Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA

Dibagi menjadi 4 tahap :

Masa Yesus : Perkembangan gereja pada masa ini tampak dari percakapan Yesus dan Petrus : "Sebab itu
ketahuilah, engkau Petrus, batu kuat. Dan diatas alas batu inilah aku akan membangun gereja-Ku yang
tidak dapat dikalahkan : sekalipun oleh maut!" ( bdk Mat 16:18)

Masa Para Rasul : Perkembangan gereja pada masa ini sampai pada tahap mendirikan perkumpulan
Jemaat Perdana yang juga disebut Gereja Perdana. Mereka selalu bertekun pada ajaran para Rasul,
berkumpul, berdoa, dan memecahkan roti bersama.Mereka menganggap segala kepunyaan mereka
adalah kepunyaan bersama.Mereka juga membagikan harta sesuai dengan keperluan.Yang paling
berperan di masa ini adalah St. Petrus.Setelah Yesus wafat, Petrus menjadi sosok yang beriman dan
pemberani.

Masa Sesudah Para Rasul : Masa ini Gereja sudah berpusat di Roma, tempat wwafatnya St.Petrus.
Pemimpin gereja yang pertama adalah St.Petrus.Penerus St.petrus disebut "Uskup Roma" (Bishop of
Rome) atau "Paus" (Pope). Saat kerajaan Romawi terpecah menjadi 2 bagian yaitu barat dan timur,
keKristenan merupakan agama dari ke 2 negara bagian, sehingga hanya figur Paus yang diharapkan
sebagai pemersaatu agar tidak terjadi perpecahan.

Masa Sekarang (di Indonesia) : Di Indonesia, oarng pertama yang menjadi Katolik adalah orang Maluku
pada tahin 1534, saat pelaut Portugis kesana dan para imam Katolik juga dtang utuk menyebarkan injil,
salah satunya adalah St.Fransiskus Xaverius yang mengunjungi pulau Ambon, Saparua dan Ternate. Ia
membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Kemudian datang VOC dari Belanda yang mengambil
kekuasaan politik di Indonesia.Para penguasa VOC beragama Prrotestan, maka mereka mengusir imam-
imam Katolik dan menggantinya dengan pendeta-pendeta Protestan.Di pulau Flores dan Timor,
penginjilan dilakukan tahun 1555.Perkembangan Katolik sangat pesat karena orang Belanda tidak
memperhatikan daerah ini.Tahun 1799 VOC bangkrut dan bubar.Gubernur Jendral Daendels (1808-
1811) memerintah Hindia Belanda dan memberlakukan kebebasan beragama, walau demikian Katolik
tetap dipersukar.Baru pada tahun 1889 kondisi ini membaik. Di Yogyakarta, misi Katolik diawali oleh
Pastor F. van Lith,SJ yang datang ke Muntilan pada tahun 1896. Awalnya tidak ada respon, tapi pada
tahun 1904, 4 orang kepala desa dari Kalibawang datang kerumah Romo dan minta diberi pelajaran
agama.Pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa berjumlah 168 orang di baptis
di mata air Semagung yang terletak diantara 2 pohon sono.Tempat ini sekarang menjadi gua Maria
Sendangsono.Romo van Lith juga mndirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normmlschool dan
Kweekschool thn 1918 sekolah tersebut digabung menjadi yayasan Kanisius.Para imam dan Uskup di
Indonesia adalah alumni siswa Muntilan.Abad ke 20 gereja Katolik berkembang pesat.Uskup yang
pertama ditahbiskan adalah Romo Agung Albertus Sugiyopranoto (1940).Kardinal pertama di Indonesia
adalah Julius Kardinal Darmojuwono (29 Juni 1967). Kardinal Indonesia sekarang adalah Julius Kardinal
Darmaatmaja SJ
Sejarah Gereja Katolik dimulai dengan ajaran-ajaran Yesus Kristus pada abad ke-1 M di provinsi Yudea
Kekaisaran Romawi. Gereja Katolik kontemporer mengatakan bahwa dirinya adalah kelanjutan dari
komunitas Kristen awal yang didirikan oleh Yesus.[1] Para uskupnya adalah para penerus Rasul-Rasul
Yesus, dan Uskup Roma—juga dikenal sebagai Paus—dipandang sebagai penerus tunggal Santo
Petrus[2] melalui penetapan oleh Yesus Kristus untuk menjadi kepala Gereja di Perjanjian Baru yang
melakukan pelayanan di Roma.[3][4] Pada akhir abad ke-2, para uskup mulai berhimpun dalam sinode-
sinode regional untuk menyelesaikan berbagai isu kebijakan dan doktrin.[5] Pada akhir abad ke-3, Uskup
Roma mulai bertindak sebagai suatu pengadilan banding untuk masalah-masalah yang tidak dapat
diselesaikan uskup lainnya.[6]

Kekristenan menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi awal, meskipun terjadi penganiayaan karena
konflik dengan pagan yang menjadi agama resmi negara. Pada tahun 313, pergulatan Gereja perdana
menjadi berkurang dengan disahkannya Kekristenan oleh Kaisar Konstantinus I. Pada tahun 380, di
bawah Kaisar Theodosius I, Kekristenan menjadi agama negara Kekaisaran Romawi melalui Edik
Tesalonika, yang mana bertahan hingga jatuhnya Kekaisaran Barat, dan kemudian dengan Kekaisaran
Romawi Timur hingga Kejatuhan Konstantinopel. Menurut Eusebius, selama waktu ini (periode Tujuh
Konsili Ekumenis) dianggap terdapat lima takhta utama (yurisdiksi dalam Gereja Katolik) atau Pentarki:
Roma, Konstantinopel, Antiokhia, Yerusalem, dan Aleksandria.

Setelah kehancuran Kekaisaran Romawi Barat, Gereja di Barat merupakan salah satu faktor utama
dalam pelestarian peradaban klasik, pendirian biara-biara, dan pengiriman para misionaris untuk
mengkonversi orang-orang Eropa Utara, sampai sejauh Irlandia di utara. Di Timur, Kekaisaran Bizantium
tetap melestarikan Ortodoksi setelah invasi besar Islam pada pertengahan abad ke-7. Invasi tersebut
menghancurkan tiga dari kelima Patriarkat, awalnya merebut Yerusalem, kemudian Aleksandria, dan
selanjutnya Antiokhia pada pertengahan abad ke-8.

Keseluruhan periode pada lima abad berikutnya didominasi oleh pergulatan antara Kekristenan dan
Islam di seluruh Cekungan Mediterania. Pertempuran di Poitiers dan Toulouse melestarikan barat
Katolik, walaupun Roma dirusak pada tahun 850 dan Konstantinopel mengalami pengepungan. Pada
abad ke-11, ketegangan hubungan antara gereja di Timur yang utamanya berbahasa Yunani, dan gereja
berbahasa Latin di Barat, berkembang menjadi Skisma Timur-Barat, sebagian karena konflik terkait
Otoritas Kepausan. Perang Salib Keempat, dan penjarahan Konstantinopel oleh para tentara salib yang
membangkang memperlihatkan perpecahan akhir tersebut. Pada abad ke-16, sebagai tanggapan
terhadap Reformasi Protestan, Gereja terlibat dalam suatu proses pembaharuan dan reformasi yang
substansial yang dikenal sebagai Kontra Reformasi.[7] Pada abad-abad berikutnya, Katolisisme
menyebar luas di seluruh dunia kendati mengalami penurunan di Eropa karena bertumbuhnya
Protestanisme dan juga karena skeptisisme agama selama dan setelah Abad Pencerahan. Konsili Vatikan
II pada tahun 1970-an memperkenalkan perubahan yang paling signifikan atas praktik-praktik Katolik
sejak Konsili Trente tiga abad sebelumnya.

Gereja Katolik, yang secara luas sering juga disebut Gereja Katolik Roma,[note 1] adalah Gereja Kristen
terbesar di dunia, dan diperkirakan memiliki 1.2 milyar jemaat, yakni kira-kira setengah dari seluruh
umat Kristiani[note 2] dan seperenam dari populasi dunia. Gereja Katolik adalah sebuah komuni
(persekutuan) dari Gereja Katolik Ritus Barat (Gereja Katolik Roma) dan 23 Gereja Katolik Timur, yang
membentuk 2.795 keuskupan pada 2008.Ke-24 Gereja-Gereja ini disebut sebagai gereja-gereja
partikular).Gereja Partikular dengan jumlah umat terbesar dalam Gereja Katolik adalah Gereja Katolik
Ritus Barat/Ritus Latin/Gereja Katolik Roma.Gereja Partikular dengan jumlah umat ke-2 terbesar dalam
Gereja Katolik adalah Gereja Katolik-Yunani Ukraina.

Otoritas duniawi tertinggi Gereja ini dalam perkara iman, moral dan pemerintahannya adalah Sri
Paus,[15] saat ini Paus Fransiskus, yang memegang otoritas tertinggi bersama-sama Dewan Uskup, yang
diketuainya.[16][17][18] Komunitas Katolik terdiri atas seorang pelayan-umat tertahbis (rohaniwan) dan
umat awam; baik rohaniwan maupun umat awam dapat pula menjadi anggota dari komunitas-
komunitas religius.[19]

Gereja ini mendefinisikan bahwa misinya adalah memberitakan Injil Yesus Kristus, memberikan
pelayanan sakramen-sakramen dan melakukan karya amal.[20] Gereja ini menjalankan program-
program dan lembaga-lembaga sosial di seluruh dunia, termasuk juga sekolah-sekolah, universitas-
universitas, rumah-rumah sakit, misi-misi dan perumahan, serta organisasi-organisasi seperti Catholic
Relief Services, Caritas Internationalis dan Catholic Charities yang membantu kaum papa, keluarga-
keluarga, orang-orang jompo, dan orang-orang sakit.[21]

Melalui suksesi apostolik, Gereja ini percaya bahwa dirinya merupakan kelanjutan dari komunitas
Kristiani yang didirikan oleh Yesus dengan mentahbiskan Santo Petrus, sebuah pandangan yang juga
dianut oleh banyak sejarawan.[22] Gereja ini menetapkan doktrin-doktrinnya melalui berbagai konsili
ekumenis, meneladani para rasul pertama dalam Konsili Yerusalem.[23] Atas dasar janji-janji Yesus pada
rasul-rasulNya yang tertera dalam Injil, Gereja ini percaya bahwa dia dituntun oleh Roh Kudus dan oleh
karena itu terlindungi dari terjadinya kesalahan doktrin.[24][25][26]
Keyakinan-keyakinan Katolik didasarkan atas deposit iman (mencakup baik Kitab Suci maupun Tradisi
Suci) yang diwarisi dari zaman Rasul-Rasul, dan yang diinterpretasi oleh Otoritas Pengajaran Gereja.
Keyakinan-keyakinan tersebut terangkum dalam Kredo Nicea, dan secara resmi dirinci dalam Katekismus
Gereja Katolik.Peribadatan Katolik yang formal, yang disebut liturgi, diatur oleh otoritas Gereja.Ekaristi,
salah satu dari tujuh sakramen Gereja dan bagian penting dari setiap Misa Katolik atau Liturgi Suci
Katolik Timur, adalah pusat dari peribadatan Katolik.

Dengan sejarah yang membentang sepanjang dua ribu tahun, Gereja ini adalah salah satu lembaga
tertua di dunia[27] dan telah berperan penting dalam sejarah peradaban Barat sekurang-kurangnya
sejak abad ke-4.[28] Pada abad ke-11, sebuah perpecahan besar, yang kadang-kadang disebut Skisma
Akbar, terjadi antara Kristianitas Timur dan Barat yang terutama diakibatkan oleh ketidaksepahaman
mengenai primasi kepausan. Gereja-Gereja Timur yang tetap maupun yang kelak kembali menjalin
persekutuan dengan Uskup Roma, Sri Paus, membentuk Gereja-Gereja Katolik Timur, dan Gereja-Gereja
yang tetap berada di luar otoritas kepausan biasanya dikenal sebagai Gereja-Gereja Ortodoks Timur.
Pada abad ke-16, juga sebagai tanggapan atas bangkitnya Reformasi Protestan di Eropa Barat, Gereja ini
menyelenggarakan proses reformasi dan renovasi internal, yang dikenal sebagai Kontra-Reformasi.

Meskipun Gereja ini menyatakan bahwa dialah "Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik,"
didirikan oleh Yesus Kristus, tempat orang dapat menemukan kepenuhan sarana keselamatan,[29][30]
Gereja ini pun mengakui bahwa Roh Kudus dapat menggunakan komunitas-komunitas Kristiani lainnya
untuk membawa orang menuju keselamatan.[31][32] Gereja ini percaya bahwa dia dipanggil oleh Roh
Kudus untuk mengupayakan kesatuan antar segenap umat Kristiani, sebuah gerekan yang dikenal
sebagai ekumenisme.[32] Tantangan-tantangan moderen yang dihadapi Gereja ini mencakup bangkitnya
sekularisme dan penentangan terhadap sikapnya mengenai aborsi, euthanasia, kontrasepsi, dan
moralitas seksual.[33]

Sepanjang sejarahnya, Gereja yang dijelaskan dalam artikel ini menggunakan banyak nama, antara lain
"Gereja", "Gereja Katolik", dan "Gereja Katolik Roma". Nama "Gereja Katolik" digunakan untuk
membedakannya dengan Gereja-Gereja lain yang tidak berada dalam persekutuan penuh (komuni
penuh) dengan Uskup Roma, yakni Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, Anglikan, dan berbagai
denominasi Protestan.

Nama "Gereja Katolik Roma" pertama kali digunakan oleh kaum Protestan untuk menyebut seluruh
Gereja yang setia kepada Uskup Roma. Namun nama ini juga digunakan oleh umat Katolik sendiri sejak
abad ke-17, baik dalam bahasa Inggris, bahasa Perancis, maupun bahasa Latin, untuk memperkenalkan
iman mereka terutama dalam hal persekutuan mereka dengan tahta keuskupan Roma. Di kawasan
Timur Tengah, sebutan Gereja Katolik dapat berarti Gereja Katolik-Yunani Melkit, atau Gereja Katolik
lainnya dalam Ritus Timur.
Dalam hubungannya dengan Gereja-Gereja lain, nama "Gereja Katolik" yang dipergunakan, dan untuk
urusan internal digunakan nama "Gereja". Sebagai contoh, dalam Katekismus Gereja Katolik, nama
"Gereja" digunakan ratusan kali, sedangkan nama "Gereja Katolik" hanya digunakan 24 kali, bahkan
nama "Gereja Katolik Roma" sama sekali tidak digunakan.

Penggunaan nama "Gereja Katolik" secara resmi diterima oleh beberapa Gereja Kristen lainnya, namun
kebanyakan dari mereka menggunakan istilah "Gereja Katolik Roma" untuk menyebut Gereja ini.
Meskipun demikian, dalam penggunaan secara informal, bahkan oleh anggota-anggota Gereja lainnya
istilah "Gereja Katolik" dipahami sebagai nama dari Gereja ini. Pada tahun 397 Masehi, Santo Agustinus
menjelaskan bahwa nama tersebut bahkan dipahami oleh mereka yang digolongkannya sebagai kaum
bidaah:

... Nama itu, yakni Katolik, yang bukannya tanpa alasan, dengan dikelilingi begitu banyak bidaah, telah
digunakan oleh Gereja; dengan demikian, meskipun semua kaum bidaah ingin disebut Katolik, namun
jika ada orang asing bertanya dimanakah jemaat Katolik berkumpul, maka tak satupun kaum bidaah
yang berani menunjuk kapel atau rumahnya sendiri.

Singkatnya, baik nama "Gereja Katolik", maupun "Gereja Katolik Roma" digunakan sebagai sebutan
alternatif bagi seluruh gereja "yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan oleh para uskup yang berada
dalam satu komuni bersamanya."

Keyakinan[sunting | sunting sumber]

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Teologi Katolik Roma

Nama Allah di atas citra Kristus yang tersalib dikelilingi bala malaikat, bagian dari latar altar dalam
sebuah gedung Gereja Katolik.

Gereja Katolik meyakini bahwa hanya ada satu Allah saja, yang hadir dalam tiga pribadi: Allah Bapa;
Yesus Sang Putera; dan Roh Kudus. Keyakinan-keyakinannya terangkum dalam Kredo Nicea[34] dan
dirinci dalam Katekismus Gereja Katolik.[35][36] Kredo Nicea juga merupakan pusat pernyataan
keyakinan dari denominasi-denominasi Kristen lainnya.[37] Pertama-tama adalah umat Kristen Ortodoks
Timur, yang keyakinan-keyakinannya mirip dengan keyakinan-keyakinan umat Katolik, perbedaan
utamanya terletak dalam hal infalibilitas kepausan, klausa filioque, dan Maria dikandung tanpa
noda.[38][39] Berbagai denominasi Protestan bervariasi dalam keyakinan-keyakinannya, namun pada
umumnya mereka berbeda dari umat Katolik dalam hal Sri Paus, Tradisi Gereja, Ekaristi, penghormatan
orang-orang kudus, serta dalam isu-isu yang berkaitan dengan anugerah, perbuatan baik, dan
keselamatan.[40]

Konsili Yerusalem, yang diselenggarakan oleh para Rasul sekitar tahun 50 untuk memperjelas ajaran-
ajaran Gereja, menjadi tolok ukur bagi konsili-konsili Gereja selanjutnya yang diselenggarakan oleh para
pimpinan Gereja sepanjang sejarah.[23][41][42] Konsili terakhir dalam Gereja ini adalah Konsili Vatikan
kedua, yang berakhir pada 1965.[43]

Otoritas pengajaran, tujuh sakramen[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan janji Yesus di dalam Injil, Gereja Katolik percaya bahwa ia dibimbing secara
berkesinambungan oleh Roh Kudus, dan oleh sebab itu terhindar dari kemungkinan kekeliruan
doktrin.[16][44] Gereja Katolik mengajarkan bahwa Roh Kudus menyingkapkan kebenaran Allah melalui
Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium.[45] Kitab Suci, atau Alkitab Katolik, terdiri atas kitab-kitab yang
sama dengan yang terdapat dalam Perjanjian Lama versi Yunani—disebut pula Septuaginta[46]—beserta
ke-27 tulisan Perjanjian Baru yang terdapat dalam Codex Vaticanus dan terdaftar dalam Surat Hari Raya
yang ke-39 yang ditulis Athanasius.[47] Seluruh kitab tersebut merupakan ke-73 Kitab Suci Katolik,
berbeda dengan banyak gereja Protestan yang menggunakan 66 kitab saja.[46] Kitab-kitab dan tulisan-
tulisan yang dianggap kanonik oleh Gereja Katolik tetapi tidak dianggap kanonik oleh beberapa
kelompok lainnya disebut juga kitab-kitab Deuterokanonika. Tradisi Suci terdiri atas ajaran-ajaran yang
menurut keyakinan Gereja telah diwarisi dari zaman para Rasul.[44] Kitab Suci beserta Tradisi Suci
bersama-sama disebut "deposit iman" (Bahasa Latin: depositum fidei). Deposit iman ini nantinya
ditafsirkan oleh Magisterium (dari kata magister dalam bahasa Latin yang artinya "guru"), otoritas
pengajaran Gereja Katolik, yang—melalui suksesi apostolik—dilaksanakan oleh Sri Paus dan uskup-uskup
yang berada dalam kesatuan dengan Sri Paus.[48]

Menurut Konsili Trente, Yesus melembagakan tujuh sakramen dan mempercayakannya kepada
Gereja.[49] Ketujuh sakramen tersebut adalah Pembaptisan, Krisma, Ekaristi, Rekonsiliasi (Sakramen
Pengakuan Dosa), Minyak Suci (atau sakramen "Pengurapan Orang Sakit"), Imamat, dan Pernikahan.
Sakramen-sakramen adalah ritual-ritual kasat mata yang penting artinya, dan yang oleh umat Katolik
dipandang sebagai tanda-tanda kehadiran Allah serta saluran-saluran yang efektif dari anugerah Allah
kepada orang-orang yang menerima sakramen-sakramen tersebut dengan disposisi yang sesuai (ex
opere operato).[50][51]

Hakikat Allah[sunting | sunting sumber]


Katolisisme itu monoteistik: percaya bahwa Allah itu esa, abadi, maha kuasa (Omnipoten), maha tahu
(Omniscien), maha baik (Omnibenevolen), dan ada di mana-mana (Omnipresen). Allah eksis secara
berbeda dan mendahului ciptaan-Nya (yakni, segala sesuatu yang bukan Allah, dan yang eksistensinya
bergantung pada Allah) dan meskipun demikian tetap hadir secara intim dalam ciptaan-Nya. Dalam
Konsili Vatikan Pertama Gereja Katolik mengajarkan bahwa, meskipun dengan akal budi alami
manusiawi, Allah dapat dikenal dalam karya-Nya sebagai asal mula dan akhir segala ciptaan,[52] Allah
telah memilih untuk mewahyukan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya secara supernatural dalam cara-
cara yang tertera dalam Surat kepada umat Ibrani 1:1-2.

Katolisisme itu juga Trinitarian: percaya bahwa, meskipun Allah itu esa dalam hakikat, esensi, dan
keberadaan, Allah yang esa ini eksis dalam tiga pribadi illahi, yang masing-masing identik dengan satu
esensi, yang perbedaannya cuma dalam hubungan mereka satu sama lain: hubungan Bapa terhadap
Putera, hubungan Putera terhadap Bapa, dan hubungan keduanya dengan Roh Kudus, menjadikan Allah
yang esa sebagai Trinitas.

Umat Katolik dibaptis dalam nama (bentuk tunggal) Bapa dan Putera dan Roh Kudus — bukan tiga allah,
melainkan satu Allah yang menetap dalam tiga Pribadi. Sekalipun satu esensi keillahianNya, Bapa,
Putera, dan Roh Kudus itu berbeda, bukan sekadar tiga "topeng" atau manifestasi dari satu Pribadi. Iman
Gereja dan tiap individu Kristiani didasarkan atas hubungan dengan ketiga Pribadi dari satu Allah
tersebut.

Gereja Katolik percaya bahwa Allah mewahyukan diri-Nya sendiri kepada umat manusia sebagai Bapa
bagi Putera tunggal-Nya, yang berada dalam persekutuan abadi dengan Sang Bapa (Matius 11:27).

Umat Katolik percaya bahwa Allah Putera, Sang Logos Illahi, Pribadi Allah yang kedua, berinkarnasi
sebagai Yesus Kristus, seorang manusia, lahir dari Perawan Maria. Dia tetap sungguh-sungguh illahi dan
pada saat yang sama sungguh-sungguh manusia. Dalam perkataan dan cara hidupnya, dia mengajar
semua orang bagaimana untuk hidup, dan mewahyukan Allah sebagai Kasih, pemberi anugerah atau
rahmat secara cuma-cuma.

Sesudah penyaliban dan kebangkitan Yesus, para pengikutnya, terutama kedua belas rasul, semakin
ekstensif menyebarkan imannya dengan semangat yang menurut mereka berasal dari Roh Kudus,
Pribadi Allah yang ketiga, yang diutus ke atas mereka oleh Yesus.
Dosa asal[sunting | sunting sumber]

Dalam keyakinan Katolik, manusia mula-mula diciptakan untuk hidup dalam persatuan dengan Allah.
Karena ketidaktaatan manusia pertama, hubungan itu putus dan dosa serta maut datang ke dunia.[53]
Kejatuhan tersebut menjadikan manusia berada dalam suatu status yang disebut dosa asal, yakni,
keterpisahan dari status aslinya yang intim dengan Allah yang membawa maut melalui gagasan bahwa
tiap jiwa manusia itu abadi. Namun ketika Yesus datang ke dunia, menjadi Allah sekaligus manusia, Dia
mampu melalui pengorbananNya untuk mendamaikan umat manusia dengan Allah. Dengan bersatu
dalam Kristus, melalui Gereja, umat manusia sekali lagi mampu untuk menjalin keintiman dengan Allah
tetapi juga menawarkan suatu karunia yang lebih menakjubkan lagi: partisipasi dalam Hidup Ilahi di
Bumi, yang kelak mencapai kepenuhannya di surga dalam visiun beatifis (beatific vision) —yaitu
bertatapan muka langsung dengan Allah (1 Korintus 13:12, 1 Yohanes 3:2). Sakramen Pembaptisan
adalah satu-satunya sarana untuk memperoleh pengampunan atas dosa asal.

Gereja[sunting | sunting sumber]

Alkitab Gutenberg cetakan 1455.Menjelang akhir era 1400-an, orang-orang Katolik seperti Johann
Gutenberg mengoperasikan 250 usaha percetakan di seluruh Eropa.

Gereja, sebagaimana yang dikatakan oleh Kitab Suci, adalah "tubuh Kristus,"[54] dan Gereja Katolik
mengajarkan bahwa Gereja merupakan satu kesatuan tubuh dari umat beriman di dalam surga dan di
atas bumi.Oleh karena itu hanya ada satu Gereja yang sejati, yang tampak dan yang bersifat fisik,
bukannya beberapa Gereja.Dan bagi Gereja yang satu ini, yang awalnya didirikan oleh Yesus di atas
Petrus dan para rasul, Yesus memberikan suatu mandat untuk menjadi pengajar dan penjaga yang
berwenang dari iman.Untuk mentransmisikan wahyu ilahiah Kristus, para rasul diberi mandat untuk
"memberitakan injil," yang mereka laksanakan baik secara lisan maupun tulisan, dan yang mereka
lestarikan dengan meninggalkan para uskup sebagai penerus mereka.Katekismus menyatakan bahwa
"pemberitaan rasuli, yang diekspresikan secara khusus dalam kitab-kitab yang terilhami, yang
dilestarikan dalam rantai suksesi yang berkesinambungan hingga akhir zaman. Transmisi hidup ini,
terselenggara dalam Roh Kudus, disebut Tradisi, karena berbeda dengan Kitab Suci, meskipun terkait
erat dengannya." Gereja juga merupakan sumber rahmat ilahi yang diberikan melalui sakramen-
sakramen (lihat di bawah). Gereja menyatakan diri tidak dapat keliru (Infalibilitas Gereja) dalam
mengajarkan iman, berdasarkan janji-janji Yesus yang alkitabiah bahwa Ia akan senantiasa menyertai
Gereja-Nya, dan memeliharanya dalam kebenaran melalui Roh Kudus. Selanjutnya, Yesus menjanjikan
perlindungan ilahi bagi ajaran-ajaran dan penilaian-penilaian para rasul, serta mereka yang menjadi
penerus para rasul dalam jabatan mereka sebagai pengajar (yaitu para uskup).lagi pula, Yesus
menetapkan Gereja sebagai mahkamah tertinggi bagi seluruh umat beriman: "dan jika dia menolak
untuk mendengarkan mereka, sampaikanlah kepada Gereja; dan jika dia menolak pula untuk
mendengarkan Gereja, biarlah dia menjadi bagimu seperti seorang asing dan seorang pemungut cukai."
Dalam ayat alkitab ini, tampak bahwa Gereja mendasarkan doktrin-doktrinnya pada peninggalan
apostolik yang tertulis, yaitu Perjanjian Baru, dan pada tradisi lisan yang diwariskan dari para rasul bagi
para penerus mereka (para uskup) melalui kesaksian Gereja yang berkesinambungan.

Basilika Santo Yohanes Lateran, Katedral Keuskupan Roma, yakni Katedral Sri Paus.

Bagian ke-8 dari dekrit Konsili Vatikan II mengenai Gereja, Lumen Gentium menyatakan bahwa "Gereja
Kristus yang tunggal yang dalam kredo diikrarkan sebagai satu, kudus, katolik dan apostolik" berada
"dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh penerus Petrus dan para uskup yang berada dalam
persekutuan dengannya." (Istilah penerus Petrus bermakna Uskup Roma, Sri Paus).

Katekismus Gereja Katolik, 85 menyatakan bahwa interpretasi otentik dari Firman Allah dipercayakan
kepda Magisterium Gereja yang hidup, yakni para uskup dalam persekutuan dengan penerus Santo
Petrus. Teologi Katolik menempatkan wewenang interpretasi Kitab Suci pada tangan-tangan penilaian
yang konsisten dari Gereja dari abad ke abad (hal yang senantiasa dan di mana saja diajarkan) bukannya
pada penilaian pribadi perseorangan. Meskipun demikian, ,magisterium mendorong umat
gembalaannya untuk membaca Kitab Suci.

Menurut Katekismus Gereja Katolik, "maksud utama Gereja adalah untuk menjadi sakramen persatuan
batiniah antara manusia dengan Allah." Dengan demikian "struktur Gereja secara keseluruhan di
diarahkan kepada kesucian anggota-anggota tubuh Kristus."

Keselamatan[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal adalah kehendak Allah bagi
semua orang, dan bahwa Allah menganugerahkannya bagi para pendosa sebagai suatu anugerah yang
cuma-cuma, suatu rahmat, melalui pengorbanan Kristus."Sehubungan dengan Allah, sama sekali tidak
ada hak atas kelayakan apapun di pihak manusia.Antara Allah dan kita terentang kesenjangan yang tak
terkira, karena kita telah menerima segala sesuatu dari-Nya, Pencipta kita.Allahlah yang membenarkan,
yakni, yang membebaskan dari dosa dengan karunia kekudusan yang cuma-cuma (rahmat pengudusan,
yang disebut juga sebagai rahmat habitual atau rahmat pengilahian).Manusia dapat menerima anugerah
yang dikaruniakan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus dan melalui pembaptisan, ataupun
menolaknya.Peran serta manusia diperlukan, sejalan dengan kemampuan baru untuk berpegang teguh
pada kehendak ilahi yang disediakan Allah. Iman seorang Kristiani bukannya tanpa perbuatan, karena
tanpa perbuatan iman itu akan mati. Dalam pengertian ini, "dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan
bukan dengan iman semata-mata,"dan kehidupan kekal adalah, pada satu saat yang sama, rahmat dan
upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan baik dan kelayakan. Iman, dan oleh karenanya
perbuatan, merupakan hasil dari rahmat Allah - oleh karena itu, hanya karena rahmat maka orang
beriman dapat dipandang "layak memperoleh" keselamatan.

Menurut Gereja Katolik, melalui rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat manusia dengan
mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan dapat diterima bahkan oleh orang-orang yang
berada di luar batas-batas yang tampak dari Gereja. Umat Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika dalam
hidupnya secara positif tanggap terhadap rahmat dan kebenaran yang disingkapkan Allah kepada
mereka melalui belas kasihan Kristus, dapat diselamatkan (suatu sikap yang kerap disebut, dalam kasus
umat non-Kristiani, sebagai "baptisan kerinduan"). Hal ini kadangkala mencakup pula kesadaran akan
kewajiban untuk menjadi bagian dari Gereja Katolik. Dalam kasus-kasus semacam itu — menurut
pandangan Gereja Katolik — barang siapa menyadari dalam hatinya bahwa Gereja Katolik didirikan oleh
Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu untuk keselamatannya, menolak untuk masuk atau
tetap di dalamnya, tidak dapat diselamatkan (interpretasi Extra Ecclesiam nulla salus).

Kehidupan Katolik[sunting | sunting sumber]

Ajaran sosial[sunting | sunting sumber]

Hidup manusia[sunting | sunting sumber]

Penciptaan Adam karya Michelangelo

Gereja Katolik menegaskan kesucian seluruh hidup manusia, sejak dalam kandungan hingga kematian
secara alami. Gereja Katolik percaya bahwa tiap pribadi diciptakan menurut "gambar dan rupa Allah,"
dan bahwa hidup manusia tidak boleh diukur berdasarkan nilai-nilai lain seperti ekonomi, kenyamanan,
preferensi pribadi, atau teknik sosial. Oleh karena itu, Gereja menentang aktivitas-aktivitas yang
diyakininya menghancurkan atau menistakan hidup yang diciptakan suci itu, termasuk euthanasia,
eugeniks dan aborsi.

Seksualitas[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia dan seksualitas manusia kedua-duanya tak
terpisahkan dan suci.[55] Gereja mengajarkan bahwa Manikeisme, keyakinan bahwa roh bersifat baik
sedangkan tubuh bersifat jahat, adalah bidaah. Oleh karena itu, Gereja tidak mengajarkan bahwa seks
itu dosa atau merusak hidup yang penuh rahmat.Karena Allah menciptakan tubuh manusia menurut
gambar dan rupa-Nya sendiri, dan karena Dia melihat bahwa segala sesuatu yang telah diciptakannya itu
"sungguh baik," (Kejadian 1:31) maka demikian pula tubuh manusia dan seks itu baik adanya.Dalam
Katekismus diajarkan bahwa "tubuh adalah alat keselamatan."[56] Sesungguhnya, Gereja menganggap
ekspresi cinta antara suami istri sebagai aktivitas manusia yang paling luhur, yang mempersatukan,
suami istri dalam penyerahan-diri yang seutuhnya satu sama lain, dan membuka hubungan mereka
kepada kehidupan baru. “Aktivitas seksual, yang di dalamnya suami istri secara intim dan murni saling
bersatu, dan yang melaluinya hidup manusia diturunkan, adalah, sebagaimana yang dikatakan oleh
Konsili terakhir, ‘mulia dan layak.’”[57] Hanya dalam hal ekspresi seksual yang terjadi di luar pernikahan
sakramental, atau dalam hal fungsi prokreasi dari ekspresi seksual dalam pernikahan secara sengaja
dihalang-halangi, maka Gereja Katolik mengungkapkan keprihatinan moralnya.

Asal-usul dan sejarah[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik didirikan oleh Yesus dan Keduabelas Rasul, dilanjutkan oleh para uskup sebagai penerus
para rasul umumnya, dan Sri Paus sebagai penerus Santo Petrus khususnya.[58] Istilah "Gereja Katolik"
diketahui pertama kali digunakan dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis
bahwa: "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus,
Gereja Katolik hadir di situ."[59]

Selain itu, para penulis Katolik memberikan daftar sejumlah kutipan dari para Bapa Gereja terdahulu
yang mendukung bahwasanya Tahta Keuskupan Roma memiliki otoritas yurisdiksional atau primasi atas
gereja-gereja lain,[60] di lain pihak para penulis Ortodoks menolak klaim tersebut yang merupakan salah
satu dari pokok permasalahan di balik skisma Timur-Barat, dengan secara historis memandang Sri Paus
sebagai primus inter pares (yang pertama di antara yang sederajat).[61]

Di pusat doktrin-doktrin Gereja Katolik ada Suksesi Apostolik, yakni keyakinan bahwa para uskup adalah
para penerus spiritual dari Keduabelas Rasul mula-mula, melalui rantai konsekrasi yang tak terputus
secara historis. Perjanjian Baru berisi peringatan-peringatan terhadap ajaran-ajaran yang sekadar
bertopengkan Kekristenan,[62] dan menunjukkan bahwa para pimpinan Gereja diberi kehormatan untuk
memutuskan manakah yang merupakan ajaran yang benar.[63] Gereja Katolik mengajarkan bahwa
Gereja Katolik adalah keberlanjutan dari orang-orang tetap setia pada kepemimpinan apostolik (rasuli)
dan episkopal (Keuskupan) serta menolak ajaran-ajaran palsu.

Pra Abad-Pertengahan[sunting | sunting sumber]

Sesudah melewati suatu periode awal yang diwarnai penganiayaan secara sporadik namun intens,
Kekristenan menjadi legal pada abad ke-4, ketika Kaisar Konstantinus I mengeluarkan Edicta Milano
(Edik Milano) pada tahun 313. Konstantinus berperan penting dalam penyelenggaraan Konsili Nicea
Pertama yang merupakan konsili para uskup Gereja Katolik pada tahun 325, yang ditujukan untuk
melawan bidaah Arianisme dan merumuskan Kredo Nicea yang digunakan oleh Gereja Katolik, Ortodoksi
Timur, dan berbagai Gereja Protestan. Pada tanggal 27 Februari 380, Kaisar Teodosius I memberlakukan
sebuah hukum yang menetapkan Kekristenan Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dan
memerintahkan untuk menyebut yang lain daripada itu sebagai bidaah.[64]

Halaman bergambar dari Book of Kells yang termasyhur itu, 800.

Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, Gereja Katolik melewati suatu masa kegiatan dan ekspansi
misi.Selama Abad Pertengahan Katolisisme menyebar di antara bangsa Jerman (pada awalnya bersaing
dengan Arianisme), Viking, Polandia, Kroasia, Ceko, Slowakia, Hungaria, Lithuania, Latvia, Finlandia dan
Estonia.Keberhasilan kehidupan monastik menumbuhkan berbagai pusat pembelajaran, teristimewa
yang paling masyhur di Irlandia dan Gallia, serta berkontribusi bagi Abad Pencerahan Dinasti Carolingian
(Carolingian Renaissance). Di kemudian hari yakni pada kurun waktu Abad Pertengahan, Sekolah-
sekolah Katedral berkembang menjadi universitas-universitas (Universitas Paris, Universitas Oxford, dan
Universitas Bologna), cikal bakal dari lembaga-lembaga pembelajaran Barat modern.

Skisma akbar[sunting | sunting sumber]

Dalam abad ke-11, melalui serentetan proses selama beberapa abad, Gereja mengalami skisma akbar di
mana Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur terbelah akibat isu-isu administrasi, liturgi, dan doktrin,
khususnya masalah klausa Filioque dan primasi jurisdiksi kepausan. Secara konvensional skisma ini
berpenanggalan tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel dan Sri Paus mengeluarkan pernyataan
saling mengucilkan. Baik Konsili Lyons II tahun 1274 maupun Konsili Basel tahun 1439 berusaha
menyatukan kembali kedua Gereja, namun pihak Ortodoks menolak kedua konsili itu. Gereja Katolik dan
Gereja Ortodoks Timur masih dalam keadaan skisma hingga hari ini, meskipun demikian dalam deklarasi
bersama Katolik-Ortodoks tahun 1965 pernyataan pengucilan tersebut ditarik kembali baik oleh Roma
maupun Konstantinopel, dan upaya-upaya mengakhiri skisma terus berlanjut. Beberapa Gereja Timur
telah bersatu kembali dengan Gereja Katolik dengan menerima primasi kepausan, dan beberapa Gereja
Timur lainnya mengaku tidak pernah keluar dari persekutuan dengan Sri Paus.

Perang Salib[sunting | sunting sumber]

Perang Salib adalah serangkaian perang militer sejak tahun 1092 di Tanah Suci dan tempat-tempat lain,
direstui oleh kepausan, dimulai pada masa kepausan Urbanus II sebagai tanggapan terhadap permintaan
bantuan dari Kaisar Byzantium melawan ekspansi Turki. Perang Salib ini serta perang-perang Salib
selanjutnya akhirnya gagal meredakan agresi orang-orang Turki dan bahkan menimbulkan rasa benci
antar umat Kristiani akibat penjarahan dan pendudukan kota Konstantinopel selama Perang Salib ke-4.

Inkuisisi[sunting | sunting sumber]

Sejak sekitar tahun 1184, dan berlanjut selama Reformasi Protestan, terjadi sejumlah kegiatan historis
yang melibatkan Gereja Katolik, dan yang dikenal luas sebagai Inkuisisi, ditujukan untuk menyelamatkan
kesatuan religius dan doktrinal dalam Kekristenan melalui pentobatan, dan kadang kala penganiayaan,
orang-orang yang didakwa bidaah. Terbukti bidaah, yang dipandang sebagai pengkhianatan terhadap
dunia Kristen, dapat mengakibatkan penerimaan hukuman yang berkisar dari hukuman ringan sampai
hukuman mati (antara lain dibakar hidup-hidup) yang dilaksanakan oleh negara. Contoh dari langkanya
pelaksanaan hukuman mati tersebut adalah, sejak tahun 1540 sampai 1700 dari semua perkara yang
diajukan kepada Inkuisisi Spanyol hanya 2-3% yang berakhir dengan eksekusi mati, lebih rendah
daripada peradilan sekuler manapun secara virtual pada masa itu.[65] Menurut para sejarawan, Inkuisisi
Abad Pertengahan, Inkuisisi Spanyol, Inkuisisi Roma, dan Inkuisisi Portugis adalah peristiwa-peristiwa
historis yang berbeda. Cakupan dari aktivitas Inkuisisi, dan khususnya angka kematian yang tepat, telah
menjadi bahan propaganda di kemudian hari.

Reformasi[sunting | sunting sumber]

Keretakan kedua dalam sejarah Kekristenan terjadi saat Reformasi Protestan, yang dimulai di Jerman
pada abad ke-16. Selama kurun waktu tersebut pelbagai kelompok masyarakat, seringkali dengan
dukungan pemerintah lokal, menolak primasi Sri Paus, kewajiban selibat bagi para imam, serta berbagai
doktrin dan praktik Katolik lainnya, sekaligus penyelewengan-penyelewengan (semisal praktik
simoni/praktik pembelian jabatan gerejawi) yang umum terjadi pada masa itu. Para reformator dalam
Gereja Katolik meluncurkan Kontra-Reformasi atau Reformasi Katolik, suatu periode klarifikasi doktrin,
perbaikan imamat dan liturgi, dan re-evangelisasi yang dimulai dengan Konsili Trento.

Konsili Trento dan perbaikan-perbaikannya menghasilkan tema sentral untuk 300 tahun ke depan dari
sejarah Katolik. Periode tersebut menitikberatkan karya katekese dan misi, bidang yang menjadi
keunggulan bagi ordo Yesuit dan Fransiskan. Katolisisme menyebar ke seluruh dunia, seiring dengan
kolonialisme bangsa Eropa: ke Amerika, Asia, Afrika, dan Oseania.

Zaman Modern[sunting | sunting sumber]

Gereja pada abad ke-18 dan ke-19 tidak hanya harus berhadapan dengan ajaran-ajaran Protestantisme,
namun juga dengan ajaran-ajaran Pencerahan dan Modernisme mengenai hakikat pribadi manusia,
negara, dan moralitas. Dengan terjadinya Revolusi Industri, dan meningkatnya keprihatinan akan
kondisi-kondisi para buruh urban, Paus-Paus abad ke-19 dan ke-20 mengeluarkan ensiklik-ensiklik
(teristimewa Rerum Novarum) yang memaparkan Ajaran Sosial Katolik.

Konsili Vatikan Pertama (1869–1870) menegaskan doktrin infabilitas kepausan yang diyakini umat
Katolik sebagai kontinuitas dengan sejarah Supremasi Petrus dalam Gereja.

Reformasi Konsili Vatikan Kedua[sunting | sunting sumber]

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konsili Vatikan II

Konsili Vatikan II

Gereja Katolik melakukan salah satu dari perubahan-perubahan paling menyeluruh dalam sejarahnya
selama Konsili Vatikan II (1962-1965) dan dasawarsa sesudahnya. Gereja Katolik, lebih daripada
sebelumnya, menekankan apa yang dipandangnya positif ketimbang apa yang dipandangnya negatif
dalam komunitas-komunitas Kristiani lain, dalam agama-agama lain, dan dalam aspirasi-aspirasi umat
manusia pada umumnya. Gereja mendorong pembaharuan yang mutakhir atas kehidupan religius.Dan
Gereja memberi wewenang kepada konferensi-konferensi waligereja untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian dalam disiplin-disiplin misalnya berpantang daging pada hari Jumat.

Konsili Vatikan II (1962–1965) yang diperhimpunkan oleh Paus Yohanes XXIII, terutama sebagai suatu
konsili pastoral namun otoritatif,[66] untuk membuat ajaran-ajaran historis Gereja Katolik menjadi jelas
bagi dunia modern. Konsili ini mengeluarkan dokumen-dokumen mengenai sejumlah topik, termasuk
hakikat Gereja, misi awam, dan kebebasan beragama. Konsili ini juga mengeluarkan pengarahan-
pengarahan bagi revisi liturgi, termasuk izin bagi ritus liturgi Latin untuk menggunakan bahasa setempat
di samping Bahasa Latin dalam Misa dan sakramen-sakramen lainnya.[67]

Liturgi[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik secara mendasar bersifat liturgis dalam peribadatannya.Liturgi berasal dari kata Yunani
yang artinya "pekerjaan masyarakat." Konsili Vatikan II menyatakan "karena liturgi, yang melaluinya
karya penebusan kita terselesaikan,' terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, merupakan sarana-sarana
terbaik bagi umat beriman untuk dapat mengekspresikan dalam kehidupannya, dan memanifestasikan
bagi sesama, misteri Kristus dan hakikat sejati dari Gereja yang benar."[68]
Sakramen[sunting | sunting sumber]

Katekismus Gereja Katolik, 1131 mengajarkan: "Sakramen-sakramen adalah tanda-tanda yang berfaedah
dari rahmat, yang dilembagakan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja, yang dengannya
kehidupan ilahi disalurkan bagi kita. Ritus-ritus yang terlihat yang dengannya sakramen-sakramen
dirayakan menandai dan menghadirkan rahmat-rahmat sesuai dengan tiap sakramen.Sakramen-
sakramen berbuah dalam diri mereka yang menerimanya dalam keadaan yang seharusnya."

Ketujuh sakramen adalah:

Pembaptisan

Pengakuan dosa[69]

Ekaristi

Krisma

Imamat

Pernikahan

Pengurapan orang sakit

Kehidupan devosional Gereja Katolik[sunting | sunting sumber]

Selain sakramen-sakramen, yang dilembagakan oleh Yesus, terdapat pula sarana sakramentali, yaitu
tanda-tanda suci (upacara-upacara atau benda-benda) yang beroleh kuasa dari doa Gereja. Sakramentali
melibatkan doa dengan tanda salib atau tanda-tanda lainnya. Contoh-contoh penting adalah
pemberkatan-pemberkatan (yang di dalamnya diangkat pujian bagi Allah dan memohon karunia-
karunia-Nya), konsekrasi orang-orang, dan penyucian benda-benda yang digunakan untuk menyembah
Allah.Devosi-devosi populer bukan bagian dari liturgi, namun jika dinilai otentik, maka didukung oleh
Gereja. Devosi-devosi mencakup penghormatan relikwi-relikwi orang-orang kudus, kunjungan-
kunjungan ke tempat-tempat suci, ziarah-ziarah, perarakan-perarakan (termasuk perarakan Sakramen
Maha Kudus), ibadat jalan salib, ibadat harian, Penyembahan Sakramen Maha Kudus, Pemberkatan
Sakramen Maha Kudus, dan Doa Rosario.

Doa pribadi[sunting | sunting sumber]

Selain itu, banyaknya variasi dari spiritualitas Katolik memungkinkan umat Katolik untuk berdoa sendiri
dengan berbagai macam cara. Bagian ke-4 dan terakhir dari Katekismus meringkas tanggapan Katolik
terhadap misteri iman: "Oleh sebab itu, misteri ini, mengharuskan supaya umat beriman meyakininya,
supaya mereka merayakannya, dan supaya mereka hidup darinya dalam suatu hubungan yang bersifat
vital dan pribadi dengan Allah yang hidup dan sejati. Hubungan itu adalah doa."[70]

Gereja partikular dalam Gereja Katolik[sunting | sunting sumber]

St. Efrem dari Syria, dihormati oleh umat Maronit, yang senantiasa berada dalam persekutuan dengan
Roma.

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gereja Partikular

Tidak seperti "persekutuan" atau "serikat" Gereja-Gereja yang terbentuk oleh saling pengakuan antar
badan-badan gerejawi yang berbeda-beda, Gereja Katolik menganggap dirinya sebagai sebuah Gereja
tunggal ("satu Tubuh") yang terbentuk dari sejumlah besar Gereja-Gereja partikular, yang masing-
masing merupakan perwujudan dari Gereja Katolik yang esa. Gereja universal, diyakini merupakan
"suatu realita yang secara ontologis dan temporal mendahului setiap Gereja Partikular secara
individu."[71]

Meskipun demikian, Gereja Katolik menekankan pentingnya Gereja-Gereja partikular di dalamnya, yang
arti signifikansi teologisnya diulas dalam Konsili Vatikan Kedua.Dibedakan dua penggunaan istilah Gereja
partikular.

Gereja-Gereja atau Ritus-Ritus partikular otonom (sui iuris). Lihat: Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur

Gereja-Gereja partikular atau lokal (Keuskupan dan Konferensi Waligereja Nasional). Lihat: Gereja
Partikular

Hubungan dengan umat Kristiani lainnya[sunting | sunting sumber]

Meskipun mengaku sebagai Gereja yang didirikan oleh Yesus, Gereja Katolik mengakui bahwa banyak
unsur-unsur keselamatan dalam Injil terdapat pula di dalam Gereja-Gereja dan komunitas-komunitas
gerejawi lainnya. Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium mengajarkan bahwa "Gereja Kristus yang
esa yang dalam kredo dimaklumkan sebagai "yang satu, kudus, katolik dan apostolik..." terdapat dalam
(Lumen Gentium menggunakan kata Latin "Subsistit in") Gereja Katolik, yang dipimpin oleh penerus
Petrus dan oleh para uskup dalam persekutuan dengan dia, meskipun banyak unsur-unsur pengudusan
dan kebenaran terdapat di luar dari strukturnya yang tampak.[72] Dengan demikian, dokumen tersebut
meneguhkan doktrin Extra Ecclesiam Nulla Salus[73] (tidak ada keselamatan di luar Gereja).
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik telah menjangkau badan-badan Kristiani, mengusahakan
rekonsiliasi yang semaksimal mungkin. Kesepakatan-kesepakatan penting telah dicapai mengenai
Pembaptisan, Pelayanan, dan Ekaristi bersama para teolog Anglikan.Dengan badan-badan Lutheran
telah dicapai kesepakatan serupa mengenai teologi pembenaran (justifikasi).Dokumen-dokumen
penting ini telah makin mempererat ikatan persaudaraan dengan komunitas-komunitas gerejawi
tersebut. Meskipun demikian, perkembangan-perkembangan terbaru, semisal pentahbisan wanita dan
penerimaan terhadap pasangan homoseksual, menghadirkan hambatan-hambatan baru bagi rekonsiliasi
dengan Gereja Lutheran, Gereja-Gereja Reformasi, dan khususnya Gereja Anglikan, .

Konsekuensinya, pada beberapa tahun terakhir, Gereja katolik memusatkan upayanya pada rekonsiliasi
dengan Gereja-Gereja Ortodoks Timur, yang perbedaan teologisnya dengan Gereja Katolik tidaklah
sedemikian besar. Hubungan-hubungan dengan Gereja-Gereja Ortodoks Rusia mengalami keretakan
pada tahun 1990-an sehubungan dengan masalah-masalah properti di negara-negara bekas Uni soviet,
masalah-masalah tersebut belum terselesaikan (khususnya paroki-paroki milik Gereja Katolik-Yunani
Ukraina), sekalipun hubungan-hubungan persaudaraan dengan Gereja-Gereja Timur lainnya terus
mengalami kemajuan.

Struktur hirarkis Gereja Katolik[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik memiliki sebuah struktur hierarkis, yang artinya sebuah urutan suci (bertolak belakang
dengan struktur karismatis). Sifat hierarkis ini diterapkan dalam keseluruhan Gereja Katolik, meskipun
sering dikaitkan hanya dengan para pelayan Gereja yang tertahbis, yang tergabung dalam salah satu dari
tiga jenjang imamat suci: episkopat (para uskup), presbiterat (para imam), atau diakonat (para diakon).

Episkopal (jabatan uskup)[sunting | sunting sumber]

Para uskup, yang memiliki kepenuhan imamat Kristiani, merupakan sebuah badan Dewan Uskup, para
penerus para Rasul [74] dan merupakan "para Gembala yang ditugaskan dalam Gereja, untuk menjadi
para pengajar doktrin, para imam dalam peribadatan suci dan para pengurus dalam pemerintahan."[75]

Sri Paus, para kardinal, patriark, primat, uskup agung dan metropolitan semuanya adalah uskup dan
anggota dari episkopat atau kolega para uskup Gereja Katolik.

Presbiterat (jabatan presbiter/imam)[sunting | sunting sumber]


St. Yohanes Maria Vianney, seorang imam praja yang masyhur karena hidupnya yang suci dan
pelayanannya sebagai seorang konfesor (pendengar pengakuan dosa)

Para uskup dibantu oleh para imam dan diakon.Paroki-paroki, baik yang berbasis teritorial maupun
orang, dalam sebuah keuskupan biasanya dipimpin oleh seorang imam yang dikenal sebagai imam
paroki atau pastor.

Para imam dapat menjalankan banyak fungsi yang tidak langsung berkaitan dengan aktivitas pastoral
biasa, seperti studi, penelitian, mengajar atau pekerjaan kantor. Mereka juga dapat menjadi rektor
kapelan (imam pada lembaga tertentu misalnya dalam kemiliteran atau universitas), konfesor, kepala
biara, atau dekan Katedral.

Dalam peraturan Ritus Latin, hanya pria selibat yang ditahbiskan menjadi imam, sedangkan dalam
peraturan Ritus Timur, pria yang sudah menikah dapat pula ditahbiskan.Di antara Gereja-Gereja
partikular Ritus Timur, Gereja Katolik Ethiopia hanya menahbiskan pria yang hidup selibat, namun juga
memiliki imam-imam yang telah menikah yang dulunya ditahbiskan dalan Gereja Ortodoks.Gereja-
Gereja Katolik Timur lainnya, yang menahbiskan pria yang sudah menikah, di beberapa negara misalnya
di Amerika Serikat, tidak memiliki imam yang menikah.Ritus Barat atau Latin kadang-kadang, namun
sangat jarang, menahbiskan pria-pria yang sudah menikah, biasanya mereka adalah klerus Protestan
yang beralih menjadi Katolik.Semua ritus Gereja Katolik memelihara tradisi kuno yakni tidak
mengizinkan pernikahan setelah pentahbisan.Bahkan jika isteri seorang imam yang menikah meninggal
dunia, maka imam tersebut tidak boleh menikah lagi.

Diakonat (jabatan diakon)[sunting | sunting sumber]

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Diakon

Sejak Konsili Vatikan Kedua, Gereja Latin kembali menerima pria dewasa yang beristri untuk ditahbiskan
menjadi Diakon. "Para diakon ditahbiskan sebagai suatu tanda sakramental bagi Gereja dan bagi dunia
milik Kristus, yang datang 'untuk melayani dan bukan untuk dilayani.'Seluruh Gereja dipanggil oleh
Kristus untuk melayani, dan diakon, karena tahbisan sakramentalnya dan melalui berbagai
pelayanannya, menjadi seorang pelayan dalam Gereja-pelayan. Sebagai pelayan Sabda, para diakon
memberitakan Injil, berkhotbah, dan mengajar dalam nama Gereja. Sebagai pelayan Sakramen, diakon
membaptis, memimpin umat beriman dalam doa, menjadi saksi pernikahan, melaksanakan ibadat
kematian dan pemakaman. Sebagai pelayan amal-kasih, diakon merupakan pemimpin dalam hal
mengenali kebutuhan-kebutuhan orang lain, kemudian menggunakan sumber-sumber daya Gereja
untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan tersebut.Para diakon juga dibaktikan bagi penghapusan
ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang menimbulkan kebutuhan-kebutuhan tersebut."[76]
Para kandidat untuk diakonat menjalani suatu program formasi diakonal yang dirancang berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan mutakhir keuskupan mereka tetapi harus mencapai standar-standar minimum
yang ditetapkan oleh konferensi waligereja di negara asal mereka.Setelah menyelesaikan program
formasi mereka dan memperoleh persetujuan dari uskup setempat, para kandidat menerima sakramen
imamat melalui pentahbisan. Umumnya, setelah ditahbiskan, seorang diakon ditempatkan oleh
uskupnya pada sebuah paroki lokal di mana dia akan menjalankan pelayanannya dan melayani Gereja
dan komunitas lokal tersebut.

Keanggotaan Gereja Katolik[sunting | sunting sumber]

Menurut Hukum Kanon, seseorang menjadi anggota Gereja Katolik dengan cara dibaptis dalam Gereja
Katolik atau dengan cara diterima ke dalam Gereja Katolik (dengan membuat suatu pernyataan iman,
jika yang bersangkutan telah dibaptis).[77]

Apabila atas kemauan sendiri seseorang hendak memutuskan ikatan yuridis dengan Gereja Katolik,
maka disyaratkan adanya suatu tindakan formal secara tertulis di hadapan Pejabat Gereja setempat atau
imam paroki dari yang bersangkutan, yang akan menilai apakah tindakan tersebut tergolong murtad,
bidaah atau skisma; tanpa tindakan keluar secara resmi ini, "bidaah (baik formal maupun material),
skisma dan murtad tidak dengan sendirinya merupakan suatu tindakan keluar secara resmi, jika tidak
secara eksternal diwujudnyatakan dan dimanifestasikan kepada otoritas gerejawi dengan cara-cara yang
disyaratkan."[78]

Mereka yang tidak melakukan tindakan ini dianggap masih terikat dengan Gereja Katolik dan "terus
terikat oleh hukum-hukum gerejawi belaka."Seseorang yang keluar dari keanggotaan Gereja Katolik
dapat diterima kembali di kemudian hari, setelah yang bersangkutan membuat suatu pernyataan iman.

Peranan Gereja Katolik dalam peradaban[sunting | sunting sumber]

Doktrin Gereja Dan ilmu pengetahuan[sunting | sunting sumber]

Para ahli sejarah ilmu pengetahuan, termasuk yang bukan beragama Katolik seperti J.L. Heilbron,[79]
Alistair Cameron Crombie, David C Lindberg,[80] Edward Grant, Thomas Goldstein,[81] dan Ted Davis,
berpendapat bahwa Gereja Katolik memiliki pengaruh positif yang penting terhadap perkembangan
peradaban. Mereka yakin bahwa, bukan saja para biarawanlah yang menyelamatkan dan
membudidayakan sisa-sisa dari peradaban kuno selama invasi-invasi kaum barbar, melainkan juga
bahwasanya Gereja Katoliklah yang mendorong pembelajaran dan ilmu pengetahuan melalui
dukungannya terhadap banyak universitas yang, di bawah kepemimpinannya, bertumbuh cepat di Eropa
pada abad ke-11 dan ke-12. St. Thomas Aquinas, "teolog model" Gereja Katolik, tidak saja berpendapat
bahwa akal budi itu bersesuaian dengan iman, dia bahkan mengakui bahwa akal budi dapat
berkontribusi bagi pemahaman wahyu Illahi, dan dengan demikian mendorong perkembangan
intelektual.[82] Para imam-ilmuwan Gereja Katolik, yang kebanyakan adalah para Yesuit, dan yang
merupakan para pelopor dalam ilmu astronomi, genetika, geomagnetisme, meteorologi, seismologi, and
fisika matahari, menjadi "bapak-bapak" ilmu-ilmu pengetahuan tersebut. Perlu kiranya untuk disebutkan
di sini, nama-nama para rohaniwan Katolik semisal Abbas Ordo St. Agustinus Gregor Mendel (pelopor
dalam studi genetika) dan pastur Belgia Georges Lemaître (orang pertama yang mengedepankan teori
Big Bang).

Sebuah peta universitas-universitas abad pertengahan memperlihatkan universitas-universitas yang


didirikan Gereja Katolik di Eropa.

Kenyataan ini merupakan suatu kebalikan dari pandangan yang dipertahankan oleh beberapa filsuf abad
pencerahan, bahwa doktrin-doktrin Gereja Katolik bersifat tahayul dan menghalang-halangi kemajuan
peradaban.

Salah satu contoh terkenal yang diajukan oleh para kritikus tersebut adalah Galileo Galilei, yang pada
tahun 1633, dikutuk karena berpegang teguh pada ajaran jagad raya yang heliosentris (jagad raya
berpusat pada matahari), teori yang pertama kali dicetuskan oleh Nicolaus Copernicus, seorang imam
Katolik. Setelah bertahun-tahun diinvestigasi, berkonsultasi dengan Paus, berjanji kemudian dilanggar
oleh Galileo sendiri, dan akhirnya suatu pengadilan oleh Tribunal Inkuisisi Romawi dan Universal, Galileo
didapati "dituduh sebagai bidaah" - bukan bidaah, sebagaimana yang seringkali secara keliru disebut-
sebut. Meskipun ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa dua dari empat thesis ilmiah yang
dikedepankan oleh Galileo sebenarnya keliru, yakni bahwasanya Matahari adalah pusat jagad raya, dan
bahwasanya Bumi mengitari Matahari dalam orbit berbentuk lingkaran sempurna, Paus Yohanes Paulus
II secara terbuka mengungkapkan penyesalan atas tindakan-tindakan orang-orang Katolik yang
memperlakukan Galileo dengan buruk dalam pengadilan pada tanggal 31 Oktober 1992.[83] Sebuah
abstraksi dari tindakan-tindakan dalam proses pengadilan terhadap Galileo dapat dijumpai di Arsip
Rahasia Vatikan (Vatican Secret Archives), yang mereproduksi sebahagian arsip tersebut dalam situs
web-nya. Kardinal John Henry Newman, pada abad ke-19, berkata bahwa orang-orang yang menyerang
Gereja Katolik hanya mampu menunjukkan kasus Galileo, yang bagi banyak sejarawan tidaklah
membuktikan adanya oposisi Gereja terhadap ilmu pengetahuan karena justru banyak rohaniwan
Katolik pada masa itu yang didorong oleh Gereja untuk meneruskan penelitian mereka.[84]
Saat ini, Gereja Katolik telah dikritik karena ajarannya bahwa penelitian sel induk embrio manusia
(embryonic stem cell research) merupakan suatu bentuk dari eksperimentasi pada manusia, dan
mengakibatkan pembunuhan seorang manusia, dengan alasan bahwa ajaran ini menghalangi penelitian
ilmiah. Gereja Katolik sebaliknya berpendapat bahwa kemajuan dalam ilmu pengobatan dapat terjadi
tanpa perlu ada penghancuran manusia (yang masih dalam tahap kehidupan embrio); misalnya, dengan
menggunakan sel induk dewasa (adult stem cell) atau sel induk tali pusat (umbilical stem cell) sebagai
ganti sel induk embrio.

Gereja, seni, dan karya sastra[sunting | sunting sumber]

Mona Lisa karya Leonardo da Vinci, yang menurut beberapa penulis, merupakan suatu ilustrasi dari suka
cita Kristiani.

Beberapa ahli sejarah menilai Gereja Katolik berjasa atas kegemilangan dan keagungan seni Barat.
Mereka mengacu pada perlawanan gereja terhadap ikonoklasme (suatu gerakan yang menentang
penggambaran visual dari yang ilahi), kegigihan Gereja dalam membangun gedung-gedung yang
mendukung peribadatan, kutipan ayat Alkitab oleh Agustinus dari Hippo - dari Kitab Kebijaksanaan 11:20
(Allah "menyuruh segala sesuatu diukur, dihitung, dan ditimbang") yang menuntun kepada konstruksi-
konstruksi geometris dari arsitektur Gothik, sistem-sistem ilmiah yang koheren dari kaum Skolastik yang
disebut Summa Theologiae yang memengaruhi tulisan-tulisan yang konsisten secara ilmiah dari Dante
Alighieri, teologi penciptaan dan sakramental Gereja yang telah mengembangkan suatu imajinasi Katolik
yang memengaruhi para penulis seperti J. R. R. Tolkien[85], C.S. Lewis, dan William Shakespeare,[86] dan
akhirnya, perlindungan yang diberikan para paus pada masa Renaissance bagi karya-karya agung para
seniman Katolik seperti Michelangelo, Raphael, Bernini, Borromini, dan Leonardo da Vinci.

Gereja dan perkembangan ekonomi[sunting | sunting sumber]

Francisco de Vitoria, seorang murid dari Thomas Aquinas dan seorang pemikir Katolik yang mempelajari
hal-hal seputar hak-hak asasi manusia dari rakyat pribumi jajahan, diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa
sebagai seorang Bapak hukum internasional, dan kini juga diakui oleh para ahli sejarah ekonomi dan
demokrasi sebagai cahaya terdepan bagi demokrasi Barat dan percepatan ekonomi.[87]

Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi dari abad ke-20, menunjuk pada kaum skolastik, ketika
menulis bahwa, "merekalah yang paling layak lebih dari kelompok manapun juga untuk disebut sebagai
‘pendiri’ ilmu ekonomi yang ilmiah."[88] Ahli-ahli ekonomi dan sejarah lainnya, seperti Raymond de
Roover, Marjorie Grice-Hutchinson, dan Alejandro Chafuen, juga telah mengeluarkan pernyataan
serupa. Sejarawan Paul Legutko dari Universitas Stanford mengatakan bahwa Gereja Katolik "berada
pada pusat perkembangan nilai-nilai, gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, hukum, dan lembaga-
lembaga yang membentuk apa yang kita sebut peradaban Barat."[89]

Keadilan sosial, keperawatan, dan sistem rumah sakit[sunting | sunting sumber]

Ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, berujar bahwa Gereja Katolik mempelopori perkembangan
suatu sistem rumah sakit yang ditujukan bagi kaum tersisih.

Menurut ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, Gereja Katolik telah memberi sumbangsih bagi
masyarakat melalui doktrin sosialnya (ajaran sosial Gereja) yang telah menuntun para pemimpin untuk
mempromosikan keadilan sosial dan dengan membentuk sistem rumah sakit di Eropa abad
pertengahan, yakni suatu sistem yang berbeda dengan keramah-tamahan dari masyarakat Yunani dan
kewajiban-kewajiban berasaskan keluarga dari masyarakat Romawi. Rumah-rumah sakit tersebut
didirikan untuk menyediakan pelayanan bagi kelompok masyarakat tertentu yang tersisihkan akibat
kemiskinan, penyakit, dan usia lanjut."[90]

James Joseph Walsh menulis tentang kontribusi Gereja Katolik bagi sistem rumah sakit, sebagai berikut:

Selama abad ke-13 sejumlah besar rumah-rumah sakit [ini] didirikan.Kota-kota Italia merupakan
pemimpin-pemimpin dari gerakan itu.Milan memiliki tidak kurang dari selusin rumah sakit dan Florence
sebelum akhir abad ke-14 memiliki sekitar 30 rumah sakit.Beberapa diantaranya merupakan bangunan-
bangunan yang sangat indah.Di Milan sebagian dari bangunan rumah sakit umum dirancang oleh
Donato Bramante dan sebagiannya lagi dirancang oleh Michelangelo.Rumah sakit kaum tak berdosa di
Florence untuk menampung anak-anak terlantar merupakan sebuah permata arsitektur.Rumah sakit di
Sienna, yang didirikan sebagai penghormatan kepada Santa Katarina dari Siena, sejak semula sudah
tersohor.Di seluruh Eropa gerakan rumah sakit ini menyebar di mana-mana. Virchow, Pathologis besar
dari Jerman, dalam sebuah artikel mengenai rumah-rumah sakit, menunjukkan bahwa tiap kota di
Jerman yang berpenduduk 5000 jiwa memiliki rumah sakit. Ia menelusuri gerakan rumah sakit ini sampai
kepada Paus Innosentius III, dan meskipun bukan seorang pendukung kepausan, Virchow tanpa ragu-
ragu memberikan pujian tertinggi bagi Paus tersebut untuk segala sesuatu yang telah dilakukannya demi
kebaikan anak-anak dan umat manusia yang menderita.[91]

Keindahan dan efisiensi rumah-rumah sakit Italia bahkan mengilhami sebagian orang yang justru
mengkritik Gereja Katolik. Sejarawan Jerman Ludwig von Pastor mengutip kembali kata-kata Martin
Luther yang, tatkala melakukan perjalanan ke Roma saat musim dingin tahun 1510-1511,
berkesempatan mengunjungi beberapa dari rumah-rumah sakit tersebut:

Di Italia, menurutnya, rumah-rumah sakit didirikan dengan megah, dan sungguh mengagumkan bahwa
rumah-rumah sakit itu diperlengkapi dengan makanan dan minuman yang sangat baik, perhatian yang
seksama dan tabib-tabib yang terpelajar. Tempat-tempat tidur dan perlengkapan tempat tidurnya
bersih, dan dinding-dinding ditutupi dengan lukisan-lukisan.Bilamana seorang pasien dibawa masuk,
pakaian-pakaiannya dilepaskan di hadapan seorang notaris yang menginventarisirnya dengan cermat,
kemudian pakaian-pakaian itu disimpan dengan aman. Sehelai smock (jubah pasien) putih dikenakan
padanya dan ia dibaringkan di atas sebuah dipan yang nyaman, dialasi linen yang bersih. Ada dua orang
dokter yang mendatanginya, dan para pelayan membawakannya makanan dan minuman dalam gelas-
gelas yang bersih, yang memperlihatkan padanya segala perhatian yang dapat diberikan.[92]

Gereja Katolik sebagai opus proprium, sebut Benediktus XVI dalam Deus Caritas Est, telah melaksanakan
selama berabad-abad sejak awal mulanya dan terus melaksanakan berbagai pelayanan kasih — antara
lain, rumah-rumah-sakit, sekolah-sekolah, dan program-program pemberantasan kemiskinan.

Kritik terhadap Gereja Katolik Roma[sunting | sunting sumber]

Skandal pelecehan seksual[sunting | sunting sumber]

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kasus pelecehan seksual Katolik

Pada tahun 2002, Amerika Serikat dihebohkan oleh suatu skandal besar ketika serangkaian tuntutan,
disertai bukti-bukti pendukung, ditujukan kepada para imam yang melakukan tindakan pelecehan secara
seksual terhadap anak-anak sepanjang beberapa dasawarsa. Yang makin memparah keadaan adalah
terungkapnya kenyataan bahwa Gereja mengetahui beberapa dari imam-imam pelaku pelecehan
tersebut, dan pada mulanya memperlakukan mereka dengan cara menyangkal mengetahui kejahatan
yang mereka lakukan dan memindahtugaskan mereka dari satu jemaat ke jemaat lain daripada
menindaki mereka. Skandal yang menjadi penyebab pengunduran diri Kardinal Bernard Law dari
Keuskupan Agung Boston itu, merupakan pukulan yang menghancurkan citra Gereja di mata publik —
Dalam salah satu survey sesudah mencuatnya skandal tersebut 64% dari responden setuju bahwa
kebanyakan imam Katolik "kerap melakukan pelecehan terhadap anak-anak" (data mengindikasikan
bahwa hanya 1,5-1,8% imam Katolik yang benar-benar telah dituntut karena melakukan pelecehan
terhadap anak-anak.[93]).

Catholic News Service melaporkan:


Sekitar 4 persen dari para imam A.S. yang bekerja sejak tahun 1950 sampai 2002 dituduh melakukan
pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, menurut studi nasional komprehensif menyangkut isu
tersebut.

Studi tersebut mengatakan bahwa 4.392 rohaniwan—hampir semuanya imam—dituduh melakukan


pelecehan terhadap 10.667 orang.75 persen dari insiden-insiden tersebut terjadi antara tahun 1960 dan
1984.

Menurut studi tersebut, dalam kurun waktu yang sama terdapat 109.694 imam. Menurut studi yang
telah dilakukan John Jay College of Criminal Justice di New York, biaya-biaya (cost) sehubungan dengan
pelecehan seksual berjumlah total $573 juta. $219 juta dari jumlah itu ditalangi oleh perusahaan-
perusahaan asuransi.

Studi tersebut menyusun daftar karakteristik-karakteristik utama dari insiden-insiden pelecehan seksual
yang telah dilaporkan. Termasuk di dalamnya:

-- Sebagian besar korban, yakni 81 persen, berjenis kelamin laki-laki. Korban paling lemah adalah anak-
anak lelaki berusia 11 sampai 14 tahun, mewakili lebih dari 40 persen dari jumlah korban. Kenyataan ini
melawan trend dalam masyarakat A.S. secara umum di mana masalah utama adalah pria dewasa
mencabuli anak-anak perempuan.[94]

Kasus-kasus serupa telah muncul di negara-negara lain. Di Irlandia, sejumlah kasus pelecehan seksual
yang mencuat pada anak-anak yang dilakukan oleh para imam dan biarawan Katolik, seperti yang
dialami Andrew Madden, telah sangat memperlemah pengaruh Gereja pada beberapa tahun terakhir.

Sejak tahun 2001, kewenangan atas penyelesaian masalah pelecehan seksual yang dilakukan oleh klerus
tidak lagi berada dalam kompetensi dari uskup setempat, akan tetapi diambil alih oleh Kongregasi
Ajaran Iman di Roma, sesuai dengan isi Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II Sacramentorum
sanctitatis tutela serta aturan-aturan pelengkapnya (kedua dokumen dalam Bahasa Latin). Di bawah
Hukum Kanonik Gereja tahun 1983 klerus yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anak di
bawah umur dapat dikenai hukuman pencopotan status klerus ("laisisasi").[95]

Anda mungkin juga menyukai