Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan atau ditempat-
tempat umum. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : berusia antara 5 sampai dengan 18
tahun, melakukan kkegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan
pakaian tidak terurus, mobilitas tinggi.
Munculnya anak jalanan diakibatkan keterpurukan ekonomi yang dialami oleh masyarakat
yang mengakibatkan banyak yang kehilangan pekerjaan dan tidak mampu membiayai keluarganya
secara material, sehingga anak-anak yang seharusnya duduk dibangku sekolah ataupun bermain
dituntut untuk turun ke jalan dan membantu orang tua mereka mencari nafkah.
Di Indonesia, menurut hukum adat, anak sering dikatakan minderjaring heid(bawah umur),
yaitu apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain, seperti dikuasai oleh orang
tuanya , maka ia dikuasai oleh walinya (voodg). Jadi selama seseorang masih dikategorikan anak-anak,
seharusnya masih dalam tanggung jawab orang tua wali ataupun Negara tempat si anak tersebut
menjadi negara tetap.
Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orng tuanya (children of the street). Mereka
tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semu fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya.
Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok ini disebabkan oleh faktor sosial
psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian
orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali kerumah, kehidupan jalanan dan solidaritas
sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah anak yang
bekerja di jalanan (children on the street). Mereka sering kali diidentikan sebagai pekerja
migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya
mereka bekerja di pagi sampai sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen
tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama
dengan saudara atau teman-teman senasibnya.
Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang
tuanya, beberapa jam dijalana sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan
karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktifitas
mereka yang mencolok adalah berjualan koran.
Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari
kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang
SLTP. Mereka biasanya kaum kurban yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun
saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya memcuci bus, menyemir sepatu, membawa
barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
Anak-anak yang hidup dijalanan, sangat rentan mendapat perlakuan kekerasan dan
eksploitasi. Sudah menjadi hukum dijalanan, siapa yang kuat merekalah yang menang. Masa anak-
anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan dan kemajuan, terpaksa harus berjuang sendirian
mempertahankan hidup. Fisik dan jiwa mereka masih rentan, secara terpaksa harus berhadapan
dengan dunia yang keras dan kejam, yaitu dunia jalan.
Krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi, kemudian meluas menjadi krisis
multidimensi, mengakibatkan semakin banyak anak-anak usia sekolah terkena dampaknya. Banyak
diantara mereka tidak bersekolah lagi, karena orang tua mereka terkena pemutusan hubungan kerja.
Ada korelasi kuat semakin luasnya krisis ekonomi diikuti pula oleh makin banyaknya anak-anak tidak
berada di ruang sekolah lagi. Pada jam-jam sekolah, mereka berhamburan di mana-mana, bahkan di
jalanan. Tidak bisa tidak, angka anak jalanan meningkat tajam. Menurut hasil penelitian Badan
Pelatihan dan Pengembangan Sosial Depsos (2003), penanganan anak jalanan di seluruh wilayah
Indonesia belum memiliki pola dan pendekatan yang tepat dan efektif. Keberadaan Rumah Singgah
misalnya, dinilai kurang efektif karena tidak menyentuh akar persoalan yaitu kemiskinan dalam
keluarga “(Kompas, 26 Pebruari 2003). Hal ini bisa kita lihat dari pola asuh yang cenderung konsumtif.
Tidak produktif karena yang ditangani adalah anak-anak, sementara keluarga mereka tidak
diberdayakan.
Ada beberapa usaha untuk membantu mereka keluar dari keidupan jalanan. Tapi usaha itu
terhalang karena itu tadi : Uang yang gampang didapat lewat ngemis. Beberapa anak jalanan yang
dibina di rumah singgah dengan diberi bimbingan pendidikan, ketrampilan dan pemberian
kesempatan kerja. Ironisnya, mereka hanya bertahan beberapa bulan lalu kembali ke jalan.
Beberapa anak yang disekolahkan dan ditanggung biaya hidupnya juga balik lagi ke jalanan.
Waktu ditanya, jawabannya adalah karena memang lebih enak dan gampang mendapatkan uang di
jalanan. Daripada kerja atau, apalagi, kembali sekolah. Kesimpulannya, uang yang kita berikan ke
mereka berdampak mengerikan bagi nasib si anak jalanan. Secara tidak langsung dengan uang itu kita
sudah menginvestasikan kemalasan, kebodohan, peningkatan kriminalitas, sampai masa depan suram
bagi anak-anak yang dikasih uang itu. Kita perlu sebuah kesadaran baru untuk tidak memberi uang
secara langsung sama anak jalanan. Tapi memberi mereka kesempetan. Ada beberapa pilihan untuk
kesempatan yang dibutuhkan anak jalanan: Misalnya pendampingan. Anak jalanan ngerasa bahwa
mereka adalah mahluk yang tersisih dan nggak dicintai. Maka ketimbang sekedar memberi uang, kita
lebih dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka. Uang kita ganti dengan waktu yang
kita sediakan untuk mendampingi mereka. Pilihan kedua, kita bisa membantu mereka dalam
pendampingan bimbingan belajar, atau memberi kesempatan mereka untuk sekolah lagi dengan
beasiswa, atau bimbingan untuk mengikutsertakannya dalam ujian pesamaan untuk anak yang sudah
melewati batas usia sekolah. Uang yang akan kita berikan ke mereka sebaiknya di”konversi” menjadi
beasiswa.
Agar dapat memberikansebuahkonseling yang baik dan benar terhadap anak jalanan usiasekolah kita
Tujuan Pendidkan,
Cara yang efektif untuk membangun kesadaran belajar terhadap anak jalanan usia sekolah.
Berkenaan dengan kegiatan konseling kita sebagai konselor juga ikut andil dalam memajukan
pendidikan di Negara Indonesia, baik anak jalanan usia sekolah maupun dalam sekolah. Untuk
itu kita juga harus mengerti dan memahami alasan anak jalanan tidak bersekolah.
Salah satu strategi pendekatan yang mungkin dapat dilakukan adalah pemberian
bimbingan kelompok kepada anak jalanan tersebut. Bimbingan kelompok berguna untuk
membantu anak jalanan menemukan dirinyasendiri, mengarahkan diri dan dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
kepada anak jalanan untuk belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahandirinya yang
berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. Dengan adanya pemberian
bimbingan kelompok kepada anak jalanan diharapkan dapat merubah paradigma anak jalanan untuk
kembali melanjutkan pendidikannya agar terciptanya pendidikan nasional yang berfungsi
mengembangkan Ilmu ekonomi berpandangan apapun yg dilakukan sesorang atau sekelompok orang
umumnya selalu dilakukan berdasarkan pertimbangan untung-rugi. Dengan kata lain ilmu ekonomi
berpandangan bahwa anak-anak jalanan pun bertindak rasional.
Kurangnya perhatian dari pemerintah dan cara yang tepat dalam bimbingan belajar anak jalanan
ialah bimbingan kelompok, karena dengan bimbingan kelompok seorang guru atau konselor
tahu betul potensi yang setiap anak miliki dan dengan bimbingan belajar kelompok akan tercipta
suasana yang nyaman karena mereka akan beranggapan ini bukan belajar formal, jadi pisikologi
mereka akan lebih rileks atau santai dalam menerima pelajaran tersebut.
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang