Anda di halaman 1dari 13

A.

PENDAHULUAN

Kegiatan proses produksi manusia memegang peranan yang sangatlah penting

selain faktor mesin dan bahan baku. Sebagaimana diketahui bahwa keselamatan kerja

merupakan suatu spesialisasi tersendiri, karena pelaksanaannya dilandasi oleh

peraturan perundang-undangan. Perusahaan besar pada umumnya banyak

mempekerjakan karyawan dari berbagai lapisan dasar pendidikan dan keterampilan

yang berbeda. Mengingat hal tersebut, pihak perusahaan benar–benar memberikan

latihan dan pendidikan dalam peningkatan keterampilan kerja agar supaya dalam

menjalankan tugasnya benar–benar mengerti cara mengoperasikan serta menjalankan

mesin, hal ini khususnya pekerja yang mempunyai resiko kecelakaan kerja yang

cukup tinggi (Striaji, 2009). UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

menjelaskan tentang pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan

pekerja. Undang-undang tersebut didukung oleh UU no 1 tahun 1970 tentang

keselamatan kerja. UU no 1 tahun 1970 tersebut menjelaskan bahwa pentingnya

keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,

dan di udara di wilayah Republik Indonesia. Implementasi K3 diberlakukan di tempat

kerja yang menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan

Berbahaya), pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai

sektor pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya (Striaji, 2009).

Menurut permenaker PER.05/MEN/1996, salah satu upaya dalam

mengimplementasikan K3 adalah SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan

dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif

penerapan, pencapaian, aman, produktif. SMK3 merupakan upaya integratif yang

harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga para pekerja

yang terlibat langsung dengan pekerjaan. Perundang-undangan yang dihasilkan tentu

saja harus selalu diawasi dalam proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut

diharapkan bisa menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada

akhirnya menghasilkan angka zero accident (Anonim, 2009). Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di

seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO (International Labour Organisation), setiap

tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja.

Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap

tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang

terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya

akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat

kecelakaan-kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari

US$1.25 triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP). Di

Indonesia selama Januari-Maret 2008 terdapat 24.894 kasus kecelakaan kerja

sedangkan Januari-Maret 2009 terdapat 24.652 kasus kecelakaan kerja akibat

konstruksi. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat

kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Di negara-negara berkembang,

kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang-bidang pertanian,


perikanan dan perkayuan, pertambangan dan konstruksi. Tingkat buta huruf yang

tinggi dan pelatihan yang kurang memadai mengenai metode-metode keselamatan

kerja mengakibatkan tingginya angka kematian yang terjadi karena kebakaran dan

pemakaian zat-zat berbahaya yang mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak

terungkap termasuk kanker, penyakit jantung dan stroke. Masalah-masalah K3

merupakan bagian penting dalam agenda ILO. Konperensi Perburuhan Internasional

pada tahun 2003 membicarakan standar-standar K3 sebagai bagian dari pendekatan

yang terintegrasi dan mencapai persetujuan mengenai strategi K3 global yang

menghimbau dilakukannya suatu aksi yang “jelas dan terpusat” untuk mengurangi

angka kematian, luka-luka dan penyakit akibat kerja. Untuk itu perlu dilakukan

usaha–usaha guna melindungi para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.

Kecelakaan kerja akan berdampak negative bagi perusahaan itu sendiri, dari masalah

pembiayaan pengobatan karyawan, perbaikan mesin yang rusak, kompensasi cacat

apabila karyawan mengalami cacat tubuh, bahkan terhentinya proses produksi. Untuk

mengantisipasi hal–hal diatas keselamatan dan kesehatan kerja pekerja harus benar–

benar diperhatikan oleh pihak perusahaan, apabila dilaksanakan dengan baik akan

membantu hubungan antara tenaga kerja dengan kelancaran dan peningkatan hasil

produksi perusahaan. Perlindungan pekerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas,

yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaaan serta perlakuan bermaksud

agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaaannya sehari-hari untuk

meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. (Suardi, R., 2006)


B. BATASAN MASALAH

Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yang

berbeda yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga mempunyai

tujuan yang sama yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Istilah

Hiperkes menurut Undang – Undang tentang ketentuan pokok mengenai Tenaga

Kerja yaitu lapangan kesehatan yang ditujukan kepada pemeliharaan-pemeliharaan

dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur

pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan

tempat, cara-cara dan syarat yang memenuhi norma-norma hiperkes untuk mencegah

penyakit baik sebagai akibat pekerjaan, maupun penyakit umum serta menetapkan

syarat-syarat kesehatan bagi tenaga kerja. Sedangkan Kesehatan Kerja sendiri

mempunyai pengertian spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta

prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial, dengan usaha-usaha

preventif & kuratif terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-

penyakit umum. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja &

lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut

segenap proses produksi distribusi baik barang maupun jasa.


C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Penyebab Kecelakaan Kerja pada Proyek

Dapat ditinjau dari 3 faktor, yaitu:

a. Manusia

b. Lingkungan dan alat kerja

c. Peralatan keselamatan kerja

Pelaksana proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga

faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain.

a. Manusia

Mengingat semakin meningkatnya persyaratan kerja dan kerumitan hidup,

manusia harus meningkatkan efisiensinya, dengan bantuan peralatan dan

perlengkapan, semakin canggih peralatan yang digunakan manusia, semakin

besar bahaya yang mengancamnya.

Hal-hal yang berpengaruh terhadap tindakan manusia yang tidak aman

(kecerobohan) serta kondisi lingkungan yang berbahaya di lokasi proyek:

a) Pembawaan diri

b) Persoalan pribadi

c) Usia dan pengalaman kerja

d) Perasaan bebas dalam melaksanakan tugas

e) Keletihan fisik para pekerja

b. Lingkungan dan alat kerja

Kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan dalam mencegah kecelakaan

kerja, terutama yang disebabkan oleh:


a) Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bising yang

berlebihan yang dapat mengakibatkan terganggunya konsentrasi pekerja.

b) Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja, sehingga

menurunkan efektivitas kerja.

c) Cuaca (panas, hujan).

c. Peralatan keselamatan kerja

Berfungsi untuk mencegah dan melindungi pekerja dari kemungkinan

mendapatkan kecelakaan kerja. Macam-macam dan jenis peralatan

keselamatam kerja dapat berupa:

a) Helm pengaman (safety helmet)

b) Sepatu (safety shoes)

c) Pelindung mata (eye protection)

d) Pelindung telinga (ear plugs)

e) Penutup lubang (hole cover)

Analisis Masalah dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan, ternyata K3 dilapangan belum sepenuhnya

dilaksanakan dan diterapkan. Antara lain masih banyak pekerja yang tidak

menggunakan alat-alat keselamatan kerja. Setelah dikonfirmasi pada penanggung

jawab konstruksi ternyata dari para pekerjanya yang memang tidak mau

menggunakan alat-alat keselamatan kerja, Pihak pekerjanya juga mengatakan bahwa

mereka tidak terbiasa untuk menggunakan helm dan masker saat bekerja. padahal dari

pihak manajemen proyek sudah menyediakan alat-alat keselamatan kerja tetapi

walaupun sudah menyediakan peralatan kerja ternyata pihak manajemen hanya


menyediakan 60 buah padahal pekerja yang ada disitu 80 orang, begitu juga dengan

masker, kaca mata dan safety beltnya. Tidak adanya sanksi dari pihak manajemen

juga semakin membiarkan para pekerja untuk tidak memperhatikan keselamatan

mereka. Berarti disini salah satu faktor yang menyebabkan yaitu karena kurang

sadarnya mereka akan keselamatan dan kesehatan bekerja dikonstruksi bangunan.

Selain dari pihak pekerjanya sebenarnya yang paling berperan yaitu dari pihak

manajemennya sendiri. Seharusnya pihak manajemen sebagai pihak yang dilapangan

dan mengawasi kerja para pekerja dapat mengambil tindakan tegas kepada para

pekerja, dengan memberikan sanksi kepada mereka jika tidak menggunakan alat-alat

keselamatan karena hal tersebut walaupun sepele akan sangat berpengaruh sekali

karena dapat mengurangi resiko mereka akan kecelakaan karena kerja. Selain itu dari

pihak manajemennya selain sebagai pengawas juga harus memberikan sarana pada

mereka dengan memberikan peralatan yang sesuai dengan para pakerja, dan

memperhatikan kesehatan para pekerja yaitu misalnya dengan mengadakan

pemeriksaan kesehatan rutin kepada para pekerja mengingat mereka bekerja berat.

Karena kadang tuntutan terhadap kewajiban kerja mereka terlalu tinggi daripada yang

mereka harapkan sebagai hak yang akan diterima. Ruang lingkup pelaksanaan sebuah

proyek konstruksi bangunan gedung mempunyai potensi kecelakaan kerja yang cukup

tinggi. Mau ga mau. dalam perkembangannya, program Kesehatan dan Keselamatan

Kerja ( K3 ) yang dilaksanakan dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja

dalam pelaksanaannya semakin lama semakin dibutuhkan Masih banyaknya

kecelakaan kerja dibidang konstruksi hal tersebut karena:


1. Belum ada kepedulian dlm penerapan K3 di proyek konstruksi bangunan baik

dari pihak manajemen & tenaga kerja (dalam proyek pembangunan).

2. Belum ada acuan peraturan atau pedoman utk penetapan anggaran biaya K3 di

konstruksi bangunan.

Korban kecelakaan dibidang konstruksi bangunan pada umumnya adalah tenaga

kerja harian lepas. (http//:K3/1.pengawasan-k3-bidang-konstruksi.html)

Salah satu dilema lain pada penerapan K3 di Indonesia yaitu rendahnya

pengetahuan dan penerapan program kesehatan dan keselamatan kerja di sebuah

proyek konstruksi bangunan gedung adalah hal yang dihadapi oleh kalangan pekerja

konstruksi di Indonesia (http://penyihir.blogspot.com/2006/02/kecelakaan-kerja-di-

proyek-konstruksi.html) Sementara Undang-undang yang saat ini mengatur aturan,

kebijakan mengenai K3 sudah lama sekali dan tidak disesuaikan dengan keadaan

sekarang (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970), terutama dalam hal sangsi yang

diberikan, Peraturan perundangan tersebut dapat memberikan ancaman pidana atas

pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan

atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Padahal proyek-

proyek pembangunan biasanya bernila ratusan juta bahkan milyaran rupiah, tetapi

denda dan sangsi yang diberikan tidak sesuai dengan resiko nyawa oleh para

pekerjanya. Salah satu langkah untuk lebih meminimalisasi angka kecelakaan dalam

sebuah proyek konstruksi bangunan gedung, adalah sebuah sistem kontrol pada

manajemen dan kualitas proyek secara menyeluruh (Total Quality Management

disingkat dengan TQM). Mulai dari pemilik proyek sampai pada manajemen dan

pelaksana proyek, melaksanakan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja secara


menyeluruh. Jadi disini diperlukan sebuah klausul kontrak atau kebijakan secara

menyeluruh dari pemilik proyek sampai pada pelaksana di lapangan. Klausul kontrak

atau kebijakan ini memuat dan menjamin aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua

level manajemen dan pelaksana dalam proses pelaksanaan proyek dari awal

pelaksanaan sampai akhir pelaksanaan proyek. Kebijakan ini dapat dicontohkan

sebagai berikut :

1. Dari pihak pelaksana dan pihak manajemen proyek harus mematuhi dan

melaksanakan prosedur keselamatan kerja yang sudah ditetapkan.

2. Jika terdapat pelanggaran pada prosedur yang sudah ditetapkan tersebut, maka

pelanggar (pekerja) akan dikenai sanksi peringatan atau denda. Hal yang sama

juga berlaku pada pihak manajemen proyek.

3. Dari pihak manajemen proyek juga membentuk sebuah panitia untuk

mengontrol dan mengevaluasi jalannya pelaksanaan program kesehatan dan

keselamatan kerja dan penerapan klausul kontrak ini akan lebih baik jika

semua pihak mulai dari pemilik proyek sampai pelaksana proyek terlibat

secara penuh.

Contoh dari penerapan TQM yaitu setiap pelanggaran yang berhubungan dengan

K3 yang dilakukan oleh semua pihak terkait, baik itu para pekerja ataupun dari pihak

manajemen harus ditentukan sanksinya dengan tegas, misalnya: Pelanggaran seperti:

tidak memakai helm pengaman, tidak memakai sepatu boot, merokok pada waktu

bekerja dan bentuk pelanggaran terhadap larangan-larangan yang lain (yang tentunya,

larangan-larangan tersebut sudah disepakati bersama sebelum proyek dilaksanakan),

direkam dengan menggunakan kamera tersebut. Nah, konsekuensi dari pelanggaran


ketentuan keselamatan kerja adalah berupa denda. Tingkatan dendanya pun

bermacam-macam. Mulai dari Rp. 10.000 sampai Rp. 150.000, diberlakukan untuk

jenis pelanggaran ringan sampai pelanggaran berat. Pemutusan hubungan kerja juga

termasuk di dalam sanksi ketika pelanggaran yang dilakukan tergolong berat, seperti

misalnya pencurian bahan bangunan. Denda yang diberlakukan pun berbeda. Denda

pada pekerja/tukang, tidak seberat denda untuk mandor atau orang-orang dari level

manajemen dan Untuk menerapkan peraturan ini diperlukan suatu pengawas yang

akan memantau semua pekerja lapangan atau manajemen pada waktu jam kerja

(http://penyihir.multiply.com/journal/item/9).

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi kemungkinan besar

diakibatkan oleh :

1) Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan metode

pelaksanaan yang kurang tepat

2) Lemahnya pengawasan K3

3) Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung

diri

4) Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3

Selain itu, faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja pada proyek konstruksi

bangunan tinggi, dapat pula ditinjau dari faktor manusia, faktor lingkungan dan alat

kerja, serta faktor peralatan keselamatan kerja. Pelaksana atau pihak manajemen
proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga faktor tersebut

saling berhubungan satu sama lain. Ada beberapa hal yang dianggap dapat

berpengaruh terhadap tindakan manusia (faktor manusia), yaitu pembawaan diri,

persoalan atau masalah pribadi, usia dan pengalaman kerja, perasaan bebas dalam

melaksanakan tugas, serta kondisi/keletihan fisik para pekerja. Sedangkan yang

dimaksud dengan faktor lingkungan dan alat kerja adalah kondisi lingkungan yang

dapat mempengaruhi atau mendukung kualitas kerja di lapangan, yang juga perlu

diperhatikan dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama yang berkaitan dengan

factor lingkungan adalah:

a) Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bising yang berlebihan

yang dapat mengakibatkan terganggunya konsentrasi pekerja.

b) Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja, sehingga

menurunkan efektivitas kerja.

c) Cuaca (panas, hujan).

Peralatan keselamatan kerja adalah salah satu factor penting yang seringkali

diabaikan, baik oleh pihak manajemen proyek maupun dari pihak pekerja atau buruh,

akibat kurangnya kesadaran akan pentingnya menggunakan peralatan keselamatan

kerja untuk meminimalisir angka kecelakaan kerja. Karena alat ini berfungsi untuk

mencegah dan melindungi pekerja dari kemungkinan mendapatkan kecelakaan kerja.

Macam-macam dan jenis peralatan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

a) Helm pengaman (safety helmet)

b) Sepatu (safety shoes)

c) Pelindung mata (eye protection)


d) Pelindung telinga (ear plugs)

e) Penutup lubang (hole cover)

2. SARAN

Bagi para pekerja yang belum menggunakan alat perlindungan diri hendaknya

mereka menggunakan alat tersebut demi keselamatan dan kesehatan mereka dalam

bekerja dan bagi pihak menejemennya hendaklah mereka membuat sebuah peraturan

yang tegas untuk menindak lanjuti para pekerja yang tidak menggunakan alat

perlindungan diri sewaktu bekerja atau bekerja tidak memenuhi prosedur dan hal ini

berlaku untuk para pekerja dan pihak menejemen, selain itu hendaknya juga pihak

menejemen melakukan pengawasan yang rutin terhadap para pekerja.


DAFTAR PUSTAKA

Striaji, 2009, Program kerja K3 proyek, PT. Nusa Raya Cipta, tidak diterbitkan

Striaji, 2009, Program kerja K3 proyek, PT. Wika Reality, tidak diterbitkan

Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), (2007), “Keselamatan


dan kesehatan kerja di Indonesia 2000 – 2010”, Prosiding satu abad K3 di
Indonesia, Jakarta.

Suardi, R. (2006), Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Penerbit

PPM, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai