Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas masalah-masalah yang muncul pada

pengelolaan asuhan keperawatan pada An.K dengan DADS di Ruang Puntadewa

Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi. Pada bab ini penulis akan menguraikan

tentang pengertian diagnosa keperawatan, bagaimana masalah keperawatan

tersebut muncul, bagaimana memperiotaskan masalah keperawatan, akibat yang

terjadi apabila masalah tersebut tidak di atasi, rasionl dari tindakan yang di

lakukan, kekuatan dan kelemahan dari implementas. Dengan memperhatikan

aspek tahapan proses keperawatan yang terdiri dari: pengkajian data, diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

A. PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses

keperawatan yaitu salah satu usaha yang di lakukan oleh perawat dalam

menggali permaslahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang

status kesehatan seorang pasien, secara sistematis, menyeluruh, akurat,

singkat dan berkesinambungan. Pengkajian keperaatan harus selalu di

rancang sesuai kebutuhan pasien. Apabila pada kondisi klinik perawat di

hadapkan pada pasien yang menderita penyakit akut, perawat perlu

membekali diri tentang kondisi segala yang berhubungan dengan penyakit

tersebut dan perawat boleh memilih untuk hanya mengkaji sistem tubuh yang

terlibat. Pengkajian keperawatan yang lebih komprehensif biasanya akan di

96
97

lakukan pada pasien dalam kondisi lebih sehat, kemudian perawat

mempelajari status kesehatan total klien (Muttaqin,Arif. 2008).

Dalam penkajian ini penulis menggunakan metode wawancara,

pengamatan (observasi) pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi. Pada

riwayat keperawatan sekarang di dapatkan data kurang lebih sejak 2 hari yang

lalu pasien BAB lebih dari 5x/sehari, muntah dan badan lemas serta tidak

mau minum ASI, kemudian pasien diperiksakan ke bidan godan dan

dianjurkan ke RS. Pada 22 Maret 2017 pasien dibawa ke Rumah Sakit

Permata Bunda Purwodadi dengan keluhan utama BAB cair lebih dari 5

x/sehari. Sesuai dengan toeri Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran

tinja yang tidak normal atau tidak biasanya, perubahan yang terjadi berupa

perubahan peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa

lendir dan darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4

kali/hari (Alimul. 2009).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan data yaitu: suhu tubuh An.K 38,0
0
C, kelopak mata cekung, mukosa bibir kering, akral hangat.

Pada pengkajian pola fugsional menurut gordon, didapatkan data

An.K mengalami gangguan pada pola eliminasi. Selama sakit klien BAB

lebih dari 5x/hari dengan konsistensi cair, warna kuning, terdapat lendir, tidak

ada ampas, BAK 5-6x/hari dengan warna kuning bau khas amoniak dan sulit

minum ASI.
98

Selain pemeriksaan fisik dan pengkajian pola fungsional menurut

gordon, penulis juga mendapatkan hasil pemeriksaan penunjang yaitu tes

feces ddapatkan bakteri bastri positf, lemak positif.

B. DIAGNOSA, INTEVENSI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASAI

KEPERAWATAN.

Setelah dilakukan pengkajian pada An.K penulis telah mendapatkan

beberapa data yang sudah di analisa sehingga penulis dapat merumuskan

empat masalah/diagnosa keperawatan yaitu:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih.

Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan

intravaskuler, intertisial atau intraseluler yang mencegah pada dehidrasi

(Nanda, NIC. NOC. 2015). Kekurangan volume cairan adalah keadaan

dimana seorang individu yang tidak mengalami atau berisiko mengalami

dehidrasi vaskuler, intertisial dan intraseluler (Carpenito, Lynda Juall.

2012). Diagnosa ini penulis tegakkan karena di dukung oleh data bahwa

pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, pasien sulit minum ASI

balance cairan 24 jam : intake 1241 cc dan output 1346 cc = - 104,7 cc,

dimana seharusnya anak umur kurang dari 1 tahun, cairan yang

diperlukan yaitu kurang lebih 1500 cc (Suriadi. 2010). Hal ini

menyebabkan pasien mengalami kehilangan cairan dan terjadilah gejala

dehidrasi, sehingga berat badan turun. Diagnosa ini penulis munculkan

pada proritas pertama karena menurut Maslow kebutuhan cairan tubuh

merupakan cairan pertama, apabila kekurangan cairan tubuh tidak


99

tertangani dengan segera maka akan terjadi syok hipovolemik

(Nursalam. 2005). Selain itu cairan merupakan bagian tubuh yang

digunakan sebagai proses metabolisme. Jika kehilangan cairan tidak

segera ditangani dapat menyebabkan sirkulasi terganggu bahkan dapat

menyebabkan terjadinya syok hipovolemik atau kematian karena

dehidrasi (Nanda, NIC. NOC. 2015).

Dalam intervensi penulis menggunakan kriteria waktu 3x24 jam

karena kekurangan cairan dan elektrolit merupakan masalah yang harus

segera di atasi dan butuh proses dalam penyeimbangan antara intake dan

output. Sebenarnya asuhan keperawatan ini dilakukan selama 30 hari

(Pranata. 2013), tetapi penulis hanya melakukan 3x24 jam, karena selama

saat dilakukan asuhan keperawatan sudah ada penurunan untuk BAB

kurang lebih 20 cc dalam sehari, balance cairan dari An. K hasilnya

sudah positif, tanda-tanda vital pada An. K juga sudah dalam keadaan

normal dan juga pada saat hari ke 3 Ibu pasien mengatakan An. K BAB

sudah tidak cair dan tidak ada lendir dan ada ampas, dan juga 3x24 jam

sudah cukup untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan

(Doenges, 2009), maka dari itu penulis hanya melakukan asuhan

keperawatan selama 3 x 24 jam. Adapun batasan karakteristik yang

ditemukan oleh penulis yaitu penurunan berat badan, turgor kulit kembali

dalam 2 detik, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, dan BAB

warna kuning adanya lendir dan tidak ada ampas, temperature tubuh

meningkat menjadi 38,0 0C (Nanda, NIC. NOC. 2015). Sedangkan


100

menurut (Carpenito, Lynda Juall. 2012), batasan karakteristik untuk

kekurangan volume cairan yaitu, ketidakcukupan asupan cairan oral,

keseimbangan negatif antara asupan dan haluaran, penurunan berat

badan, kulit/membrane mukosa kering, haus, mual, anoreksia. Dari

batasan karakteristik ada yang tidak ditemukan oleh penulis sesuai teori

seperti : perubahan status mental dan hematokrit meninggi.

Intervensi yang dilakukan penulis dalam memberikan asuhan

keperawatan cairan yaitu perhatikan tanda-tanda awal dari hipovolemia,

termasuk haus, gelisah, sakit kepala, dan ketidakmampuan untuk

berkonsentrasi, EBN : Sebuah studi relawan yang mengalami pembatasan

cairan hingga 37 jam melaporkan gejala sakit kepala, penurunan

kewaspadaan, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi (Ackley &

Ladwig. 2010). Monitor nadi, respirasi, dan tekanan darah klien, EBN:

Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa hipotensi dan takikardia,

dan kadang-kadang demam, tanda-tanda klinis dehidrasi (Ackley &

Ladwig. 2010). Pantau keberadaan faktor penyebab kekurangan volume

cairan (misalnya, muntah, diare, kesulitan mempertahankan asupan oral,

demam tidak terkontrol), Rasional : Untuk mengetahui perkembangan

status kesehatan klien (Doenges. 2009). Pantau total asupan cairan dan

output setiap 8 jam (atau setiap jam untuk klien yang tidak stabil)

(Ackley, & Ladwig. 2010). Rasional : Memperbaiki / mempertahankan

vol sirkulasi dan tekanan asmotik klien (Doenges. 2009). Timbang klien

setiap hari dan pantau untuk penurunan bebrat badan tiba-tiba, terutama
101

ketika penurunan pengeluaran urin atau kehilangan cairan aktif, EBN :

Tinjauan sistematis menunjukkan bahwa pengukuran perubahan massa

tubuh adalah teknik yang aman untuk menilai status hidrasi.

Berdasarkan teori yang sudah di paparkan penulis menemukan

tujuh intervensi namun penulis hanya mengambil lima intervensi kerena

intervensi memerikisa pengisian kapiler Mengakui bahwa memeriksa

pengisian kapiler mungkin tidak membantu dalam mengidentifikasi

defisit volume cairan. Kapiler refill bisa normal pada klien dengan sepsis,

suhu tubuh meningkat melebarkan pembuluh darah perifer, dan kapiler

refill kembali mungkin segera (Scales & Pilsworth. 2008). EBN: Sebuah

tinjauan sistematis ditemukan kapiler refill tidak membantu untuk

menentukan hipovolemia (Dufault et al. 2008) dan Membantu dengan

ambulasi jika klien memiliki hipotensi postural. Hipovolemia

menyebabkan hipotensi postural, yang dapat mengakibatkan sinkop, dan

peningkatan risiko cedera (Fauci et al. 2008) karena pasien tidak

mengalami hipovelemia.

