Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam ilmu hidrogeologi mata air merupakan titik atau terkadang suatu areal
kecil tempat air tanah muncul atau di lepaskan dari suatu akuifer. Dalam ilmu
hidrogeologi, mata air merupakan bagian dari air tanah yang juga memiliki manfaat
bagi biosfer, diantaranya perkembangan tumbuhan, hewan dan tidak jarang juga
dimanfaatkan oleh manusia.

Mata air dapat terjadi karena air permukaan meresap ke dalam tanah dan
menjadi air tanah. Air tanah kemudian mengalir melalui retakan dan celah di dalam
tanah yang dapat berupa celah kecil sampai gua bawah tanah. Air tersebut pada
akhirnya akan menyembur keluar dari bawah tanah menuju permukaan dalam bentuk
mata air. Keluarnya air menuju permukaan tanah, dapat merupakan akibat
dari akuiferterbatas, di mana permukaan air tanah berada di elevasi yang lebih tinggi
dari tempat keluar air.

2.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat drumuskan beberapa permasalahan,


diantaranya:

1. Apakah yang dimaksud dengan mata air?

2. Bagaimanakah kondisi dan klasifikasi mata air?

3. Bagaimanakah proses pembentukan dan tipe batuan mata air?

4. Apasajakah tipe-tipe mata air?

5. Bagaimanakah pola konservasi mata air yang tepat?

2.3. Tujuan

1. Memahami makna mata air

2. Mengetahui kondisi dan klasifikasi mata air.

1
3. Mengkaji proses pembentukan dan tipe batuan mata air.

4. Mengetahui tipe-tipe mata air.

5. Mengetahui cara konservasi mata air.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mata Air

Dalam ilmu hidrogeologi mata air merupakan titik atau terkadang suatu areal
kecil tempat air tanah muncul atau di lepaskan dari suatu akuifer. Ilmu hidrogeologi
mengelompokkan mata air kedalam air tanah. Mata air adalah suatu titik atau terkadang
merupakan suatu area kecil tempat air tanah muncul dari suatu akuifer (atau pelepasan
air dari akuifer) ke permukaan tanah (Bear,1979).
Air tanah juga dapat didefinisikan sebagai semua air yang terdapat dalam ruang
batuan dasar atau regolith. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke
permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan (Noer Aziz, 2000:81). Kebanyakan
air tanah berasal dari hujan. Air hujan yang meresap ke dalam tanah menjadi bagian
dari air tanah, perlahan-lahan mengalir ke laut, atau mengalir langsung dalam tanah
atau di permukaan dan bergabung dengan aliran sungai. Banyaknya air yang meresap
ke tanah bergantung pada selain ruang dan waktu, juga di pengaruhi kecuraman lereng,
kondisi material permukaan tanah dan jenis serta banyaknya vegetasi dan curah hujan.
Meskipun curah hujan besar tetapi lerengnya curam, ditutupi material impermeabel,
persentase air mengalir di permukaan lebih banyak daripada meresap ke bawah.
Sedangkan pada curah hujan sedang, pada lereng landai dan permukaannya permiabel,
persentase air yang meresap lebih banyak. Sebagian air yang meresap tidak bergerak
jauh karena tertahan oleh daya tarik molekuler sebagai lapisan pada butiran-butiran
tanah. Sebagian menguap lagi ke atmosfir dan sisanya merupakan cadangan bagi
tumbuhan selama belum ada hujan (Anonim1, 2009).

Beberapa permukaan buangan alami yang cukup luas yang mengalirkan ke


anak sungai kecil juga bisa disebut mata air. Mata air juga merupakan buangan dari
samudera, danau dan sungai.

3
Gambar 1. Pemandian Wisata Mata Air Blue Lagoon Yogyakarta

2.2. Klasifikasi Mata Air

Mata air dapat diklasifikasikan dengan banyak jalan. Klasifikasi bisa


berdasarkan besaran debit, jenis akuifer, karakteristik kimia dan temperature air tanah,
arah migrasi air tanah, topografi dan konsisi geologi (Davis Dan De Wiest, 1966).

Prinsip dasar yang menentukan debit mata air adalah permeabilitas akuifer,
daerah tangkapan ke akuifer dan jumlah tangkapan. Tingkat permeabilitas yang tinggi
memberikan volume air yang besar menjadi terpusat pada daerah yang kecil. Pada mata
air, beberapa akuifer memiliki debit yang agak besar, tetapi permeabilitasnya terlalu
rendah sehingga tekanan air ke permukaan yang luas lebih kuat.

Fluktuasi harian debit mata air kecil biasanya disebabkan karena penggunaan
air untuk vegetasi. Mata air akan mengalir dengan kuat antara tengah malam dan pagi
hari, tetapi bisa kering selama seharian. Debit mata air ini akan kembali tetap selama
musim dingin ketika transpirasi akan berhenti.

2.3. Proses Pembentukan dan Tipe Batuan Mata Air


Mata air, sejatinya merupakan sumber air yang berasal dari luar bumi,
kemudian masuk ke dalam bumi, dan keluar lagi menjadi sesuatu yang baru. Terjadinya
mata air ini tidak lepas dari peranan air yang terdapat di permukaan bumi, baik berupa

4
air yang mengalir maupun air hujan yang jatuh membasahi permukaan Bumi. Air yang
berada di permukaan Bumi tersebut akan meresap ke dalam tanah dan menjadi air
tanah. Kemudian air tanah tersebut akan memancar atau menyembur ke permukaan
Bumi melalui akuifer dan semburan inilah yang dinamakan dengan mata air. Sehingga
secara garis besar,
Proses terjadinya mata air ini terdiri atas tiga tahap, yakni air permukaan,
kemudian menjadi air tanah, dan yang terakhir adalah air yang memancar dari dalam
tanah.

Gambar Proses Pembentukan Mata Air

1. Air permukaan – merupakan air yang berada di permukaan Bumi. Air


permukaan ini bisa berasal dari beberapa sumber air yang mengalir maupun
tidak mengalir seperti sungai, danau, rawa, laut, dan lain sebagainya, namun
bisa juga berasal dari hujan yang. Hujan yang turun ini juga akan sampai ke
permukaan bumi dan terkadang membentuk suatu genangan air tertentu jika
hujan yang turun lebat. Air yang ada di permukaan Bumi inilah yang nantinya
akan membentuk suatu mata air.
2. Meresap ke dalam tanah – Proses yang selanjutnya yakni air permukaan
tersebut akan meresap ke adalam tanah melalui celah- celah yang ada. Air

5
permukaan yang amsuk ke dalam tanah ini dinamakan air tanah. Air tanah
inilah yang merupakan sumber air yang ada di bawah tanah yang sifatnya sangat
penting. Air tanah ini juga masih bisa mengalir, yakni melalui retakan dan celah
di dalam tanah yang berupa celah kecil hingga gua bawah tanah. Air tanah
sebelum memancar ke permukaan pun sudah mempunyai banyak fungsi bagi
kehidupan manusia dan juga makhluk hidup lainnya, seperti bagi bidang
pertanian, perkebunan, dan lain sebagainya
3. Memancar ke permukaan – Proses selanjutnya yakni memancar ke permukaan.
Air tanah yang pada mulanya berada di dalam tanah tersebut karena beberapa
hal akan muncul ke permukaan melalui akuifer- akuifer yang ada. Sebab
memancarnya air tanah dari dalam menuju ke permukaan Bumi karena
diakibatkan oleh terbatasnya akuifer, dan juga karena permukaan air tanah
berada di elevasi yang lebih tinggi dari tempat keluarnya air . Sehingga di
permukaan Bumi akan terlihat air yang memancar dari dalam tanah. Inilah yang
disebut dengan mata air.
Salah satu wilayah yang mempunyai potensi mata air besar adalah wilayah
lereng gunungapi. Pada gunungapi strato muda, umumnya mempunyai pola persebaran
mataair yang melingkari badan gunungapi membentuk pola seperti sabuk, yang biasa
disebut sabuk mataair (spring belt). Hal ini merupakan gejala pemunculan mataair
yang khas dan umum terdapat pada gunungapi strato di Indonesia, khususnya di Pulau
Jawa. Pada ketinggian-ketinggian tertentu terdapat jalur mataair (spring belt) yang
berkaitan dengan sifat orohidrologinya, juga berkaitan dengan perubahan lereng yang
diakibatkan oleh perubahan struktur batuan pembentuknya (Purbohadiwidjojo, 1967).
Aktivitas gunungapi pada Zona depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda
umumnya menghasilkan batuan berkomposisi andesit sampai basalt, baik berupa
batuan lepas dalam bentuk rempah-rempah gunungapi berbutir halus sampai kasar
(piroklastik), maupun batuan padu dalam bentuk aliran maupun kubah lava
(Pannekoek, 1949).
Pengendapan material pada akhirnya membentuk akuifer yang mempunyai
porositas dan permeabilitas tinggi, khususnya pada morfologi lereng gunungapi hingga

6
dataran fluviovulkanik. Hal ini lebih didukung lagi oleh adanya curah hujan yang jatuh
di atas bentang lahan cukup tinggi. Persebaran mataair dengan berbagai debit aliran
terdapat pada tubuh gunungapi bagian tengah (lereng gunungapi) hingga bawah (kaki
gunungapi), dengan tempat pemunculan kurang lebih bersesuaian dengan tempat
terjadinya perubahan kemiringan lereng (break of slope), yang mengindikasikan
perubahan tingkat kelulusan batuan (Purbohadiwidjoyo, 1967).

Pola agihan mataair pada setiap morfologi


Di wilayah lereng Gunungapi umumnya terbagi menjadi 3 (tiga) satuan
pemunculan mataair, yaitu satuan mataair pada volcanic slope, satuan mataair volcanic
foot, dan satuan mataair volcanic foot plain. Pada satuan volcanic slope, keluarnya
mataair disebabkan oleh kemiringan lereng yang cukup besar, sehingga air hujan hanya
dapat merembes (infiltrasi) masuk ke dalam formasi piroklastis di atas formasi lava
flow yang kedap air. Mataair yang muncul di daerah ini selain tergantung luas hutan
sebagai penahan air hujan, juga tergantung lapisan tanah yang umumnya sangat tipis
yang terbentuk karena pelapukan piroklastis atau aliran-aliran lava yang telah
mengalami pelapukan.
Debit mata air pada satuan ini relatif kecil, kecuali adanya rekahan
(fracture) pada lava flow yang bergabung menjadi aliran yang cukup besar dan
muncul di ujung volcanic slope atau bahkan di satuan volcanic foot. Pada satuan
volcanic plain juga banyak dijumpai mataair sebagai akibat perbedaan kemiringan
karena perubahan morfologi akibat perubahan tekstur batuan yang kasar ke tekstur
halus.
Ardina (1985) menjelaskan tentang hubungan antara litologi (gunungapi tua,
gunungapi muda, batugamping tua, dan batugamping muda) dengan debit matair yang
keluar dari masing-masing formasi batuan tersebut. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa pada formasi gunungapi tua memberikan nilai korelasi sebesar
0,90 terhadap debit mataair, sedangkan pada gunungapi muda memberikan korelasi
sebesar 0,95 terhadap debit mataair. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua umur

7
batuan gunungapi, maka semakin kecil pengaruhnya terhadap debit mataair yang
muncul.
Hal ini dapat terjadi karena dalam perkembangannya semakin tua umur batuan
gunungapi, maka proses pemadatan dan perekatan berjalan lebih intensif yang
menyebabkan rongga antar butir menjadi kecil, sehingga nilai kesarangan dan
kelulusannya juga kecil. Oleh karena itu debit mataairnya juga akan lebih kecil
dibandingkan dengan debit mataair pada formasi gunungapi muda.
Pada formasi batugamping umur Miosen memiliki debit mataair yang lebih
besar dari pada batugamping yang berumur Pliosen. Hal ini dikarenakan perkembangan
batugamping Miosen mengalami proses pelarutan yang lebih intensif, sehingga
berakibat pada nilai kelulusan yang lebih besar dengan bertambahnya umur
batugamping, akibatnya debit mataair yang muncul melalui zona pelarutan tersebut
juga akan bertambah besar pula.
Curah hujan merupakan hal pokok yang berkaitan dengan keterdapatan mataair
di suatu daerah, tetapi dengan litologi yang berbeda suatu daerah akan memiliki debit
mataair yang berbeda dengan daerah lainnya. Bahkan di suatu daerah yang mempunyai
curah hujan yang lebih tinggi dapat memiliki rata-rata debit mataair yang lebih rendah
(sedikit) apabila litologinya tidak mendukung. Daerah dengan curah hujan dan litologi
sama, seperti pada gunungapi muda, dapat memiliki debit mataair yang berbeda, karena
susunan kimia batuannya yang berbeda (Ardina, 1985).
Abdulrahman (1990) melakukan penelitian mataair pada suatu daerah vulkanik
yang tersusun atas beberapa formasi batuan berumur Kuarter dan Tersier. Umur batuan
ini berpengaruh terhadap air yang dikandungnya, bahwa semakin tua umur batuan
maka debit mataair umumnya makin kecil. Daerah yang tersusun oleh batuan vulkanis
memiliki jauh lebih banyak mataair daripada yang berbatuan lain. Pada batuan yang
berumur Kuarter terdiri atas material lepas dari hasil erupsi gunungapi berupa pasir dan
kerikil, yang memungkinkan dijumpainya airtanah tertekan.
Pergerakan airtanah pada berbagai tempat akan mengakibatkan airtanah keluar
ke permukaan bumi sebagai mataair (spring) ataupun rembesan (seepage) dengan debit
yang bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik dan persebaran

8
mataair antara lain: perubahan morfologi lereng, proses geomorfologis, jenis batuan,
dan struktur geologis penyusunnya. Perubahan morfologi yang ditandai oleh adanya
tekuk lereng atau pemotongan topografi, akan menyebabkan pemunculan aliran
airtanah dari dalam akuifer ke permukaan bumi, baik secara terpusat maupun
rembesan.
Perlapisan antara batuan yang bersifat porous, seperti bahan-bahan piroklastis
atau bahan-bahan aluvium di bagian atas, dengan batuan yang bersifat kedap air, seperti
batuan beku di bagian bawah yang relatif kompak, juga akan menyebabkan
mengalirnya airtanah melalui batas perlapisan tersebut, dan muncul sebagai mata air
kontak. Demikian juga kedudukan antara satu perlapisan batuan dengan perlapisan
yang lain, dan struktur geologis yang menyusunnya, seperti patahan, retakan, maupun
perlipatan, merupakan faktor lain pengontrol pemunculan dan pola sebaran mata air.
Pemunculan mata air di suatu tempat, juga tidak terlepas dari kedudukan lokasi
itu sendiri, kaitannya dengan tenaga gravitatif yang mempengaruhinya maupun energi-
energi lain, seperti tekanan hidrostatis yang kuat akibat struktur perlapisan batuan yang
sangat tebal (geyser), atau akibat dorongan energi magma pada daerah vulkanik.
Proses-proses geomorfologis yang bekerja pada suatu daerah, sangat
menentukan dinamika bentang lahan di wilayah tersebut. Hal ini secara langsung
maupun tidak langsung, dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi
keberadaan dan karakteristik mataair di daerah tersebut. Untuk mempelajari
karakteristik dan pola agihan mataair, dapat digunakan pendekatan hidrogeomorfologi.
Artinya bahwa dengan mempelajari kondisi geomorfologi di suatu daerah, maka dapat
diperkirakan dan dianalisis secara baik tentang karakteristik, persebaran, dan dinamika
pemunculan mataair.
Munculnya mata air di daerah vulkanik lebih disebabkan oleh tenaga dari dalam
bumi, sebagai mataair non gravitasi. Pada daerah yang berumur Kuarter terdiri atas
material lepas hasil erupsi gunungapi berupa pasir dan kerikil, dan kemungkinan
mempunyai air tanah tertekan, sehingga terdapat akumulasi air yang muncul secara
melimpah ke permukaan berupa mataair.

9
2.4. Tipe Mata Air
Mata air merupakan salah satu sumber air yang tidak hanya mempunyai satu
macam karakteristik, atau bersifat umum (semua mata air sama). Mata air ini
keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti kondisi morfologi,
struktur geologi, litologi, dan juga tata guna lahan setempat.

Gambar Tipe Mata Air Secara Garis Besar


Secara umum jenis mata air ini dilihat dari beberapa klasifikasi, yakni:
1. Dilihat dari proses pembentukannya, mata air dibagi menjadi:
 Mata air depersi (depresion spring), yakni merupakan mata air yang
pembentukannya dikarenakan oleh adanya permukaan tanah yang memotong
muka air tanah.
 Marta air rekahan/ struktur sesar (fracture/ fault spring), yakni mata air yang
muncul dari struktur rekahan atau jalur sesar.
 Mata air kontak (contact spring), yakni mata air yag muncul pada kontak batuan
tersier (impermable) dan batuan kuarter (permable).

2. Dilihat dari sifat pengalirannya, mata air dibagi menjadi:


 Mata air periodik, yakni mata air yang mengeluarkan air hanya pada periode
tertentu saja.
 Mata air musiman, yakni mata air yang mengeluarkan airnya pada musim-
musim tertentu saja. Mata air ini sangat bergantung pada curah hujan.

10
 Mata air menahun, yakni mata air yang mengeluarkan airnya sepanjang tahun.
Mata air ini tidak dipengaruhi oleh curah hujan.

3. Dilihat dari suhunya, mata air dibagi menjadi:


 Mata air dingin, yakni mata air yang mempunyai air bersuhu rendah. Biasanya
mata air ini berasal dari pencairan salju atau es.
 Mata air normal, yakni mata air yang airnya mempunyai suhu normal dan
hampir sama dengan suhu udara sekitarnya.
 Mata air panas, yakni mata air yang airnya mempunyai suhu yang lebih tinggi
daripada suhu di sekitarnya.

4. Berdasarkan tenaga penyebabnya, mata air dibagi menjadi:


 Mata air vulkanis
 Mata air celah

5. Dilihat dari tipe material yang membawa air, mata air dibedakan menjadi:
 Mata air air yang kemunculannya dari material- material yang lulus air.
 Mata air yang muncul pada perselingan batuan lulus dan kedap air.
 Mata air yang kemunculannya dari saluran pelarutan
 Mata air yang muncul dari retakan batuan.
 Mata air pada lava.

2.4. Konservasi Mata Air

Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai banyak manfaat untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3
dijelaskan bahwa sumber daya air merupakan bagian dari kekayaan alam yang dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Konservasi sumber daya air adalah usaha untuk memelihara keberadaan, sifat
dan fungsi, serta keberlanjutan sumber daya air supaya senantiasa tersedia dalam

11
kualitas dan kuantitas yang memadai guna memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik
di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Beberapa tujuan konservasi
sumber daya air adalah :

1. Pencegahan terhadap bencana banjir dan kekeringan, Banjir yang sering terjadi
di Indonesia sebagian besar disebabkan karena sungai dan saluran- saluran air
(drainase) tidak mampu menampung air hujan yang sangat deras pada musim-
musim penghujan. Tingginya curah hujan tidak diimbangi dengan penyerapan
air sehingga menyebabkan banjir air. Penyerapan air menjadi tidak optimal
dikarenakan hutan telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian.

2. Pencegahan terhadap kerusakan bantaran sungai, erosi oleh air dan perilaku
buruk masyarakat dalam membuang sampah dapat menyebabkan kerusakan
pada bantaran sungai. Kerusakan bantaran sungai tersebut akan mempengaruhi
ketersediaan sumber daya air. Oleh sebab itu, perlu dilakukan konservasi untuk
menjaga kelestarian air sungai.
3. Pencegahan erosi dan sedimentasi, erosi adalah proses pengikisan permukaan
bumi yang disebabkan oleh beberapa tenaga alam, salah satunya
adalah pengikisan oleh air. Sedangkan sedimentasi adalah proses pengendapan
tanah. Erosi tanah dan sedimentasi ini banyak dipengaruhi oleh air sehingga
pencegahannya berhubungan dengan konservasi atau pengelolaan sumber daya
air.

Untuk menyelamatkan sumber air semua stakeholder harus dilibatkan baik


pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta. Aparat pemerintah (Dinas, Balai,
Lembaga, Kantor, aparat Kecamatan, aparat Desa), Perum Perhutani, masyarakat dan
swasta harus mempunyai kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap penyelamatan
dan pelestarian sumber air. Hal ini disebabkan sumber air merupakan satu system yang
terpadu antara hulu dan hilir, antara hutan dan tanah, antara debit dan laju infiltrasi
sehingga perlu penanganan yang menyeluruh. Upaya penyelamatan sumber air dalam
jangka pendek adalah :

12
- Mengatur penggunaan sumber air secara optimal agar tidak terjadi tumpang
tindih berbagai kepentingan.
- Pembuatan Broncaptering (kolam penangkap air).
- Penghijauan dengan tanaman keras pada radius 100 meter dari mataair.
- Pembuatan sarana mandi dan cuci di hilir mataair pada jarak yang aman,
minimal 50 meter sebelah hilir mataair.
- Setiap pipa pengambilan air dari mataair diharuskan dari tampungan (ground
reservoir), bukan langsung dari Broncaptering.

Pembuatan kolam resapan di daerah hulu pada mataair yang neracanya defisit.
Melestarikan sumber air berarti menjaga suplai air dari daerah isian (recharge area)
sampai mata air atau daerah lepasan (discharge area) dalam waktu yang lama dan
berkesinambungan termasuk menjaga kelestarian hutannya/vegetasinya. Upaya
konservasi mataair jangka panjang harus dilakukan dalam kerangka konservasi holistik
yang tentunya terkait dengan tanah dan vegetasinya, adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut :

- Konservasi mata air dapat dilakukan secara mekanik, kimia atau biokimia
terhadap tanah dan air secara terpadu.
- Penanganan limbah secara benar harus dilakukan untuk mengurangi
dampaknya terhadap pencemaran sumber air.
- Pembinaan secara berkala dan berkesinambungan dilakukan oleh pemerintah
maupun swasta terhadap masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian
sumber air, sehingga diharapkan pemanfaatan lahan di daerah isian lebih
memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya serta kelestarian kawasan
lindung terjaga.
- Pihak pemerintah sebagai eksekutif harus mampu menegakkan peraturan dan
konsisten, setiap pelanggaran harus diberikan sanksi yang tegas dan tanpa
kompromi.

13
- Sosialisasi penyelamatan sumber air ke masyarakat dikaitkan dengan program
PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) yang dilakukan Perhutani
dan di beberapa tempat sudah berhasil.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Mata air ataupun spring water merupakan salah satu sumber daya air tanah yang
perlu dijaga. Mata air yang berasal dari air tanah merupakan salah satu sumber air
bersih yang tersedia. Pembentukannya dapat terjadi karena adanya lapisan akuifer yang
mampu menampung dan meloloskan air. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk
konservasi mata air, baik itu secara mekanik, kimiawi maupun secara biologis.
Pemanfataan mata air selain sebagai kebutuhan air bersih juga dimanfaatkan sebagai
sumber pariwisata.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, 1990. Studi Hidrologi Mataair di Kabupaten Kuningan Jawa Barat.


Skripsi. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Karmono dan Joko Cahyono, 1978. Pengantar Penentuan Kualitas Air. Serayu Valley
Project NUFFIC, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.
Kodoatie, J Robert, 2012. Tata Ruang Air Tanah. Penerbit Andi, Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai