Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria termasuk penyakit yang ikut bertanggung-jawab terhadap tingginya angka
kematian di banyak negara dunia. Diperkirakan, sekitar 1,5-2,7 juta jiwa melayang setiap
tahunnya akibat penyakit ini. Walau sejak 1950 malaria telah berhasil dibasmi di hampir
seluruh benua Eropa, Amerika Tengah dan Selatan, tapi di beberapa bagian benua Afrika dan
Asia Tenggara, penyakit ini masih menjadi masalah besar. Sekitar seratus juta kasus penyakit
malaria terjadi setiap tahunnya, satu persen diantaranya berakibat fatal. Seperti kebanyakan
penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.
Penyebaran malaria juga cukup luas di banyak negara, termasuk Indonesia.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995, diperkirakan 15 juta penduduk
Indonesia menderita malaria, 30 ribu di antaranya meninggal dunia. Morbiditas (angka
kesakitan) malaria sejak tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali
terjadi peningkatan: dari 18 kasus per 100 ribu penduduk (1998) menjadi 48 kasus per 100
ribu penduduk (2000). Peningkatan terjadi terutama di Jawa Tengah (Purworejo dan
Banyumas) dan Yogyakarta (Kulon Progo). Di luar Jawa dan Bali, peningkatan terjadi dari
1.750 kasus per 100 ribu penduduk (1998) menjadi 2.800 kasus per 100ribu penduduk
(2000): tertinggi di NTT, yaitu 16.290 kasus per 100 ribu penduduk.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit malaria ?
2. Apakah etiologi penyakit malaria ?
3. Seperti apa gejala klinis penyakit malaria ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit malaria ?
5. Bagaimana epidemiologi penyakit malaria ?
6. Bagaimana penanganan penyakit malaria ?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing,
selain itu penulisan makalah ini juga bertujuan untuk membuka wawasan dan cara berpikir
kita agar dapat memahami berapa pentingnya menjaga kesehatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Malaria
Penyakit malaria adalah salah satu dari jenis penyakit menular dan disebabkan oleh
parasit dari genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan
( gigitan) nyamuk Anopheles spp.
B. Etiologi
Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae, dan order Coccidiidae.
Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:
a. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas) atau dikenal
dengan nama lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan demam setiap hari.
b. Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana benigna (jinak).
c. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.
d. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat, menyebabkan
malaria ovale.

C. Gejala Klinis
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari
demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut :
1. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat
2. Nafsu makan menurun
3. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah
4. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium
Falciparum
5. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa
6. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran

2
7. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah
mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan
ke atau berasal dari daerah malaria.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
1. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium dingin, stadium demam, dan
stadium berkeringat
2. Splenomegali (pembengkakan limpa)
3. Anemi yang disertai malaise
4. Patofisiologi
Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada
spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria
tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum.
D. Patofisiologi
Penyakit malaria seperti yang telah diterangkan di atas bahwa merupakan salah satu
jenis penyakit menular. Cara penularan penyakit malaria ini adalah ditularkan melalui gigitan
nyamuk malaria
( anopheles ). Bila nyamuk anopheles ini mengigit orang yang sakit malaria maka parasit
akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut
berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka
parasit tersebut akan di tularkan ke orang tersebut. Di dalam tubuh manusia parasit akan
berkembang biak, menyerang sel-sel darah merah. Dalam waktu kurang lebih 12 hari orang
tersebut akan terserang penyakit malaria.

E. Epidemiologi
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria
1. Orang
Diperkirakan prevalensi malaria diseluruh dunia berkisar antara 300-500juta kasus dengan
kematian antara1-2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80 % adalah anak-anak yang berusia
kurang dari 5 tahun. Berdasarkan SKRT tahun 2001, CSDR akibat malaria pada laki-laki 11
per 100.000 penduduk dan wanita 8 per 100.000 penduduk.
2. Tempat
Malaria ditemukan di daerah mulai 64 derajat lintang utara (Rusia) sampai 32 derajat lintang
selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 meter (Bollivia) sampai dengan
yang letaknya 433 meter di bawah permukaan laut (laut mati). Kini malaria banyak di jumpai

3
di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur
Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulai di Pasifik Selatan.
Plasmodium vivax memiliki distribusi geografi yang paling luas mulai dari daerah yang
beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang di jumpai di Pasifik Barat.
Di Indonesia, spesies ini dijumpai di seluruh kepulauan. Plasmodium palcifarum terutama
menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit ini
tersebar di seluruh kepulauan. Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis maupun
daerah subtropis. Di Indonesia, spesies ini di jumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium
ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik barat, dan di
beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di pulai Owi sebelah selatan
Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.
3. Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1 % (30.000 kematian dari 30 juta kasus). Tahun
2005, CFR malaria 0,2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun yang sama CFR
malaria palcifarum 1,12 % (44 kematian dari 3.924 kasus).

1.4 Kegiatan Surveilans Malaria


Kegiatan surveilans malaria terbagi menjadi 3 periode, yaitu:

Surveilans periode kewaspadaan sebelum Kejadian Luar Biasa (KLB) atau surveilans Periode
Peringatan Dini (PPD): Suatu kegiatan untuk memantau secara terartur perkembangan
penyakit malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan pendahuluan untuk mencegah
timbulnya KLB.
Surveilans Periode KLB: Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria
menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari biasanya/sebelumnya dan terjadi
peningkatan yang bermakna baik penderita malaria klinis maupun penderita malaria positif
atau dijumpai keadaan penderita plasmodium falciparum dominan atau ada kasus bayi positif
baik disertai ada kematian karena atau diduga malaria dan adanya keresahan masyarakat
karena malaria.
Surveilans Paska KLB: Kegiatannya sama seperti pada periode peringatan dini. Monitoring
dilakukan dengan cara pengamatan rutin atau melakukan survei secara periodik pada lokasi
KLB (MFSatau MS) juga melakukan survei vektor dan lingkungan.

4
Kegiatan Surveilans PPD adalah sebagai berikut:Pengumpulan Data
Jenis data kasus malaria yang dikumpulkan di setiap jenjang baik di tingkat Puskesmas,
Kabupaten, Propinsi dan Pusat merupakan data situasi malaria yang secara umum dapat di
bagi menjadi beberapa periode, yaitu: periode peringatan dini dan penanggulangan KLB.
Data yang dikumpulkan adalah:
A. Data Kasus
a) Data kematian per desa/dusun per minggu
b) Pengamatan kasus malaria klinis per desa per minggu
c) Pengamatan kasus malaria positif dan spesiesnya per desa per minggu
d) Kelompok umur penderita (bayi, balita, anak sekolah dan dewasa) per desa per minggu.
e) Penyelidikan epidemiologi pada semua penderita malaria positif
f) Penderita malaria diobati klinis dan radikal
g) Penderita yang masih positif setelah diberi pengobatan
B. Data Upaya Pemberantasan Vektor
a) Penyemprotan rumah
b) Larvaciding, dengan sasaran luas tempat perindukan yang akan diaplikasi
c) Biological Control, atau penebaran ikan pemakan jentik
d) Pemolesan Kelambu
e) Survei Pendahuluan Source Reduction
C. Data Vektor
a) Pengamatan jentik per bulan
b) Kepadatan nyamuk dewasa
D. Data Logistik
a) Stok obat malaria
b) Bahan laboratorium
c) Peralatan
E. Data Demografi
a) Jumlah penduduk per desa/dusun
b) Jumlah penduduk menurut golongan umur, pekerjaan dan lain-lain
F. Data Lingkungan
a) Data stratifikasi daerah, seperti: daerah persawahan, hutan, pantai dan lain- lain
b) Data curah hujan.

Pengolahan dan Analisa Data

5
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara memindahkan data dari formulir yang satu ke
formulir yang lain. Pengolah data tersebut dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan,
mengurangi, mengalikan dan membagi sesuai dengan kebutuhan “Pedoman Pengumpulan,
Pengolahan dan Penyajian Data” yang telah ditetapkan dan berlaku bagi setiap
tingkat/jenjang unit organisasi. Pengolahan data dalam rangka pemberantasan malaria
mencakup beberapa hal, antara lain:
1) Kasus Malaria Positif atau Malaria Klinis
Laporan kasus malaria positif dan klinis dapat diolah dengan menggunakan
Rumus :
Rata-rata per bulan = Jumlah satu tahun selama kasus
12 bulan
2) Data Daerah Malaria
a. Puskesmas dengan Pemeriksaan Klinis diperiksa Laboratorium
Data malaria positif diolah untuk mendapatkan Annual Parasite Insidence (API) masing-masing
desa didapat dari Active Case Detection(ACD), Passive Case Detection (PCD) dan dari
kegiatan lainnya, dicari dengan rumus sebagai berikut:
API = Jumlah kasus selama satu tahun x 1000‰
Jumlah Penduduk satu tahun
b. Puskesmas dengan Pemeriksaan Laboratorium
Data malaria klinis diolah untuk menetapkan Annual Malaria Incidence (AMI) per desa
berdasarkan catatan laporan selama setahun dari puskesmas. AMI didapatkan dengan cara
rumus sebagai berikut:
AMI = Jumlah kasus selama satu tahun x 1000‰
Jumlah Penduduk
Setelah diketahui angka AMI dari setiap desa/puskesmas, kemudian tentukan desa-desa dengan
API>50‰, dan selanjutnya dibuat juga table desa yang melakukan pemberantasan vektor
yang mencakup: jumlah jiwa, jenis pemberantasan vektor, demikian juga dengan Parasite
Rate (PR) dari hasil malariometrik survei evaluasi.
3) Pemetaan
Hasil pengolahan data yang ada selanjutnya dibuat data stratifikasi wilayah puskesmas dengan
batas desa, kemudian daerah itu dibagi berdasarkan reseptivitas, infrastrukur, data
entomologi, pemberantasan vektor dan API per desa. API dikelompokkan sebagai berikut:
a. HCI (High Case Incidence) , API> 5‰ penduduk
b. MCI (Moderate Case Incidence) , API< 5‰ penduduk

6
c. LCI(Low Case Incidence) , API< 1‰ penduduk
4) Pola Musim Penularan
a. Menentukan pola musim penularan, pola penularan penyakit yang bersifat musiman dapat
dihitung dengan menghimpun data dengan unit waktu bulanan selama minimal lima tahun.
b. Langkah-langkah menentukan pola musim penularan perlu dilakukan pengumpulan,
pengolahan dan penyajian data secara tertib, teratur dan terus menerus selama lima tahun
terakhir.
5) Indeks Curah Hujan
Data yang dibutuhkan adalah jumlah curah hujan dari hari hujan setiap bulan. Data diambil dari
beberapatahun terakhir, minimal 3 tahun.
6) Catatan Serial Penyemprotan
Hasil penyemprotan rumah diolah dengan cara menata data sebagai berikut: nama desa yang
disemprot, tahun mulai disemprot, nama racun serangga yang digunakan, jumlah rumah yang
disemprot dan yang tidak disemprot, jumlah jiwa yang dilindungi. Hasil evaluasi
malariometrik survei, penderita positif, PRnya dihitung masing-masing desa yang disemprot,
waktu survei dilakukan.

Pelaporan Data

Pelaporan data surveilans malaria dilakukan dengan alur sebagai berikut:


a. Data awal diperoleh dari Puskesmas Pembantu, bidan dan kader
b. Data dari ketiga elemen tersebut diperoleh oleh Puskesmas
c. Kemudian data dari Puskesmas dan rumah sakit dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten.
d. Dari Dinas Kesehatan Kabupaten dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi bersama data dari
rumah sakit di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Labkesda Provinsi.
e. Dari Dinas Kesehatan Propinsi kemudian dilaporkan ke Ditjen PPM&PLP Subdit Malaria.

Tindak Lanjut

Bila terjadi kecenderungan peningkatan penderita malaria, dilakukan upaya penanggulangan


sebagai berikut:

7
1) Mass Fever Survey (MFS)
a) Pemeriksaan spesimen darah tersangka malaria pada semua penderita demam dan dilakukan
pengobatan klinis atau pengobatan radikal terhadap semua penderita malaria positif.
b) Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus yang terjadi
indigenous atau import serta untuk mengetahui sampai sejauh mana penyebaran kasus. PE
dilakukan pada semua kasus malaria positif.
2) Pengamatan Vektor
Dilakukan pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor yang sudah dikonfirmasi maupun
suspek vektor, dan perilaku vektor.
3) Pemberantasan Vektor
Untuk menekan penularan malaria, dilakukan upaya pemberantasan vektor dengan berbagai
metode yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Jejaring

1. Tingkat Kabupaten: Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan,


Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO), Bappeda, DPRD, SLPV dan DEST.
2. Tingkat Propinsi: Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan Lingkungan, Dinas Kabupaten/Kota,
DPRD, Bappeda,Universitas, SLPV, DEST, Surveilans/pengamatan.
3. Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkunga, Subdit Pengamatan Epidemiologi
Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian vektor, Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan,
NEST

1.5 Indikator Surveilans Epidemiologi Malaria


1.5.1 Indikator Input
a. Proporsi Puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi
b. Proporsi Puskesmas endemis malaria
c. Proporsi desa endemis malaria
d. Proporsi tenaga pengelola malana yang sudah dilatih
e. Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih
f. Proporsi tenaga Co. Ass. Entomologi yang sudah dilatih
g. Proporsi Puskesmas yang mempunyai mikroskop yang berfungsi
h. Proporsi Puskesmas dengan reagen yang cukup

8
i. Proporsi Puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang cukup
j. Proporsi Puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang cukup
k. Proporsi Puskesmas yang sudah memperoleh Pedoman (Juknis dan Juklak)
l. Proporsi Puskesmas/Pustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malana yang cukup
m. Proporsi Puskesmas dengan kebutuhan biaya operasional yang cukup
1.5.2 Indikator Proses
a. Proporsi cakupan penemuan penderita
b. Proporsi Puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium
c. Proporsi pendenta malaria klinis yang diperiksa secara laboratorium
d. Proporsi pendenta yang memperoleh pengobatan klinis
e. Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal
f. Proporsi pendenta yang dilakukan penyelidikan epidemiologi
g. Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up
h. Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data epidemiologi dan
entomologi (evidence base)
i. Proporsi lokasi yang dilakukan pengamatan vektor
j. Proporsi tenaga mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan laboratorium > 5%
1.5.3 Indikator Out Put
a. Parasit Rate (PR)
b. SPR (mengukur ketepatan diagnosa)
c. Parasit formula (% P.f, Pv)
d. Proporsi gaga' obat
e. Kepadatan vektor (MBR)
f. Parity rate
g Proporsi desa HCl/HPI, MCl/MPI, LCl/LPI
1.5.4 Indikator Out Come
a. Case Fatality Rate (CFR)
b. Annual Parasite Incidence (API)
c. Annual Malaria Incidence (AMI)
F. Penanganan
1. Pencegahan
a. Menghindari gigitan nyamuk, tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk, memakai
obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan kandang ternak dari
rumah, mengurangi berada di luar rumah pada malam hari.

9
b. Pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria,dengan pemberian
obat yaitu minum obat doksisilin 1 x 1 kapsul / hari sampai 2 minggu setelah keluar dari
lokasi endemis malaria.
c. Membersihkan lingkungan, menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong royong
membersihkan lingkungan sekitar, mencegahnya dengan kentongan.
d. Menebarkan pemakan jentik, menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan
pemakan jentik. Seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair.
2. Pengobatan
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona,
yang dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan
protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan jerman berhasil
menemukan atabrine (quinacrine hydrocloride) yang pada saat itu lebih efektif daripada
quinine dan kadar racunnya lebih rendah,Beberapa jenis obat yang dikenal umum adalah :
a. Obat standar: klorokuin dan primakuin
b. Obat alternatif: Kina dan Sp (Sulfadoksin + Pirimetamin)
c. Obat penunjang: Vitamin B Complex, Vitamin C dan SF (Sulfas Ferrosus)
d. Obat malaria berat: Kina HCL 25% injeksi (1 ampul 2 cc)
e. obat standar dan Klorokuin injeksi (1 ampul 2 cc) sebagai obat alternatif.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit malaria adalah salah satu dari jenis penyakit menular dan disebabkan oleh
parasit dari genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan
( gigitan) nyamuk Anopheles spp.
Cara penularan penyakit malaria ini adalah ditularkan melalui gigitan nyamuk malaria (
anopheles ).

B. Saran
Disarankan agar pemerintah dapat memperhatikan kondisi rakyat kecil yang sangat
rentan terkena penyakit malaria sebelum terjadi kejadian luar biasa (KLB) dan juga
diharapkan kepada petugas kesehatan agar selalu memberikan penyuluhan kepada
masyarakat agar dapat mencegah penyakit malaria.

11
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes.2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelengaraan Sistem Survailens
Epidemiologi Kesehatan. Kemenkes RI available in
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201116%20ttg%20Pedo
man%20Penyelenggaraan%20Sistem%20Surveilans%20Epidemiologi%20Kesehatan.pdf.

Kemenkes.2007. keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


275/MENKES/SK/III/2007 Tentang Pedoman Survailens Malaria. Kemenkes RI available in
www.hukor.depkes.go.id/.../KMK%20No.%20275%20ttg%20Pedoman

Dachi. 2011. Kompetensi dan Sistem Imbalan terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas dalam
Penaggulangan Malaria Melalui Kegiatan Surveilans di Kabupaten Nias. Universitas
Sumatera Utara.http://repository.usu.ac.id. Diakses 06 November 2013.

Amiruddin, Ridwan. 2013. Mengembangkan Evidence Based Public Health (Ebph) Hiv Dan Aids
Berbasis Surveilans. Jurnal AKK. Vol 2 No 2. hal 48-55. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Unhas: Makassar. www.blog.unhas.ac.id. Diakses 06 November 2013.

Katzung, B.G., 2004. Farmakologi dasar dan Klinis. Edisi 8, Jilid III, Salemba Medik, Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai