SitramGabunganTahap2 PDF
SitramGabunganTahap2 PDF
STUDI
RENCANA INDUK TRANSPORTASI
TERPADU JABODETABEK
(TAHAP 2)
(The Study on Integrated Transportation Master Plan
for Jabodetabek Phase 2)
MARET 2004
STUDI
RENCANA INDUK TRANSPORTASI
TERPADU JABODETABEK
(TAHAP 2)
MARET 2004
JICA telah memilih suatu Tim pelaksana Studi dan menugaskannya ke Indonesia
antara bulan November 2001 hingga Maret 2004. Tim Studi tersebut diketuai oleh Mr.
Tomokazu Wachi dari Pacific Consultants International Co. Ltd. yang beranggotakan
beberapa tenaga ahli dari Pacific Consultants International Co. Ltd. dan Almec
Corporation. Selain daripada itu, JICA juga telah membentuk suatu Komite Penasehat
(Advisory Committee) yang diketuai oleh Prof. Dr. Haruo Ishida dari Universitas
Tsukuba Jepang. Advisory Committee juga bertugas sejak bulan November 2001
hingga Maret 2004 dan mengkaji hasil-hasil Studi dari sudut pandang teknis dan
kepakaran.
Tim Studi telah melakukan serangkaian diskusi dengan pejabat dan personil
Pemerintah Republik Indonesia terkait serta melaksanakan beberapa survey di
wilayah Studi. Setelah kembali ke Jepang, Tim Studi melakukan kajian lanjutan yang
diperlukan dan mempersiapkan Laporan Akhir ini.
Kami berharap agar Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan di
Republik Indonesia dan dapat lebih mempererat hubungan persahabatan di antara
kedua negara.
Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan yang tulus kepada seluruh pejabat dan
personil Pemerintah Republik Indonesia atas kerjasamanya dalam pelaksanaan Studi.
Maret 2004
Kazuhisa Matsuoka
Vice President
Japan International Cooperation Agency
Maret 2004
Kepada Yth :
Mr. Kazuhisa Matsuoka
Vice President
Japan International Cooperation Agency
Tokyo, Jepang
Dengan hormat,
Studi ini dilaksanakan di Republik Indonesia antara bulan November 2001 hingga
Maret 2004 oleh Tim Studi yang terdiri atas personil dari Pacific Consultants
International dan Almec Corporation berdasarkan kontrak dengan JICA.
Ringkasan Laporan memaparkan seluruh tugas yang dilaksanakan dalam Studi Tahap
2 berikut rekomendasi rencana induk transportasi terpadu Jabodetabek serta
menjelaskan beberapa hal penting berkenaan dengan empat Pra-Studi kelayakan yang
telah dilakukan. Laporan Utama Volume 1 pertama-tama mengidentifikasi issue dan
permasalahan transportasi perkotaan yang dijumpai saat ini. Selanjutnya beberapa
kebijakan dan strategi transportasi perkotaan dijelaskan dan kemudian diusulkan suatu
rencana induk transportasi terpadu untuk wilayah Jabodetabek. Laporan Utama
Volume 2 mengkaji kelayakan empat proyek prioritas yang dipilih dari rencana induk.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf
JICA dan kepada JICA Advisory Committee. Kami juga ingin menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan
bekerjasama dalam pelaksanaan Studi, khususnya kepada Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku mitra utama serta para personil
counterpart yang membantu Tim Studi.
Kami berharap agar hasil-hasil Studi ini dapat memberikan sumbangan bagi
pembangunan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek.
Hormat kami,
Tomokazu Wachi
Ketua Tim Studi JICA
Studi Rencana Induk Transportasi
Terpadu Jabodetabek (Tahap 2)
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan.......................................................................................................... 1
-i-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Daftar Gambar
Gambar Hal
- ii -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar Hal
Gambar 14.1 Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM 51
Gambar 14.2 Perbandingan Rasio “Terdorong Keluar” (Pushed Out) 52
Gambar 14.3 Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder
(2007) 56
- iii -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Daftar Tabel
Tabel Hal
- iv -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Tabel Hal
Tabel 15.1 Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020 60
Tabel 15.2 Rencana Struktur Stasiun 61
Tabel 15.3 Rencana Operasi pada jam Sibuk 64
Tabel 15.4 Estimasi Biaya untuk Tahap 1 dan Tahap 2 65
Tabel 15.5 Rencana Pembangunan Plasa Stasiun Utama 65
Tabel 15.6 Biaya Investasi Proyek 67
Tabel 15.7 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi 67
Tabel 15.8 Alternatif Tarif Penumpang 67
-v-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
1. PENDAHULUAN
Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri atas
DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya
(Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota
Bekasi). Total PDRB Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351 triliun atau 22% dari Produk
Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis merupakan wilayah yang paling penting
di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an, program
jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai sekarang
dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan untuk
menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta mendorong pertumbuhan
perekonomian nasional Indonesia.
Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan salah
satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian, kondisi
sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang baik ke
Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para investor. Oleh
karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan menjadi hal yang sangat
mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini.
Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah
Jabodetabek. Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh
krisis ekonomi, namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali
meningkat. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat
perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi dalam
beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat. Apabila semakin
banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi lalu lintas akan
bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini.
Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek pembangunan
prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah mengingat sulitnya situasi
finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan dana yang diperlukan untuk
biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu dipikirkan pula cara yang terbaik
untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang
masih tersedia.
Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas serta
mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi dan
pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi
tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi
yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun
ke depan beserta langkah-langkah kebijakan
transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan
untuk mendukung pengembangan wilayah dan
mengatasi permasalahan transportasi tersebut.
i
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
TRANSPORTASI 50
30
bus merupakan moda utama bagi masyarakat Mobil Pribadi Sepeda Motor Bus KA Ojek/Lainny a
berpenghasilan rendah.
Komposisi Moda berdasarkan tingkat
Pendapatan
µg/m3
Jabodetabek dapat bernilai Rp 2,815 triliun pada Konsentrasi PM10 di lokasi pengamatan
tahun.
3.5 2.98
2.5 KECELAKAAN LALU LINTAS DAN 3
KECELAKAAN KA 2.5
2
Jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas
1.5
belum berkurang dan tingkat kematian di jalan tol masih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara maju. Angkutan KA 1 0.5
umumnya dianggap sebagai moda yang aman dibanding moda 0.5
angkutan jalan raya, akan tetapi asumsi ini tampaknya tidak 0
berlaku dalam hal KA Jabotabek. Selama periode 2000-2002, Developed Jabodetabek
telah terjadi kecelakaan sebanyak 174 kali termasuk tabrakan Country
yang parah. Tingkat Kematian di Jalan Tol
(Jumlah Kematian per 100 juta Kendaraan-km)
ii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
60
DKI (CBD)
50 DKI (Other) 6.5
Trips/day (million)
Tanpa Peningkatan
2002 2020
Antisipasi terjadinya Kemacetan lalu lintas yang parah
iii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
4. PRINSIP PENYUSUNAN RENCANA INDUK TRANSPORTASI TERPADU
JABODETABEK
iv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
Strategi terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas:
• Pembuatan Skema Manajemen Lingkungan
• Implementasi dan penentuan standar baku emisi polusi udara/kebisingan
• Pembuatan Program Inspeksi dan Pemeliharaan
• Program bahan bakar diesel yang berkadar sulfur rendah
• Promosi bahan bakar Bio-diesel
• Promosi kendaraan berbahan bakar gas
• Perilaku mengemudi yang ramah lingkungan
Strategi terkait dengan Kebijakan Menurunkan Kecelakaan dan Meningkatkan Keamanan:
• Pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas
• Inspeksi kendaraan pribadi
• Pemeliharaan jalan yang memadai
• Rehabilitasi dan pemasangan rambu lalu lintas
• Rehabilitasi system sinyal KA
• Penyediaan persimpangan tak sebidang antara KA dan jalan raya
• Analisis penyebab kecelakaan lalu lintas
• Peningkatan keamanan
v
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Mengurangi Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu
Lintas
• Peningkatan program inspeksi dan pemeliharaan kendaraan
• Promosi penggunaan bahan baker diesel berkadar sulfur rendah
• Promosi penggunaan Bi-fuel
• Promosi kendaraan berbahan bakar gas
Proyek/Program Utama terkait dengan Kebijakan Peningkatan Keselamatan dan Keamanan Transportasi
• Program pendidikan keselamatan berlalu lintas bagi pelajar di sekolah dan juga pengemudi
• Rehabilitasi fasilitas persinyalan KA dan fasilitas telekomunikasi
• Sistem Automatic Train Stop (ATS)
• Sistem Radio KA
• Perbaikan dan pemasangan rambu lalu lintas
• Penempatan petugas keamanan di terminal bus dan stasiun KA
• Pembuatan sistem basis data kecelakaan lalu lintas
5. BAGAIMANA MEWUJUDKANNYA
vi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
Biaya yg dibutuhkan untuk rencana induk Dana untuk rencana induk 2004-2020 (Rp. triliun)
- Kereta Api 19,28 - Anggaran pembangunan pem. pusat 21,40
- Jaringan jalan 38,95 - Anggaran pembangunan pemda 27,60
- Busway 4,30 Subtotal anggaran pembangunan (C) 49,00
- Manajemen Lalu lintas 4,65 - Keuntungan kenaikan pajak BBM 14,00
Subtotal utk pembangunan (A) 67,18 - Keuntungan dari TDM 15,10
- Pemeliharaan jalan eksisting 13,22 - Keuntungan pajak pembangunan kota 3,91
Subtotal utk pemeliharaan (B) 13,22 Subtotal dari keuntungan tambahan (D) 33,01
Total biaya (A)+(B) 80,40 Total Anggaran (C)+(D) 82,01
vii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
(3) Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah
Daerah di Wilayah Bodetabek
Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah
Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi
sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah tersebut
harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem jaringan
transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik masing-masing
pemerintah daerah.
viii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
mengembangkan sistem transportasi berbasis rel yang memerlukan dana sangat besar.
(5) Perumusan Kerjasama Publik – Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta
Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan hal
yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk memperkenalkan
praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus dilakukan sehubungan
dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor swasta, serta insentif yang
dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak pembangunan, jaminan dari
pemerintah, dan sebagainya).
ix
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
Empat proyek dari Rencana Induk Transportasi SITRAMP telah dipilih untuk pra-studi kelayakan, yaitu : 1)
Proyek perluasan Busway dalam jangka pendek, 2) Manajemen Permintaan Lalu Lintas (Transportation
Demand Management, TDM) di CBD Jakarta, 3) Double Tracking Kereta Api Jalur Serpong berikut
peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu, dan 4) Proyek jalan Outer-Outer Ring Road.
Dua proyek pertama, perluasan busway dan TDM, dipilih karena kedua proyek ini diusulkan untuk
dilaksanakan dalam jangka pendek guna meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi
kemacetan lalu lintas. Pra-studi kelayakan untuk dua proyek lainnya, yaitu proyek double tracking Kereta
Api Jalur Serpong dan proyek jalan Outer-Outer Ring Road, lebih difokuskan pada mekanisme
pelaksanaannya.
Pra-studi kelayakan mengkaji aspek-aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan finansial proyek-proyek
tersebut. Juga dibahas mengenai instansi terkait yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek dan
kemungkinan pembagian peran antara sektor publik dan sektor swasta.
x
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
4,100 (PB01) sampai 5,600 penumpang (PB04) untuk satu arah pada jam sibuk.
7.1.4 Biaya Proyek
Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan, halte bis,
mesin tiket dan lampu lalu lintas, mencapai nilai Rp. 1,66 trilyun. Komponen biaya yang mencolok adalah
tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya.
Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya peningkatan
prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya operasi dan
pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek.
7.1.5 Pelaksanaan Perluasan dan Pengoperasian Busway
Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan segera
dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga tahun 2007,
empat rute perluasan busway dijadwalkan mulai beroperasi. Diasumsikan bahwa rute Monas – Blok M
akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila terdapat
cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari Blok M ke Lebak
Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT akan selesai terealisasi pada tahun 2020.
7.1.6 Evaluasi Ekonomi
Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan
Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan
pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional.
7.1.7 Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa operator bis dapat saja menanggung seluruh beban
biaya investasi kecuali biaya pembebasan tanah. Financial Internal Rate of Return (FIRR) terhitung hampir
40% dan walaupun jika pendapatan turun sebesar 20%, FIRR masih tetap tinggi berkisar 28%. Dengan
kata lain, apabila biaya pembangunan prasarana ditanggung pemerintah, maka pemegang konsesi dapat
mengembalikan investasinya dari pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian bis.
Hasil Analisis Kelayakan Finansial
Sistem Tarif Beban Biaya Operator Bis
Tarif flat sebesar Rp. 3,300 Tanah dan ganti Fasilitas Halte bis, Pembelian Bis FIRR
hingga tahun 2009; rugi Prasarana sistem lokasi dan biaya
Tarif proporsi jarak setelah bis operasi bis
tahun 2010 (Flag fall: ○ ○ ○ ○ 10.1%
Rp.1.000, dan porsi jarak: ○ ○ ○ 39.4%
Rp.200 /km)
Jika pendapatan turun 20% ○ ○ ○ ○ 4.3%
○ ○ ○ 28.1%
Sumber : SITRAMP
7.1.8 Isu-isu untuk Pengembangan Sistem Busway Lebih Lanjut
(1) Pemantauan dan Perbaikan Rencana Perluasan Busway
Dengan telah beroperasinya busway TransJakarta rute Blok M - Kota, maka pemantauan terhadap kondisi
operasi sistem yang telah berjalan tersebut sangat penting bagi perluasan proyek busway berikutnya.
Tinjauan terhadap kinerja sistem, permintaan penumpang serta opini dari pengguna harus
dipertimbangkan dalam perencanaan proyek perluasan busway.
xi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.2 SKEMA MANAJEMEN PERMINTAAN LALU LINTAS (TDM) DI CBD
7.2.1 Tujuan dan Latar Belakang
Pergerakan dengan kendaraan pribadi akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, naiknya
pendapatan nyata rumah tangga dan akibat adanya perpindahan (shift) ke moda angkutan pribadi.
Terbatasnya lahan dan mahalnya biaya pembebasan lahan di wilayah pusat DKI Jakarta membuat
penambahan kapasitas jaringan jalan dengan cara pembangunan atau pelebaran jalan menjadi hal yang
sulit untuk dilakukan. Untuk itu, pemberlakuan pembatasan lalu lintas tidak dapat dihindari merupakan cara
untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang parah.
Skema “3-in-1” yang ada saat ini telah lama diberlakukan di sepanjang koridor Sudirman – Thamrin pada
jam sibuk pagi mulai dari jam 6:30 sampai dengan jam 10:00. Belakangan ini DKI Jakarta memperketat
pengaturan “3-in-1” tersebut dan menambah jam pemberlakuannya. Dalam pengaturan yang baru, jumlah
penumpang selalu harus minimal 3 orang di sepanjang koridor.
Dalam pra-studi kelayakan ini dikaji kelayakan penerapan langkah-langkah menajemen permintaan lalu
lintas (TDM) lain yang efektif dalam menurunkan kemacetan dan dapat diterima oleh masyarakat seperti
road pricing, area pricing, dan cordon pricing. Salah satu aspek dari kebijakan pricing ini sebagai sumber
dana untuk pembangunan sistem transportasi berikut besaran pendapatan (revenue) yang dapat diraih
juga dibahas.
7.2.2 Wilayah TDM
Penyediaan sarana transportasi alternatif untuk pengguna jalan yang “terdorong keluar” oleh TDM sangat
penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu alternatif
adalah melalui pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem busway
termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Sistem busway ini akan dapat
berfungsi sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan “terdorong keluar” oleh TDM.
Untuk saat ini, hanya ada satu sistem busway yang
tersedia dan melayani koridor Blok M – Kota.
Bahkan setelah sistem busway kedua yang
menghubungkan timur - barat selesai dibangun
tahun 2005 nanti, wilayah layanannya masih akan
sangat terbatas. Dengan kondisi seperti ini,
diusulkan untuk memberlakukan road pricing pada
koridor yang telah ditentukan dengan menggunakan
sistem pengawasan manual (manual surveillance
system).
Setelah empat rute busway yang direncanakan
dapat direalisasikan pada tahun 2007 dan
pelayanan bus pengumpan (feeder bus) tersedia
untuk area di dalam wilayah TDM yang tidak
terlayani dengan baik oleh busway ataupun kereta
api, maka dapat ditentukan wilayah TDM yang
mencakup area yang dilingkupi oleh jalur semi-loop
kereta api, jalur Serpong, jalur tengah, jalan tol
Cawang – Grogol, dan Kebayoran Baru. Lalu lintas
kendaraan yang bergerak dari dan menuju wilayah Cakupan Layanan Angkutan Umum
ini diperkirakan akan sangat besar. dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)
7.2.3 Metoda Pricing
Tahap-tahap pelaksanaan yang realistis diusulkan sebagai berikut :
• Sebagai tahap awal (tahun 2005) diterapkan road pricing yang dikombinasikan dengan skema
“3-in-1” yang berlaku saat ini
• Pada tahun 2007 diterapkan area pricing untuk membatasi perjalanan kendaraan di
kawasan-kawasan macet.
Dibandingkan dengan cordon pricing, maka konsep area pricing dipandang lebih baik guna membatasi lalu
lintas yang bertambah banyak di CBD di masa mendatang.
xii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.2.4 Tingkat Pungutan
Mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas dan dampak sosial, maka pungutan sebesar Rp.
8.000 dipandang cocok untuk tahap awal guna memperoleh penerimaan yang luas dari masyarakat.
Untuk tahun 2010 dapat diterapkan pungutan sebesar Rp 16.000 dengan maksud untuk mengurangi
kemacetan lalu intas yang parah di CBD. Untuk tahun 2015 pungutan ditingkatkan menjadi sebesar Rp
20.000 dengan mempertimbangkan dampak sosial, walaupun diperlukan lebih dari Rp. 30.000 untuk
mengurangi kemacetan pada tahun 2020 agar minimal sama dengan tingkat saat ini. Tingkat pungutan ini
oleh karenanya juga tergantung pada pemantauan di masa mendatang.
7.2.5 Konfigurasi Sistem Pengawasan
Atas pertimbangan rasional, langkah-langkah pelaksanaan TDM diusulkan sebagai berikut :
• Metode manual digunakan pada tahap awal karena pertimbangan tingkat fleksibilitasnya dan
karena investasi awal serta biaya operasi yang rendah.
• Metode manual harus diubah menjadi Electronic Road Pricing (ERP) apabila penegakan TDM
sudah terbentuk dengan mantap di antara masyarakat. Untuk itu perlu dipersiapkan sistem
pendaftaran kendaraan elektronik, yang memungkinkan petugas pengawasan untuk melacak
pemilik kendaraan berdasarkan plat nomornya guna memungut pricing atau untuk mendenda
pelanggaran.
7.2.6 Pertimbangan Ekonomi
Biaya modal investasi TDM terhitung sebesar Rp. 693 milyar, yang terdiri atas Rp. 92 milyar untuk Sistem
Pengawasan Manual dan Rp. 601 milyar untuk sistem ERP. Biaya operasi dan pemeliharaan kedua sistem
tersebut diperkirakan masing-masing sebesar Rp. 87 milyar untuk sistem manual pada jangka pendek dan
Rp 88 milyar untuk system ERP pada jangka menengah. Di samping biaya sistem ERP, diperlukan juga
biaya pembelian in-vehicle unit sebesar sekitar Rp 1 juta per unit. sebagai promosi dari system, diusulkan
untuk mensubsidi 50% dari biaya tersebut. Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan
dan penghematan waktu perjalanan sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C
ratio) diperkirakan sebesar 7,2 pada tingkat diskonto 12%
7.2.7 Pendapatan dari TDM
Terdapat beberapa ketidakpastian yang dapat berdampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat
berdasarkan asumsi berikut:
• Untuk perioda tahun 2005-2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas ditetapkan sebesar Rp.
8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp. 16.000 untuk tahun 2010-2014 dan Rp. 20.000 untuk
tahun 2015 – 2020;
• Mengingat faktor-faktor pengurang seperti lalu lintas puncak 6-jam, pengecualian bagi kendaraan
dengan 3 penumpang atau lebih, diskon untuk kendaraan yang memasuki TDM area lebih dari
satu kali sehari, maka diasumsikan bahwa sekitar 20% bangkitan perjalanan diperkirakan
dikenakan pungutan TDM.
Berdasarkan asumsi di atas maka pendapatan diperkirakan masing-masing sebesar Rp 1,4 triliun untuk
jangka pendek, Rp. 1,8 triliun untuk jangka menengah, dan Rp 11,9 triliun untuk jangka panjang. Total
pendapatan diperkirakan sebesar Rp. 15,1 triliun selama periode Rencana Induk Namun demikian,
besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi.
7.2.8 Penyiapan Peraturan Perundang-undangan
Dalam hal peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan TDM, perlu ditetapkan kawasan
pembatasan berikut waktu pembatasan, tipe kendaraan target, besarnya pungutan, dan sebagainya. Lebih
lanjut, aturan tersebut perlu dibuat fleksibel agar isi ketentuannya dapat dimodifikasi di kemudian hari
apabila situasi lalu lintas atau pola guna lahan telah berubah. Dalam rangka institusionalisasi TDM, tidak
hanya diperlukan penyiapan dokumen untuk penjelasan kepada DPR, tetapi juga perlu sosialisasi kepada
masyarakat agar mendapatkan konsensus mengenai pentingnya TDM diterapkan, misalnya melalui
dengar pendapat atau penyuluhan.
xiii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.3 DOUBLE TRACKING JALUR SERPONG, PENINGKATAN AKSES DAN
PENGEMBANGAN LAHAN TERPADU
7.3.1 Tujuan dan Latar Belakang
Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api Serpong.
Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan berpenghasilan
menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di Jakarta dengan mobil
pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak mencukupi sehingga hampir
setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke tempat kerja seringkali memakan
waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan kereta api eksekutif dari stasiun Serpong
dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak
orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan demikian hal tersebut menunjukkan permintaan
penumpang yang potensial apabila layanan angkutan kereta api yang memadai dapat disediakan.
Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan
angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efisien. Secara khusus,
peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam jangka pendek diusulkan
untuk menyediakan operasi langsung timur-barat.
Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme
pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut peningkatan
akses dan pengembangan lahan terpadu.
7.3.2 Rencana Pembangunan Sistem Kereta Api
Fasilitas Deskripsi Pengembangan
Kapasitas angkut kereta api perlu ditingkatkan dengan membangun double tracking
untuk memenuhi meningkatnya permintaan pada jalur Serpong. Alinemen
Penambahan penambahan rel di Jalur Serpong diletakkan di sebelah timur rel tunggal yang
Rel sudah ada, Sebaliknya, alinemen rel tambahan antara Palmerah dan Tanah Abang
di letakkan di sebelah barat rel yang sudah ada agar terhubung dengan Jalur Barat
di Stasiun Tanah Abang.
Struktur dasar stasiun direncanakan sebagai stasiun di atas rel (overtrack) untuk
menghadapi masalah penumpang gelap. Empat stasiun baru, Ciater, Bintaro,
Pondok Betung dan Limo diusulkan sebagai stasiun di atas rel (overtrack). Namun
Stasiun Kereta demikian, Stasiun Jurang Manggu direncanakan sebagai stasiun di permukaan
(ground station) karena kondisi lahannya. Sebagai tambahan, diusulkan
pembangunan stasiun Rasuna Said pada Jalur Barat untuk mempermudah tranfer
dengan Busway PB02 yang diusulkan.
Plasa stasiun merupakan fasilitas penting bagi penumpang untuk berpindah dari
angkutan moda lain ke angkutan kereta api. Rencana pembangunan plasa stasiun
Plasa Stasiun
utama yang diusulkan adalah Tanah Abang, Jurang Mangu (Stasiun Baru),
Rawabuntu, Sudirman (dulunya Dukuh Atas), dan Rasuna Said (Stasiun Baru)
Untuk mendayagunakan efek peningkatan jalur kereta api Serpong, perlu dilakukan
Jalan Akses pelebaran jalan untuk jalan-jalan utama menuju stasiun kereta api dan pembuatan
halte bis, jalan akses ini dibutuhkan apabila plasa stasiun kereta api tidak tersedia.
Proyek ini memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun 2020.
Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, direncanakan untuk membangun
Stabling Yard
stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi 120 gerbong
KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya
Shortcut Ruas Untuk memungkinkan pengoperasian langsung KA timur-barat direkomendasikan
untuk menyediakan jalur pintas (short-cut) antara stasiun Karet dan Palmerah. Dari
Palmerah–Karet sudut keselamatan pengoperasian diusulkan untuk menggunakan Rel Layang.
xiv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
xv
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api. Dalam rencana
guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10 menit berjalan kaki
atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun
7.3.7 Mekanisme Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalur Serpong
Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan keuntungan
ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan sepenuhnya dari
peningkatan layanan angkutan tersebut. Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem
transportasi kereta api, salah satu caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang
real-estate di sepanjang koridor kereta api. Namun PT. KA tidak memiliki tenaga yang menguasai bisnis di
bidang real-estate. Mungkin yang lebih realistis adalah dengan mengusulkan agar PT. KA mencari
dukungan dana dari developer real-estate swasta (kerja sama swasta-pemerintah) atau dengan bekerja
sama dengan Perumnas.
xvi
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.4.5 Evaluasi Ekonomi
Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) menunjukkan
bahwa Net Present Value (NPV) pada tingkat diskonto 12% diperkirakan sebesar Rp. 595 milyar dan
Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah 16,3%, yang mengindikasikan kelayakan ekonomi
pelaksanaan proyek ini
7.4.6 Ruas Tol Yang Memungkinkan
Berdasarkan arah pengembangan wilayah, karakteristik lalu lintas dan kelayakan finansial sebagai jalan tol,
maka analisa terhadap alternatif ruas tol mengindikasikan hal-hal berikut:
• Sulit untuk membangun seluruh ruas OORR (antara tol Cengkareng hingga JORR seksi E) sebagai
jalan tol, mengingat resiko seperti perubahan kondisi ekonomi dan sosial di masa mendatang.
• Walaupun ruas antara Jalan Tol Merak dan Jalan Tol Jagorawi potensial bagi bisnis jalan tol dari
sudut pandang kelayakan finansial, hal ini tidak akan memenuhi pencapaian skenario
pengembangan sub-center di Jabodetabek.
• Ruas antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek memiliki beberapa kesulitan untuk
mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol karena volume lalu lintas yang relatif rendah.
