian dalam perencanaan dalam hirarki vertikal, namun juga kurangnya konsensus pada
perencanaan wilayah antar satu pemerintah daerah dengan lainnya membuat semakin sulit untuk
merumuskan rencana pengembangan sistem transportasi terpadu di Jabodetabek.
BKSP seharusnya menjadi pemain utama dalam mendorong koordinasi antar pemerintah daerah
tersebut; namun demikian, karena sumberdaya yang kurang mencukupi dan tanggungjawab yang
tumpang tindih dengan instansi pusat dan daerah, BKSP sulit untuk dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik. Dengan mempertimbangkan landasan hukum dan fungsinya saat ini, perlu mulai
dipikirkan tentang institusi baru yang lebih fleksibel dan independen secara administratif dan legal.
Pembentukan instansi baru yakni “Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ)” sangat direkomendasikan
agar rencana pengembangan sistem transportasi metropolitan dapat konsisten serta untuk dapat
mengelola permintaan transportasi Jabodetabek secara lebih baik. Namun disadari bahwa
pembentukan institusi baru seperti ini memerlukan waktu, maka diusulkan untuk terlebih dahulu
dibentuk suatu komisi perencanaan untuk menjalankan tugas-tugas dalam jangka pendek.
Selanjutnya dalam jangka panjang dapat dipertimbangkan untuk melangkah ke pembentukan otorita
pembangunan perkotaan.
(a) Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek
Komisi ini dibentuk di bawah arahan kementrian pusat, terdiri dari personil pemerintah yang terkait
dengan sektor transportasi. Badan eksekutif terdiri dari masing-masing kepala pemerintah propinsi
dan kabupaten/kota, serta wakil-wakil dari beberapa departemen seperti Kimpraswil, Departemen
Perhubungan, Departemen Dalam Negeri dan Bappenas.
Fungsi utamanya adalah untuk 1) mengkoordinir perencanaan transportasi masing-masing
pemerintah daerah untuk dimasukkan ke dalam rencana transportasi regional, 2) melakukan
penelitian dan survey untuk perencanaan transportasi, 3) mengkoordinir studi-studi di wilayah
Jabodetabek yang akan digunakan untuk perencanaan transportasi terpadu, dan 4) mengelola data
yang terkumpul melalui Studi khususnya survei-survei yang akan digunakan untuk penelitian
akademis, perencanaan dan sebagainya.

- 33 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Untuk mendukung tugas komisi dan melaksanakan operasi harian dibentuk suatu sekretariat tetap.
Pendanaan komisi dan sekretariat dibiayai oleh anggota-anggota dalam bentuk kontribusi.
(b) Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ)
Otorita Transportasi Jabodetabek dibentuk sebagai suatu perusahaan publik yang independen,
dengan pertanggungjawaban utama kepada publik, bukan hanya kepada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah saja. Otorita tersebut disahkan dengan Keputusan Presiden atau Undang-undang
agar berdiri sebagai suatu perusahaan publik yang independen.
Otorita ini akan mengatur semua isu transportasi darat dan memiliki tanggungjawab pokok untuk 1)
merumuskan kebijakan transportasi regional, 2) merumuskan perencanaan transportasi terpadu,
termasuk pengembangan jaringan jalan, pengembangan kereta api (MRT, LRT dan subway),
manajemen lalu lintas dan manajemen sistem angkutan umum, 3) melaksanakan program dan
perencanaan transportasi terpadu, 4) mengeluarkan perijinan dan kontrol angkutan umum berupa ijin
trayek bis, ijin usaha angkutan umum, ijin pembangunan terminal bis, dan sebagainya, 5) mengatur
layanan angkutan umum misalnya Busway, MRT, LRT dan sebagainya, 6) membantu
pengembangan jaringan jalan raya antarkota dan antarkabupaten, dan 7) melaksanakan
langkah-langkah manajemen lalu lintas, seperti road pricing, park and ride dan park and bus ride.
Otorita tersebut dibiayai dengan pendapatan dari road pricing dan dari pajak BBM serta kontribusi
keuangan atau subsidi dari DKI Jakarta dan pemerintah daerah yang terkait. Akan tetapi, sebagai
suatu perusahaan yang independen, otorita ini harus secara finansial cukup kuat. Pengungkapan
status finansial merupakan salah satu aspek yang paling penting untuk menjamin posisinya sebagai
perusahaan publik yang menawarkan layanan kepada penggunanya di wilayah Jabodetabek.
Sebagai perusahaan publik, otorita ini juga dapat menggali dana dari pasar modal dengan
menerbitkan obligasi.

(2) Tugas OTJ


a) Manajemen Permintaan Transportasi (TDM)
Skema TDM akan diterapkan pada kendaraan-kendaraan pribadi yang melewati jalan-jalan di wilayah
pusat Jakarta yang saat ini senantiasi macet. Bagaimanapun juga, sejumlah besar dari kendaraan ini
datang dari luar wilayah DKI Jakarta. Dalam hal ini, pelaksanaan dan manajemen skema TDM harus
dilaksanakan oleh OTJ; termasuk tugas-tugas penyiapan road pricing mulai tahun 2007 yang
selanjutnya akan dikembangkan menjadi area pricing.
b) MRT
MRT diharapkan dapat berfungsi sebagai sistem angkutan umum utama di Jabodetabek, dimana
sebagian besar penumpangnya berasal dari luar Jakarta. Selain itu, jaringan MRT diharapkan akan
dapat diperluas hingga melampaui batas wilayah DKI Jakarta. Mempertimbangkan hal ini, pekerjaan
konstruksi prasarananya akan ditangani oleh OTJ sedangkan operasional dan manajemen MRT akan
dilaksanakan oleh sebuah perusahaan publik atau perusahaan swasta baru. OTJ akan
menanggung sebagian beban biaya pengembangan prasarana untuk MRT, sedangkan biaya
pengadaan rolling stocks serta biaya operasi dan pemeliharaan menjadi tanggungan perusahaan
pengelola tersebut.
c) Busway
Pada umumnya pelebaran jalan dan pengembangan fasilitas terkait lainnya dilaksanakan oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Implementasi proyek yang konsisten di luar wilayah
administratif sangat diperlukan. Untuk itu, OTJ akan melaksanakan pengelolaan pengembangan
prasarana untuk sistem Busway, termasuk melakukan pelebaran jalan-jalan arteri yang akan dilalui
oleh rute busway setelah tahun 2007. Pekerjaan pemeliharaan terhadap jalan-jalan yang dilalui
busway tersebut akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan, sedangkan biaya
yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut dapat disediakan oleh OTJ. Layanan operasional busway
akan diselenggarakan oleh perusahaan angkutan bis swasta.

- 34 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

d) Outer Outer Ring Road, Tol Jatiasih dan Tol Depok-Antasari


Jalan Outer-Outer Ring Road akan menyambungkan beberapa sub-center, misalnya Kota Bekasi,
Kota Depok dan Kota Tangerang dalam rangka mendukung pengembangan wilayah dan untuk
meningkatkan mobilitas di wilayah tersebut. Proyek ini banyak terkait dengan beberapa pemerintah
daerah di wilayah Jabodetabek. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila OTJ melaksanakan
koordinasi perencanaan secara menyeluruh serta mengimplementasikan proyek ini, termasuk dalam
hal partisipasi swasta. Jalan tol Jatiasih merupakan bagian dari jalan tol Jatiasih-Cikarang, yang
diharapkan akan berfungsi sebagai jalur alternatif bagi jalan tol Cikampek. Sementara itu, jalan tol
Antasari menghubungkan antara wilayah selatan Jakarta dan Depok bagian utara. Karena kedua
jalan tol yang merupakan komponen sistem jaringan jalan mobilitas tinggi tersebut melintasi
batas-batas wilayah administratif, maka dipandang lebih sesuai jika OTJ yang melaksanakan proyek
jalan tersebut.
e) Sistem Area Traffic Control (ATC)
Manajemen lalu lintas yang mencakup ATC (area traffic control) dan sistem informasi lalu lintas
merupakan komponen yang penting dalam upaya mengurangi kemacetan lalu lintas dan
mendayagunakan kapasitas jalan dan fasilitas yang ada. Paling tidak DKI Jakarta dan tiga kota di
sekelilingnya mempunyai keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan proyek ini. Sehubungan dengan
itu, OTJ akan melaksanakan manajemen pengembangan sistem kontrolnya.
(3) Kebutuhan Pendanaan dan Perimbangan Dana oleh Badan Pelaksana
Kebutuhan beban publik untuk Rencana Induk diperkirakan sebesar Rp 67,180 triliun dialokasikan
menurut instansi pelaksananya seperti ditunjukkan dalam Tabel 10.7. Kebutuhan pemerintah pusat
terhitung sangat besar yaitu mencapai Rp 37,85 triliun atau sekitar 56% dari total biaya, sedangkan
beban OTJ mencapai sepertiga dari total biaya yakni sekitar Rp 15,23 triliun atau 23% dari total biaya.
Total biaya pengembangan sistem transportasi dan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 80,4 triliun
di-share di antara pihak terkait seperti ditunjukkan dalam Tabel 10.8. Memperhitungkan kemungkinan
alokasi anggaran belanja pembangunan, maka perimbangan dana tiap pemerintah daerah
diperkirakan untuk periode rencana induk tersebut. Defisit dana pemerintah pusat dan OTJ terhitung
cukup besar, masing-masing mencapai Rp. 19,05 triliun dan Rp. 15,23 triliun.

Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (1/2)
Unit: Rp. milyar
Biaya Rencana Induk
Inisiatif Beban
Busway, Swasta & Publik Keterangan
Jaringan Jaringan
ATC & Netto
Jalan 1) KA Pendapatan
TDM
Pemerintah Pusat 24.530 24.530
24.120 13.3802) 10.740 KA Jabotabek
3)Manajemen
Sub-total dari pemerintah 2.5803) 2.580
lalu-lintas
pusat 24.530 24.120 2.580 13.380 37.850
Pemprop Jawa Barat 1.550 1.550
Pemprop Banten 680 680
354) 4)
Fasilitas Busway
DKI JKT 4.650 5554) 5554) 4.835 5)TDM (2005~2006)
1505)
Kota Bekasi 470 53) 475
Kota Bogor 1.220 53) 1.225
Kota Depok 1.200 53) 1.205
Kabupaten Bekasi 670 53) 675
Kabupaten Bogor 600 53) 605
53)
Kota Tangerang 320 154) 325 4)
Fasilitas Busway
154)
Kabupaten Tangerang 2.520 53) 2.525

- 35 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (2/2)
Biaya Rencana Induk
Inisiatif Beban
Busway, Swasta & Publik Keterangan
Jaringan Jaringan
ATC & Pendapatan Netto
Jalan 1) KA
TDM
JORR-2, tol Jatiasih,
tol Depok-Antasari &
11.760 6.9206) 4.840
pelebaran untuk
Otorita Transportasi busway (2007~)
Jabodetabek 11.410 2.8707) 8.540 JKT MRT
3504) 3504) 0 4) Fasilitas Busway
3305) 330 Manajemen Lalin
1.5205) 1.520 5)TDM
Sub-total OTJ 11.760 11.410 2.200 10.140 15.230
50.170 35.530 5.570
Total 24.090 67.180
91.270
Sumber: SITRAMP
Catatan: 1) Termasuk biaya jaringan jalan dan pelebaran hingga 6-lajur untuk busway
2) Operasi KA Jabotabek termasuk penyediaan rolling stock oleh PT.KA
3) Manajemen lalu-lintas
4) Pembangunan fasilitas busway dan pendapatan konsesi dari perusahaan operator busway
5) DKI Jakarta bertanggung jawab pada TDM tahun2005 & 2006. Setelah tahun 2007 akan diambil alih oleh OTJ
6) Pengembangan inisiatif swasta unutk OORR (section 1~14), tol Jatiasih dan tol Depok-Antasari
7) Operasi MRT jakarta termasuk penyediaan rolling stock oleh perusahaan baru

Tabel 10.8 Kebutuhan Dana Sektor Transportasi dan Perimbangan Dana 2004 – 2020
Unit: Rp. milyar
Beban netto Biaya Total biaya Alokasi dari Perimbangan
pemerintah untuk pemeliharaan transportasi anggaran dana
pelaksanaan jalan yang ada pembangunan (Surplus/
rencana induk defisit)
Pemerintah Pusat 37.850 2.600 40.450 21.400 -19.050
Pemprop Jawa Barat &
2.230 670 2.900 3.700 800
Banten
DKI JKT 4.835 6.060 10.895 14.400 3.505
Kota Bekasi 475 570 1.045
Kota Bogor 1.225 380 1.605
Kota Depok 1.205 210 1.415
Kabupaten Bekasi 675 860 1.535 9.500 -1.425
Kabupaten Bogor 605 860 1.465
Kota Tangerang 325 360 685
Kabupaten Tangerang 2.525 650 3.175
Sub-total (Bodetabek) 7.035 3.890 10.925 9.500 -1.425
Otorita Transportasi
15.230 - 15.230 0 -15.230
Jabodetabek
Total 67.180 13.220 80.400 49.000 -31.400
Sumber: Estimasi SITRAMP

(4) Perimbangan Antara Anggaran dan Pengeluaran


Meskipun defisit kumulatif berubah menjadi surplus sebesar Rp. 1,61 triliun di tahun 2020, jika
pemerintah mendapatkan sumber dana tambahan, saldo di pihak pemerintah pusat dan OTJ masih
tetap defisit sehingga diperlukan skema transfer antar-pemerintahan misalnya melalui kontribusi dari
pemerintah daerah kepada OTJ.

- 36 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 10.9 Beban Biaya Sektor Publik 2004 – 2020


Unit: Rp. milyar
Saldo Dana Pendapatan Tambahan Saldo Netto
(Minus: Pajak BBM Pendapatan Pajak Total
defisit) TDM pembanguna
n Perkotaan
Pemerintah Pusat -19.050 7.000 430 7.430 -11.620
Pemprop Jawa Barat &
800 700 200 900 1.700
Banten
DKI Jakarta 3.505 700 900 2.480 4.080 7.585
Kota/ Kabupaten di
-1.425 1.400 800 2.200 775
Wilayah Bodetabek
Otorita Transportasi
-15.230 4.200 14.200 18.400 3.170
Jabodetabek
Total -31.400 14.000 15.100 3.910 33.010 1.610
Sumber: Estimasi SITRAMP

1 0 .3 Reformasi Perusahaan Angkutan Umum


Beberapa perusahaan angkutan umum yaitu Perum PPD dan PT. Kereta Api perlu dirasionalisasi.
Meskipun proses privatisasi perusahaan angkutan ini masih perlu dibahas lebih lanjut, namun
rasionalisasi dan efisiensi perusahaan tersebut merupakan prasyarat bagi partisipasi sektor swasta.

1 0 .4 Peningkatan Kemampuan Aparat Pemerintah Daerah (Capacity Building)


Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh departemen atau instansi terkait perlu ditata ulang
dan digabungkan menjadi suatu program perencanaan transportasi secara terpadu agar didapatkan
program pelatihan berlingkup luas yang terstruktur dan bertahap. Target program pelatihan tersebut
adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan administratif, kelembagaan dan
pengetahuan teknis serta ketrampilan, agar personil pemerintah daerah dapat mengelola
program-program transportasi dengan cakap, misalnya dalam hal perencanaan transportasi,
pengelolaan modal, pengelolaan proyek, manajemen operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi.
Program ini juga dimaksudkan untuk mengkonsolidasikan sumberdaya yang terbatas di departemen
terkait dan di pemerintah daerah agar dapat dimanfaatkan secara efektif guna memberikan hasil yang
maksimum. Diusulkan agar program pelatihan perencanaan transportasi terpadu tersebut tidak dibagi
secara vertikal menurut garis koordinasi departemen/instansi, melainkan diprogramkan untuk melatih
staf lokal dalam struktur horizontal.

1 0 .5 Peranserta Masyarakat Dalam Pengembangan Sistem Transportasi


Dalam penyusunan suatu rencana induk, pemahaman warga masyarakat akan rencana induk
tersebut adalah penting guna mensukseskan pengimplementasian proyek-proyek dan
program-program yang diusulkan. Sebelum pengimplementasian proyek dan program tersebut,
penyebaran informasi mengenai rencana induk dan penjaringan umpan balik dari masyarakat umum
merupakan suatu proses yang sangat penting untuk mewujudkannya.
• Bagi pemerintah daerah, peranserta masyarakat secara aktual dalam proses perencanaan
transportasi tingkat lokal akan sangat bermanfaat. Untuk itu diperlukan legalisasi prosedur
peranserta masyarakat.
• Bagi rencana induk, mekanisme monitoring oleh masyarakat perlu dikaji, termasuk
diseminasi informasi dan umpan balik dari masyarakat.

1 0 .6 Monitoring Pelaksanaan Rencana Induk


(1) Pentingnya Monitoring Pelaksanaan Rencana Induk

Selama periode pelaksanaan rencana induk, monitoring atas kemajuan pelaksanaan proyek-proyek

- 37 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

dan program-program adalah hal yang penting guna mencapai tujuan rencana induk. Tingkat
pencapaian proyek dan program perlu dievaluasi. Di sisi lain, isi dan jadwal komponen-komponen
rencana induk perlu secara periodik ditinjau ulang untuk mengakomodir perubahan lingkungan sosial
dan ekonomi. Jadwal pelaksanaan Rencana Induk hingga tahun 2020 telah disusun dengan
mempertimbangkan kendala anggaran di masing-masing tingkat pemerintahan. Bagaimanapun
juga, beberapa proyek pengembangan sistem transportasi yang dapat diselenggarakan dengan
peranserta swasta dapat saja diimplementasikan lebih awal sebelum tahun 2020 apabila kondisi
ekonomis dan finansialnya mencukupi.
Studi SITRAMP mengusulkan untuk mengembangkan sistem busway sebagai bagian dari sistem
angkutan umum utama dalam jangka pendek guna mendukung sistem angkutan kereta api. Di
masa depan, bila pergerakan penumpang di koridor busway meningkat atau bila kemampuan
masyarakat untuk membayar sudah meningkat seiring peningkatan pendapatan rumah tangga, maka
busway dapat dikonversi ke sistem angkutan umum yang berstandar lebih tinggi, misalnya LRT atau
MRT. Oleh karena itu, pengamatan terhadap peningkatan pendapatan riil rumah tangga dan
pengamatan terhadap laju permintaan pergerakan penumpang busway merupakan hal yang penting
untuk dapat menentukan waktu yang tepat untuk memperbaharui sistem angkutan umum.
Perlu pula dicatat bahwa jadwal pelaksanaan proyek dan program tersebut harus dikaji ulang dan
diubah bilamana perlu secara periodik dengan mempertimbangkan kondisi perubahan sosio-ekonomi.
Misalnya apabila perekonomian regional dapat tumbuh lebih cepat dibanding perkiraan dalam
rencana induk ini atau apabila pendapatan dari pajak dapat bertambah signifikan, maka lebih banyak
lagi prasarana sistem transportasi yang dapat dibangun sebagaimana disajikan pada Gambar 10.3.

(2) Pengembangan Sistem Database

Sistem database sangat penting fungsinya dalam proses monitoring dan evaluasi guna mendapatkan
hasil yang efektif. Database akan berguna untuk memeriksa kemajuan pelaksanaan proyek serta
mengecek pencapaian tingkat manfaat/efek yang diharapkan. Sistem ini juga akan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan pertanggungjawaban sektor publik.
Dalam hal ini, terdapat tiga tipe indikator monitoring yang penting yaitu “Input Index”, “Output Index”
dan “Outcome Index”. Indeks yang disebutkan pertama mengindikasikan pencapaian atau
kemajuan proyek dalam hal jadwal, pendanaan, penganggaran, maupun unit fisik seperti luasan, dan
lain-lain. Sementara itu, indeks berikutnya menunjukkan manfaat yang diperoleh atau diwujudkan
oleh proyek-proyek tersebut dalam hal tingkat pencapaian target. Di masa mendatang, sistem
serupa yang diterapkan oleh berbagai instansi pelaksana akan dapat saling terhubungkan melalui
internet.
Sistem database selayaknya didesain agar berguna dalam seluruh siklus kebijakan; yaitu “Plan
(rencana)”, “Do (pelaksanaan)”, dan “See (Pengawasan)”. Sistem ini akan berguna sebagai sistem
pendukung untuk perencanaan pada tahapan “Plan”, sebagai sistem monitoring pelaksanaan proyek
pada tahapan “Do”, dan sebagai suatu sistem evaluasi proyek pada tahapan “See”. Sangat
dianjurkan agar sistem database tersebut dapat dikembangkan dalam suatu instansi/organisasi yang
bertanggungjawab dalam memonitor aktivitas proyek.
Sistem database transportasi perkotaan mencakup berbagai data, tidak hanya data transportasi tetapi
juga data sosio-ekonomi, tata guna lahan dan data lingkungan.

1) Transportasi - Data perjalanan orang (dari Home Visit Survey)


- Matriks asal-tujuan (diproses dari data perjalanan orang)
- Jaringan jalan (jalan tol, jalan arteri dan kolektor)
- Jaringan angkutan umum (jaringan & operasional bis, KA)
2) Sosio-Ekonomi - Populasi
- Lapangan Kerja (jumlah pekerja menurut tempat tinggal / tempat kerja)
- Pendidikan (jumlah pelajar menurut tempat tinggal / tempat sekolah)
3) Tata guna lahan - tata guna lahan eksisting
4) Lingkungan - Polusi udara
- Kebisingan lalu lintas

- 38 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Data-data tersebut dirangkum dalam suatu format database yang dapat diolah dengan menggunakan
perangkat lunak pengolah data yang populer dan tersedia di pasaran. Beberapa data yang memiliki
feature geografis, misalnya zona, arc dan point dikemas dalam format Sistem Informasi Geografis
(GIS). Dengan demikian data-data itu dapat dimanfaatkan cukup dengan komputer pribadi,
meskipun dibutuhkan kapasitas penyimpan yang relatif besar.
Untuk merawat dan meng-update data, perlu dibentuk semacam pusat database transportasi
perkotaan. Oleh karena data ini akan digunakan juga dalam proses monitoring pelaksanaan
rencana induk, maka pusat database tersebut idealnya adalah merupakan bagian dari Otorita
Transportasi Jabodetabek sebagaimana diusulkan. Sebelum institusi ini dapat terbentuk, pusat
database secara tentatif dapat ditempatkan di Bappenas.

- 39 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar 10.3 Pengembangan Sistem Transportasi Utama (Possible Alternative)

- 40 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

11. Menuju Pelaksanaan Rencana Induk

1 1 .1 Arah Pelaksanaan Rencana Induk


(1) Promosi Penggunaan Angkutan Umum

Dalam jangka pendek dan menengah, jaringan angkutan umum harus dibentuk melalui kombinasi
pendayagunaan jaringan kereta api yang ada secara maksimal dan pengenalan sistem busway yang
akan melengkapi jaringan kereta api tersebut. Dalam jangka panjang, sistem transportasi berbasis
kereta api mutlak diperlukan untuk dapat memberikan tingkat layanan yang lebih baik dan dengan
kapasitas angkut penumpang lebih banyak. Penerapan sistem busway dapat menjamin penyediaan
ruang untuk pengembangan sistem angkutan umum di masa depan dengan tingkat layanan yang
lebih tinggi. Peningkatan layanan angkutan umum saja tidak dapat dengan sertamerta mengurangi
pilihan masyarakat untuk menggunakan moda angkutan pribadi. Untuk itu, perlu diterapkan skema
pembatasan lalu lintas di kawasan rawan macet terutama di wilayah pusat kota. Langkah penting
lainnya adalah mendorong pengembangan sub-center di wilayah Bodetabek dan menyebarkan
fungsi-fungsi perkotaan yang saat ini terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Dengan perubahan
struktur perkotaan tersebut, masalah kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi sampai tingkat
tertentu.

(2) Pembangunan Jaringan Jalan


Meskipun dalam rencana induk ini langkah-langkah promosi penggunaan angkutan umum menjadi
kebijakan paling utama untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, pengembangan jaringan jalan di
wilayah Bodetabek belumlah mencukupi dan kapasitas jalan yang ada sangat kurang. Karena
kemajuan pembangunan jalan tersebut belum dapat mengimbangi laju perluasan wilayah perkotaan,
maka pengembangan jaringan jalan di Bodetabek juga perlu mendapat perhatian.

(3) Pengaturan Kelembagaan


Studi ini memberikan indikasi pemecahan masalah transportasi Jabodetabek; tidak hanya mengenai
bagaimana pembangunan fisik jaringan transportasi harus disusun, tetapi juga bagaimana
memastikan dana yang dibutuhkan, sharing biaya oleh anggota masyarakat, perubahan peraturan,
pengaturan kelembagaan, dan pembentukan konsensus di antara stakeholder. Studi ini juga
memaparkan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan rencana induk.

(4) Penggalangan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi


Apabila alokasi dana pemerintah pusat dan daerah diasumsikan berada pada tingkat yang sama
seperti saat ini, maka diperkirakan akan terjadi kekurangan dana untuk melaksanakan proyek-proyek
dan program-program yang diusulkan dalam rencana induk. Dana yang tersedia sangat terbatas,
bahkan tidak cukup untuk menutup biaya pemeliharaan fasilitas yang ada, dan kemungkinan besar
hanya sedikit dana yang dapat digunakan untuk pembangunan fasilitas transportasi baru. Dana untuk
pengembangan sistem transportasi dan pemeliharaan harus ditingkatkan melalui, antara lain,
kenaikan pajak bahan bakar, road pricing, pajak pembangunan perkotaan dan sebagainya.

(5) Meningkatkan Partisipasi Sektor Swasta


Lebih lanjut, untuk mengejar kekurangan dana pembangunan sektor publik, maka partisipasi aktif
sektor swasta dalam penyediaan layanan transportasi harus didorong. Dalam hal ini, berdasarkan
prinsip “pengguna-membayar” (user-pay-principle) maka ongkos transportasi harus ditarik dari
pengguna yang mendapatkan manfaat dari layanan tersebut. Untuk meningkatkan partisipasi sektor
swasta dalam usaha transportasi, maka peraturan perundangan yang terkait harus disesuaikan guna
menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan mengurangi ketidakpastian untuk investasi.

- 41 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

(6) Keterlibatan Mayarakat


Kerjasama masyarakat, khususnya dalam menanggung beban kenaikan pajak sangat diperlukan
untuk pelaksanaan rencana induk. Masyarakat harus mendapat penjelasan menyeluruh mengenai
rencana tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai kesempatan seperti rapat dengar pendapat
umum dan rapat stakeholder dimana pendapat masyarakat dapat didengar dan ditampung dalam
rencana tersebut. Tambahan lagi, efek pelaksanaan proyek perlu pula dipantau dengan baik. Dalam
hal ini, keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah merupakan hal yang utama. Keterbukaan sangat
penting artinya guna memperoleh penerimaan dan kerjasama masyarakat. Untuk itu mekanisme
penyebaran informasi perlu disusun. Sebagai bagian dari rencana induk, Studi merekomendasikan
untuk mengembangkan sistem database transportasi dan sistem pemantauan kinerja transportasi.

1 1 .2 Langkah Selanjutnya yang Perlu Diambil

Untuk mewujudkan rencana induk transportasi, pertama-tama hal-hal berikut ini harus dilaksanakan
dalam jangka pendek

(1) Kerangka Hukum dari Rencana Induk Transportasi Jabodetabek


Untuk dapat mewujudkan rencana induk ini dibutuhkan suatu kerangka atau basis hukum yang kuat
bagi instansi-instansi pemerintahan terkait. Untuk itu direkomendasikan untuk membuat peraturan
perundangan baru, atau setidaknya Keputusan Presiden bagi Rencana Induk Transportasi
Jabodetabek.

(2) Pembentukan Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek


Karena dipandang bahwa pembentukan suatu badan transportasi baru dalam jangka pendek sulit
untuk dapat dilakukan, maka sebagai langkah awal perlu dibentuk komisi perencanaan transportasi
Jabodetabek untuk mengkaji struktur dan fungsi-fungsi organisasi, pembagian peran di antara
lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah ada dan untuk menyiapkan badan yang bertugas
melaksanakan komponen rencana induk dalam jangka pendek.

