Oleh Kelompok 7 :
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Kami sadar, bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal
itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca juga penulis.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan.
penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam Kongres Internasional Lupus eritematosus Sedunia di New York,
lebih dari 1200 peserta dari seluruh penjuru dunia hadir, baik dari kalangan
medik, perawat, peneliti, maupun mereka yang terkena lupus. Organisasi ataupun
perhimpunan orang dengan lupus eritematosus juga hadir dari berbagai negara,
dari Indonesia hadir Ketua Yayasan Lupus eritematosus Indonesia (YLI) yang
merupakan wakil satu-satunya dari perhimpunan serupa di Asia.
Saat ini ada lebih dari 5 juta pasien lupus eritematosus di seluruh dunia
dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak,
dewasa, laki-laki, dan perempuan. Sebagian besar pasien lupus eritematosus
ditemukan pada perempuan usia produktif. Jumlah pasien di Indonesia
diperkirakan sama dengan jumlah pasien lupus eritematosus di Amerika, yaitu
1.500.000 orang. Saat ini pasien lupus eritematosus yang terdaftar sebagai
anggota YLI ada 757 orang, sebagian besar berdomisili di Jakarta.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
1) Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit
Lupus yang menyerang kulit.
2) Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di
dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan
system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus
Erythematosus).
3) Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu.
Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
a. Pengaruh kehamilan terhadap SLE
Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama
kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%.
Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum
20%.
b. Pengaruh SLE terhadap kehamilan
Prognosis berdasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan
eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi
50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E,
kelahiran prematur, lupus neonatal.
D. Patofisiologi
Genetik, Lingkungan, HORMON , Obat-obat tertentu
N
Produksi autoimun berlebihan
Kerusakan ARTHRITIS
integritas
S Hb Emphisema protein kesalahan suplai O2
kulit urine sintesa ke otak
Intoleransi
aktivitas Suplai O2/ Pola zat yg
nutrien nafas Tubuh dibutuhkan Resti
tidak protein tubuh kematian
ATP efektif
BB Perubahan Perubahan
Keletihan pertumbuhan & nutrisi
Perubahan status perkembangan kurang dari
kesehatan kebutuhan
Kecemasan
E. Penatalaksanaan
Ada banyak segi penatalaksanaan pasien SLE meliputi penyuluhan, terapi
obat yang kompleks dan tindakan pencegahan. Periode timbulnya penyakit ini
sering terlihat pada akhir masa remaja dan masa dewasa perempuan. Karena masa
itu adalah masa dimana reproduksi perempuan sedang prima dan diperlukan pula
penyuluhan dalam pengambilan keputusan, perempuan tersebut ingin memiliki
anak atau tidak.
Kehamilan dapat mengakibatkan SLE bagi perempuan yang memiliki
resiko penyakit ginjal. Sedangkan obat – obatan jenis sitotoksikjuga diperlukan
untuk mengendalikan SLE tapi obat ini juga berpotensi mencelakakan fetus.
Metode kontraseptif oral tidak diperbolehkan, karena dapat memperberat SLE.
IUD dapat menjadi masalah bagi perempuan yang mendapat pengobatan dengan
kortikosteroid sistemik, karena adanya potensi timbulnya infeksi.
Terapi obat untuk pasien SLE yaitu :
- Pemberian obat – obat anti inflamasi Non-steroid (OAINS)
- Pemberian obat-obat kortikosteroid
- Pemberian obat-obat antimalaria
Pemilihan obat bergantung pada otrgan yang terserang oleh penyakit ini,
OAINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini lebih
jarang digunakan karena memiliki insiden hepatotoksik tertinngi dan sebagian
pasien SLE memiliki resiko tinggi terhadap efek samping OAINS pada kulit,
hepar dan ginjal sehingga dalam pemberian obat tersebut harus sesuai dan
dipantau dengan seksama. Pada terapi antimalaria kadang dapat efektif apabila
OAINS tidak dapat mengendalikan gejala-gejala SLE. Mula-mula antimalaria
diberikan dengan dosis tinggi untuk mendapatkan keadaan remisi. Disini
bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk memantau penggunaan dosis.
Terapi penekanan imun (siklofosfamid atau azatioprin) dapat dilakukan untuk
menekan aktivasi autoimun SLE.
Obat-obatan ini biasanya dipakai ketika :
- Diagnosis pasti sudah ditegakkan
- Adanya gejala-gelaja berat yang mengancam jiwa
- Kegagalan tindakan-tindakan pengobatan lainnya
- Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma
Serangan akut SLE, terutama pada orang yang juga memiliki nefritis
interstial, diobati dengan kortikosteroid oral dosis tinggi untuk jangka waktu
yang singkat. Dosis ini biasanya dikungai setelah beberapa minggu, baik SLE
dan kortikosteroid sitemik dapat menimbulkan perubahan tingkah laku dan
sulit dibedakan.
Aspek yang terpenting dalam pencegahan adalah menghindari sinar UV
yang dapat menyebabkan SLE apabila DNA yang terkena sinar UV secara
normal akan bersifat antigenik, dan juga akan menimbulkan seragan setelah
terkena sinar UV. Pasien harus dianjukan untuk memakai paying, topi dan
baju lengan panjang apabila keluar rumah. Tabir surya dengan faktor proteksi
15 juga dapat digunakan untuk menahan sinar UV. Tabir surya ini bisa
digunakan stelah olahraga berat atau setelah berenang.
F. Diagnosa Keperawatan
The American rheumatism association telah mengembangkan kriteria
untuk memilah SLE. Adanya empat atau lebih dari kesebelas kriteria baik secara
serial maupun simultan cukup untuk menegakkan diagnostik.
1. Ruam didaerah malar (pipi)
2. Ruam diskoid (kondisi kulit kronis oleh peradangan dan lesi kulit jaringan
parut biasanya terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan area yang lain)
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus pada mulut
5. Arthritis : tidak erosif, pada dua atau lebih sendi-sendi perifer
6. Serositis : pleuritis atau perikarditis
7. Gangguan pada ginjal : proteinuria persisten yang lebih dari 0,5 g/hari atau
adanya silinder selular
8. Gangguan neurologik : kejang-kejang atau psikosis
9. Gangguan hematologi : anemia hemolitik, leukopenia, limfopenia, atau
trombositopenia
10. Gangguan imunologik : sel-sel lupus eritematosus (LE) positif, anti-DNA,
anti-Sm, atau suatu uji serologik positif palsu untuk sifilis
11. Antibodi antinuclear (ANA)
Kolaborasi
I : Berikan analgesic sesuai indikasi.
R : membantu mengurangi nyeri.
Kombinasi :
I : gunakan/berikan obat-obatan (NSAID dan kortikosteroid) sesuai indikasi
R: Digunakan pada perawatan lesi kulit.
A. KESIMPULAN
Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat
kelainan sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan
sistem tubuh.Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara
jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena
autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh
dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang
terikat pada antigen) di dalam jaringan.
Faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal
belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinarultraviolet,
dan obat-obatan tertentu memainkan peranan. Klasifikasi lupus eritematosus
dibedakan menjadi 3 yaitu : Discoid Lupus yang juga dikenal sebagai Cutaneus
Lupus, Systemics Lupus dan Drug-Induced.
Manifestasi dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya tergantung
dari target organ yang terkena. Gejala yang timbul dapat menyerupai penyakit lain
seperti multiple sclerosis, arthritis reumathoid, atau bahkan demam berdarah,
sehingga sering menyulitkan dalam penegakkan diagnosa.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada
seluruh mahasiswa agar mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit
lupus eritematosus. Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa
pengaruh yang baik dan bermanfaat bagi kita semua.
Kami penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia & Loraine. Patofisiologi : konsep klinis prose-proses penyakit E/6, Vol. 2.
Jakarta EGC, 2005
Brunner & suddarth. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC, 2001
Robbins & cotran. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7. Jakarta:
EGC,2008
Isselbacher, dkk. Prinsip- prinsip ilmu penyakit. Edisi. 13. Jakarta: EGC, 2000
Marilyn E. Doenges. Rencana asuhan keperawatan. Edisi. 3. Jakarta: EGC, 1999
http://catatassangperempuan.blogspot.co.id/2014/09/makalah-sle-lupus-eritematosus-
sistemik.html