Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

MENINGITIS TUBERKULOSIS STADIUM III + KEP BERAT

Oleh:
Kurnia Pujiastuti
9910168

Pembimbing:
Dr. A. Adipurnama, Sp.A.

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2005
MENINGITIS TUBERKULOSIS

Batasan
Meningitis tuberculosis adalah peradangan selaput otak (meningen) akibat
komplikasi tuberculosis primer.3

Etiologi
Meningitis tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Ada
dua tipe, yaitu: (1) Mycobacterium tuberculosis hominis; (2) Mycobacterium tuberculosis
bovis (5%).5

Epidemiologi
Meningitis tuberculosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas
tuberculosis anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk
bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian
tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang
ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur
dibawah 3 bulan.1, 2, 3, 6

Patofisiologi
Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis primer,
dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya focus infeksi primer di paru-paru, namun
dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak
ditemukan adanya focus primer (1,2%). Dari focus primer, kuman/ basil masuk ke
sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat
menimbulkan infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa
focus metastase yang biasanya tenang.1,2, 6
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951, yakni
terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula- mula terbentuk adanya tuberkel di otak,
selaput otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama
infeksi primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian
timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah,
karena rangsangan yang mungkin berupa trauma atau factor imunologis. Akibatnya, basil
kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Selanjutnya meningitis
yang menyeluruh akan berkembang. Proses ini mungkin terjadi segera sesudah
dibentuknya lesi atau setelah periode laten beberapa bulan atau beberapa tahun.1,3,7 Jika
hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensitasi, maka masuknya basil ke dalam ruang
subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam
cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini mula- mula timbul di sekitar tuberkel yang
pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependym. Reaksi
radang akut di leptomening tersebut, ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna
kuning kehijauan di basis otak, yang dapat menginfiltrasi pembuluh darah
kortikomeningeal dan menimbulkan radang, obstruksi dan selanjutnya infark serebri.
Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa
paralysis saraf cranialis (disfungsi saraf III, VI, dan VII), infark karena penyumbatan
arteria dan vena, serta hidrosefalus komunikans karena eksudat mengganggu aliran
normal cairan serebrospinal ke dalam dan keluar system ventrikel pada setinggi sisterna
basilar. Perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan
menyebabkan spinal block dan paraplegia. 1,2,6

Manifestasi klinis 1,4,5,6


Menurut Lincoln, dikelompokkan dalam tiga stadium:

1. Stadium I (non spesifik)


- Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
- Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis
- Gejala: * demam (tidak terlalu tinggi) * rasa lemah
* nafsu makan menurun (anorexia) * nyeri perut
* sakit kepala * tidur terganggu
* mual, muntah * konstipasi
* apatis * irritable
- Pada bayi, irritable dan ubun- ubun membonjol merupakan manifestasi yang sering
ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana
hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa
disertai demam dan timbul kejang intermitten.1, 5, 7
- Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan
berlangsung singkat sehingga sering terabaikan  cepat masuk stadium III.3

2. Stadium II (stadium transisional)


- Disebut juga fase meningitik; yang ditandai dengan memberatnya penyakit. Pada fase
ini terjadi rangsangan pada selaput otak/ meningen.1
- Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas
lengkung serebri.
- Peradangan meningen  meningitis, pemeriksaan: kaku kuduk (+), refleks Kernig dan
Brudzinski (+).
-
Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak 
menyebabkan gangguan otak/ batang otak.
- Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan
saraf cranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya
tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf cranial dan kadang
medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia,
quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
- Gejala:
* akibat rangsang meningen  sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)1
* akibat peradangan / penyempitan arteri di otak: - disorientasi
- bingung
- kejang
- tremor
- hemiparesis
- penurunan kesadaran
*gangguan otak/batang otak/ggn saraf kranial:
Saraf cranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
Tanda: - strabismus - diplopia
- ptosis - reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur
3. Stadium III (koma)
- Fase paralitik, terjadi percepatan penyakit, gangguan fungsi otak semakin jelas
- Gejala: * pernapasan irregular
* demam tinggi
* edema papil
* hiperglikemia
* kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma,
otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, dekortikasi/ deserebrasi,
opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali

Kriteria Diagnosis 4
 Anamnesis: riwayat kejang atau kesadaran  (tergantung stadium penyakit)
 Pemeriksaan Fisik: tergantung stadium penyakit
 Tes Tuberkulin (+), (40% kasus  negative)
 Laboratorium:
# Darah: anemia ringan, jumlah lekosit N/ / 
# Likuor (pungsi lumbal):
- warna: Ground glass appearance/ santokrom, tetapi bias jernih/ sedikit
opalesens
- jumlah sel: 10- 1000/ mm3 (stadium awal  sel PMN dominant; stadium
lanjut  limfosit dominant)
- protein: meningkat > 40 mg/ dl
- glukosa: biasanya menurun < 40 mg/dl (rasio dalam likuor : darah < 1/2)
- klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun
- sarang laba-laba (pellicle)
# Bilasan lambung:
- BTA (+)
- Kultur M. tuberculosis (+)  untuk diagnosa pasti
 Radiologi:
- Foto toraks  lesi di paru
- USG kepala  hidrosefalus
- CT- scan kepala

Diagnosis banding 4
Meningitis atipik
Stadium awal meningitis bakterialis

Pemeriksaan Penunjang 4
1. Tes tuberculin
2. Bilasan lambung
3. Foto toraks
4. Pungsi lumbal
5. USG kepala (bila memungkinkan)
6. CT scan kepala (bila memungkinkan)

Komplikasi
Dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang
terlambat. Dapat terjadi cacat neurologist berupa paresis, paralysis sampai deserebrasi,
hirosefalus akibat sumbatan, resorpsi berkurang atau produksi berlebihan dari likuor
serebrospinal. Anak juga dapat menjadi tuli atau buta dan kadang timbul retardasi
mental.3,6

Pengobatan
Pengobatan meningitis tuberculosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi
yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intracranial.1
Pengobatan biasanya terdiri dari kombinasi INH, rifampisin dan pyrazinamide,
kalau berat dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Pengobatan minimal 9 bulan,
atau lebih lama. INH bersifat bakteriosid dan bakteriostatik diberikan dengan dosis 10-20
mg/kgBB/hari, maksimum 300mg/hari secara oral. Komplikasi pemberian INH berupa
neuropati perifer, dan dapat dicegah dengan pemberian piridoksin 25-50 mg/hari. Namun
pemberian piridoksin pada bayi dan anak tidak begitu perlu, yang perlu adolesens. Jika
INH diberikan bersama dengan rifampisin, kejadian hepatotoksik meningkat terutama
apabila dosis melebihi 10 mg/kgBB/hari. Rifampisin bersifat bakteriostatik, diberikan
dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari secara oral sebelum makan, diberikan minimal selama
9 bulan. Rifampisin menyebabkan urin pasien berwarna merah. Efek samping berupa
hepatitis, kelainan gastrointestinal dan trombositopenia. Pirazinamid (PZA) bersifat
bakteriostatik, diberikan dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari atau 50-70 mg/kgBB dua kali
seminggu dibagi dalam 2-3 dosis, diberikan selama 2 bulan secara oral. Efek samping
berupa neuritis perifer. Etambutol bersifat bakteriostatik diberikan dengan dosis 15-25
mg/kgBB/hari atau 50 mg/kgBB dua minggu sekali secara oral selama minimal 9 bulan.
Pada anak usia muda, dapat terjadi neuritis optika atau atrofi optic, sehingga diberikan
pada anak diatas 5 tahun, tetapi komplikasi seperti itu jarang terjadi. Streptomisin bersifat
bakteriosid, diberikan dengan dosis 20 mg/kgBB/hari, tetapi sekarang tidak digunakan
lagi. Efek samping berupa gangguan vestibular atau auditori (keseimbangan dan
pendengaran), namun lebih sering gangguan keseimbangan.1,5,6
Pemberian kortikosteroid sebagai antiinflamasi, menurunkan tekanan
intrakranialdan mengobati edema otak. Pemberian kortikosteroid yang dipakai
prednisone dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, selama 2-4 minggu dosis penuh kemudian 4
minggu dosis diturunkan secara bertahap (tapering off). Namun ada yang memberikan
sampai 3 bulan.1,5,6

Prognosis
Tergantung umur dan stadium penyakit
- umur < 2 th  mortalitas/ insidens sekuele tinggi
- stadium I  kesembuhan 100%, insidens sekuele rendah
- stadium II  mortalitas 15-30%; insidens sekuele 75%
- stadium III  mortalitas 50%; insidens sekuele > 80%

KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)


Batasan
Keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan
gizi(AKG).

