Yani Kota
Banjarmasin
Disusun Oleh:
Fajar Dwi Astanto 08151012
Sukma (2015) menguraikan bahwa infrastruktur merupakan salah satu sektor yang mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di
wilayah tersebut maka semakin maju pula daerah tersebut. Salah satu pendorong pertumbuhan
ekonomi adalah infrastruktur. Setiap daerah di Indonesia berlomba dalam pembangunan
infrastruktur, agar terlihat kota tersebut maju dalam perekonomiannya. Dengan adanya hal ini,
menimbulkan persaingan antar daerah yang menyebabkan pembangunan infrastruktur menjadi
sesuatu yang sangat istimewa, dan timbul kebijakan pembangunan infrastruktur yang mubajir
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Tidak terkecuali Kota Banjarmasin, yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Dan
merupakan ibukota provinsi Kalimantan Selatan. Dalam visi pembangunan daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang sejalan dengan misi pembangunan Kota Banjarmasin serta tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Banjarmasin yaitu
mewujudkan Kota Banjarmasin sebagai kota perdagangan dan jasa. Dengan demikian Kota
Banjarmasin nantinya menjadi pusat pembangunan industri dan kegiatan perdagangan.
Pemusatan kegiatan perdagangan dan jasa, serta pembangunan di bidang indutri akan memberi
dampak terhadap adanya suatu perubahan kepadatan baik pada sector penduduk, permukiman,
dan transportasi.
Pada umumnya masyarakat sekitaran Kota Banjarmasin menjadikan kota ini sebagai tempat
untuk berbagai tujuan, yaitu sebagai tempat pariwisata, pendidikan, dan aktivitas perdagangan,
karena selain sebagai ibukota provinsi Kota Banjarmasin merupakan pusat aktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, mobilitas kendaraan baik keluar Kota Banjarmasin
menuju pusat kota sangat padat. Sering terjadi kemacetan pada daerah tertentu terutama di
persimpangan Jalan Gatot Subroto – Jalan A. Yani. Berdasarkan Tatralok (2013), efek
kemacetan ini karena pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan sejalan dengan
pertambahan unit kendaraan, namun tidak dengan pertumbuhan jalan. Peningkatan kualitas
sistem transportasi di Kota Banjarmasin juga didasari oleh peningkatan jumlah kendaraan
sebesar 38% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dan akan terus bertambah setiap tahunnya,
dengan adanya hal ini yang memungkinkan hanya membangun jalan layang, bukan melakukan
pelebaran jalan akibat lahan pinggir jalan yang sudah tidak memadai lagi.
Dalam Dokumen UKL-UPL Pembangunan Fly Over Gatot Subroto Dan Pelebaran Jalan
Akses Ahmad Yani Banjarmasin pada tahun 2010 pemerintah Kota Banjarmasin dan Provinsi
Kalimantan Selatan, membuat sebuah perencanaan pembangunan infrastruktur jalan layang (fly
over) untuk mengurai kemacetan pada daerah tersebut. Perencanaan ini sudah tercantum pada
dokumen Rencana Pengembangan Kapasitas Penataan Ruang Kawasan Metropolitan Provinsi
Kalimantan Selatan. Pembangunan fly over berlokasi di Jalan A. Yani Km. 3, yang merupakan
titik macet terparah karena ada persimpangan menuju Jalan Gatot Subroto. Nilai proyek
pembangunan jalan layang sebesar Rp. 101.765.590,- serta jangka waktu pengerjaan 2 tahun 5
bulan. Ruas Jalan A. Yani – Gatot Subroto merupakan salah satu jalan arteri primer dan arteri
sekunder yang menunjang kegiatan perdagangan, jasa dan perkantoran sehingga mempuyai
tarikan pergerakan yang tinggi. Jika terjadi kemacetan pada daerah tersebut bisa dipastikan
kegiatan perdagangan dan jasa akan terhambat. Sepanjang Jalan A. Yani – Gatot Subroto
terdapat pertokoan barang dan jasa yang menjadi pusat aktivitas dari kawasan tersebut. sering
terjadi kemacetan parah, terutama pada saat jam sibuk.
Menurut Sri Hidayati (2001) pembangunan jalan layang bisa menjadi titik balik peremajaan
kota, jika sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar akan merubah wajah kota menjadi lebih
estetika dan lebih manusiawi. Namun, jika kebijakan pembangunan itu sendiri tidak sesuai
dengan kebutuhan akan terkesan sia – sia dan membuang anggaran. Seperti yang dikatakan
Holliday (1973) upaya peremajaan kota dilaksankan berakar pada kompleksnya permasalahan
kota yang menimbulkan penurunan vitalitas kota. Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan sosial,
ekonomi, dan teknologi, serta kekuatan lokal yang bersifat khusus termasuk faktor fisik.
Dalam membangun suatu infrastruktur disebuah kawasan padat akan aktivitas ekonomi
harus beracuan pada kajian secara menyeluruh dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Seperti pembangunan jalan layang Gatot Subroto-Ahmad Yani terlihat bahwa pemerintah
terkesan memaksakan pembangunan, tidak memikirkan kebutuhan akan jalan layang.
Kemacetan pada kawasan tersebut sepertinya masih bisa dicegah dengan pengaturan lalu lintas
yang baik. Terlihat Pemerintah Provinsi hanya memindahkan sumber kemacetan tidak
memberikan solusi yang berarti. Untuk itu dibuatlah critical review untuk memberikan suatu
pendapat akan permasalahan infrastruktur. Agar kedepannya pemangku kebijakan tidak
membuat suatu keputusan pembangunan infrastruktur lebih mementingkan kebutuhan, bukan
adu gengsi dengan daerah lain dalam hal pembanguan infrastruktur.
Oleh Grigg dan Fontane (2000), dari tiga belas jenis infrastruktur tersebut selanjutnya
dikelompokkan dalam 7 kelompok besar sebagai berikut:
1. Tranportasi (jalan, jalan raya, jembatan),
2. Pelayanan transportasi (transit, bandara, pelabuhan),
3. Komunikasi,
4. Keairan (air, air buangan, sistem keairan, termasuk jalan air yaitu sungai, saluran terbuka,
pipa, dll),
5. Pengelolaan limbah (sistem pengelolaan limbah padat),
6. Bangunan, serta
7. Distribusi dan produksi energi.
2.3 Transportasi
Seperti yang sudah dijelaskan pada Sub Bab 2.2, bahwa transportasi merupakan jenis
infrastruktrur. Infrastruktur transportasi memiliki peran penting dalam mendukung manusia untuk
dapat melakukan aktivitas. Bentuk pelayanan infrastruktur ini adalah penyediaan fasilitas
transportasi, baik sarana (moda) maupun prasarana (jalan) guna untuk memudahkan manusia
untuk melakukan aktivitas pergerakan.
Ketiga komponen diatas merupakan sarana dan prasarana transportas yang saling
terkait satu sama lain dalam memenuhi permintaan akan transportasi. Dengan adanya
komponen diatas, maka yang dapat diartiikan dari sistem trasportasi adalah gabungan
elemen jalan dan terminal sebagai prasarana kendaraan sebagai sarana dan sistem
pengelolaan yang saling terkait dan bekerja sama dalam mengantisipasi permintaan
pergerakan dari manusia dan barang. Sistem pengelolaan atau sistem pengendalian
berperan dalam pengaturan yang memungkinkan pergerakan tersebut dapat berjalan
dengan efisien, lancar, aman dan teratur. Menurut Manheim (1979) sistem transportasi pada
suatu wilayah erat kaitannya dengan aktivitas sistem sosial dan ekonomi manusia, dimana
sitem transportasi berkembang sejalan dengan perkembangan atau perubahan aktivitas
sosial dan ekonomi manusia.
Sistem transportasi antara sarana dan prasarannya harus memiliki keterkaitan satu
sama lain untuk memenuhi kebutuhan pergerakan manusia dan barang. Sistem pengendali
lebih berperan kepada pengaturan agar pergerakan dapat berjalan dengan efisien, lancar,
serta aman. Perubahan sistem transportasi mengikuti dari perubahan aktivitas sistem sosial
dan ekomoni manusia. Sehingga perubahan dari kedua sistem harus seimbang agar tidak
terjadi persoalan.
2.4 Jalan
Salah satu komponen utama dalam infrastruktur transportasi dan memiliki peran penting
agar pergerakan barang dan orang berjalan lancer adalah prasarana jalan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006, jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan pelengkapnya yang
diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan
lori, dan jalan kabel. Jalan merupakan suatu jalur dimana terjadinya perpindahan atau pergerakan
dari manusia ataupun barang dari suatu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan tujuannya.
Jika simpang susun (fly over), dibangun sesuai dengan kebutuhan akan memberi kesan baik
dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Membangun simpang susun haruslah
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aspek sosial disini lebih kepada
bagaimana masyarakat menyikapi keberadaan jalan layang tersebut, serta menjadi kebanggaan
tersendiri bagi pemerintah karena mampu bersaing dengan daerah lain dalam pembangunan
infrastruktur. Aspek ekonomi berakitan erat dengan aktivitas perdagangan barang dan jasa di
sekitar kawasan jalan layang, dari sebelum dan sesudah dibangun akan menimbulkan
peningkatan ekonomi kawasan tersebut. Pembangunan jalan layang harus memperhatikan
aspek lingkungan secara keseluruhan, jika terjadi kesalahan dalam pembangunnya bisa
menimbulkan kerusakan dan berdampak pada kelangsungan makhluk hidup sekitar.
BAB IV
Kesimpulan
4.1. Kesimpulan
Setalah dilakuan analisa dari setiap Sub Bab Konsep Dasar Teoritis dengan kondisi yang
ada, maka dapat di tarik kesimpulan:
1. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan terkesan memaksakan dalam pembangunan
infrastruktur, terutama dalam pembangunan Jalan Layang Gatot Subroto-Ahmad Yani.
Masih banyak infrastruktur lainnya yang harus dibenahi secepatnya.
2. Dalam pelayanan transportasi keberadaan jalan layang ini belum optimal, karena tidak
semua jenis kendaraan bisa melaluinya. Dan kemacetan hanya terjadi saat jam-jam
sibuk saja.
3. Pemerintah bukan memberikan solusi dalam memecahkan masalah kemacetan di Kota
Banjarmasin, tetapi hanya memindahkan titik kemacetan ketempat lain.
Daftar Pustaka
Andriyanti, Deristya. 2016. Kemacetan Terbesar Kota Banjarmasin di Jalan A Yani. URI.co.id, 19
Juli 2016. Dalam: https://banjarmasin.uri.co.id/read/7089/2016/07/kemacetan-terbesar-kota-
banjarmasin-di-jalan-a-yani. [Diakses 9 Oktober 2016}
Data Kemedagri. 2003. Rekapitulasi Data Pulau Di Indonesia Selisih Jumlah Pulau Sebelum dan
Sesudah Verifikasi. Jakarta.
Grigg, Neil, 1988. Infrastructure Engineering And Management. John Wiley and Sons.
Gamadita, Krishna Adhtama. 2009. IDENTIFIKASI PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN
LAYANG PASTEUR-SURAPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN BANDUNG
- CIMAHI (Studi Kasus : Penduduk Kota Cimahi). (S1 thesis). Institut Teknologi Bandung
Hayati, Fatia Mufieda, Achmad Wicaksono, dan Fauzul Rizal Sutikno. 2013. BIAYA KEMACETAN
DAN POLUSI KARBON MONOKSIDA PADA LALU LINTAS AKIBAT ADANYA
PEMBANGUNAN FLY –OVER (Studi Kasus: Fly-Over Simpang Jalan Ahmad Yani–Gatot
Subroto Kota Banjarmasin). Jurnal Tata Kota dan Daerah. Vol. 5, no 2, hlm. 87-96.
Himiespa FEULM. 2016. Fly Over Banjarmasin Manfaat atau Mubazir?. [Weblog] HIMIESPA FEB
ULM. 31 Mei 2016. Dalam: http://himiespafeunlam05.blogspot.co.id/2016/05/fly-over-
banjarmasin.html. [Diakses 9 Oktober 2016].
Hudoyo, Rosid. 2006. EFISIENSI RENCANA FLY OVER KALIBANTENG KOTA SEMARANG
DALAM MENGATASI KEMACETAN DARI SISI PENGGUNA. (S2 thesis). Universitas
Diponnegoro.
Kadri, Asmuri. 2013. Warga Banjarmasin Pertanykan Manfaat Jembatan Layang. Antarakalsel,
15 Januari 2013. Dalam: http://www.antarakalsel.com/berita/9645/warga-banjarmasin-
pertanyakan-manfaat-jembatan-layang. [9 Oktober 2016]
Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset,
Yogyakarta.
Manheim, Marvin L., 1979, Fundamental of Transportation System Analysis, Volume I : Base
Concept, The MIT Press, New York.
Sukma, Andrio Firstiana. 2015. Efek Pengganda Infrastruktur Pekerjaan Umum dalam
Perekonomian Provinsi Bali. Jurnal Perncanaan Wiyah dan Kota, Vol. 26, no 2, hlm. 100-
110.
Republik Indonesia. Peraturan Tentang Jalan, Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006.
Republik Indonesia. Peraturan Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan
Teknis Jalan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011.