(3) Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah
Daerah di Wilayah Bodetabek
Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah
Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi
sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah
tersebut harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem
jaringan transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik
masing-masing pemerintah daerah.

(4) Ketersediaan Dana untuk Pembangunan Sistem Transportasi


Bahkan dengan diikutsertakannya partisipasi sektor swasta, beban keuangan yang harus ditanggung
oleh sektor masyarakat diperkirakan sejumlah Rp. 80,4 triliun selama 14 tahun periode rencana induk
dari tahun 2004 sampai 2020. Diperlukan dana sejumlah Rp. 33,01 triliun sebagai tambahan dari
anggaran sektor transportasi saat ini. Perlu dibuat peraturan perundangan yang terkait dengan road
pricing, kenaikan pajak BBM dan pajak pembangunan perkotaan untuk mengisi kekurangan dana
pembangunan. Selain itu, karena beberapa instansi terkait belum dapat menyetujui konsep
“earmarking” dari pajak-pajak yang berhubungan dengan sektor transportasi, maka pembahasan
lebih lanjut mengenai hal tersebut harus terus dilakukan. Diskusi secara lebih mendalam perlu
dilaksanakan di antara lembaga-lembaga terkait sehubungan dengan kemungkinan diterapkannya
CDM (Clean Development Mechanism) untuk mengembangkan sistem transportasi berbasis rel yang
memerlukan dana sangat besar.

- 42 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

(5) Perumusan Kerjasama Publik - Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta
Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan
hal yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk
memperkenalkan praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus
dilakukan sehubungan dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor
swasta, serta insentif yang dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak
pembangunan, jaminan dari pemerintah, dan sebagainya).

(6) Evaluasi Pasca-Proyek


Dalam tahap akhir dari studi rencana induk, pengoperasian busway di DKI Jakarta diresmikan pada
bulan Januari 2004 dan kebijakan lalu-lintas 3-in-1 diubah menjadi lebih ketat dibandingkan dengan
sebelumnya. Suatu studi evaluasi terhadap proyek busway dan kebijakan 3-in-1 tersebut dipandang
sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui tanggapan-tanggapan masyarakat serta
dampak-dampaknya terhadap sistem lalu-lintas dan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di koridor
tersebut. Hasil studi evaluasi tersebut dapat menjadi umpan balik bagi tahap pengembangan proyek
berikutnya dan jika dipandang perlu maka rencana-rencana yang ada harus dimodifikasi dan
diperbaiki menjadi sistem yang lebih sesuai dan efisien. Proses ini diharapkan dapat mengarah pada
kebijakan transportasi yang lebih bisa diterima oleh mayarakat.

- 43 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

12. Gambaran Pra-Studi Kelayakan


Empat proyek dari Rencana Induk Transportasi SITRAMP telah dipilih untuk pra-studi kelayakan,
yaitu : 1) Proyek perluasan Busway dalam jangka pendek, 2) Manajemen Permintaan Lalu Lintas
(TDM) di CBD Jakarta, 3) Double Tracking Kereta Api Jalur Serpong berikut peningkatan akses dan
pengembangan lahan terpadu, dan 4) Proyek jalan Outer-Outer Ring Road.
Dua proyek pertama, perluasan busway dan TDM, dipilih karena kedua proyek ini diusulkan untuk
dilaksanakan dalam jangka pendek guna meningkatkan penggunaan angkutan umum dan
mengurangi kemacetan lalu lintas. Pra-studi kelayakan untuk dua proyek lainnya, yaitu proyek double
tracking Kereta Api Jalur Serpong dan proyek jalan Outer-Outer Ring Road., lebih difokuskan pada
mekanisme pelaksanaan.
Pra-studi kelayakan mengkaji aspek-aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan finansial proyek-proyek
tersebut. Juga telah dibahas mengenai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
proyek dan kemungkinan pembagian peran antara sektor publik dan sektor swasta.

- 44 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

13. Proyek Perluasan Sistem Busway

1 3 .1 Tujuan dan Latar Belakang


Kemajuan yang mencolok dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas belum begitu terlihat di
Jabodetabek, meskipun berbagai langkah untuk meningkatkan angkutan umum telah dikaji sejak
lama. SITRAMP mengusulkan pembangunan sistem busway pada beberapa jalan arteri utama
untuk menghadapi problema lalu lintas. DKI Jakarta juga mempunyai rencana pembangunan sistem
busway dan sejak Januari 2004 telah mulai mengoperasikannya untuk rute Kota - Blok M. Pra-Studi
Kelayakan ini mengkaji rencana pelaksanaan beserta kelayakan empat rute-busway pada beberapa
jalan arteri utama (termasuk perpanjangan busway DKI Jakarta hingga Lebak Bulus) yang diusulkan
untuk di-implementasikan dalam jangka pendek guna membentuk suatu sistem jaringan busway.

1 3 .2 Rute Busway
Gambar 13.1 menunjukkan rute busway untuk rencana jangka pendek yang dianalisis di dalam studi.
Lajur khusus bis direncanakan ditempatkan pada lajur jalan paling dalam di dekat median. Untuk ruas
jalan yang jumlah lajurnya terbatas, jika tidak ada cara lain yang lebih efektif maka jalur bis akan
berbaur dengan lalu lintas kendaraan biasa, sementara pelebaran jalan harus segera dilakukan.

Gambar 13.1 Rencana Rute Busway untuk Jangka Pendek

1 3 .3 Permintaan Penumpang Bis


Prediksi jumlah penumpang menurut rute pada tahun 2007 dan 2010 ditunjukkan dalam Tabel 13.1.
Tabel 13.1 Permintaan Penumpang Busway
Unit: Orang/hari
Jumlah Penumpang
Rute Harian 1 Jam Puncak
Arah
2007 2010 2007 2010
Ke Utara 19.900 32.600 1.990 3.260
PB01
Ke Selatan 23.600 40.800 2.360 4.080
Ke Utara 8.900 44.300 890 4.430
PB02
Ke Selatan 7.300 36.400 730 3.640
Ke Utara 22.800 50.200 2.280 5.020
PB03
Ke Selatan 23.900 41.800 2.390 4.180
Ke Timur 35.000 54.600 3.500 5.460
PB04
Ke Barat 38.400 55.600 3.840 5.560
Sumber: SITRAMP

- 45 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1 3 .4 Rencana Pengoperasian Bis


Rencana pengoperasian menurut rute ditunjukkan dalam Tabel 13.2. Bis tunggal ataupun gandeng
(articulated ) digunakan dalam pengoperasian sesuai besarnya volume penumpang yang dilayani.
Tabel 13.2 Jumlah Bis yang Dioperasikan menurut Ruas (2007)

Unit: Bis/jam/arah
Total
Ruas Tipe Bis PB01 PB02 PB03 PB04
(Bis/Jam)
Kota - Harmoni 16 6 - - 22
Harmoni – Kebon Sirih 16 6 - 27 49
PB01 Kebon Sirih – H.I. Gandeng 16 6 - - 22
H.I. - Blok M 16 - - - 16
Blok M – Lebak Bulus 16 - - - 16
Kota – Kp. Tendean - 6 - - 6
PB02 Gandeng
Kp. Tendean - Ragunan - 4 - - 4
Kota - Senen - - 15 - 15
PB03 Tunggal
Senen - Kp. Rambutan - - 30 - 30
PB04 Kalideres - Pulogadung Gandeng - - - 27 27
Estimasi SITRAMP

Apabila dilihat dari sudut pandang frekuensi operasi antara asal dan tujuan masing-masing rute,
maka rencana operasional tersebut dapat dipahami sebagai berikut:
Tabel 13.3 Operasi Bis menurut Rute
Frekuensi
(bis/jam sibuk
Rute Asal - Tujuan Tipe Bis
/arah)

PB01 Kota – Lebak Bulus 16 Gandeng


Kota - Ragunan 6
PB02 Gandeng
Kota - Tendean 4
Kota - Rambutan 15
PB03 Tunggal
Senen - Rambutan 30
PB04 Kalideres - Pulogadung 27 Gandeng
Frekuensi bis pada jam sibuk menurut ruas utama ditunjukkan dalam Gambar 13.2.

Kota Sta.
PB 03

PB04
-1

22 (A) 27 (A)
Kalideres 15 (S)
PB
27 (A) 04
49 (A)

22 (A) U-turn Point P.Gadung


1
PB 0 2 -

01
PB
PB03-1

6 (A)

16 (A)

U-turn Point 30 (S)


4 (A)
2-2
PB 0

L.Bulus

Ragunan
KP.Rambutan

Note: (S,A) Menunjukkan tipe bis tunggal (single) dan gandeng (articulated)
Gambar 13.2 Konsep Pengoperasian Bis

- 46 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1 3 .5 Rencana Manajemen Lalu Lintas


(1) Langkah-langkah Keamanan
Karena busway dioperasikan pada lajur bis khusus, maka perlu diambil langkah-langkah bagi
keamanan dan kelancaran manajemen lalu lintas pada persimpangan yang dilengkapi dengan lampu
lalu lintas dan tempat-tempat lain yang tercantum di bawah ini.
• Pergerakan belok kiri oleh bis yang dioperasikan pada lajur khusus bis
• Pergerakan belok kanan oleh lalu lintas kendaraan umum
• Pergerakan memutar (U-turn) oleh lalu lintas kendaraan umum

(2) Langkah-langkah untuk Kelancaran Operasi


Karena kelancaran operasi merupakan kunci sukses busway, maka hal-hal berikut ini harus
dilaksanakan guna menjamin kelancaran operasi.
• Pemasangan sinyal prioritas bis
• Pemasangan sistem penjejak lokasi bis

(3) Langkah-langkah untuk Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas


Penerapan busway tak dipungkiri akan mengurangi kapasitas jalan bagi lalu lintas umum dan
mungkin memperparah kemacetan lalu lintas karena pengguna mobil pribadi tidak dapat segera
beralih ke angkutan umum. Untuk solusi jangka pendek, jika memungkinkan diusulkan untuk
mengurangi lebar median tengah guna menambah satu lajur bagi lalu lintas umum, atau dengan
mengurangi lebar lajur untuk mempertahankan jumlah lajur yang sama untuk lalu lintas umum.
(4) Langkah-langkah Keselamatan untuk Pejalan Kaki
Untuk mencapai halte busway (yang umumnya terletak di median) secara aman, perlu disediakan
jembatan penyeberangan orang (JPO) atau sinyal pejalan kaki bila persimpangan yang dilengkapi
lampu lalu lintas terletak jauh dari halte bis.

1 3 .6 Biaya Proyek
Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan,
halte bis, mesin tiket dan lampu lalu lintas, dirangkum dalam Tabel 13.4. Komponen biaya yang
mencolok adalah tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya.
Tabel 13.4 Biaya Proyek untuk Rencana Busway (2004-2007)
Biaya Investasi (Rp. Milyar)
Tanah dan ganti rugi 1.174
Biaya konstruksi
Pekerjaan sipil untuk pelebaran 190
Halte Bis 92
Mesin Tiket 146
Sistem Lokasi Bis/Lampu Lalu Lintas 58
Total biaya konstruksi 486
Total biaya investasi 1.660
Sumber: SITRAMP

Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya
peningkatan prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya
operasi dan pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek. Tabel 13.5
menunjukkan biaya pengoperasian bis menurut komposisi.

- 47 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 13.5 Harga Satuan Biaya Pengoperasian Bis


Biaya operasi bis per km
Tanah & ganti rugi 25%
Fasilitas prasarana 9%
Biaya pengadaan bis 6%
Biaya pengoperasian bis (BBM, suku cadang, biaya 21%
awak bis, dsb.)
Bunga 39%
Total Rp.20.400
Note: Biaya bunga diestimasi berdasarkan pada defisit tahunan arus kas dan tingkat suku bunga 12 %.

1 3 .7 Pelaksanaan Perluasan dan Pengoperasian Busway


Pelaksanaan proyek dan pengoperasian empat rute busway dijadwalkan sebagai berikut.

Short-term period Intermediate-term period Long-term period


2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2015 2020
Monas - Blok M
MRT Blok M - Ciputat
Monas-Kota
DKI JKT Kota - Blok M
21.80 km
SITRAMP - PB01 Blok M - Lebak Bulus

SITRAMP - PB02 Kota - Ragunan 19.75 km

SITRAMP - PB03 Kota - Kp. Rambutan 24.85 km

SITRAMP - PB04 Kilidres - Pulo Gadung 25.90 km

: Resettlement and Widening for BRT


: Construction of Busway Facility
: Operation of BRT
: Replacement of BRT with MRT

Gambar 13.3 Jadwal Pelaksanaan Proyek dan Pengoperasian Busway

Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan
segera dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga
tahun 2007 (yang merupakan tahun target periode jangka pendek), empat rute perluasan busway
dijadwalkan mulai beroperasi. Dalam Rencana Induk SITRAMP diasumsikan bahwa rute Monas –
Blok M akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila
terdapat cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari
Blok M ke Lebak Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT dalam jangka panjang.

1 3 .8 Evaluasi Ekonomi
Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan
Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan
pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional.
Tabel 13.6 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Proyek Perluasan Busway
Present Value dengan diskonto 12% (Rp. milyar) EIRR
(%)
Biaya Manfaat Net Present Value

785 1.938 1.153 31.9%

- 48 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1 3 .9 Analisis Kelayakan Finansial


(1) Komposisi dan Tanggung Jawab Pembiayaan
Biaya pengembangan busway terdiri dari tiga unsur pokok; yaitu; 1) biaya pembangunan prasarana
dasar seperti pelebaran jalan, pemasangan dan pemeliharaan lampu lalu lintas, 2) Biaya
pembangunan fasilitas seperti halte bis dan sistem lokasi bis, 3) Biaya yang terkait dengan
operasional langsung seperti pengadaan kendaraan serta biaya pemeliharaan dan perbaikan
kendaraan. Mengenai sistem tarif, baik sistem tarif flat maupun sistem zona dapat diterapkan. Hasil
analisis kelayakan finansial berdasarkan kondisi di atas dirangkum dalam Tabel 13.7.

Tabel 13.7 Hasil Analisis Kelayakan Finansial


Sistem Tarif Beban Biaya Operator Bis
Tanah dan Fasilitas Halte bis, Pembelian FIRR
Tarif flat sebesar Rp. ganti rugi Prasarana sistem lokasi Bis dan
3,300 hingga tahun 2009; bis biaya operasi
Tarif proporsi jarak bis
setelah tahun 2010 (Flag
fall: Rp.1.000, dan
√ √ √ √ 10.1%
Porsi jarak: Rp.200 /km) √ √ √ 39.4%
Jika pendapatan turun √ √ √ √ 4.3%
20%
√ √ √ 28.1%
Sumber: SITRAMP

(2) Kebijakan Pembebanan Keuangan


Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa operator bis dapat saja menanggung seluruh beban
biaya investasi kecuali biaya pembebasan tanah. Dengan kata lain, apabila biaya pembangunan
prasarana ditanggung pemerintah, maka pemegang konsesi dapat mengembalikan investasinya dari
pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian bis.

1 3 .1 0 Isu-isu untuk Pengembangan Sistem Busway Lebih Lanjut


(1) Badan Pelaksana
Saat ini pengelolaan busway TransJakarta rute Blok M – Kota berada di bawah Badan Pengelola
TransJakarta dan dioperasikan oleh PT. Jakarta Ekspres Trans. Ketika rute-rute busway baru
nantinya ditambahkan, akan lebih efisien apabila konsesi pengoperasian bis diberikan kepada
perusahaan bis swasta melalui tender.
Untuk jangka menengah dan panjang, rencana induk SITRAMP mngusulkan untuk memperluas
layanan busway hingga ke luar wilayah DKI Jakarta. Dalam kondisi demikian, pengoperasiannya
akan lebih baik jika dikelola di bawah suatu organisasi yang dapat menangani administrasi
transportasi dalam lingkup wilayah yang luas, misalnya Otorita Transportasi Jabodetabek.
(2) Pemantauan dan Perbaikan Rencana Perluasan Busway
Dengan telah beroperasinya busway TransJakarta rute Blok M - Kota, maka pemantauan terhadap
kondisi operasi sistem yang telah berjalan tersebut sangat penting bagi perluasan proyek busway
berikutnya. Tinjauan terhadap kinerja sistem, permintaan penumpang serta opini dari pengguna harus
dipertimbangkan dalam perencanaan proyek perluasan busway.
(3) Layanan Bis Ekspres dari Daerah Pinggiran Kota
Dalam jangka pendek apabila rute busway tambahan belum dibangun, maka perlu disediakan
layanan bis untuk perjalanan penumpang yang berasal dari luar koridor busway sehingga lebih
menarik bagi masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota. Layanan bis ekspres dari Kota
Bekasi, Kota Tangerang dan Kota Depok akan sangat membantu pergerakan para penglaju

- 49 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

(commuter) ke pusat-pusat bisnis dan komersial (CBD). Spesifikasi bis yang digunakan untuk
layanan ekspres ini hendaknya sama dengan jenis bis yang beroperasi di jalur busway.
Sehubungan dengan hal di atas diperlukan koordinasi dengan pemerintah-pemerintah daerah di
Bodetabek. Selain itu perlu dipertimbangkan pula perlakuan khusus seperti lajur high occupancy
vehicle (HOV) pada jalan tol untuk lebih memperlancar operasional bis ekspres tersebut.

(4) Perlintasan Tak Sebidang pada Persimpangan dan Bundaran


Lokasi-lokasi persimpangan, bundaran dan putaran (U-turn) di sepanjang jalur busway berpotensi
menjadi bottleneck bagi pengoperasian busway karena adanya konflik dengan pergerakan lalu lintas
umum. Dalam jangka pendek, diusulkan untuk memasang sinyal prioritas bis di tempat-tempat
tersebut. Sedangkan dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk membangun perlintasan
tak sebidang untuk menjaga kelancaran operasi busway.

- 50 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

14. Skema Manajemen Permintaan Lalu Lintas (TDM) di CBD

1 4 .1 Garis Besar Studi


Selain skema “3-in-1” yang saat ini berlaku di sepanjang koridor Sudirman – Thamrin,
langkah-langkah menajemen permintaan lalu lintas (TDM) lain yang efektif dalam menurunkan
kemacetan dan dapat diterima oleh masyarakat seperti road pricing, area pricing, dan cordon pricing
dikaji kelayakan penerapannya, baik untuk jangka pendek (2007) maupun jangka panjang (2020).
Perluasan kawasan terbatas atau pengenalan sistem baru juga dipertimbangkan.

1 4 .2 Target Kawasan TDM


Kawasan pembatasan lalu lintas untuk TDM dapat diperluas secara bertahap seiring meluasnya
kawasan kemacetan dan sesuai dengan peningkatan layanan angkutan umum yang tersedia di
kawasan pembatasan tersebut. Sebagai tahap awal, lebih baik memperkenalkan skema TDM di
kawasan “3-in-1” yang ada lebih dahulu. Dengan cara ini, diharapkan skema TDM akan lebih mudah
untuk dapat diterima oleh masyarakat. Setelah dipastikan bahwa komponen-komponen sistem
termasuk penarikan biaya, penjualan stiker, dan pengawasannya dapat berjalan dengan semestinya,
maka kawasan TDM dapat diperluas secara bertahap dengan mengkombinasikan beberapa alternatif.
Selain itu, sejauh menyangkut perubahan 3-in-1 yang ada menjadi sistem road pricing, maka tidak
perlu dijadwalkan pada tahun 2007 atau belakangan, namun dapat dilaksanakan sebelum sistem
busway beroperasi.

Gambar 14.1 Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM

1 4 .3 Dampak Alternatif Kawasan TDM


Lima pilihan tingkat pungutan telah diuji, yaitu Rp. 4,000 (Kasus 1), Rp. 8,000 (Kasus 2), Rp. 12,000
(Kasus 3), Rp. 16,000 (Kasus 4), dan Rp. 20,000 (Kasus 5) per perjalanan. Perbandingan persentase
jumlah pengguna moda angkutan pribadi yang terpaksa beralih ke moda angkutan umum untuk
Alternatif 1 dan 4 ditunjukkan dalam Gambar 14.2.
Implikasi dari tabel-tabel dan angka-angka tersebut dirangkum sebagai berikut.
• Dalam seluruh alternatif, masyarakat berpenghasilan tinggi kurang elastis terhadap pungutan
TDM dibanding dengan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Sebagai contoh, dalam
Alternatif 1 tahun 2007, untuk Kasus 1 (Rp. 4.000), sekitar 6 persen pengguna mobil
berpenghasilan menengah ke atas akan “terdorong keluar”, dan 16 persen untuk masyarakat
berpenghasilan rendah. Sedangkan untuk Kasus 5 (Rp. 20.000), sekitar 14 persen pengguna
mobil berpenghasilan tinggi akan terdorong keluar, 43 persen untuk kelas menengah, dan 99

- 51 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

persen pengguna mobil perpenghasilan rendah. Hal ini karena faktor nilai waktu untuk
masyarakat kelas atas yang lebih tinggi sehingga nilai pungutan TDM terasa lebih rendah.
• Secara total, besarnya pungutan TDM sangat mempengaruhi jumlah perjalanan yang terdorong
keluar. Secara global, pada tahun 2020 sekitar 90 persen pengguna mobil pribadi masih tetap
memilih membayar TDM untuk dapat berkendaraan di kawasan pembatasan apabila besarnya
pricing adalah Rp.8.000 (kasus 2), sementara sekitar 75 persen pengguna mobil pribadi masih
masuk kawasan TDM apabila pricing dinaikkan menjadi Rp.20.000 (kasus 5).
• Untuk tiap kelompok pendapatan, rasio perjalanan yang terdorong keluar akan lebih besar pada
tahun 2020. Namun demikian, secara total, rasio yang terdorong keluar menurun dari tahun 2007
hingga 2020, karena mayoritas pengguna mobil akan meningkat golongan pendapatannya
menjadi masyarakat berpenghasilan tinggi pada tahun 2020 sesuai framework sosio-ekonomi
yang diprediksi dalam Rencana Induk SITRAMP.
[Alternative Area 1] [Alternative Area 4]

100% 100%

90% 90%

Percentage Pushed Out by TDM


Percentage Pushed Out by TDM

80% 80%

70% 70%

60% 60%

50% 50%
40% 40%
30% 30%

20% 20%

10% 10%
0% 0%
Case1 Case2 Case3 Case4 Case5 Case1 Case2 Case3 Case4 Case5
= Rp. 4,000 = Rp. 8,000 = Rp. 12,000 = Rp. 16,000 = Rp. 20,000 = Rp. 4,000 = Rp. 8,000 = Rp. 12,000 = Rp. 16,000 = Rp. 20,000

High 2007 Mid 2007 Low 2007 Total 2007 High 2007 Mid 2007 Low 2007 Total 2007
High 2020 Mid 2020 Low 2020 Total 2020 High 2020 Mid 2020 Low 2020 Total 2020

Gambar 14.2 Perbandingan Rasio “Terdorong Keluar” (Pushed Out)

1 4 .4 Metode Pricing
Terdapat dua metode utama untuk penarikan pungutan TDM, yaitu metode manual dan metode
mekanis. Untuk metode mekanis, dibagi lebih lanjut menjadi dua sistem, yaitu sistem pengawasan
dengan kamera (camera-surveilance) seperti digunakan di London, dan sistem ERP (Electronic Road
Pricing) seperti digunakan di Singapura. Bagaimanapun juga, di Jabodetabek belum terbentuk suatu
sistem database elektronik kendaraan terdaftar secara andal, dan oleh karenanya sistem
pengawasan dengan kamera seperti di London saat ini belum dapat diterapkan di Jabodetabek.
Mengingat biaya untuk pembuatan sistem mekanis tersebut tinggi, maka lebih baik digunakan metode
sistem manual untuk jangka pendek yang nantinya diubah menjadi metode mekanis dalam jangka
panjang. Sistem pengawasan dengan kamera seperti di London baru dapat digunakan di masa
mendatang.
Berkaitan dengan wilayah targetnya, terdapat tiga cara pricing seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.1.

Tabel 14.1 Cara Pricing

Road Pricing Kendaraan yang melewati jalan-jalan utama tertentu (seperti pada sistem “3-in-1”
yang ada) dikenai bayaran.

Cordon Pricing Kendaraan yang memasuki kawasan TDM dikenai bayaran

Area Pricing Semua kendaraan yang melewati kawasan TDM dikenai bayaran.

- 52 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Mempertimbangkan metodologi pemantauan dan kemungkinan penerimaan masyarakat (khususnya


oleh penduduk yang tinggal di dalam kawasan TDM), maka area pricing yang baku mungkin sulit
diterapkan. Sebaliknya, penerapan cordon pricing dapat menyebabkan ketidakadilan antara
penduduk yang tinggal di dalam dan di luar kawasan TDM.
Lebih lanjut, perbandingan antara besarnya perjalanan internal (dalam kawasan TDM) dengan semua
bangkitan perjalanan mobil di kawasan TDM ternyata cukup tinggi, dan hal ini dapat membuat
perbedaan yang besar dalam manajemen lalu lintas maupun dalam pendapatan dari TDM sekiranya
jenis perjalanan internal tersebut diikutkan (atau tidak diikutkan) dalam skema TDM. Dalam hal ini,
metoda area pricing secara parsial (yaitu cordon pricing dengan beberapa checkpoints pada
jalan-jalan utama dan juga di dalam kawasan TDM), akan lebih sesuai dalam konteks Jabodetabek.
Bagaimanapun juga, di Jabodetabek penerapan TDM akan merupakan peralihan dari skema “3-in-1”
yang ada sekarang. Dalam hal ini maka kombinasi antara road (atau area) pricing dan perlakuan
istimewa terhadap high occupancy vehicle (HOV) mungkin dapat dipertimbangkan. Dengan metoda
ini kendaraan HOV yang berpenumpang tiga atau lebih dapat dibebaskan dari pricing sementara
TDM dioperasikan melalui pengawasan manual dalam jangka pendek.

1 4 .5 Pemantauan dan Konfigurasi Sistem


Dalam jangka pendek, direkomendasikan untuk menerapkan sistem area (atau road) pricing secara
manual terlebih dahulu, karena dapat mencakup ruas-ruas jalan yang melintasi batas kawasan TDM.
Dengan metoda ini, perubahan lokasi checkpoint atau bahkan perubahan kawasan TDM itu sendiri
dapat dengan fleksibel dilakukan. Dalam penerapannya, pengemudi harus dapat memperlihatkan
pass masuk atau sticker ketika memasuki kawasan TDM (dalam hal cordon pricing) atau ketika
melewati kawasan TDM (dalam hal area pricing). Pass masuk atau sticker ini nantinya akan dapat
dibeli secara harian atau bulanan di tempat-tempat penjualan pada jalan-jalan menjelang masuk
kawasan TDM.
Petugas pemeriksa ditempatkan pada titik-titik gerbang (dan juga pada titik-titik lain yang ditentukan
dalam hal area pricing) untuk mengawasi apakah kendaraan yang lewat mempunyai pass yang masih
berlaku atau tidak. Kendaraan yang melanggar diminta berhenti dan didenda oleh petugas.
Nantinya apabila database kendaraan sudah tersedia, maka kendaraan yang melanggar tidak perlu
dihentikan tetapi pemberitahuan bagi pelanggar lalu lintas agar membayar denda akan dikirimkan
kepada pengemudi belakangan.
Dalam jangka panjang, sistem pengawasan mekanis dapat digunakan untuk TDM menggantikan
pengawasan manual. Untuk itu akan dibuat sistem electronic road pricing (ERP), atau diterapkan
sistem pengawasan dengan kamera sekiranya database kendaraan telah tersedia.
Sistem ERP terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: in-vehicle unit (IU), outstation (gantry) dan central
computer system (CCS). IU adalah alat elektronik yang dipasang pada kendaraan yang
menggunakan kartu IC. IU tersebut berfungsi mengurangkan biaya ERP setiap kali kendaraan
melewati gantry ERP. Plat nomor kendaraan yang masuk secara ilegal, misalnya tanpa IU, tanpa
kartu IC, atau saldo di dalam kartu IC tidak mencukupi, akan difoto oleh kamera gantry untuk tindakan
penegakan hukum berikutnya. Biaya akan dipungut tiap kali menggunakan kawasan TDM dan dapat
bervariasi menurut waktu dan tingkat kemacetan.

1 4 .6 Estimasi Biaya
Biaya proyek untuk ketiga jenis sistem pengawasan tersebut (yaitu sistem manual, sistem kamera
dan sistem ERP), untuk masing-masing alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.2.
Perkiraan pendapatan menurut alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.3.

- 53 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 14.2 Perbandingan Biaya Proyek


Unit: Rp. milyar
Alternatif Kawasan TDM
Metode
ALT 1 ALT 2 ALT 3 ALT 4 ALT 5 ALT 6
Investasi 65,6 69,3 88,1 91,8 90,6 109,4
Sistem Manual
OM Tahunan 18,2 19,9 27,6 29,3 31,1 37,5
Investasi 203,4 209,5 245,2 251,3 245,3 278,7
Sistem Kamera
OM Tahunan 15,8 17,3 19,0 19,3 19,1 20,6
Investasi 444,3 463,9 581,0 600,7 577,3 686,1
Sistem ERP
OM Tahunan 24,3 25,2 29,5 30,4 29,6 33,9
Sumber: Perkiraan SITRAMP

Tabel 14.3 Estimasi Pendapatan Tahunan


Unit: Rp. milyar
Pendapatan Tahunan ALT 1 ALT 2 ALT 3 ALT 4 ALT 5 ALT 6
Kasus 1 (=Rp. 4.000) 360 440 680 760 1.010 1.160
Kasus 2 (=Rp. 8.000) 690 830 1.280 1.430 1.880 2.170
2007

Kasus 3 (=Rp.12.000) 960 1.170 1.760 1.980 2.590 3.010


Kasus 4 (=Rp.16.000) 1.180 1.430 2.130 2.390 3.110 3.640
Kasus 5 (=Rp.20.000) 1.330 1.620 2.370 2.670 3.440 4.070
Kasus 1 (=Rp. 4.000) 550 670 1.060 1.190 1.590 1.790
Kasus 2 (=Rp. 8.000) 1.060 1.310 2.050 2.300 3.070 3.460
2020

Kasus 3 (=Rp.12.000) 1.530 1.880 2.940 3.290 4.400 4.960


Kasus 4 (=Rp.16.000) 1.930 2.380 3.700 4.140 5.540 6.250
Kasus 5 (=Rp.20.000) 2.270 2.800 4.330 4.850 6.480 7.320
Sumber: Estimasi SITRAMP

1 4 .7 Alternatif Skema Pelaksanaan


Komponen-komponen pelaksanaan proyek TDM dibagi menjadi kegiatan-kegiatan utama sebagai
berikut:
• Pemasangan fasilitas TDM (sistem penarikan pungutan TDM, sistem pemeriksaan, sistem
pemantauan lalu lintas, dsb.);
• Manajemen dan operasi TDM (penarikan biaya TDM dan distribusi pendapatan);
• Pemeriksaan TDM (kontrol dan peraturan terhadap pelanggar); dan
• Pemantauan TDM (pemantauan lalu lintas, dengar pendapat masyarakat, dsb.).

Karena jumlah kendaraan yang datang dari luar DKI Jakarta cukup banyak, maka pelaksanaan dan
manajemen TDM diusulkan untuk dilaksanakan oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ).
Namun demikian, masing-masing kegiatan di atas dapat dilakukan baik oleh sektor publik maupun
sektor swasta. Jadi, ada kemungkinan untuk menerapkan skema “Kemitraan Pemerintah-Swasta”
untuk TDM. Tabel 14.4 menunjukkan kemungkinan kombinasi kemitraan tersebut, sedangkan Tabel
14.5 merangkum pendapatan dan biaya tiap kombinasi institusi pelaksana. Untuk penerapan sistem
ERP dalam jangka panjang direkomendasikan agar sektor swasta mengambil peran utama dalam
proyek tersebut karena melibatkan teknologi komunikasi yang tinggi. Dalam hal ini, Skema 3 atau
Skema 4 dapat digunakan.

- 54 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 14.4 Alternatif Kombinasi Institusi Pelaksana Proyek


Pemasangan Operasi Pengawasan Monitoring Tipe
Skema 1 OTJ OTJ OTJ OTJ Publik
Skema 2 OTJ Swasta OTJ OTJ Dikontrakkan
Skema 3 Swasta Swasta Polisi OTJ Konsesi
Skema 4 Swasta Swasta Swasta OTJ Konsesi
Tabel 14.5 Biaya dan Pendapatan
Publik Swasta
Pendapatan Biaya Pendapatan Biaya
Biaya Pemasangan
Biaya O&P
Skema 1 Semua Pendapatan TDM Nihil Nihil
Biaya Pemeriksaan
Biaya Pemantauan
Biaya Pemasangan
Biaya untuk kontrak O&P
Skema 2 Semua Pendapatan TDM Biaya Kontrak
Biaya Pemeriksaan
Biaya Pemantauan
Biaya Pemantauan
Sebagian Pendapatan (DKI) Sebagian Pendapatan Biaya Pemasangan
Skema 3
TDM Biaya Pemeriksaan TDM O&P
(Polisi)
Biaya Pemasangan
Sebagian Pendapatan Biaya Pemantauan Sebagian Pendapatan
Skema 4 O&P
TDM (DKI) TDM
Pemeriksaan

1 4 .8 Penyiapan Peraturan Perundang-undangan


Dalam hal peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan TDM, perlu ditetapkan kawasan
pembatasan berikut waktu pembatasan, tipe kendaraan target, besarnya pungutan, dan sebagainya.
Lebih lanjut, aturan tersebut perlu dibuat fleksibel agar isi ketentuannya dapat dimodifikasi di
kemudian hari bila situasi lalu lintas atau pola guna lahan telah berubah. Dalam rangka
institusionalisasi TDM, tidak hanya diperlukan penyiapan dokumen untuk penjelasan kepada DPR,
tetapi juga perlu sosialisasi kepada masyarakat agar mendapatkan konsensus mengenai pentingnya
TDM diterapkan, misalnya melalui dengar pendapat atau penyuluhan.

1 4 .9 Rencana Pelaksanaan
(1) Kebijakan Dasar Rencana Pelaksanaan
Tujuan utama penerapan TDM adalah untuk mengurangi jumlah lalu lintas kendaraan yang
dibangkitan dan ditarik ke wilayah pusat DKI Jakarta sehingga di masa mendatang kondisi lalu
lintasnya dapat membaik atau paling tidak dapat dipertahankan seperti tingkat saat ini.
(2) Kawasan TDM
Alternatif kawasan TDM dievaluasi menurut ; (i) efektivitas rasio perjalanan yang “terdorong keluar”,
(ii) dampak sosial dari perjalanan yang terdorong keluar, dan (iii) kemudahan pelaksanaannya.
Karena biaya pelaksanaan masing-masing alternatif kawasan TDM sangat bervariasi tergantung
pada sistem pengawasannya itu sendiri, maka faktor ini tidak disertakan dalam evaluasi. Berdasarkan
hasil evaluasi, disimpulkan hal-hal berikut ini :
• Alternatif 5 dan 6 harus dihindari karena dampak sosialnya yang sangat besar dan
kemungkinan kesulitan dalam pelaksanaan karena terlalu banyaknya kawasan permukiman
yang masuk dalam kawasan TDM dan keterbatasan cakupan angkutan umum yang baik;
• Keseimbangan antara dampak sosial dan kemudahan pelaksanaan merupakan faktor kunci
untuk memilih kawasan TDM yang paling baik;
• Alternatif 3 dan 4 dipilih sebagai calon; dan
• Alternatif 4 akhirnya terpilih karena mencakup wilayah Blok M yang mempunyai kepadatan
bangkitan lalu lintas sangat tinggi.

- 55 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Penyediaan alternatif sarana transportasi untuk pengguna yang terdorong keluar oleh TDM sangat
penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu
alternatif adalah pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem
busway termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Pengembangan busway
ini akan melayani sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan terdorong keluar.
Selain itu, layanan bis feeder merupakan salah satu komponen vital untuk suksesnya TDM.
Dipandang perlu untuk mengatur ulang sistem bis saat ini. Khususnya bagi kawasan-kawasan yang
berada di dalam kawasan TDM namun tidak dilayani oleh busway atau kereta api harus ditambahkan
layanan bis feeder (Gambar 14.3).

Gambar 14.3 Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)

(3) Metode Pricing


Tahap-tahap berikut diperlukan untuk pelaksanaan yang realistis:
• Sebagai tahap awal (tahun 2005) diterapkan road pricing yang dikombinasikan dengan skema
“3-in-1” yang berlaku saat ini,
• Pada tahun 2007 diterapkan area pricing untuk membatasi perjalanan kendaraan di
kawasan-kawasan macet.
Dibandingkan dengan cordon pricing, maka konsep area pricing dipandang lebih penting dengan
maksud untuk membatasi lalu lintas yang bertambah banyak di CBD di masa mendatang.
(4) Tingkat Pungutan
Mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas dan dampak sosial, maka pungutan sebesar Rp.
8.000 dianggap lebih baik untuk tahap awal guna memperoleh persetujuan yang luas dari masyarakat.
Untuk tahun 2010 dapat diterapkan pungutan sebesar Rp 16.000 dengan maksud untuk mengurangi
kemacetan lalu intas yang parah di CBD. Untuk tahun 2015 ditentukan sebesar Rp 20.000 dengan
mempertimbangkan dampak sosial, walaupun diperlukan lebih dari Rp. 30.000 untuk mengurangi
kemacetan pada tahun 2020 agar minimal sama dengan tingkat saat ini. Tingkat pungutan ini oleh

- 56 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

karenanya juga tergantung pada pemantauan di masa mendatang.


(5) Konfigurasi Sistem Pengawasan
Berdasarkan pertimbangan rasional, langkah-langkah pelaksanaan TDM diusulkan sebagai berikut :
• Metode manual digunakan pada tahap awal karena pertimbangan tingkat fleksibilitasnya dan
karena investasi awal serta biaya operasi yang rendah.
• Metode manual harus diubah menjadi Electronic Road Pricing (ERP), apabila penegakan
TDM sudah terbentuk dengan mantap di antara masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan
sistem pendaftaran kendaraan elektronik, yang memungkinkan petugas pengawasan untuk
melacak pemilik kendaraan berdasarkan plat nomornya guna memungut pricing atau untuk
mendenda pelanggaran.
(6) Kendaraan Target dan Persyaratan Lain-lain

1) Kendaraan Target

• Mobil-mobil penumpang (termasuk van dan pickup) menjadi target TDM.


• Truk-truk besar dibebaskan dari pungutan, karena rute dan waktu operasi truk besar telah
diatur untuk menghindari konflik dengan kendaraan biasa lainnya.
• Sepeda motor juga dibebaskan dari pungutan pada tahap pertama karena okupansi jalannya
lebih rendah dibanding dengan mobil penumpang. Namun tergantung pada hasil pemantauan,
hal ini dapat diubah sesuai kondisi lalu lintas setelah penerapan TDM.
• High Occupancy Vehicle (HOV) dengan tiga penumpang atau lebih dapat dibebaskan (paling
tidak pada tahap awal) agar sesuai dengan aturan “3-in-1” saat ini.
• Kendaraan darurat, kendaraan utilitas, dan bis-bis umum reguler harus bebas dari pungutan.

2) Waktu Penerapan

• Pada tahap awal, TDM diterapkan dari pukul 7:00 hingga 10:00 pagi dan dari pukul 16:00
hingga 19:00 seperti aturan “3-in-1” saat ini. Waktu penerapan akan diubah menjadi
sepanjang hari (kecuali malam hari) pada tahun 2020, apabila kemacetan lalu lintas masih
berat bahkan pada periode “off-peak” siang hari. Pungutan TDM akan mudah diubah
tergantung pada periode waktu bila sistem ERP telah diterapkan kelak.
• TDM diterapkan pada hari kerja; sedangkan pada hari akhir pekan dan hari libur tidak
diterapkan.
(7) Institusi Pelaksana
• Proyek ini harus dikelola oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ) seperti diusulkan
dalam SITRAMP, untuk mencakup tidak hanya wilayah administrasi DKI Jakarta saja namun
seluruh Jabodetabek. Hal ini karena banyaknya jumlah kendaraan yang terkena skema TDM
yang datang dari luar batas administratif DKI Jakarta, walaupun kawasan TDM itu sendiri
terletak di pusat kota DKI Jakarta.
• Mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan, maka komponen-komponen utama akan
dikontrakkan kepada perusahaan swasta melalui tender. Skema 3 (lihat Tabel 14.5)
dipandang cocok sebagai tahap pertama karena untuk sementara pada saat ini pekerjaan
pengawasan harus dilakukan oleh polisi.

1 4 .1 0 Pertimbangan Ekonomi dan Pendapatan TDM


Biaya modal investasi TDM terhitung sebesar Rp. 693 milyar, yang terdiri atas Rp. 92 milyar untuk
Sistem Pengawasan Manual dan Rp. 601 milyar untuk sistem ERP. Biaya operasi dan pemeliharaan
tahunan kedua sistem tersebut juga telah dihitung seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.6. Di samping
biaya sistem ERP, diperlukan juga biaya pembelian in-vehicle unit sebesar sekitar Rp 1,0 juta per
unit.

- 57 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 14.6 Biaya TDM (2005 – 2020) (Unit: Rp. milyar)


Periode Periode jangka Periode jangka
jangka pendek menengah panjang Total
( ~2007) (2008~2010) (2011~2020)
Sistem Pengawasan Manual 92 0 0 92
Sistem ERP 0 601 0 601
In-vehicle unit (Subsidi kepada
0 346 151 497
pengguna)
Operasi & Pemeliharaan 87 88 300 475
Total 179 1.035 451 1.665

Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan dan penghematan waktu perjalanan
sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C ratio) diperkirakan sebesar 7,2
pada tingkat diskonto 12%. Rasio ini bervariasi menurut penurunan manfaat yang dihasilkan seperti
ditunjukkan dalam Tabel 14.7.