Klasifikasi
 KEP ringan : Berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-
NCHS dan/ atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-
90% baku median WHO-NCHS
 KEP sedang : BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80%
baku median WHO-NCHS
 KEP berat : BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70% baku
median WHO-NCHS
KEP berat secara klinis terdapat dalam 3 tipe:
Kwashiorkor, marasmus dan marasmik kwashiorkor
Tanpa melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit
lain adalah KEP berat tipe Kwashiorkor

 KEP nyata : Istilah yang digunakan dilapangan yang meliputi KEP sedang dan
berat, yang pada KMS berada di bawah garis merah (tidak ada garis pemisah
antara KEP sedang dan berat pada KMS)
 KEP total : Jumlah KEP ringan, sedang dan berat

Etiologi
Primer: Kekurangan konsumsi karena tidak tersedianya bahan makanan
Sekunder: Kekurangan kalori-protein akibat penyakit (misalnya penyakit ginjal,
hati, paru, dll)

Kriteria Diagnosis
 Anamnesis makanan
 Klinis, termasuk antropometri
 Laboratorium

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah : Hb, leukosit, eritrosit, nilai absolute eritrosit, hematokrit(Ht), apus darah
tepi, albumin, protein total, ureum, kreatinin, kolesterol, HDL, trigliseride, Fe,
TIBC, transthyretin serum, elektrolit, glukosa, bilirubin, indeks protrombin dan
biakan
2. Urin: Kultur, urea N, hidroksiprolin
3. Apus rectal

Penyulit
1. Mudah terserang infeksi
2. Diare
3. Hipotermia
4. Hipoglikemia
5. Anemia

Terapi
KEP I (KEP ringan)
- Penyuluhan gizi/ nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana
penderita rawat jalan)
- Dianjurkan memberikan ASI eksklusif (bayi < 4 bulan) dan terus
memberikan ASI sampai 2 tahun
- Bila dirawat inap untuk penyakit lain → makanan sesuai dengan
penyakitnya agar tidak jatuh menjadi KEP sedang/ berat dan untuk
meningkatkan status gizi

KEP II (KEP sedang)


- Rawat jalan: Nasehat pemberian makanandan vitamin serta teruskan
ASI, selalu pantau kenaikan BB
- Tidak rawat jalan: Dapat dirujuk ke puskesmas untuk penanganan
masalah gizi
- Rawat inap: Makanan tinggi energi dan protein dengan kebutuhan energi
20-50% diatas AKG. Diet sesuai dengan penyakitnya dan dipantau berat
badannya setiap hari, beri vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah
penderita sembuh dari penyakitnya, tetapi masih menderita KEP ringan
atau sedang rujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizinya

KEP III (KEP berat)


Pada tatalaksana rawat inap KEP berat di rumah sakit terdapat 5 aspek penting yang perlu
diperhatikan:
1. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat (10 langkah utama)
2. Pengobatan penyakit penyerta
3. Kegagalan pengobatan
4. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas
5. Tindakan pada kegawatan
 Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat (10 langkah utama)
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting:
1. Atasi / cegah hipoglikemia
2. Atasi / cegah hipotermia
3. Atasi / cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/ cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Koreksi defisiensi nutrient mikro
8. Fasilitas tumbuh- kejar (catch up growth)
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/ mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
I. IDENTITAS PENDERITA

Nama penderita : Ismi Madiatul Lula


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Bandung, 3 Oktober 1997
Umur : 8 tahun 1 bulan
Kiriman dari : Datang sendiri
Tanggal dirawat : 22 November 2005
Tanggal diperiksa : 23 November 2005

Nama ayah : Entang Nasihin


Umur : 43 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan : Tidak mau menyebutkan
Alamat : Citarip Barat RT006 RW07 Kelurahan Kopo Kecamatan Bojongloa
Kaler Kota Bandung

Nams ibu : Siti


Umur : 39 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan :-
Alamat : Citarip Barat RT006 RW07 Kelurahan Kopo Kecamatan Bojongloa
Kaler Kota Bandung

II. ANAMNESIS

Heteroanamnesis diberikan oleh: ibu penderita


Tanggal 23 November 2005

Keluhan Utama: Penurunan kesadaran

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sejak 3 jam SMRSI, menurut ibu pasien , pasien mengalami penurunan kesadaran
(pasien sulit untuk di bangunkan dan terlihat lebih mengantuk), disertai adanya mulut
mencong ke arah kanan dan mata sebelah kanan sulit dibuka. Beberapa saat sebelum
kesadarannya menurun, pasien mengalami kejang pada seluruh tubuh, sebanyak 1x
selama 5 menit.
Sejak 9 hari SMRSI, os mengeluhkan adanya muntah-muntah, ≥ 5x/hari setiap
diisi makanan, @ ± ¼ gelas akua, berisi makanan yang dimakan. Menurut ibunya, pasien
sering terlihat agak sesak terutama malam hari. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas,
perubahan cuaca dan perubahan posisi. Dan menurut ibunya, pasien terlihat menjadi lebih
kurus daripada saat sebelum sakit.
Sejak 12 hari SMRSI, os mengeluhkan adanya panas badan, naik turun, dirasakan
terutama malam hari; muntah 1x sebanyak ¼ gelas akua berisi makanan yang dimakan.
Os juga mengeluh bahwa perutnya menjadi kembung dan terasa sakit.
Sejak 2 minggu SMRSI, os mengeluhkan adanya panas badan, timbul perlahan-
lahan, naik turun, dirasakan terutama pada malam hari dan disertai berkeringat. Os
mengeluhkan adanya nyeri kepala terutama dibagian depan kepala, nyeri sekitar bola
mata dan sering mengeluhkan adanya nyeri perut seperti mulas. Os mengeluh mual,
muntah ± 3x/hari, sebanyak @ ¼ gelas akua, berisi makanan yang dimakan. Pasien masih
mau minum, tetapi nafsu makannya menjadi berkurang. Sejak sakit, os menjadi lebih
pendiam daripada biasanya dan tampak lemah lesu.
3 minggu SMRSI, os mengeluh batuk- batuk kadang berdahak, warna putih tanpa
disertai darah. Keluhan ini disertai adanya panas badan yang tidak terlalu tinggi. Os juga
mengeluh muntah 1x @ ¼ gelas akua berisi makanan yang dimakan.
BAK: Pada minggu I sakit, os mau banyak minum, BAK menjadi lebih sering, warna
kuning muda, jernih tanpa disertai nyeri saat BAK. Saat minngu ke II, BAK
kembali seperti semula
BAB : Sejak 2 minggu SMRSI, os menjdi sulit buang air besar (biasanya setiap hari 1x
menjadi 3 hari 1x; saat masuk RSI os sudah 4 hari belum BAB
RPD : - Sejak kecil os sering sakit batuk- pilek, namun biasanya sembuh dengan minum
obat batuk.
- Saat usia os 2-5 tahun os pernah sakit kejang 3x yang didahului oleh demam.
RPK : - Pembantu os yang biasa mengasuh di rumah, sering batuk- batuk lama dan
seharusnya masih dalam pengobatan selama 6 bulan, tetapi tidak dilanjutkan
- Kakak os (17th) 1 tahun y.l memiliki riwayat batuk- batuk lama, telah di
diagnosis oleh dokter menderita penyakit paru, namun sudah dinyatakan sembuh.
UB : - Sekitar 2 minggu SMRSI, os di bawa berobat ke BP 2x (tgl 6 & 9 Nov’05) diberi
obat batuk, obat panas, antibiotic, obat mual dan obat cacing. Keluhan batuk tidak
ada lagi (sembuh), keluhan yang lain (panas, mual dan muntah) masih ada. Telah
dilakukan pemeriksaan darah, hasilnya dalam batas normal.
- 10 hari SMRSI os dibawa berobat ke poli anak RSI (tgl14 Nov’05), oleh dokter
disarankan untuk dirawat, namun ortu os menolak dengan alasan ingin mencoba
merawat dulu di rumah. Os diberi obat panas berupa syrup diminum 3x1cth, dan
diberi obat mual & muntah. Sejak ini, keluhan muntah tidak ada lagi, namun
keluhan lain seperti panas badan, sakit kepala, kembung dan nyeri perut masih
ada, sehingga ortu os memutuskan membawanya lagi berobat ke RSI.

Riwayat kehamilan dan persalinan:


Anak ke 5 dari 6 anak. Lahir aterm,spontan oleh dokter
Berat badan lahir: 2800 gram. Panjang badan 45 cm.

Tumbuh kembang anak


Berbalik : 3 bulan Bicara 1 kata : 11 bulan Menulis : 5 tahun
Duduk : 4,5 bulan Bicara 1 kalimat : 18 bulan Sekolah : 6 tahun
Berjalan : 13 bulan Membaca : 5 tahun
Gigi geligi
Pertama : 5,5 bulan Sekarang : lengkap
Susunan keluarga
No Nama Umur(th) L/P Hubungan keluarga, sehat/sakit/ meninggal
1. Entang Nasihin 43 L Ayah, sehat
2. Siti 39 P Ibu, sehat
3. Eni 17 P Kakak, sehat, post KP
4. Solihin 11 L Kakak, sehat
5. Ismi 8 P Pasien, sakit
6. Zaenal 6 L Adik, sehat

Imunisasi
Dasar Ulangan Anjuran
BCG (o bln, scar (+)) HIB
DPT MMR
Polio HepatitisA
HepatitisB Cacar air
Campak

Makanan
Makanan keluarga

Penyakit dahulu
Diare : (+), 1 th Hepatitis : (-)
Batuk-pilek : (+), 2,5 th TBC : (-)
Tifus perut : (-) Cacar air : (-)
Pneumonia : (-) Campak : (-)
Batuk rejan : (-) Ginjal : (-)
Difteri : (-) Kejang : (+) KD, 2 th
Tetanus : (-) Asma alergi : (-)
Penyakit Keluarga
Asma :- Penyakit darah : -
TBC :+ Penyakit keganasan : -
Ginjal :- Kencing manis : -
Lain-lain : -
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum
Keadaan sakit penderita : sakit berat
Kesadaran : sopor (kualitatif)
kuantitatif: respon membuka mata : 2
respon verbal :2
respon motorik :4
GCS = 8
Posisi serta aktifitas : letak paksa
Penampilan umum : mental: apatis
fisik: lemah, sesak

Tanda-tanda Vital
Nadi : 112x/menit, regular, ekual, isi cukup
Suhu tubuh : 38º C (aksiler)
Pernapasan : torakoabdominal, 40x/ menit
Tekanan darah : 120/90 mmHg

Pengukuran
Umur : 8 tahun 1 bulan
Berat badan : 17 kg
BB/U : 67,72 %
PB/U : 98,5 %
BB/TB : 69,9%
Status gizi : buruk
Lingkar kepala :-
Lingkar dada :-
Lingkar perut :-
Lingkar lengan atas :-

Pemeriksaan sistematik
Rambut
Hitam, distribusi merata, lebat
Kulit
Pucat (+), tidak sianosis, tidak ikterik, turgor kembali cepat
Kuku
Capillary refill < 2 detik, tidak anemis, tidak sianosis

KGB
Tidak teraba membesar

Kepala
Kepala : bentuk simetris, tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, cekung (-)
refleks cahaya direk/ indirek +/+, refleks kornea +/+
doll’s eye phenomenon (+), ptosis +/- (mata kanan),
strabismus -/+ (mata kiri, ke arah luar), pupil midriasis d= 5mm
THT : pernapasan cuping hidung +/+, secret -/-
Mulut : bibir kering mukosa mulut basah, lidah coated (+)

Leher : kaku kuduk (+)

Dada
Dinding dada/ paru- paru
Inspeksi :bentuk dan pergerakan simetris kanan = kiri, ada retraksi di supraclavicula,
suprasternal, intercostalis, epigastrium
Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri, sela iga tidak melebar
Perkusi : sonor
Auskultasi : BBS +/+, ada ronchi +/+ di seluruh lapang paru, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis kiri, thrill (-)
Perkusi : batas jantung dalam batasan normal
kanan : ICS V linea sternalis kanan
atas : ICS III linea parasternalis kiri
kiri : ICS IV linea midclavicularis kiri
Auskultasi : bunyi jantung murni (BJ I & BJ II normal), reguler, murmur (-)

Perut
Inspeksi : datar
Palpasi : soepel, hepar teraba 2 cm BAC, 1 cm BPX, kenyal, tepi tajam, permukaan
rata, lien tidak teraba, ada nyeri tekan (+) epigastrium
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus normal

Alat Kelamin
Perempuan, tidak ada kelainan
Anus & rectum
Tidak ada kelainan

Anggota gerak
Spasme ekstremitas atas + bawah, akral agak dingin
Neurologis
Refleks fisiologis : KPR +/+, APR +/+, biceps +/+, triceps +/+
Refleks patologis:Babinsky +/+,Oppenheim +/+,Gordon +/+,Chaddock +/+,Schaeffer +/+
Rangsang meningen : Brudzinsky I (+), II (+), III (+), Kernig +/+, Laseque +/+

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Darah (22/11/05):
Hemoglobin 11,1
Hematokrit 34
Leukosit 12.300
Trombosit 407.000

Gall culture (22/11/05) : Salmonella (-)

Widal (23/11/05):
Titer O Titer H
Typhi (-) (-)
Paratyphi A (-) (-)
B (-) (-)
C (-) (-)
X- foto thorax (23/11/05)
Cor : normal
Pulmo: hili agak lebar, perihiler paracard bercak lunak, sebagian agak berbintik
Kesan : spesifik proses aktif

V. RESUME

Seorang anak perempuan berusia 8 tahun 1 bulan, berat badan 17 kg dan tinggi
badan 125 cm, status gizi buruk (69,9% menurut BB/TB, NCHS-WHO) datang ke
Rumah Sakit Immanuel dengan keluhan utama penurunan kesadaran.
Pada anamnesa lebih lanjut didapatkan:
o Sejak 3 jam SMRSI os mengalami penurunan kesadaran, disertai mulut mencong
ke kanan dan ptosis mata kanan. Beberapa saat sebelumnya, os kejang, 1x,
seluruh tubuh, selama 5 menit.
o Sejak 9 hari SMRSI os vomit, ≥ 5x/hari sebanyak @ ¼ gelas akua berisi makanan
yang dimakan. Os terlihat agak sesak terutama di malam hari, dan terlihat lebih
kurus daripada biasanya.
o Sejak 12 hari SMRSI os febris, naik turun, dirasakan terutama malam hari; os
vomit 1x/ hari, perut kembung dan terasa sakit.
o Sejak 2 minggu SMRSI os febris, timbul perlahan-lahan, turun naik, dirasakan
terutama malam hari disertai berkeringat. Os mengeluh cephalgi terutama di
bagian frontal kepala; nyeri periorbital; nyeri perut seperti mulas; nausea; vomit
3x/hari;dan anorexia. Sejak sakit os tampak lebih pendiam dari biasanya dan
terlihat lemah lesu.
o Sejak 3 minggu SMRSI os batuk-batuk, kadang berdahak warna putih, darah (-).
Keluhan disertai adanya febris yang tidak terlalu tinggi dan vomit 1x/hari.
o Pasien sudah pernah mendapat imunisasi BCG
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
o Keadaan umum
Kesadaran : sopor , GCS = 8 Kesan sakit : berat
Posisi serta aktivitas: letak paksa
Penampilan umum : mental : apatis, fisik : lemah dan sesak
o Tanda vital
Nadi = 112x/menit, regular, ekual, isi cukup
Respirasi = 40x/ menit, torakoabdominal
Suhu = 38º C Tekanan darah = 120/90 mmHg
o Kulit : pucat (+), sianosis (-)
o Mata : konjungtiva anemis -/-, cekung -/-, ptosis +/-, strabismus -/+, pupil
midriasis d=5 mm, doll’s eye phenomenon (+), refleks kornea +/+, refleks
cahaya +/+
o THT : pch +/+, secret -/-
o Mulut : bibir kering, mukosa mulut basah, lidah coated (+)
o Leher : kaku kuduk (+)
o Toraks : B/P simetris kanan = kiri, retraksi (+) di supraclavicula,
suprasternal, intercostalis, epigastrium
o Paru : BBS +/+, Rh +/+ di seluruh lapang paru, Wh -/-
o Jantung : BJM, regular, murmur (-)
o Abdomen : datar, soepel, BU (+) N, hepar teraba 2 cm BAC, 1cm BPX,
kenyal, tepi tajam, permukaan rata, lien tidak teraba, NT(+) epigastrium
o Ekstremitas: spasme ekstremitas atas + bawah, akral agak dingin
o Neurologis : RF +/+, RPatologis: Babinsky +/+, Gordon +/+, Chaddock +/+,
Oppenheim +/+, Schaeffer +/+, RMeningen: Brudzinsky I, II, III (+), Kernig
(+), Laseque (+)
Pada pemeriksaan penunjang darah didapatkan lekositosis (leukosit 12.300) dan
pada pemeriksaan foto toraks memberi kesan adanya spesifik proses aktif.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis banding : - meningitis tuberculosis stadium III


- meningitis bakterialis
- typhoid toxic
Diagnosis tambahan : KEP berat
Diagnosis kerja : meningitis tuberculosis stadium III + KEP berat

VII. USUL PEMERIKSAAN


- Darah : rutin, differential count, LED
- Punksy Lumbal
- Tes tuberculin (PPD)
- Foto toraks
- CT scan (bila memungkinkan)
- GDS
- Elektrolit

VIII. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- O2 lembab 2-3 liter/menit via nasal canal
- Diet bubur
- Infus KN 3A 15 tetes/menit (makro)
Medikamentosa
- Colsancetin 3x500 mg I.V
- Rhelafen 3x1 cth
- Kaltoxilin 3x500 mg I.V
- Valium 1x5 mg I.V
- Kalmethasone 2x4 mg
- Luminal 3x30 mg
- Rifampicin 1x1 pulv via sonde
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad functionam : ad malam

X. PENCEGAHAN
Umum: - hindari kontak dengan penderita TBC
- pasien meningitis tuberculosis ditempatkan pada ruangan terpisah
- makan makanan yang bergizi baik
Khusus: vaksinasi BCG
FOLLOW UP HARIAN

22 Nov 2005 23 Nov 2005 24 Nov 2005 25 Nov 2005


P/B susp.
Typhoid, lapor
dr. Adi
Keluhan Penurunan Jam 02.15: Jam 01.40: os
utama kasadaran kejang, twitching apneu
(+) Jam 05.00:
Jam 05.00: mengorok,
mengorok, 3 hari lengan dan
tidak BAB, lengan tungkai masih
dan tungkai kaku kaku , masih
terus belum sadar
Jam 23.10:
panas badan(+),
kejang(+) mata
mendelik ke atas
Keadaaan Jam02.10: Jam 01.50:
umum delirium, lapor dr Nadi (-),
jaga(dr.Rita) Respirasi (-)
Jam02.15:somnol
en, lapor dr. Adi Jam 05.00:
Jam 05.00: sopor, sopor, KS: berat
KS: berat Jam 23.10:
spoor, KS: berat
Tanda vital Jam 02.15: nadi =
120x/mnt, respirasi
= 30x/mnt, suhu =
37,7ºC Jam 05.00: nadi
Jam 05.00: nadi = = 110x/mnt,
114x/mnt, respirasi respirasi =
= 40x/mnt, suhu 40x/mnt, suhu =
=37,3ºC, Tekanan 37ºC, tekanan
darah = 100/80 darah = 100/70
Jam 23.10: nadi
= 120 x/ mnt,
respirasi 40x/
mnt, suhu= 42ºC
Kulit Pucat (-), sianosis Pucat (-),
(-) sianosis (-)
Kepala Bentuk simetris Bentuk simetris
Mata Ptosis +/-, pupil Ptosis +/-, doll’s Pupil midriasis
midriasis d = eye phenomenon total, refleks
5mm, strabismus -/ (+), pupil cahaya -/-
+ midriasis d =
5mm, strabismus
-/+, refleks
cahaya +/+
Hidung PCH -/-, secret (–) PCH -/-,secret (-)
Mulut Mukosa mulut Mukosa mulut
basah, berbusa basah
Jam 23.10: pupil
anisokor
Leher KGB t.t.m, kaku KGB t.t.m, kaku
kuduk (+) kuduk (+)
Thorax Jam 02.15: B/P
Pulmo simetris, retraksi
-/-, BBS+/+,Rh+/
+, slem+/+ Jam 05.00: B/P
Jam 05.00: B/P simetris, BBS +/
simetris, BBS +/+, +,Rh +/+,wh-/-
Jantung Rh+/+, Wh -/- BJM, regular,
BJM, regular, murmur(-)
murmur(-)
Abdomen Datar, soepel, Datar, soepel,
BS(+) N, NT(+) BS(+)N, NT (+)
a.r epigastrium, a.r epigastrium,
H/L t.t H/L t.t
Ekstremitas Spasme (+), Spastis +/+
kejang tonik(+)
Neurologist Kaku kuduk (+), Kaku kuduk (+),
Babinsky +/+ babinsky (+)
Lab/ pem. Darah: Widal (-), gall
Penunjang lekositosis culture(-) , foto
toraks kesan:
spesifik proses
aktif
Assesment: Assesment:
Meningitis meningitis serosa
+ KEP berat
Order Infus KN 3A 15 Jam02.10: dr Rita Terapi teruskan Jam 01.40:
dokter tetes/menit liat KU os Kalmethasone RJP saja
Cek lab: Hb, Jam 02.15 adv dr. vial I
Ht, Adi: Colsancetin inj. I Jam 01.50
Leukosit,tromb Valium5ml I.V Kalmoxillin 1 gr Os dinyatakan
osit, gall Kalmethasone I meninggal oleh
culture, widal 2x2mg I.V Infuse KA EN dr. jaga (dr.
RhelafenF3x3/4 Kalmoxillin 3x500 3A 500cc Dewi)
cth mg RHZ 1x1 pulv
Inj.Colsancetin Disarankan masuk Konsul gizi
3x500mg PICU jika ortu LP jika ortu
setuju setuju
Foto toraks PA Jam 23.10:
Jam 05.00 Diazepam ulang
Kalmethasone 2x4 21/2 mg
mg Rhelafen 1 cth
Pasang sonde, Jam 23.40:
kateter, foto toraks Diazepam
Infus dr KA EN diberikan saja
3A untuk 20 tts/ 21/2 mg I.V
menit Observasi saja
Sementara puasa,
pasang O2
Luminal 3x30 mg
via sonde
Rhelafen 3x3/4 cth
via sonde
Rencana LP
Tidur miring kiri
dan ke kanan
Kalau keluarga
setuju boleh
pindah ke PICU

DISKUSI

Diagnosis yang ditegakkan adalah meningitis tuberculosis stadium III + KEP berat.
Diagnosis yang ditegakkan sesuai dengan teori.
Pada anamnesis didapatkan:
- Terdapat penurunan kesadaran, pasien sulit untuk dibangunkan, terlihat
lebih mengantuk
- Adanya kejang
- Adanya ptosis mata sebelah kanan
- Mual dan muntah, muntah semakin lama semakin bertambah sering
- Adanya nyeri perut (seperti mulas), kembung
- Adanya sakit kepala, semakin lama bertambah berat
- Adanya panas badan (tidak terlalu tinggi)
- Os menjadi lebih pendiam, cenderung apatis
- Adanya keluhan batuk, hilang timbul
- Ada riwayat kontak dengan penderita penyakit paru
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
- Keadaan Umum: sopor , GCS = 8, Kesan Sakit: berat
- Panas badan +
- Ptosis +/-, strabismus -/+, pupil midriasis, doll’s eye phenomenon +
- PCH +/+
- Kaku kuduk +
- Retraksi + pada supraclavicula, suprasternal, intercostalis, epigastrium
- BBS +/+, Rhonchi +/+
- Spasme ekstremitas atas dan bawah
- Refleks fisiologis +/+, Refleks patologis : Babinsky +/+, Oppenheim +/+, Gordon +/+,
Chaddock +/+, Schaeffer +/+, Rangsang meningen: Brudzinsky I,II,III (+), Kernig +,
Laseque +
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:
- Peningkatan jumlah leukosit
- Foto toraks : gambaran spesifik proses aktif
Diagnosis ditegakkan sesuai dengan teori
Pengobatan yang diberikan:
- Colsancetin 3x500mg I.V
Dosis yang dianjurkan 50 mg/kgBB/hari diberikan setiap 6 - 8 jam. Berat badan anak
17 kg, berarti yang diberikan 850 mg/kgBB tiap 6-8 jam,dengan sediaan vial 1gr. Dosis
yang diberikan sesuai anjuran.
- Rhelafen F 3x1 cth
Dosis yang dianjurkan untuk anak > 7 tahun: 1 sendok teh diberikan 3-4 kali sehari.
Dosis yang diberikan sesuai anjuran.
- Kalmoxillin 3x500 mg I.V
Dosis yang dianjurkan untuk infeksi berat 500 mg 3x sehari. Dosis anak 25-50
mg/kgBB, berarti yang diberikan 425-850 mg/kgBB, diberikan 3x sehari. Dosis yang
diberikan sesuai anjuran.
- Valium 1x5 mg I.V
Dosis yang dianjurkan untuk anak 2-20 mg I.M atau I.V. Dosis yang diberikan sesuai
anjuran.
- Kalmethasone 2x4 mg
Dosis yang dianjurkan 4-20mg I.M atau I.V. Dosis yang diberikan sesuai anjuran.
- Luminal 3x30 mg
Dosis yang diberikan sesuai anjuran.
- Rifampicin 1x1 pulv
Dosis yang dianjurkan 10-15 mg/kgBB/ hari dosis tunggal, dibuat racikan (pulv). Dosis
yang diberikan sesuai anjuran.

DAFTAR PUSTAKA

Soetomenggolo T S, Ismael S, 1999, Buku Ajar Neurologi Anak, IDAI, Jakarta, halaman
363- 371
Nelson, 2000, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, EGC, Jakarta, halaman 1034-1035
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak,
Jilid kedua, Infomedika, Jakarta, halaman 562-564
Garna H, Suroto E, Hamzah, Nataprawira H M, Prasetyo D, 2000, Pedoman Diagnosis
Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Edisi kedua, Bag/SMF I.K.A FKUP/RSHS,
Bandung, halaman 354-355
Raharjoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman Nasional Tuberkulosis
Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta, halaman54-56
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W, 2000, Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi ketiga jilid kedua, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, halaman 439-440

Anda mungkin juga menyukai