PPH Pasal 21
PPH Pasal 21
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH :
OKTAVIA (1612311057)
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
1. Defenisi Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan
dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi yang
merupakan :
a) Pegawai.
b) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua termasuk ahli warisnya.
c) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan.
a) Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang – orang
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka,
dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
b) Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang –
Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan
warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
a) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
b) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
c) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak,
Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
d) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian
Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai
Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
e) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
f) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
g) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan
Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
5. Siapa Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU
adalah :
a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang,
perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b) Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas yang
membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
c) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan lain yang
membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
d) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
1) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan atau
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri,
termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa
yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
3) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
4) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun
kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
1) Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa.
2) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah.
3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
yang dibayar oleh pemberi kerja.
4) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan.
5) Beasiswa, yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang pribadi dalam
negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang
diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP berbentuk badan ditunjuk oleh UU
Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya
maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 21
sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP orang pribadi terdaftar.
Bukan Pemotong PPh 21/26 Perwakilan Diplomatik seperti kedutaan besar negara sahabat
Badan / Organisasi Internasional seperti organisasi PBB PPh Pasal 21
Penyetoran PPh Pasal 21/26 Dalam hal Anda bertindak sebagai Pemotong PPh Pasal 21/26
wajib melakukan dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21/26 yang terutang
untuk setiap bulan kalender;
2. membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21/26 untuk masing-masing
penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja
perhitungan tersebut;
3. tetap melaporkan pemotongan PPh Pasal 21/26 untuk setiap bulan kalender, dalam hal
jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil;
4. apabila dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21/26 yang terutang
oleh pemotong PPh Pasal 21/26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh Pasal 21/26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21/26
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
PTKP Pria/Wanita Lajang PTKP Pria Kawin PTKP Suami ISTRI digabung
Catatan:
Tunjangan PTKP untuk anak atau tanggungan maksimal 3 orang
TK : Tidak Kawin
K : Kawin
K/I : Kawin dan penghasilan pasangan digabung
Tarif pajak
Perhitunganya :
Perhitungan PPh 21 menggunakan PTKP yang lama (selama bulan Januari – Juni 2016):
Andi Ahmad pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Abadi Selamat dengan memperoleh
gaji sebulan Rp 5.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Andi menikah
tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 5.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 5.000.000,00 Rp 250.000,00
2. Iuran pensiun Rp 100.000,00 (+) Rp 350.000,00 (-)
Penghasilan neto sebulan Rp 4.650.000,00
Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 4.650.000,00 = Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
– untuk WP sendiri Rp 36.000.000,00
– tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00 (+) Rp 39.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 16.800.000,00
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 16.800.000,00 = Rp 840.000,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 840.000,00 : 12 = Rp 70.000,00
Perhitungan PPh 21 menggunakan PTKP yang baru (selama tahun 2016):
Andi Ahmad pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Abadi Selamat dengan memperoleh
gaji sebulan Rp 5.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Andi menikah
tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 5.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 5.000.000,00 Rp 250.000,00
2. Iuran pensiun Rp 100.000,00 (+) Rp 350.000,00 (-)
Penghasilan neto sebulan Rp 4.650.000,00
Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 4.650.000,00 = Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
– untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
– tambahan WP kawin Rp 4.500.000,00 (+) Rp 58.500.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 0,00
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 0,00 = Rp 0,00
PPh 21 Masa Januari – Desember 2016 terutang = Rp. 0,00
PPh 21 Masa Januari – Juni 2016 yang telah disetor = Rp. 420.000,00
Terdapat Lebih bayar PPh 21 tahun 2016 sebesar Rp. 420.000,00, dan jika atas lebih bayar tersebut
perlakuannya sama dengan lebih bayar yang timbul karena kenaikan PTKP 2015, maka atas lebih
bayar tersebut dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya / tahun 2017.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap Untuk Tahun Pajak 2017 antara
lain sebagai berikut :
Contoh 1
Ahmad Zakaria pada tahun 2017 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan
memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp
100.000,00.
Ahmad Zakaria menikah tetapi belum mempunyai anak.
Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Gaji Sebulan 10.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan 500.000
Iuran Pensiun 100.000
Jumlah Pengurangan 600.000
Penghasilan Neto Sebulan 9.400.000
(10.000.000 – 600.000)
Contoh 2
Bambang Yuliawan pegawai pada Tahun 2017 di perusahaan PT. Yasa Buana, menikah tanpa
anak, memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000,00.
PT Yasa Buana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi
Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30%
dari gaji.
PT Yasa Buana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji
sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap
bulan.
Disamping itu PT Yasa Buana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.
PT Yasa Buana membayar iuran pensiun untuk Bambang Yuliawan ke dana pensiun, yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000,00,
sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2017 adalah sebagai berikut :
Gaji Sebulan 10.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan 50.000
Kerja
(0.50 % x 10.000.000)
Premi Jaminan Kematian 30.000
Kerja
(0.30 % x 10.000.000)
Jumlah Penghasilan Bruto Sebulan 10.080.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan 500.000
(5 % x 10.080.000, maksimal
500.000)
Iuran Pensiun 50.000
Iuran Jaminan Hari Tua 200.000
(2 % x 10.000.000)
Jumlah Pengurangan 750.000
Penghasilan Neto Sebulan 9.330.000
(10.080.000 – 750.000)
SPT Masa PPh Pasal 21 dan/ atau Pasal 26 wajib dilaporkan setiap bulannya oleh Wajib Pajak
Badan serta Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pemotongan. Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 wajib menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-
SPT dalam hal:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau
tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya
yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
2. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan
PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih
dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
3. melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
4. melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari 20
(dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau e-SPT dalam hal:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau
tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya
yang jumlahnya tidak lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
2. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan
PPh sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya tidak
lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
3. melakukan pemotongan PPh Pasal 21(Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
tidak lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak; dan/atau
4. melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya tidak lebih
dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) masa pajak.
KETENTUAN UMUM
Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 disusun dengan format yang dapat dibaca
dengan menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Ukuran kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70 gram.
2. Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.
3. Sebelum melakukan pengisian, silakan terlebih dahulu membaca petunjuk pengisian SPT.
4. Pengisian SPT dilakukan dengan huruf cetak/diketik dengan tinta hitam.
5. Berilah tanda “ X “ pada (kotak pilihan) yang sesuai.
6. Kolom Identitas wajib diisi oleh Pemotong atau Kuasa secara lengkap dan benar.
7. Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah, harus tanpa nilai desimal. Contoh:
Dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN 10.000.000,00).
Dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen adalah: 125 (BUKAN
125,50).
Berikut merupakan tata cara pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 berdasarkan Per-
14/PJ.15/2013.
Bagian Header Formulir Masa Pajak [mm-yyyy] mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan
tahun kalender. Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 – 2014. SPT Normal atau SPT
Pembetulan ke … Isikan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai. Selanjutnya, jika merupakan
SPT Pembetulan maka tuliskan urutan pembetulan dengan angka. Jumlah lembar SPT termasuk
lampiran Diisi oleh petugas.
1. Identitas Pemotong
2. Objek Pajak
Angka 1 – Angka 11
Angka 4 Kolom (2): Bukan Pegawai Bukan Pegawai adalah sebagaimana dimaksud pada Pasal 3
huruf c Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tetang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan
Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi, antara lain meliputi:
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari,
pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
3. Olahragawan.
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan.
7. Agen iklan.
8. Pengawas atau pengelola proyek.
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
10. Petugas penjaja barang dagangan.
11. Petugas dinas luar asuransi.
12. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.
Angka 4e Kolom (2): Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah
imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun
kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 yang Kurang (Lebih) Disetor
Angka 12 Diisi dengan jumlah pokok PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 terutang yang terdapat dalam
STP PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Angka 13 Masa pajak : Disi tanda silang (X) pada kotak masa pajak yang sesuai. Tahun kalender
: Diisi tahun kalender dengan format penulisan yyyy. Kolom (5) : Diisi jumlah kelebihan
penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Bagian Header
Angka 1 – Angka 5
Kolom (6) : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 (final) yang dipotong.
Lampiran
Kotak-kotak : Diisi tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan jenis dokumen yang
dilampirkan. ____ Lembar : Diisi jumlah lembar dokumen yang dilampirkan.
Angka 1. Disi tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan pihak yang menandatangani SPT,
yaitu Pemotong/Pimpinan atau kuasa.
Angka 2. Diisi dengan NPWP yang menandatangani SPT sebagaimana dimaksud pada angka 1.
Angka 3. Diisi dengan nama yang menandatangani SPT sebagaimana dimaksud pada angka 1.
Angka 4. Diisi dengan tanggal penandatanganan SPT, dengan format penulisan dd – mm – yyyy.
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh untuk: a. satu masa pajak. dilakukan
pada setiap masa pajak (Januari s/d Desember). b. satu tahun pajak. dilakukan pada masa pajak
Desember. Oleh karena itu, pada masa pajak Desember Pemotong melaporkan pemotongan PPh
dengan menggunakan formulir ini yang meliputi 2 (dua) set yaitu untuk pelaporan masa pajak
Desember dan untuk pelaporan satu tahun pajak.
Bagian Header
Formulir Masa Pajak [mm-yyyy] mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Desember 2014, maka ditulis 12 – 2014. Satu Masa Pajak / Satu Tahun Pajak
Diisi tanda silang pada kotak yang sesuai. NPWP Pemotong Diisi dengan NPWP Pemotong.
1. Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota TNI/POLRI,
Pejabat Negara dan Pensiunannya yang Penghasilannya Melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP)
Bagian ini diisi dengan pemotongan PPh untuk seluruh Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau
THT/JHT serta PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya yang pernah
menerima penghasilan dalam tahun berjalan/seluruh tahun berjalan.
Angka 1 – Angka 15
Kolom (2) : Diisi dengan NPWP Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT.
Kolom (3) : Diisi dengan nama Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT.
Kolom (5) : Diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 dengan format penulisan dd-
mm-yyyy.
Kolom (9) : Diisi masa perolehan penghasilan dengan format mmmm, di mana mm yang pertama
merupakan bulan mulainya perolehan penghasilan sedangkan mm yang kedua merupakan bulan
berakhirnya perolehan penghasilan. Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh
untuk: a. satu masa pajak. dilakukan pada setiap masa pajak (Januari s/d Desember). b. satu tahun
pajak. dilakukan pada masa pajak Desember. Oleh karena itu, pada masa pajak Desember
Pemotong melaporkan pemotongan PPh dengan menggunakan formulir ini yang meliputi 2 (dua)
set yaitu untuk pelaporan masa pajak Desember dan untuk pelaporan satu tahun pajak. Contoh :
Dalam hal pelaporan pemotongan untuk satu tahun pajak pajak sejak januari sampai desember
maka ditulis 0112.
Kolom (10) : Diisi dengan kode negara domisili bagi karyawan asing.
Catatan:
a) Kolom (4), (5) dan (9) hanya diisi dalam pelaporan pemotongan PPh untuk satu tahun pajak
(masa pajak Desember).
b) Pelaporan pemotongan PPh untuk satu tahun pajak meliputi pemotongan PPh bagi
penerima penghasilan yang memperoleh penghasilan selama satu tahun maupun yang
memperoleh penghasilan hanya meliputi beberapa bulan (pegawai yang berhenti/pindah
dalam tahun berjalan atau pegawai yang baru mulai bekerja/pensiun dalam tahun berjalan).
1. Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota TNI/POLRI,
Pejabat Negara dan Pensiunannya yang Penghasilannya tidak Melebihi PTKP ____ Orang
: Diisi jumlah Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun atau THT/JHT serta PNS, Anggota
TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya yang penghasilannya tidak Melebihi
PTKP.
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh yang dilakukan dengan menggunakan
formulir 1721-VI.
Bagian Header
Formulir Masa Pajak [mm-yyyy] mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 – 2014. NPWP Pemotong : Diisi dengan
NPWP Pemotong. Tabel
Kolom (3) : Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26.
Kolom (5) : Diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 dengan format
penulisan dd-mm-yyyy.
Kolom (9) : Diisi dengan kode negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri.
FORMULIR 1721 – III
Formulir ini digunakan untuk melaporkan pemotongan PPh yang dilakukan dengan menggunakan
formulir 1721-VII.
Bagian Header
Formulir Masa Pajak [mm-yyyy] mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 – 2014.
Kolom (2) : Diisi dengan NPWP penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Kolom (3) : Diisi dengan nama penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.
Kolom (5) : diisi dengan tanggal bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final dengan format penulisan
dd-mm-yyyy.
Bagian Header
Formulir Masa Pajak [mm-yyyy] mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Januari 2014, maka ditulis 01 – 2014.
Kolom (4) : Diisi dengan tanggal pembayaran pajak atau tanggal bukti Pbk dengan format
penulisan dd – mm – yyyy.
Kolom (5) : Diisi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atau nomor bukti Pbk.
Kolom (6) : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 yang disetor.
Kolom (7) : Diisi dengan angka: 0 : untuk SSP 1 : untuk SSP PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
2 : untuk Bukti Pbk
FORMULIR 1721 – V
DAFTAR BIAYA
Formulir ini hanya disampaikan pada masa pajak Desember oleh Wajib Pajak yang tidak wajib
menyampaikan SPT Tahunan, antara lain Wajib Pajak Cabang, Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint
Operation), dll.
Bagian Header
Formulir Masa Pajak [mm-yyyy] mm diisi dengan bulan dan yyyy diisi dengan tahun kalender.
Misalnya Masa Pajak Desember 2014, maka ditulis 12 – 2014.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi
perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya
secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti.
Pemungutan serta tarif pajak pph didasarkan atas undang – undang yang ada. Pajak
merupakan penyumbang terbesar bagi kas negara. Ingat, bayarlah pajak sesuai dengan UU yang
berlaku. Demikianlah kesimpulan ini, Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
2. Saran
Penulis sangat berharap jika pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa dipertanggung
jawabkan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pajak tersebut selalu disalahgunakan. Tujuan
adanya pajak adalah untuk pembangunan bersama bukan untuk segelintir orang. BAYAR
PAJAK, BANGUN NEGERI.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Supramono, SE., MBA., DBA & Theresia Woro Damayanti SE., Perpajakan Indonesia –
mekanisme dan perhitungan, 2010. Yogyakarta: CV Andi Offset
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, 2005, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Ilyas & Richard Burt .Hukum Pajak, Edisi Revisi on ; Wirawan, 2008. Penerbit Salemba
Sumber Lainnya.
http://www.wibowopajak.com/2012/02/contoh-perhitungan-pph-pasal-21-bagi.html