BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui praktek transplantasi organ di dunia pada umumnya dan praktek
transplantasi organ di Indonesia pada khususnya dilihat dari sudut dilema etik.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian transplantasi organ
2. Mengetahui Klasifikasi transplantasi organ
3. Mengetahui penyebab transplantasi organ
4. Mengetahui transplantasi organ dari segi agama
5. Mengetahui transplantasi organ dari segi hukum
6. Mengetahui transplantasi organ dari segi etika keperawatan
7. Mengetahui transplantasi organ dari segi norma masyarakat
D. Manfaat
1. Bagi penulis :
1. Makalah ini disusun sebagai syarat mengikuti Ujian Tengah Semester
2. Sebagai sarana memperluas wawasan mengenai transplantasi organ
2. Bagi Pembaca :
Sebagai sarana mengetahui apa itu transplantasi organ
BAB II
KONSEP
C. Penyebab Transplantasi Organ
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1. Eksplantasi : usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hiudp atau yang sudah
meninggal.
2. Implantasi : usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi, yaitu :
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan atau organ. (anonim,2006)
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau organ tubuh
baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk
berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau
dari jenazah orang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak.
Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah
(tranfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah : jantung, hati, ginjal, kornea,
pancreas, paru-paru dan sel otak.
c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa
jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan
tertentu.
e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk
menggantikan alat dan jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
f. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain
untuk keperluan kesehatan.
g. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yag berwenang
bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung seseorang telah berhenti.
2. Pasal 10
Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-
ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan
persetujuan tertulis penderita dan keluarga yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.
3. Pasal 11
a. Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk
oleh mentri kesehatan.
b. Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
4. Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkut paut medic dengan
dokter yang melakukan transplantasi.
5. Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan dua
orang saksi.
6. Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata
dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga
terdekat.
7. Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh
calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan
kemungkinan yang dapat terjadi . dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon
donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
8. Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.
9. Pasal 17
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan
dari luar negri
Adalah orang memberikan jaringan atau organnya kepada orang lain (resipien). Sebelum
memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang
dihadapi, baik di bidang medis, pembedaan maupun resiko untuk pembedahannya lebih lanjut
sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi
donor, seseorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan emosi harus
sudah difikirkan olehdonor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2. Jenazah dan Donor Mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh-
sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia
telah meninggal. Kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila
sebelum meninggal donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.
3. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin ataupun tekanan psikis dan emosi di
kemudian hari. Dari keluarga resipien sebenarnya hanya dituntut suatu pengargaan kepada
donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk
mencegah timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
4. Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain. Pada dasarnya, seorang
penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup
atau meringankan penderitanya. Seorang resipien harus benar-benar mengerti semua hal yang
dijelaskan olah tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat
memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resipien. Akan tetapi, is harus menyadari bahwa
hasil transplantasi terbatas dan ada keungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia
menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan
orang banyak di masa yang akan datang.
5. Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat persetujuan dari
donor, resipien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal-hal yang
mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di
kemudian hari dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-
pertimbangan kepentingan pribadi.
6. Masyarakat
BAB III
ARTIKEL
Kasus 3 : Transplantasi Dua Organ Tubuh Bisa Perpanjang Hidup Pengidap Diabetes
Lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes. Kasus terbanyak terjadi di India,
Tiongkok dan America. Penyakit tersebut bisa menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Tetapi
transplantasi dua organ tubuh dipercaya bisa dapat memperpanjang harapan hidup para pengidap
diabetes.
Suatu hari pukul 05.30 waktu setempat di ruang bedah Rumah Sakit Barnesh-Jewish di St Louis, Dokter
Jason Wellen yang tengah melakukan pembedahan, menunjuk ke rongga perut pasiennya yang di
bedah dan pankreasnya yang baru di transplantasi. Sang pasien bernama Tiffany Buchta. Ia mengidap
diabetes tipe 1 dan didiagnosa ketika berusia 15 tahun.
Dikenal sebagai diabetes usia remaja, diabetes tipe 1 ini terjadi ketika system imunitas
menyerang dirinya sendiri, menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin di dalam pancreas.
Sekitar 10 persen penderita sakit gula mengidap diabetes tipe 1. Penyebab pasti diabetes tipe ini tidak
diketahui tetapi para periset meyakini kombinasi factor genetic dan lingkungan hidup adalah
penyebabnya. Berbeda dengan penderita diabetes tipe 2 yang seringkali mengontrol penyakit mereka
dengan diet, olah raga dan obat-obatan yang diminum. Orang yang diabetes tipe 1 membutuhkan
suntikan insulin untuk bertahan hidup. Belum lagi diabetes bisa berakibat buruk pada ginjal.
Tiffany mengatakan “Sekitar tiga atau empat athun lalu ginjal saya hanya berfungsi 45 persen
dan saya tidak menyadari ini bias terjadi begitu cepat”.
Hal itu terjadi ketika ia berusia 30-an. Oktober tahun lalu, Butcha mengalami gagal ginjal. Tiga kali
seminggu ia harus pergi ke klinik setempat. Disna selama 3,5 jam ia terhubung dengan mesin dialysis.
Mesin tersebut mencuci darahnya. Pekerjaan yang tidak lagi bias dilakukan ginjalnya. Lalu Butcha
ditawari transplantasi. Tidak hanya ginjal baru tapi juga pancreas baru.
Dr. Wellen menjelaskan “Jika saya hanya memberi transplantasi ginjal kepada penderita
diabetes tipe 1, lama kelamaan waktu diabetes mereka akan menyerang ginjal baru tersebut seperti
yang terjadi pada ginjal mereka sendiri. Jadi, dengan menawarkan mereka transplantasi ginjal dan
pancreas dari donor yang sama, kita tidak hanya meningkatkan secara drastic kualitas hidup mereka.
Gula darah mereaka menjadi normal dan tidak lagi membutuhkan insulin serta membuat ginjal itu
lebih tahan lama”.
Dengan pancreas dan ginjal baru dari sang donor yaitu korban kecelakaan mobil usia 23 tahun,
Butcha kemungkinan akan hidup lebih lama. “Pembedahan ini akan memberinya harapan hidup
sekitar 85 persen. Jadi dari harapan hidup 30 persen menjadi 85 persen ini merupakan perbedaan
yang sangat besar”, demikian tambah Dr. Wellen dan bagi Tiffany Butcha, kini ia bisa hidup normal
lagi.
Kasus 6 : Angky Camaro (Direktur PT. Indofood Sukses Makmur Tbk) Melakukan Transplantasi
Ginjal
Komisaris PT. HM Sampoerna, direktur PT Indofood Sukses Makmur yang juga komisaris PT
Indomobil Tbk, Angky Camaro semula tidak pernah menyadari bahwa ia terkena ginjal. Bahkan
penyakit diabetes yang menjadi penyebab rusaknya ginjalnya pun tak ia sadari. Hingga pada April
tahun 2005, dimana pantatnya tiba tiba abses (bengkak) dan bernanah. Buntutnya ia pun harus
dioperasi dan saat operasi yang pertama itulah baru ia tahu bahwa creatinine atau kreatini (zat racun)
didalam tubuhnya sudah mencapai 350 (3,5) dan gulanya 500. Dan sejak saat itu meski sudah diet
kretininnya ternyata terus naik, termasuk berat badannya juga terus naik. Angky juga mengalami dua
hal pembedahan lagi yaitu pada tahun Oktober dan November 2007, karena selangkangannya abses
dan bernanah. Puncaknya pada saat 12 Mei 2008 kreatinin sudah mencapai 810. Dan saat itulah dr
Gordon Ku dari RS Mount Elisabeh, Singapore memerintahkan untuk transplantasi ginjal atau cuci
darah.
Waktu dr Gordon Ku bilang Angky harus melakukan transplant atau cuci darah. Akhirnya Angky
memutuskan untuk transplantasi. Masalahnya kalau cuci darah seminggu tiga kali dan sekali cuci
darah butuh waktu empat jam. Waktu itu dr Gordon merekomendasikan dua tempat yang
memungkinkan Angky bisa transplant, yaitu di Filipina atau Tiongkok. Angky memilih untuk
transplantasi di Tiongkok.Tanggal 23 Mei sebetulnya sudah ada orang Angky (Channel) yang bilang
Angky bisa ke Tiongkok karena seminggu lagi sudah ada ginjalnya. Tapi Angky nggak mau soalnya
tanggal 27 Mei saya harus RIPS Sampoerna dulu dimana dalam RUPS Angky diputuskan menjadi
Preskom PT. HM Sampoerna Tbk (sebelumnya Angky mencapai sebagai Managing Director PT HM
Sampoerna). Menurut Angky ini mukjizat, karena orang biasanya kalau pesan bisa ber bulan bulan
bahkan bertahun tahun tapi nggak dapat, tapi Angky langsung dapat. Tapi Angky justru yang nolak
saat itu, soalnya Angky harus RUPS Sampoerna. Tanggal 29 Mei, setelah Angky ikuti RUPS Angky
akhirnya berangkat ke Tiongkok dari Singapura. Karena Angky tidak bisa bahasa Mandarin, maka
Angky minta teman Angky Marvy Apandi ( Executive Director Indomobil ) untuk ikut menjadi
penerjemah bahasa Mandarin. Marvy berangkat dari Jakarta dan bertemu Angky di sebuah bandara
di Tiongkok
Lagi-lagi Angky mendapat kemudahan, karena saat Angky datang ke rumah sakit, Angky secara
kebetulan bisa bertemu langsung dengan kepala rumah sakitnya. Padahal biasanya orang yang datang
ke rumahsakit terrsebut sangat susah ketemu dengan kepala rumah sakit. Asal tahu saja. Di rumah
sakit itu banyak brokernya. Kalau lewat broker ini, belum tentu dapat “barang” bagus, malah
seringnya banyak yang dibohongi. Jadi Angky mengingatkan para pembaca yang ingin transplantasi di
Tiongkok, hati-hati janan sampai bertemu broker.
Selain Angky bisa bertemu langsung dengan pimpinan rumah sakitnya, Angky juga langsung
mendapat donor, hanya saja waktu itu kurang bagus untuk Angky karena kreatinin nya sudah tinggi.
Tapi Angky hanya menunggu 2 minggu setelah itu. Ginjal yang akan didonorkan bergolongan darah O.
(Yenibudi, 2009)
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisa Kasus
Dari beberapa kasus diatas dapat kita analisa dari segi penyebab atau motivasi pelaku
melakukan transplantasi organ. Kasus pertama menyatakan bahwa kasus perdagangan anak yang
terjadi di Jember tidak menutup kemungkinan bahwa anak yang diperjualbelikan bisa saja organ
tubuhnya dimanfaatkan juga. Mengingat kebutuhan organ di luar negeri masih sangat tinggi
sedangkan organ yang tersedia bisa dibilang kurang. Dari motivasi ini dapat kita ambil kesimpulan
bahwa kasus pertama dilakukan dengan motivasi uang. Sedangkan sumber organ diperoleh dari
anak-anak yang diperjualbelikan.
Kasus kedua mengungkapkan bahwa transplantasi organ harus dilakukan oleh seseorang
yang professional. Jika transplantasi organ tidak dilakukan oleh orang yang benar-benar mengerti
tentang transplantasi organ, maka resiko gagal lebih tinggi. Pada kasus ini, sumber organ yang
digunakan untuk transplantasi hampir sama dengan kasus pertama. Seperti diungkapkan Arist
Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan anak, bahwa donor organ pastilah dilakukan oleh
professional. Sedangkan untuk pangsa pasar, kemungkinan masih berada di dalam negeri karena
untuk penjualan organ di luar negeri harus melalui jalur legal, seprti contohnya di Singapura dan
Jepang.
Kasus ketiga menyatakan bahwa trasnplantasi dua organ bisa memperpanjang kesempatan
hidup pengidab diabetes. Dikatakan seorang pasien bernama Tiffany Butcha didiagnosis mendertia
diabetes tipe 1 (diabetes remaja), penyakit ini dikarenakan sistem imunitas mengalami
hipersensitiv, ia menyerang dirinya sendiri. Sehingga imunitas merusak sel-sel yang berada di
pankreas, dan pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau terganggu dalam produksi insulin.
Dalam kasus ini Tiffany Butcha penderita diabetes 1, membutuhkan suntikan insulin untuk
bertahan hidup. Apalagi diabetes juga mempunyai pengaruh yang buruk terhadap ginjal. Pada
usia 30 tahun Tiffany divonis menderita gagl ginjal, karena penyakitnya itu ia harus menjalani cuci
darah 3 kali seminggu. Hal ini tentu saja sangat mengganggu aktivitas Tiffany. Akhirnya Dr. Wellen
yang merawat Tiffany menyarankan untuk melakukan transplantasi organ. Tidak tanggung-
tanggung, Tiffany disarankan menjalani 2 operasi transplantasi. Yaitu transplantasi organ ginjal
dan pankreas. Alasannya adalah jika tiffany hanya melakukan transplantasi ginjal, maka penyakit
diabetesnya akan menyerang ginjalnya yang baru. Jika dilakukan transplantasi 2 organ (ginjal dan
pankreas) kemungkinan tersebut bisa dihindari. Karena kadar gula darah akan kembali normal
dengan adanya pankreas baru dan ginjal akan tetap berfungsi normal karena kemungkinan ginjal
terserang diabetes juga telah diminimalisir. Dengan dilakukannya transplantasi dua organ kepada
penderita diabetes, hal ini dapat meningkatkan kemungkinan hidup penderita dari 30 % menjadi
80 %.
Pada kasus keempat, dengan judul remaja berusia 14 tahun hidup tanpa jantung selama 4
bulan. Seorang gadis berusia 14 tahun, bernama D’zhana Simmons mengalami pebesaran jantung
dan dianjurkan untuk melakukan transplantasi organ jantung. Saat transplantasi yang pertama
dilakukan, jantung yang dicangkokkan tidak berfungsi maksimal, dan beresiko pecah. Maka dokter
mengharuskan D’zhana melakukan transplantasi untuk kedua kalinya. Sebelum dilakukan
trasnplantasi yang kedua, D’zhana dipasang alat pompa buatan untuk menggantikan fungsi
jantungnya. Selama empat bulan, gadis belia itu kerap mengalami kesulitan bernafas, selain juga
mengalami gagal jantung dan lever serta pendarahan pada system pencernaan. Dan yang lebih
mendebarkan lagi, perlu setidaknya empat orang untuk terus memantau kondisi D’Zhana setiap
waktu, dan setidaknya satu orang yang mengendalikan mesin yang menjadi bagian terpisah dari
alat pompa jantung tersebut. Akhirnya transplantasi jantung yang kedua berhasil dilakukan
setelah D’zhana haruus menggunakan alat pompa buatan selama 4 bulan dan sekarang D’zhana
bisa berkumpul dengan keluarganya lagi.
Pada kasus kelima, seorang bayi bernama Fahia Raihana mengalami kelainan tata letak
jantung. Jantung manusia yang biasanya berada di sebelah kiri, kali ini berada di sebelah kanan.
Akibatnya organ tubuh yang lain juga tidak berfungsi optimal. Selain itu akibat kelainan tata letak
jantung terjadi kebocoran pada bilik kanan dan kiri jantung sang bayi. Hal ini yang menyebabkan
kondisinya sering membiru bila melakukan aktivitas berlebih. Dokter yang dirujuk oleh
puskesmas yang merawat Raihana, manganjurkan Raihana melakukan transplantasi organ.
Kelainan bawaan yang dialami Raihana mengakibatkannya mengalami gangguan dalam organ
pompa darah. Karena kondisi orang tua Raihana yang tidak mampu, akhirnya tindakan yang
dilakukan terhadap Raihana hanya memperkecil tekanan darah balik ke jantung. Sehingga
jantungnya tidak akan bekerja dengan beban yang berat. Operasi pun hanya bisa
menyembuhkannya dari kelainan bawaan, sedangkan letak jantung tidak mungkin dapat
dipindahkan.
Pada kasus keenam, Angky Camaro direktur PT. Indofood Sumber Makmur, harus
melakukan transplantasi ginjal, karena penyakit diabetes yang dideritanya. Angky berulang kali
harus menjalani operasi karena abses dan nanah yang dikarenakan kadar kreatininnya berulang
kali tidak stabil meski telah melakukan diet kreatinin. Oleh dokter yang merawatnya, ia
dianjurkan untuk melakukan transplantasi ginjal atau cuci darah. Akhirnya Angky memutuskan
untuk transplantasi ginjal, karena cuci darah yang ditawarkan, tentu saja harus dilakukan
berulang kali dan menyita banyak waktu. Hal ini tentu akan sangat merugikan Angky yang
notabene seorang pebisnis.
B. Pembahasan
Dari analisa beberapa kasus diatas, dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
motivasi atau penyebab seseorang melakukan transplantasi. Kasus pertama dan kedua
menyatakan bahwa transplantasi organ dilakukan oleh seorang yang telah professional serta
beberapa kasus penculikan anak, bisa saja berkembang menjadi kasus penjualan organ tubuh.
Pada kasus ini bisa dikatakan motivasinya adalah uang. Kasus ketiga dan keenam serta keempat
dan kelima, menyatakan bahwa pelaku melakukan transplantasi dikarenakan faktor penyakit
yang dideritanya. Penyakit tersebut jika tidak segera dilakukan transplantasi, dikhawatirkan bisa
menimbulkan komplikasi yang lebih berbahaya. Pada kasus ketiga dan keenam dikarenakan
penyakit diabetes. Pada kasus keempat dan kelima dikarenakan penyakit jantung.
Jika dilihat dari segi hokum, kategori pertama jelas melanggar hokum. Dijelaskan dalam UU.
No 23 tahun 1992, pasal 34 ayat 2. Yang berbunyi “pengambilan organ dan atau jaringan tubuh
dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada
persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya”. Pada kasus pertama dan kedua, diungkapkan
sumber organ bisa berasal dari anak-anak korban penculikan. Hal ini tentu saja tidak boleh
dilakukan. Anak-anak korban penculikan tentu saja tidak akan tahu apa yang dilakukan terhadap
tubuh mereka. Apalagi jika pengambilan organ anak-anak yang diculik dilakukan oleh orang yang
tidak professional. Hal ini juga melanggar pasal 34 Ayat (1) berbunyi “Transplantasi organ dan
atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu”. Pada kategori kedua,
transplantasi dilakukan untuk pencegahan komplikasi penyakit yang lebih berbahaya. Jika dilihat
dari Pasal 15 Undang-undang N0. 18 tahun 1981 yang berbunyi “Sebelum persetujuan tentang
transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang
bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter
konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan yang dapat terjadi . dokter yang
merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari
sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut”, maka kategori kedua tidak melanggar hukum.
Karena dokter yang merawat pasien-pasien tersebut telah menjelaskan prosedur dan resiko-resiko
yang terjadi. Dokter juga telah memberikan alternative pengobatan, tindakan selanjutnya kembali
kepada keputusan pasien. Jadi jika pada dasarnya, transplantasi organ menurut hukum, boleh
dilakukan dengan ketentuan, transplantasi dilakukan dengan persetujuan pendonor dan resipien
serta pendonor maupun resipien paham betul bagaimana transplantasi akan dilakukan serta
resiko apa saja yang akan terjadi.
Agama memandang transplantasi organ berdasar motivasi yang mendasari dan darimana
organ diperoleh. Agama Islam memperbolehkan transplantasi organ jika donor organ berasal dari
orang yang masih hidup serta bukan organ tunggal yang dapat menimbulkan kematian bagi
pendonor. Hal tersebut tertulis di Al-Qur’an dalam beberapa surat : yang pertama surat Al-Baqoroh
ayat 195 yang artinya “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan’,
surat yang kedua adalah AnNisa ayat 29, yang artinya “dan janganlah kamu membunuh dirimu
sendiri”. Jika donor berasal dari organ seseorang yang sudah meninggal, hal tersebut juga
dilarang. Dalam sebuah hadist Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA,
dia berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau
lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !” Hadits tersebut secara jelas
menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula
melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan
menganiaya orang hidup. Pada kasus ketiga transplantasi dilakukan dengan sumber organ dari
seorang korban kecelakaan. Tentu saja hal tersebut melanggar hukum agama Islam. Dalam agama
kristen tidak dijelaskan secara signifikan mengenai aturan transplantasi organ, tetapi menyatakan
transplantasi organ boleh dilakukan dengan motivasi kemanusiaan, bukan karena uang semata.
Dalam agama hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya unutk melaksanakan
transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbanan tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Dapat dijumpai dalam kitab
Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani,
tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang
mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-
badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna.
Dalam agama budha dijelaskan donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika
seseorang berdonor kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan
mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini.
donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang berdana kornea mata, dipercaya
dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata
yang ia miliki dalam kehidupan saat ini. Jika ditarik kesimpuan, maka kategori pertama jelas
dilarang karena dilakukan atas dasar komersiil bukan karena kemanusiaan. Untuk kasus kategori
kedua, boleh dilakukan karena dilakukan untuk penyembuhan dan didasari kemanusiaan. Tetapi
pada kasus ketiga, organ diperoleh dari orang yang telah meninggal, oleh karena itu, dilarang
menrut agama Islam.
Jika ditinjau dari segi etika keperawatan, transplantasi organ akan menjadi suatu hal yang
salah jika dilakukan secara illegal. Hal ini menilik pada kode etik keperawatan, Pokok etik 4 pasal
2 yang mengatur tentang hubungan perawat dengan teman sejawat. Pokok etik tersebut berbunyi “
Perawat bertindak melindungi klien dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal ”. Selain itu dalam prakteknya, seorang tenaga
kesehatan khususnya perawat juga harus tetap menghargai kehidupan manusia sebagai individu
yang unik, serata harus dihargai sebagai seorang manusia. Jika dalam praktek transplantasi organ,
sumber organnya didapat dari seseorang secara paksa seperti dalam penculikan, tentu saja hal
tersebut tidak sesuai dengan kode etik keperawatan pokok etik 1 alinea 2. Selain pokok etik 1 dan
4 ada juga pokok etik lain yang harus klita perhatikan. Yaitu pokok etik 2 alinea 2 yang
menjelaskan bahwa seorang perawat harus memelihara mutu pelayanan yang tinggi serta
kejujuran. Dalam praktek professionalnya, tentu saja seorang perawat dilarang untuk berbohong.
Apalagi mengenai kondisi pasien. Dalam penerapannya di kasus transplantasi organ, seorang
tenaga kesehatan khususnya perawat, harus berkata yang sebenarnya, tentu saja menggunakan
etiket-etiket yang berlaku.
Perawat dalam menjalankan profesinya juga diwajibkan untuk tetap mengingat tentang
prinsip-prinsip etik, antara lain :
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian
dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya. Jika dikaitkan dengan kasus transplantasi organ maka hal yang menjadi pertimbangan
adalah seseorang melakukan transplantasi tersebut tanpa adanya paksaan dari pihak manapun
dan tentu saja pasien diyakinkan bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang telah
dipertimbangkan secara matang.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan
dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain. Kasus transplantasi organ yang didasari dengan prinsip untuk berbuat
baik, tentu saja tidak melanggar prinsip ini.
c. Keadilan (Justice)
Dalam praktek transplantasi tentu saja prinsip ini harus diperhatikan karena keadilan harus
diperoleh oleh kedua pihak yang mendonor dan pihak yang menerima donor. Kasus kategori
pertama tentu saja melanggar prinsip ini, karena oknum-oknum yang melakukan tentu saja sama
sekali tidak memperhatikan keadilan bagi para korban penculikan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti dalam pelaksanaan transplantasi organ, harus diupayakan semaksimal mungkin
bahwa praktek yang dilaksanakan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.
e. Kejujuran (Veracity)
dari prinsip ini, seorang dokter harus menyampaikan kondisi yang ebenarnya bagi pihak
pendonor dan resipien. Hal sedetail apapun dalam proses transplantasi organ harus disampaikan
agar tidak terjadi kesalahan dalam proses yang akan dilakukan.
Dari prinsip-prinsip diatas berarti harus diperhatikan benar bahwa dalam memutuskan
untuk melakukan transplantasi organ harus disertai pertimbangan yang matang dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun, adil bagi pihak pendonor maupun resipien, tidak meruguikan pihak
manapun serta berorientasi pada kemanusiaan.
Selain itu dalam praktek transplantasi organ juga tidak boleh melanggar nilai-nilai dalam
praktek perawat professional. Sebagai contoh nilai tersebut adalah, keyakinan bahwa setiap
individu adalah mulia dan berharga. Jika seorang perawat menjunjung tinggi nilai tersebut dalam
prakteknya, niscaya seorang perawat tidak akan begitu mudah membantu melaksanakan praktek
transplantasi organ hanya dengan motivasi komersiil.
Transplantasi menurut norma masyarakat terkait dengan beberapa pihak, antara lain, donor,
resipien, dokter dan tenaga ahli, keluarga dan masyarakat. Dalam suatu kasus pelaksanaan
tranplantasi tentu saja, semua pihak-pihak terkait harus mengerti bagaimana prosedur yang akan
dilaksanakan dan resikoresiko yang mungkin terjadi. Secara tidak sengaja masyarakat turut
menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan para cendekiawan,
pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih
memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini
kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlukan, atas tujuan luhur akan terpenuhi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa transplantasi adalah suatu rangkaian
tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari
tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau
organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik atau mengalami suatu kerusakan. Transplantasi
dapat diklasifikasikan dalam beberapa faktor, seperti ditinjau dari sudut si penerima atau resipien
organ dan penyumbang organ itu sendiri. Jika dilihat dari si penerima organ meliputi
autotransplantasi, homotransplantasi, heterotransplantasi, autograft, allograft, isograft, xenograft
dan xenotransplantation, transplantasi split serta transplantasi domino. Sedangkan dilihat dari
sudut penyumbang meliputi transplantasi dengan donor hidup dan donor mati (jenazah). Banyak
sekali faktor yang menyebabkan sesorang melakukan transplantasi organ. Antara lain untuk
kesembuhan dari suatu penyakit (misalnya kebutaan, rusaknya jantung dan ginjal), Pemulihan
kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan, tapi sama
sekali tidak terjadi kesakitan biologis (contoh: bibir sumbing).
Dalam agama Kristen, katolik, hindu, dan budha transplantasi boleh dilakukan dengan alasan
medis dan asalkan dengan niat tulus dan tujuannya untuk kebaikan menolong nyawa seseorang
tanpa membahayakan nyawa si pendonor organ tersebut. Sedangkan dalam agama islam untuk
melakukan transplantasi organ harus dilihat terlebih dahulu dari mana organ yang akan
ditransplantasikan tersebut berasal atau dilihat dari sumber organ. Dalam hukum, transplantasi
tidak dilarang jika dalam keadaan darurat dan ada alasan medis, tidak dilakukan secara ilega,
dilakukan oleh profesinal dan dilakukan secara sadar. Dari segi etika keperawatan asalkan tidak
melanggar prinsip-prinsip etik seperti otonomi (Autonomy), Tidak merugikan (Nonmaleficience),
Berbuat baik (Beneficience), Keadilan (Justice), Kejujuran (Veracity) dan Menepati janji (Fidelity)
transplantasi organ diperbolehkan. Dari segi masyarakat, selama transplantasi dilakukan atas
dasar medis dan mendapat persetujuan dari anggota keluarga maka diperbolehkan. Namun disisi
lain transplantasi organ di kalangan masyarakat belum begitu dipahami secara menyeluruh
sehingga masih menimbulkan beberapa pertanyaan tentang transplantasi.
B. Saran
Saran yang ingin disampaikan bagi pembaca adalah jika ingin melakukan transplantasi
organ, pahami betul dari mana organ terseebut berasal. Dari donor hidup ataukah dari seseorang
yang sudah meninggal. Usahakan untuk mencari upaya penyembuhan lain sebelum memilih
transplantasi organ sebagai alternatif pengobatan.
Untuk penulis, saran yang ingin disampaikan adalah, lakukan penulisan dengan objektif dan
gunakan bebagai macam referensi yang ada agar tulisan benar-benar terbukti validitasnya.
Berbagi 0
2 komentar:
‹ Beranda ›
Lihat versi web
Mengenai Saya
dian anggraini
nothing is special
Lihat profil lengkapku