Beberapa kemungkinan masih tetap ada, misalnya bila diterapkan sistem pool pendapatan tol
bersama-sama dengan ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Jagorawi. Di samping itu
diusulkan juga untuk melakukan integrasi dengan pengembangan kawasan di lokasi-lokasi yang
dilalui jalan tol.
• Mengingat resiko di masa datang dan karakteristik lalu lintas, maka lebih baik untuk membangun
ruas antara Jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai bagian dari OORR.
• Karena sulit untuk membangun ruas Jalan Tol Cikampek – JORR seksi E sebagai jalan tol, maka
untuk sementara waktu, permintaan lalu lintas dilayani dulu oleh jalan-jalan arteri non-tol yang ada
maupun yang telah direncanakan atau cara lain dengan membangun ruas ini sebagai sebagai
“jalan raya mobilitas tinggi” dengan kontrol akses penuh/sebagian; dengan tarif rendah hanya untuk
menutup biaya pemeliharaan.
7.4.7 Integrasi dengan Pengembangan Kawasan
Untuk segmen OORR antara Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Cikampek, terdapat dua isu kunci untuk
mencapai kelayakan finansial sebagai jalan tol, yaitu tersedianya lahan untuk jalan tol dan tambahan lalu
lintas. Solusi yang memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengembangan kawasan berskala
besar yang diintegrasikan dengan pembangunan OORR. Kondisi tersebut diharapkan dapat memenuhi
hal-hal sebagai berikut
• Jabodetabek di bagian barat memiliki kompleks-kompleks perumahan berskala besar seperti
Bintaro Jaya dan BSD. Sementara bagian timur Jabodetabek memiliki kompleks-kompleks industri
dan beberapa kompleks perumahan dalam ukuran sedang. Maka perlu untuk medorong
pembangunan kawasan skala besar untuk mendorong pengembangan Koridor Timur-Barat.
• Integrasi dengan pembangunan kawasan dapat mendorong penambahan lalu lintas hingga sekitar
16.400 pcu pada ruas tersebut. Hal ini memberi sumbangan yang besar pada peningkatan
kelayakan finansial jalan tol dan juga untuk mengatasi permasalahan membangun ruas OORR
antara jalan Tol Cengkareng dan Jalan Tol Cikampek sebagai jalan tol.
• Menurut peraturan saat ini, biaya pembebasan tanah untuk jalan tol ditanggung oleh Kimpraswil.
Namun demikian, tampaknya sulit untuk membebankan biaya pembebasan tanah ini dalam APBN
di era desentralisasi saat ini. Di sisi lain, pemerintah daerah juga menghadapi kesulitan finansial.
Dalam kondisi demikian, tampaknya tak dapat dielakkan bagi investor swasta untuk menanggung
biaya pembebasan tanah. Tak diragukan lagi, hal ini akan mengurangi tingkat kelayakan finansial
proyek. Oleh karena itu, integrasi antara pembangunan jalan tol dan pengembangan kawasan
dapat sangat mengurangi permasalahan tersebut dan juga dapat menjamin tersedianya “Daerah
Milik Jalan” untuk jalan tol.
xvii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu JABODETABEK (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Eksekutif
7.4.8 Isu-isu mengenai Pelaksanaan
Isu-isu dalam pelaksanakan proyek dirangkum sebagai berikut:
xviii
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1. Pendahuluan
Jabodetabek adalah suatu wilayah metropolitan skala besar berpenduduk 21 juta jiwa, yang terdiri
atas DKI Jakarta, ibu kota negara Republik Indonesia, dan 7 (tujuh) pemerintah daerah di sekitarnya
(Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok dan Kabupaten dan Kota
Bekasi). Total Produk Domestik Regional Bruto Jabodetabek pada tahun 2002 diperkirakan Rp 351
triliun atau 22% dari Produk Domestik Bruto Nasional; sehingga Jabodetabek secara strategis
merupakan wilayah yang paling penting di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak krisis ekonomi dan finansial yang terjadi pada akhir tahun 1990an,
program jaring pengaman sosial serta program-program mendesak lainnya telah dilaksanakan. Mulai
sekarang dirasa perlu untuk mengarahkan fokus pada upaya pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik di wilayah Jabodetabek serta
mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia.
Upaya untuk menarik lebih banyak investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri merupakan
salah satu isu penting dalam meningkatkan perekonomian wilayah Jabodetabek. Namun demikian,
kondisi sistem transportasi yang kurang efisien, misalnya aksesibilitas angkutan barang yang kurang
baik ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah membuat daerah ini menjadi kurang menarik bagi para
investor. Oleh karenanya pembangunan jaringan transportasi yang efisien dan dapat diandalkan
menjadi hal yang sangat mendesak untuk dapat menarik kembali investor ke daerah ini.
Kemacetan lalu lintas di wilayah perkotaan juga merupakan masalah pelik yang dihadapi wilayah
Jabodetabek dan diperkirakan akan akan semakin memburuk apabila tidak dilakukan perbaikan. Saat
ini kerugian ekonomi tiap tahun yang disebabkan oleh kemacetan lalu lintas di Jabodetabek mencapai
Rp. 3 triliun untuk biaya operasi kendaraan dan Rp. 2,5 triliun untuk waktu perjalanan. Lebih lanjut,
apabila tidak dilakukan peningkatan hingga tahun 2020, maka jika dibandingkan dengan kondisi di
mana sistem transportasi dibangun sesuai usulan Rencana Induk, akumulasi kerugian ekonomi akan
mencapai hampir Rp.65 triliun (nilai present value dengan diskonto 12 persen), yang terdiri dari Rp
28,1 triliun untuk tambahan biaya operasi kendaraan dan Rp 36,9 triliun untuk waktu perjalanan yang
lebih lama.
Meskipun laju pertambahan pendaftaran mobil dan sepeda motor sedikit tertahan oleh krisis ekonomi,
namun dalam tahun-tahun belakangan ini jumlah mobil dan sepeda motor telah kembali meningkat.
Salah satu penyebabnya adalah menurunnya tingkat layanan angkutan umum. Pada saat
perekonomian daerah mulai pulih kembali, pendapatan nyata rumah tangga akan meningkat lagi
dalam beberapa tahun mendatang dan diperkirakan bahwa motorisasi akan kembali meningkat.
Apabila semakin banyak anggota masyarakat menggunakan moda transportasi pribadi, maka kondisi
lalu lintas akan bertambah buruk dan pencemaran lingkungan akan lebih parah dari pada saat ini.
Tampaknya sulit untuk mengharapkan bahwa keseluruhan investasi pada proyek-proyek
pembangunan prasarana transportasi skala besar tersebut dapat ditanggung oleh pemerintah
mengingat sulitnya situasi finansial saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Disamping penyediaan
dana yang diperlukan untuk biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas transportasi yang ada, perlu
dipikirkan pula cara yang terbaik untuk membangun sistem transportasi guna memanfaatkan
sebaik-baiknya sisa dana pembangunan yang masih tersedia.
Studi SITRAMP membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang disebutkan di atas
serta mengkaji sistem transportasi yang kiranya sesuai untuk masa mendatang melalui identifikasi
dan pemahaman permasalahan transportasi yang dihadapi. Studi SITRAMP telah mengidentifikasi
tujuan-tujuan pengembangan sistem transpsortasi yang harus dicapai dalam waktu dua puluh tahun
ke depan beserta langkah-langkah kebijakan transportasi dan proyek-proyek yang diusulkan untuk
mendukung pengembangan wilayah dan mengatasi permasalahan transportasi tersebut. Sebagian
besar proyek/program tersebut membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder yang
terkait dengan sektor transportasi termasuk masyarakat luas.
-1-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
2. Isu-isu Transportasi
-2-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 2.2 Lokasi Fasilitas Komersial Gambar 2.3 Kepadatan Perjalanan Mobil
dan Bisnis
-3-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
-4-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 2.5 Distribusi Tempat Tinggal Pekerja yang Ulang Alik ke CBD
-5-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
-6-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
50.4
30000 JMDPR
50
Projection 45.2
25000 40
Trips/day (million)
26.0
UI Demography
36.7
Projection
23.3
20000
30 Bodetabek
JMDP
Projection 17.2 Other DKI
Census
15000
Population CBD
20
17.9
10000
16.3
10 12.9
5000
-7-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
-8-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
-9-
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 10 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 11 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 4.2 Keterpaduan antara Sistem Transportasi dan Tata Guna Lahan
- 12 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 13 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Waktu Perjalanan
- Rata-rata waktu perjalanan penumpang 58 menit 55 menit 50 menit
angkutan umum
Aksesibilitas
- Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter
0.6 juta 1,0 juta 1,2 juta
dari stasiun kereta api
- Jumlah pekerjaan dalam jarak 660-meter
- 1,2 juta 1,2 juta
dari halte bis
Kenyamanan
0.98 kali 1 kali 1 kali
- Rata-rata jumlah perpindahan
Biaya
- (Biaya rata-rata tiap perjalanan dengan
angkutan umum) / (Rata-rata pendapatan 100 139 83
per kapita)
Tahun 2002 = 100
Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Wilayah Jabodetabek
34.5 33 30
- Kecepatan rata-rata (km/jam)
Panjang jalan dengan kecepatan 20 km/jam
1584 1650 1700
atau lebih (km)
- Wilayah perkotaan
201 200 200
- CBD
Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Emisi PM10 per kapita (g/hari) 0,27 0,25 0,22
Emisi CO2 per kapita (kg/hari) 0,66 0,73 1,00
Konsumsi Energi per kapita (juta J/hari) 9 10 14
Panjang jalan dengan PM10 di luas batas
1.850 350 700
standar lingkungan (km)
Panjang jalan dengan kebisingan di luar
3.500 4.000 4.500
batas standar lingkungan (km)
Ukuran Kinerja Kondisi Th. 2002 Target Th. 2010 Target Th. 2020
Korban luka-luka dalam kecelakaan lalu 913
650 450
lintas (tahun 2000)
Jumlah kematian dalam kecelakaan lalu 585 440 290
lintas (tahun 2000) (pengurangan 25 %) (pengurangan 50 %)
Jumlah kecelakaan KA 60 45 30
- 14 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 15 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
bagi rumahtangga berpenghasilan rendah, sehingga mereka dapat tinggal di wilayah yang kepadatan
penduduknya tidak terlalu tinggi dan memungkinkan diperolehnya hunian yang lebih luas.
- 16 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
6 .2 Manajemen Permintaan
Transportasi
Manajemen Permintaan Transportasi
(Transportation Demand Management,
TDM) tampaknya sudah menjadi suatu
keharusan untuk mengurangi kemacetan
lalu lintas di kawasan pusat bisnis (CBD)
karena pembangunan jalan baru, atau
bahkan pelebaran jalan di CBD sudah
sangat sulit dilakukan dan akan sangat
terbatas karena hambatan fisik seperti
ketersediaan lahan untuk jalan. Peningkatan
layanan angkutan umum adalah syarat awal
untuk dapat menerapkan skema
Manajemen Permintaan Transportasi.
- 17 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
dipersimpangan harus ditingkatkan melalui peningkatan desain geometrik dan peningkatan sistem
kontrol lalu lintas, misalnya sistem koordinasi lampu lalu lintas, atau area traffic control system
(ATCS). Upaya lain dalam kategori ini dapat berupa pembatasan putaran jalan (u-turn), larangan
belok kanan, dan pengenalan sistem informasi transportasi.
Proyek demonstrasi yang dilaksanakan di Citeureup menunjukkan efektivitas peningkatan
manajemen lalu lintas, yang meliputi peningkatan sirkulasi lalu lintas, mengurangi hambatan samping
jalan, dan memfungsikan kembali terminal bis yang ada. Proyek demonstrasi tersebut membuktikan
bahwa peningkatan arus lalu lintas yang signifikan dapat diwujudkan dengan anggaran yang relatif
tidak besar. Pelajaran dari proyek tersebut menunjukkan bahwa kemauan yang kuat dari pemerintah
daerah setempat merupakan kunci sukses pelaksanaan proyek. Di samping itu, penyampaian
rencana kepada stakeholder juga sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan pemahaman dari
masyarakat.
- 18 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Kontrol emisi sangat tergantung pada kualitas bahan bakar. Dalam konteks teknologi kontrol emisi
1
bagi pabrikan kendaraan bermotor dalam negeri, penerapan EURO 2 atau EURO3 dapat dilakukan
tanpa menimbulkan dampak ekonomi yang terlalu besar bagi industri otomotif apabila kualitas bahan
bakar dapat mencapai standar yang ditentukan di seluruh Indonesia.
1
EURO 2 dan 3 adalah standar emisi berdasarkan “European Directive of Automotive Emission Standard”,
91/542/EEC(A) and 91/542/EEC(B) respectively
- 19 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
EURO 3 diterapkan tiga tahun setelah itu, maka konsentrasi kadar belerang yang saat ini relatif tinggi
harus diturunkan sesuai standar EURO 3 pada tahun 2008 untuk seluruh wilayah Indonesia. Program
diesel rendah belerang ini diperkirakan akan mengikuti pola program pengurangan bensin bertimbal,
yaitu melalui pelaksanaan secara bertahap hingga mencakup seluruh wilayah Indonesia dan
memerlukan waktu relatif panjang.
Oleh karenanya, pabrikan mesin-mesin diesel dan sektor industri perminyakan di Indonesia perlu
segera bersepakat untuk membatasi kadar belerang dalam diesel sampai tingkat yang diperbolehkan,
dan selanjutnya industri perminyakan perlu mulai melakukan persiapan untuk pengembangan fasilitas
penyulingan yang diperlukan.
- 20 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
8 .6 Penyediaan Perlintasan Kereta Api Tak Sebidang antara Jalan Raya dan
Jalan Rel
Apabila layanan KA ditingkatkan dan frekuensi perjalanan bertambah, diperkirakan akan terjadi
pemisahan komunitas di sepanjang rel kereta api karena terpisahkan oleh jalan rel tersebut. Di
samping itu kecelakan yang terkait dengan perjalanan KA juga mungkin meningkat. Untuk itu perlu
dibangun flyover dan underpass, sesuai dengan pengembangan sistem jaringan KA-nya. Dalam
jangka panjang, jalur KA di wilayah perkotaan perlu dibangun secara elevated.
8 .8 Peningkatan Keamanan
Perlu tindakan segera untuk melindungi penumpang dari perampokan dan pencopetan dengan
menugaskan personil keamanan di stasiun kereta api, terminal bis dan halte-halte bis.
- 21 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Waktu
Kode Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Panjang Biaya Catatan
Proyek Tahun Berikut 2020 2020 (km) Proyek
(Milyar
Rp.)
Koridor Angkutan Umum Timur-Barat No.1 (EW01)
PB04 Sistem Busway (4)
Ya 25.5 98.5
Kalideres – Pulogadung
R10 Road widening for the Trunk Bus
Mulai Ya 2.3 75
Printis - Bekasi Raya
R11 Pelebaran Jalan untuk Busway
Ya 21.2 500
Bekasi Raya - Cikarang
R15 Pelebaran Jalan untuk Busway
Ya 5.6 192
Daan Mogot (1)
R16 Pelebaran Jalan untuk Busway
Mulai Ya 9.3 543
Daan Mogot (2)
PR19a Pembangunan Plasa Stasiun di St. 1 Stasiun
Ya - 2
Tangerang pada Jalur Tangerang
R20a Jalan Akses ke Stasiun Pesing, 8 Stasiun
Kembangan, Bojong Indah, Rawa
Buaya, Kalideres, Poris, Batu Ceper Mulai Berlanjut Ya - 274
dan Stasiun Tangerang di Jalur
Tangerang
R28 Pelebaran Jalan untuk Busway Biaya bulan Okt.
sebelah barat Pulogadung Ya 0.9 149 2004 karena Pre
F/S
PB05 Sistem Busway (5) Perpanjangan Rute Tergantung
Kalideres - Pulogadung ke Cimone Busway (4)
Mulai Ya 46.5 93
(Kota Tangerang) dan Bekasi/Cikarang Kalideres-Pulo
(Kota dan Kab Bekasi) Gadung
Konversi setelah 2020
Catatan: Perkiraan biaya dibuat berdasarkan harga pada bulan Januari 2003. Namun, biaya proyek pra-FS telah
direvisi berdasarkan harga pada bulan Oktober 2003.
- 22 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 23 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Koridor Angkutan Umum Utara-Selatan No.3 (Jalur Bogor & Jalur Tengah) (NS03)
PR10 Pembangunan Stasiun Jakarta Kota
Ya 2 1,682
Baru
PR16a Peningkatan Fasilitas Stasiun di
Stasiun-stasiun Bogor, Cilebut, Bojong
Ya - 87 7 stasiun
Gede, Citayam, Depok, Pasar Minggu
dan Cawang pada Jalur Bogor
PR22c Penambahan Fasilitas Persinyalan dan
Untuk operasi
Peningkatan/Tambahan Sub-stasiun Ya - 705
headway 4-Menit
pada Jalur Bogor
PR17 Pembelian Gerbong Kereta Listrik untuk
Mulai Ya - 2,804 309 gerbong
Jalur Bogor
PR18b Pembangunan satu Stasiun Baru antara
Mulai Ya - 62 1 stasiun
Bogor dan Cilebut pada Jalur Bogor
PR19c Pembangunan Plasa Stasiun pada Jalur
Bogor dan Jalur Tengah di
stasiun-stasiun : Bogor, Cilebut, Bojong
Gede, Citayam, Depok, Depok Baru, Ya - 860 13 stasiun
Pondok Cina, Lenteng Agung, Pasar
Minggu, Duren Kalibata, Tebet,
Manggarai, Cikini dan Jakarta Kota
R20d Pembangunan Jalan Akses ke
Stasiun-stasiun Kereta Api Bogor,
Cilebut, Bojong Gede, Citayam, Depok,
Depok Baru, Pondok Cina, Universitas
Indonesia, Universitas Pancasila,
Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pasar Mulai Berlanjut Ya - 1,488 20 stasiun
Minggu, Pasar Minggu Baru, Duren
Kalibata, Cawang, Manggarai, Juanda,
Sawah Besar, Mangga Besar, dan
Jakarta Kota pada Jalur Bogor dan
Tengah
- 24 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 25 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 26 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 27 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Perbaikan Lingkungan
Waktu Biaya
Kode Proyek
Proyek/ Program Dalam 4 7 Tahun Sampai Setelah Catatan
Proyek (Milyar
Tahun Berikut 2020 2020 Rp.)
Peningkatan Program Pengujian dan
E01 Ya 14
Pemeliharaan Kendaraan
E02 Promosi Diesel Rendah Belerang Ya 1,900
E03 Promosi Dwi-bahan bakar Ya 150
Harus dikoordinasikan
Program Pendidikan Pengemudi dengan program
E04 Ya 10
tentang Perilaku Berkendaraan keselamatan lalu lintas
untuk pengemudi
Promosi Kendaraan Berbahan bakar
E05 Ya -
Gas Alam
- 28 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Rencana pembiayaan disusun untuk mendukung program restrukturisasi dan perbaikan berbagai
sarana dan prasarana. Untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan biaya pembangunan dan
tingkat pendapatan saat ini perlu dicari sumber-sumber keuangan tambahan, antara lain:
Kenaikan tarif pajak BBM dan road pricing secara berangsur merupakan salah satu dari beberapa
kemungkinan. Pendapatan ini harus dialokasikan khusus untuk pengembangan sistem transportasi.
Ongkos angkutan umum kelas ekonomi saat ini ditetapkan relatif rendah dengan mempertimbangkan
kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Penyediaan sarana transportasi yang
terjangkau oleh masyarakat kurang mampu dapat dicapai melalui pemberian subsidi secara langsung
kepada kelompok target tersebut. Hal ini akan dapat mengurangi pengeluaran pemerintah karena
pemerintah tidak perlu lagi menyediakan subsidi kepada masyarakat yang mampu membayar ongkos
angkutan yang lebih tinggi. Dalam jangka panjang, diharapkan jumlah subsidi akan semakin
berkurang secara alamiah seiring meningkatnya pendapatan masyarakat.
Peraturan tentang investasi swasta dalam sektor transportasi harus ditinjau dan diperbaiki untuk
memberikan kondisi investasi yang baik bagi sektor swasta dalam bisnis transportasi. Termasuk di
sini adalah mekanisme penentuan tarif tol dan mekanisme pemberian hak/konsesi pengembangan.
Pembagian peran dan tanggungjawab antara pemerintah dan swasta harus ditentukan dengan jelas.
Pengembangan sistem transportasi akan memberi manfaat langsung dan tak langsung kepada
masyarakat. Manfaat tak langsung seperti peningkatan harga tanah sepanjang koridor transportasi,
bagaimanapun juga tidak bisa diserap oleh proyek pengembangan sistem transportasi. Konsep
berikut mengusahakan untuk meraih manfaat dari pengembangan sistem transportasi. Pemberian
hak pengembangan lahan di sekitar stasiun-stasiun kereta api atau simpang susun jalan tol kepada
investor swasta akan membuat kemungkinan internalisasi manfaat pengembangan sistem
transportasi. Namun demikian, hal ini harus direncanakan dengan baik agar konsisten dengan
rencana tata guna lahan.
Tabel 10.1 merangkum dana yang dibutuhkan untuk Rencana Induk, yang meliputi biaya investasi
serta biaya operasi dan pemeliharaan (O&M) selama periode tahun 2004 hingga 2020. Total
kebutuhan adalah sebesar Rp 91,270 triliun (harga pasar bulan Januari 2003 tidak termasuk inflasi),
dengan komposisi Rp 76,150 triliun untuk biaya investasi dan Rp 15,120 triliun untuk biaya O&M. Nilai
tersebut adalah sekitar 0.8% dari PDRB wilayah Jabodetabek selama periode 2004-2020. Biaya
untuk pengembangan kereta api dan jaringan jalan mencapai sekitar 94% dari total biaya. Sisanya
sebesar Rp 5,570 triliun diperlukan untuk pembangunan fasilitas busway, sistem area traffic control
(ATC) dan sistem pengelolaan permintaan lalu lintas (TDM).
Dari sudut pandang waktu distribusi biaya (Gambar 10.1), sebesar 27%, dari total biaya perlu
dialokasikan dalam jangka waktu pendek sampai tahun 2007, kemudian 25% dalam jangka
menengah (2008-2010) dan 48% dalam jangka panjang (2011-2020).
- 29 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
10,000
9,000
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Railway netw ork Road network Busway (6 lanes widening) Busway facility, Traffic management system & TDM
Mempertimbangkan keterlibatan swasta, dari total biaya rencana induk yang sebesar Rp 91,270 triliun,
26 persen dari jumlah tersebut atau Rp. 24,090 triliun dapat dikurangi dari beban biaya yang
ditanggung sektor publik karena adanya peranserta sektor swasta (Tabel 10.2). Oleh karena itu,
kebutuhan pendanaan sektor publik untuk periode 2004-2020 diperkirakan sebesar Rp. 67,180 triliun
(berdasarkan harga pasar pada Januari 2003, tidak termasuk inflasi).
Tabel 10.2 Biaya Rencana Induk dan Pembangunan dengan Inisiatif Swasta (2004-2020)
Unit: Rp. milyar
MP Cost Private Initiative Net Public Cost
Development Burden
Pengembangan Jaringan Kereta Api 35,530 16,250 1) 19,280
Pengembangan Jaringan Jalan 45,870 6,920 2) 38,950
Busway (Pelebaran) 4,300 0 4,300
Fasilitas Busway 920 920 3) 0
Sistem Manajemen Lalu Lintas 2,980 0 2,980
TDM 1,670 0 1,670
Total 91,270 24.090 67,180
% 100% 26% 74%
Sumber: Estimasi SITRAMP
Catatan: 1) Layanan operasi kereta api Jabotabek oleh PT. KA dan JKT MRT oleh perusahaan baru
2) Pembangunan inisiatif swasta akan diperkenalkan pada JORR-2 (section 1~14), Tol Jatiasih
(R20a) dan Tol Depok – Antasari (R08a)
3) Pendapatan konsesi operasi busway akan menutup biaya pembangunan fasilitas busway (halte
bis, dan sistem lokasi bis).
- 30 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 31 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
I. Kebutuhan Dana
1. Biaya Rencana Induk 91.270
Pengurangan beban biaya publik pada rencana induk karena adanya
2. - 24.090
pembangunan dengan inisatif swasta.
3. Beban publik netto untuk Rencana Induk 67.180
4. Biaya Pemeliharaan jalan-jalan yang ada 13.220
Total Biaya Publik untuk Sektor Transportasi 80.400
II. Sumber Pendanaan
1. Alokasi Anggaran Pembangunan untuk Transportasi 49.000
Pendapatan dari Sumber Tambahan (Pajak BBM, TDM & Pajak
2. 33.010
Pembangunan Perkotaan)
3. Total Dana 82.010
III. Saldo (Surplus) 1.610
Sumber: Estimasi SITRAMP
Namun demikian, jika dilihat dari perimbangan dana tahunan, maka pada jangka pendek akan terjadi
kekurangan dana sekitar Rp 5 triliun tiap tahun antara 2005 hingga 2007 seperti ditunjukkan dalam
Gambar 10.2. Mulai tahun 2008 defisit tahunan akan menurun dan berubah menjadi surplus pada
tahun 2011. Karena itu pada tahap awal rencana induk sumber pendanaan eksternal misalnya
pinjaman lunak ODA perlu dijajaki untuk menutup kekurangan dana tersebut.
- 32 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
15,000
10,000
5,000
Rp. billion
0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
-5,000
-10,000
-15,000
-20,000
Transportation Cost (Public Cost for MP and Maintenance Cost of Existing Roads)
Budget Allocation (Development Expenditure and Additional Revenue)
Annual Balance (Surplus/deficit)
Cumulative Balance
Sumber: SITRAMP
Gambar 10.2 Perimbangan Pendanaan Tahunan, 2004 – 2020
Isu penting yang berkenaan dengan aspek kelembagaan sektor transportasi adalah kurang
intensifnya koordinasi dan komunikasi antar departemen, misalnya Kimpraswil, Departemen
Perhubungan dan Bappenas serta instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Bukan hanya
kekurangserasian dalam perencanaan dalam hirarki vertikal, namun juga kurangnya konsensus pada
perencanaan wilayah antar satu pemerintah daerah dengan lainnya membuat semakin sulit untuk
merumuskan rencana pengembangan sistem transportasi terpadu di Jabodetabek.
BKSP seharusnya menjadi pemain utama dalam mendorong koordinasi antar pemerintah daerah
tersebut; namun demikian, karena sumberdaya yang kurang mencukupi dan tanggungjawab yang
tumpang tindih dengan instansi pusat dan daerah, BKSP sulit untuk dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik. Dengan mempertimbangkan landasan hukum dan fungsinya saat ini, perlu mulai
dipikirkan tentang institusi baru yang lebih fleksibel dan independen secara administratif dan legal.
Pembentukan instansi baru yakni “Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ)” sangat direkomendasikan
agar rencana pengembangan sistem transportasi metropolitan dapat konsisten serta untuk dapat
mengelola permintaan transportasi Jabodetabek secara lebih baik. Namun disadari bahwa
pembentukan institusi baru seperti ini memerlukan waktu, maka diusulkan untuk terlebih dahulu
dibentuk suatu komisi perencanaan untuk menjalankan tugas-tugas dalam jangka pendek.
Selanjutnya dalam jangka panjang dapat dipertimbangkan untuk melangkah ke pembentukan otorita
pembangunan perkotaan.
(a) Komisi Perencanaan Transportasi Jabodetabek
Komisi ini dibentuk di bawah arahan kementrian pusat, terdiri dari personil pemerintah yang terkait
dengan sektor transportasi. Badan eksekutif terdiri dari masing-masing kepala pemerintah propinsi
dan kabupaten/kota, serta wakil-wakil dari beberapa departemen seperti Kimpraswil, Departemen
Perhubungan, Departemen Dalam Negeri dan Bappenas.
Fungsi utamanya adalah untuk 1) mengkoordinir perencanaan transportasi masing-masing
pemerintah daerah untuk dimasukkan ke dalam rencana transportasi regional, 2) melakukan
penelitian dan survey untuk perencanaan transportasi, 3) mengkoordinir studi-studi di wilayah
Jabodetabek yang akan digunakan untuk perencanaan transportasi terpadu, dan 4) mengelola data
yang terkumpul melalui Studi khususnya survei-survei yang akan digunakan untuk penelitian
akademis, perencanaan dan sebagainya.
- 33 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Untuk mendukung tugas komisi dan melaksanakan operasi harian dibentuk suatu sekretariat tetap.
Pendanaan komisi dan sekretariat dibiayai oleh anggota-anggota dalam bentuk kontribusi.
(b) Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ)
Otorita Transportasi Jabodetabek dibentuk sebagai suatu perusahaan publik yang independen,
dengan pertanggungjawaban utama kepada publik, bukan hanya kepada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah saja. Otorita tersebut disahkan dengan Keputusan Presiden atau Undang-undang
agar berdiri sebagai suatu perusahaan publik yang independen.
Otorita ini akan mengatur semua isu transportasi darat dan memiliki tanggungjawab pokok untuk 1)
merumuskan kebijakan transportasi regional, 2) merumuskan perencanaan transportasi terpadu,
termasuk pengembangan jaringan jalan, pengembangan kereta api (MRT, LRT dan subway),
manajemen lalu lintas dan manajemen sistem angkutan umum, 3) melaksanakan program dan
perencanaan transportasi terpadu, 4) mengeluarkan perijinan dan kontrol angkutan umum berupa ijin
trayek bis, ijin usaha angkutan umum, ijin pembangunan terminal bis, dan sebagainya, 5) mengatur
layanan angkutan umum misalnya Busway, MRT, LRT dan sebagainya, 6) membantu
pengembangan jaringan jalan raya antarkota dan antarkabupaten, dan 7) melaksanakan
langkah-langkah manajemen lalu lintas, seperti road pricing, park and ride dan park and bus ride.
Otorita tersebut dibiayai dengan pendapatan dari road pricing dan dari pajak BBM serta kontribusi
keuangan atau subsidi dari DKI Jakarta dan pemerintah daerah yang terkait. Akan tetapi, sebagai
suatu perusahaan yang independen, otorita ini harus secara finansial cukup kuat. Pengungkapan
status finansial merupakan salah satu aspek yang paling penting untuk menjamin posisinya sebagai
perusahaan publik yang menawarkan layanan kepada penggunanya di wilayah Jabodetabek.
Sebagai perusahaan publik, otorita ini juga dapat menggali dana dari pasar modal dengan
menerbitkan obligasi.
- 34 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (1/2)
Unit: Rp. milyar
Biaya Rencana Induk
Inisiatif Beban
Busway, Swasta & Publik Keterangan
Jaringan Jaringan
ATC & Netto
Jalan 1) KA Pendapatan
TDM
Pemerintah Pusat 24.530 24.530
24.120 13.3802) 10.740 KA Jabotabek
3)Manajemen
Sub-total dari pemerintah 2.5803) 2.580
lalu-lintas
pusat 24.530 24.120 2.580 13.380 37.850
Pemprop Jawa Barat 1.550 1.550
Pemprop Banten 680 680
354) 4)
Fasilitas Busway
DKI JKT 4.650 5554) 5554) 4.835 5)TDM (2005~2006)
1505)
Kota Bekasi 470 53) 475
Kota Bogor 1.220 53) 1.225
Kota Depok 1.200 53) 1.205
Kabupaten Bekasi 670 53) 675
Kabupaten Bogor 600 53) 605
53)
Kota Tangerang 320 154) 325 4)
Fasilitas Busway
154)
Kabupaten Tangerang 2.520 53) 2.525
- 35 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Tabel 10.7 Beban Biaya Publik Rencana Induk : 2004 – 2020 (2/2)
Biaya Rencana Induk
Inisiatif Beban
Busway, Swasta & Publik Keterangan
Jaringan Jaringan
ATC & Pendapatan Netto
Jalan 1) KA
TDM
JORR-2, tol Jatiasih,
tol Depok-Antasari &
11.760 6.9206) 4.840
pelebaran untuk
Otorita Transportasi busway (2007~)
Jabodetabek 11.410 2.8707) 8.540 JKT MRT
3504) 3504) 0 4) Fasilitas Busway
3305) 330 Manajemen Lalin
1.5205) 1.520 5)TDM
Sub-total OTJ 11.760 11.410 2.200 10.140 15.230
50.170 35.530 5.570
Total 24.090 67.180
91.270
Sumber: SITRAMP
Catatan: 1) Termasuk biaya jaringan jalan dan pelebaran hingga 6-lajur untuk busway
2) Operasi KA Jabotabek termasuk penyediaan rolling stock oleh PT.KA
3) Manajemen lalu-lintas
4) Pembangunan fasilitas busway dan pendapatan konsesi dari perusahaan operator busway
5) DKI Jakarta bertanggung jawab pada TDM tahun2005 & 2006. Setelah tahun 2007 akan diambil alih oleh OTJ
6) Pengembangan inisiatif swasta unutk OORR (section 1~14), tol Jatiasih dan tol Depok-Antasari
7) Operasi MRT jakarta termasuk penyediaan rolling stock oleh perusahaan baru
Tabel 10.8 Kebutuhan Dana Sektor Transportasi dan Perimbangan Dana 2004 – 2020
Unit: Rp. milyar
Beban netto Biaya Total biaya Alokasi dari Perimbangan
pemerintah untuk pemeliharaan transportasi anggaran dana
pelaksanaan jalan yang ada pembangunan (Surplus/
rencana induk defisit)
Pemerintah Pusat 37.850 2.600 40.450 21.400 -19.050
Pemprop Jawa Barat &
2.230 670 2.900 3.700 800
Banten
DKI JKT 4.835 6.060 10.895 14.400 3.505
Kota Bekasi 475 570 1.045
Kota Bogor 1.225 380 1.605
Kota Depok 1.205 210 1.415
Kabupaten Bekasi 675 860 1.535 9.500 -1.425
Kabupaten Bogor 605 860 1.465
Kota Tangerang 325 360 685
Kabupaten Tangerang 2.525 650 3.175
Sub-total (Bodetabek) 7.035 3.890 10.925 9.500 -1.425
Otorita Transportasi
15.230 - 15.230 0 -15.230
Jabodetabek
Total 67.180 13.220 80.400 49.000 -31.400
Sumber: Estimasi SITRAMP
- 36 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Selama periode pelaksanaan rencana induk, monitoring atas kemajuan pelaksanaan proyek-proyek
- 37 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
dan program-program adalah hal yang penting guna mencapai tujuan rencana induk. Tingkat
pencapaian proyek dan program perlu dievaluasi. Di sisi lain, isi dan jadwal komponen-komponen
rencana induk perlu secara periodik ditinjau ulang untuk mengakomodir perubahan lingkungan sosial
dan ekonomi. Jadwal pelaksanaan Rencana Induk hingga tahun 2020 telah disusun dengan
mempertimbangkan kendala anggaran di masing-masing tingkat pemerintahan. Bagaimanapun
juga, beberapa proyek pengembangan sistem transportasi yang dapat diselenggarakan dengan
peranserta swasta dapat saja diimplementasikan lebih awal sebelum tahun 2020 apabila kondisi
ekonomis dan finansialnya mencukupi.
Studi SITRAMP mengusulkan untuk mengembangkan sistem busway sebagai bagian dari sistem
angkutan umum utama dalam jangka pendek guna mendukung sistem angkutan kereta api. Di
masa depan, bila pergerakan penumpang di koridor busway meningkat atau bila kemampuan
masyarakat untuk membayar sudah meningkat seiring peningkatan pendapatan rumah tangga, maka
busway dapat dikonversi ke sistem angkutan umum yang berstandar lebih tinggi, misalnya LRT atau
MRT. Oleh karena itu, pengamatan terhadap peningkatan pendapatan riil rumah tangga dan
pengamatan terhadap laju permintaan pergerakan penumpang busway merupakan hal yang penting
untuk dapat menentukan waktu yang tepat untuk memperbaharui sistem angkutan umum.
Perlu pula dicatat bahwa jadwal pelaksanaan proyek dan program tersebut harus dikaji ulang dan
diubah bilamana perlu secara periodik dengan mempertimbangkan kondisi perubahan sosio-ekonomi.
Misalnya apabila perekonomian regional dapat tumbuh lebih cepat dibanding perkiraan dalam
rencana induk ini atau apabila pendapatan dari pajak dapat bertambah signifikan, maka lebih banyak
lagi prasarana sistem transportasi yang dapat dibangun sebagaimana disajikan pada Gambar 10.3.
Sistem database sangat penting fungsinya dalam proses monitoring dan evaluasi guna mendapatkan
hasil yang efektif. Database akan berguna untuk memeriksa kemajuan pelaksanaan proyek serta
mengecek pencapaian tingkat manfaat/efek yang diharapkan. Sistem ini juga akan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan pertanggungjawaban sektor publik.
Dalam hal ini, terdapat tiga tipe indikator monitoring yang penting yaitu “Input Index”, “Output Index”
dan “Outcome Index”. Indeks yang disebutkan pertama mengindikasikan pencapaian atau
kemajuan proyek dalam hal jadwal, pendanaan, penganggaran, maupun unit fisik seperti luasan, dan
lain-lain. Sementara itu, indeks berikutnya menunjukkan manfaat yang diperoleh atau diwujudkan
oleh proyek-proyek tersebut dalam hal tingkat pencapaian target. Di masa mendatang, sistem
serupa yang diterapkan oleh berbagai instansi pelaksana akan dapat saling terhubungkan melalui
internet.
Sistem database selayaknya didesain agar berguna dalam seluruh siklus kebijakan; yaitu “Plan
(rencana)”, “Do (pelaksanaan)”, dan “See (Pengawasan)”. Sistem ini akan berguna sebagai sistem
pendukung untuk perencanaan pada tahapan “Plan”, sebagai sistem monitoring pelaksanaan proyek
pada tahapan “Do”, dan sebagai suatu sistem evaluasi proyek pada tahapan “See”. Sangat
dianjurkan agar sistem database tersebut dapat dikembangkan dalam suatu instansi/organisasi yang
bertanggungjawab dalam memonitor aktivitas proyek.
Sistem database transportasi perkotaan mencakup berbagai data, tidak hanya data transportasi tetapi
juga data sosio-ekonomi, tata guna lahan dan data lingkungan.
- 38 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Data-data tersebut dirangkum dalam suatu format database yang dapat diolah dengan menggunakan
perangkat lunak pengolah data yang populer dan tersedia di pasaran. Beberapa data yang memiliki
feature geografis, misalnya zona, arc dan point dikemas dalam format Sistem Informasi Geografis
(GIS). Dengan demikian data-data itu dapat dimanfaatkan cukup dengan komputer pribadi,
meskipun dibutuhkan kapasitas penyimpan yang relatif besar.
Untuk merawat dan meng-update data, perlu dibentuk semacam pusat database transportasi
perkotaan. Oleh karena data ini akan digunakan juga dalam proses monitoring pelaksanaan
rencana induk, maka pusat database tersebut idealnya adalah merupakan bagian dari Otorita
Transportasi Jabodetabek sebagaimana diusulkan. Sebelum institusi ini dapat terbentuk, pusat
database secara tentatif dapat ditempatkan di Bappenas.
- 39 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 40 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Dalam jangka pendek dan menengah, jaringan angkutan umum harus dibentuk melalui kombinasi
pendayagunaan jaringan kereta api yang ada secara maksimal dan pengenalan sistem busway yang
akan melengkapi jaringan kereta api tersebut. Dalam jangka panjang, sistem transportasi berbasis
kereta api mutlak diperlukan untuk dapat memberikan tingkat layanan yang lebih baik dan dengan
kapasitas angkut penumpang lebih banyak. Penerapan sistem busway dapat menjamin penyediaan
ruang untuk pengembangan sistem angkutan umum di masa depan dengan tingkat layanan yang
lebih tinggi. Peningkatan layanan angkutan umum saja tidak dapat dengan sertamerta mengurangi
pilihan masyarakat untuk menggunakan moda angkutan pribadi. Untuk itu, perlu diterapkan skema
pembatasan lalu lintas di kawasan rawan macet terutama di wilayah pusat kota. Langkah penting
lainnya adalah mendorong pengembangan sub-center di wilayah Bodetabek dan menyebarkan
fungsi-fungsi perkotaan yang saat ini terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Dengan perubahan
struktur perkotaan tersebut, masalah kemacetan lalu lintas akan dapat dikurangi sampai tingkat
tertentu.
- 41 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Untuk mewujudkan rencana induk transportasi, pertama-tama hal-hal berikut ini harus dilaksanakan
dalam jangka pendek
(3) Rencana Induk Transportasi yang Terperinci untuk DKI Jakarta dan Pemerintah
Daerah di Wilayah Bodetabek
Rencana induk SITRAMP menyajikan rencana pengembangan sistem transportasi utama di wilayah
Jabodetabek. DKI Jakarta dan pemerintah daerah perlu menyusun rencana induk transportasi
sub-regional yang sejalan dengan rencana induk tingkat metropolitan. Rencana tingkat daerah
tersebut harus mendapatkan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Selanjutnya rencana sistem
jaringan transportasi di tingkat yang lebih rendah perlu pula disusun sesuai kebutuhan spesifik
masing-masing pemerintah daerah.
- 42 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(5) Perumusan Kerjasama Publik - Swasta dan Kerjasama diantara Sektor Swasta
Keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian sistem transportasi merupakan
hal yang sangat penting dalam mengurangi beban pembiayaan sektor publik serta untuk
memperkenalkan praktek manajemen yang lebih efisien. Analisa yang lebih mendalam harus
dilakukan sehubungan dengan pembagian pembiayaan (cost sharing) antara sektor publik dan sektor
swasta, serta insentif yang dapat diberikan bagi partisipasi sektor swasta (misalnya : penyediaan hak
pembangunan, jaminan dari pemerintah, dan sebagainya).
- 43 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 44 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 3 .2 Rute Busway
Gambar 13.1 menunjukkan rute busway untuk rencana jangka pendek yang dianalisis di dalam studi.
Lajur khusus bis direncanakan ditempatkan pada lajur jalan paling dalam di dekat median. Untuk ruas
jalan yang jumlah lajurnya terbatas, jika tidak ada cara lain yang lebih efektif maka jalur bis akan
berbaur dengan lalu lintas kendaraan biasa, sementara pelebaran jalan harus segera dilakukan.
- 45 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Unit: Bis/jam/arah
Total
Ruas Tipe Bis PB01 PB02 PB03 PB04
(Bis/Jam)
Kota - Harmoni 16 6 - - 22
Harmoni – Kebon Sirih 16 6 - 27 49
PB01 Kebon Sirih – H.I. Gandeng 16 6 - - 22
H.I. - Blok M 16 - - - 16
Blok M – Lebak Bulus 16 - - - 16
Kota – Kp. Tendean - 6 - - 6
PB02 Gandeng
Kp. Tendean - Ragunan - 4 - - 4
Kota - Senen - - 15 - 15
PB03 Tunggal
Senen - Kp. Rambutan - - 30 - 30
PB04 Kalideres - Pulogadung Gandeng - - - 27 27
Estimasi SITRAMP
Apabila dilihat dari sudut pandang frekuensi operasi antara asal dan tujuan masing-masing rute,
maka rencana operasional tersebut dapat dipahami sebagai berikut:
Tabel 13.3 Operasi Bis menurut Rute
Frekuensi
(bis/jam sibuk
Rute Asal - Tujuan Tipe Bis
/arah)
Kota Sta.
PB 03
PB04
-1
22 (A) 27 (A)
Kalideres 15 (S)
PB
27 (A) 04
49 (A)
01
PB
PB03-1
6 (A)
16 (A)
L.Bulus
Ragunan
KP.Rambutan
Note: (S,A) Menunjukkan tipe bis tunggal (single) dan gandeng (articulated)
Gambar 13.2 Konsep Pengoperasian Bis
- 46 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 3 .6 Biaya Proyek
Biaya proyek yang terdiri dari biaya pelebaran jalan, pekerjaan tanah, jembatan penyeberangan,
halte bis, mesin tiket dan lampu lalu lintas, dirangkum dalam Tabel 13.4. Komponen biaya yang
mencolok adalah tingginya biaya pembebasan tanah yang terhitung sekitar 70% dari total biaya.
Tabel 13.4 Biaya Proyek untuk Rencana Busway (2004-2007)
Biaya Investasi (Rp. Milyar)
Tanah dan ganti rugi 1.174
Biaya konstruksi
Pekerjaan sipil untuk pelebaran 190
Halte Bis 92
Mesin Tiket 146
Sistem Lokasi Bis/Lampu Lalu Lintas 58
Total biaya konstruksi 486
Total biaya investasi 1.660
Sumber: SITRAMP
Harga satuan biaya operasi per bis-km mencapai sekitar Rp 20.000/bis/km termasuk biaya
peningkatan prasarana, biaya pembangunan fasilitas terkait, biaya pengadaan kendaraan bis, biaya
operasi dan pemeliharaan sistem busway serta bunga dari pinjaman jangka pendek. Tabel 13.5
menunjukkan biaya pengoperasian bis menurut komposisi.
- 47 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Busway DKI Jakarta telah mulai beroperasi pada pertengahan bulan Januari 2004 dan diharapkan
segera dapat diikuti dengan pembangunan rute busway PB04 (Kalideres-Pulo Gadung). Hingga
tahun 2007 (yang merupakan tahun target periode jangka pendek), empat rute perluasan busway
dijadwalkan mulai beroperasi. Dalam Rencana Induk SITRAMP diasumsikan bahwa rute Monas –
Blok M akan dikonversi menjadi sistem MRT sampai akhir periode jangka menengah (2010) apabila
terdapat cukup banyak demand penumpang bagi pengoperasian MRT. Untuk sisa rute PB01 dari
Blok M ke Lebak Bulus, SITRAMP mengusulkan konversi ke sistem MRT dalam jangka panjang.
1 3 .8 Evaluasi Ekonomi
Nilai Net Present Value (NPV) dengan discount rate 12% diperkirakan sebesar Rp. 1,153 triliun dan
Economic Internal Rate of Return (EIRR) dapat mencapai 31,9%, yang menunjukkan kelayakan
pelaksanaan proyek dari sudut pandang ekonomi nasional.
Tabel 13.6 Indeks Evaluasi Analisis Ekonomi Proyek Perluasan Busway
Present Value dengan diskonto 12% (Rp. milyar) EIRR
(%)
Biaya Manfaat Net Present Value
- 48 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 49 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
(commuter) ke pusat-pusat bisnis dan komersial (CBD). Spesifikasi bis yang digunakan untuk
layanan ekspres ini hendaknya sama dengan jenis bis yang beroperasi di jalur busway.
Sehubungan dengan hal di atas diperlukan koordinasi dengan pemerintah-pemerintah daerah di
Bodetabek. Selain itu perlu dipertimbangkan pula perlakuan khusus seperti lajur high occupancy
vehicle (HOV) pada jalan tol untuk lebih memperlancar operasional bis ekspres tersebut.
- 50 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Gambar 14.1 Kawasan “3-in-1” Yang Ada dan Alternatif Kawasan TDM
- 51 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
persen pengguna mobil perpenghasilan rendah. Hal ini karena faktor nilai waktu untuk
masyarakat kelas atas yang lebih tinggi sehingga nilai pungutan TDM terasa lebih rendah.
• Secara total, besarnya pungutan TDM sangat mempengaruhi jumlah perjalanan yang terdorong
keluar. Secara global, pada tahun 2020 sekitar 90 persen pengguna mobil pribadi masih tetap
memilih membayar TDM untuk dapat berkendaraan di kawasan pembatasan apabila besarnya
pricing adalah Rp.8.000 (kasus 2), sementara sekitar 75 persen pengguna mobil pribadi masih
masuk kawasan TDM apabila pricing dinaikkan menjadi Rp.20.000 (kasus 5).
• Untuk tiap kelompok pendapatan, rasio perjalanan yang terdorong keluar akan lebih besar pada
tahun 2020. Namun demikian, secara total, rasio yang terdorong keluar menurun dari tahun 2007
hingga 2020, karena mayoritas pengguna mobil akan meningkat golongan pendapatannya
menjadi masyarakat berpenghasilan tinggi pada tahun 2020 sesuai framework sosio-ekonomi
yang diprediksi dalam Rencana Induk SITRAMP.
[Alternative Area 1] [Alternative Area 4]
100% 100%
90% 90%
80% 80%
70% 70%
60% 60%
50% 50%
40% 40%
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
Case1 Case2 Case3 Case4 Case5 Case1 Case2 Case3 Case4 Case5
= Rp. 4,000 = Rp. 8,000 = Rp. 12,000 = Rp. 16,000 = Rp. 20,000 = Rp. 4,000 = Rp. 8,000 = Rp. 12,000 = Rp. 16,000 = Rp. 20,000
High 2007 Mid 2007 Low 2007 Total 2007 High 2007 Mid 2007 Low 2007 Total 2007
High 2020 Mid 2020 Low 2020 Total 2020 High 2020 Mid 2020 Low 2020 Total 2020
1 4 .4 Metode Pricing
Terdapat dua metode utama untuk penarikan pungutan TDM, yaitu metode manual dan metode
mekanis. Untuk metode mekanis, dibagi lebih lanjut menjadi dua sistem, yaitu sistem pengawasan
dengan kamera (camera-surveilance) seperti digunakan di London, dan sistem ERP (Electronic Road
Pricing) seperti digunakan di Singapura. Bagaimanapun juga, di Jabodetabek belum terbentuk suatu
sistem database elektronik kendaraan terdaftar secara andal, dan oleh karenanya sistem
pengawasan dengan kamera seperti di London saat ini belum dapat diterapkan di Jabodetabek.
Mengingat biaya untuk pembuatan sistem mekanis tersebut tinggi, maka lebih baik digunakan metode
sistem manual untuk jangka pendek yang nantinya diubah menjadi metode mekanis dalam jangka
panjang. Sistem pengawasan dengan kamera seperti di London baru dapat digunakan di masa
mendatang.
Berkaitan dengan wilayah targetnya, terdapat tiga cara pricing seperti ditunjukkan dalam Tabel 14.1.
Road Pricing Kendaraan yang melewati jalan-jalan utama tertentu (seperti pada sistem “3-in-1”
yang ada) dikenai bayaran.
Area Pricing Semua kendaraan yang melewati kawasan TDM dikenai bayaran.
- 52 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 4 .6 Estimasi Biaya
Biaya proyek untuk ketiga jenis sistem pengawasan tersebut (yaitu sistem manual, sistem kamera
dan sistem ERP), untuk masing-masing alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.2.
Perkiraan pendapatan menurut alternatif kawasan TDM ditunjukkan dalam Tabel 14.3.
- 53 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Karena jumlah kendaraan yang datang dari luar DKI Jakarta cukup banyak, maka pelaksanaan dan
manajemen TDM diusulkan untuk dilaksanakan oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ).
Namun demikian, masing-masing kegiatan di atas dapat dilakukan baik oleh sektor publik maupun
sektor swasta. Jadi, ada kemungkinan untuk menerapkan skema “Kemitraan Pemerintah-Swasta”
untuk TDM. Tabel 14.4 menunjukkan kemungkinan kombinasi kemitraan tersebut, sedangkan Tabel
14.5 merangkum pendapatan dan biaya tiap kombinasi institusi pelaksana. Untuk penerapan sistem
ERP dalam jangka panjang direkomendasikan agar sektor swasta mengambil peran utama dalam
proyek tersebut karena melibatkan teknologi komunikasi yang tinggi. Dalam hal ini, Skema 3 atau
Skema 4 dapat digunakan.
- 54 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 4 .9 Rencana Pelaksanaan
(1) Kebijakan Dasar Rencana Pelaksanaan
Tujuan utama penerapan TDM adalah untuk mengurangi jumlah lalu lintas kendaraan yang
dibangkitan dan ditarik ke wilayah pusat DKI Jakarta sehingga di masa mendatang kondisi lalu
lintasnya dapat membaik atau paling tidak dapat dipertahankan seperti tingkat saat ini.
(2) Kawasan TDM
Alternatif kawasan TDM dievaluasi menurut ; (i) efektivitas rasio perjalanan yang “terdorong keluar”,
(ii) dampak sosial dari perjalanan yang terdorong keluar, dan (iii) kemudahan pelaksanaannya.
Karena biaya pelaksanaan masing-masing alternatif kawasan TDM sangat bervariasi tergantung
pada sistem pengawasannya itu sendiri, maka faktor ini tidak disertakan dalam evaluasi. Berdasarkan
hasil evaluasi, disimpulkan hal-hal berikut ini :
• Alternatif 5 dan 6 harus dihindari karena dampak sosialnya yang sangat besar dan
kemungkinan kesulitan dalam pelaksanaan karena terlalu banyaknya kawasan permukiman
yang masuk dalam kawasan TDM dan keterbatasan cakupan angkutan umum yang baik;
• Keseimbangan antara dampak sosial dan kemudahan pelaksanaan merupakan faktor kunci
untuk memilih kawasan TDM yang paling baik;
• Alternatif 3 dan 4 dipilih sebagai calon; dan
• Alternatif 4 akhirnya terpilih karena mencakup wilayah Blok M yang mempunyai kepadatan
bangkitan lalu lintas sangat tinggi.
- 55 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Penyediaan alternatif sarana transportasi untuk pengguna yang terdorong keluar oleh TDM sangat
penting dalam rangka memperoleh persetujuan masyarakat akan penerapan TDM. Salah satu
alternatif adalah pengembangan angkutan umum. SITRAMP telah mengusulkan empat rute sistem
busway termasuk perluasan sistem busway TransJakarta yang ada saat ini. Pengembangan busway
ini akan melayani sebagai alternatif bagi pengguna kendaraan yang diasumsikan terdorong keluar.
Selain itu, layanan bis feeder merupakan salah satu komponen vital untuk suksesnya TDM.
Dipandang perlu untuk mengatur ulang sistem bis saat ini. Khususnya bagi kawasan-kawasan yang
berada di dalam kawasan TDM namun tidak dilayani oleh busway atau kereta api harus ditambahkan
layanan bis feeder (Gambar 14.3).
Gambar 14.3 Cakupan Layanan Angkutan Umum dan Usulan Layanan Bis Feeder (2007)
- 56 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1) Kendaraan Target
2) Waktu Penerapan
• Pada tahap awal, TDM diterapkan dari pukul 7:00 hingga 10:00 pagi dan dari pukul 16:00
hingga 19:00 seperti aturan “3-in-1” saat ini. Waktu penerapan akan diubah menjadi
sepanjang hari (kecuali malam hari) pada tahun 2020, apabila kemacetan lalu lintas masih
berat bahkan pada periode “off-peak” siang hari. Pungutan TDM akan mudah diubah
tergantung pada periode waktu bila sistem ERP telah diterapkan kelak.
• TDM diterapkan pada hari kerja; sedangkan pada hari akhir pekan dan hari libur tidak
diterapkan.
(7) Institusi Pelaksana
• Proyek ini harus dikelola oleh Otorita Transportasi Jabodetabek (OTJ) seperti diusulkan
dalam SITRAMP, untuk mencakup tidak hanya wilayah administrasi DKI Jakarta saja namun
seluruh Jabodetabek. Hal ini karena banyaknya jumlah kendaraan yang terkena skema TDM
yang datang dari luar batas administratif DKI Jakarta, walaupun kawasan TDM itu sendiri
terletak di pusat kota DKI Jakarta.
• Mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan, maka komponen-komponen utama akan
dikontrakkan kepada perusahaan swasta melalui tender. Skema 3 (lihat Tabel 14.5)
dipandang cocok sebagai tahap pertama karena untuk sementara pada saat ini pekerjaan
pengawasan harus dilakukan oleh polisi.
- 57 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Dengan memasukkan penghematan biaya operasi kendaraan dan penghematan waktu perjalanan
sebagai komponen manfaat proyek, maka rasio Manfaat/Biaya (B/C ratio) diperkirakan sebesar 7,2
pada tingkat diskonto 12%. Rasio ini bervariasi menurut penurunan manfaat yang dihasilkan seperti
ditunjukkan dalam Tabel 14.7.
Terdapat beberapa ketidakpastian mengenai dampak terhadap pendapatan TDM. Estimasi dibuat
berdasarkan asumsi berikut:
• Untuk perioda tahun 2005 – 2009 pungutan tiap kali masuk kawasan terbatas (Alternatif 4)
ditetapkan sebesar Rp. 8.000. Selanjutnya meningkat menjadi Rp 16.000 (tahun 2010 – 2014),
dan Rp. 20.000 (tahun 2015 – 2020);
• Mengingat faktor-faktor seperti lalu lintas puncak 6-jam (40%), kendaraan dengan 3
penumpang atau lebih (18%), lalu lintas internal di dalam kawasan TDM (20%), maka kurang
lebih 20% bangkitan perjalanan diperkirakan dikenakan pungutan TDM.
Berdasarkan asumsi di atas maka total pendapatan diperkirakan sebesar Rp 15,1 triliun selama
periode Rencana Induk. Namun demikian, besarnya tingkat pungutan bagi kendaraan penduduk
yang tinggal di kawasan terbatas harus dikurangi.
- 58 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 5 .1 Latar Belakang
Kompleks-kompleks perumahan berskala besar telah berkembang di sekitar Jalur Kereta Api
Serpong. Penduduk yang tinggal di kawasan perumahan tersebut umumnya merupakan golongan
berpenghasilan menengah atau tinggi, dan sebagian besar di antara mereka pulang pergi ke CBD di
Jakarta dengan mobil pribadi. Bagaimanapun juga, kapasitas jaringan jalan ke CBD Jakarta tidak
mencukupi sehingga hampir setiap pagi terjadi kemacetan yang parah dan perjalanan dari rumah ke
tempat kerja seringkali memakan waktu lama. Baru-baru ini PT. KA mulai menyediakan layanan
kereta api eksekutif dari stasiun Serpong dan Sudimara ke stasiun Sudirman. Layanan kereta api
eksekutif ini telah menarik minat cukup banyak orang yang tinggal di kawasan tersebut. Dengan
demikian hal tersebut menunjukkan permintaan penumpang yang potensial apabila layanan angkutan
kereta api yang memadai dapat disediakan.
Rencana induk transportasi yang diusulkan dalam SITRAMP mengungkapkan bahwa peningkatan
angkutan umum merupakan kunci sukses pengembangan sistem transportasi yang efektif dan efisien.
Secara khususnya, peningkatan KA Jalur Bekasi dan Jalur Serpong telah diprioritaskan dan dalam
jangka pendek diusulkan untuk menyediakan operasi langsung timur-barat.
Pra-studi kelayakan ini menguji isu-isu teknis, kelayakan ekonomi dan finansial serta mekanisme
pelaksanaan proyek untuk pembangunan jalur ganda (double tracking) Jalur Serpong, berikut
peningkatan akses dan pengembangan lahan terpadu.
- 59 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Tabel 15.1 Estimasi Jumlah Penumpang yang Naik dan Turun, 2010 dan 2020
(Unit: Orang/hari)
Total Harian (Naik + Turun)
No. Nama Stasiun 2010 2020
1 Serpong 21.691 30.970
2 Rawa Buntu 49.580 70.788
3 Ciater 6.197 8.848
4 Sudimara 30.394 40.734
5 Jurang Mangu 32.490 43.543
6 Pondok Ranji 15.721 21.069
7 Bintaro 12.577 16.855
8 Pondok Betung 13.625 18.260
9 Kebayoran 44.466 55.887
10 Limo 20.454 25.708
11 Palmerah 24.012 30.179
12 Tanah Abang 33.498 42.243
13 Karet 15.764 19.879
14 Dukuh (Sudirman) 98.525 124.244
15 Rasuna 49.262 62.122
16 Manggarai 36.532 45.012
17 Mampang 4.059 5.001
Sumber: Perkiraan SITRAMP
- 60 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Photo 15.1 Stasiun Rawa Buntu Photo 15.2 Stasiun Pondok Betung
Stasiun-stasiun yang memerlukan jalur menyusul (passing track) untuk kereta api ekspres meliputi
stasiun-stasiun Kebayoran, Pondok Ranji, Sudimara dan Serpong. Dalam rencana layout rel di
Stasiun Serpong, operasi langsir untuk jarak jauh dari Merak juga diperhitungkan.
- 61 -
- 62 -
BH 91
KM 14 +5
ST
87
- BH 46 - m
K M L = 3.50
. TA
L = 23+66
2.5 3
NA
0m
73
H
6+8
LC -(Illegal)-KM15+413
AB
KM +873)
R5
(6
90
L = 6.46M
AN
BH 49
R 1991
- KM 15
+8
G(
L = 3.99 98
m
Thb
)
KM 24+022 5
5+ 93
R 500
(24+244) KM 1 4m
LC 75 - KM 24+396 ll egal) W = 3.1
LC (I
W = 7.11m
R 530
BH
R 475
51
-K
ST. SUDIMARA (Sdm
R1
)
R2
L =M 16
340
ST .
500
18. +343
BH 96 - KM 24+762 5
R3
KM
New
04
BH 2
L = 5.88m (16+ 780
824 7 -K
40 ) L M 8+ 2
= LC
DO
LC 57A W = 7.28m - KM
L = 8.72m
KB
W = 8+ 256
L
LC 3 4.00m
C
43 2B -
KM
ET U
+1
R
B
R 1325
17 7m H W 8+310
=
A-
50
4
28-K 6.00m
NG
- KM = 3.0
L M
54 L = 8+507
BH
KM= 10
2.00
m
(Pd
R 404
LC W
9+ .11
4
yo
- =
b)
+609 LC 3
44 m
9-K
Fl W
r
39 W KM 6.1
46
- KM 172.38m
BH 55 L=
4
W =M 8+ 912
ve = 5
9+ 9m
10.00
R 900
m
km8. 5
9+8m
LC 5
ST. P
8
49 m
A-K
B H 102 - M T
KM 25 W = 18+143 (R
ALM
11.1 )
R 450
E
L = 50.9+998
6m 4m
8
R3
R3
0 +06
29
25
KM 1 16)
R 20000
RAH
B (10+1
K
(P
H 105 -
KM 26+5 M 18 +32
BH 59 - KM 18+554 8
lm)
L = 26.3 59
7m L = 17.08m (18+
362)
S T. B
New
KM 26 +7 LC 4
R 40000
00 1-K
M1
INTA
R3
(26+72
New
0)
04
W = 60+315
B BH 59A - KM 19+170 .68m
ST. CIA
H 106 -
RO
KM 26+7 L = 22.43m
TE
R 309
L = 7.68 49
m
R
BH 38 - KM 10+
842
BH 107 - KM L = 11.48m
27+0
R 10
L = 12.1 49
0m LC 6
4
00
- KM
19
W = +872
R 2300
LC 8
R 1004
6.12
2-K
M2 m
W = 7+496
4.17
m
ST . PO
BH 113 - BH 112 -
KM 28+0
99
L = 29.00m
KM 28+0
23
KM 19+9
94
L = 18.01m (20+033)
N D OK
R 1014
LC45A-KM12+023
W = 13.59m
R 900
R 1030
BH 114 - KM 28+377 BH 69
-
RANJI
KM 20
L = 2.60 +6 Flyover - KM 12+402
New
KM 28+776 (12+330)
ST. LIMO
(28+796) LC46-KM12+689
BH 72 - KM W = 4.66m
21+1
L= 4.3456
m
ST
.
BH
R 486
75 - KM
K
21+3 BH
E
73 - KM
2 L= 5.2156 21+2
9+ 35 m
R 2000
BA
L= 4.09 31
KM 2 2m m
YO
BH 1
19 - L = 59.5
LC 65 BH 42 - KM 13+238
L = 2.0m
T(R)
- KM
RA
BH 76
- KM 21 18
+8
T(R)
N(
21+88 W = 2. +555
R 390
6 91m
R 2000
13 53)
R
9.
0
L= 83
m
Kb
50
R 474
0
BH 77 KM 13+8
(
y)
- KM
22+
L= 20.4092 3
9m 68
R 500
3+ m
M1 .18
BH - K 10
New
ST . J U
79 K
T(R
50 W =
)
- K M 22 + LC
M 173 91
+9
R8
L = 22+ 2 (22+1
00
R5
m Fly
RANG
KM 9.
00
KM ove LC 52 - KM 14+256
r - er W =
30 K M ov W = 14.59m
+1 BH Fly
ST
8
(30 W = 22+20
+2 13 1 -
N
KM 8.09 3
MANG
.S
03 m
bs
Su ew
) LC L = 22+47
tati
ER
71 18.9 0
on
-K 3m
R5
M
PO
GU (J
00
Fly
ov W 22+
Gambar 15.2 Double Tracking Jalur Serpong Antara Tanah Abang dan Serpong
NG
LC er
rm)
= 1 693
90 K M .0m
-
(Sr
K M
p)
R5
BH L = - 22
20
L = 30+ 85 7.5 +760
7.8 362 -K 6m
3m M
L = 23+
2.0 160
0m
LEGEND :
Flyover
Existing Track
Ground Station
Additional Track
( NEW PLAN )
Master Plan
The Study on
Existing Bridge (L >
Existing Level Crossing
BETWEEN THB AND SRP
= 2.0m)
Integrated Transportation
SITRAMP
SERPONG LINE DOUBLE TRACKING
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
ST. TANAH ABANG ( Thb) ST. KARET ST. RASUNA SAID ST. MAMPANG ST. MANGGARAI SHORTCUT PLAN WITH
SERPONG / WESTERN LINE
ST. SUDIRMAN
BEETWEEN PALMERAH AND
MANGGARAI
KM 2 + 029
KM 0 + 000
KM 3 + 476
KM 4 + 648
KM 6 + 038
LEGEND :
KM 2 + 840
17 Additional Elevated Track
+3 m
L = 6.00 m
3
W = 24.50 m
87 M
- 0 9.80 Additional Track (Ground)
+
6
W = 35.91m
rK W=
L = 6.00 m
W = 17.85 m
ve
L = 11.00 m
LC 1 - KM 1 + 892
KM yo
BH 8 - KM 5 + 113
Existing Track
W = 20.00 m
Fl
W = 20.00 m
Flyover KM 2 + 728
BH 5 - KM 3 + 291
Flyover KM 3 + 317
LC 2 KM 4 + 001
LC 3 KM 4 + 533
BH 28 - KM 5 + 717
R 300 Level Crossing
BR 3
00 C D
> 2.0m)
Existing Bridge (L =
R 300
R 300
B C D
A
A
W = 20.00m
KM 8 + 550
Flyover KM 1 + 885
- 63 -
Section A - A Section B - B Section C - C Section D - D
( ST. KARET )
B = 15 m
The Study on
Integrated Transportation
Master Plan
for Jabodetabek (Phase2)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Gambar 15.3 Rencana Shortcut di Jalur Serpong / Barat Antara Palmerah dan Manggarai
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Kesimpulannya, alternatif-1 direkomendasikan dari sudut pandang keselamatan operasi kereta api
dengan memperhitungkan kenaikan permintaan di masa depan.
(4) Rencana Stabling Yard
Proyek double tracking Jalur Serpong memerlukan tambahan 166 unit gerbong kereta hingga tahun
2020. (Jumlah Kereta Listrik yang ada 26 gerbong, telah dikurangi dari jumlah kereta yang dibutuhkan
untuk operasi kereta pada tahun 2020). Untuk memarkir tambahan gerbong kereta, maka
direncanakan untuk membangun stabling yard baru di Stasiun Serpong yang dapat mengakomodasi
120 gerbong KRL dan di Rawa Buntu untuk 46 gerbong KRL lainnya.
1 5 .4 Rencana Operasi
Operasi kereta saat ini terdiri dari 4 gerbong kereta dalam satu rangkaian. Nantinya direncanakan
bahwa satu kereta akan terdiri dari 8 gerbong mengingat kenaikan permintaan penumpang pada
masa mendatang. Headway minimum pada jam sibuk direncanakan sekitar 7-menit pada tahun 2010
dan 5,5 menit pada tahun 2020 berdasarkan proyeksi permintaan penumpang.
Tabel 15.3 Rencana Operasi pada jam Sibuk
Jumlah gerbong Headway Kapasitas Volume
Tahun Ruas (kedua arah/ (Menit) (Kedua arah) Penumpang
jam) (Kedua arah)
2010 Serpong – 9 7 20,000 38,400
Manggarai
2020 Serpong – 11 5.5 24,800 48,870
Manggarai
1 5 .5 Estimasi Biaya
Estimasi biaya untuk Tahap 1, “Proyek double tracking Jalur Serpong dan Tanah Abang,” dan untuk
Tahap 2, “Proyek jalur Short cut antara Palmerah dan Manggarai,” ditunjukkan dalam Tabel 15.4.
- 64 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 65 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 5 .8 Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan Tahap 1, “Proyek double tracking jalur Serpong dan Tanah Abang” dan Tahap 2,
“Proyek jalur short cut antara Palmerah dan Manggarai”, ditunjukkan dalam Gambar 15.5.
Jalan Akses
Plasa Stasiun
- 66 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Penurunan emisi CO2 juga dianggap sebagai manfaat penting terhadap lingkungan global.
Penurunan emisi CO2 diperkirakan sebesar 360.000 ton pada tahun 2020 dengan proyek ini dan nilai
ekonomi penurunan CO2 tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 milyar dimana diasumsikan bahwa
nilai dari penurunan CO2 adalah US$ 10 per ton.
(3) Analisis Finansial
Dalam analisis finansial, kelayakan finansial proyek Double Tracking Jalur Serpong dievaluasi dari
aspek kemampuan PT. KA untuk menanggung beban biaya proyek melalui pendapatan dari tarif
penumpang. Untuk evaluasi diasumsikan tiga macam tingkat tarif sebagai berikut :
Tabel 15.8 Alternatif Tarif Penumpang
Flag fall Porsi jarak
Kasus 1 Rp. 1,000 -
Kasus 2 Rp. 1,000 Rp. 100/km
Kasus 3 Rp. 1,000 Rp. 200/km
- 67 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
• Dalam Kasus 3, PT. KA diperkirakan akan mendapat keuntungan yang mencukupi sekalipun
harus menanggung beban biaya rolling stock dan OM (FIRR: 19,3%) dan akan dapat
menanggung biaya untuk bangunan stasiun dan stasiun plasa (FIRR: 16,8%).
Saat ini, anggaran investasi untuk fasilitas prasarana dasar kereta api seperti pekerjaan sipil dan rel,
pekerjaan elektrikal, dan bangunan-bangunan disediakan oleh pemerintah dan PT. KA bertanggung
jawab pada pengoperasian kereta api. Dalam hal sharing biaya dengan pemerintah, PT. KA diminta
untuk membayar biaya tahunan depresiasi fasilitas prasarana kepada pemerintah sebagai Track
Access Charge (TAC). Di sisi lain, pemerintah memberikan subsidi Public Service Obligation (PSO)
kepada PT. KA untuk kompensasi defisit karena tarif penumpang untuk kelas ekonomi rendah.
Kenyataannya, walaupun ada prinsip-prinsip di atas, namun alokasinya tidak direalisasi secara
mencukupi untuk menutup jumlah yang diperkirakan karena pemerintah kekurangan dana, begitu
juga dengan PT. KA.
PT. KA tidak akan dapat mengelola secara mandiri bila diminta untuk memenuhi beban biaya
investasi serta biaya OM yang saat ini diatur dengan pembayaran TAC. Akan lebih rasional bila
fasilitas prasarana dasar seperti pekerjaan sipil dan rel, pekerjaan elektrikal dan persinyalan
ditanggung oleh Pemerintah dan biaya untuk pengadaan rolling stock dan biaya operasi dan
pemeliharaan dibebankan melalui pendapatan dari angkutan penumpang dan barang oleh PT. KA.
Dalam konteks ini, penting untuk membedakan biaya yang ditanggung oleh PT. KA untuk berbagi
dengan anggaran pemerintah dalam rangka privatisasi manajemen PT. KA di masa depan.
1 5 .1 0 Integrasi Sistem Transportasi dengan Guna Lahan melalui Pedoman
Perencanaan Perkotaan
Di Jabodetabek, cukup banyak pembangunan perumahan skala besar telah dilakukan oleh
pengembang swasta. Rencana guna lahan dan rencana pengembangan jaringan jalan di dalam
kompleks perumahan telah dibuat oleh pengembang dan telah disetujui oleh pemerintah daerah
terkait. Agar guna lahan tersebut dapat konsisten dengan sistem angkutan kereta api dan untuk
mengintegrasikan sistem transportasi dengan pengembangan perkotaan, maka pemerintah daerah
perlu menyiapkan detail rencana guna lahan berikut dengan zona lahannya, yang menyebutkan rasio
luas lantai dan bangunan terhadap rasio lahan.
Integrasi antara guna lahan dan pengembangan sistem transportasi adalah sangat penting untuk
efisiensi pengembangan sistem transportasi kereta api. Konsep Transit Oriented Development (TOD)
harus dipertimbangkan untuk pengembangan sistem kereta api. Hal ini mengisyaratkan perlunya
mengarahkan pengembangan perkotaan berkepadatan tinggi ke wilayah di sekitar stasiun kereta api.
Dalam rencana guna lahan, luas lantai yang lebih tinggi harus dialokasikan pada kawasan berjarak 10
menit berjalan kaki atau sekitar radius 600 meter dari stasiun-stasiun.
1 5 .1 1 Mekanisme Pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalur Serpong
Telah dimaklumi bersama bahwa pengembangan sistem transportasi dapat menghasilkan
keuntungan ekonomi yang besar, akan tetapi operator angkutan tidak bisa mendapatkan keuntungan
sepenuhnya dari peningkatan layanan angkutan tersebut.
Untuk menginternalisasi keuntungan pengembangan sistem transportasi kereta api, salah satu
caranya adalah perusahaan kereta api melakukan bisnis di bidang real-estate di sepanjang koridor
kereta api. Pertama-tama, perusahaan kereta api membeli tanah di sekitar jalur kereta api dan
mengembangkannya sebagai lahan permukiman sebelum peningkatan sistem kereta api. Nilai lahan
akan meningkat setelah tingkat layanan jalur kereta api ditingkatkan. Kemudian perusahaan kereta
api dapat memperoleh keuntungan dari meningkatnya nilai lahan. Di lain pihak, pembangunan lahan
permukiman tersebut sebaliknya akan juga menghasilkan tambahan jumlah penumpang kereta api.
(1) Kemitraan Pemerintah-Swasta
Bagaimanapun juga, PT. KA tidak memiliki personil yang menguasai pengetahuan bisnis real estate
yang memadai. Maka untuk saat ini tidak diusulkan agar PT. KA terjun ke dalam bisnis baru tersebut.
Sebagai gantinya, direkomendasikan agar PT. KA bekerjasama dengan pengembang real-estate
seperti Bintaro Jaya dan Bumi Serpong Damai (BSD) untuk menyediakan dukungan finansial bagi
- 68 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
pengembangan jalan akses, pembangunan plasa stasiun, dan pembangunan fasilitas stasiun kereta
api karena pengembang dan konsumennya akan menikmati layanan kereta api yang ditingkatkan.
(2) Kerja Sama Antar Badan Usaha Milik Negara
Perumnas telah membeli 800 ha tanah untuk pembangunan permukiman (terutama untuk rumah
tangga berpenghasilan rendah) di sebelah selatan Stasiun Parung Panjang pada Jalur Serpong.
Karena kelambatan peningkatan layanan kereta api, maka pembangunan perumahan belum
memberikan kemajuan seperti yang dijadwalkan.
Bila fungsi Perumnas diperluas hingga mencakup pengembangan perkotaan (dengan kata lain tidak
hanya semata-mata pada pembangunan perumahan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah,
tetapi juga pembangunan fasilitas komersial dan perumahan berkualitas bagus untuk kelas
menengah), maka Perumnas dapat membangun gedung-gedung tinggi di sekitar kawasan stasiun
kereta api sesuai dengan konsep TOD (Transit Oriented Development).
- 69 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
1 6 .1 Latar Belakang
Proyek ini dimaksudkan tidak hanya untuk memenuhi permintaan lalu lintas wilayah Jabodetabek di
masa depan semata-mata namun juga untuk mendorong pengembangan sub-center sebagaimana
diusulkan dalam SITRAMP sebagai strategi pengembangan wilayah yang diinginkan di Jabodetabek.
Proyek jalan ini membentang sepanjang 110 km dengan melibatkan beberapa pemerintah daerah di
Bodetabek. Selain itu, volume lalu lintas bervariasi dari ruas ke ruas. Kondisi ini memunculkan
berbagai alternatif metode pelaksanaan, misalnya yang terkait dengan skema partisipasi sektor
swasta, investasi publik dan kombinasi dengan pengembangan wilayah di sekitar jalan. Pra-Studi
Kelayakan ini menyoroti hal-hal tersebut terutama tidak dari aspek teknis namun dari sudut pandang
skema pelaksanaan yang mungkin dapat ditempuh.
1 6 .2 Rute
Rute jalan Outer-outer Ring Road (OORR), seperti ditunjukkan dalam Gambar 16.1, menghubungkan
Kota Tangerang, Kota Depok dan Kota Bekasi, yang berfungsi sebagai sub-center di wilayah
Jabodetabek dengan panjang total mencapai sekitar 110 km.
1 6 .3 Biaya Proyek
(1) Standar Struktural
OORR direncanakan sebagai jalan dengan kontrol akses sepenuhnya. Mengingat volume lalu lintas
pada beberapa ruas OORR tidak begitu besar, maka pembangunannya diusulkan untuk dilakukan
secara bertahap. Pada tahap awal, OORR akan terdiri atas 4 lajur dan nantinya diperlebar menjadi 6
lajur bila volume lalu lintas telah melebihi kapasitas.
- 70 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Cenkareng
16.9 800.0 248.1 420.1 1,468.2
Merak Toll
10.6 248.6 77.0 246.7 572.3
Serpong Toll
26.1 741.0 229.4 878.0 1,848.4
Jagorawi
27.1 470.8 145.8 276.1 892.7
Cikampek
27.6 1,553.9 481.6 239.7 2,275.2
JORR
JORR E Section
Cikampek Toll
Jagorawi Toll
Serpong Toll
Merak Toll
Case Conditions
RE2 No area development 20,800 44,600 50,500 13,500 7,300
REA-A1 With Area development 23,700 44,600 54,700 17,000 8,400
REA-C2 Up to Cikampek* 23,700 46,700 54,800 21,400 -
Note: *) With area development Unit: P.C.U./day
1 6 .5 Evaluasi Ekonomi
Hasil-hasil analisa ekonomi untuk skenario dasar (semua ruas OORR dijadikan jalan tol) ditunjukkan
dalam Tabel 16.3 yang mengindikasikan bahwa proyek tersebut layak secara ekonomi.
Tabel 16.3 Analisis Kelayakan Finansial
Biaya Keuntungan (Rp. milyar) Net Present Value EIRR
(Rp. Penghematan BOK Penghematan Waktu Total Keuntungan (Rp. milyar) (%)
milyar) Perjalanan
2.020 1.265 1.350 2.615 595 16,3%
Note: Biaya dan Keuntungan serta NPV pada tingkat diskonto 12%.
- 71 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
Cengkareng Access
○ ○ ○ 11.70%
to East JORR (all sections)
Cengkareng Access
○ ○ ○ ○ 14.80%
to East JORR (all sections)
Jagorawi Toll
○ ○ ○ 15.00%
to Cikampek Toll
Cengkareng Access
○ ○ ○ 16.00%
to Jagorawi Toll
Cengkareng Access
○ ○ ○ ○ ○ 16.10%
to Cikampek Toll
Cengkareng Access
○ ○ ○ ○ ○ 18.60%
to Cikampek Toll
Note: *) Land cost within area development between Siliwangi and Setu is covered by area developer
- 72 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 73 -
Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II)
Laporan Akhir: Ringkasan Laporan
- 74 -