Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Untuk memenuhi Tugas Sistem Imun dan Hematologi II

Oleh Kelompok 7 :

Andhika Jenif F. (1520007)

Arista Anggraini (1520011)

Mike Aprilia (1520022)

Yuyun Eka Nurlaeli (1520040)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT.atas rahmat dan


karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Imun
dan Hematologi II dalam bentuk makalah yang berjudul Sistemik lupus
eritematosus dengan lancar.

Kami sadar, bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal
itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca juga penulis.
Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan.

Kepanjen, 08 September 2016

penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam Kongres Internasional Lupus eritematosus Sedunia di New York,
lebih dari 1200 peserta dari seluruh penjuru dunia hadir, baik dari kalangan
medik, perawat, peneliti, maupun mereka yang terkena lupus. Organisasi ataupun
perhimpunan orang dengan lupus eritematosus juga hadir dari berbagai negara,
dari Indonesia hadir Ketua Yayasan Lupus eritematosus Indonesia (YLI) yang
merupakan wakil satu-satunya dari perhimpunan serupa di Asia.

Saat ini ada lebih dari 5 juta pasien lupus eritematosus di seluruh dunia
dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak,
dewasa, laki-laki, dan perempuan. Sebagian besar pasien lupus eritematosus
ditemukan pada perempuan usia produktif. Jumlah pasien di Indonesia
diperkirakan sama dengan jumlah pasien lupus eritematosus di Amerika, yaitu
1.500.000 orang. Saat ini pasien lupus eritematosus yang terdaftar sebagai
anggota YLI ada 757 orang, sebagian besar berdomisili di Jakarta.

Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat


kelainan sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan
sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara
jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena
autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh
dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang
terikat pada antigen) di dalam jaringan.

Manifestasi dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya


tergantung dari target organ yang terkena. Gejala yang timbul dapat menyerupai
penyakit lain seperti multiple sclerosis, arthritis reumathoid, atau bahkan demam
berdarah, sehingga sering menyulitkan dalam penegakkan diagnosa.
Para tenaga medis sangat berhati-hati dalam mendiagnosa lupus
eritematosus, pemeriksaan status sistem imun yang lengkap dan menyeluruh,
termasuk mengetahui seluruh riwayat penyakit pasien mutlak diperlukan sebelum
diagnosa lupus eritematosus ditegakkan.

Perkembangan penelitian penyebab dan pengobatan Lupus eritematosus di


dunia cukup menjanjikan dalam 3 dekade terakhir, terlihat bahwa pendekatan
pengobatan mulai berubah, diagnosa dini mulai dapat ditegakkan, manifestasi
penyakit pada sebagian besar pasien mulai dapat dikontrol sehingga jumlah dan
jenis obat-obatan yang dikonsumsi dapat dikurangi.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Apa definisi sistemik lupus eritematosus?


b. Bagaimana etiologi sistemik lupus eritematosus?
c. Bagaimana klasifikasi sistemik lupus eritematosus?
d. Bagaimana pohon masalah sistemik lupus eritematosus?
e. Bagaimana tatalaksana sistemik lupus eritematosus?
f. Bagaimana diagnosa keperawatan sistemik lupus eritematosus?
g. Bagaimana intervensi keperawatan sistemik lpus eritematosus?

C. TUJUAN

a. Untuk mengetahui pengertian sistemik lupus eritematosus


b. Untuk mengetahui tentang etiologi sistemik lupus eritematosus
c. Untuk mengetahui tentang klasifikasi sistemik lupus eritematosus
d. Untuk mengetahui tentang pohon masalah sistemik lupus eritematosus
e. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan sistemik lupus eritematosus
f. Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan sistemik lupus eritematosus
g. Untuk mengetahui tentang intervensi keperawatan sistemik lupus eritematosus
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistemik Lupus Eritematosus


Penyakit sistem daya tahan, atau penyakit autoimun, artinya tubuh pasien
lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti
ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.

Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun yang terbentuk


berlebihan dan menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. kelainan ini
dikenal dengan autoimunitas. penyakit ini bisa membuat kulit seperti ruam merah
yang rasanya terbakar (lupus DLE) dan ketika sistem imun yang berlebihan itu
menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus SLE).

SLE (Sistemics lupus erythematosus) adalah penyakit radang multisistem


yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut,
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoimun dalam tubuh.

Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang


kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari
penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk
didiagnosis. jumlah pasti orang yang terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh.
SLE menyerang wanita kira – kira delapan kali lebih sering dari pada pria.
Penyakit ini sering kali berawal pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
Di Amerika Serikat penyakit ini menyerang wanita berkulit hitam tiga kali lebih
sering dari pada wanita berkulit putih jika penyakit ini bermuncul pada usia diatas
60 tahun, biasanya akan lebih mudah untuk diatasi.

SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan penyambung difus


yang etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini meliputi SLE, skleroderma,
polimiositis, artritis reumatoid, dan sindrom sjogren. Gangguan-gangguan ini
sering kali memiliki gejala-gejala yang saling tumpang tindih satu dengan yang
lainnya dan dapat tampil secara bersamaan, sehingga diagnosis menjadi semakin
sulit untuk ditegakkan secara akurat. SLE dapat bervariasi dari suatu gangguan
ringan sampai suatu gangguan yang bersifat fulminan dan mematikan. Keadaan
yang paling sering ditemukan adalah keadaan eksaserbasi atau hampir remisi yang
berlangsung untuk waktu yang lama. Identifikasi awal dan penatalaksanaan SLE
biasanya dapat memberikan proknosis yang lebih baik.

B. Etiologi Sistemil Lupus Eritematosus


Faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak
normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinar
ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.
Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) ini lebih sering ditemui di
kalangan kaum wanita. Hal ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada
wanita mempunyai peranan besar, sehingga keterkaitan antara Sistemik Lupus
Eritematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit
keturunan.Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan
lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).

C. Klasifikasi Sistemik Lupus Eritematosus


Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:

1) Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit
Lupus yang menyerang kulit.
2) Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di
dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan
system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus
Erythematosus).
3) Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu.
Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
a. Pengaruh kehamilan terhadap SLE
Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama
kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%.
Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum
20%.
b. Pengaruh SLE terhadap kehamilan
Prognosis berdasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan
eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi
50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E,
kelahiran prematur, lupus neonatal.

D. Patofisiologi
Genetik, Lingkungan, HORMON , Obat-obat tertentu
N
Produksi autoimun berlebihan

Autoimun menyerang organ tubuh ( sel & Jaringan)

Penyakit Lupus Kerusakan jaringan

Produksi antibodi terus menerus


Nyeri

Kulit Sendi Darah Paru – paru Ginjal Hati Otak

Kerusakan ARTHRITIS
integritas
S Hb Emphisema protein kesalahan suplai O2
kulit urine sintesa ke otak
Intoleransi
aktivitas Suplai O2/ Pola zat yg
nutrien nafas Tubuh dibutuhkan Resti
tidak protein tubuh kematian
ATP efektif
BB Perubahan Perubahan
Keletihan pertumbuhan & nutrisi
Perubahan status perkembangan kurang dari
kesehatan kebutuhan

Kecemasan
E. Penatalaksanaan
Ada banyak segi penatalaksanaan pasien SLE meliputi penyuluhan, terapi
obat yang kompleks dan tindakan pencegahan. Periode timbulnya penyakit ini
sering terlihat pada akhir masa remaja dan masa dewasa perempuan. Karena masa
itu adalah masa dimana reproduksi perempuan sedang prima dan diperlukan pula
penyuluhan dalam pengambilan keputusan, perempuan tersebut ingin memiliki
anak atau tidak.
Kehamilan dapat mengakibatkan SLE bagi perempuan yang memiliki
resiko penyakit ginjal. Sedangkan obat – obatan jenis sitotoksikjuga diperlukan
untuk mengendalikan SLE tapi obat ini juga berpotensi mencelakakan fetus.
Metode kontraseptif oral tidak diperbolehkan, karena dapat memperberat SLE.
IUD dapat menjadi masalah bagi perempuan yang mendapat pengobatan dengan
kortikosteroid sistemik, karena adanya potensi timbulnya infeksi.
Terapi obat untuk pasien SLE yaitu :
- Pemberian obat – obat anti inflamasi Non-steroid (OAINS)
- Pemberian obat-obat kortikosteroid
- Pemberian obat-obat antimalaria
Pemilihan obat bergantung pada otrgan yang terserang oleh penyakit ini,
OAINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini lebih
jarang digunakan karena memiliki insiden hepatotoksik tertinngi dan sebagian
pasien SLE memiliki resiko tinggi terhadap efek samping OAINS pada kulit,
hepar dan ginjal sehingga dalam pemberian obat tersebut harus sesuai dan
dipantau dengan seksama. Pada terapi antimalaria kadang dapat efektif apabila
OAINS tidak dapat mengendalikan gejala-gejala SLE. Mula-mula antimalaria
diberikan dengan dosis tinggi untuk mendapatkan keadaan remisi. Disini
bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk memantau penggunaan dosis.
Terapi penekanan imun (siklofosfamid atau azatioprin) dapat dilakukan untuk
menekan aktivasi autoimun SLE.
Obat-obatan ini biasanya dipakai ketika :
- Diagnosis pasti sudah ditegakkan
- Adanya gejala-gelaja berat yang mengancam jiwa
- Kegagalan tindakan-tindakan pengobatan lainnya
- Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma
Serangan akut SLE, terutama pada orang yang juga memiliki nefritis
interstial, diobati dengan kortikosteroid oral dosis tinggi untuk jangka waktu
yang singkat. Dosis ini biasanya dikungai setelah beberapa minggu, baik SLE
dan kortikosteroid sitemik dapat menimbulkan perubahan tingkah laku dan
sulit dibedakan.
Aspek yang terpenting dalam pencegahan adalah menghindari sinar UV
yang dapat menyebabkan SLE apabila DNA yang terkena sinar UV secara
normal akan bersifat antigenik, dan juga akan menimbulkan seragan setelah
terkena sinar UV. Pasien harus dianjukan untuk memakai paying, topi dan
baju lengan panjang apabila keluar rumah. Tabir surya dengan faktor proteksi
15 juga dapat digunakan untuk menahan sinar UV. Tabir surya ini bisa
digunakan stelah olahraga berat atau setelah berenang.

F. Diagnosa Keperawatan
The American rheumatism association telah mengembangkan kriteria
untuk memilah SLE. Adanya empat atau lebih dari kesebelas kriteria baik secara
serial maupun simultan cukup untuk menegakkan diagnostik.
1. Ruam didaerah malar (pipi)
2. Ruam diskoid (kondisi kulit kronis oleh peradangan dan lesi kulit jaringan
parut biasanya terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan area yang lain)
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus pada mulut
5. Arthritis : tidak erosif, pada dua atau lebih sendi-sendi perifer
6. Serositis : pleuritis atau perikarditis
7. Gangguan pada ginjal : proteinuria persisten yang lebih dari 0,5 g/hari atau
adanya silinder selular
8. Gangguan neurologik : kejang-kejang atau psikosis
9. Gangguan hematologi : anemia hemolitik, leukopenia, limfopenia, atau
trombositopenia
10. Gangguan imunologik : sel-sel lupus eritematosus (LE) positif, anti-DNA,
anti-Sm, atau suatu uji serologik positif palsu untuk sifilis
11. Antibodi antinuclear (ANA)

G. Intervensi (Rencana Tindakan)


1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri b/d inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Tujuan :
a. Gangguan nyeri dapat teratasi
b. Perbaikan dalam tingkat kenyamanan
Kriteria Hasil :
a. Skala Nyeri : 1-10
Rencana Tindakan (Intervensi; simbol I) dan Rasional (simbol R)
Mandiri :
1. I : Kaji Keluhan Nyeri : Pencetus, catat lokasi, karakteristik, dan intensitas
(skala nyeri 1-10).
R : Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan
jaringan/kerusakan tetapi, biasanya paling berat selama penggantian
balutan dan debridemen.
2. I : Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode
pemajanan pada udara terbuka.
R : suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada
pemajanan ujung saraf.
3. I : Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat,
penutup tubuh hangat.
R : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas
eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
4. I : Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri
obat dan/atau pada hidroterapi.
R : menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan
penggantian balutan dan debridemen.
5. I : Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.
R : Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping.
6. I : Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi
progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
R : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantungan
farmakologis.
7. I : Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.
R : membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan
memfokuskan kembali perhatian.

Kolaborasi
I : Berikan analgesic sesuai indikasi.
R : membantu mengurangi nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit b/d proses penyakit.


Tujuan dan Kriteria Hasil :
Tujuan :
Pemeliharaan dan perawatan integritas kulit
Kriteria Hasil :
Kulit dapat terpelihara dan terawat dengan baik.
Rencana Tindakan dan Rasional
Mandiri
1. I : Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi.
Gambarkan lesi dan amati perubahan.
R : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat di
bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
2. I : Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, misalnya membasuh
kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase
dengan menggunakan lotion atau krim.
R : mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi
barier infeksi.
3. I : Gunting kuku secara teratur.
R : kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
4. I : Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier
protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.
R : Dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses
penyembuhan.

Kombinasi :
I : gunakan/berikan obat-obatan (NSAID dan kortikosteroid) sesuai indikasi
R: Digunakan pada perawatan lesi kulit.

3. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan b/d kurangnya sumber


informasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil :
Tujuan :
Memberikan informasi tentang penyakit dan prosesnya kepada klien dan
keluarga klien/orang terdekat (bila tidak ada keluarga).
Kriteria Hasil :
Klien dan keluarga klien/orang terdekat mendapatkan pengetahuan dari
informasi yang diberikan
Rencana Tindakan dan Rasional
1. I : Tinjau ulang proses penyakit dan apa yang menjadi harapan di masa
depan.
R : Memberikan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
2. I : Tinjau ulang cara penularan penyakit.
R: mengoreksi mitos dan kesalahan konsepsi, meningkatkan , mendukung
keamanan bagi pasien/orang lain.
3. I : Dorong aktivitas/latihan pada tingkat yang dapat di toleransi pasien.
R : merangsang pelepasan endorphin pada otak, meningkatkan rasa
sejahtera.
4. I : Tekankan perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi
R : memberi kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi
kebutuhan perubahan/individu.
5. I : Identifikasi sumber-sumber komunitas, misalnya rumah sakit
sebelumnya/pusat perawatan tempat tinggal.
R : Memudahkan pemindahkan dari lingkungan perawatan akut;
mendukung pemulihan dan kemandirian.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat
kelainan sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan
sistem tubuh.Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara
jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena
autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh
dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang
terikat pada antigen) di dalam jaringan.

Faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal
belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinarultraviolet,
dan obat-obatan tertentu memainkan peranan. Klasifikasi lupus eritematosus
dibedakan menjadi 3 yaitu : Discoid Lupus yang juga dikenal sebagai Cutaneus
Lupus, Systemics Lupus dan Drug-Induced.

Manifestasi dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya tergantung
dari target organ yang terkena. Gejala yang timbul dapat menyerupai penyakit lain
seperti multiple sclerosis, arthritis reumathoid, atau bahkan demam berdarah,
sehingga sering menyulitkan dalam penegakkan diagnosa.

B. SARAN

Dengan adanya makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada
seluruh mahasiswa agar mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit
lupus eritematosus. Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa
pengaruh yang baik dan bermanfaat bagi kita semua.

Kami penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia & Loraine. Patofisiologi : konsep klinis prose-proses penyakit E/6, Vol. 2.
Jakarta EGC, 2005
Brunner & suddarth. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC, 2001
Robbins & cotran. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7. Jakarta:
EGC,2008
Isselbacher, dkk. Prinsip- prinsip ilmu penyakit. Edisi. 13. Jakarta: EGC, 2000
Marilyn E. Doenges. Rencana asuhan keperawatan. Edisi. 3. Jakarta: EGC, 1999
http://catatassangperempuan.blogspot.co.id/2014/09/makalah-sle-lupus-eritematosus-
sistemik.html

Anda mungkin juga menyukai