OLEH :
DOKTER PEMBIMBING :
dr. SYAFRIDAWATI
PENDAHULUAN
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dan merupakan masalah
medik yang sering dijumpai di klinik di seluruh dunia terutama di Negara-negara
berkembang. Kelainan ini berdampak besar pada kesejahteraan sosial, ekonomi serta
kesehatan fisik penderita. Anemia sering tidak mendapatkan perhatian oleh karena
frekuensinya yang demikian sering.
Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus
anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya
masukan zat besi. Selain itu penyebab anemia zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh
yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena
menstruasi dan infeksi parasit (cacing). Khumaidi (1989) mengemukakan bahwa faktor-
faktor yang melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia zat besi di negara berkembang
adalah keadaan sosial ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan
yang rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk.
Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama ini
ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri secara dini belum terlalu diperhatikan.
Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka harus banyak mengkonsumsi makanan yang
kaya zat besi. Selain itu penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
pencegahan infeksi cacaing dan pemberian tablet Fe yang dikombinasikan dengan
vitamin C.
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
LAOPRAN KASUS
I.DATA PASIEN
Nama : Ny.S
Umur : 17 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
No. RM : 1317xx
II.ANAMNESA
Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang ke UGD RSUD.Kec.Mandau dengan keluhan lemas lebih kurang 1 bulan terakhir,badan
terasa mudah capek dan pasien sering merasa mengantuk dan memilih lebih banyak istirahat,pasien
juga mengatakan bahwa 1 bulan terakhir nafsu makannya berkurang,kadang hanya makan 3-4
sendok saja karena pasien sudah merasa kenyang.Pasien juga mengeluhkan sakit
kepala,demam,mual dan muntah 1 kali kemarin sore,BAB dan BAK normal seperti biasa.Riwayat
perdarahan,muntah dan BAB keluar cacing disangkal pasien.Pasien tidak ada riwayat transfusi darah
rutin dan siklus menstruasi pasien normal.
Pasien tinggal serumah dengan kedua orangtuanya,pasien tidak memiliki riwayat merokok dan
minum alkohol.
III.PEMERIKSAAN FISIK
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
Hemoglobin : 4,5 gr/dl
Leukosit : 9.250 /uL
Basofil :0%
Eosinofil :0%
Neutrofil.S : 87 %
Limfosit :6%
Monosit :7%
Hematokrit : 13,6 %
Trombosit : 168.000 Ul
Eritrosit : 1.770.000
MCV : 76,8 fl
MCH : 25,4 pg
MCHC : 33,1 g/dL
RDW : 16 %
SGOT : 45 U/L
SGPT : 28 U/L
GDS : 172 mg/dL
CRP Kualitatif : Positif
CRP Kuantitatif : Positif +24
V.DIAGNOSIS
VI.DIAGNOSA BANDING
VIII.TERAPI
IVFD RL 20 TPM
Inf.Paracetamol
Planning : Transfusi PRC
IX.PROGNOSIS
3.1 ANEMIA
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan. Nilai tersebut berbeda-
beda untuk kelompok umur dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh WHO seperti
tercantum pada tabel berikut :
Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan hemoglobin yang
dikandungnya.
Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap
sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :
1. Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat dan gangguan
sintesis DNA.
Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi, gangguan sintesis
globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme besi lainnya.
Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini disebabkan kehilangan
darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara berlebihan, penyakit-penyakit
hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi
tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada
akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.Kelainan ini ditandai oleh anemia hipokromik
mikrositer, besi serum menurun, TIBC (total iron binding capacity) meningkat, saturasi
transferin menurun.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu :
a. Iron depleted state, yaitu cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis
belum terganggu.
b. Iron deficient erythropoiesis, yaitu cadangan besi kosong penyediaan besi untuk
eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
c. Iron deficiency anemia, yaitu cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.
Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering dijumpai terutama di negara-
negara tropik karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini
mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang
sangat merugikan serta damapk sosial yang cukup serius.
3.3.2 ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh :
a. Kebutuhan besi yang meningkat secara fisiologis, seperti pada prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan,dan kehamilan.
b. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
Saluran cerna : tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing tambang
Saluran genitalia wanita : menorrhagia
Saluran kemih : hematuria
Saluran napas : hemoptoe
c. Faktor nutrisi
Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan,atau kualitas besi (bioavaibilitas)
besi yang tidak baik (makanan banyak serat,rendah vitamin C, dan rendah daging )
d. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
3.3.3 PATOGENESIS
Patogenesis anemia defisiensi besi dimulai ketika cadangan besi dalam tubuh habis
yang ditandai dengan menurunnya kadar feritin yang diikuti juga oleh saturasi
transferin dan besi serum. Penurunan saturasi transferin disebabkan tidak adanya besi di
dalam tubuh sehingga apotransferin yang dibentuk hati menurun dan tidak terjadi
pengikatan dengan besi sehingga transferin yang terbentuk juga sedikit. Sedangkan
total iron binding protein (TIBC) atau kapasitas mengikat besi total yang dilakukan
oleh transferin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya besi di
dalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat besi dari manapun dengan
meningkatkan kapasitasnya.
Dalam tubuh manusia, sintesis eritrosit atau eritropoesis terus berlangsung dengan
memerlukan besi yang akan berikatan dengan protoporfirin untuk membentuk heme.
Pada anemia defisiensi besi, besi yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga heme yang
terbentuk hanya sedikit dan pada akhirnya jumlah hemoglobin yang dibentuk juga
berkurang. Dengan berkurangnya Hb yang terbentuk, eritrosit pun mengalami
hipokromia (pucat). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCHC (mean corpuscular
Hemoglobin Concentration) . Sedangkan protoporfirin terus dibentuk eritrosit sehingga
pada anemia defisiensi besi, protoporfirin eritrosit bebas (FEP) meningkat. Hal ini
dapat menjadi indikator dini sensitif adanya defisiensi besi.
Di sisi lain, enzim penentu kecepatan yaitu enzim ferokelatase memerlukan besi untuk
menghentikan sintesis heme. Padahal besi pada anemia defisiensi besi tidak tersedia
sehingga pembelahan sel tetap berlanjut selama beberapa siklus tambahan namun
menghasilkan sel yang lebih kecil (mikrositik). Hal ini ditandai dengan menurunnya
MCV (mean corpuscular volume).
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu :
a. Gejala umum anemia
Kadar Hb < 7-8 g/dl dengan gejala badan lemah, lesu, cepat lelah, pucat, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
b. Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala khas pada anemia defisiensi besi yang tidak dijumpai pada anemia jenis
lain :
1. Koilonychia yaitu kuku mudah rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok (spoon nail).
2. Atrofi papil lidah yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
3. Stomatitis angularis yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
c. Gejala penyakit dasar
Pada anemi defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut, misalnya pada anemia akibat penyakit
cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.
3.3.5 DIAGNOSA
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinik yang sering tidak khas.
a. Anamnesis
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia
organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu(Hb <7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang,
kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia (Bakta, 2009).
Anamnesis ditujukan untuk mengeksplorasi :
Riwayat penyakit sekarang.
Riwayat penyakit terdahulu.
Riwayat gizi.
Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia fisik serta riwayat
pemakaian obat.
b. Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah untuk menilai beratnya kondisi penderita (Oehardian,
2012). Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada konjungtiva mata, warna kulit,
kuku, mulut, dan papil lidah apakah terdapat gejala umum anemia/ sindrom
anemia. Pada pasien biasanya ditemukan disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : di dapatkan anemia hipokrom
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan samapai
berat.MCV, MCHC, dan MCH menurun. RDW meningkat yang menandakan
adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan
sebelum kadar hemoglobin menuruun. Kadar hemoglobin sering turun sangat
rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia
timbul perlahan-lahan. Kadar hemoglobin. Apusan darah menunjukkan
hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil,
kadang-kadang sel target.
2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15 %.
3. Kadar serum ferritin < 20 µg/dl.(ada yang memakai < 20 µg/dl ada juga < 12
µg/dl ). Jika terdapat inflamasi maka ferritin serum sampai dengan < 60 µg/dl
masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.
4. Protoporfirin eritrosit meningkat ( > 100 µg/dl )
5. Sumsum tulang : menunjukkan heperplasia normoblastik dengan normoblast
kecil-kecil ( micronormoblast ) dominan.
6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin : kadar
reseptor transferin meningkat pada defesiensi zat besi, normal pada anemia
akibat penyakit kronik dan thalasemia.
7. Pengecatan besi sumsung tulang dengan biru prusia ( perl’s stain )
menunjukkan cadangan besi yang negatif ( butir hemosiderin negatif ).
8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisensi besi :
antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam
feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung
dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.
3.3.6 DIAGNOSA BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1.Thalasemia
2.Anemia akibat penyakit kronis
3.Anemia sideroblastik
Cara membedakan keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
3.3.7 PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi.Terapi terhadap
anemia defisiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal : tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid,pengobatan menoragia.Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,murah,
dan aman. Preparat yang tersedia, yaitu :
Ferrosus sulphat ( sulfas ferosus ) : preparat pilihan pertama ( murah
dan efektif ). Dosis 3 x 200 mg
Ferrosus gluconate, ferrosus fumarat,ferrosus lactate,dan ferrosus
succinate, harga lebih mahal, terapi efektivitas dan efek samping
hampir sama.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong,tetapi efek
samping lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan,
efek samping dapat berupa mua, muntah,serta konstipasi. Pemberian obat
diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi
cadangan besi tubuh. Kalau tidak, anemia sering kambuh kembali.
Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal.
Indikasi ,yaitu :
Intoleransi oral berat
Kepatuhan berobat kurang
Kolitis ulserativa
Perlu meningkatkan Hb secara cepat ( misal preoperasi, hamil trimester
akhir )
Preparat yang tersedia : iron dextran complex, iron sorbitol citric acid
complex. Dapat diberikan sevara intramuskular dalam atau intravena pelan.
Efek samping : reaksi anafilaksis,flebitis, sakit kepala, flushing, mual,
muntah, nyeri perut, dan sinkop.
Dosis pemebrian parenteral : harus dihitung dengan tepat kareana besi
berlebihan akan membahayakan pasien. Besarnya dosis dapat dihitung dari
rumus dibawah ini :
3. Pengobatan lain
Jenis transfusi yang diberikan adalah PRC ( packed red cell ) untuk
mengurangi bahaya overload, Sebagai premedikasi dapat
dipertimbangkan pemberian fursemid intravena.
3.3.8 PROGNOSIS
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia.
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI
Caudill JS, Imran H, Porcher JC, Steensma DP. 2008. Congenital sideroblastic anemia
associated with germline polymorphisms reducing expression of FECH.
Haematologica 9,3 (10): 1582–4.
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to
Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2.
New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.