Tabel 14.7 Rasio Biaya/Manfaat dan Sensitivitas


B/C
(diskonto 12%)
Kasus Dasar 7,2
Keuntungan Turun 20% 5,8
Keuntungan Turun 50% 3,6
Keuntungan Turun 70% 2,2
Keuntungan Turun 86% 1,0

Terdapat beberapa ketidakpastian mengenai dampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat
berdasarkan asumsi berikut:
• Untuk perioda tahun 2005 – 2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas (Alternatif 4)
ditetapkan sebesar Rp. 8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp 16.000 (tahun 2010 – 2014),
dan Rp. 20.000 (tahun 2015 – 2020);
• Mengingat faktor-faktor seperti lalu lintas puncak 6-jam (40%), kendaraan dengan 3
penumpang atau lebih (18%), lalu lintas internal di dalam kawasan TDM (20%), maka kurang
lebih 20% bangkitan perjalanan diperkirakan dikenakan pungutan TDM.
Berdasarkan asumsi di atas maka total pendapatan diperkirakan sebesar Rp 15,1 triliun selama
periode Rencana Induk. Namun demikian, besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk
yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi.

Tabel 14.8 Pendapatan TDM (2005 ~ 2020) (Unit: Rp. milyar)


Periode Periode Periode
jangka jangka jangka
Total
pendek menengah panjang
( ~2007) (2008~2010) (2011~2020)
Pendapatan TDM 1.400 1.800 11.900 15.100

- 58 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

15. Double Tracking Jalur Serpong, Peningkatan Akses dan Pengembangan


Lahan Terpadu

1 5 .1 Latar Belakang
Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api
Serpong. Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan
berpenghasilan menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di
Jakarta dengan mobil pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak
mencukupi sehingga hampir setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke
tempat kerja seringkali memakan waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan
kereta api eksekutif dari stasiun Serpong dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api
eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan
demikian hal tersebut menunjukkan permintaan penumpang yang potensial apabila layanan angkutan
kereta api yang memadai dapat disediakan.
Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan
angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efektif dan efisien.
Secara khususnya, peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam
jangka pendek diusulkan untuk menyediakan operasi langsung timur-barat.
Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme
pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut
peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu.

1 5 .2 Prediksi Permintaan Penumpang


Proyeksi permintaan penumpang kereta api Jalur Serpong ditunjukkan dalam Gambar 15.1.
Walaupun disediakan jalur kereta api langsung untuk menghubungkan aksis barat-timur antara
Serpong di barat dan Cikarang di timur, namun mayoritas pergerakan penumpang kereta api
diperkirakan masih bersifat komuter, yakni perjalanan-perjalanan antara Serpong-CBD dan
Bekasi-CBD. Oleh karena itu, segmen antara Stasiun Sudirman dan Stasiun Manggarai (yang terletak
kurang lebih di pusat CBD tersebut) diperkirakan akan menjadi ruas yang paling sibuk yang melayani
lebih dari 300.000 perjalanan penumpang pada tahun 2020.
Perkiraan penumpang yang naik dan turun di stasiun-stasiun sepanjang Jalur Serpong ditunjukkan
dalam Tabel 15.1 untuk tahun 2010 dan 2020. Di ujung barat jalur Serpong, Stasiun Rawabuntu
diperkirakan akan menjadi stasiun utama, sejalan dengan pengembangan kota Bumi Serpong Damai.
Di sisi lain, Stasiun Sudirman (dulu Stasiun Dukuh Atas) akan menjadi stasiun paling sibuk yang
melayani lebih dari 100.000 penumpang yang naik dan turun setiap hari.

- 59 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar 15.1 Proyeksi Permintaan Penumpang di Jalur KA Serpong, 2010-2020

Tabel 15.1 Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020
(Unit: Orang/hari)
Total Harian (Naik + Turun)
No. Nama Stasiun 2010 2020
1 Serpong 21.691 30.970
2 Rawa Buntu 49.580 70.788
3 Ciater 6.197 8.848
4 Sudimara 30.394 40.734
5 Jurang Mangu 32.490 43.543
6 Pondok Ranji 15.721 21.069
7 Bintaro 12.577 16.855
8 Pondok Betung 13.625 18.260
9 Kebayoran 44.466 55.887
10 Limo 20.454 25.708
11 Palmerah 24.012 30.179
12 Tanah Abang 33.498 42.243
13 Karet 15.764 19.879
14 Dukuh (Sudirman) 98.525 124.244
15 Rasuna 49.262 62.122
16 Manggarai 36.532 45.012
17 Mampang 4.059 5.001
Sumber: Perkiraan SITRAMP

- 60 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1 5 .3 Rencana Pembangunan Fasilitas Kereta Api


(1) Rencana Penambahan Rel
Alinemen penambahan rel di Jalur Serpong diletakkan di sebelah timur rel tunggal yang sudah ada
karena tersedia ruang di sebelah timur rel setelah “Proyek Modernisasi pada Jalur Serpong” dibangun
pada tahun 1993 – 1997. Tiang-tiang listrik yang ada juga telah mengantisipasi pelebaran ke sebelah
timur. (Lihat Foto 15.1 dan 15.2).
Sebaliknya, alinemen rel tambahan antara Palmerah dan Tanah Abang (P = 1,2 km) di letakkan di
sebelah barat rel yang sudah ada agar terhubung dengan Jalur Barat di Stasiun Tanah Abang, dan
memperhitungkan adanya Banjir Kanal. Situasi ini ditunjukkan dalam Gambar 15.2 dan 15.3.

Photo 15.1 Stasiun Rawa Buntu Photo 15.2 Stasiun Pondok Betung

(2) Rencana Struktur Stasiun


Struktur dasar stasiun direncanakan sebagai stasiun di atas rel (overtrack) untuk menghadapi
masalah penumpang gelap. Namun demikian, Stasiun Jurang Manggu direncanakan sebagai stasiun
di permukaan (ground station) karena terletak di bagian timbunan yang tinggi (tinggi = 5m).
Tabel 15.2 Rencana Struktur Stasiun
Klasifikasi Stasiun Jalur Serpong Jalur Barat
Stasiun di atas rel 1) Serpong, 2) Rawa Buntu, 1) Karet, 2) Sudirman*), 3) Mampang
3) Sudimara, 4) Pondok Ranji,
5) Kebayoran, 6) Palmerah,
Stasiun baru 1) Ciater, 2) Bintaro, 3) Pondok Betung, 1) Rasuna Said
(Stasiun di atas rel) 4) Limo
Stasiun baru 1) Jurang Manggu -
(Ground Station)
Total 11 stasiun 3 stasiun
*): Sudirman station has no improvable plan.

Stasiun-stasiun yang memerlukan jalur menyusul (passing track) untuk kereta api ekspres meliputi
stasiun-stasiun Kebayoran, Pondok Ranji, Sudimara dan Serpong. Dalam rencana layout rel di
Stasiun Serpong, operasi langsir untuk jarak jauh dari Merak juga diperhitungkan.

- 61 -
- 62 -
BH 91
KM 14 +5
ST

87
- BH 46 - m
K M L = 3.50
. TA

L = 23+66
2.5 3
NA

0m
73
H

6+8
LC -(Illegal)-KM15+413
AB

KM +873)
R5

(6
90

L = 6.46M
AN

BH 49
R 1991

- KM 15
+8
G(

L = 3.99 98
m
Thb
)

KM 24+022 5
5+ 93
R 500

(24+244) KM 1 4m
LC 75 - KM 24+396 ll egal) W = 3.1
LC (I
W = 7.11m
R 530

BH
R 475

51
-K
ST. SUDIMARA (Sdm
R1

)
R2

L =M 16
340
ST .

500

18. +343
BH 96 - KM 24+762 5
R3

KM
New
04

BH 98 - KM 24+851 L = 3.45m 16+ 0m


PON

BH 2
L = 5.88m (16+ 780
824 7 -K
40 ) L M 8+ 2
= LC
DO

BH 99 - KM 24+955 - KM 16-9 16.5685 (I ll


m egal)
R 340

LC 57A W = 7.28m - KM
L = 8.72m
KB

W = 8+ 256
L

LC 3 4.00m
C

43 2B -
KM
ET U

+1
R

B
R 1325

17 7m H W 8+310
=
A-
50
4

28-K 6.00m
NG

- KM = 3.0
L M
54 L = 8+507
BH
KM= 10

2.00
m
(Pd

R 404
LC W
9+ .11
4

yo
- =

b)

+609 LC 3
44 m

9-K
Fl W
r
39 W KM 6.1
46

- KM 172.38m
BH 55 L=
4

W =M 8+ 912
ve = 5
9+ 9m

10.00
R 900

m
km8. 5
9+8m

LC 5
ST. P

8
49 m

A-K
B H 102 - M T
KM 25 W = 18+143 (R
ALM

11.1 )
R 450
E

L = 50.9+998
6m 4m
8
R3
R3

0 +06
29
25

KM 1 16)
R 20000
RAH

B (10+1
K
(P

H 105 -
KM 26+5 M 18 +32
BH 59 - KM 18+554 8
lm)

L = 26.3 59
7m L = 17.08m (18+
362)
S T. B
New

KM 26 +7 LC 4
R 40000

00 1-K
M1
INTA
R3

(26+72
New

0)
04

W = 60+315
B BH 59A - KM 19+170 .68m
ST. CIA

H 106 -
RO

KM 26+7 L = 22.43m
TE
R 309

L = 7.68 49
m
R

BH 38 - KM 10+
842
BH 107 - KM L = 11.48m
27+0
R 10

L = 12.1 49
0m LC 6
4
00

- KM
19
W = +872
R 2300

LC 8
R 1004

6.12
2-K
M2 m
W = 7+496
4.17
m
ST . PO

BH 113 - BH 112 -
KM 28+0
99
L = 29.00m
KM 28+0
23
KM 19+9
94
L = 18.01m (20+033)
N D OK

R 1014
LC45A-KM12+023
W = 13.59m
R 900

R 1030
BH 114 - KM 28+377 BH 69
-
RANJI

KM 20
L = 2.60 +6 Flyover - KM 12+402
New

Flyover KM - 28+655 L = 3.71 30


m W = 24.94m KM 12+282
W = 20.62m
(Pdr)

KM 28+776 (12+330)
ST. LIMO

(28+796) LC46-KM12+689
BH 72 - KM W = 4.66m
21+1
L= 4.3456
m
ST
.

BH

ST. RAWABUNTU (Ru)

R 486
75 - KM
K

21+3 BH
E

73 - KM
2 L= 5.2156 21+2
9+ 35 m
R 2000
BA

L= 4.09 31
KM 2 2m m
YO

BH 1
19 - L = 59.5
LC 65 BH 42 - KM 13+238
L = 2.0m
T(R)

- KM
RA

BH 76
- KM 21 18
+8
T(R)
N(

21+88 W = 2. +555

R 390
6 91m
R 2000

13 53)
R

9.
0

L= 83
m
Kb

50

R 474
0

BH 77 KM 13+8
(
y)

- KM
22+
L= 20.4092 3
9m 68
R 500

3+ m
M1 .18
BH - K 10
New
ST . J U

79 K
T(R

50 W =
)

- K M 22 + LC
M 173 91
+9
R8

L = 22+ 2 (22+1
00

3.00 92 90) 13 54m

R5
m Fly
RANG

KM 9.

00
KM ove LC 52 - KM 14+256
r - er W =
30 K M ov W = 14.59m
+1 BH Fly

ST
8
(30 W = 22+20
+2 13 1 -

N
KM 8.09 3
MANG

.S
03 m

bs
Su ew
) LC L = 22+47

tati
ER
71 18.9 0

on
-K 3m

R5
M

PO
GU (J

00
Fly
ov W 22+

Gambar 15.2 Double Tracking Jalur Serpong Antara Tanah Abang dan Serpong
NG
LC er
rm)
= 1 693
90 K M .0m
-

(Sr
K M

p)
R5
BH L = - 22

20
L = 30+ 85 7.5 +760
7.8 362 -K 6m
3m M
L = 23+
2.0 160
0m
LEGEND :

Flyover
Existing Track

Ground Station
Additional Track
( NEW PLAN )

KM 0+000 Chainage of Survey

Over Track Staton

Master Plan
The Study on
Existing Bridge (L >
Existing Level Crossing
BETWEEN THB AND SRP

= 2.0m)

Integrated Transportation

for Jabodetabek (Phase2)


(PT 0+000) Chainage of PT. KA (Persero)

SITRAMP
SERPONG LINE DOUBLE TRACKING
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
ST. TANAH ABANG ( Thb) ST. KARET ST. RASUNA SAID ST. MAMPANG ST. MANGGARAI SHORTCUT PLAN WITH
SERPONG / WESTERN LINE
ST. SUDIRMAN
BEETWEEN PALMERAH AND
MANGGARAI

KM 2 + 029

KM 0 + 000
KM 3 + 476
KM 4 + 648
KM 6 + 038
LEGEND :

KM 2 + 840
17 Additional Elevated Track
+3 m

L = 6.00 m
3

W = 24.50 m
87 M
- 0 9.80 Additional Track (Ground)
+
6

W = 35.91m
rK W=

L = 6.00 m
W = 17.85 m
ve

L = 11.00 m

LC 1 - KM 1 + 892
KM yo

BH 8 - KM 5 + 113
Existing Track

W = 20.00 m
Fl

W = 20.00 m

Flyover KM 2 + 728
BH 5 - KM 3 + 291
Flyover KM 3 + 317
LC 2 KM 4 + 001
LC 3 KM 4 + 533
BH 28 - KM 5 + 717
R 300 Level Crossing
BR 3
00 C D
> 2.0m)
Existing Bridge (L =
R 300
R 300
B C D

A
A
W = 20.00m
KM 8 + 550

Flyover KM 1 + 885

- 63 -
Section A - A Section B - B Section C - C Section D - D
( ST. KARET )
B = 15 m

Service Road SITRAMP

The Study on
Integrated Transportation
Master Plan
for Jabodetabek (Phase2)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)

Gambar 15.3 Rencana Shortcut di Jalur Serpong / Barat Antara Palmerah dan Manggarai
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

(3) Short Cut Ruas Palmerah – Karet


Rencana Induk SITRAMP merekomendasikan untuk mengarahkan pembangunan perkotaan ke arah
timur-barat dengan memperbaiki tingkat layanan Jalur Bekasi dan Jalur Serpong dengan
menyediakan operasi langsung timur-barat. Sehubungan dengan itu, untuk kelancaran operasi KA
timur-barat direkomendasikan untuk menyediakan jalur pintas (short-cut) antara stasiun Karet dan
Palmerah.
Hal yang paling penting dalam perencanaan short cut adalah alinemen antara Palmerah dan Karet;
yaitu, dari titik 1,2 km sebelah selatan Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Karet melewati Banjir Kanal
dengan kurva radius 300 meter.
Dua alternatif alimenen telah dipertimbangkan. Alternatif-1 adalah Rel Layang sedangkan Alternatif-2
adalah Rel Di Atas Tanah. Keuntungan dan kerugian aternatif-alternatif tersebut dijelaskan di bawah.

Alternatif 1 Alternatif ini memerlukan lerengan dengan kemiringan 2,6%; oleh


karena itu, kereta barang dan kereta jarak jauh/sedang tidak dapat
melewati rel ini.

Alternatif 2 Sebaliknya, kereta barang dan kereta jarak sedang/jauh dapat


dioperasikan pada ruas ini. Namun demikian, perlu memasang scissors
crossing turnout, yang sangat riskan untuk operasi kereta api, dan juga
sulit untuk menjaga fasilitas turnout dengan semestinya.

Kesimpulannya, alternatif-1 direkomendasikan dari sudut pandang keselamatan operasi kereta api
dengan memperhitungkan kenaikan permintaan di masa depan.
(4) Rencana Stabling Yard
Proyek double tracking Jalur Serpong memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun
2020. (Jumlah Kereta Listrik yang ada 26 gerbong, telah dikurangi dari jumlah kereta yang dibutuhkan
untuk operasi kereta pada tahun 2020). Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, maka
direncanakan untuk membangun stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi
120 gerbong KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya.

1 5 .4 Rencana Operasi
Operasi kereta saat ini terdiri dari 4 gerbong kereta dalam satu rangkaian. Nantinya direncanakan
bahwa satu kereta akan terdiri dari 8 gerbong mengingat kenaikan permintaan penumpang pada
masa mendatang. Headway minimum pada jam sibuk direncanakan sekitar 7-menit pada tahun 2010
dan 5,5 menit pada tahun 2020 berdasarkan proyeksi permintaan penumpang.
Tabel 15.3 Rencana Operasi pada jam Sibuk
Jumlah gerbong Headway Kapasitas Volume
Tahun Ruas (kedua arah/ (Menit) (Kedua arah) Penumpang
jam) (Kedua arah)
2010 Serpong – 9 7 20,000 38,400
Manggarai
2020 Serpong – 11 5.5 24,800 48,870
Manggarai

1 5 .5 Estimasi Biaya
Estimasi biaya untuk Tahap 1, “Proyek double tracking Jalur Serpong dan Tanah Abang,” dan untuk
Tahap 2, “Proyek jalur Short cut antara Palmerah dan Manggarai,” ditunjukkan dalam Tabel 15.4.

- 64 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Tabel 15.4 Estimasi Biaya untuk Tahap 1 dan Tahap 2

Unit: Milyar Rp.


Item Biaya Tahap 1 (P=23.4 km) Tahap 2 (P=5.2 km) Keterangan
F/C L/C Total F/C L/C Total
Sipil & Rel 117.3 223.6 340.9 34.0 51.9 85.9
Fasilitas Elektrik 404.6 85.9 490.5 45.1 6.0 51.0
Gedung & Depo 95.2 74.8 170.0 23.0 23.0 45.9
Rolling Stock 280.5 31.5 312.0 884.0 98.6 982.6 40 Gebong
(Tahap1); 126
Gerbongs (Tahap 2)
Biaya Tak Terduga 90.1 41.7 131.8 98.6 17.9 116.5
Jasa Konsultan 47.6 29.8 77.4 7.7 6.0 13.6
Pembebasan Tanah 0 54.4 54.4 0.0 96.1 96.1 A=1.1ha (Phase 1);
A=1.2 ha(Phase 2)
Ganti rugi 0 11.1 11.1 0.0 19.6 19.6
PPN 90.1 41.7 131.8 98.6 17.9 116.5
Total 1,125.4 594.2 1,719.6 1,190.9 336.6 1,527.5
Catatan) 8,500Rp./US$, 77.92 Rp./Yen

1 5 .6 Rencana Pembangunan Plasa Stasiun


Plasa stasiun merupakan fasilitas penting bagi penumpang untuk berpindah dari angkutan moda lain
ke angkutan kereta api. Luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan plasa stasiun diperkirakan
berdasarkan permintaan penumpang pada masa mendatang untuk masing-masing stasiun. Rencana
pembangunan plasa stasiun utama dicantumkan dalam Tabel 15.5. Lokasi pembangunan plasa
stasiun digambarkan dalam Gambar 15.4.

Tabel 15.5 Rencana Pembangunan Plasa Stasiun Utama


Jumlah Penumpang yang
Plasa Stasiun
Naik/Turun Biaya
No. Stasiun
Pemerintah (Rp. juta)
2010 2020 PT KAI Total
Daerah
1 Tanah Abang 33.000 42.000 0 5.600 5.600 78,964
Jurang Manggu
8 32.000 44.000 2.000 1.500 3.500 5,238
(Stasiun Baru)
11 Rawabuntu 50.000 71.000 4.000 2.000 6.000 9,004
Sudirman
14 99.000 124.000 0 2.500 2.500 5,244
(dahulu Dukuh Atas*)
Rasuna Said
15 49.000 62.000 0 7.000 7.000 0
(Stasiun Baru)
Total 98.432

- 65 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Gambar 15.4 Rencana Pembangunan Jalan Akses dan Plasa Stasiun

1 5 .7 Rencana Pembangunan Jalan Akses


Untuk mendayagunakan efek peningkatan jalur kereta api Serpong, perlu dilakukan pelebaran jalan
untuk jalan-jalan utama menuju stasiun kereta api dan pembuatan halte bis apabila plasa stasiun
kereta api tidak tersedia. Walaupun nampaknya sulit untuk melebarkan jalan karena lahan di sekitar
jalan sudah dipenuhi perumahan, namun usaha yang terus-menerus harus dilakukan untuk
melaksanakan pelebaran jalan akses agar sistem angkutan kereta api menjadi optimal. Rencana
jalan akses yang diusulkan ditunjukkan dalam Gambar 15.4.

1 5 .8 Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan Tahap 1, “Proyek double tracking jalur Serpong dan Tanah Abang” dan Tahap 2,
“Proyek jalur short cut antara Palmerah dan Manggarai”, ditunjukkan dalam Gambar 15.5.

Item 2006 2007 2008 2009 2010 2011~2020


Pembebasan Tanah Phase 1 Phase 2

Tahap 1 (SRP-THB) L=23.4km

Tahap 2 (PLM – MRI) L=5.2km

Jalan Akses

Plasa Stasiun

Gambar 15.5 Jadwal Pelaksanaan

- 66 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1 5 .9 Analisis Ekonomi dan Finansial


(1) Estimasi Biaya
Proyek terdiri dari tiga paket dengan total biaya investasi sebesar Rp. 4.312,4 milyar selama kurun
waktu antara 2004 hingga 2020. Biaya untuk pembangunan jalur ganda terhitung 75% dari total biaya.
Tabel 15.6 Biaya Investasi Proyek
Unit: Rp. juta
Jangka pendek dan
Jangka panjang
menengah Total
(2011~2020)
(2004~2010)
Double Tracking Jalur Serpong 3.248.000 - 3.248.000
Peningkatan Akses 655.000 311.000 966.000
Pengembangan Lahan Terpadu 19.500 78.900 98.400
Total 3.922.500 389.900 4.312.400

(2) Evaluasi Ekonomi


Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,993 triliun dan
Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 18,9%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi
pelaksanaan proyek ini.
Tabel 15.7 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi
Present Value dengan diskonto 12 % (Rp. milyar) EIRR
Biaya Manfaat Net Present (%)
Value
Penghematan Biaya yang Total
biaya VOC dan terhindar dari Keuntungan
TTC operasi Jalur
Serpong
2.348 3.999 342 4.341 1.993 18,9%

Penurunan emisi CO2 juga dianggap sebagai manfaat penting terhadap lingkungan global.
Penurunan emisi CO2 diperkirakan sebesar 360.000 ton pada tahun 2020 dengan proyek ini dan nilai
ekonomi penurunan CO2 tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 milyar dimana diasumsikan bahwa
nilai dari penurunan CO2 adalah US$ 10 per ton.
(3) Analisis Finansial
Dalam analisis finansial, kelayakan finansial proyek Double Tracking Jalur Serpong dievaluasi dari
aspek kemampuan PT. KA untuk menanggung beban biaya proyek melalui pendapatan dari tarif
penumpang. Untuk evaluasi diasumsikan tiga macam tingkat tarif sebagai berikut :
Tabel 15.8 Alternatif Tarif Penumpang
Flag fall Porsi jarak
Kasus 1 Rp. 1,000 -
Kasus 2 Rp. 1,000 Rp. 100/km
Kasus 3 Rp. 1,000 Rp. 200/km

• Dalam Kasus 1, pendapatan dari ticket penumpang memungkinkan PT. KA menanggung 10 ~


20% biaya rolling stock dan biaya OM (FIRR: 15,4% dan 8,0% dengan beban masing-masing
10% biaya rolling stock dan 20% biaya OM)
• Dalam Kasus 2, FIRR sebesar 10.0% bila PT. KA akan menanggung biaya rolling stock dan
biaya operasi/pemeliharaan. FIRR tersebut relatif rendah untuk bisnis swasta.

- 67 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

• Dalam Kasus 3, PT. KA diperkirakan akan mendapat keuntungan yang mencukupi sekalipun
harus menanggung beban biaya rolling stock dan OM (FIRR: 19,3%) dan akan dapat
menanggung biaya untuk bangunan stasiun dan stasiun plasa (FIRR: 16,8%).
Saat ini, anggaran investasi untuk fasilitas prasarana dasar kereta api seperti pekerjaan sipil dan rel,
pekerjaan elektrikal, dan bangunan-bangunan disediakan oleh pemerintah dan PT. KA bertanggung
jawab pada pengoperasian kereta api. Dalam hal sharing biaya dengan pemerintah, PT. KA diminta
untuk membayar biaya tahunan depresiasi fasilitas prasarana kepada pemerintah sebagai Track
Access Charge (TAC). Di sisi lain, pemerintah memberikan subsidi Public Service Obligation (PSO)
kepada PT. KA untuk kompensasi defisit karena tarif penumpang untuk kelas ekonomi rendah.
Kenyataannya, walaupun ada prinsip-prinsip di atas, namun alokasinya tidak direalisasi secara
mencukupi untuk menutup jumlah yang diperkirakan karena pemerintah kekurangan dana, begitu
juga dengan PT. KA.
PT. KA tidak akan dapat mengelola secara mandiri bila diminta untuk memenuhi beban biaya
investasi serta biaya OM yang saat ini diatur dengan pembayaran TAC. Akan lebih rasional bila
fasilitas prasarana dasar seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal dan persinyalan
ditanggung oleh Pemerintah dan biaya untuk pengadaan rolling stock dan biaya operasi dan
pemeliharaan dibebankan melalui pendapatan dari angkutan penumpang dan barang oleh PT. KA.
Dalam konteks ini, penting untuk membedakan biaya yang ditanggung oleh PT. KA untuk berbagi
dengan anggaran pemerintah dalam rangka privatisasi manajemen PT. KA di masa depan.
1 5 .1 0 Integrasi Sistem Transportasi dengan Guna Lahan melalui Pedoman
Perencanaan Perkotaan
Di Jabodetabek, cukup banyak pembangunan perumahan skala besar telah dilakukan oleh
pengembang swasta. Rencana guna lahan dan rencana pengembangan jaringan jalan di dalam
kompleks perumahan telah dibuat oleh pengembang dan telah disetujui oleh pemerintah daerah
terkait. Agar guna lahan tersebut dapat konsisten dengan sistem angkutan kereta api dan untuk
mengintegrasikan sistem transportasi dengan pengembangan perkotaan, maka pemerintah daerah
perlu menyiapkan detail rencana guna lahan berikut dengan zona lahannya, yang menyebutkan rasio
luas lantai dan bangunan terhadap rasio lahan.
Integrasi antara guna lahan dan pengembangan sistem transportasi adalah sangat penting untuk
efisiensi pengembangan sistem transportasi kereta api. Konsep Transit Oriented Development (TOD)
harus dipertimbangkan untuk pengembangan sistem kereta api. Hal ini mengisyaratkan perlunya
mengarahkan pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api.
Dalam rencana guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10
menit berjalan kaki atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun.
1 5 .1 1 Mekanisme Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalur Serpong
Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan
keuntungan ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan
sepenuhnya dari peningkatan layanan angkutan tersebut.
Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem transportasi kereta api, salah satu
caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang real-estate di sepanjang koridor
kereta api. Pertama-tama, perusahaan kereta api membeli tanah di sekitar jalur kereta api dan
mengembangkannya sebagai lahan permukiman sebelum peningkatan sistem kereta api. Nilai lahan
akan meningkat setelah tingkat layanan jalur kereta api ditingkatkan. Kemudian perusahaan kereta
api dapat memperoleh keuntungan dari meningkatnya nilai lahan. Di lain pihak, pembangunan lahan
permukiman tersebut sebaliknya akan juga menghasilkan tambahan jumlah penumpang kereta api.
(1) Kemitraan Pemerintah-Swasta
Bagaimanapun juga, PT. KA tidak memiliki personil yang menguasai pengetahuan bisnis real estate
yang memadai. Maka untuk saat ini tidak diusulkan agar PT. KA terjun ke dalam bisnis baru tersebut.
Sebagai gantinya, direkomendasikan agar PT. KA bekerjasama dengan pengembang real-estate
seperti Bintaro Jaya dan Bumi Serpong Damai (BSD) untuk menyediakan dukungan finansial bagi

- 68 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

pengembangan jalan akses, pembangunan plasa stasiun, dan pembangunan fasilitas stasiun kereta
api karena pengembang dan konsumennya akan menikmati layanan kereta api yang ditingkatkan.
(2) Kerja Sama Antar Badan Usaha Milik Negara
Perumnas telah membeli 800 ha tanah untuk pembangunan permukiman (terutama untuk rumah
tangga berpenghasilan rendah) di sebelah selatan Stasiun Parung Panjang pada Jalur Serpong.
Karena kelambatan peningkatan layanan kereta api, maka pembangunan perumahan belum
memberikan kemajuan seperti yang dijadwalkan.
Bila fungsi Perumnas diperluas hingga mencakup pengembangan perkotaan (dengan kata lain tidak
hanya semata-mata pada pembangunan perumahan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah,
tetapi juga pembangunan fasilitas komersial dan perumahan berkualitas bagus untuk kelas
menengah), maka Perumnas dapat membangun gedung-gedung tinggi di sekitar kawasan stasiun
kereta api sesuai dengan konsep TOD (Transit Oriented Development).

- 69 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

16. Proyek Jalan Outer-Outer Ring Road

1 6 .1 Latar Belakang
Proyek ini dimaksudkan tidak hanya untuk memenuhi permintaan lalu lintas wilayah Jabodetabek di
masa depan semata-mata namun juga untuk mendorong pengembangan sub-center sebagaimana
diusulkan dalam SITRAMP sebagai strategi pengembangan wilayah yang diinginkan di Jabodetabek.
Proyek jalan ini membentang sepanjang 110 km dengan melibatkan beberapa pemerintah daerah di
Bodetabek. Selain itu, volume lalu lintas bervariasi dari ruas ke ruas. Kondisi ini memunculkan
berbagai alternatif metode pelaksanaan, misalnya yang terkait dengan skema partisipasi sektor
swasta, investasi publik dan kombinasi dengan pengembangan wilayah di sekitar jalan. Pra-Studi
Kelayakan ini menyoroti hal-hal tersebut terutama tidak dari aspek teknis namun dari sudut pandang
skema pelaksanaan yang mungkin dapat ditempuh.
1 6 .2 Rute
Rute jalan Outer-outer Ring Road (OORR), seperti ditunjukkan dalam Gambar 16.1, menghubungkan
Kota Tangerang, Kota Depok dan Kota Bekasi, yang berfungsi sebagai sub-center di wilayah
Jabodetabek dengan panjang total mencapai sekitar 110 km.

Gambar 16.1 Rute OORR

1 6 .3 Biaya Proyek
(1) Standar Struktural
OORR direncanakan sebagai jalan dengan kontrol akses sepenuhnya. Mengingat volume lalu lintas
pada beberapa ruas OORR tidak begitu besar, maka pembangunannya diusulkan untuk dilakukan
secara bertahap. Pada tahap awal, OORR akan terdiri atas 4 lajur dan nantinya diperlebar menjadi 6
lajur bila volume lalu lintas telah melebihi kapasitas.

- 70 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

(2) Biaya Proyek


Biaya proyek untuk masing-masing ruas dirangkum dalam Tabel 16.1
Tabel 16.1 Biaya Proyek
Unit: Rp. Milyar
Length Const. Land Project
IC/JC Others
(km) Cost Cost Cost

Cenkareng
16.9 800.0 248.1 420.1 1,468.2
Merak Toll
10.6 248.6 77.0 246.7 572.3
Serpong Toll
26.1 741.0 229.4 878.0 1,848.4
Jagorawi
27.1 470.8 145.8 276.1 892.7
Cikampek
27.6 1,553.9 481.6 239.7 2,275.2
JORR

Total 108.2 3,814.3 1,181.9 2,060.6 7,056.8

Note: Cost of 4-lane at the first stage

1 6 .4 Prediksi Lalu Lintas


Rata-rata volume lalu lintas pada tahun 2020 pada ruas-ruas utama ditunjukkan dalam Tabel 16.2.
Ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi menunjukkan volume yang besar, terhitung
sekitar 40.000 hingga 50.000 pcu per hari. Di lain pihak, ruas antara Jalan Tol Cikampek dan JORR
bagian timur memiliki volume lalu lintas yang kecil; kurang dari 10.000 pcu per hari.
Tabel 16.2 Permintaan Lalu Lintas menurut Kasus
Cengkareng Access

JORR E Section
Cikampek Toll
Jagorawi Toll
Serpong Toll
Merak Toll

Case Conditions
RE2 No area development 20,800 44,600 50,500 13,500 7,300
REA-A1 With Area development 23,700 44,600 54,700 17,000 8,400
REA-C2 Up to Cikampek* 23,700 46,700 54,800 21,400 -
Note: *) With area development Unit: P.C.U./day

1 6 .5 Evaluasi Ekonomi
Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) ditunjukkan
dalam Tabel 16.3 yang mengindikasikan bahwa proyek tersebut layak secara ekonomi.
Tabel 16.3 Analisis Kelayakan Finansial
Biaya Keuntungan (Rp. milyar) Net Present Value EIRR
(Rp. Penghematan BOK Penghematan Waktu Total Keuntungan (Rp. milyar) (%)
milyar) Perjalanan
2.020 1.265 1.350 2.615 595 16,3%
Note: Biaya dan Keuntungan serta NPV pada tingkat diskonto 12%.

- 71 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1 6 .6 Kemungkinan Ruas Tol


(1) Analisa Kelayakan
Alternatif skenario rentang jalan tol berikut nilai kelayakan finansialnya (FIRR) ditunjukkan dalam
Tabel 16.4 berikut ini.
Tabel 16.4 Hasil FIRR Alternatif Skenario
Land Cost
Toll Rate Tariff Raise
Burden
Area
Toll Road Section Partly
Conditions 5% per 7% per Develo by FIRR
Alternative 350 500 by land
Annum Annum pment Investo
Rp. Km Rp./km develo
. . r
per*

Cengkareng Access
○ ○ ○ 11.70%
to East JORR (all sections)

Cengkareng Access
○ ○ ○ ○ 14.80%
to East JORR (all sections)

Jagorawi Toll
○ ○ ○ 15.00%
to Cikampek Toll

Cengkareng Access
○ ○ ○ 16.00%
to Jagorawi Toll

Cengkareng Access
○ ○ ○ ○ ○ 16.10%
to Cikampek Toll

Cengkareng Access
○ ○ ○ ○ ○ 18.60%
to Cikampek Toll
Note: *) Land cost within area development between Siliwangi and Setu is covered by area developer

(2) Ruas Tol Yang Memungkinkan


Berdasarkan arah pengembangan wilayah, karakteristik lalu lintas dan kelayakan finansial sebagai
jalan tol, maka analisa terhadap alternatif ruas tol mengindikasikan hal-hal berikut:
• Sulit untuk membangun seluruh ruas OORR (antara tol Cengkareng hingga JORR timur)
sebagai jalan tol, mengingat resiko seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di masa
mendatang.
• Walaupun ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi potensial bagi bisnis jalan tol
dari sudut pandang kelayakan finansial, hal ini tidak akan memenuhi pencapaian skenario
pengembangan sub-center di Jabodetabek. Dengan kata lain, arahan pengembangan wilayah
yang diinginkan tak dapat dicapai jika OORR hanya dibangun antara Jalan Tol Merak dan
Jalan Tol Jagorawi.
• Ruas antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek memiliki beberapa kesulitan untuk
mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol karena volume lalu lintas yang relatif rendah.
Beberapa kemungkinan masih tetap ada, misalnya bila diterapkan sistem pool pendapatan tol
bersama-sama dengan ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Jagorawi. Di
samping itu diusulkan juga untuk melakukan integrasi dengan pengembangan kawasan di
lokasi-lokasi yang dilalui jalan tol. Mengingat resiko di masa datang dan karakteristik lalu
lintas, maka lebih baik untuk membangun OORR pada ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan
Jalan Tol Cikampek.

(3) Ruas OORR antara Jalan Tol Cikampek–JORR Timur


Karena sulit untuk membangun ruas ini sebagai jalan tol, maka hal berikut ini dapat dipertimbangkan:
• Untuk sementara waktu, permintaan lalu lintas dilayani dulu oleh jalan-jalan arteri non-tol yang
ada maupun yang telah direncanakan; kemudian selanjutnya
• Ruas ini dibangun oleh pemerintah sebagai “jalan raya mobilitas tinggi” dengan kontrol akses
penuh/sebagian; dengan tarif rendah hanya untuk menutup biaya pemeliharaan bila mungkin.

- 72 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

1 6 .7 Integrasi dengan Pengembangan Kawasan


Untuk segmen OORR antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek, terdapat dua isu kunci
untuk mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol, yaitu tersedianya lahan untuk jalan tol dan
tambahan lalu lintas. Solusi yang memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan
pengembangan kawasan berskala besar yang diintegrasikan dengan pembangunan OORR. Kondisi
tersebut diharapkan dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut:
• Jabodetabek di bagian barat memiliki kompleks-kompleks perumahan berskala besar seperti
Bintaro Jaya dan BSD. Sementara bagian timur Jabodetabek memiliki kompleks-kompleks
industri dan beberapa kompleks perumahan dalam ukuran sedang. Maka perlu untuk
medorong pembangunan kawasan skala besar untuk mendorong pengembangan Koridor
Timur-Barat, yang telah lama menjadi arahan pembangunan Jabodetabek.
• Integrasi dengan pembangunan kawasan dapat mendorong penambahan lalu lintas hingga
sekitar 16.400 pcu pada ruas tersebut. Hal ini memberi sumbangan yang besar pada
peningkatan kelayakan finansial jalan tol dan juga untuk mengatasi permasalahan
membangun ruas OORR antara jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai jalan
tol.
• Menurut peraturan saat ini, biaya pembebasan tanah untuk jalan tol ditanggung oleh
Kimpraswil. Namun demikian, tampaknya sulit untuk membebankan biaya pembebasan tanah
ini dalam APBN di era desentralisasi saat ini. Di sisi lain, pemerintah daerah juga menghadapi
kesulitan finansial. Dalam kondisi demikian, tampaknya tak dapat dielakkan bagi investor
swasta untuk menanggung biaya pembebasan tanah. Tak diragukan lagi, hal ini akan
mengurangi tingkat kelayakan finansial proyek. Oleh karena itu, integrasi antara
pembangunan jalan tol dan pengembangan kawasan dapat sangat mengurangi
permasalahan tersebut dan juga dapat menjamin tersedianya “Daerah Milik Jalan” untuk jalan
tol.

1 6 .8 Isu-isu mengenai Pelaksanaan


Isu-isu dalam pelaksanakan proyek dirangkum sebagai berikut:
(1) Manajemen Proyek
Apabila ruas OORR antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek (sekitar 80 km) akan
dibangun sebagai jalan tol, maka hal ini merupakan problematika tersendiri bagi pemerintah daerah
terkait dalam menjalankan langkah/prosedur yang diperlukan untuk membangun dan
mengoperasikan OORR sebagai jalan tol. Sejauh ini seluruh pemerintah daerah yang terkait belum
memiliki pengalaman yang memadai dalam menangani proyek jalan tol dalam skala sebesar itu. Oleh
karena itu, akan lebih baik apabila OTJ (Otorita Transportasi Jabodetabek) mengelola proyek tersebut
seperti diusulkan dalam Master Plan.
Lebih lanjut, perlu ditekankan bahwa pembangunan jalan OORR hendaknya dilakukan secara utuh
dan tidah terpecah-pecah. Apabila investor swasta hanya mengambil ruas-ruas tertentu saja yang
diperkirakan menguntungkan, maka akan timbul permasalahan tambahan. Jika terdapat lebih dari
satu investor, maka sebaiknya investor-investor tersebut digabungkan sebagai suatu konsorsium
untuk menangani pembangunan ruas-ruas OORR sebagai satu kesatuan; bukan hanya mengambil
ruas menguntungkan saja, tetapi juga ruas-ruas lainnya secara menyeluruh.
(2) Prasyarat untuk Kelayakan
Walaupun kenaikan tarif tol baru saja terlaksana, namun tarif tol di Indonesia sudah sejak lama
berada pada tingkat yang rendah dan selalu diperlukan ijin pemerintah untuk menaikkan tarif tol.
Jalan tol pada prinsipnya dibiayai dengan pendapatan tol. Penentuan tarif tol awal yang masih
menguntungkan pengguna dan mekanisme kenaikan tarif tol di masa depan sesuai pertumbuhan
nyata PDB per kapita menjadi prasyarat untuk mewujudkan bisnis jalan tol.
(3) Integrasi dengan Pengembangan Kawasan
Integrasi antara pembangunan jalan tol dengan pengembangan kawasan juga tidak mudah. Dalam

- 73 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

pelaksanaannya hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan :


• Rencana tata ruang lokal perlu menentukan prinsip-prinsip perencanaan dan batas-batas
proyek pengembangan kawasan. Hal ini akan mencegah pengembangan kawasan yang tidak
terkendali.
• Apabila dimungkinkan, lebih baik bila satu investor saja yang melaksanakan proyek
pembangunan kawasan. Apabila terdapat beberapa investor yang berpartisipasi dalam
proyek, maka semua investor hendaknya ikut menanggung biaya lahan untuk jalan tol,
walaupun kawasannya tersebut berdekatan atau jauh dari JORR-2.
• Dapat diperkirakan bahwa spekulasi tanah mungkin terjadi sehubungan dengan
pengembangan kawasan. Dalam hal jual-beli tanah di kawasan yang telah ditunjuk pada
rencana tata ruang lokal, maka sangat diperlukan peran pemerintah daerah untuk mengontrol
harga tanah agar tidak melonjak naik dengan menerapkan peraturan untuk mendapatkan ijin
jual-beli tanah.
• Karena diperlukan pembangunan kawasan berskala besar, maka guna lahan perlu diarahkan
agar dapat menyediakan kesempatan kerja sehingga dapat berfungsi sebagai sub-center.
• Selain itu, dibutuhkan juga pembangunan beberapa fasilitas angkutan umum seperti
perluasan busway dari Bekasi melalui Jl. Siliwangi, atau jalur kereta api baru untuk
menghubungkan Jalur Kereta Api Bekasi ke kawasan yang dibangun di sekitar OORR.

- 74 -

Anda mungkin juga menyukai