Anda di halaman 1dari 18

Pembangunan Jalan Layang Kawasan Gatot Subroto - A.

Yani Kota
Banjarmasin

Disusun Oleh:
Fajar Dwi Astanto 08151012

Mata Kuliah: Infrastruktur Kota


Dosen Pengajar: Farid Nurrahman ST. MSc.

JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
BALIKPAPAN
2016
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan belasan ribu pulau didalamnya. Indonesia
menjadi negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau, tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Sejumlah besar pulau-pulau tersebut (10.000 buah) adalah merupakan pulau-
pulau berukuran kecil. Pada setiap pulau terdapat tumbuhan, hewan dan jasat renik yang berbeda
sesuai wilayah berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (2003). Dengan hal ini
infrastruktur menjadi hal yang sangat penting bagi pembanguan perekonomian Indonesia, yang
lebih utama adalah pembangunan jalan penghubung anatar daerah. Agar setiap daerah dapat
terintegrasi.

Sukma (2015) menguraikan bahwa infrastruktur merupakan salah satu sektor yang mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di
wilayah tersebut maka semakin maju pula daerah tersebut. Salah satu pendorong pertumbuhan
ekonomi adalah infrastruktur. Setiap daerah di Indonesia berlomba dalam pembangunan
infrastruktur, agar terlihat kota tersebut maju dalam perekonomiannya. Dengan adanya hal ini,
menimbulkan persaingan antar daerah yang menyebabkan pembangunan infrastruktur menjadi
sesuatu yang sangat istimewa, dan timbul kebijakan pembangunan infrastruktur yang mubajir
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Tidak terkecuali Kota Banjarmasin, yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Dan
merupakan ibukota provinsi Kalimantan Selatan. Dalam visi pembangunan daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang sejalan dengan misi pembangunan Kota Banjarmasin serta tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Banjarmasin yaitu
mewujudkan Kota Banjarmasin sebagai kota perdagangan dan jasa. Dengan demikian Kota
Banjarmasin nantinya menjadi pusat pembangunan industri dan kegiatan perdagangan.
Pemusatan kegiatan perdagangan dan jasa, serta pembangunan di bidang indutri akan memberi
dampak terhadap adanya suatu perubahan kepadatan baik pada sector penduduk, permukiman,
dan transportasi.

Pada umumnya masyarakat sekitaran Kota Banjarmasin menjadikan kota ini sebagai tempat
untuk berbagai tujuan, yaitu sebagai tempat pariwisata, pendidikan, dan aktivitas perdagangan,
karena selain sebagai ibukota provinsi Kota Banjarmasin merupakan pusat aktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, mobilitas kendaraan baik keluar Kota Banjarmasin
menuju pusat kota sangat padat. Sering terjadi kemacetan pada daerah tertentu terutama di
persimpangan Jalan Gatot Subroto – Jalan A. Yani. Berdasarkan Tatralok (2013), efek
kemacetan ini karena pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan sejalan dengan
pertambahan unit kendaraan, namun tidak dengan pertumbuhan jalan. Peningkatan kualitas
sistem transportasi di Kota Banjarmasin juga didasari oleh peningkatan jumlah kendaraan
sebesar 38% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dan akan terus bertambah setiap tahunnya,
dengan adanya hal ini yang memungkinkan hanya membangun jalan layang, bukan melakukan
pelebaran jalan akibat lahan pinggir jalan yang sudah tidak memadai lagi.

Dalam Dokumen UKL-UPL Pembangunan Fly Over Gatot Subroto Dan Pelebaran Jalan
Akses Ahmad Yani Banjarmasin pada tahun 2010 pemerintah Kota Banjarmasin dan Provinsi
Kalimantan Selatan, membuat sebuah perencanaan pembangunan infrastruktur jalan layang (fly
over) untuk mengurai kemacetan pada daerah tersebut. Perencanaan ini sudah tercantum pada
dokumen Rencana Pengembangan Kapasitas Penataan Ruang Kawasan Metropolitan Provinsi
Kalimantan Selatan. Pembangunan fly over berlokasi di Jalan A. Yani Km. 3, yang merupakan
titik macet terparah karena ada persimpangan menuju Jalan Gatot Subroto. Nilai proyek
pembangunan jalan layang sebesar Rp. 101.765.590,- serta jangka waktu pengerjaan 2 tahun 5
bulan. Ruas Jalan A. Yani – Gatot Subroto merupakan salah satu jalan arteri primer dan arteri
sekunder yang menunjang kegiatan perdagangan, jasa dan perkantoran sehingga mempuyai
tarikan pergerakan yang tinggi. Jika terjadi kemacetan pada daerah tersebut bisa dipastikan
kegiatan perdagangan dan jasa akan terhambat. Sepanjang Jalan A. Yani – Gatot Subroto
terdapat pertokoan barang dan jasa yang menjadi pusat aktivitas dari kawasan tersebut. sering
terjadi kemacetan parah, terutama pada saat jam sibuk.

Menurut Sri Hidayati (2001) pembangunan jalan layang bisa menjadi titik balik peremajaan
kota, jika sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar akan merubah wajah kota menjadi lebih
estetika dan lebih manusiawi. Namun, jika kebijakan pembangunan itu sendiri tidak sesuai
dengan kebutuhan akan terkesan sia – sia dan membuang anggaran. Seperti yang dikatakan
Holliday (1973) upaya peremajaan kota dilaksankan berakar pada kompleksnya permasalahan
kota yang menimbulkan penurunan vitalitas kota. Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan sosial,
ekonomi, dan teknologi, serta kekuatan lokal yang bersifat khusus termasuk faktor fisik.

Dalam membangun suatu infrastruktur disebuah kawasan padat akan aktivitas ekonomi
harus beracuan pada kajian secara menyeluruh dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Seperti pembangunan jalan layang Gatot Subroto-Ahmad Yani terlihat bahwa pemerintah
terkesan memaksakan pembangunan, tidak memikirkan kebutuhan akan jalan layang.
Kemacetan pada kawasan tersebut sepertinya masih bisa dicegah dengan pengaturan lalu lintas
yang baik. Terlihat Pemerintah Provinsi hanya memindahkan sumber kemacetan tidak
memberikan solusi yang berarti. Untuk itu dibuatlah critical review untuk memberikan suatu
pendapat akan permasalahan infrastruktur. Agar kedepannya pemangku kebijakan tidak
membuat suatu keputusan pembangunan infrastruktur lebih mementingkan kebutuhan, bukan
adu gengsi dengan daerah lain dalam hal pembanguan infrastruktur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam critical review ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana jalan layang mempengaruhi kehidupan masyarakat yang ada di sekitar.
2. Optimalkah sudah pembangunan jalan layang tersebut.
3. Bagaimana peran pemerintah dalam mengambil kebijakan pembuatan Jalan Layang
Gatot Subroto-Ahmad Yani.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari dibuatnya critical review ini adalah untuk:
1. Mengetahui jalan layang berpengaruh terhadap masyarakat sekitar
2. Menganalisa keoptimalan pembangunan jalan layang tersebut
BAB II
Konsep Dasar Teoritis

2.1. Pengertian Infrastruktur


Pengertian infrastruktur, menurut Grigg (1988) infrastruktrur merupakan sistem fisik yang
menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas public lainnya,
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun
ekonomi. pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana infrastruktur
dalam sebuah sistem adalah bagian berupa sarana dan prasarana yang tidak terpisahkan satu
sama lain.
Seperti yang dikatakan Kodoatie (2005) ,Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem yang
menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan dengan
sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan
ekonomi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Oleh kerena itu, infrastruktur perlu dipahami
sebagai dasar – dasar dalam mengambil kebijakan.
Berdasarkan Stone (1974) dalam American Public Work, infrastruktur didifinisikan sebagai
fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh para agen public untuk memenuhi fungsi-
fungsi pemerintahan dalam menyediakan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi,
dan pelayanan-pelayanan semacamnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.
Dengan demikian infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga
memberikan pelayanan publik yang penting. Sedangkan fasilitas dan struktur dasar, peralatan,
instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi
masyarakat disebut sebagai sistem infrastruktur. Pembangunan infrastruktur dalam sebuah
sistem menjadi penopang kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan tempat
dan juga katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu
kawasan. Sistem rekayasa dan menejemen infrastruktur berpengaruh kepada sistem tata guna
lahan yang akhirnya membangun suatu kegiatan. Hubungan pembanguan infrastruktur dan tata
guna lahan sudah ditegaskan oleh Grigg dan Fontane (2000). Peran infrastruktur sebagai
mediator antara sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan dengan tetap didukung oleh
lingkungan alam. Jika infrastruktur kurang mendukung dalam hal ini kurangnya fungsi akan
memberikan dampak kepada kehidupan manusia dan sebaliknya jika infrastruktur berlebihan
dengan tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan akan merusak alam yang pada akhirnya
akan merugikan manusia dan mahluk hidup lainnya. Selain itu infrastruktur merupakan
pendukung dari sistem sosial dan ekonomi, dimana sistem ekonomi didukung oleh sistem
infrastruktur dan sistem sosial sebagi obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi. Oleh
karena itu setiap perencaan dan perancangan sebaiknya dilakukan dengan terpadu dan
menyeluruh.
Jadi, infrastruktur merupakan suatu fasilitas yang dibangun atau dikembangkan untuk
kepentingan publik untuk memenuhi fungsi pemerintah dalam mendukung aktivitas masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti ketersediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah,
transportasi, dan pelayanan semacamnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.
Pembangunan infrastruktur menjadi penopang kegiatan dalam suatu kawasan dan menjadi
katalisator dalam sebuah pembangunan. Infrastruktur berperan sebagai mediator antara sistem
sosial dan ekonomi serta didukung lingkungan alam. Itu sebabnya dalam setiap perencanaan
harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh.

2.2 Jenis-Jenis Infrastruktur


Menurut Kodoatie (2005), infrastruktur berperan sebagai pendukng utama sistem sosial dan
sistem ekonomi dilaksanakan dengan konteks keterpaduan dan menyeluruh. Infrastruktur yang
merupakan fasilitas yang dibanguan atau dikembangkan untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam
pelayan publik tidak dapat berfungsi secara terpisah dan menyendiri, harus terdapat keterpaduan
didalamnya agar dapat meningkatkan nilai dari pelayanan infrastruktur itu sendiri.
Grigg (1988) membagi jenis infrastruktur berdasarkan jenisnya menjadi 13 katagori sebagai
berikut:
1. Sistem penyediaan air: penampungan air, waduk, transmisi dan distirbusu, dan fasilitas
pengolahan air (treatment plant),
2. Sistem pengolahan air limbah: pengumpul, pengolahan, pembuangan, dan daur ulang,
3. Fasilitas pengolahan air limbah (padat),
4. Fasilitas pengendalian air banjir, drainase, dan irigasi,
5. Fasilitas lintas air dan navigasi,
6. Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara, serta utilitas pelengkap lainnya,
7. Sistem transit publik,
8. Sistem kelistrikan: produksi dan distribusi,
9. Fasilitas gas alam,
10. Gedung public: sekolah, rumah sakit, gedung pemerintahan, dll,
11. Fasilitas perumahan public,
12. Taman kota: taman terbuka, plaza, dll, serta
13. Fasilitas komunikasi.

Oleh Grigg dan Fontane (2000), dari tiga belas jenis infrastruktur tersebut selanjutnya
dikelompokkan dalam 7 kelompok besar sebagai berikut:
1. Tranportasi (jalan, jalan raya, jembatan),
2. Pelayanan transportasi (transit, bandara, pelabuhan),
3. Komunikasi,
4. Keairan (air, air buangan, sistem keairan, termasuk jalan air yaitu sungai, saluran terbuka,
pipa, dll),
5. Pengelolaan limbah (sistem pengelolaan limbah padat),
6. Bangunan, serta
7. Distribusi dan produksi energi.

2.3 Transportasi
Seperti yang sudah dijelaskan pada Sub Bab 2.2, bahwa transportasi merupakan jenis
infrastruktrur. Infrastruktur transportasi memiliki peran penting dalam mendukung manusia untuk
dapat melakukan aktivitas. Bentuk pelayanan infrastruktur ini adalah penyediaan fasilitas
transportasi, baik sarana (moda) maupun prasarana (jalan) guna untuk memudahkan manusia
untuk melakukan aktivitas pergerakan.

2.3.1 Definisi transportasi


Saat ini terdapat bebrapa definisi transportasi yang berkembang. Steenbrink (1974)
mendefinisikan transportasi sebagai perpindahan orang atau barang dengan meggunakan
kendaraan atau lainnya, diantara tempat-tempat yang terpisah secara geografis. Menurut
Morlok (1978) transportasi sebagai perpindahan atau pengangkutan sesuatu (barang) dari
satu tempat ke tempat lainnya. Bowersox (1981) mendefinisikan sebagai perpindahan
barang atau penumpang dari suatu lokasi ke lokasi lainnya, dimana produk di gerakan atau
di pindahkan tersebut dibutuhkan oleh lokasi yang lain. Sedangkan Papacostas (1987)
transportasi sebagai suatu sistem yang terdiri dari fasilitas tetap (fixed facilities)/ prasarana,
besaran arus (flow entities)/ sarana dan sistem pengendalian (control system) yang
memungkinkan orang atau barang dapat perpindah dari suatu tempat ke tempat lain secara
efisien setiap waktu untuk mendukung aktivitas manusia.
Jadi, secara umum dapat disimpulkan bahwa transportasi merupakan suatu kegiatan
memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain yang terpisah secara
letak dan geografis, menggunakan sarana (moda) serta dihubungkan dengan prasarana
(jalan) secara efisen guna mendukung aktivitas manusia.

2.3.2 Sistem Transportasi


Manheim (1979) menjabarkan komponen utama dari transportasi meliputi:
1. Jalan dan terminal
2. Kendaraan, dan
3. Sistem pengelolaan

Ketiga komponen diatas merupakan sarana dan prasarana transportas yang saling
terkait satu sama lain dalam memenuhi permintaan akan transportasi. Dengan adanya
komponen diatas, maka yang dapat diartiikan dari sistem trasportasi adalah gabungan
elemen jalan dan terminal sebagai prasarana kendaraan sebagai sarana dan sistem
pengelolaan yang saling terkait dan bekerja sama dalam mengantisipasi permintaan
pergerakan dari manusia dan barang. Sistem pengelolaan atau sistem pengendalian
berperan dalam pengaturan yang memungkinkan pergerakan tersebut dapat berjalan
dengan efisien, lancar, aman dan teratur. Menurut Manheim (1979) sistem transportasi pada
suatu wilayah erat kaitannya dengan aktivitas sistem sosial dan ekonomi manusia, dimana
sitem transportasi berkembang sejalan dengan perkembangan atau perubahan aktivitas
sosial dan ekonomi manusia.
Sistem transportasi antara sarana dan prasarannya harus memiliki keterkaitan satu
sama lain untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia dan barang. Sistem pengendali
lebih berperan kepada pengaturan agar pergerakan dapat berjalan dengan efisien, lancar,
serta aman. Perubahan sistem transportasi mengikuti dari perubahan aktivitas sistem sosial
dan ekomoni manusia. Sehingga perubahan dari kedua sistem harus seimbang agar tidak
terjadi persoalan.

2.4 Jalan
Salah satu komponen utama dalam infrastruktur transportasi dan memiliki peran penting
agar pergerakan barang dan orang berjalan lancer adalah prasarana jalan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006, jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan pelengkapnya yang
diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan
lori, dan jalan kabel. Jalan merupakan suatu jalur dimana terjadinya perpindahan atau pergerakan
dari manusia ataupun barang dari suatu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan tujuannya.

2.4.1 Jaringan Jalan


Struktur jalan suatu kota di pengaruhi oleh pola jaringan transportasi pada kota tersebut
dan pola jaringan transportasi kota tersebut akan sangat di tentukan oleh bentuk morfologi
kota. Seperti yang dijabarkan UU No. 3 Tahun 1980 tentang Jalan, secara umum jaringan
jalan dapat dikelompokkan berdasarkan berdasarkan struktur jaringannya atas enam
kelompok, yaitu:
1. Jaringan jalan berdasarkan pelayanan penghubung, terbagi atas:
a) Sistem jaringan jalan primer, adalah jaringan jalan yang menghubungkan
kota/wilayah di tingkat nasional
b) Sistem jaringan jalan sekunder, adalah jaringan jalan yang menghubungkan
kawasan-kawasan di dalam kota
2. Jaringan jalan berdasarkan peranan (fungsi), terbagi atas:
a) Jalan arteri, merupakan jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan
kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
b) Jalan kolektor, merupakan jalan yang melayani angkutan jarak sedang
(angkutan pengumpul/pembagi) dengan kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk masih dibatasi.
c) Jalan lokal, merupakan jalan yang melayani angkutan jarak dekat (angkutan
setempat) dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
3. Jaringan jalan berdasarkan peruntukkan dibedakan menjadi jenis jalan, yaitu:
a) Jalan umum, adalah jalan yang diperutukan untuk lalu lintas umum.
b) Jalan khusus, adalah jalan yang diperutukkan untuk laulu lintas selain jalan
umum atau jalan yang tidak di peruntukkan bagi lalu lintas umum seperti
jalan di komplek perkebunan, kehutanan, pertambangan, komplek hankam,
jalan pipa, jalan inspeksi (irigasi dan gas).
4. Jaringan jalan berdasarkan klasifikasi teknis, merupakan pembedaan jalan yang
dihubungkan dengan kemampuan teknis jalan dalam mendukung beban lalu
lintas (berat kendaraan) yang lewat di atasnya. Jaringan jalan berdasarkan
klasifikasi teknis dibagi menjadi enam kelas.
5. Jaringan jalan berdasarkan status dan wewenang pembinaan, dibedakan atas;
a) Jalan nasional, adalah jaringan jalan primer, arteri dan kelas I
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat
b) Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor primer dan kelas I yang
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan juga oleh Pemda
Tingkat I
c) Jalan kabupaten, terdiri atas jalan kolektor dan primer diman kelas jalannya
mayoritas merupakan jalan kelas III dan dibina oleh Pemda Tingkat II.
Sedangkan untuk jalan kotamadya secara mutlak merupakan jaringan jalan
sekunder dak kelas jalannya dari kelas I hingga IV dan pembinaannya
dilakukan oleh Pemda Kotamdya.
d) Jalan desa, umumnya merupakan jalan lokal dan akses untuk mencapai
pekarangan rumah merupakan jalan lokal primer dan lokal sekunder serta
pembinaannya dilakukan oleh pemeritah desa setempat
6. Jaringan jalan berdasarkan kualitas permukaan, dibedakan atas:
a) Jalan aspal dan campuran aspal beton, umumnya jalan aspal merupakan
jalan Negara, Provinsi, Kabupaten/Kotamadya
b) Jalan kerikil, umumnya merupakan jalan kabupaten dan desa
c) Jalan tanah

2.5 Simpang Susun


Simpang susun (fly over), merupakan bagian dari jalan yang dibangun berdasarkan
pertimbangan tertentu guna mempermudah pergerakan barang dari suatu tempat ke tempat lain
sesuai dengan tujuan. Desain geometrik simpang susun meliputi pemilihan bentuk terbaik yang
sesuai dengan situasi tertentu. Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah topografi medan,
proyeksi dan karakter lalu lintas, lahan yang tersedia, dampak terhadap daerah sekitar serta
lingkungan keseluruhan, kelangsungan hidup ekonomi, serta kendala-kendala dari segi
pembiayaan. Hal ini merupakan tugas yang rumit dan diperluan kajian yang matang agar dalam
pembangunannya kelak tidak merugikan baik dari segi ekonomi, sosial, serta lingkungan.
Fungsi simpang susun (fly over) adalah (1) menyediakan persimpangan tak sebidang pada
pertemuan dua atau lebih lalu lintas arteri dan (2) mempermudah kemungkinan perpindahan
kendaraan dari satu jalan arteri ke arteri lainnya atau dari jalan lokal ke jalan bebas hambatan.
Suatu pengujian sekilas pada beberapa penempatan simpang susun menunjukkan sedikitnya
alasan yang mendasari proses. Namun sebenarnya terdapat bentuk dasar yang nampaknya
ruwet. Tedapat beberapa bentuk fly over diantarannya adalah belah ketupat (diamond), setengan
semanggi (partial cloverleaf), semanggi (full cloverleaf), bentuk Y, dan jalan layang dengan
bundaran.

2.5.1 Peraturan Mengenai Jalan Layang (Fly Over)


Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011, dijelaskan pada
bagian keenam mengenai Bangunan Pelengkap Jalan Pasal 19.
1) Jalan layang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d harus dilengkapi
dengan:
a. sistem drainase; dan
b. tempat pemasangan utilitas.
2) Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian di kiri dan
kanan jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
3) Di kedua sisi badan jalan pada jalan layang, harus disediakan trotoar untuk
pejalan kaki dalam keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan
dengan lebar paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
4) Lebar badan jalan pada jalan layang sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter.
5) Tinggi ruang bebas vertikal jalan layang paling rendah 5,1 (lima koma satu)
meter dari permukaan perkerasan jalan.

Berdasarkan peraturan yang sama, Pasal 48 Ayat 6, menjabarkan bahwa rumaja di


bawah kolong jalan layang (fly over) dapat dimanfaatkan untuk parkir kendaraan,
ruang terbuka hijau, lapangan olahraga, dan kantor pengoperasian jalan, dengan
syarat tidak mengganggu keselamatan, kelancaran lalu lintas, dan keamanan
konstruksi, serta harus mendapat izin dari penyelengara jalan.

Jika simpang susun (fly over), dibangun sesuai dengan kebutuhan akan memberi kesan baik
dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Membangun simpang susun haruslah
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aspek sosial disini lebih kepada
bagaimana masyarakat menyikapi keberadaan jalan layang tersebut, serta menjadi kebanggaan
tersendiri bagi pemerintah karena mampu bersaing dengan daerah lain dalam pembangunan
infrastruktur. Aspek ekonomi berakitan erat dengan aktivitas perdagangan barang dan jasa di
sekitar kawasan jalan layang, dari sebelum dan sesudah dibangun akan menimbulkan
peningkatan ekonomi kawasan tersebut. Pembangunan jalan layang harus memperhatikan
aspek lingkungan secara keseluruhan, jika terjadi kesalahan dalam pembangunnya bisa
menimbulkan kerusakan dan berdampak pada kelangsungan makhluk hidup sekitar.

Alasan Pemilihan Kasus


Menurut saya pembangunan suatu infrastruktur haruslah menyasar langsung ke masyarakat.
Yang terjadi di Kota Banjarmasin terutama pembangunan Jalan Layang Gatot Subroto-Ahmad
Yani, pemerintah seakan hanya memindahkan kemacetan. Pembangunan jalan layang ini
terkesan menghamburkan anggaran.
BAB III
Analisa (Critical Review)
3.1 Jalan Layang Sebagai Bagian dari Infrastruktur
Berdasarkan kajian teoritis yang sudah di jabarkan pada Sub Bab (2.1), dijelaskan bahwa
infrastruktur merupakan suatu fasilitas yang dibangun atau dikembangkan untuk kepentingan
publik untuk memenuhi fungsi pemerintah dalam mendukung aktivitas masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya. Seperti ketersediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah,
transportasi, dan pelayanan semacamnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.
Pembangunan infrastruktur menjadi penopang kegiatan dalam suatu kawasan dan menjadi
katalisator dalam sebuah pembangunan. Infrastruktur berperan sebagai mediator antara sistem
sosial dan ekonomi serta didukung lingkungan alam. Itu sebabnya dalam setiap perencanaan
harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh.
Kenyataan yang ada pembangunan infrastruktur jalan layang pertama di Kalimantan Selatan
ini menimbulkan banyak permasalahan saat pembangunannya mulai dari kemacetan,
penyelesaian konstriksi yang molor, serta runtuhnya crane saat pembangunan berlansung yang
menimbulkan korban jiwa.
Dengan menggunakan analisa metode komparasi atau perbandingan didapat hasil analisa
seperti berikut: Seperti yang sudah dijelaskan diawal bahwa infrastruktur merupakan fasilitas
yang dibangun untuk kepentingan public guna mendukung aktivitas masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan. Namun, kenyataannya dalam pembangunan jalan layang ini Pemerintah seperti tidak
memikirkan kepentingan publik. Jalan Ahmad Yani merupakan jalan arteri primer yang memiliki
mobilitas tinggi jika terjadi kemacetan maka akan berdampak pada pendisrtibusian barang dan
jasa di wilayah Kota Banjarmasin. Kota Banjarmasin yang merupakan pusat dari perdagangan
dan jasa dan melayani seluruh kota yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan. Alur pendistribusian
barang pasti melalui persimpangan Jalan Ahmad Yani-Gatot Subroto. Jika dilakukan
pembangunan pada kawasan tersebut sudah dipastikan kemacetan parah akan tejadi. Selama
lebih dari dua tahun kemacetan terjadi akibat pembangunan. Pemerintah sudah membuat jalur
alternatif namun, kondisi jalan alternatif yang sempit juga menimbulkan kemacetan parah.
Sepertinya pemerintah belum mempersiapkan dengan matang pembangunan infrastruktur jalan
layang ini. Dan seakan pemerintah melakukan hal yang sia-sia, untuk apa menghamburkan uang
milyaran rupiah untuk membangun jalan layang yang panjangnya kurang lebih 400 meter.
Pemerintah bukan mengatasi permasalahan kemacetan tetapi hanya memindahkan kemacetan
tersebut. Selama pembangunan jalan layang ini juga berpengaruh kepada infrastruktur lainnya
seperti sistem kelistrikan dan air bersih. Dalam pembangunanya jalan layang ini mengharuskan
untuk memindah semua utilitas baik itu listrik dan air bersih, menyebabkan sering terjadi
pemadaman listrik dan berkurangnnya pasokan air bersih. Tetapi masyarakat tetap di kenai biaya
yang sama seperti biasa mereka bayarkan. Belum lagi dampak lingkungan yang terjadi akibat
pembangunan jalan layang, saluran drainase ditutup guna memperlebar jalan yang ada di bawah
jalan layang, selanjutnya polusi udara yang diakibatkan debu dari pembangunan. Menumpuknya
gas karbonmonoksida di udara akibat dari kemacetan yang ditimbulakn dari pembangunan.

3.2 Jalan Layang Sebagai Bagian dari Transportasi


Pada Sub Bab (2.2) dijabarkan pengertian transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan
barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain yang terpisah secara letak dan geografis,
menggunakan sarana (moda) serta dihubungkan dengan prasarana (jalan) secara efisen guna
mendukung aktivitas manusia. Sistem transportasi antara sarana dan prasarannya harus
memiliki keterkaitan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia dan barang.
Sistem pengendali lebih berperan kepada pengaturan agar pergerakan dapat berjalan dengan
efisien, lancar, serta aman. Perubahan sistem transportasi mengikuti dari perubahan aktivitas
sistem sosial dan ekomoni manusia. Sehingga perubahan dari kedua sistem harus seimbang
agar tidak terjadi persoalan.
Kenyataan yang ada pembangunan jalan layang tidak menimbulkan peningkatan efektivitas
dan efisiensi. Memang benar jika pembangunan jalan layang ini mampu mengurangi kemacetan.
Namun yang berkurang hanya pada kawasan tersebut saja, tidak jauh dari jalan tersebut akan
timbul titk macet baru yang belum bisa dipecahkan masalahnya.
Dengan menggunakan analisa metode komparasi atau perbandingan didapat hasil analisa
seperti berikut: jalan layang diharapkan bisa menjadi solusi malasah tranportasi di Kota
Banjarmasin. Maklum saja Jalan Ahmad Yani merupakan salah satu titik kemacetan, ditambah
lagi dengan pertumbuhan penduduk yang sejalan dengan bertambahnya jumlah kendaraan
menambah parah kemacetan yang ada. Tetapi pada kenyataannya fungsi yang diharapkan
tersebut belum bisa terpenuhi dengan baik. Ada ataupun tidak adanya jalan layang ini kemacetan
pasti akan terjadi, Pemerintah salah jika membuat jalan layang di kawasan ini. Masih banyak
kawasan lain yang memiliki kemacetan yang lebih parah. Sistem transpotasi yang diharapakan
bisa menjadi lebih efisien, lancar dan cepat tidak terjadi dengan semestinya. Banyak kegiatan
ekonomi yang turun drastis akibat dari pembangunan jalan layang tersebut. Arus perpindahan
barang menjadi terganggu dengan adanya aktivitas pembangunan jalan layang ini. Tidak semua
moda angkutan barang bisa melalui jalan layang ini hanya kendaraan dengan kapasitas tertentu
saja yang bisa melewatinya. Ketersediaan barang pada saat pembangunan jalan layang tidak
terpenuhi secara penuh, belum lagi keluar masuknya kendaraan yang mengangkut material jalan
layang tersebut semakin menambah kemacetan. Setelah selesaipun masih sering terjadi
kemacetan pada ruas Jalan Ahmad Yani dan Jalan Gatot Subroto, perekonomian daerah sekitar
jalan layang saat ini banyak yang mengalami kemuduran akibat dari berkurangnya jumlah
pelanggan. Karena akses yang sedikit rumit, menyebabakan pelanggang memilih untuk
berbelanja barang ketempat lain yang lebih mudah diakses.

3.3 Jalan Layang Bagian dari Jaringan Jalan


Seperti yang sudah di bahas pada Sub Bab (2.4), jalan merupakan salah satu komponen
utama yang berperan dalam pergerakan barang dari suatu tempat ke tempat lain (prasarana).
Tanpa adanya jalan mustahil dalam melakukan perpindahan barang ataupun manusia. Jalan
dibangun sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan. Jika lahan masih mampu gunakan
maka pelebaran jalan secara horizontal masih bisa dilakukan. Namun, jika lahan yang tersedia
sudah tidak bisa lagi diperlebar salah satu caranya adalah dengan membangun jalan layang.
Jalan layang merupakan bagian dari jaringan jalan, jalan layang biasanya dibuat pada jalan
primer yang memiliki mobilitas tinggi akan kendaraan. Karena satu dan lain hal maka
pembangunan jalan layang di lakukan.
Kenyataannya lahan yang tersedia untuk membangun jalan layang adalah lahan gambut yang
sangat tidak stabil dalam pergerakan tanah, perlu penanganan khusus agar pondasi dari jalan
layang bisa kuat. Jalan layang ini termasuk ke dalam jenis jalan arteri primer yang dikelola
langsung oleh pemerintah pusat. Namun, dalam pembangunannya diserahkan kepada
pemerintah daerah. Jalan layang ini dibuat untuk memecah kemacetan yang terjadi pada
persimpangan Gatot Subroto-Ahmad Yani, dan merupakan kawasan yang sibuk akan mobilitas
kendaraan baik yang menuju pusat Kota Banjarmasin maupun keluar kota.
Dengan menggunakan analisa metode komparasi atau perbandingan didapat hasil analisa
seperti berikut: keberadaan jalan layang memang bisa mengurai kemacetan pada persimpangan
tersebut. Namun, pergerakan kendaraan di bawah jalan layang cukup tinggi, ditambah dengan
lampu lalu lintas yang terlampau cepat menyebabkan sering terjadi penumpukan kendaraan dari
Jalan Gatot Subroto menuju Jalan Ahmad Yani yang melalui jalan yang berada dibawah jalan
layang. Jalan Gatot Subroto merupakan jalan arteri sekunder yang juga memiliki mobilitas tinggi.
Pembangunan jalan layang ini terkesan dipaksakan oleh pemerintah. Kemacetan yang terjadi di
Kota Banjarmasin kebanyakan karena kebijakan pemerintah, contohnya saja kebujakan
pengendara motor dan angkutan menggunakan lajur kiri. Hal ini biasanya yang menyebabkan
kemacetan di Jalan Ahmad Yani. Selama pembangunannya pemerintah sudah menyiapkan jalur
alternatif melalui jalan kolektor, yaitu Jalan Veteran. Kondisi Jalan Veteran yang ada sangat
kurang memandai untuk dijadikan jalaur alternatif karena lebar jalan tang hanya 6 meter harus
dilalui oleh pengendara yang keluar dan masuk Kota Banjarmasin, di tambah lagi dengan banyak
persimpangan pada kawasan ini menimbulkan kemacetan parah pada jam sibuk. Kebutuhan
akan jalan layang sepertinya belum begitu diperlukan untuk Kota Banjarmasin, yang
dikhawatirkan adalah bahwa pemerintah seperti asal-asalan dalam membangun suatu
infrastruktur, agar terlihat bahwa Provinsi Kalimantan Selatan sudah maju dalam pembangunan
infrastruktur.

3.4 Pembangunan Jalan Layang yang Sesuai Dengan Undang-Undang


Sub Bab (2.5) menjelaskan mengenai simpang susun (fly over), yang memiliki pengertian
merupakan bagian dari jalan yang dibangun berdasarkan pertimbangan tertentu guna
mempermudah pergerakan barang dari suatu tempat ke tempat lain sesuai dengan tujuan.
Desain geometrik simpang susun meliputi pemilihan bentuk terbaik yang sesuai dengan situasi
tertentu. Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah topografi medan, proyeksi dan karakter lalu
lintas, lahan yang tersedia, dampak terhadap daerah sekitar serta lingkungan keseluruhan,
kelangsungan hidup ekonomi, serta kendala-kendala dari segi pembiayaan.
Fungsi simpang susun (fly over) adalah (1) menyediakan persimpangan tak sebidang pada
pertemuan dua atau lebih lalu lintas arteri dan (2) mempermudah kemungkinan perpindahan
kendaraan dari satu jalan arteri ke arteri lainnya atau dari jalan lokal ke jalan bebas hambatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011 pasal 19 ayat 1-5.
Kenyataan yang ada pada jalan layang Gatot Subroto-Ahamd Yani belum ada trotoar untuk
pejalan kaki. Peraturan mengenai larangan motor melewati jalan layang seperti tidak dihiraukan
oleh pengendara, ketersediaan ruang terbuka hijau dibawah jalan layang juga masih minim.
Dengan menggunakan analisa metode komparasi atau perbandingan didapat hasil analisa
seperti berikut: dalam Sub Bab (2.5.1) poin 3 dijelaskan bahwa keberadaan trotoar pada jalan
layang sangat penting utuk keadaan darurat. Namun, pada pembangunan jalan layang ini hal
tersebut kurang diperhatikan. Jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan maka penggguna
jalan layang ini akan kesulitan. Belum lagi minimnya ruang terbuka hijau di bawah jalan layang.
Kontraktor hanya meletakkan pot-pot tanaman yang digunakan sebagai RTH, untuk melakukan
kegiatan dibawah jalan layang sangat berbahaya karena posisinya yang berada dijalur cepat dan
ketersediaan lahan parkir yang minim.
Jadi, jika simpang susun (fly over), dibangun sesuai dengan kebutuhan akan memberi kesan
baik dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Membangun simpang susun haruslah
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aspek sosial disini lebih kepada
bagaimana masyarakat menyikapi keberadaan jalan layang tersebut, serta menjadi kebanggaan
tersendiri bagi pemerintah karena mampu bersaing dengan daerah lain dalam pembangunan
infrastruktur. Aspek ekonomi berakitan erat dengan aktivitas perdagangan barang dan jasa di
sekitar kawasan jalan layang, dari sebelum dan sesudah dibangun akan menimbulkan
peningkatan ekonomi kawasan tersebut. Pembangunan jalan layang harus memperhatikan
aspek lingkungan secara keseluruhan, jika terjadi kesalahan dalam pembangunnya bisa
menimbulkan kerusakan dan berdampak pada kelangsungan makhluk hidup sekitar.

BAB IV
Kesimpulan
4.1. Kesimpulan
Setalah dilakuan analisa dari setiap Sub Bab Konsep Dasar Teoritis dengan kondisi yang
ada, maka dapat di tarik kesimpulan:
1. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan terkesan memaksakan dalam pembangunan
infrastruktur, terutama dalam pembangunan Jalan Layang Gatot Subroto-Ahmad Yani.
Masih banyak infrastruktur lainnya yang harus dibenahi secepatnya.
2. Dalam pelayanan transportasi keberadaan jalan layang ini belum optimal, karena tidak
semua jenis kendaraan bisa melaluinya. Dan kemacetan hanya terjadi saat jam-jam
sibuk saja.
3. Pemerintah bukan memberikan solusi dalam memecahkan masalah kemacetan di Kota
Banjarmasin, tetapi hanya memindahkan titik kemacetan ketempat lain.
Daftar Pustaka

Andriyanti, Deristya. 2016. Kemacetan Terbesar Kota Banjarmasin di Jalan A Yani. URI.co.id, 19
Juli 2016. Dalam: https://banjarmasin.uri.co.id/read/7089/2016/07/kemacetan-terbesar-kota-
banjarmasin-di-jalan-a-yani. [Diakses 9 Oktober 2016}
Data Kemedagri. 2003. Rekapitulasi Data Pulau Di Indonesia Selisih Jumlah Pulau Sebelum dan
Sesudah Verifikasi. Jakarta.
Grigg, Neil, 1988. Infrastructure Engineering And Management. John Wiley and Sons.
Gamadita, Krishna Adhtama. 2009. IDENTIFIKASI PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN
LAYANG PASTEUR-SURAPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN BANDUNG
- CIMAHI (Studi Kasus : Penduduk Kota Cimahi). (S1 thesis). Institut Teknologi Bandung
Hayati, Fatia Mufieda, Achmad Wicaksono, dan Fauzul Rizal Sutikno. 2013. BIAYA KEMACETAN
DAN POLUSI KARBON MONOKSIDA PADA LALU LINTAS AKIBAT ADANYA
PEMBANGUNAN FLY –OVER (Studi Kasus: Fly-Over Simpang Jalan Ahmad Yani–Gatot
Subroto Kota Banjarmasin). Jurnal Tata Kota dan Daerah. Vol. 5, no 2, hlm. 87-96.
Himiespa FEULM. 2016. Fly Over Banjarmasin Manfaat atau Mubazir?. [Weblog] HIMIESPA FEB
ULM. 31 Mei 2016. Dalam: http://himiespafeunlam05.blogspot.co.id/2016/05/fly-over-
banjarmasin.html. [Diakses 9 Oktober 2016].
Hudoyo, Rosid. 2006. EFISIENSI RENCANA FLY OVER KALIBANTENG KOTA SEMARANG
DALAM MENGATASI KEMACETAN DARI SISI PENGGUNA. (S2 thesis). Universitas
Diponnegoro.
Kadri, Asmuri. 2013. Warga Banjarmasin Pertanykan Manfaat Jembatan Layang. Antarakalsel,
15 Januari 2013. Dalam: http://www.antarakalsel.com/berita/9645/warga-banjarmasin-
pertanyakan-manfaat-jembatan-layang. [9 Oktober 2016]
Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset,
Yogyakarta.
Manheim, Marvin L., 1979, Fundamental of Transportation System Analysis, Volume I : Base
Concept, The MIT Press, New York.
Sukma, Andrio Firstiana. 2015. Efek Pengganda Infrastruktur Pekerjaan Umum dalam
Perekonomian Provinsi Bali. Jurnal Perncanaan Wiyah dan Kota, Vol. 26, no 2, hlm. 100-
110.
Republik Indonesia. Peraturan Tentang Jalan, Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006.
Republik Indonesia. Peraturan Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan
Teknis Jalan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011.

Anda mungkin juga menyukai