Anda di halaman 1dari 24

1.

Mampu memahami dan menjelaskan Penyakit Jantung Rematik


1.1 Definisi
Demam rematik (rheumatic fever = RF) : suatu penyakit inflamasi sistemik non
supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan
ikat (Stollerman, 1972).
Penyakit jantung rematik (rheumatic heart disease = RHD) : suatu keadaan
dimana katup jantung mengalami kerusakan akibat demam rematik (American heart
association, 2010).
1.2 Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemoliticus grup A.
Streptococcus β-hemolyticus dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
serologis berdasarkan antigen polisakarida dinding sel. Kelompok serologis grup A
(Streptococcus pyogenes) dapat dikelompokkan lagi menjadi 130 jenis M types, dan
bertanggung jawab terhadap sebagian besar infeksi pada manusia. Hanya faringitis
yang disebabkan oleh Streptococcus grup A yang dihubungkan dengan
etiopatogenesis demam rematik dan penyakit jantung rematik.
Streptococcus grup A merupakan kuman utama penyebab faringitis, dengan
puncak insiden pada anak-anak usia -15 tahun
Morfologi dan identifikasi
Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun
berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh
faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media
padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang
dan menjadi gram negatif Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1
μm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai.
Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok
sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih.
Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi

2 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang
gram negatif. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan
telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk
spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain
yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type
specific protein.

Gambar 2.1 Streptococcus


1.3 Epidemiologi dan Faktor Risiko
Insidensi demam rematik maupun penyakit jantung rematik telah menurun di
Amerika Serikat dan negara maju lainnya. Prevalensi penyakit jantung rematik di
Amerika Serikat kurang dari 0,05 per 1.000 populasi. Penurunan insidensi
dipengaruhi oleh penemuan penisilin atau perubahan virulensi dari kuman
Streptococcus.
Sebaliknya dengan negara-negara maju, insidensi demam rematik dan penyakit
jantung rematik belum menurun di negara berkembang. Perkiraan di seluruh dunia
sekitar 5-30 juta anak-anak dan dewasa muda mengalami penyakit jantung rematik
dan 90.000 pasien meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya.
Morbiditas dan mortalitas : penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama
morbiditas dari demam rematik dan insufisiensi/stenosis mitral di Amerika Serikat
dan dunia. Beratnya gangguan katup dipengaruhi oleh jumlah serangan demam
rematik, jangka waktu permulaan penyakit dan pemulaan terapi, dan jenis kelamin
(wanita lebih sering dari pria).

3 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Jenis kelamin : pria sama dengan wanita namun prognosis lebih buruk pada wanita
daripada pria.
Usia : usia anak-anak, rata-rata usia 10 tahun, bisa juga terjadi pada orang dewasa
(20%).
(Thomas K Chin, 2006)
Faktor risiko
- Usia (5-15 tahun)
- Genetik (antigen HLA, kembar monozigot)
- Tingkat sosial ekonomi
- Lain-lain (geografis, iklim, status gizi)

1.4 Patogenesis
Hubungan antara infeksi Streptococcus β-hemolyticus grup A dan perkembangan
penyakit jantung rematik telah dipastikan. PJR adalah respon imun yang tertunda
terhadap faringitis yang disebabkan Streptococcus grup A dan manifestasi klinis pada
individu ditentukan oleh kerentanan host, genetik, virulensi dari kuman, dan
lingkungan yang kondusif. Meskipun Streptococcus dari serogrup B, C, G dan F
dapat menyebabkan faringitis dan memicu respon imun host, mereka belum terkait
dengan etiologi demam rematik atau penyakit jantung rematik (PJR). Geografis
berpengaruh pada variasi prevalensi serogrup dari Streptococcus β-hemolitik. Di
negara tropis sampai 60-70% isolat dari tenggorokan anak-anak tanpa gejala
menunjukan serogrup C dan G. Sebaliknya, di daerah beriklim sedang, serogrup A
isolat dominan (50-60. Sekule non supuratif, seperti RF dan RHD, terlihat hanya
setelah Streptococcus grup A menginfeksi saluran pernapasan bagian atas. Meskipun
RF telah dinyatakan sebagai penyakit autoimun, mekanisme pathogenesis yang tepat
belum dapat dijelaskan. Bukti baru menunjukkan bahwa limfosit T memainkan peran
penting dalam patogenesis PJR. Sebuah postulat juga manyatakan bahwa
Streptococcus grup A M types bersifat potensial reumatogenik. Serotipe tersebut
biasanya sangat bersimpai, dan berukuran besar, koloni berlendir yang kaya M-

4 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


protein. Karakteristik ini meningkatkan kemampuan bakteri untuk melekat ke
jaringan, serta untuk melawan fagositosis pada host manusia.
Streptococcus M-protein
M-protein adalah salah satu cara terbaik untuk menentukan virulensi bakteri. M-
protein terdapat pada permukaan sel kuman sebagai alpha–helical coiled coil dimer,
dan memiliki struktur yang homolog dengan miosin jantung dan molekul alpha-
helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin, dan laminin. Disimpulkan bahwa
homologi ini bertanggung jawab pada proses patologis PJR.
laminin adalah protein matriks ekstraselular yang disekresi oleh sel endotelial yang
melapisi katup jantung and merupakan struktur katup. Laminin juga merupakan target
untuk antibodi polireaktif yang mengenali protein M, miosin.
Streptococcus superantigen
Superantigen adalah glikoprotein yang disintesis oleh bakteri dan virus yang dapat
menjembatani kompleks molekul histokompatibiliti mayor kelas II dan rantai b
nonpolimorfik V pada reseptor sel T, menstimulasi pengikatan antigen, sehingga
terjadi pelepasan sitokin atau limfosit T teraktivasi menjadi sel sititoksik. Pada kasus
PJR, proses terjadi terutama pada aktivitas superantigen-like dari fragmen protein M
(PeP M5).
Aktivasi superantigen tidak terbatas pada sel T saja. Toksin eritrogenik
Streptococcus juga berperan sebagai superantigen terhadap sel B, menyebabkan
produksi antibodi autoreaktif. Aktivitas dari GRAB (alpha-2 macroglobulin-binding
protein) yang dihasilkan oleh Streptococcus pyogenes, streptococcal fibronectin-
binding protein 1 (sfb1), yang memediasi perlekatan dan invasi kuman ke sel epitel
manusia, streptococcal C5a peptidase (SCPA), yang mengaktivasi komplemen C5a
dan membantu perlekatan kuman pada jaringan, semuanya itu berperan dalam
patogenesis PJR.
Peran host dalam perkembangan demam rematik dan penyakit jantung reumatik
Penelitian Pedigree menyatakan bahwa respon kekebalan dikendalikan secara
genetik, dengan responsivitas tinggi terhadap antigen dinding sel Streptococcus yang

5 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


diwariskan melalui gen resesif tunggal, dan respon yang rendah melalui
gen dominan tunggal. Data lebih lanjut menunjukkan bahwa gen pengendali
respon level rendah terhadap antigen Streptococcus terkait erat dengan antigen
leukosit manusia kelas II, HLA.
Interaksi host dan patogen
Infeksi oleh Streptococcus dimulai dengan pengikatan permukaan bakteri dengan
reseptor spesifik pada sel inang, dan kemudian melibatkan kolonisasi dan invasi.
Pengikatan permukaan bakteri reseptor peristiwa permukaan sel host merupakan yang
paling penting dalam kolonisasi, dan peristiwa ini diperantarai oleh fibronektin dan
oleh protein pengikat fibronektin kuman. asam lipoteichoic dan protein M juga
memainkan peran penting dalam perlekatan bakteri. Respon host terhadap infeksi
Streptococcus meliputi produksi antibodi tipe spesifik, opsonisasi dan fagositosis.
Peranan faktor lingkungan dalam RF dan RH
Keadaan lingkungan seperti kondisi ekonomi sosial yang buruk, kepadatan
penduduk dan akses ke perawatan kesehatan sangat menentukan perkembangan dan
komplikasi RF.
Penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kontak antar
individu. Variasi musiman kejadian RF (insiden tinggi yaitu pada awal musim gugur,
akhir musim dingin dan awal musim semi) sangat menyerupai variasi infeksi
Streptococcus. Variasi ini sangat signifikan di daerah beriklim sedang, tetapi tidak
signifikan dalam tropis (WHO, 2001).

6 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Gambar 2.2 Proses Infeksi oleh S.Pyogenes
(http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/404/basics/pathophysiology)

Patofisiologi
Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang tenggorokan yang disebabkan
oleh infeksi Streptokokus betahemolitikus grup A, sehingga kuman tersebut dianggap
sebagai penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorok yang terjadi bisa berat,
sedang, ringan atau asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3
minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik akut.2
Demam rematik merupakan respons auto immune terhadap infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit
yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan
lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak
diketahui, tetapi peran antigen histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik
potensial dan antibody yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah

7 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


diteliti sebagai faktor resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti
sel limfosit T memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M
dari Streptokkokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotype
biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M-
protein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya
homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti
tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler yang
disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup
jantung. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19
dan 24 berhubungan dengan terjadinya DR.
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh bakteri dan
virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex molecules
dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus streptokokus
banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like activity dari
fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis
DR. Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen streptokokkus
memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3
– 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut
menjadi DR. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low level
respons antigen streptokokkus berhubungan dengan Class II human leukocyte
antigen, HLA.
Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor
spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan
invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan reseptor host adalah kejadian
yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh streptococcal
fibronectin-binding proteins. Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek,
kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan
determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga

8 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk terjadi
DR.
DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama
mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh lapisan
jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa
kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah beberapa
saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade. Pada keadaan
fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada
miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan
degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard yang
merupakan patognomonik DR. Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang
dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant
multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih
dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes. Nodul Aschoff bisa didapati
pada spesimen biopsy endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard
menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter
1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda
tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari
daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati
dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri.
Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun
katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi katup.
Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup trikuspid dan pulmonal
biasanya jarang dikenai.

Morfologi
Lesi yang patognomonik DR adalah Badan Aschoff sebagai diagnostik
histopatologik. Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-tanda keaktifan
kelainan jantung, dan dapat bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran klinis

9 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


menghilang, atau masih ada keaktifan laten. Badan Aschoff ini umumnya terdapat
pada septum fibrosa intervaskular, di jaringan ikat perivaskular dan di daerah
subendotelial. Pada PJR biasanya terkena ketiga lapisan endokard miokard dan
perikard secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau kombinasi.
Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50% mengenai
katup mitral. Pada keadaan dini DR akut katup-katup yang terkena ini akan merah,
edema dan menebal dengan vegetasi yang disebut sebagai Verruceae. Setelah agak
tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal, fibrotik, pendek dan tumpul yang
menimbulkan stenosis.

1.5 Gejala Klinik dan Dasar Diagnosis demam Rematik


Diagnosis penyakit jantung rematik dapat ditegakkan setelah diagnosis demam
rematik ditegakkan. Kriteria untuk menegakkan diagnosis demam rematik adalah
Kriteria Jones. Kriteria Jones dikatakan positif jika didapatkan minimal 2 gejala
mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor.
Gejala mayor :
 Carditis
 Polyarthritis
 Chorea
 Nodul subkutan
 Erythema marginatum
Gejala minor :
 Demam
 Arthralgia
 Riwayat pernah menderita demam rematik / penyakit jantung rematik
 Terdapat peningkatan protein fase akut
 PR interval memanjang pada EKG
 C-reaktif protein positif
 Lekositosis
 Peningkatan titer streptococcal antibody

10 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Kriteria untuk menegakkan diagnosis tersebut tidak absolut, sebab diagnosis dari
demam rematik dapat ditegakkan pada pasien dengan gejala chorea saja dan diperoleh
group A streptococcal pada pemeriksaan.
Setelah diagnosis demam rematik ditegakkan, jika didapatkan gejala gagal jantung
seperti sesak napas, intoleransi terhadap latihan, takikardia merupakan indikasi telah
terjadinya carditis dan penyakit jantung rematik.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan demam rematik didapatkan gejala yang
berhubungan dengan jantung (cardiac symptoms) dan gejala yang tidak berhubungan
dengan jantung (noncardiac symptoms). Pada beberapa pasien, manifestasi klinik dari
jantung baru tampak pada keadaan penyakit jantung rematik kronis.

1.5.1 Manifestasi demam rematik yang berhubungan dengan jantung


Pancarditis adalah komplikasi kedua tersering pada demam rematik (50%) dan
merupakan komplikasi yang serius. Pasien mengeluh dyspnea, rasa tidak nyaman
pada dada dari ringan hingga sedang, pleuritic chest pain, edema, batuk, atau
orthopnea. Pada pemeriksaan fisik, carditis dapat dideteksi dengan terdengarnya
murmur yang sebelumnya tidak ada dan takikardia yang tidak berhubungan dengan
demam. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur berhubungan dengan
terjadinya rheumatic valvulitis.
Gejala yang berasal dari jantung meliputi gejala gagal jantung dan pericarditis.
1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur
Terdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan insufisiensi
katup. Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik akut adalah :
a. Apical pansystolic murmur, dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-
quality murmur yang disebabkan oleh regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak
dipengaruhi oleh respirasi atau posisi pasien. Intensitas murmur biasanya 2/6 atau
lebih besar.
b. Apical diastolic murmur, juga dikenal dengan Carey-Coombs murmur.
Mekanisme dari murmur ini adalah terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan
karena volume yang sangat besar saat pengisian ventrikel dikarenakan aliran

11 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat terdengar lebih jelas dengan
menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada saat pasien dengan posisi miring ke kiri
dan pasien menahan napas saat ekspirasi.
c. Basal diastolic murmur, adalah murmur awal diastolic dari regurgitasi aorta,
dengan karakteristik murmur bernada tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada
bagian kanan atas dan midsternal pada ekspirasi dalam.
2. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang berat atau
myocarditis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung seperti
takipnoe, orthopnea, peningkatan JVP, ronchi basah karena edema paru, gallop,
edema pada ekstremitas.
3. Pericarditis
Terdengarnya pericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.
Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak terlihat, dan
terdengarnya bunyi jantung yang lebih teredam dapat menunjukkan terdapatnya
pericarditis. Pada keadaan darurat, jika terdapat efusi pericardial dilakukan
pericardiocentesis.

1.5.2 Manifestasi demam rematik yang tidak berhubungan dengan jantung


Gejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan
nodul subkutan, selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga dapat
didapatkan.
1. Polyarthritis
Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik akut (pada
70-75% pasien). Karakteristik dari arthritis adalah biasanya dimulai dari sendi-sendi
besar di ekstremitas bagian bawah (lutut dan pergelangan kaki), yang kemudian
menjalar ke sendi-sendi besar lainnya di ekstremitas atas (siku dan pergelangan
tangan). Terdapat nyeri pada sendi yang terkena, bengkak, hangat, kemerahan pada
kulit karena proses inflamasi dan didapatkan keterbatasan gerak pada sendi yang
terkena. Arthritis ini mencapai nyeri maksimal pada 12-24 jam, yang menetap selama

12 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


2-6 hari (sangat jarang nyeri bertahan lebih dari 3 minggu), nyeri akan berkurang
dengan pemberian aspirin.
2. Sydenham chorea terjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik.
Keluhan pasien adalah kesulitan dalam menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan
kaki tanpa tujuan, kelemahan yang menyeluruh, dan emosional yang labil. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended joints, hipotonia, fasikulasi lidah, dan
gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami resolusi dalam 1-2 minggu dan
akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.
3. Erythema marginatum, ditemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik,
berlangsung berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi
eritematous dengan warna pucat pada bagian tengah dan disekelilingnya, dengan tepi
yang bergelombang.

Gambar 2.3 Erythema marginatum


(Binotto, 2002)

4. Subcutaneous nodules terjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik. Jika
terdapat nodul, maka nodul didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan
pergelangan tangan, prosesus spinosus dari vertebra. Nodul ini teraba keras, ukuran
1-2 cm, tidak melekat pada jaringan sekitarnya, dan tidak ada nyeri tekan. Nodul
subkutan terjadi beberapa minggu dan mengalami resolusi dalam satu bulan. Nodul
ini sangat berhubungan dengan rematik carditis, jika pada pasien tidak didapatkan
gejala carditis, maka terdapatnya nodul subkutan harus dipikirkan kemungkinan lain.

13 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Gambar 2.4 Subcutaneous nodules
(Binotto, 2002)

1.5.3 Manifestasi Penyakit jantung rematik


Kelainan katup, tromboembolisme, dan atrial aritmia adalah gejala yang sering
didapatkan.
1. Stenosis mitral terjadi pada 25% pasien dengan penyakit jantung rematik,
mitral regurgitasi juga dapat terjadi pada penyakit jantung rematik.
2. Stenosis aorta pada penyakit jantung rematik berhubungan dengan aorta
insufisiensi. Pada saat auskultasi, dapat hanya terdengar bunyi S2 saja, karena katup
aorta menjadi tidak dapat bergerak sehingga tidak memproduksi suara saat katup
menutup. Murmur sistolik dan murmur diastolic karena stenosis katup aorta dan
insufisiensi katup dapat terdengar lebih jelas pada basis jantung.
3. Aorta regurgitasi
4. Fibrosis (penebalan dan kalsifikasi katup) dapat terjadi yang disebabkan
karena pelebaran dari atrium kiri dan terdapatnya thrombus pada ruangan jantung
tersebut. Pada auskultasi, S1 terdengar meningkat tetapi akan meredup jika penebalan
katup semakin parah. P2 akan meningkat, dan didapatkan splitting dari S2 dan
bunyinya terdengar menurun jika terjadi pulmonary hypertension.
5. Thromboembolism terjadi sebagai akibat komplikasi dari mitral stenosis.
Terjadi karena atrium kiri berdilatasi, cardiac output menurun, dan pasien dengan
atrial fibrilasi. Kejadian thromboembolism dapat menurun dengan pemberian
antikoagulan.
6. Aritmia atrial berhubungan dengan pelebaran dari atrium kiri (karena kelainan
katup mitral).

14 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


1.5.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A
negatif pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan
diagnosis sebab kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau
infeksi Streptococcus dengan strain yang lain.
2. Rapid antigen test
Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angka
spesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga
pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
3. Antistreptococcal antibodi
Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman
tersebut, dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya
antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila
besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaan
titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.
Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak
dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).
Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut
demam rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di
tenggorokan.
4. Protein fase akut
Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive
protein positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat
antirematik.
5. Pemeriksaan Imaging
a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema
paru yang merupakan gejala gagal jantung.
b. Doppler-echocardiogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi
ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase
akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai bulan.

15 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aorta
regurgitasi yang menetap.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat
progresivitas dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan dilakukan
intervensi pembedahan. Didapatkan gambaran katup yang menebal, fusi dari
commisurae dan chordae tendineae. Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat
menunjukkan adanya kalsifikasi.
6. Kateterisasi jantung
Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada
kasus kronik, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan
aorta dan untuk melakukan balloon pada mitral stenosis.
7. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

Gambar 2.5 Sinus Takikardia


(www.cardionetics.com)

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran


PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan
untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak
berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

16 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Gambar 2.6 AV Block derajat I
(www.medicalnotes.com)
AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik,
block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.

Gambar 2.7 AV Block derajat II Type I


(www.medicalnotes.com)

17 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Gambar 2.8 AV Block derajat II Type II
(www.medicalnotes.com)

Gambar 2.9 AV Block derajat III


(www.medicalnotes.com)
Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial
fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.

18 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Gambar 2.10 Atrial Flutter
(http://library.med.utah.edu)

Gambar 2.11 Atrial Fibrilasi


(http://library.med.utah.edu)
8. Pemeriksaan histologi
Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan
makrofag) dapat ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.

