Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi kelopak mata (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,2
Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor
lingkungan lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan
permukaan mata yang penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan
materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara
tetap membilas air mata ke duktus air mata.Air mata mengandung substansi
antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan IgA).Agen infeksi tertentu
dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan memicu reaksi
peradangan sehingga timbul gejala klinis konjungtivitis. 1,2,3
Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di
Indonesia maupun di seluruh dunia.Karena begitu umum dan banyak kasus yang
tidak dibawa ke perhatian medis, statistik yang akurat pada frekuensi penyakit tidak
tersedia.Pada penelitian di Philadelphia, 62% dari kasus konjungtivitis penyebabnya
adalah virus. Sedangkan di Asia Timur, adenovirus dapat diisolasi dari 91,2% kasus
yang didiagnosa epidemic keratoconjunctivitis. Infeksi virus sering terjadi pada
epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi militer.3
Gejala klinis konjungtivitis virus dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Manifestasi konjungtivitis virus beragam dari mulai gejala yang ringan dan sembuh
sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.Umumnya pasien datang
dengan keluhan mata merah unilateral yang dengan segera menyebar ke mata lainnya,

1
muncul sekret berwarna bening, bengkak pada palpebra, pembesaran kelenjar
preaurikuler, dan pada keterlibatan kornea dapat timbul nyeri dan fotofobia. Terdapat
pula gejala-gejala khas pada tipe virus tertentu yang akan dibahas kemudian.1,2
Diagnosis konjungtivitis virus ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang mendukung. Anamnesis yang
teliti mengenai keluhan utama dan riwayat terdahulu disertai adanya gejala klinis
yang sesuai biasanya sudah dapat mengarahkan pada diagnosis konjungtivitis virus.
Pemeriksaan sitologi maupun biakan dari kerokan konjungtiva maupun sekret dapat
membantu membedakan agen penyebab konjungtivitis. Pemeriksaan serologi juga
dapat membantu membedakan tipe-tipe virus penyebab konjungtivitis.
Konjungtivitis virus harus dibedakan dengan penyebab mata merah yang lain seperti
konjungtivitis oleh bakteri/alergi, keratitis, uveitis, dan glaucoma akut.1,2
Penatalaksanaan konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan
terapi simptomatis, belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan
antiviral. Umumnya mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan
pelembab. Kompres dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat membantu
kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis
viral harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.1,2

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kalase’rena
No.RM : 49 97 81
Tgl.Pemeriksaan : 29 Maret 2018
Tempat Pemeriksaan : RS. Syech Yusuf

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : mata merah pada kedua mata
2. Anamnesis Terpimpin:
seorang laki – laki datang ke poli mata dengan keluhan mata merah
pada kedua mata yang dialami sejak 1 minggu yang lalu, selain itu pasien
juga mengeluh juga sering keluar air matanya, disertai juga dengan
keluhan nyeri (+), pasien juga merasa gatal pada kedua mata, dan jika
gatal pasien sering menggosok kedua matanya dan menyebabkan kedua
mata kadang berdarah, pasien tidak mengalami gangguan penglihatan.

3. Riwayat penyakit sistemik :


Tidak ada.

4. Riwayat alergi :
Tidak ada.

3
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak Ada

6. Riwayat Pemakaian Kacamata :


Tidak Ada

7. Riwayat Pengobatan :
Tidak ada

C. STATUS GENERAL
Kesadaran : Kuantitatif = GCS 15, composmentis
Kualitatif = baik, tidak berubah
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit

D. STATUS LOKALISASI OFTALMOLOGIS


1. Pemeriksaan Inspeksi
OD OS
Palpebra Edema (+) Edema (+)
Silia Sekret (+) Sekret (+)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (+)
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Bola Mata Normal Normal
Mekanisme Muskular Normal ke segala arah, Normal ke segala arah
Kornea Tidak Keruh Tidak Keruh
Bilik Mata Depan Kesan normal Kesan normal
Iris Cokelat Cokelat
Pupil Kesan bulat Kesan bulat
Lensa Jernih Jernih

2. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS

4
TIO Tn Tn
Nyeri Tekan (+) (+)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan tonometri
4. Visus
VOD : 20/20
VOS : 20/20
5. Pemeriksaan Slit Lamp
SLODS: Palpebra edem (+), Hiperemis (+), Cilia: sekret (+), Konjungtiva:
Inj.Konjungtiva (+) inj. Perikorneal (+), Kornea: infiltrate di sentral dan
perifer (+) minimal, BMD kesan normal, iris coklat, pupil bulat, lensa
jernih.
6. Pemeriksaan Funduskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi.

E. RESUME
seorang laki – laki datang ke poli mata dengan keluhan mata merah
pada kedua mata yang dialami sejak 1 minggu yang lalu, selain itu pasien juga
mengeluh juga sering keluar air matanya, disertai juga dengan keluhan nyeri
(+), pasien juga merasa gatal pada kedua mata, dan jika gatal pasien sering
menggosok kedua matanya dan menyebabkan kedua mata kadang berdarah,
pasien tidak mengalami gangguan penglihatan. Riwayat sebelumnya (-),
riwayat alergi (-), riwayat trauma (-), riwayat keluarga (-).

F. DIAGNOSIS KERJA
Oculi Dextra Sinistra Epidemic Keratokonjungtivitis

5
G. DIAGNOSIS BANDING
- Uveitis akut
- Glaukoma akut
- Keratitis

H. TERAPI
Medikamentosa
- Acyclovir 4 x 800mg
- Methyl prednisolon 3 x 4 mg
- B Comb C 1 X 1
- Cendo LFX 4 x 1 ODS
- Hyalut 4 x 1 ODS
- Hervis 4 x 1 ODS

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticum : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GAMBARAN MATA

Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia yang secara
konstan menyesuaikan pada jumlah cahaya yang masuk, memusatkan
perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang

6
kontinu yang dengan segera di hantarkan pada otak. Penglihatan pada manusia
melibatkan deteksi gelombang cahaya yang sangat sempit dengan panjang
gelombang sekitar 400 sampai 750 nm. Panjang gelombang terpendek
dipersepsi sebagai warna biru, dan panjang gelombang terpanjang dipersepsi
sebagai warna merah. Mata memiliki fotoreseptor yang mampu mendeteksi
cahaya, tetapi, sebelum cahaya mengenai reseptor yang bertanggung jawab
untuk deteksi ini, cahaya harus difokuskan ke retina ( ketebalan 200 μm) oleh
kornea dan lensa.4

Fotoreseptor bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu sel batang dan sel
konus ( kerucut). Reseptor batang berespons terhadap cahaya remang-remang,
dan reseptor konus berespons dalam keadaan terang dan mampu membedakan
warna merah,hijau, atau biru. Reseptor batang dan konus terdapat di bagian
dalam retina, dan cahaya harus berjalan melalui sejumlah lapisan sel untuk
mencapai fotoreseptor ini. Setiap fotoreseptor memiliki molekul pigmen
visual pigmen-pigmen ini menyerap cahaya dan memicu potensial reseptor
yang tidak seperti sistem reseptor lainnya, menyebabkan hiperpolarisasi sel
dan bukan depolarisasi.5

Lapisan antara permukaan retina dan sel reseptor berisi sejumlah sel
yang dapat dideteksi, yaitu sel bipolar, sel horizontal, sel amakrin, dan sel
ganglion. Sel ganglion adalah neuron yang bisa mentransmisi impuls ke
seluruh sistem saraf pusat (SSP) melalui akson di saraf optikus. Sel-sel ini
tereksitasi oleh interneuron bipolar vertical yang terletak diantara sel reseptor
dengan sel ganglion. Selain itu, struktur kompleks ini juga memiliki dua
kelompok interneuron (sel horizontal dan sel amakrin) yang berfungsi dengan
memberikan pengaruhnya secara horizontal, dengan menyebabkan inhibisi
lateral pada hubungan-hubungan sinaptik disekitarnya yaitu sel horizontal
pada hubungan antara sel resptor dengan sel bipolar, sementara sel amakrin
pada hubungan antara sel bipolar dengan sel ganglion.6

7
Setiap mata mengandung sekitar 126 juta fotoreseptor ( 120 juta
reseptor batang dan 6 juta reseptor konus) dan hanya 1,5 juta sel ganglion. Ini
berarti bahwa terdapat sejumlah besar konvergensi dari reseptor dan sel
bipolar menjadi sel ganglion, tetapi hal ini tidak terjadi secara seragam di
kedua sisi retina. Pada bagian perifer retina, terdapat banyak sekali
konvergensi tetapi, pada daerah dengan ketajaman visual terbesar ( fovea
sentralis ), terdapat hubungan 1:1:1 antara sel reseptor konus tunggal, sel
bipolar tunggal, dan sel ganglion tunggal.Daerah fovea memiliki banyak
sekali reseptor konus dan sangat sedikit reseptor batang, sedang distribusi
reseptor batang dank onus didaerah lain retina lebih merata. Setiap sel
ganglion berespons terhadap perubahan intensitas cahaya dalam daerah retina
yang terbatas, dan bukan terhadap stimulus cahaya yang statis.Area terbatas
ini disebut lapang pandang reseptif sel dan berhubungan dengan kelompok
fotoreseptor yang bersinaps dengan sel ganglion tertentu.Sel ganglion
biasanya aktif secara spontan. Sekitar setengah dari sel ganglion retina akan
berespons terhadap penurunan peletupan (firing) impulsnya jika bagian perifer
lapang pandang reseptifnya di stimulus oleh cahaya, dan meningkatkan laju
peletupannya jika pusat lapang pandang reseptif terkena cahaya (sel pusat-
ON) setengah lainnya dari sel ganglion retina akan meningkatkan laju
peletupannya jika bagian perifer terkena cahaya akan mengurangi laju
peletupannya jika reseptor pusat terstimulasi (sel pusat-OFF). Hal ini
memungkinkan keluaran retina untuk memberi sinyal mengenai keadaan
terang dan gelap relative dari setiap area yang distimulasi dalam lapang
pandang.7

Sel-sel ganglion dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok utama: sel P
dan sel M. Sel P menerima bagian pusat lapang pandang reseptifnya dari satu
atau mungkin dua (tetapi tidak pernah tiga) jenis konus yang spesifik untuk
warna tertentu, sedangkan sel M menerima input dari semua jenis konus. Oleh

8
karena itu, sel M tidak selektif terhadap warna, tetapi sensitif terhadap kontras
dan pergerakan bayangan pada retina.Pembagian sel P dan sel M
tampaknyadipertahankan di keseluruhan jalur visual dan sel-sel ini terlibat
dalam persepsi visual.8

Saraf optikus dari kedua mata bergabung di dasar tengkorak pada


struktur yang disebut kiasma optikum. Sekitar setengah dari setiap serabut
saraf optikus akan menyilang ke sisi kontralateral, sedangkan setengah lagi
tetap di sisi ipsilateral dan bergabung dengan akson-akson yang akan
menyeberang dari sisi lainnya. Akson sel-sel ganglion yang berasal dari regio
temporalis retina mata kiri dan regio nasalis retina mata kanan berlanjut
menjadi traktus optikus kiri, sedangkan akson dari sel-sel ganglion di bagian
nasal mata kiri dan bagian temporal mata kanan berlanjut menjadi traktus
optikus kanan. Neuron yang menyusun traktus optikus akan berhubungan
dengan stasiun penerus (perelay) pertama pada jalur visual ini: badan
genikulatum lateral, kolikulus superior, dan nukleus pretektal di batang otak.
Serabut-serabut ini yang bersinaps di kolikulus superior dan nukleus pretektal
terlibat dalam refleks visual dan respons orientasi.Sejumlah kecil serabut juga
bercabang di titik ini untuk bersinaps dengan nukleus suprakiasma, yang
berhubungan dengan jam tubuh dan ritme sirkadian tubuh. Namun demikian,
sejumlah besar neuron mencapai nukleus genikulatum lateral di talamus.
Setiap nukleus mengandung enam lapisan selular dan informasi dari kedua
mata akan tetap terpisah, setiap kelompok serabut akan bersinaps di tiga
lapisan. Sel ganglion M akan berakhir di dua lapisan bawah (disebut
magnoselular karena sel-sel pada lapisan ini berukuran relatif besar). Sel di
lapisan magnoselular bersifat sensitif terhadap kontras dan pergerakan,
tetapitidak sensitif terhadap warna.Sel ganglion P bersinaps di empat lapisan
atas nukleus genikulatum lateral (dua untuk setiap mata), yang disebut lapisan
parvoselular. Lapisan ini memiliki sel-sel yang relatif kecil, yang

9
mentransmisikan informasi mengenai warna dan detil-detil halus. Serabut
dari nukleus genikulatum lateral akan berjalan ke belakang dan ke atas dalam
suatu berkas (disebut radiasi optikus) melalui lobus pariental dan lobus
temporal ke suatu area di korteks serebri yang disebut korteks visual primer.
Setiap sel korteks akan menerima input dari sejumlah terbatas sel di nukleus
genikulatum lateral, sehingga memiliki lapang pandang reseptifnya sendiri
atau bagian retina yang memberi respons( batang: rodopsin; konus:
eritrolabe(merah), klorolabe (hijau), sianolabe (biru)).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA9

10
1. Kelopak Mata

Kelopak mata atau sering disebut palpebra mempunyai fungsi


melindungi bola mata dari trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya
yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak mata merupakan
pelindung mata yang paling baik dengan membasahi mata dan melakukan
penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar. Kelopak mempunyai
lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada
kelopak mata terdapat beberapa bagian antara lain; kelenjar sebasea,
kelenjar keringat atau kelenjar Moll, kelenjar zeis pada pangkal rambut
bulu mata, serta kelenjar Meibom pada tarsus. Kelopak mata bisa terjadi
kelainan yaitu lagoftalmos (mata tidak menutup bola mata), ptosis
(kelopak mata tidak bisa dibuka).

2. Sistem Lakrimalis

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal


bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli

11
lakrimal, sakus lakrimal yang terletak di bagian depan rongga orbita, air
mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam
meatus inferior.

3. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis


yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
a. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari
palpebra).
b. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola
mata).
c. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan
antara bagian posterior palpebra dan bola mata)
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus.Di tepi superior dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan
melipat berkali-kali.Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar
lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di limbus
(tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),
konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di
bawahnya.Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula)

12
menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan
zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva
palpebra. Tetapi hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan
membentuk lekukan-lekukan.Juga mengandung banyak pembuluh darah.
Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila
terdapat peradangan mata. Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel
konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada
tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea.Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus
dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler
bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa
tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.Hal
ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.Kelenjar airmata asesori (kelenjar
Krause dan Wolfring), yang struktur dan funginya mirip kelenjar lakrimal,
terletak di dalam stroma.Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks

13
atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi
atas tarsus atas.

4. Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan


bentuk pada mata serta bagian putih pada bola mata yang bersama kornea
sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata.Kekakuan tertentu pada
sklera mempengaruhi tekanan bola mata.

5. Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang merupakan selaput bening


mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri dari 5 lapisan. lapisan tersebut antara lain lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman,
stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea juga merupakan lensa cembung
dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika terjadi oedem kornea
akan bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.
a. Lapisan epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, sel muda terdorong
kedepan menjadi lapisan sel poligonal dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran

14
basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan
menghasilkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
c. Jaringan stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur, sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang.
Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang kadang-
kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast yang terletak diantara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descement
Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang bersifat sangat elastis dan tebalnya sekitar 40 μm.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidoson dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal
dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus
berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membran bowman melepaskan selubung schwannya. Bulbus krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

15
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquos dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen
sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitas dan deturgensinya.

6. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi
oleh kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
otomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis)
pupil.
b. Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi
mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk
objek dekat maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri
ataszona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang
merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona posterior yang datar,
pars plana (4 mm).
c. Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sklerayang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar,
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang
terletak di bawahnya.

7. Lensa

16
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9
mm. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya
terdapat vitreous humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat
selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari
permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
8. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan
9. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
humor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput
nervi optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat
seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora
serrata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan
konsistensi mirip gel karena kemampuannya mengikat banyak air.
10. Retina

17
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai
dari sisi luar yang berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
a. Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
b. Fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
c. Membran limitan eksterna
d. Lapisan nukleus luar
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan
e. sel batang.
Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler
koroid.
f. Lapisan pleksiform luar
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel fotoreseptor
dengan sel bipolar dan sel horizontal.
g. Lapisan nukleus dalam
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller
serta didarahi oleh arteri retina sentral.
h. Lapisan pleksiform dalam
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan
sel amakrin dengan sel ganglion.
i. Lapisan sel ganglion
Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
j. Serabut saraf
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
k. Membran limitan interna

18
Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina dan
vitreous humor.

C. DEFINISI DAN ETIOLOGI


Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini
mengacu pada peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang
beragam. Virus merupakan agen infeksi yang umum ditemukan selain
konjungtivitis bakterial, alergi, dan lain-lain.10
Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab
konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis
virus. Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam
faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer
oleh karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya
menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh
HSV tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan konjungtivitis
terutama pada neonatus.10
Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-
zoster (VZV), pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus
(molluskum kontagiosum, vaccinia), serta Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Infeksi oleh pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika
akut yang secara klinis mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih
parah dan hemoragik. Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan
konjungtivitis kronis yang terjadi akibat shedding partikel virus dari lesi
kedalam sakus konjungtiva. Infeksi oleh virus Vaccinia saat ini sudah jarang
ditemukan seiring dengan menurunnya insiden infeksi smallpox. Infeksi HIV
pada pasien AIDS pada umumnya menyebabkan abnormalitas pada segmen
posterior, namun infeksi pada segmen anterior juga pernah dilaporkan.
Konjungtivitis yang terjadi pada pasien AIDS cenderung lebih berat dan lama
daripada individu lain yang immunokompeten. Konjungtivitis juga kadang

19
dapat ditemukan pada periode terinfeksi virus sistemik seperti virus influenza,
Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles, mumps, Newcastle) atau
Rubella.10,11

D. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi
permukaan mata (konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk
bagian dalam palpebra (konjungtiva palpebra). Konjungtiva melekat erat
dengan sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan
kornea. Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang
terdapat pada konjungtiva bertanggung jawab untuk mempertahankan
lubrikasi mata. Seperti halnya membrane mukosa lain, agen infeksi dapat
melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan
gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya
konjungtivitis merupakan proses yang dapat menyembuh dengan sendirinya,
namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan komplikasi yang
berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.10

E. GEJALA DAN TANDA KLINIS


Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang
ringan dan sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.
1. Demam faringokonjungtival
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-
kadang tipe 4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam
38,3 -400C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata.
Folikel sering mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring.
Penyakit ini dapat terjadi bilateral atau unilateral.Mata merah dan berair
mata sering terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun
sedikit kekeruhan di daerah subepitel.Limfadenopati preaurikuler yang

20
muncul tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien
mungkin tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama
(demam, faringitis, dan konjungtivitis).10,13
2. Keratokonjungtivitis epidemika:
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus
subgroup D tipe 8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya
bilateral. Awitan sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang
lain. Mata pertama biasanya lebih parah.Gejala awal berupa nyeri sedang
dan berair mata, diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia,
keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan
edema palpebra, kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam
sering muncul folikel dan perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat
terbentuk pseudomembran ataupun membran sejati yang dapat
meninggalkan parut datar ataupun symblepharon.Konjungtivitis
berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan epitel terjadi di pusat kornea,
menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa disertai parut.10,13
3. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)
Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan
merupakan keadaan luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, disertai sekret mukoid, dan fotofobia.Konjungtivitis
dapat muncul sebagai infeksi primer HSV atau pada episode kambuh
herpes mata.Sering disertai keratitis herpes simpleks, dengan kornea
menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik).Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler namun dapat
juga pseudomembranosa.Vesikel herpes kadang-kadang muncul di
palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra. Nodus
preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk konjungtivitis
HSV.10,13

21
4. Konjungtivitis hemoragika akut
Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe
70 dan kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24.Yang khas pada
konjungtivitis tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48
jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).Gejala dan tandanya adalah rasa
sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,
edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva.Kadang-kadang dapat
timul kemosis.Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus,
namun dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan.Perdarahan berawal
dari konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah.Pada sebagian besar
kasus, didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelia.Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior
dengan gejala demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi melalui
kontak erat dari orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optic yang
terkontaminasi, dan air.1O,13
5. Konjungtivitis virus menahun meliputi:

a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum


Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang
dengan infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak,
berwarna putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul
molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis
superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma.10
b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan
hiperemia dan konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler
sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang
oftalmika.Konjungtivitis yang terjadi umumnya bersifat papiler,

22
namun dapat pula membentuk folikel, pseudomembran, dan vesikel
temporer yang kemudian berulserasi.Pada awal perjalanan penyakit
dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang nyeri
tekan.Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu
mata salah arah.Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian
tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan
parut.Sering timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi
konjungtiva yang jelas (kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi.Lesi
di limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap
vesikel, papula, dan ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi
dan bertambah pembuluh darahnya.10
6. Keratokonjungtivitis morbili.
Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit.Pada
tahap awal konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda
Meyer).Beberapa hari sebelum erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif
dengan sekret mukopurulen. Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit
akan timbul bercak-bercak koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang
pada carunculus. Keratitis epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan
orang tua.10

F. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu
sangat penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada
penyakit ini, pasien akan mengeluhkan gejala-gala yang berkaitan dengan
proses infeksi (bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan
muncul infiltrasi di bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai
keputihan di daerah kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk
sementara waktu. Sebagian dari pasien akan mengalami pembengkakan di

23
daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula). Dokter
bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan
bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane
pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada konjungtiva.13
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis
viral adalah kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan
pada infeksi yang menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi
konjungtiva yang atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan
yang diberikan sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan.Pada
konjungtivitis virus ditemukan sel mononuklear dan limfosit.Inokulasi
merupakan teknik pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab
kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu.
Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan.
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan yang digunakan
untuk mengisolasi virus dan dilakukan pada fase akut.13
1. Konjungtivitis viral akut
a. Demam faringokonjungtiva
Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari
tanda klinis maupun laboratorium. Virus penyebab demam
faringokonjungtiva ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di
identifikasi dengan uji netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit
virus ini dapat di diagnosis secara serologis melalui peningkatan titer
antibodi penetral virus. Namun, diagnosis klinis merupakan diagnosis
yang paling mudah dan praktis. Pada kerokan konjungtiva didapatkan
sel mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan.
b. Keratokonjuntivitis epidemika
Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat
diidentifikasi dengan uji netralisasi. Kerokan konjungtiva

24
menampakkan reaksi radang mononuklear primer. Bila terbentuk
pseudomembran, juga tampak neutrofil yang banyak.
c. Konjungtivitis herpetik
Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama akibat
kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear (karena adanya marginasi
kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan kornea dengan fiksasi
Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak dalam pulasan
giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus memiliki nilai
diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis biasanya
ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan giemsa,
kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.
d. Konjungtivitis New castle
Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan
juga gambaran klinisnya.
e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.
2. Konjungtivitis Viral Kronis
a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang
memenuhi sitoplasma sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster
Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel
palpebranya mengandung sel raksasa dan banyak leukosit
polimorfonuklear, kerokan dari konjungtiva pada varicella dan dari
vesikel konjungtiva pada zooster dapat mengandung sel raksasa dan
monosit
c. Blefarokonjungtivitis campak

25
Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear,
kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan
terpulas giemsa menampilkan sel-sel raksasa

Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan


konjungtivitis yang lain dan penyakit mata merah lainnya terkait dengan
penatalaksanaannya.

G. PENATALAKSANAAN
Masing-masing jenis konjungtiva memberikan gejala klinis yang
berbeda. Penatalaksanaan keratokonjungtivitis tergantung pada berat
ringannya gejala klinik. Pada kasus ringan sampai sedang, cukup diberikan
obat tetes mata tergantung jenis penyebabnya seperti pada
keratokonjungtivitis akibat alergi dapat diberikan anti histamin topikal dan
dapat ditambahkan vasokontriktor, kemudian dilanjutkan dengan stabilasator
sel mast. Pada kasus yang berat dapat dikombinasi dalam pengobatannya
ataupun dilakukan pembedahan.10,13
Pada konjungtivitis virus yang merupakan “self limiting disease”
penanganan yang diberikan bersifat simtomatik serta dapat pula diberikan
antibiotic tetes mata (chloramfenikol) untuk mencegah infeksi bakteri
sekunder. Steroid tetes mata dapat diberikan jika terdapat lesi epithelial
kornea, namun pemberian steroid hanya berdasarkan pengawasan dokter
spesialis mata karena bahaya efek sampingnya cukup besar bila digunakan
berkepanjangan, antara lain infeksi fungal sekunder, katarak maupun
glaucoma.14
primer keratokonjungtivitis epidemika ialah dengan kompres dingin
dan menggunakan tetes mata astrigen. Agen antivirus tidak efektif. Antibiotic
topical bermanfaat untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid topical 3 kali
sehari akan menghambat terjadinya infiltrate kornea subepitel atau jika

26
terdapat kekeruhan pada kornea yang mengakibatkan penurunan visus yang
berat, namun pemakaian berkepanjangan akan mengakibatkan sakit mata yang
berkelanjutan. Pemakaian steroid harus di tapering off setelah pemakaian
lebih dari 1 minggu.15
Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical
tetes mata (misalnya kloramfenikol) yang harus diberikan setiap 2 jam dalam
24 jam pertama untuk mempercepat proses penyembuhan, kemudian
dikurangi menjadi setiap empat jam pada hari berikutnya. Penggunaan salep
mata pada malam hari akan mengurangi kekakuan pada kelopak mata di pagi
hari. Antibiotik lainnya yang dapat dipilih untuk gram negative ialah
tobramisin, gentamisin dan polimiksin; sedangkan untuk gram positif
icefazolin, vancomysin dan basitrasin.16
Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2 jam
saat bangun, atau dapat pula diberikan pilihan antijamur lainnya yaitu
mikonazol, amfoterisin, nistatin dan lain-lain.16
Penanganan keratokonjungtivitis sicca tergantung pada penyebabnya.
Pemberian air mata buatan bila kurang adalah komponen air, pemberian lensa
kontak apabila komponen mucus yang berkurang, dan penutupan punctum
lakrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.16

H. PENCEGAHAN
Konjungtivitis Viral Konjungtivitis virus sangat menular dengan risiko
transmisi sekitar 10%-50%.Virus menyebar melalui jari tangan yang tercemar,
peralatan medis, air kolam renang, atau barang-barang pribadi.Masa inkubasi
diperkirakan 5-12 hari dan menular hingga 10-14 hari.Pada 95% kasus,
aktivitas replikasi virus terlihat sepuluh hari setelah gejala timbul dan hanya
5% kasus yang tampak pada hari ke-16 setelah gejala muncul.Berdasarkan
tingginya angka penularan, maka perlu dibiasakan cuci tangan, desinfeksi
peralatan medis, dan isolasipenderita. Pasien tidak boleh saling bertukar

27
barang pribadi dengan orang lain dan harus menghindari kontak langsung atau
tidak langsung (seperti di kolam renang) selama dua minggu. 10
Cara pencegahan penularan yang paling efektif adalah meningkatkan
daya tahan tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau air mata
pasien, mencuci tangan setelah menyentuh mata pasien sebelum dan sesudah
menggunakan obat tetes mata. Selain itu, hindari penggunaan tetes mata dari
botol yang telah digunakan pasien konjungtivitis virus, hindari penggunaan
alat mandi dan bantal kepala yang sama. Penggunaan kaca mata hitam
bertujuan mengurangi fotofobia, namun tidak bermanfaat mencegah
penularan.10

I. KOMPLIKASI
Kebanyakan konjungtivitis dapat sembuh sendiri, namun apabila
konjungtivitis tidak memperoleh penanganan yang adekuat maka dapat
menyebabkan komplikasi:

1. Blefaritis marginal hingga krusta akibat konjungtivitis akibat


staphilococcus
2. Jaringan parut pada konjungtiva akibat konjungtivitis chlamidia pada
orang dewasa yang tidak diobati adekuat
3. Keratitis punctata akibat konjungtivitis viral
4. Keratokonus (perubahan bentuk kornea berupa penipisan kornea sehingga
bentuknya menyerupai kerucut) akibat konjungtivitis alergi.

5. Ulserasi kornea marginal, perforasi kornea hingga endoftalmitis dapat


terjadi pada infeksi N. gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitidis, H.
aegypticus, S. aureus dan M. catarrhalis.
6. Pneumonia terjadi 10-20 % pada bayi yang mengalami konjungtivitis
chlamydia
7. Meningitis dan septikemia akibat konjungtivitis yang diakibatkan
meningococcus.10

28
J. PROGNOSIS
Prognosis pada kasus keratokonjungtivitis tergantung pada berat
ringannya gejala klinis yang dirasakan pasien, namun umumnya baik terutama
pada kasus yang tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea.13

BAB IV
PENUTUP

29
Konjungtivitis viral merupakan penyakit mata merah yang sering dijumpai.
Gejala umumnya ringan, dapat sembuh sendiri dan tidak disertai penurunan tajam
penglihatan sehingga dapat ditatalaksana di pelayanan kesehatan primer.
Konjungtivitis viral biasanya akan sembuh sendiri, namun pemberian kompres
dingin, air mata artifisial dan antihistamin topikal berguna untuk meredakan gejala.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kasus yang bersifat mengancam penglihatan
sehingga pasien perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau dokter spesialis mata.
Konjungtivitis viral sangat menular sehingga pasien perlu mendapat edukasi untuk
mengurangi kontak langsung dan tidak langsung agar tidak menjadi sumber infeksi
bagi lingkungannya.
Konjungtivitis adalah inflamasi jaringan konjungtiva yang dapat disebabkan
oleh invasi mikroorganisme, reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di
konjungtiva. Pasien biasanya mengeluh mata merah, edema konjungtiva dan keluar
sekret berlebih. Gejala tersebut terjadi akibat dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan
eksudasi.
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis
infeksi dan noninfeksi. Pada konjungtivitis infeksi, penyebab tersering adalah virus
dan bakteri, sedangkan pada kelompok non-infeksi disebabkan oleh alergi, reaksi
toksik, dan inflamasi sekunder lainnya. Konjungtivitis juga dapat dikelompokkan
berdasarkan waktu yaitu akut dan kronik. Pada kondisi akut, gejala terjadi hingga
empat minggu, sedangkan pada konjungtivitis kronik, gejala lebih dari empat minggu.
Konjungtivitis sering terjadi bersama atau sesudah infeksi saluran napas dan
umumnya terdapat riwayat kontak dengan pasien konjungtivitis viral. Penyebaran
virus umumnya terjadi melalui tangan, peralatan mandi yang digunakan bersama,
bantal kepala yang digunakan bersama atau kontak dengan alat pemeriksaan mata
yang terkontaminasi

30
Konjungtivitis viral merupakan penyakit mata merah yang paling sering
dijumpai di masyarakat dan praktik dokter sehari-hari. Pada populasi dewasa, 80%
kasus konjungtivitis akut disebabkan oleh virus. Gejala konjungtivitis viral biasanya
ringan, dapat sembuh sendiri dan tidak disertai penurunan tajam penglihatan sehingga
dapat ditatalaksana di pelayanan kesehatan primer. Meskipun demikian, terdapat
kasus yang bersifat mengancam penglihatan sehingga perlu segera dirujuk ke rumah
sakit atau dokter spesialis mata untuk tata laksana lebih lanjut. Konjungtivitis viral
sangat menular sehingga pasien perlu mendapat edukasi agar tidak menjadi sumber
infeksi bagi lingkungannya.

31

Anda mungkin juga menyukai