Anda di halaman 1dari 7

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah

(Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya)


(Evaluation performance reproduction on dairy cattle
(Case study in sinarjaya dairy cattle cooperation)

Siti Darodjah Rasad1


1
Laboratorium Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung

ABSTRACT Aim of the identification of has been opportunity to find out the performance
performance reproduction was to find out the reproduction of dairy cattle in that cooperation.
successfully of reproduction management in the Dairy cattle about 197 cattles was used as a sample
dairy cattle firm or farmers. Performance of the treatment, which were minimum two times
reproduction of dairy cattle include days open, calving period with the completely recording of
calving interval, service per conception, first service reproduction activity. The method of this research
postpartum and length of the pregnancy. All of that was descriptive method and the data was collected
performance reproduction values was ideal value as a census method. As a conclusion, reproduction
and close relation to the production and that values performance for the first service postpartum, days
was difference between farmer and depend of open and calving interval were ideal values but
management themselves. Sinar Jaya cooperation is service per conception was bigger than optimal
one of dairy cattle cooperation, since 1977 with the value.
population about 1554 dairy cattles in year 2006,

Key words : Performance Reproduction, Dairy Cattle, case study


2009 Agripet : Vol (9) No. 1: 43-49

PENDAHULUAN1 sifat reproduksi ideal yang tinggi dan


berkontinuitas dari hewan ternak pada setiap
Sapi perah merupakan salah satu ternak
tahunnya dapat memberikan dampak yang baik
yang telah lama menjadi komoditas usaha
bagi jalannya usaha. Dalam beberapa kasus
peternakan di Jawa Barat. Bangsa Sapi Perah
pengafkiran ternak, kebanyakan adalah karena
yang umum dipelaihara adalah bangsa sapi
alasan produksi yang rendah dari seekor sapi,
Fries Holland (Frisien Holstein) dan mulai
sebagian besar dari hal ini disebabkan karena
diintroduksikan sejak tahun 1800-an oleh
adanya kegagalan reproduksi sapi yang
pemerintah Belanda. Saat ini populasinya
bersangkutan.
mencapai 106,489 ekor (Disnak. Jabarprov,
Efisiensi reproduksi dalam populsi
2009). yang tersebar di beberapa daerah di
ternak tidak dapat diukur semata-mata oleh
Jawa Barat.
proporsi ternak yang tidak mampu
Produktivitas ternak merupakan tolak
menghasilkan anak. Sebagian induk dalam
ukur keberhasilan dari suatu perusahaan
suatu populasi mungkin mampu menghasilkan
peternakan Sapi Perah dan keuntungan
anak dalam jangka waktu hidupnya, akan tetapi
ekonomis dari sektor peternakan khususnya
seberapa besarkah persentase induk yang
pada peternakan ternak sapi perah tergantung
mampu memberikan pencapaian performans
pada keberhasilan reproduksi ternak. Adapun
sifat-sifat reproduksi yang optimum dan
keuntungan yang diperoleh adalah berdasarkan
konsisten selama jangka waktu pemeli-
dari produksi susu rata-rata per ekor per hari,
haraannya, karena sifat-sifat reproduksi seperti
yang dimaksimumkan oleh suatu interval
selang beranak, masa kosong dan jumlah
kelahiran 12 bulan, masa kering 60 hari, masa
kawin perkebuntingan (S/C) memiliki kriteria
kosong 100-110 hari serta interval antara
ideal dalam hal jumlah ataupun waktu
partus dan konsepsi berikutnya 60-85 hari.
pencapaiannya guna mencapai efisiensi
Angka keberulangan (repeatability) dari sifat-
reproduksi. Oleh karena itu evaluasi reproduksi

Corresponding author: sd_rasad@unpad.ac.id

Agripet Vol 9, No. 1, April 2009


43
per ekor induk setiap tahunnya adalah sangat pengumpulan data dilakukan menurut metode
penting untuk dilakukan. sampling. Metode sampling yang digunakan
Reproduksi pada hewan betina adalah purposive sampling (berdasarkan
merupakan suatu proses yang kompleks dan pertimbangan). Pertimbangan yang diambil
dapat terganggu pada berbagai stadium adalah, bahwa individu induk yang dapat
sebelum atau sesudah permulaan siklus diambil sebagai sampel adalah seluruh induk
reproduksi. Efisiensi reproduksi, hanya dapat yang memiliki catatan reproduksi lengkap dari
diraih melalui suatu manajemen yang baik dan dua kejadian beranak yang berurutan.
pengambilan kebijakan yang tepat dalam tata
laksana kegiatan sehari-harinya. Sistem tata Peubah yang Diamati
laksana reproduksi yang tepat memegang Penampilan sifat reproduksi yang
peranan penting dalam menentukan tingkat dijadikan bahan kajian adalah :
keberhasilan produksi suatu usaha peternakan 1. Selang Beranak (Calving Interval)
sapi perah. Parameter keberhasilan manajemen Selang beranak dihitung dari jarak waktu
reproduksi dapat juga diukur dari tingkat antara dua kejadian beranak yang berurutan.
pencapaian performa sifat-sifat reproduksi Satuan yang digunakan adalah hari.
Penelitian ini dilakukan untuk menda- 2. Masa Kosong (Days Open)
patkan gambaran mengenai penampilan Masa kosong dihitung dari tanggal beranak
performans reproduksi sapi perah FH pada hingga tanggal perkawinan terakhir yang
berbagai periode laktasi dalam suatu menghasilkan kebuntingan. Satuan yang
manajemen pemeliharaan di perusahaan digunakan adalah hari.
peternakan sapi perah KUD Sinarjaya, 3. Jumlah kawin per kebuntingan (Service Per
Ujungberung, Kotamadya Bandung. KUD Copnception)
Sinarjaya merupakan suatu koperasi yang Jumlah kawin per kebuntingan adalah
hingga saat ini masih memiliki sub unit usaha jumlah perkawinan yang telah dilakukan
ternak sapi perah dengan total populasi untuk menghasilkan suatu kebuntingan dari
sebanyak 2.255 ekor sapi perah FH, dengan setiap individu.
jumlah sapi induk sebanyak 1.500 ekor 4. Kawin Pertama Setelah Beranak (First
(Anonimous, 2008). Mating)
Adalah jarak waktu sejak sapi beranak
MATERI DAN METODE hingga dikawinkan kembali untuk pertama
kalinya setelah beranak.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian
Analisis Data
ini adalah catatan reproduksi induk sapi perah
Analisis data deskriptif yang
FH betina produktif di KUD Sinarjaya Jalan
digunakan mengacu kepada Robert and Rohlf
Raya Ujung Berung, meliputi catatan masa
(1992); Sudjana (1996); Rasyad (2003), yaitu
kosong, selang beranak, dan juga catatan
perkawinan tiap individu induk pada berbagai a. Nilai Rata-rata atau Mean ( x )
periode laktasi. Data yang diperoleh adalah xi
periode tahun 2003-2005. Dalam pengambilan x
n
data terdapat masalah, dimana recording
Keterangan :
berupa data reproduksi ternak sapi-sapi induk
hanya sampai tahun 2005, hal tersebut xi Jumlah dari semua ha1rga x
disebabkan petugas recording telah tidak lagi n Banyaknya data sampel
melakukan pencatatan setelah tahun 2005.
i 0,1,2.......N
Metode Penelitian
Nilai rata-rata (Mean) tersebut
Metode penelitian yang dilakukan adalah
digunakan untuk mengetahui rata-rata dari
metode penelitian deskriptif dimana
pencapaian sifat-sifat reproduksi yang
pengambilan data dilakukan melalui metode
dijadikan kajian dari sejumlah sampel yang
penelitian sensus terhadap seluruh induk yang
diambil.
telah beranak dua kali. Pemilihan sample dan

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah (Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya), (Dr. Agr. Ir. Siti Darodjah Rasad, MS)
44
b. Ragam ( s 2 ) Tabel 1. Perkawinan pertama setelah beranak sapi
2 2 perah FH Di KUD Sinar Jaya
n x i xi
s2 Kawin Pertama Setelah Beranak
nn 1 Tahun Max Min Rata-rata
(hari) (hari) (hari)
Keterangan : 2003 188 34 90,38
s 2 Varians atau ragam 2004 148 32 73,70
n Banyaknya data atau sampel 2005 130 32 70,33
xi Bilangan dari suatu peubah Rata-rata 155.33 32.66 78.13 ± 29,63

i 0,1,2.......N
c. Simpangan Baku atau Standar deviasi (S) Dari hasil analisis data perkawinan
pertama setelah beranak yang didapat selama
S s2 tahun 2003-2005 terhadap 197 ekor induk
Keterangan : menunjukan bahwa, rata-rata induk sapi perah
S Standar Deviasi yang ada di KUD Sinar Jaya mulai dikawinkan
s 2 Ragam dengan interval 32-188 hari atau rata-rata
77,82 ± 29,61 hari setelah beranak. Ball and
Perhitungan simpangan baku Peters (2004) menyatakan bahwa untuk
merupakan analisis untuk mengetahui batas menghindari kemungkinan gangguan repro-
kesalahan yang dianggap benar. duksi dan mendapatkan angka konsepsi yang
d. Koefisien Variasi (KV) tinggi, maka sebaiknya sapi betina mulai
s dikawinkan paling sedikit 60 hari setelah
KV x 100 % melahirkan, oleh karena itu angka rata-rata dari
x interval beranak dengan kawin pertama yang
Keterangan : dicapai di KUD ini dapat dikatakan masih
s = Simpangan Baku berada dalam kisaran normal. Dari data hasil
x = Rata-rata pengamatan, terlihat bahwa terdapat perbe-
daan yang cukup besar dalam hal pencapaian
Koefisien variasi merupakan parameter pelaksanaan perkawinan pertama setelah
untuk mengetahui besarnya keragaman atau beranak dari setiap induknya, hal ini dapat
nilai heterogen dari sampel yang dijadikan terlihat dari rata-rata jumlah hari minimum dan
bahan kajian. maksimum yang dicapai, yaitu sebesar 32 hari
dan 188 hari dari pelaksanaan perkawinan
HASIL DAN PEMBAHASAN pertama setelah beranak tersebut. Kondisi
tersebut disebabkan antara lain pertimbangan
Perkawinan Pertama Setelah Beranak (First kondisi kesehatan induk tersebut. Para peternak
Service Postpartum) mempunyai anggapan bahwa mengawinkan
Penentuan waktu kawin pertama ternak pada saat berahi pertama setelah
setelah beranak dapat menentukan tingkat beranak belum tentu memberikan dampak yang
interval waktu kelahiran (selang beranak) positif terhadap efisiensi reproduksi. Selain
(Jainudeen and Hafez, 2000). Angka dari mempertimbangkan aspek kesehatan ternak
pencapaiannya tergantung dari lama involusi sapinya sendiri, juga karena pertimbangan
uteri (kesiapan induk untuk menyediakan ekonomis yakni dalam hal mendapatkan
kondisi uterus bagi kebuntingan berikutnya) kesempatan bagi peternak untuk memperoleh
dan juga sangat tergantung dari kebijakan produksi susu yang lebih lama dan pedet yang
peternak untuk menentukan waktu yang tepat dilahirkan. Apabila dilihat dari segi penam-
untuk mengadakan perkawinan setelah sapi pilan reproduksi yang optimal (selang beranak
beranak. 12 bulan), memperoleh kebuntingan pada saat
Tingkat pencapaian angka jarak waktu mengawinkan ternak pada saat berahi pertama
antara beranak dan perkawinan pertama induk (± 30 hari setelah beranak), akan memberikan
sapi perah FH di KUD Sinar Jaya disajikan selang beranak kurang dari 12 bulan. Menurut
dalam Tabel 1 berikut. Makin et al. (1980) selang beranak kurang dari

Agripet Vol 9, No. 1, April 2009


45
12 bulan akan menyebabkan penurunan bahwa adanya gangguan reproduksi dapat
produksi susu 3,7 -9 % pada laktasi yang terlihat apabila persentase jumlah induk yang
sedang berjalan. membutuhkan lebih dari 3 kali perkawinan
Pelaksanaan inseminasi dilakukan oleh untuk mencapai suatu kebuntingan lebih dari
inseminator ketika mendapat laporan 30%.
pengaduan dari peternak ketika sapi betina
miliknya menunjukan tanda-tanda kehadiran Tabel 3. Jumlah sampel dengan S/C 1-2 kali dan >
siklus berahi. Dengan kata lain, pencapaian 2 kali Di KUD Sinar Jaya tahun 2003-
angka perkawinan pertama setelah beranak ini 2005 dari 198 ekor induk sapi perah FH
dipengaruhi pula oleh keputusan peternak Jumlah Kawin Per Kebuntingan
Tahun
sendiri. Risiko keterlambatan kebuntingan 1-2 kali > 2 kali
adalah salah satu alasan para peternak untuk 2003 63 20
mengawinkan kembali sapi-sapinya sesegera 2004 37 24
2005 33 18
mungkin setelah beranak.
total 136 61

Jumlah Kawin per Kebuntingan (Service Ada beberapa faktor yang dapat
Per Conception) menjadi perhatian dari tingkat pencapaian
Jumlah kawin per kebuntingan (S/C) jumlah kawin per kebuntingan di KUD Sinar
menunjukan jumlah perkawinan yang telah Jaya. Fasilitas Handy Talky yang diberikan
dilakukan untuk menghasilkan suatu kebun- kepada petugas kesehatan dan inseminator
tingan. Angka pencapaian jumlah kawin per dapat menjadi nilai tambah bagi manajemen
kebuntingan di KUD Sinar Jaya disajikan reproduksi di KUD ini, akan tetapi dengan
dalam tabel 2 berikut ini. jumlah induk sebanyak 1500 ekor (Nopember
2005) yang hanya ditangani oleh 5 (lima)
Tabel 2. Jumlah kawin per kebuntingan sapi perah
FH Di KUD Sinar Jaya
orang petugas inseminator dapat memberikan
hasil yang kurang optimal dalam beberapa
Jumlah Kawin Per Kebuntingan
Tahun kondisi yang terjadi di lapangan.
Max Min Rata-rata
Kehadiran berahi yang merupakan
2003 5 1 1,96
dasar dari pelaksanaan perkawinan
2004 5 1 2,28
(inseminasi) cenderung hadir tidak teratur pada
2005 4 1 2,37
Rata-rata 4,6 1 2,20±0,98
setiap siklusnya. Hal ini kadang menimbulkan
kesulitan bagi peternak untuk dapat mendeteksi
Analisis data yang dilakukan sejak kehadiran siklus berahi secara tepat, oleh
tahun 2003-2005 dengan total sampel 197 karena itu dalam pelaksanaan inseminasi, ada
ekor induk sapi perah FH terhadap catatan kalanya inseminator kehilangan waktu terbaik
perkawinan menunjukan bahwa untuk untuk melakukan inseminasi buatan kepada
menghasilkan suatu kebuntingan dibutuhkan 1- sapi betina yang sedang berahi.
5 kali perkawinan atau rata-rata 2,20 ± 0,92 Hasil analisis data catatan perkawinan
kali perkawinan. Ball and Peters (2004), menunjukan bahwa rata-rata interval waktu
menyatakan bahwa rata-rata angka pencapaian antara perkawinan pertama dan perkawinan
jumlah kawin perkebuntingan yang dianggap berikutnya dari sejumlah sampel yang didapat
normal adalah 1,6-2,0 kali, atau dapat adalah 36,19 hari. Smith dan Becker (2006)
dikatakan idealnya seekor sapi betina harus menyatakan bahwa selang perkawinan lebih
mengalami kebuntingan setelah menjalani 1-2 dari 35 hari memberikan ketepatan deteksi
kali proses perkawinan. berahi tidak lebih dari 60%, oleh karena itu
Persentase jumlah sapi betina yang dapat dikatakan bahwa ketepatan peternak di
memberikan angka jumlah kawin per KUD Sinar Jaya dalam mendeteksi kehadiran
kebuntingan 1-2 kali, yaitu sebesar 66,66%, siklus berahi adalah 60%.
sedang jumlah sapi betina yang dianggap Diagnosa pada hewan betina penderita
mengalami kesulitan kebuntingan sebanyak kawin berulang dapat dilakukan dengan
33,4 %. Hardjopranjoto (1995) menyatakan beberapa cara, diantaranya adalah pemeriksaan
klinis pada alat kelamin betina, pemeriksaan

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah (Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya), (Dr. Agr. Ir. Siti Darodjah Rasad, MS)
46
cairan uterus dan vagina untuk memeriksa kisaran 13-14 bulan (didasarkan pada lama
populasi dan mikroorganisme yang ada. kebuntingan 285 hari), sedangkan untuk
Penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan selang beranak 12-13 bulan,
mengatasi hal ini adalah melalui perbaikan masa kosong harus berada pada kisaran 95-105
pengelolaan reproduksi termasuk lebih baiknya hari atau rata-rata 100 hari (Meadows et al.
deteksi berahi, perbaikan mutu ransum pakan, 2005).
pelaksanaan inseminasi buatan yang lebih baik Singkatnya masa kosong dapat
serta sanitasi kandang dan lingkungan yang disebabkan oleh keputusan peternak yang
lebih baik. terlalu dini mengawainkan sapi betinanya
setelah sapi tersebut beranak. Sedangkan
Masa Kosong (Days Open) tingginya masa kosong, disebabkan karena
Masa kosong pada ternak sapi perah kesulitan untuk mendapatkan kebuntingan
didefinisikan sebagai jarak waktu antara sapi setelah beberapa kali sapi tersebut dikawinkan.
beranak hingga perkawinan terakhir yang Ketidakyakinan peternak bahwa sapinya akan
menghasilkan suatu kebuntingan. Pencapaian bunting dalam satu kali perkawinan adalah
angka masa kosong di KUD Sinar Jaya alasan mengapa perkawinan dilakukan
disajikan dalam Tabel 4 berikut ini. sesegera mungkin setelah sapi betina miliknya
beranak, dalam beberapa kondisi mengawinkan
Tabel 4. Masa kosong sapi perah FH Di KUD Sinar sapi betina pada saat berahi pertama setelah
Jaya beranak dapat menimbulkan risiko kegagalan
Masa Kosong reproduksi.
Tahun Max Min Rata-rata
(hari) (hari) (hari)
Selang Beranak (Calving Interval)
2003 276 38 130,50
Selang beranak adalah interval waktu
2004 211 37 119,34
diantara dua kejadian beranak yang berurutan.
2005 191 47 108,16
Pancapaian angka selang beranak di KUD
Rata-rata 226 40.66 119.33
Sinar Jaya disajikan dalam Tabel 5 berikut ini.
Hasil analisa terhadap data yang Tabel 5. Selang beranak sapi perah FH Di KUD
didapat dari seluruh sampel yang diambil Sinar Jaya
menunjukan bahwa masa kosong sapi perah Selang Beranak
FH di KUD Sinar Jaya adalah 37-276 hari atau Tahun Max Min Rata-rata
rata-rata 119,3 ± 42,29 hari. Pada data tersebut (hari) (hari) (hari)
terdapat perbedaan masa kosong yang ekstrim, 2003 557 310 411,27
baik itu jumlah hari tersingkat maupun jumlah 2004 482 319 399,83
hari terlama dari pencapaian angka masa 2005 464 319 385,16
kosong ini. Subandrio dan Sitorus (1979), Rata-rata 501 316 398,75
menyatakan bahwa masa kosong sapi perah FH
di daerah tropis berkisar antara 91-164 hari. Hasil analisa data dari catatan dua
Persentase jumlah induk di KUD Sinar kejadian beranak yang berurutan selama tahun
Jaya yang masuk ke dalam kriteria mencapai 2003-2005 menunjukan bahwa sapi perah FH
37,5% dari total keseluruhan sampel. betina yang dijadikan sampel penelitian
Fenomena ini diduga timbul karena adanya memiliki selang beranak 310-557 hari dengan
gangguan reproduksi dari beberapa ekor induk mode 398 ± 42,15 hari atau 13,1 bulan.
yang menyebabkan tingginya angka service Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa
periode akibat dari kesulitan dalam mencapai selang beranak yang ideal adalah 12-14 bulan.
kebuntingan. Jika dilihat dari nilai rata-rata sampel dapat
Perencanaan dari target pencapaian dikatakan bahwa selang beranak sapi-sapi
masa kosong pada dasarnya dilakukan untuk induk di KUD Sinar Jaya masih berada dalam
menghasilkan selang beranak yang optimal. kisaran ideal.
Estimasi angka selang beranak dari lama masa Untuk mengetahui adanya gangguan
kosong 119,3 ± 42,29 hari adalah berada pada reproduksi pun dapat di temukan dari

Agripet Vol 9, No. 1, April 2009


47
pencapaian selang beranak. Hardjopranjoto KESIMPULAN
(1995) menyatakan bahwa gangguan repro-
duksi dari seekor induk dapat terlihat dari lama Dari hasil pengamatan dapat
waktu selang beranak yang mencapai lebih dari disimpulkan bahwa performans reproduksi
400 hari. Dari data yang didapatkan dari untuk sifat reproduksi kawin pertama post
sejumlah sampel menunjukan ada 43 ekor pada partum, masa kosong dan calving internal
tahun 2003, 28 ekor pada tahun 2004, dan 10 masih berada dalam kisaran yang ideal (first
ekor pada tahun 2005 yang memberikan angka servis post partum 78,13 ± 26, 93 hari, DO
selang beranak lebih dari 400 hari atau sekitar 119,33 ± 42,29 hari dan CI 398,75 ± 42,15
41,1% dari seluruh total sampel. Walaupun hari), sedangkan angka S/C 2,20 ± 0,98 kali
memberikan nilai rata-rata yang ideal, ternyata menunjukan adanya penyimpangan dari
persentase jumlah sampel yang diduga kisaran ideal yang diharapkan (1,6-2,0 kali).
mengalami gangguan reproduksi di KUD Sinar
Jaya juga tinggi. DAFTAR PUSTAKA
Angka selang beranak merupakan Anonimous, 2005. Catatan Reproduksi Sapi
penjumlahan dari masa kosong dan lama Perah FH. Tata Usaha KUD Sinarjaya.
kebuntingan. Besarnya persentase jumlah Ujungberung, Bandung
sampel yang memberikan angka masa kosong Ball, P.J., and Peters, A.R., 2004.
lebih dari 120 hari telah berimbas kepada Reproduction in Cattle. 3rd ed.
tingginya angka selang beranak. Walaupun Blackwell Science, Inc.
dianggap memiliki variasi yang kecil, lama Bearden, H.J., Fuquay, J. W., Willard. S.T.,
kebuntingan memberikan pengaruh terhadap 2004. Applied Animal Reproduction,
lamanya selang beranak. Lama kebuntingan Sixth Edition. Pearson Prentice Hall.
dari sejumlah sampel yang didapat menun- Disnak. Jabarprov, 2009. Data Statistik
jukan bahwa rata-rata lama kebuntingan sapi Populasi Sapi Perah Tahun 2008 di Jawa
perah FH di KUD Sinar Jaya adalah 262-302 Barat. www.disnak.jabarprov.go.id
hari dengan rataan 279,74 hari. Hardjopranjoto, S.H., 1995. Ilmu Kemajiran
Bearden and Fuquay (2004) Pada Ternak. Air Langga University
menyatakan bahwa kelahiran prematur dengan Press. Surabaya.
anak yang hidup normal dapat terjadi pada Jainudeen, M.R. and Hafez, E.S.E., 2000.
umur kebuntingan 240-270 hari, dan kelahiran Cattle and Buffalo. In : B.Hafez/E.S.E.
dianggap tertunda apabila usia kebuntingan Hafez. Reproduction in Farm Animals.
lebih dari 295 hari. Hasil perhitungan lama 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
kebuntingan dari seluruh sampel menunjukan Philadelphia, Baltimore, New York,
ada 31 ekor sampel yang memberikan lama London, Buenos Aires, Hongkong,
kebuntingan 240-270 hari (prematur), dan 7 Sydney, Tokyo, p. 159
ekor sampel yang kelahirannya tertunda (lebih Makin, M., Sukraeni, E., Suamba, I.B., Jaya,
dari 295 hari). Kelahiran prematur dapat W. and Suwardi, N. K., 1980. Ilmu
disebabkan oleh faktor penyakit, stress, dan Produksi Ternak Perah. Fakultas
juga pemberian pakan yang kualitasnya buruk. Peternakan Universitas Padjadjaran.
Sedangkan perpanjangan waktu kelahiran Bandung.
dapat disebabkan oleh penyuntikan progesteron Meadows, c; Rajala-Schultz, P.J. and Frazer,
dalam jumlah besar secara berkesinambungan, G.S., 2005. A Spreadsheet-Based Model
defisiensi vitamin A dan abnormalitas foetus Demonstrating the Nonuniform
(Yusof, 2005). Walaupun dianggap membe- Economic Effects of Varying
rikan pengaruh yang relatif kecil, lama Reproductive Performance in Ohio Dairy
kebuntingan harus menjadi perhatian dari Herds. J. Dairy Sci. 88:1244-1254
peternak. Rasyad, R., 2003. Metode Statistik Deskriptif
Untuk Umum. Grasindo. Jakarta. 43; 52;
65.

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah (Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya), (Dr. Agr. Ir. Siti Darodjah Rasad, MS)
48
Robert. R.S., and Rohlf, F.J., 1992. Pengantar
Biostatistika Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Subandrio dan P. Sitorus., 1979. Performans
Turunan Pertama Hasil IB Mani Beku
Impor Dengan Sapi Perah Fries Holland
Lokal. Dalam proccedings Seminar
Penelitian dan Penunjang Pengem-
bangan Peternakan, Lembaga Penelitian
Peternakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Smith. J.F., dan Becker. K. A., 2006. The
Reproductive Status Of Your Dairy
Herd. www.cahe.nmsu.edu/pubs/-d/d-
302.pdf. (16-1-06)
Sudjana, 1996. Metode Statistika. Tarsito.
Bandung
Yusof, N., 2205. Interaction of nutrition and
reproduction : influence, mechanism and
site of action of energy balance on
postpartum ovarian function. In : M.
Kamaruddin, et al., 1st ed. Recent
Advances and Applications in Animal
Reproductive Biotechnologies.
Malaysian Agricultural Research and
Development Instutute

Agripet Vol 9, No. 1, April 2009


49

Anda mungkin juga menyukai