Gambar 2.12Aschoff bodies


(Binotto, 2002)

1.6 Penatalaksanaan

19 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Penatalaksanaan demam rematik akut ataupun yang reaktifasi adalah sebagai
berikut: (Parillo, 2010; Meador 2009; Ganesja harimurti, 1996):
1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.
2. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug of
choice (DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.
3. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.
Tirah baring
Tirah baring harus dilakukan pada pasien dengan demam rematik terutama pasien
dengan karditis. Demikian halnya pada pasien yang mengalami arthritis, karena bila
sendi yang mengalami inflamasi dipergunakan untuk melakukan aktivitas berat akan
menyebabkan kerusakan sendi permanen (Meador, 2009).
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis meliputi pemberian antibiotik, obat anti inflamasi ( baik
golongan OAINS ataupun kortikosteroid), obat-obatan neuroleptik, dan obat-obatan
inotropik.
Antibiotik
Penicillin G benzathine
 Merupakan drug of choice untuk demam rematik.
 Dosis dewasa: 2.4 juta U IM satu kali pemberian
 Anak-anak: Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 27 kg: 600,000 U
IM satu kali pemberian. Anak dengan berat badan lebih dari 27 kg: 1.2 juta U IM satu
kali pemberian. Kombinasi 900,000 U benzathine penicillin dan 300,000 U procaine
penicillin dapat digunakan pada anak yang lebih kecil (Parillo, 2010; Meador 2009).
Penicillin G procaine
 Dosis dewasa 2.4 juta U IM satu kali pemberian
 Bayi dan anak dengan berat badan <27 kg: 600.000 U IM - 1,2 juta Unit IM
(Parillo, 2010; Meador 2009).
Amoxicillin
 Amoxicillin merupakan obat alternatif untuk terapi demam rematik.
 Dosis dewasa: 500 mg PO setiap 6 jam selama 10 hari

20 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


 Anak <12 tahun: 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3 ata 4 kali per hari, tidak
melebihi 3 g/hari. Anak >12 tahun: sama seperti orang dewasa (Parillo, 2010;
Meador 2009).
Erythromycin
 Merupakan DOC untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.
 Dosis dewasa: 1 g/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari
 Anak-anak: 30-50 mg/kg/hari PO dibagi 4 dosis selama 10 hari (Parillo, 2010;
Meador 2009).
Azithromycin
Azithromycin dapat diberikan pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Dosis
azithromycin:
 Dewasa: 500 mg pada hari pertama diikuti 250 mg/hari untuk 4 hari
berikutnya.
 Anak-anak: 10 mg/kg pada hari pertama diikuti 5 mg/kg/hari untuk 4 hari
berikutnya (Parillo, 2010; Meador 2009).
Obat-obat anti inflamasi
Obat anti inflamasi diberikan untuk mengobati inflamasi dan menghilangakan rasa
nyeri dengan derajat ringan hingga sedang. Bila terjadi karditis yang disertai dengan
kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif maka inflamasi harus diatasi dengan
kortikosteroid (prednison).
Aspirin
 Dosis dewasa: 6-8 g/hari PO selama 2 bulan atau sampai ESR (Erithrocyte
Sedimentation Rate) kembali normal
 Anak-anak: 80-100 mg/kg/hari selama 2 bulan atau sampai ESR kembali
normal
OAINS (Naproxen)
 Dosis dewasa: 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat ditingkatkan hingga 1.5
g/hari
 Anak-anak <2 tahun: tidak diberikan

21 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


 >2 tahun: 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari (Parillo, 2010;
Meador 2009).

Kortikosteroid (Prednison)
Prednison diberikan pada pasien dengan karditis yang disertai dengan
kardiomegali ataupun gagal jantung kongestif. Tujuan pemberian prednison adalah
menghilangkan ataupun mengurangi inflamasi miokardium. Dosis prednison:
 Dewasa: 60-80 mg/hari PO
 Anak-anak: 2 mg/kg/hari PO (Parillo, 2010; Meador 2009).
 Dosis di tapering off 5 mg setiap 2-3 hari setelah 2-3 minggu pemberian
(Poestika Sastroamidjojo, 1998), atau 25% setiap minggu setelah pemakaian selama
2-3 minggu (Meador, 2009).
Neuroleptic agents (Haloperidol)
Neuroleptic agents diberikan untuk mengatasi korea yang terjadi. Haloperidol
merupakan dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi
gerakan spasmodik iregular dari otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus
diberikan karena korea dapat sembuh dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan.
Dosis pemberian haloperidol:
 Dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari
 Anak-anak: <3 tahun: tidak diberikan
 3-12 tahun: 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari.
 >12 tahun: sama seperti dosis dewasa (Parillo, 2010; Meador 2009).

Inotropic agents (Digoxin)


Digoxin dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi
efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung
yang terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan
vasodilator (D. Manurung, 1998; Meador, 2009). Dosis pemberian digoxin:
 Dewasa: 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian
 Anak-anak<2 tahun: tidak
 2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO

22 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


 5-10 tahun: 20-35 mcg/kg PO
 >10 tahun: 10-15 mcg/kg PO (Parillo, 2010; Meador 2009).

Tabel 2.1 Tatalaksana Demam Rematik Akut (Ganesja Harimurti, 1996)


Gejala klinis Tirah baring Mobilisasi bertahap Obat anti
(minggu) (minggu) inlamasi
Karditis (-) 2 2 Aspirin
Arthritis (+)
Karditis (+) 4 4 Aspirin
Kardiomegali -)
Karditis (+) 6 6 Prednison
Kardiomegali (+)
Karditis (+) >6 >12 Prednison
Gagal jantung (-)

1.7 Pencegahan
Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention)
untuk mencegah terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder
(secondary prevention) nuntuk mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.
 Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan
menggunakan benzathine peniciline single dose IM.
 Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine
peniciline setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi (pasien
dengan penyakit jantung atau berisiko mengalami infeksi ulangan).
 Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek
terapinya tidak sebaik benzathine penisilin.
 AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun.
Penghentian pemberian obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke 3
dan melewati 5 tahun terakhir tanpa serangan demam rematik akut.Namun pada
penderita dengan risiko kontak tinggi dengan Sterptococcus maka pemberian
antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup ( Meador, 2009; Abdulah
Siregar, 2008 ).

23 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


1.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berupa:
 Mitral stenosis
 Mitral regurgitasi
 Stenosis aorta dan regurgitasi aorta
 Congestive heart failure (CHF)
 Rekurensi paling sering terjadi pada tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh
(Parillo, 2010; Meador 2009).

1.9 Prognosis
• Demam rematik akut akan sembuh dalam waktu sekitar 3 bulan setelah
serangan akut. Hanya minoritas pasien mengalami penyembuhan yang lebih lama.
• Karditis akan sembuh sempurna pada 65-75% pasien. Karditis tidak akan
menimbulkan sekuele pada pasien yang awalnya tidak memiliki kelainan jantung
(Parillo, 2010; Meador 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Siregar. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik.
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf
Aru Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus, Marcellus, Siti Setiati. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Binotto MA, Guilherme L, Tanaka .2002. Rheumatic Fever.
.http://www.sahha.gov.mt/pages.aspx?page=511
Chin, Thomas K. 2006. Emedicine : Rheumatic Heart Disease.
http://faculty.ksu.edu.sa/Jarallah/Pediatric%20Cardiology/Rheumatic%20heart
%20diseases.pdf
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al. 2008. Valvular Heart
Disease in Harrison’s Internal Medicine. 17th edition.

24 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-


Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai penerbit
FKUI: Jakarta
Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I.2005. Penyakit Katup Jantung dalam
Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Meador R., 2009., Acute Rheumatic Fever., Texas Health Science center; San
Antoniohttp://emedicine.medscape.com/article/333103
Parillo S., 2010., Rheumatic Fever; Philadelphia http://emedicine.medscape.
com/article/808945
Poestika Sastroamidjojo., Sarodja RM., 1998. Demam Rematik Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI: Jakarta

25 │ Sken 3 CVS -Sesak Napas Jantung-

Anda mungkin juga menyukai