HALAMAN JUDUL
Katarak Diabetik
Oleh:
Pembimbing:
dr. Alie Solahuddin, Sp.M (K)
Telaah Ilmiah
Judul
Katarak Diabetik
Oleh
Cornellia Agatha, S.Ked
Pembimbing
dr. Alie Solahuddin, Sp.M (K)
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang
periode 26 Maret – 30 April 2018
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan telaah ilmia yang berjudul “Katarak Diabetik”. Telaah ilmiah ini
disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Departemen
Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Alie Solahuddin, Sp.M (K) selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
referat ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya referat ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari seluruh pihak agar referat ini menjadi lebih baik. Semoga referat
ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulis dan
pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat
kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
atau dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.3 Keadaan ini
menyebabkan cahaya tidak diteruskan ke retina dengan benar sehingga membuat
penglihatan menjadi keruh, terdistorsi, atau buram.1
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, trauma, kelainan metabolik (diabetes melitus,
galaktosemi, dan distrofi miotonik), merokok atau pemaikaian obat-obatan yang
lama.3
Di Amerika Serikat, sekitar 20,5 juta orang berusia >40 tahun menderita
katarak pada satu atau kedua matanya, dan 6,1 juta di antaranya sudah melakukan
operasi pengangkatan lensa. Total penderita katarak diperkirakan akan meningkat
hingga mencapai 30,1 juta orang pada tahun 2020. Dalam studi terbaru yang
dilakukan di Cina, Kanada, Jepang, Denmark, Argentina, dan India, katarak
diidentifikasi sebagai penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan, dengan
statistik mulai dari 33,3% (Denmark) hingga tertinggi 82,6% (India). Data yang
dipublikasikan memperkirakan bahwa 1,2% dari seluruh populasi Afrika buta,
dimana 36% kasus disebabkan oleh katarak.10
Katarak terjadi pada usia dini dan 2-5 kali lebih sering pada pasien dengan
diabetes melitus. Sekitar 20% dari semua prosedur katarak diperkirakan akan
dilakukan untuk pasien diabetes. Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa
katarak adalah penyebab paling umum dari gangguan penglihatan pada pasien
diabetes onset lama.5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
dari badan siliar ke lensa. Menahan lensa pada posisinya dan
memungkinkan muskulus siliaris untuk dapat digunakan bergerak. Serat
ini tersusun dalam 3 kelompok.
1. Serat yang berasal dari pars plana dan bagian anterior dari orra
serrata. Berjalan ke anterior untuk berinseri pada anterior dari
ekuator.
2. Serat yang berasal dari bagian anterior pada prosessus siliaris
melintasi bagian posterior untuk berinsersi dengan ekuator bagian
posterior.
3. Kelompok ketiga dari serat ini melintas dari puncak prosessus
siliaris secara lansung masuk kedalam untuk berinsersi pada ekuator.
Serat-serat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial
secara kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini
beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior.7
b. Epitel lensa
Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri
dari sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel
ini secara metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal
termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid sehingga dapat
menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel
epitel akan mengalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial
memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan
peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan
organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom.
Hilangnya organel-organel ini dapat menguntungkan karena cahaya dapat
melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi
dengan hilangnya organel maka fungsi metabolik pun akan hilang
sedangkan serat lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses
glikolisis.7
3
c. Korteks dan Nukleus
Korteks merupakan bagian perifer yang terdiri dari serat lensa yang
masih muda. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi
sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang.
Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari
penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti huruf Y dengan
slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.3
4
lensa. Kapsul lensa adalah suatu membrane semi permeable (sedikit lebih
permeable daripada dinding kapiler) yang memungkinkan masuknya air dan
elektrolit. Memfokuskan sinar pada retina. Agar sinar dari kejauhan bisa
terfokus, otot-otot siliar bisa berelaksasi, serabut-serabut zonula teregang,
sehingga mengurangi diameter anteroposterior lensa sampai dimensi
minimal.3
5
2.2 Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik penyakit hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya.11 Berbeda dengan DM
tipe 1 yang disebabkan reaksi autoimun, pada pasien DM tipe 2 tubuh masih
dapat memproduksi insulin tetapi mengalami resistensi sehingga kerja insulin
menjadi tidak efektif. Keadaan ini lama kelamaan akan menyebabkan
konsentrasi insulin menjadi tidak mencukupi sehingga terjadi hiperglikemia
kronis.4
Di Indonesia, data Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi diabetes dari 5,7% pada tahun 2007 menjadi 6,9% pada tahun
2013. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia, sekitar tahun
1980-an prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 15 tahun ke atas
sebesar 1,5%-2,3% dengan prevalensi di daerah pedesaan lebih rendah
dibandingkan perkotaan.6
Gejala khas Diabeter Melitus terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia,
dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas
Diabeter Melitus di antaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh,
gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada
wanita.13
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif
akut dari konsentrasi glukosa darah. Salah satu komplikasi yang terjadi akibat
diametes melitus adalah katarak diabetik.
