PENDAHULUAN
selain faktor mesin dan bahan baku. Sebagaimana diketahui bahwa keselamatan kerja
latihan dan pendidikan dalam peningkatan keterampilan kerja agar supaya dalam
mesin, hal ini khususnya pekerja yang mempunyai resiko kecelakaan kerja yang
keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,
sektor pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya (Striaji, 2009).
jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif
harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga para pekerja
saja harus selalu diawasi dalam proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut
diharapkan bisa menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja.
Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap
tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang
terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya
akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat
US$1.25 triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP). Di
kerja mengakibatkan tingginya angka kematian yang terjadi karena kebakaran dan
pemakaian zat-zat berbahaya yang mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak
menghimbau dilakukannya suatu aksi yang “jelas dan terpusat” untuk mengurangi
angka kematian, luka-luka dan penyakit akibat kerja. Untuk itu perlu dilakukan
Kecelakaan kerja akan berdampak negative bagi perusahaan itu sendiri, dari masalah
apabila karyawan mengalami cacat tubuh, bahkan terhentinya proses produksi. Untuk
mengantisipasi hal–hal diatas keselamatan dan kesehatan kerja pekerja harus benar–
benar diperhatikan oleh pihak perusahaan, apabila dilaksanakan dengan baik akan
membantu hubungan antara tenaga kerja dengan kelancaran dan peningkatan hasil
berbeda yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga mempunyai
tujuan yang sama yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Istilah
tempat, cara-cara dan syarat yang memenuhi norma-norma hiperkes untuk mencegah
penyakit baik sebagai akibat pekerjaan, maupun penyakit umum serta menetapkan
prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang
penyakit umum. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja &
a. Manusia
a. Manusia
a) Pembawaan diri
b) Persoalan pribadi
dilaksanakan dan diterapkan. Antara lain masih banyak pekerja yang tidak
jawab konstruksi ternyata dari para pekerjanya yang memang tidak mau
mereka tidak terbiasa untuk menggunakan helm dan masker saat bekerja. padahal dari
masker, kaca mata dan safety beltnya. Tidak adanya sanksi dari pihak manajemen
mereka. Berarti disini salah satu faktor yang menyebabkan yaitu karena kurang
Selain dari pihak pekerjanya sebenarnya yang paling berperan yaitu dari pihak
dan mengawasi kerja para pekerja dapat mengambil tindakan tegas kepada para
pekerja, dengan memberikan sanksi kepada mereka jika tidak menggunakan alat-alat
keselamatan karena hal tersebut walaupun sepele akan sangat berpengaruh sekali
karena dapat mengurangi resiko mereka akan kecelakaan karena kerja. Selain itu dari
pihak manajemennya selain sebagai pengawas juga harus memberikan sarana pada
mereka dengan memberikan peralatan yang sesuai dengan para pakerja, dan
pemeriksaan kesehatan rutin kepada para pekerja mengingat mereka bekerja berat.
Karena kadang tuntutan terhadap kewajiban kerja mereka terlalu tinggi daripada yang
mereka harapkan sebagai hak yang akan diterima. Ruang lingkup pelaksanaan sebuah
proyek konstruksi bangunan gedung mempunyai potensi kecelakaan kerja yang cukup
2. Belum ada acuan peraturan atau pedoman utk penetapan anggaran biaya K3 di
konstruksi bangunan.
proyek konstruksi bangunan gedung adalah hal yang dihadapi oleh kalangan pekerja
kebijakan mengenai K3 sudah lama sekali dan tidak disesuaikan dengan keadaan
sekarang (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970), terutama dalam hal sangsi yang
atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Padahal proyek-
proyek pembangunan biasanya bernila ratusan juta bahkan milyaran rupiah, tetapi
denda dan sangsi yang diberikan tidak sesuai dengan resiko nyawa oleh para
pekerjanya. Salah satu langkah untuk lebih meminimalisasi angka kecelakaan dalam
sebuah proyek konstruksi bangunan gedung, adalah sebuah sistem kontrol pada
disingkat dengan TQM). Mulai dari pemilik proyek sampai pada manajemen dan
menyeluruh dari pemilik proyek sampai pada pelaksana di lapangan. Klausul kontrak
atau kebijakan ini memuat dan menjamin aturan-aturan yang harus ditaati oleh semua
level manajemen dan pelaksana dalam proses pelaksanaan proyek dari awal
sebagai berikut :
1. Dari pihak pelaksana dan pihak manajemen proyek harus mematuhi dan
2. Jika terdapat pelanggaran pada prosedur yang sudah ditetapkan tersebut, maka
pelanggar (pekerja) akan dikenai sanksi peringatan atau denda. Hal yang sama
keselamatan kerja dan penerapan klausul kontrak ini akan lebih baik jika
semua pihak mulai dari pemilik proyek sampai pelaksana proyek terlibat
secara penuh.
Contoh dari penerapan TQM yaitu setiap pelanggaran yang berhubungan dengan
K3 yang dilakukan oleh semua pihak terkait, baik itu para pekerja ataupun dari pihak
tidak memakai helm pengaman, tidak memakai sepatu boot, merokok pada waktu
bekerja dan bentuk pelanggaran terhadap larangan-larangan yang lain (yang tentunya,
bermacam-macam. Mulai dari Rp. 10.000 sampai Rp. 150.000, diberlakukan untuk
jenis pelanggaran ringan sampai pelanggaran berat. Pemutusan hubungan kerja juga
termasuk di dalam sanksi ketika pelanggaran yang dilakukan tergolong berat, seperti
misalnya pencurian bahan bangunan. Denda yang diberlakukan pun berbeda. Denda
pada pekerja/tukang, tidak seberat denda untuk mandor atau orang-orang dari level
manajemen dan Untuk menerapkan peraturan ini diperlukan suatu pengawas yang
akan memantau semua pekerja lapangan atau manajemen pada waktu jam kerja
(http://penyihir.multiply.com/journal/item/9).
1. KESIMPULAN
diakibatkan oleh :
2) Lemahnya pengawasan K3
diri
bangunan tinggi, dapat pula ditinjau dari faktor manusia, faktor lingkungan dan alat
kerja, serta faktor peralatan keselamatan kerja. Pelaksana atau pihak manajemen
proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga faktor tersebut
saling berhubungan satu sama lain. Ada beberapa hal yang dianggap dapat
persoalan atau masalah pribadi, usia dan pengalaman kerja, perasaan bebas dalam
dimaksud dengan faktor lingkungan dan alat kerja adalah kondisi lingkungan yang
dapat mempengaruhi atau mendukung kualitas kerja di lapangan, yang juga perlu
Peralatan keselamatan kerja adalah salah satu factor penting yang seringkali
diabaikan, baik oleh pihak manajemen proyek maupun dari pihak pekerja atau buruh,
kerja untuk meminimalisir angka kecelakaan kerja. Karena alat ini berfungsi untuk
2. SARAN
Bagi para pekerja yang belum menggunakan alat perlindungan diri hendaknya
mereka menggunakan alat tersebut demi keselamatan dan kesehatan mereka dalam
bekerja dan bagi pihak menejemennya hendaklah mereka membuat sebuah peraturan
yang tegas untuk menindak lanjuti para pekerja yang tidak menggunakan alat
perlindungan diri sewaktu bekerja atau bekerja tidak memenuhi prosedur dan hal ini
berlaku untuk para pekerja dan pihak menejemen, selain itu hendaknya juga pihak
Striaji, 2009, Program kerja K3 proyek, PT. Nusa Raya Cipta, tidak diterbitkan
Striaji, 2009, Program kerja K3 proyek, PT. Wika Reality, tidak diterbitkan
PPM, Jakarta.