DESKRIPSI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. S
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. Parit Sentul
Tanggal periksa : 27 Juli 2017
II. ANAMNESIS
Pasien masuk via IGD RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti pada tanggal 27 Juli
2017 pukul 22.20 wib datang dengan keluhan mual muntah sejak 4 jam sebelum masuk
rumah sakit, nyeri perut menjalar ke ari-ari, dan keputihan sudah tidak banyak.
a. Keluhan Utama:
Mual muntah sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
- Pasien mengeluhkan mual muntah sejak 4 jam SMRS disertai nyeri perut yang
mrnjalar ke ari-ari.
- HPHT : 08/12/2016, Taksiran persalinan 10/09/2017, (Usia kehamilan 34-35
minggu). ANC teratur di Bidan tiap bulan, tekanan darah normal 117/90 mmHg.
- Keluhan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan disangkal pasien. Keluhan
pandangan kabur (-), nyeri kepala depan (-), nyeri ulu hati (-), mual dan muntah
(-). Riwayat hipertensi sebelumnya (-), Riwayat trauma (-), riwayat diurut (-) dan
riwayat keputihan disangkal pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Mioma uteri dan flour albous.
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-)
e. Riwayat Ante Natal Care :
Periksa kehamilan rutin setiap bulan ke bidan.
1
f. Riwayat Minum Obat:
Vitamin dan tablet penambah darah
g. Riwayat Haid:
Pertama menstruasi usia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, selama 5-7 hari, banyaknya 2-3
kali ganti pembalut/hari dan tidak ada nyeri haid.
h. Riwayat Perkawinan:
1 kali menikah tahun 2015, menikah saat usia 25 tahun
i. Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus:
Hamil I : Kehamilan ini
j. Riwayat KB :
-
k. Riwayat Sosial Ekonomi
Suami bekerja sebagai honorer, ibu sebagai Ibu rumah tangga, hasil kerja suami cukup
untuk kebutuhan hidup sehari-hari
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi rutin
Hemoglobin : 11.5 gr/dl
Eritrosit : 3.62 jt/mm3
3
Leukosit : 16.070/ul
Hematokrit : 33.9 %
Trombosit : 211.000/ul
MCV : 93,7 fl
MCH : 31,8 pg
MCHC : 33,9 %
Golongan darah : AB+
Urinalisis
Ptotein urin : (-) dengan warna urin kuning keruh
Kimia Darah
GDS : 102 mg/dl
Elektrolit
Na+ : 139,94 mmol
K+ : 3,41 mmol
Cl- : 105,95 mmol
Ca :1,19 mmol
USG tanggal 08/05/2017
Hasil : Janin intra uterin tunggal letak kepala, FM (+), FHM (+), BPD (8.25 mm), Plasenta
implantasi di Corpus Posterior, mioma uteri intra mural. TBJ (2400-2500 gram), Usia
kehamilan 20-22 minggu.
4
DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0H0 gravid 34-35 minggu + premature contraction + mioma uteri + flour albus +
preskep + JTHIU
RENCANA
IVFD RL 20 gtt/menit makro
Rawat pasien di KMB
Observasi KU, TTV, His, DJJ/jam
Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr (iv)
CTG selama 20menit
Injeksi Ondancentron 1 x 4 mg (iv)
Nifedipin tab 4x 10 mg
Klindamicin tab 2 x 300 mg
Pregvomit tab 1 x 1 (ac)
Resusitasi cairan RL 1 colf, dengan tetesan cepat, lalu lanjut cairan RL 8 jam/colf
CTG ulang setelah resusitasi
5
Follow Up
Tanggal Subjektif dan Objektif Assessment Plan
28/07/2017 S : gerak janin (+), muntah (+) G1P0A0H0 - Loading infus
Pukul 07.25 O : KU = Cukup baik gravid 34-35
RL 500 cc
Kes : Composmentis - CTG ulang
wib TD : 108/60 mmHg + premature selama 20
HR : 84 x/menit menit
kontraksi +
RR : 20 x/menit - Lapor hasil
T : 36 ̊C mioma uteri CTG > hasil
St. Generalisata : dalam batas CTG kategori 1
+ flour
normal - Injeksi D 40 1
albous + vial (iv)
St. Obstetri : his (-), djj 152 - Injeksi
preskep +
dpm, I= V/U tenang, VT tidak Ondancentron 1
dilakukan JTHIU x 4 mg
6
Tanggal Subjektif dan Assessment Plan
Objektif
28/07/2017 S: lemas (+), gerakan G1P0A0H0 gravid - IVFD RL 500 cc,
Pukul 16.30 janin (+), nyeri perut 34-35 + dengan tetesan 20
WIB bagian bawah kiri premature tpm
(+), mual (-), muntah kontraksi + - Lanjut tokolitik
(-) mioma uteri + - Nifedipin tab 4 x
O: flour albous + 10 mg
KU : Baik preskep + JTHIU - Cek elektrolit
Kes : composmentis - Pregvomit tab 1 x
TD : 100/60 mmHg 1
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T :36,7 ̊C
S. generalis :
Konjungtiva anemis
(-/-)
Paru : vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
S. Obstetrikus : TFU
(25 cm)
7
BAB II
PENDAHULUAN
2.1 PENDAHULUAN
Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus atau
jaringan ikat. Biasa disebut mioma atau myom atau fibroid. Tumor ini letaknya pada alat
reproduksi wanita. Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak
merasakan keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, namun diperkirakan
sekitar 20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun. Asal mulanya penyakit mioma
uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini
disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen
lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma
uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan
biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause).
Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram
atau lebih.
Tidak sedikit kehamilan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat mengganggu
kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta, terhalangnya jalan lahir,
kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan
gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan keguguran.
Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah mioma uteri. Saat hamil,
mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang
menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama
kehamilan, tangkai tumor bisa terputar yang menyebabkan nyeri.
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat,
disebut juga leiomioma, fibromioma, fibroleiomioma, atau fibroid, Mioma uteri adalah tumor
jinak yang berada pada uterus atau organ rahim.
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah suatu
pertumbuhan jinak dari otot – otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat,
neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling
sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran besar, biasanya mioma uteri
banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.
10
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.
Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberi keluhan perdarahan
melalui vagina. Perdarahan sulit berhenti sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
3.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Sebanyak 20% dari
wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit hitam dengan usia di atas 30 tahun mengalami
mioma uteri.
Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarke. Jarang sekali
mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun
(kurang lebih 25%). Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh.
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang
dirawat.
Mioma uteri terjadi pada 20% wanita di atas 35 tahun.(2) Insiden terjadinya mioma
pada kehamilan berkisar antara 0,3 – 2,6%.
3.4 ETIOLOGI
Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron, dan Human Growth Hormone.
Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang
tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara
(14,8%), adenomiosis (16,5 %), dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
Enzim 17B hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron
(estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga
mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
11
Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
12
Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus meningkatkan risiko
kejadian dan perkembangan mioma.
f. Makanan
Makan daging yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya mioma. Makan
makanan mengandungi sayuran hijau dapat melindungi wanita dari pertumbuhan mioma.
g. Fungsi Ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang saat kehamilan dan mengalami regresi
setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesterone, faktor – faktor
yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang
distimulasikan oleh estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miometrium normal, yang
mana hal ini mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti – bukti masih
kurang menyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu, tumor ini kadang – kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
3.6 PATOGENESIS
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Stimulasi
estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh
adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah
pada usia menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi
pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah menarke. Pada
kehamilan, pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah menopause.
Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan
perempuan multipara mempunyai risiko relatif menurun untuk terjadinya mioma uteri.
Pukka dan kawan-kawan melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih banyak
mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan
mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan pada nodul mioma pada uterus yang
sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesteron.
13
Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest atau
genitoblas. Pendapat ini lebih lanjut diperkuat oleh hasil penelitian Miller dan Lipschutz yang
mengatakan bahwa terjadinya mioma uteri bergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat
pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Reseptor estrogen menurun pada miometrium yang normal semasa fase sekresi dari
siklus menstruasi dan semasa kehamilan. Pada mioma, reseptor estrogen terdapat sepanjang
siklus menstruasi, tetapi mengalami supresi semasa kehamilan. Reseptor progesteron terdapat
pada miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Tambahan pula
mioma berkembang pada awal kehamilan akibat dari stimulasi hormonal dan growth factors
yang sama yang memicu perkembangan uterus. Paradoks, mioma memberi respon yang
berbeda pada setiap individu wanita dan tidak dapat diprediksi secara akurat perkembangan
setiap mioma.
Pada trimester pertama, ukuran mioma tidak berubah atau makin membesar
sehubungan dengan peningkatan estrogen. Pada trimester kedua, mioma yang berukuran 2
hingga 6 cm biasanya tidak berubah atau mungkin membesar, namun bagi mioma yang
berukuran besar akan mengecil, kemungkinan dari inisiasi penurunan regulasi reseptor
esterogen. Pada trimester ketiga, tanpa mengirakan ukuran mioma, sejatinya mioma tidak
berubah atau mengecil akibat dari penurunan regulasi reseptor esterogen. Biasanya mioma
akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.
Munculnya gejala tergantung pada jumlah, ukuran, dan letak mioma uteri. Mioma intramural
dan subserosa dengan ukuran <3 cm biasanya tidak memberikan gejala klinis yang
signifikan.(11) Sekitar 10% sampai 30% wanita dengan mioma uteri timbul komplikasi
selama kehamilannya.
15
Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan :
1. Infertile (mandul). Terutama pada mioma uteri submukosa. Lokasi anatomi dari
mioma menjadi faktor penting dalam hubungannya dengan infertilitas. Mioma yang
berukuran >5 cm dan berlokasi dekat serviks atau dekat ostium tuba, lebih berisiko
menyebabkan masalah infertilitas. Mioma submukosa atau intramural dapat
menyebabkan disfungsi kontraksi uterus yang selanjutnya menyebabkan gangguan
pada migrasi sperma, pergerakan atau nidasi ovum.
2. Sering terjadi abortus dan perdarahan hamil muda. Kejadian abortus meningkat jika
mioma berada pada lapisan submukosa. Mioma yang terletak dekat dengan plasenta
banyak dihubungkan dengan kejadian abortus perdarahan pada hamil muda.
3. Terjadi kelainan letak janin dalam rahim (malpresentasi), terutama pada mioma yang
besar dan letak subserosa.
4. Distosia akibat tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang
letaknya di serviks.
6. Atonia uteri terutama pada persalinan: perdarahan banyak, biasanya pada mioma yang
letaknya di dalam dinding rahim.
8. Pada kala III terjadi retensio plasenta, terutama pada mioma submukosa dan
intramural yang mengakibatkan perdarahan aktif.
9. Persalinan prematuritas.
1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat
dalam kehamilan.
2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa: tumor menjadi lebih lunak, berubah
bentuk, dan warna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi
pendarahan.
3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah
bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, menyebabkan gangguan sirkulasi
dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut (abdomen
akut).
4. Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan
terjadi inkaserasi.
16
3.9 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis dari mioma uteri dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang lain.
Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan massa tumor di abdomen bagian bawah serta
pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas, teraba suatu massa pelvis yang
besar, midline, irregular-contoured mobile dengan karakteristik hard feel atau
keras.
Pemeriksaan Penunjang
1. USG dan MRI
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium, dan
keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Pelvis ultrasonografi digunakan untuk
memastikan (bila perlu) kehadiran mioma uteri, tetapi biasanya ditegakkan
secara klinis. Komponen mioma sering terlihat hipoekogenik dan penampakan
yang konsisten dengan mioma yang melalui degenerasi. Struktur adneksal
termasuk ovari dapat dibedakan dari tumor. Mioma juga dapat dideteksi dengan
17
MRI, tetapi pemeriksaan ini lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran besar karena
ultrasonografi tidak dapat menggambarkannya. Untungnya, leiomiosarkoma
sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan
konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. CT scan merupakan
kontraindikasi oleh karena radiasi.
2.
Pemeriksaan Darah Lengkap: Hb turun, Albumin turun, Leukosit
turun/meningkat, Eritrosit turun.
3. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
4.0 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam kehamilan
karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak dilakukan abortus
provokatus.
Pada usia kehamilan 12 – 22 minggu, suplai darah ke mioma dapat terhenti
menyebabkan terjadinya degenerasi merah. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma,
biasanya sikap konservatif dengan istirahat-baring dengan pengawasan yang ketat memberi
hasil yang cukup memuaskan. Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap
mioma yang menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricans and
Gynecologists(ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi
pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah.
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
2. Sangkaan adanya keganasan.
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
4. Infertilitas karena gangguan ada cavum uteri maupun karena oklusi tuba fallopi.
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu.
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
7. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan juga histerektomi :
a. Miomektomi
Miomektomi dengan indikasi harus dilakukan segera karena ditakutkan akan
membahayakan nyawa maternal dan jika perlu harus dilakukan terminasi kehamilan. Akan
tetapi miomektomi yang tanpa indikasi bisa ditunda sehingga umur kehamilan menjadi aterm.
18
Pada umumnya miomektomi tidak dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea
karena dapat terjadi perdarahan yang massif sewaktu operasi sebagai akibat vaskularisasi
bertambah, dan juga operasi akan berlangsung berlangsung lebih lama karena ada
kemungkinan teknik operasi yang sulit.
Kebanyakan tumor terletak pada uterus bagian atas (sekitar 30-50% kasus) yang
memungkinkan persalinan pervaginam. Cuma terdapat beberapa kasus yang mana tumornya
terletak di bagian uterus bawah dan ini bisa menghalangi jalan lahir dan harus dilakukan
Seksio Caesaria.
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi.
Keuntungan pada pembedahan secara laparotomy adalah lapangan pandang operasi
lebih luas sehingga penanganan pada perdarahan yang mungkin timbul dapat ditangani
dengan segera. Namun resiko miomektomi secara laparotomi adalah bisa terjadi perlengketan
yang besar sehingga dapat mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu juga,
waktu penyembuhan pasca operasi juga lebih lama.
Pada miomektomi secara histeroskopi, biasanya dilakukan pada mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri. Alat histeroskop akan dimasukkan melalui
serviks dan mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus.
Keuntungan teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi lebih cepat(2 hari).
Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding
uterus dan terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Pada miomektomi secara laparoskopi dilakukan untuk mengangkat mioma yang
bertangkai di luar kavum uteri dan mioma subserosum yang terletak di luar kavum uteri. Alat
laparoskop dimasukkan kedalam abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding abdomen.
Keuntungan teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi yang lebih cepat(2-7 hari).
Resiko dari pada teknik ini bisa terjadi perlengketan,trauma terhadap organ sekitar seperti
usus, ovarium, dan rektum. Miomektomi dengan teknik ini sehingga sekarang merupakkan
prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya.
b. Histerektomi
Pada mioma uteri, sebesar 30% dari seluruh kasus dilakukan histerektomi. Teknik ini
dilakukan pada pasien dengan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia, metrorhagia,
19
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal
histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
STAH dilakukan untuk menghindari daripada terjadinya perdarahan yang massif,
trauma pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Histerektomi dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana tindakan
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Oleh karena pendekatan operasi tidak melalui
abdominal, maka histerektomi vaginal tidak terlihat sikatriks sehingga memuaskan pasien
dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan pasca operasi juga lebih
minimal dan waktu penyembuhan lebih cepat berbanding yang menjalani histerektomi
abdominal.
Pengangkatan seluruh uterus dengan mioma juga dapat dilakukan dengan laparoskopi.
Ada beberapa teknik histerektomi laparoskopi. Pertama adalah histerektomi vaginal
(Laparoscopically assisted vaginal hysterectomy/LAVH). Pada prosedur tindakan ini
dilakukan untuk memisahkan adneksa dari dinding pelvik dan memotong mesosalfing kea rah
ligamentum di bagian bawah. Kedua, teknik classic intrafascial serrated edged
macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Prosedur ini merupakan
modifikasi dari STAH, dimana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi dengan
menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas
lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah prolapsus.
Keuntungan dari CISH adalah untuk mengurangi resiko trauma pada ureter dan kadung
kemih, perdarahan lebih minimal, waktu operasi lebih cepat, resiko infeksi lebih minimal dan
waktu penyembuhan lebih singkat.
Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa terapi yang terbaik untuk mioma uteri
adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi
memiliki kelebihan di mana resiko perdarahan yang lebih minimal, waktu penyembuhan yang
lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi
abdominal.
4.2 KOMPLIKASI
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32 - 0,6% dari seluruh
mioma, serta merupakan 50 - 75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru
20
ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang
mioma dalam menopause.
21
BAB III
KESIMPULAN
Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus atau
jaringan ikat. Biasa disebut mioma atau myom atau fibroid. Tumor ini letaknya pada alat
reproduksi wanita. Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak
merasakan keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter.
Tidak sedikit kehamilan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat mengganggu
kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta, terhalangnya jalan lahir,
kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan
gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan keguguran.
Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah mioma uteri. Saat hamil,
mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang
menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama
kehamilan, tangkai tumor bisa terputar yang menyebabkan nyeri.
Meskipun ada banyak komplikasi yang bisa saja terjadi, pada umumnya banyak ibu
hamil dengan mioma uteri memiliki kehamilan yang normal dan persalinan yang sukses.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunning Ham, Gary F., obstetry william. Edisi 23. Jakarta : EGC 2012.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, eds. Ilmu
Kandungan. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius; 2001 p. 387-8
3. Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI RSCM. Mioma Uteri dan Kehamilan.
[cited on 2012 March 20th]. Available at http://obgyn-
rscmfkui.com/berita.php?id=351
23