6
lama.3 Keadaan ini menyebabkan cahaya tidak diteruskan ke retina dengan
benar sehingga membuat penglihatan menjadi keruh, terdistorsi, atau
buram.1
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, trauma, kelainan metabolik (diabetes
melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik), merokok atau pemaikaian
obat-obatan yang lama. Selain mempercepat perkembangan katarak pada
orang dewasa, diabetes juga menyebabkan pembentukan katarak dini pada
usia dini. Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya
penyakit diabetes melitus.3
2.3.2 Epidemiologi
Katarak adalah salah satu komplikasi awal diabetes mellitus. Klein et al
menunjukkan bahwa pasien dengan diabetes mellitus memiliki risiko 2-5
kali lebih besar mengalami katarak dibandingkan dengan orang
nondiabetes; risiko ini dapat mencapai 15-25 kali pada penderita diabetes
kurang dari 40 tahun. Bahkan gangguan glukosa puasa (IFG) dan kondisi
pra-diabetes telah dianggap sebagai faktor risiko untuk pengembangan
katarak kortikal. Dalam sebuah penelitian dari Iran, Janghorbani dan Amini
mengevaluasi 3.888 pasien diabetes tipe 2 yang bebas katarak pada
kunjungan awal dan melaporkan tingkat pembentukan katarak pada 33,1 per
1.000 orang yang tidak rutin untuk konsultasi ke dokter.5
7
Peningkatan kadar glukosa dalam darah memainkan peran penting
dalam perkembangan katarak. Efek patologi hiperglikemia dapat dilihat
jelas pada jaringan tubuh yang tidak bergantung pada insulin untuk
kemasukan glukosa dalam selnya, misalnya pada lensa mata dan ginjal,
sehingga mereka tidak mampu mengatur transportasi glukosa seiring
dengan peningkatan konsentrasi gula di ekstraselular. Menurut beberapa
penelitian, jalur poliol dikatakan memainkan peran dalam perkembangan
katarak pada pasien diabetes. Enzim aldose reduktase (AR) yang terdapat
dalam lensa mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur
poliol. Akumulasi sorbitol intrasel menyebabkan perubahan osmotik
sehingga mengakibatkan serat lensa hidropik yang degenerasi dan
menghasilkan gula katarak. Dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat
daripada diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase (SD),
dan sifat sorbitol yang sukar keluar dari lensa melalui proses difusi
menyebabkan peningkatan akumulasi sorbitol. Ini menciptakan efek
hiperosmotik yang nantinya menyebabkan infuscairan untuk
menyeimbangkan gradien osmotik. Keadaan ini menyebabkan keruntuhan
dan pencairan serat lensa yang akhirnya membentuk kekeruhan pada lensa.
Selain itu, stres osmotik pada lensa yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol
menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa yang mengarah ke
pengembangan katarak.
Jalur poliol telah digambarkan sebagai mediator utama diabetes-
induced oxidative stress pada lensa. Stres osmotik yang disebabkan oleh
akumulasi sorbitol menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (RE),
situs utama sintesa protein, yang akhirnya menyebabkan generasi radikal
bebas. RE stres juga dapat disebabkan dari fluktuasi kadar glukosa initiating
an unfolded protein response (UPR), yang menghasilkan reactive oxygen
species (ROS) dan menyebabkan kerusakan stres oksidatif dengan serat
lensa. Ada banyak publikasi terbaru yang menggambarkan kerusakan stres
oksidatif pada serat lensa oleh pemulung radikal bebas pada penderita
8
diabetes. Namun, tidak ada bukti bahwa radikal bebas memulai proses
pembentukan katarak melainkan mempercepat dan memperburuk
perkembangannya. Hidrogen peroksida (H2O2) meningkat pada aqueous
humor dari penderita diabetes dan menginduksi generasi radikal hidroksil
(OH-) setelah memasuki lensa melalui proses digambarkan sebagai reaksi
Fenton. Radikal bebas nitrat oksida (NO), yaitu faktor lain yang meningkat
dalam lensa diabetes dan dalam aqueous humor, dapat mengakibatkan
pembentukan peroxynitrite meningkat, yang pada nantinya menyebabkan
kerusakan sel karena sifat oksidasi.
Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat
menyebabkan glikasi protein lensa, dimana proses tersebut akan
menghasilkan radikal superoksida (O2-) dan dalam pembentukan advanced
glycation endproducts (AGE). Interaksi AGE dengan reseptornya di
permukaan sel akan memproduksi O2- dan H2O2. Dengan peningkatan
radikal bebas, lensa diabetes sering menunjukan gangguan pada kapasitas
antioksidan dan kerentanan mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya
antioksidan diperparah oleh proses glikasi dan inaktivasi enzim antioksidan
seperti superoksida dismutase lensa. Tembaga-zink superoxide dismutase 1
(SOD1) adalah superoksida dismutase isoenzim yang paling dominan dalam
lensa, dimana ia penting untuk degradasi radikal superoksida (O2-) menjadi
hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen. Kesimpulannya, pembentukan
katarak diabetes adalah hasil generasi jalur poliol dari glukosa oleh AR,
yang mengakibatkan peningkatan stres osmotik dalam serat lensa dan
mengarahkan ke pembengkakan dan perpecahan lensa.12
9
4) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
5) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
6) Kesulitan melihat pada malam hari.
7) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan
mata.
8) Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari).
2.3.4.1 Pemeriksaan
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian
besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi
cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun,
katarak, pada stadium perkembangannya yang paling dini, dapat diketahui
melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca
pembesar, atau slitlamp. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring
dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama
sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya telah matang dan pupil
mungkin tampak putih. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak
adalah pemeriksaan sinar celah (slit-lamp), funduskopi pada kedua mata
bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang
diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva,
karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik
umum. Pada pasien diabetes, diperiksa juga kadar glukosa darahnya.9
2.3.5 Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika
gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-
obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.15
2.3.5.1 Pembedahan
10
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi
pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu IKIK, EKEK, dan
Fakoemulsifikasi, SICS.3
1) Operasi Katarak Ekstrakapsular, atau Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular
(EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui
robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa
intraokular diletakkan pada kapsul posterior.
Termasuk dalam golongan ini ektraksi linier, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi
sekunder lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma,
predisposisi ploraps vitreous, sebelumnya mata mengalami ablasi retina
dan sitoid makular edema.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ekstrakapsul yaitu
dapat terjadi katarak sekunder yang dapat dihilangkan atau dikurangi
dengan tindakan Yag laser.
11
2) Fakoemulsifikasi
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi
berukuran sekitar 2,5-3mm, yang selanjutnya akan dimasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat.
Keuntungan yang didapat dengan tindakan eksisi kecil ini adalah
pemulihan visus lebih cepat induksi astigmatis akibat operasi minimal,
komplikasi dan inflamasi pasca bedah minimal.
12
4) Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8
mm. Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik
operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak imatur, matur, dan
hipermatur. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma
fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.17
2.3.6 Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan
uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang
menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi. Uveitis
adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea.16
2.3.7 Prognosis
Secara umum, terjadi perbaikan tajam penglihatan setelah dilakukan
tindakan pembedahan katarak pada pasien diabetes. Pasien diabetes dengan
sedikit atau tanpa retinopati memiliki prognosis yang sama baik seperti
pasien non diabetes.5
13
BAB III
KESIMPULAN
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat
kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
atau dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. (sidarta) Keadaan
ini menyebabkan cahaya tidak diteruskan ke retina dengan benar sehingga membuat
penglihatan menjadi keruh, terdistorsi, atau buram. Katarak dapat terjadi akibat
kelainan metabolik seperti katarak diabetik yang terjadi akibat penyakit diabetes
melitus.
Pembentukan katarak diabetes adalah hasil akumulasi sorbitol yang terbentuk
dari aktivasi jalur poliol pada keadaan hiperglikemia yang mana lebih lanjut
akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik air kedalam lensa sehingga terjadi
hidrasi lensa. Peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat menyebabkan
glikasi protein lensa, dimana adanya AGE akan menganggu struktur sitoskeletal
yang dengan sendirinya akan berakibat pada turunnya kejernihan lensa.
Diagnosis katarak diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis yang ditemukan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
(ophtalmoskop, kaca pembesar, funduskopi, slitlamp). Saat ini penatalaksanaan
katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur pembedahan. Terkadang terdapat
beberapa penyulit pasca dilakukan pembedahan seperti katarak sekunder,
glaukoma, uveitis, dll. Secara umum, terjadi perbaikan tajam penglihatan setelah
dilakukan tindakan pembedahan katarak pada pasien diabetes. Pasien diabetes
dengan sedikit atau tanpa retinopati memiliki prognosis yang sama baik seperti
pasien non diabetes.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
12. Pollreisz, A. and Ursula Schimidt-Erfurth 2010. Diabetic Cataract
Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Austria : Hindawi Publishing
Corporation. Panel. [online] Tersedia di: http:// www. hindawi. com/
journals/ jop/2010/608751 [Diakses pada 6 April 2018].
13. Purnamasari, D. 2014. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, dan Syam AF.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing, hal. 2323-2326.
14. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa
hal 401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.
15. Kyselova, Z., M. Stefek, V. Bauer 2004. Pharmacological prevention of
diabetic cataract. Slovakia: Journal of Diabetes and Its Complications.
[online] Tersedia di: http://www.uef.sav.sk/Kyselova_files/JDC-
cataract%20review.pdf [Diakses pada 6 April 2018].
16. 2010. Hubungan antara jenias kelamin dengan kejadian katarak [online]
Tersedia di: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/159/jtptunimus-gdl-
supartinin-7911-3-babii.pdf [Diakses pada 6 April 2018].
17. Bron, A., Sparrow, J., Brown, N., Harding, J., & Blakytny, R. (1993). The lens in
diabetes. Eye (Lond). , 7 (Pt 2), 260-275.
16