Dari intervensi diatas penulis melakukan tindakan pada hari

pertama yaitu memantau keadaan umum pasien dan memonitor TTV

pasien karena kekurangan cairan pada tubuh dapat mengakibatkan

hipotensi, takikardi dan demam (Suriadi. 2010). Hambatannya tidak ada.

Dengan hasil S : 38,0 0C, N : 131x/menit, RR :31 x/menit, pasien tampak

lemas, kulit pasien teraba panas. Menimbang berat badan pasien, dengan

hasil BB pasien 6 kg. Keuntungan penulis melakukan tindakan ini supaya


102

penulis mengetahui perubahan berat badan mencerminkan perubahan

dalam volume cairan tubuh (Ackley & Ladwig. 2010). Hambatannya

tidak ada. Mengkaji turgor kulit pasien, dengan hasil turgor kulit kembali

dalam 2 detik, CRT 2 detik. Dalam intervensi tindakan ini tidak ada

namun penulis melakukantindakan ini karena keuntungannya yaitu untuk

mengetahui tanda – tanda dari dehidrasi. Hambatannya tidak ada.

Mengkaji intake dan output pasien, dengan hasil makanan yang masuk

ASI 150 cc, muntah 30 cc. Keuntungan penulis melakukan tindakan ini

yaitu untuk mengetahui cairan apa saja yang masuk dan keluar sehingga

penulis dapat mengetahui dan dapat menghitung keseimbangan cairannya

(Doenges. 2009). Hambatanya tidak ada. Mengukur diare atau keluaran

BAB, dengan hasil BAB keluar 50 cc. Keuntungan penulis melakukan

tindakan ini yaitu untuk menilai pasien seberapa cairan yang dikeluarkan

saat BAB serta mengamati dari konsistensi, warna dan ada kelainan saat

BAB. Hambatanya tidak ada. Mengauskultasikan bising usus, dengan

hasil bising usus 40 kali per menit. Sebenarnya di intervensi tidak ada

tindakan yang dicantumkan oleh penulis tetapi penulis menambahkan

yang bertujuan untuk menilai peristaltik usus pasien yang normalnya 5 -

35x per menit (Keyle & Carman. 2015). Keuntungan penulis melakukan

tindakan ini utnuk mengetahui jika peristaltik usus kurang dari 5-35 x per

menit, maka pasien mengalami peristaltik ileus, konstipasi, peritonitis

atau obstruksi. Sedangkan jika peristaltik usus terdengar lebih dari 5-35 x

per menit maka pasien mengalami diare. Hambatannya tidak ada.


103

Memonitor status dehidrasi (kelembaban membran mukosa), dengan

hasil mukosa bibir kering, penulis melakukan tindakan ini supaya penulis

dapat mengetahui pasien mengalami kekurangan volume cairan,

hambatannya tidak ada. Melakukan kolaborasi dengan tim medis lainnya

dengan memberikan obat injeksi melalui selang infus : Vissilin Sx 200

mg, dan memberikan obat oral : L Bio 1x 1 Sachet, paracetamol syrup 3

x 2,5 cc, Zinc 1 ½ tablet. Keuntungan penulis melakukan tindakan ini

yaitu untuk menurunkan kehilangan cairan dari usus, mengontrol demam,

menurunkan kehilanngan cairan yang tak terlihat (Doenges. 2009).

Hambatannya tidak ada. Memonitor cairan infus pasien, dengan hasil

obat injeksi masuk melalui selang infus, tidak ada alergi. Keuntungan

penulis melakukan tindakan ini yaitu untuk mengetahui pasien

mengalami kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan

(Doenges. 2009), dengan hasil pasien terpasang infus Rl 8 tetes per

menit. Hambatannya tidak ada. Menghitung balance cairan, dengan hasil

1204 cc – 1312 cc = - 108 cc. Keuntungan penulis melakukan tindakan

ini supaya penulis mengetahui pasien kekurangan cairan atau kelebihan

cairan. Hambatannya tidak ada.

Evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24 jam pada tanggal 25 Maret 2017 didapatkan data sebagai

berikut : Ibu pasien mengatakan BAB sudah tidak cair dan tidak ada

ampas, tetapi pasien masih tampak lemas dan pada pengkajian balance
104

cairan + 49 cc dalam 24 jam. Sehingga masalah kekurangan volume

cairan sudah teratasi, pertahankan intervensi.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

Peningkatan suhu tubuh adalah suatu keadaan dimana seorang

individu berisiko atau mengalami peningkatan suhu tubuh terus menerus

diatas 37,5oC peroral dan 38,8oC per rectal karena peningkatan

kerentanan terhadap faktor – faktor eksternal (Hidayat. 2012). Diagnosa

ini ditegakkan karena pada An. K didapatkan data objek keadaan umum

lemah, turgor kulit sedang, suhu tubuh 38,0oC. Dari data tersebut penulis

mengangkat diagnosa ini sebagai prioritas ke dua karena dalam

kebutuhan dasar Maslow keseimbangan suhu tubuh merupakan

kebutuhan fisiologi atau menjadi diagnosa yang kedua setelah

kekurangan volume cairan, karena walaupun Hipertermi merupakan

diagnosa urugensi dan harus di atasi namun hipertermi yang terjadi pada

pasien suhunya mencapai 38,0oC (Hidayat. 2012).

Dalam intervensi penulis menggunakan kriteria waktu 3x24 jam

karena hipertermi merupakan masalah yang harus segera diatasi karena

dengan adanya peningkatan suhu tubuh terus menerus dapat

mempengaruhi fungsi otak yang diawali dengan kejang (Hidayat. 2012).

Penulis menganggap waktu 3x24 jam sudah cukup untuk mengatasi

masalah kenaikan suhu tubuh, karena pada saat melakukan tindakan

keperawatan, suhu tubuh An. K sudah mengalami penurunan, tanda-

tanda vital An. K juga sudah normal, di mana Ibu pasien juga
105

mengatakan An. K panasnya sudah turun. Adapun batasan karakteristik

yang ditemukan oleh penulis yaitu peningkatan suhu tubuh diatas kisaran

normal dan kulit terasa hangat (Nanda, NIC. NOC, 2015). Sedangkan

menurut (Carpenito. 2012). Batasan karakteristik dari hipertermi yaitu,

suhu > 37,5oC per oral atau 38,8oC per rektal, kulit hangat, takikardi.

Dari batasan karakteristik ada yang tidak ditemukan oleh penulis sesuai

teori seperti : konvulsi, kulit kemerahan, kejang, takikardi dan takipnea.

Intervensi yang dilakukan penulis dalam memberikan asuhan

keperawatan hipertermi yaitu, ukur dan catat suhu klien demam

menggunakan termometer axila setiap 4 jam tergantung pada tingkat

keparahan demam atau setiap kali perubahan kondisi terjadi (misalnya,

menggigil, perubahan status mental) EBN : Pengukuran suhu oral

memberikan suhu lebih akurat daripada pengukuran timpani, pengukuran

aksila, atau penggunaan bahan kimia dot thermometer (Ackley &

Ladwig. 2010). Gunakan situs yang sama dan metode (perangkat) untuk

pengukuran suhu untuk klien tertentu sehingga tren suhu dinilai akurat;

catatan situs pengukuran suhu EBN : Ada perbedaan yang signifikan

dalam suhu tergantung pada situs (oral, rektal, aksila, atau arteri temporal

(Ackley & Ladwig. 2010). Bekerja sama dengan dokter untuk membantu

menentukan penyebab kenaikan suhu, yang sering akan membantu

pengobatan oppropriate langsung. Kumpulkan budaya Stat sebelum

memulai terapi antibiotik. Rasional : untuk menurunkan panas dengan

obat (Ackley & Ladwig. 2010). Berikan obat antipiretik sesuai dengan
106

anjuran dokter, ketika penyebab suhu tidak adaptif (neurologis, stroke

panas, klien sakit kritis) EBN: review sistematis tiga studi menemukan

sedikit avidence untuk mendukung administrasi antipiretik untuk demam

(Ackley & Ladwig. 2010).

Berdasarkan teori penulis menemukan lima intervensi namun

penulis hanya melukan empat intervensi karena intervensi Beritahu

dokter suhu sesuai dengan standar kelembagaan atau perintah tertulis,

atau saat suhu mencapai 100.5oF (38.3oC) dan di atas (O'Grady et al.

2008). Juga memberitahu dokter kehadiran perubahan status mental.

Perubahan status mental dapat menunjukkan terjadinya syok septik

(Chen. 2007) karena di Rumah Sakit Raden Soedjati Soemodiharjo saat

klien mengalami kenaikan suhu tidak perlu menghubungi dokter namun

langsung di berikan obat anti dueretik.

Dari intervensi diatas penulis melakukan tindakan pada hari

pertama yaitu memantau keadaan umum pasien dan memonitor TTV

pasien, dengan hasil S : 38,2oC, N :131 kali per menit, RR : 31 kali

permenit, dan kulit pasien teraba panas. Keuntungan penulis melakukan

tindakan ini yaitu untuk mengetahui pola demam dan kejadian kejang

demam dengan suhu 38,9oC – 41oC yang menunjukkan proses penyakit

infeksius akut (Doenges. 2009). Hambatannya tidak ada. Melakukan

kompres hangat pasien pada lipatan paha dan aksila, dengan hasil S :

38oC. Keuntungan penulis melakukan tindakan ini yaitu agar dapat

membantu mengurangi demam (Doenges. 2009). Hambatannya tidak


107

ada. Menganjurkan Ibu pasien untuk memberikan ASI yang cukup,

dengan hasil Ibu tampak memberikan ASI 200 cc kepada An.K.

Keuntungan penulis melakukan tindakan ini yaitu untuk dapat mengganti

cairan tubuh yang hilang (Doenges. 2009). Hambatannya tidak ada.

Menganjurkan Ibu pasien untuk memakai pakaian yang tipis, dengan

hasil pasien telah memakai pakaian yang tipis.

Keuntungan penulis melakukan tindakan ini yaitu untuk

menurunkan panas tubuh karena evaporasi. Hambatannya tidak ada.

Melakukan kolaborasi dengan tim medis lainnya dengan memberikan

obat injeksi melalui selang infus : Vissilin Sx 200 mg, dan memberikan

obat oral : paracetamol syrup 2,5 cc, Zinc ½ sachet, L Bio 1 sachet,

dengan hasil obat injeksi masuk melalui selang infus, tidak ada alergi.

Keuntungan penulis melakukan tindakan ini yaitu untuk

menurunkan kehilangan cairan dari usus, untuk mengontrol mual/muntah

pada eksaserbasi akut, mengontrol demam, menurunkan kehilanngan

cairan yang tak terlihat (Doenges. 2009). Hambatannya tidak ada.

Memonitor suhu tubuh pasien, dengan hasil S : 38,2oC. Keuntungan

penulis melakukan tindakan ini yaitu untuk mengetahui pola demam dan

kejadian kejang demam dengan suhu 38,9oC – 41oC yang menunjukkan

proses penyakit infeksius akut (Doenges. 2009). Hambatannya tidak ada.

Evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24 jam pada tanggal 23 Maret 2017 didapatkan data sebagai

berikut : Ibu pasien mengatakan An. K panasnya sudah turun, tetapi


108

pasien masih tampak lemas dan data objektifnya Suhu tubuh pasien 37oC.

Sehingga masalah hipertermi sudah teratasi, pertahankan intervensi.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat.

Nutrisi tubuh merupakan bahan bakar dalam proses metabolisme

yang diperlukan oleh tubuh dalam pembentukan energi, nutrisi sangat

bermanfaat bagi tubuh dalam membentuk proses pertumbuhan dan

perkembangan pada anak serta mencegah terjadinya berbagai defisiensi

yodium, defisiensi vitamin A, defisiensi kalium yang dapat menghambat

proses tumbuh kembang anak. Apabila kebutuhan nutrisi pada anak

terpenuhi, diharapkan anak dapat tumbuh dengan cepat sesuai dengan

usia tumbuh kembang dan dapat meningkatkan kualitas hidup serta

mencegah terjadinya mobirditas dan mortalitas (Hidayat. 2012).

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan adalah suatu keadaan

dimana individu yang tidak puasa mengalami atau beresiko berat badan

yang berkurang dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme

nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan tubuh maupun metabolisme

(Wilkinson, 2012). Batasan karakteristik mayor individu yang tidak

puasa melaporkan atau mengalami masukan tidak adekuat kurang dari

yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan, sedangkan

karakteristik minor berat badan 10%-20% atau lebih dibawah berat badan

ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh, lipatan kulit trisep, lingkar otot

tengah <60% standart pengukuran kelemahan otot nyeri tekan, peka


109

rangsangan mental dan serta penurunan albumin serum, penurunan

transferrin serum atau penurunan kapilaritas ikatan besi (Carpenito.

2012). Sedangkan menurut Doengoes diagnosa ini muncul karena adanya

berat badan 10% atau lebih di bawah ideal, penurunan lemak

subkutan/massa otot, tonus otot buruk, perubahan mobilitas gastrik dan

karakteristik feses (Doenges. 2009).

Alasan penulis mengangkat diagnosa keperawatan ini dengan

ketidakseimbangan karena di dapatkan data adalah Ibu pasien

mengatakan, An. K sulit minum ASI, kurang lebih 200 cc dan data

objektifnya KU pasien lemas, penurunan berat badan 0,6 kg. BB sebelum

sakit 6,6 kg dan turun 0,6 kg menjadi 6 kg, mukosa bibir kering, adanya

diare, kelopak mata cekung peristaltik usus 40 kali permenit.

Dalam intervensi penulis menggunakan kriteria waktu 3x24 jam

karena ketidak seimbangan nutrisi termasuk gangguan pemenuhan nutrisi

yang sudah terjadi dan memerlukan perawatan dan penanganan yang

tepat (Nanda, NIC. NOC, 2015). Alasan penulis menggunakan kriteria

waktu 3x24 jam, karena pada saat melakukan tindakan keperawatan An.

A sudah tidak muntah lagi, hasil balance cairan juga sudah positif, tanda-

tanda vital An. K juga sudah normal. Adapun batasan karakteristik yang

ditemukan oleh penulis yaitu Berat badan 20% atau lebih dibawah berat

badan ideal, diare, bisisng usus hiperaktif, dan kurangnya makanan. Dari

batasan karakteristik ada yang tidak ditemukan oleh penulis sesuai teori

seperti : kram abdomen, nyeri abdomen, mneghindari makanan,


110

kerapuhan kapiler, kehilangan rambut berlebihan, dan kurang minat pada

makanan.

Intervensi yang dilakukan penulis dalam memberikan asuhan

keperawatan keridakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

yaitu observasi dan catat asupan klien EBN : untuk mengkaji zat gizi

yang dikonsumsi dan suplemen yang diperlukan. Sajikan makanan yang

membutuhkan sedikit dikerat atau dikunyah EBN : untuk membantu

mencegah malingering pada saat makan (Ackley & Ladwig. 2010).

Tentukan makanan kesukaan pasien dan usahakan untuk mendapatkan

makanan tersebut, EBN : untuk meningkatkan nafsu makan pasien. Bila

memungkinkan, duduk dengan pasien selama makan, EBN: tindakan ini

mencegah pasien untuk membuang-buang waktu selama makan atau

menyembunyikan makanan atau membawa makanan dari luar (Ackley &

Ladwig. 2010.). Timbang berat badan pasien pada jam yang sama setiap

hari, EBN : tindakan ini memberikan data akurat dan memberikan

pengendalian pada pasien tentang makanan apa yang dimakan (Ackley &

Ladwig. 2010.). Tentukan target berat badan dengan pasien dan anjurkan

pasien mencatat berat badannya, EBN : tindakan ini melibatkan dan

memberikan penguatan positif (Ackley & Ladwig. 2010). Ajarkan pasien

tentang makan makanan bergizi yang tinggi kalori, EBN : tindakan ini

dapat mendorong pasien untuk makan makanan yang memberikan energi

tanpa mengakibatkan penambahan berat badan (Ackley & Ladwig.

2010).
111

Dari intervensi diatas penulis melakukan tindakan pada hari

pertama yaitu memantau keadaan umum pasien dan memonitor TTV

pasien, dengan hasil S : 38,2oC, N : 131 kali permenit, RR : 31 kali

permenit. Keuntungan penulis melakukan tindakan ini yaitu untuk

mengetahui pola demam dan kejadian kejang demam dengan suhu

38,9oC – 41oC yang menunjukkan proses penyakit infeksius akut

(Doenges. 2009). Hambatannya tidak ada. Menimbang berat badan

pasien, dengan hasil BB pasien 7 kg. Keuntungan melakukan tindakan ini

yaitu tindakan ini memberikan data akurat dan memberikan pengendalian

pada pasien tentang makanan apa yang dimakan (Ackley & Ladwig.

2010). Mengkaji intake dan output pasien, dengan hasil makanan yang

masuk ASI 150 cc, muntah 30 cc. Keuntungan penulis melakukan

tindakan ini yaitu untuk mengetahui cairan apa saja yang masuk dan

keluar sehingga penulis dapat mengetahui dan dapat menghitung

keseimbangan cairannya. Hambatanya tidak ada. Menganjurkan Ibu

pasien untuk memberikan ASI yang cukup, dengan hasil Ibu tampak

memberikan ASI 200 cc kepada An.K.. Keuntungan penulis melakukan

tindakan ini yaitu untuk dapat mengganti cair an tubuh yang hilang

(Doenges. 2009). Hambatannya tidak ada. Menganjurkan Ibu pasien

untuk memberikan ASI sedikit tapi sering, dengan hasil Ibu paien tampak

memberikan ASI 100 cc. Sebenarnya di intervensi tidak ada tercantum

tetapi penulis menambahnya keuntungannnya agar nutrisi pasien

terpenuhi karena penulis saat itu melihat keadaan umum pasien lemas
112

dan pasien juga muntah. Hambatannya tidak ada. Melakukan kolaborasi

dengan tim medis lainnya dengan memberikan obat injeksi melalui

selang infus : Vissilin Sx 200 mg. Dan memberikan obat oral : L Bio 1

sachet dan Zinc ½ sachet dengan hasil obat injeksi masuk melalui selang

infus, tidak ada alergi.

Keuntungan penulis melakukan tindakan ini yaitu untuk

menurunkan kehilangan cairan dari usus, untuk mengontrol mual/muntah

pada eksaserbasi akut, mengontrol demam, menurunkan kehilanngan

cairan yang tak terlihat (Doenges. 2009). Hambatannya tidak ada.

Mengganti cairan infus pasien. Keuntungan penulis melakukan tindakan

ini yaitu untuk mengetahui pasien mengalami kehilangan cairan dan

memperbaiki keseimbangan cairan (Doenges. 2009), dengan hasil pasien

terpasang infus RL 8 tetes per menit. Hambatannya tidak ada.

Menghitung balance cairan, dengan hasil 1241 cc – 1346 cc = - 104,7 cc.

Keuntungan penulis melakukan tindakan ini supaya penulis mengetahui

pasien kekurangan cairan atau kelebihan cairan. Hambatannya tidak ada.

Evaluasi yang diperoleh setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24 jam pada tanggal 23 Maret 2017 didapatkan data sebagai

berikut : Ibu pasien mengatakan An.K sudah tidak sulit lagi minum ASI

namun pasien masih tampak lemas dan pada pengkajian balance cairan +

49 cc dalam 24 jam. Sehingga masalah ketidakseimbangan nutrisi sudah

teratasi, hentikan intervensi.


113

4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang

tidak adekuat

Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seseorang

individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau

keterampilan-keterampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau

rencana pengobatan (Nanda, NIC. NOC. 2015).

Dalam intervensi penulis menggunakan kriteria waktu 1x30 menit

kerena penulis menganggap waktu 1x30 menit sudah cukup untuk

mengatasi masalah defisiensi pengetahuan, karena saat melakukan asuhan

keperawatan pasien kooperatif dan sudah mampu menjawab pertanyaan

yang di berikan perawat kepada pasien dan alasan penulis melakukan

asuhan keperawaran pada hari ketiga karena di hari sebelumnya An. K

keadaannya belum setabil.

Penulis menempatkan kurang pengetahuan sebagai diagnosa

keperawatan keempat, karena masalah tersebut bersifat non urgen yaitu

apabila problem muncul secara perlahan-lahan dan ditolerir oleh pasien

sendiri. Apabila hal ini tidak di atasi maka pasien mengalami ansietas,

defisit perawatan diri, ketidak efektifan kopingdan konflik dalam

pengambilan keputusan (Nanda, NIC. NOC. 2015).

Diagnosa ini muncul karena saat penulis melakukan pengkajian

pengetahuan tentang Diare, orang tua pasien belum mengetahui tentang

Diarae dan karena keterbatasan kemampuan untuk merawat anaknya yang


114

sakit, sehungga anaknya dibwa ke rumah sakit sehingga mendapatkan

perawatan dan pengobatan yang optimal.

Alasan penulis mengangkat diagnosa ini karena diagnosa tersebut

di temukan pada keluarga pasien dengan data yang menunjang, data

subjektif ibu pasien mengatakan tidak mengerti tentang penyakit yang di

derita anaknya baik ituy dari pengertian, penyebab, tanda gejala,

penatalaksanaan dan cara mencegahnya. Dan data objektif ibu poasien

tampak bingung dan sering bertanya kepada perawat dan dokter tentang

penyakit yang di derita olah naknya.

Untuk data mayor : mengungkapkan pengetahuan seseorang atau

keterampilan-keterampilan atau permintaan informasi, mengekspresikan

suatu ketidak daruratan yang di anjurkan atau yang di inginkan. Data

minor : kurang integritas tentang rencana pengobatan keadaan aktivitas

sehari-hari, mengekspresikan atau memperlihatkan perubahan psikologis

(ansietas, depresi) meningkatkan kesalahan informasi atau kurangnya

informasi (Carpenito, Lynda Juall. 2012).

Intervensi yang dilakukan penulis dalam memberikan asuhan

keperawatan defisiensi pengetahuan yaitu: Mengkaji kemampuan pasien

dan kesiapan untuk belajar (misalnya ketajaman mental, kemampuan

untuk melihat atau mendengar, nyeri yang ada, kesiapan emosional,

motivasi dan pengetahuan sebelumnya) ketika mengajar pasien. EBN:

belajar perubahan kesiapan dari waktu kewaktu berdasarkan tantangan

situasional, fisik dan emosional. Perawat mengasumsikan peran otoritas,


115

panduan, motivator, mentor dan konsultan tergantung pada kesiapan

belajar dari pasien (Olinzock. 2008). Mengkaji pengetahuan pasien

tentang penyakit serta nilai konteks pribadi dan arti dari penyakit. EBN:

perbaika management gejala dan kepuasan pasien di catat sebagai hasil

dari intervensi yang berfokus pada kebutuhan pasien dan makna

perspektif penyakit ini (Olinzock. 2008). Berikan pendidikan kesehatan

berdasarkan penawaran intervensi pendidikan antisifatif yang mendukung

diri regulatin dan management didri. EBN: pasien yang menerima

intervensi pendidikan antisipatif berfokus pada pengetahuan perawatan

diri dan penggunaan metode koping termasuk pengurangan stress dan

latihan pernafasan eksperinded meningat self-efficacy dan penurunan

kecemasan (Wong dkk. 2008). Pantau bagaimana pasien memproses

informasi dari waktu kewaktu. EBN: pasien unik dalam cara mereka

memproses informasi. Beberapa pasien akan lebih pasti dari pada yang

lain dan mungkin perlu intervensi pendidikan yang lebih dari waktu

kewaktu (Suhonen, Kalimaki dan Leino-kilpi. 2008). Evaluasi

kemampuan pemahaman pasien terhadap materi dengan menggunakan

pendekatan individual yang fokus pada perioritas dan preferensi pasien.

EBN: individual intervensi pendidikan memiliki efek positif pada hasil

pasien (Suhonen, Valimaki, Leino-kilpi. 2008). Libatkan pasien sebagai

mitra dalam peroses pengambilan kepetusan pendidikan. EBN:

pendekatan keperawatan yang kolaboratif dan yang menggunkan

dorongan dan dukungan untuk meningkatkan self-efficacy mengakibatkan


116

kepuasan pasien, pemberdayaan dan keyakinan (Suhonen, Valimaki,

Leino-kilpi. 2008)

Adapun implementasi yang penulis lakukan, mengkaji tingkat

pengetahuan keluargadan menjelaskan keuntungannya mengetahui

tentang penyakit, memberiakan pendidikan kesehatan tentang

penyakitnya, keuntungannya mengetahui tentang penyakitnya,

memberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya keuntungannya

mengetahui pemahaman keluarga.

Hasil evaluasi pada tanggal 25 Maret 2017 setelah penulis

melakukantindakan keperwatandidpatkan berupa data subjektif keluarga

mengatakan sudah mengerti tentang penyakit Diare sedangkan data

objektif keluarga mampu menjawab pertanyaan dari perawat, masalah

tertasi.

Terdapat masalah keperwatan yang tidak muncul pada kasus An. K

adalah:

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi BAB

meningkat

Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang

individumengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan eidermis

atau dermis (Carpenito, Lynda Juall. 2012).

Dari pengkajian penulis terhadap An. K tidak di temukan tanda-

tanda kerusakan integritas kuli dengan data Objektif: tidak ada

kemerahanpada daerah sekitar anus pasien dan keadaan anus bersih


117

2. Nyeri akut behubungan dengan proses penyakit

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual

atau potensial dengan digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian

rupa (International Association for the Study of Paint) awalan yang

tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir

yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang lebih 6

bulan (Nanda, NIC. NOC. 2015).

Nyeri akut merupakan keadaan ketika individu mengalami dan

mengeluhkan ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak

menyenangkan selama 1 detik hingga kurang dari enam bulan

(Carpenito, Lynda Juall. 2012).

Dari pengkajian penulis terhadap An. K tidak ditemukan tanda-

tanda nyeri dengan data objektif pasien tidak tampak kesakitan, pasien

tidak tampak mengerutkan dahi, pasien tidak tampak gelisah, dan tidak

ada nyeri tekan pada abdomen.

Adapun faktor-faktor yang mendukung dari tindakan asuhan

keperawatan yang diberikan An. K adalah dari keluarga pasien sangat

kooperatif sehingga memudahkan penulis untuk melakukan pengkajian

maupun dalam melakukan tindakan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai