Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aliran saluran terbuka adalah aliran air dalam saluran yang memiliki
permukaan bebas. Ini adalah ciri khusus yang memebedakannya dengan saluran
pipa. Saluran terbuka meliputi semua jenis saluran terbuka yang bersifat alami
dan buatan. Saluran yang bersifat alami contohnya anak sungai dipegunungan
sampai aliran air bawah tanah yang mempunyai permukaan bebas. Sedangkan
yang bersifat buatan manusia contohnya saluran pembangkit listrik, saluran
rumah tangga sampai saluran di laboratorium untuk penelitian.

Dalam bangunan-bangunan saluran terbuka biasanya terdapat pintu


sorong atau pintu pembilas yang fungsinya untuk mencegah sedimen layang
masuk ke dalam pintu pengambilan (infake) damn membilas sedimen yang
menghalangi aliran. Aliran stelah pintu sorong mengalami perubahan kondisi
dari subkritis ke superkritis, dilokasi yang lebih hilir terjadi peristiwa yang
disebut air loncat atau lompatan hidraulik, air loncat memeiliki sifat aliran
yang menggerus. Adanya pintu sorong mengakibatkan kemungkinan terjadinya
gerusan pada saluran di hilir pintu sorong. Oleh karena itu,di perlukan
perhitungan untuk desain saluran pada hilir saluran agar tahan terhadap gerusan
air akibat adanya pintu sorong.

Analisis yang dilakukan pada saluran terbuka lebih sulit di lakukan di


bandingkan pada aliran dalam pipa. Dan pada umumnya analisa pada saluran
terbuka menggunakan persamaan-persamaan empiris. Hal tersebut dilakukan
karena analisis aliran pada saluran terbuka memiliki banyak variabel yang
berubah-ubah dan tidak teratur terhadap ruang dan waktu. Dan sebab itu kami

54
55

melakukan pendekatan di laboratorium sehingga kami dpat mengamati dengan


lebih baik.

Saluran terbuka sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti


sungai,saluran irigasi, selokan, drainase, dan saluran-saluran lain yang bentuk
dan dan kondisi geometrinya bermacam-macam.

Oleh karena itu, kami melakukan percobaan saluran terbuka untuk


mengetahui apa saja variabel yang berbah-ubah dan tidak teraratur terhadap
ruang dan waktu yang terjadi dalam suatu aliran serta dapat mengaplikasikan
pengetahuan tersebutdalam kehidupan terutama dalam bidang keteknik sipilan.

1.2 Tujuan Praktikum


1.2.1. Aliran Permanen Seragam pada Saluran Licin
a. Mendemostrasikan aliran permanen seragam pada saluran licin.
b. Menentukan koefisien kekasaran Chezy untuk saluran tersebut.

1.2.2. Aliran Permanen Tidak Beraturan Akibat Pembendungan


a. Mendemostrasikan aliran permanen tidak beraturan akibat
pembendungan.
b. Menunjukkan perbedaan koefisien Chezy pada kedalam normal dan
pada aliran terbendung.

1.2.3. Pintu Sorong (Sluice Gate)


a. Mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong.
b. Menujukkan bahwa aliran melalui pintu sorong dapat digunakan
sebagai alat ukur dan pengetur debit.
c. Menghitung gaya dorong yang bekerja pada pintu sorong.
56

d. Menunjukkan hubungan antara energi spesifik dan tinggi tenaga


pada aliran dihulu pintu sorong.
e. Menunjukkan karakteristik loncat air pada aliran dibawah pintu
sorong.

1.3 Manfaat Praktikum


1.3.1. Ilmu Pengetahuan
Adapun manfaat percobaan saluran terbuka ini terhadap ilmu
pengetahuan adalah dapat diketahuinya cara megukur debit aliran pada
saluran terbuka.

1.3.2. Instansi
Adapun manfaat percobaan saluran terbuka ini terhadap instansi
adalah pemerintah dapat membangun bangunan air dengan cara
mengambil data yang telah dilakukan penelitian pada suatu objek.

1.3.3. Individu
Adapun manfaat percobaan saluran terbuka ini terhadap diri sendiri
yaitu dengan di adakanya praktikum ini saya dapat menambah wawasan
tentang saluran terbuka.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Aliran Saluran Terbuka


Aliran saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dengan
permukaan bebas. Saluran terbuka dapat terjadi adalam bentuk brvariasi cukup
besar, mulai dari aliran diatas permukaan tanah yang terjadi pada waktu
hujan,sampai dengan aliran kedalaman air konstan dalam saluran prismatis.
Masalah aliran saluran terbuka banyak di jumpai dalam aliran sungai, aliran
saluran-saluran irigasi, aliran saluran pembuangan dan saluran-saluran lain
yang bentuk dan kondisi geometrinya bermacam-macam.

Mekanika aliran saluran terbuka lebih sulit di andingkan denga mekanika


saluran tertutup. Pada aliran saluran tertutup tidak terdapat permukaan bebas
sehingga tidak terdapat pengaruh langsung dari tekanan atsmosfer, pengaruh
yang ada hanyalah tekanan hidraulik yang besarnyadapat lebih besar atau lebih
kecil dari pada tekanan atmosfer. Sedangkan pada aliran saluran terbuka
terdapat permukaan bebas yang berhubungan dengan atmosfer dimana
permukaan bebas tersebut merupakan suatu batas antara dua fluida yang
berbeda kecepatannya yaitu cairan dan udara, dan pada permukaan ini terdapat
tekanan atmosfer. Dalam hal ini hubungannya dengan atmosfer perlu adanya
pertimbangan bahwa kecepatan udara jauh lebih rendah dari pada kecepatan air.

Aliran pada saluran terbuka dapat diklarifikasikan menjadi berbagai tipe


tergantung kriteria yang digunakan berdasarkan perubahan kedalaman ataau
kecepatan mengikuti fungsi waktu.

57
58

2.1.1. Aliran Tunak dan Tak Tunak (Steady and Unsteady Flows)
Aliran tunak atau aliran permanen adalah kondidi dimana
komponen aliran tridak berubah terhadap waktu. Contohya adalah aliran
di saluran sungai yaitu pada kondisi tidak ada perubahan aliran,
sedangkan aliran tak tunak atau aliran tidak permanen adakah kondisi
dimana komponen aliran berubah terhadap waktu.

2.1.2. Aliran Seragam dan Tidak Seragam (Uniform and Non-Uniform


Flows)
Aliran seragam adalah kondisi dimana komponen aliran tidak
berubah terhadap jarak, contohnya aliran yan tidak ada pengaruh
pembendungan atau terjunan. Sedangkan aliran tidak seragam adalah
kondisi dimana komponen air berubah terhadap jarak

2.1.3. Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin


Multi purpose teaching flume merupakan satu setmodel saluran
terbuka dengan dinding tembus panang yang di letakan pada struktur
rangka baja. Dasar saluran ini dapat di ubah kemiringanya dengan
menggunakan jack hidrolik yang dapat mengatur kemiringan dasar
saluran tersebut secara akurat sesuai dengan yang kita kehendaki.
Terpasangnya rel pada bagian atsas saluran tersebut memungkinkan alat
ukur kedalaman (point gauge) dan tabung pilot dapat di geser-geser
sepanjang saluran.

Saluran ini di lengkapi dengan keran tekanan udara ada pada titik-
titik tertentu mendapat lubang untuk pemasangan model bangunan air.
Saluran ini di lengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut yaitu
pompa sirkulasi air dan alat pengukur debit.
59

Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen


karena kecepatan dan kekasaran dinding relatif besar.aliran melalui
saluran terbuka disebut seragam (uniform) apabila berbagai variabel
aliran seperti keadalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada
setiapa tampang di sepanjang aliran adalah sejajarn sehingga kemiringan
ketiga garis tersebut adalah sama. Kedalamana air pada aliran seragam di
sebut kedalaman normal.

Aliran disebut permanen apabila variabel aliran di suatu titik seperti


kedalaman dan kecepatan tidak berubah terhdap waktu. Apabila berubah
terhadap waktu maka disebut tidak permanen.

Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan


tegangan geser pada dinding saluran. Tahanan in akan di imbangi oleh
komponen gaya berat yang bekerja pada zat cair dalam arah aliran. Di
dalam aliran seragam, komponen gaya berat dalam arah aliran adalah
seimbang dengan tegangan geser. Tahanan geser ini tergantng pada
kecepatan aliran.
Berdasrakan kesetimbangan gaya–gaya yang terjadi tersebut dapat
di turunkan rumus chezy sebagai berikut.

v=C.√R.I

Keterangan :
v = kecepatan aliran (m/s)
C = koefisien chezy
R = radius hidrolik (m)
I = kemiringan muka air (%)
60

2.1.4. Aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan.


Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen
karena kecepatan dan kekasaran dinding relatif besar. Aliran melalui
saluran terbuka disebut seragam(uni form) apabila berbagai variabel
aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap
tampang di sepanjang aliran aliran adalah konstan. Pada aliran garis
searagam, garis energi, garis muka air dan garis dasar saluran adalah
sejajar sehingga kemiringan ketiga garis tersebut ada;lah sama.
Keadalaman air pada aliran seragam di sebut keadalaman normal.

Aliran tersebut tidak seragam atau berubah apabila variabel aliran


seperti keadalaman,tampanag basah, kecepatan disepanjang saluran tidak
konstan.apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang panjang, maka di
sebut aliran beruba cepat. Oleh karena itu dapat di jelaskan bahwa aliran
tidak konstan.

2.2 Pintu Sorong


Pintu sorong merupakan tiruan pintu air yang banyak di jumpai pada
saluran-saluran irirgasi model ini di sebut-sebut terbuat dari baja tahan karat
(stainless stell). Lebar pintu sudah di sesuaiakan dengan lebar model saluran
yang ada. Pintu sorong ini berfungsi sebagai pengukur debit aliran,besarnya
debit yang di hulu maupun di hilir, pintu serta tinggi bukaan pintu tersebut.

Pintu sorong merupakan salah satu kontruksi pengukur debit. Pada pintu
sampel program kerja proyek pada umunya. Pada suatu pintu sorong ini, pintu
sorong memiiki prinsip konsentrasi energi dan momen dapat di terapakan.
61

Gambar 2.1 Aliran di bawah pintu sorong


Sumber : panduan praktikum hidrolika, 2017

Keterangan :
Q = Debit aliran (m3/s)
Yg = tinggi bukaan pintu (m)
H0 = Tinggi tekanan total dihulu = y0 + v02/ 2g (m)
Y0 = kedalaman air dihulu (m)
H1 = tinggi tekanan total dihilir = y1 + v12/ 2g (m)
Y1 =kedalaman air dihulu (m)

Debit aliran yang terjadi dipintu sorong pada kondisi aliran air bebas
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Q=Cd.B.yg.√2.g.𝑦0

keterangan :
Q = Debit aliran (m3/s)
Cd = koefisien debit
B = lebar pintu (m)
62

g = percepatan gravitasi (m2/s)


yg = tinggi bukaan pintu (m)
y0 = tinggi dihulu pintu sorong (m)

2.3.1. Gaya yang Bekerja pada Pintu Sorong


Dalam gambar berikut dapat dilihat mengenai gangguan atau gaya
yang bekerja pada pintu.

Gambar 2.2 Gaya-gaya yang bekerja pada pintu sorong


Sumber : panduan praktikum hidrolika, 2017

Pada gambar 2.2 ditunjukan bahwa gaya resultan yang terjadi pada
pintu sorong sanagat berpengaruh pada pintu sorong dana dapat di tulis
sebagai berikut :

 y0  PQ  y1 
 
Fg = 2  g y12  y  1 b. y 1  y 
2
1
 1 2
 1 0 
63

Keterangan :
Fg = Resultan gaya dorong pada pintu sorong (non- hidrostatik) (N)
FH =Resultan gaya dorong akibat gaya dorong hidrostatik (N)
e = rapat massa fluida (kg/m3)
g= percepatan gravitasi bumi (m/s2)
b= lebar pintu (m)
yg= tinggi bukaan pintu (m)
y0= kedalaman air dihulu (m)
y1= kedalaman air dihilir (m)
Q = debit aliran (m2/s)
 = rapat massa fluida (kg/m3)

Gaya pada pintu yang melawan gaya hidrostatik adalah

1
FH = 2.  .g . (y2 – yg)2

Keterangan :
FH = resultan gaya darong akibat gaya hidrostatis (N)
 = rapat masa fluida (kg/m3)
g = percepatan grafitasi (m/s2)
yo= kedalaman air dihulu pintu (m)
yg = tinggi bukaan pintu (m)
64

2.3 Debit
Debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat
dalam suatu tempat atau yang dapat dihitunng dalam satuan waktu. Secara
matematis debit dapat di rumuskan sebagai berikut :

Q =A . v

Keterangan :
Q = debit air (m3/s)
A = luas penampang (m2)
v = kecepatan fluida (m/s)

Aliran air dikatakan memeiliki sifat ideal apabila air berpindah tanpa
mengalami gesekan. Hal berarti pada gesekan air tersebut memiliki kecepatan
yang tetap pada masing-masing titik dalam pipa bergerak berurutan karena
gravitasi bumi.

2.4 Kecepatan
Kecepatan adalah besaran vektor yang menunjukan seberapa cepat
bendah berpindah. Besar dari vektor ini disebut dengan kelajuan (m/s),
dirumuskan dengan :

s
v=
t
65

Keterangan :
v = kecepatan (m/s)
s = jarak (m)
t = waktu tempuh (s)

2.5 Loncatan Air


Aliran pada pintu sorong adalah aliran tak tunak yang berubah tiba-tiba
sehingga muncul perubahan tinggi muka air dari subkritis menjadi supkritis.
Aliran yang keluar dari pintu biasanya mempunyai semburan kecepatan tinggi
yang dapat mengikis dasar saluran ke arah hilir. Peristiwa ini disebut air loncat
dan sering terjadi pada aliran di hilir kolam pembilas atau di kaki pelimpah.

Bilangan froude adalah bilangan tak berdimensi yang merupkan indeks


rasio antara inersia terhadap gaya akibat gravitasi. Energi spesifik dalam suatu
penampang saluran di nyatakan sebagai energi air persatuan berat pada setiap
penampang saluran, di perhitungkan terhadap dasar saluran. Untuk saluran
dengan kemiringan kecil dan tidak ada kemiringan dalam aliran airnya (a = 0)
maka energi spesifik dapat di hitung dengan persamaan.

v2
E = y + 2.g

Keterangan :
E = energi spesifik pada titik tinjauan (m)
y = kedalaman air di titik yang di tinjau (m)
V = kecepatan air di titik yang di tinjau (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
66

loncatan yang bergelombang akan terjadi pada saat perubahan kedalaman


yang terjadi tidak besar. Permukaan air akan bergelombang dalam rangkaian
osilasi yang lama kelamaan akan berkurang menuju daerah yang aliran
subkritis. Dengan mempertimbangkan gaya-gaya yang bekerja pada fluida di
kedua sisi loncat air dapat di rumuskan sebagai berikut:

va  v 
  y0    yb  b 
2.g  2.g 

Karena y o  y1 dan yb  y3 , maka persamaan diatas dapayt di


sederhanakan sebagai berikut :

2
 Y3Y1 
   

 1 3
4.Y .Y

Keterangan :
  total kehilangan energi sepanjang loncat air (joule)
Va = kecepatan rerata sebelum loncat air (m/s)
ya = kedalaman air sebelum loncat air (m)
Vb = kecepatan rerata setelah loncat air (m/s)
Yb= kedalaman air setelah loncat air (m)
67

Kurva energi spesifik merupakan kurva hubungan anatara kedalaman


aliran dengan energi atau tinggi tenaga.

Gambar 2.3 kurva energi spesifik


Sumber : panduan praktikum hidrolika, laboratorium keairan, 2017

Gambar diatas menunjukan bahwa ada dua kedalaman aliran yang


mungkin menghasilkan energi yang sama, yang di kenal sebagai Altenate
depth. Pada titik C, kurva energi spesifik adalah minimum dengan hanya ada
satu kedalaman yang menghasilkannya yang kita namakan dengan kedalaman
kritik (yc).

Aliran pada kedalaman lebih besar dari pada kedalaman kritik dinamakan
dengan aliran sub kritik. Sementara itu apabila kurang dari kedalaman kritik di
namakan dengan aliran super kritik.

Pada saluran segi empat dengan lebar satu satuan panjang, dimana garis
aliran adalah paralel, dapat ditunjukan bahwa :
68

Q2 3
yc  3 dan Ec  E min  y c
g 2

Keterangan :
Ec = energi spesifik minumum (joule)
Q = debit (m3/s)
G = percepatan gravitasi (m/s2)
yc= kedalaman kritik (m)

pada saat kemiringan saluran cukup untuk membuat aliran seragam dan
kedalaman kritik, kemiringan ini dinamakan dengan kemiringan kritik, perlu di
perhatikan bahwa permukaan air dapat menimbulkan gelombang pada saat
aliran mendekati kondisi kritik, karena perubahan energi kecil saja dari energi
spesifik akan mengakibatkan perubahan aliran yang cukup besar dapat di
perhatikan dari kurva energi spesifik.

2.6 Bilangan Reynolds


Bilangan Reynolds (Re) adalah suatu kriteria tertentu yang di gunakan
dalam menentukan alitran fluida. Kriteria tersebut merupakan perbandingan
antara parameter-parameter sebaga berikut :
a kecepatan aliran rata-rata
b diamaeter pipa
c kekentalan kinematika fluida

Dengan adanya kriteria di atas meneunjukan bahwa disini tidak


tergantung pada keadaan tekanan. Adapun istilah yang digunakan untuk
menyatakan kondisi ini yaitu aliran laminer, aliran transisi, dan aliran turbulen.
69

Untuk memebedakan keadaan aliran tersebut digunakan bilangan


reynolds yang merupakan parameter berupa suatu pertandingan kecepatan
aliran, ukuran yang mewakili diameter penampang yang dilewati aliran fluida
terhadap

viskositas kinematika fluida . Bilangan reynolds membedakan jenis aliran


laminer, transisi dan turbulen di lapisan batas atau didalam pipa atau di sekitar
benda yang terendam. Secara matematis, persamana bilangan reynolds untuk
aliran dalam pipa adaah :

 .v.d
Re 

Karena  / v = V maka dapat di sederhanakan sebagai berikut :

V.d
Re 

Keterangan :
Re = bilangan reynolds
V = kecepatan aliran rata-rata aliran dalam pipa (m/s)
d = diameter (m)
 = viskositas dinamika (N.s/m2)

 = densitas (kg/m2)

2.7 Aliran Subkritis, Kritis dan Super Kritis


Aliran dikatakan kritis (fr = 1) apabila kecepatan aliran sama dengan
gelombang gravitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang grvitasi dapat di
70

bangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil dari
pada kecepatan kritis, maka alirannya di sebut subkritis (fr< 1), sedangkan jika
kecepatannya lebih besar dari pada kecepatan kritis, maka alirannay disebut
superkritis (fr > 1).

Parameter yang menentukan ketiga jenis aliran tersebut adalah nisbah


antara gravitasi, dan gaya inersia yang dinyatakan dengan bilangan froude.
Bilangan froude di definisikan sebagai berikut :

V
Fr 
g .h

Keterangan :
Fr = bilangan froude
V = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
h = kedalaman aliran (m)

2.8 Dimensi Saluran Terbuka


2.8.1. penampang trapesium

Gambar 2.4 Bentuk saluran trapesium


Sumber: www.scribd.com/doc/256203283/Bentuk-dan-Dimensi-
71

Saluran-Terbuka-docx
Keterangan gambar:
W = tinggi jagaan (m)
h = tinggi muka air (m)
B = lebar dasar saluran (m)
m = kemiringan dinding

Persamaan untuk menghitung luas penampang basah (A):

A = (B + mh) h

Persamaan untuk menghitung keliling basah (P):

P = B + 2h (m2 + 1)

Persamaan untuk menghitung jari-jari hidrolis (R):

A
R=
p

Persamaan untuk menghitung kemiringan aliran air (Iw):

h2  h1
Iw  Is 
L

Keterangan:
A = luas tampang basah (m2)
B = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi muka air (m)
m = kemiringan dinding saluran
72

R = jari-jari hidrolis (m)


P = keliling tampang basah saluran (m)
Iw = kemiringan muka air (%)
Is = kemiringan saluran (%)
L = jarak antara dua titik yang ditinjau (m)

Berdasarkan persamaan , dapat dilihat bahwa kemiringan muka air


dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu tinggi muka air di dua titik yang
ditinjau, jarak kedua titik, dan kemiringan dasar saluran.

2.8.2. Penampang empat persegi panjang

Gambar 2.5 Bentuk saluran empat persegi panjang


Sumber: www.scribd.com/doc/256203283/Bentuk-dan-Dimensi-
Saluran-Terbuka-docx

Keterangan gambar:
W = tinggi jagaan (m)
h = tinggi muka air (m)
B = lebar dasar saluran (m)
73

Persamaan untuk menghitung debit saluran (Q):

Q=A.v

Q
A=
V

Persamaan untuk menghitung luas penampang saluran (A):

A=B.h

Persamaan untuk menghitung keliling basah saluran (P):

P=B+2.h

Keterangan:
Q = debit aliran (m3/s)
A = luas penampang saluran (m2)
v = kecepatan aliran (m/s)
B = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi muka air (m)
P = keliling tampang basah (m)
74

2.9 Aplikasi - Aplikasi Saluran Terbuka


2.9.1. Bendungan

Gambar 2.6 Bendungan


Sumber: https://www.scribd.com/doc/77730478/gambar-bendungan

Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk


membendung (menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan
aliran air atau menampung sementara dalam jumlah tertentu kapasitas
atau volume air dengan menggunakan struktur timbunan tanah homogen
(Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill Dam),
konstruksi beton (Concrete Dam) atau berbagai tipe konstruksi lainnya
guna memanfaatkan air secara lebih maksimal. Sehingga air dapat
digunakan sepanjang tahun tanpa perlu kekurangan air.

Pembangunan bendungan sangat bermanfaat bagi masyarakat di


sekitarnya. Oleh karena itu, perlu ditinjau kondisi keamanan bendungan
ketika bendungan sedang dibangun dan kondisi ketika bendungan sedang
beroperasi pada saat ini. Kondisi keamanan berkenaan dengan perubahan
75

ketinggian air pada hulu bendungan yang mempengaruhi besar rembesan


dan keamanan lereng bendungan ketika bendungan telah beroperasi.

2.9.2. sungai

Gambar 2.7 sungai


Sumber : https//id.wikipedia.org/wiki/sungai.html

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir
secara terus menerus dari hulu ke hilir. Air dalam sungai umumnya
terkumpil dalam presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan
bawah tanah dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es,
selain air sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
76

2.9.3. Drainase

Gambar 2.8 Drainase


Sumber : https//id.wikipedia.org/wiki/drainase.html

Drainase adalah pembuangan massa air secara alami atau buatan


dari permukaan atau dari bawah permukaan dari suatu tempat.
Pembuangan ini da pat di lakukan dengan mengalirkan, menguras,
membuang atau mengalirkan air. Drainase merupakakan bagian penting
dalam penataan sistem penyediaan air di bidang pertanaian maupun tata
ruang.
77

2.9.4. Irigasi

Gambar 2.9 irigasi


Sumber: Google image.com

Irigasi adalah suatu sistem untuk mengairi suatu lahan dengan cara
membendung sumber air. Atau dalam pengertian lain irigasi adalahusaha
penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi
air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
78

2.9.5. Gorong –gorong

Gambar 2.10 Gorong-gorong


Sumber : https//id.wikipedia.org/wiki/gorong-gorong.html

Gorong-gorong adalah bangunan yang di pakai untuk membawa


aliran air melewati bawah jalanan lainnya (biasnya saluran). Gorong-
gorong juga di gunakan sebagai jembatan ukuran kecil, digunakan untuk
mengalirkan kecil atau sebagai bagian drainse atau selokan jalan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


3.1.1 Waktu
Adapun waktu pelaksanaan Praktikum saluran terbuka dilakukan
pada :
Hari, tanggal : Sabtu, 21 Oktober 2017
Pukul : 13.00 WITA – selesai

3.1.2 Tempat
Adapun tempat pelaksanaan Praktikum saluran terbuka adalah di
Laboratorium Keairan, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo (UHO),
Kendari.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan sebagai berikut.
1. multi purpose teaching flume
2. point gauge
3. instrumen pembendung
4. pintu sorong
5. alat tulis
6. kamera
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang di gunakan dalam praktikum ini adalah air

79
80

3.3. Sketsa alat uji

Gambar 3.1. Sketsa alat saluran terbuka


Sumber: Laboratorium Keairan, Fakultas Teknik UHO, 2017

Keterangan :
1. Tangki air
2. Tempat keluar air
3. Tempat alat pegukur debit dalam pipa
4. Pengukur debit
5. Tempat pembendungan aliran
6. Tombol On/Off aliran
7. Pipa penghubung
8. Model saluran 2,5m
9. Lubang pengukur tinggi muka air
10. Pengukur kemiringan dasar saluran
11. Tempat masuk air
12. Mistar ukur
13. Point gauge
81

3.4. Prosedur percobaan


3.4.1. Aliran permanen seragam pada saluran licin
1. menyiapkan semua alat yang di gunakan
2. menghubungkan alat multi purpose teaching flume ke sumber aliran
listrik
3. menarik tombol emergency stop
4. memutar electrical tool ke arah on
5. menekan tombol power on berwarna hijau untuk menyalakan pompa
agar air dapat mengalir ke dalam saluran
6. mengatur debit aliran yang melalui saluran dengan nilai debit 3 L/jam
7. mengatur kemiringan dasar saluran dengan nilai kemiringan -0,5 %
8. mengamati gerak aliran yang terjadi pada saluran.
9. mengukur edalaman pada hulu aliran (h1) dan saluran hilir
(h2)menggunakan point gauge dengan jarak tertentu
10. mengulangi langkah 8 sampai 9 untuk kemiringan 1,5 %
11. mengulangi langkah 7 sampai 10 utuk debil 5 L/jam
12. mematikan pompa dengan menekan tombol off berwarna merah agar
air berhenti mengalir.
13. memutar electrical tool ke arah off
14. menekan tombol emergency stop.
15. memutuskan hubungan alat dari aliran listrik.
16. membersihkan alat yang telah di gunakan.

3.4.2. Aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan


1. menyiapkan semua alat yang di gunakan.
2. menghubungkan alat multi purpose teacying flume ke sumber aliran
listrik.
3. menarik tombol emergency stop.
4. memutar electrical tool ke arah on.
82

5. menekan tombol power on berwarna hijau untuk menyalakan pompa


agar air dapat mengalir ke dalam saluran.
6. mengatur debit aliran yang melalui saluran dengan nilai debit 3 L/jam.
7. mengatur kemiringan dasar saluran dengan nilai kemiringan -0,5 %.
8. membendung aliran pada ujung aliran (hilir).
9. mengamati gerak aliran yang terjadi.
10. mengukur kedalaman tinggi muka air di lima titik (h1,h2,h3,h4,h5)
dengan jarak 48 cm, 36 cm, 48 cm, dan 36 cm menggunakan point
gauge.
11. mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk kemiringan 1,5 %.
12. mengulangi langkah 7 sampai 11 untuk debit 5 L/jam.
13. mematikan pompa dengan menekan tombol off.
14. memutar electrical tool ke arah off.
15. menekan tombol emergency stop.
16. membersihakan alat yang telah di gunkan.

3.4.3. pintu sorong


1. menyiapkan semua alat yang di gunakan.
2. menghubungkan alat multi purpose teacying flume ke sumber aliran
listrik.
3. menarik tombol emergency stop.
4. memutar electrical tool ke arah on.
5. menekan tombol power on berwarna hijau untuk menyalakan pompa
agar air dapat mengalir ke dalam saluran.
6. mengatur debit aliran yang melalui saluran dengan nilai debit 3 L/jam.
7. mengatur kemiringan dasar saluran pada posisi datar atau kemiringan
0%, kemudian memasang pintu sorong.
8. mengamati gerak aliran yang terjadi.
83

9. menetapkan harga yang sebesar 25 mm, kemudian mengkuru tinggi


muka air sebelum melewati pintu sorong (y0) dan tinggi muka air
setelah melewati pintu sorong (y1) dengan menggunakan point gauge.
10. mengulangi langkah 8 samapai 9 untuk debit 4 L/jam
11. mematikan pompa dengan menekan tombol off berwarna merah.
12. membuka pintu sorong dari saluran.
13. memutar electrical tool ke arah off.
14. menekan tombol emergency stop.
15. memutuskan mhubungan alat dari aliran listrik.
16. membersihkan alat yang telah di gunakan.
BAB IV

ANALISA DATA

4.1 Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin


4.1.1 Data Pengamatan
L= 2m
B = 0,085 m
Tabel 4.1 Pengamatan Aliran Permanen Seragam pada saluran licin
Ketinggian air
Debit Kemiringan
No H1 H2
(m3/s) %
(m) (m)
1 2 3 4 5
-0,5 0,056 0,032
1 9,722 x 10-4
1 0,023 0,024
-0,5 0,066 0,04
2 1,528 x 10-3
1 0,032 0,03
Sumber : hasil pengamatan praktikum percobaan saluran terbuka kelompok ll,2017

4.1.2 Analisa Data


a. Pada debit 9,722 x 10-4 dengan kemiringan saluran -0,5 %
1. Menghitung luas tampang basah
A1 = b. H1
= 0,085 x 0,056
= 0,00476 m2
A2 = b x H2
= 0,085 x 0,032
= 0,00272m2

84
85

2. Menghitung keliling tampang basah


P1 = b + 2.h1
= 0,085 + 2 (0,056)
= 0,197 m
P2 = b + 2.h2
= 0,085 + 2 (0,032)
= 0,149 m

3. Menghitung Radius Hidrolika


A1
R1 
P1
0,00476

0,197
= 0,0242 m
A2
R2 
P2
0,00272

0,149
= 0,0183 m

4. Menghitung kecepatan aliran


Q1
V1 
A1

9,722 x 10-4

0,00476
= 0,2042 m/s
86

Q1
V2 
A2

9,722 x 10-4

0,00272
= 0,3572 m/s
5. Menghitung kecepatan aliran rata-rata

 V1  V2
V 
2

0,2042  0,3574

2

= 0,2808 m/s
6. Menghitung koefisien Chezy
V1
C1 
R1 .  0,5

0,2042

0,2042(0,5)

= 

V2
C2 
R2 .  0,5

0,3574

0,0183(0,5)

= 

7. Menghitung koefisien Chezy rata-rata


87

 C1  C 2
C
2


2

= 

b. Pada debit 9,722 x10-4 dengan kemiringan saluran 1 %


1. Menghitung luas tampang basah

A1 = b. H1

= 0,085 x 0,023

= 0,00196 m2

A2 = b x H2

= 0,085 x 0,024

= 0,00204 m2

2. Menghitung keliling tampang basah

P1 = b + 2.h1

= 0,085 + 2 (0,023)

= 0,131 m

P2 = b + 2.h2
88

= 0,085 + 2 (0,024)

= 0,133 m

3. Menghitung Radius Hidrolika

A1
R1 
P1

0,00196

0,131

= 0,0149 m

A2
R2 
P2

0,00204

0,133

= 0,0153 m

4. Menghitung kecepatan aliran

Q1
V1 
A1

9,722 x 10-4

0,00196

= 0,4973 m/s
89

Q1
V2 
A2

9,722 x 10-4

0,00204

= 0,4766 m/s

5. Menghitung kecepatan aliran rata-rata

 V1  V2
V 
2

0,4973  0,2766

2

= 0,4869 m/s

6. Menghitung koefisien Chezy

V1
C1 
R1 .1

0,4973

0,0149(1)

= 4,071

V2
C2 
R2 .1

0,4766

0,0153(1)
90

= 3,848

7. Menghitung koefisien Chezy rata-rata

 C1  C 2
C
2
4,071  3,848

2

= 3,959
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pada Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin

Debit (Q) = 9,722 X 10-4 m3/s Debit (Q) = 1,528 x 10-3 m3/s
URAIAN Kemiringan saluran Kemiringan saluran
I = -0,5 % I = 1% I = -0,5% I= 1%
Titik 1 2 1 2 1 2 1 2
Kedalaman Air (m) 0,056 0,032 0,023 0,024 0,066 0,040 0,032 0,030
Luas tampang basah (m2) 0,00476 0,00272 0,00196 0,00204 0,00561 0,00340 0,00272 0,00255
Keliling tampang basah (m) 0,197 0,149 0,131 0,133 0,271 0,165 0,149 0,145
Jari-jari hidrolik (m) 0,0242 0,0183 0,0149 0,0153 0,0259 0,0206 0,0183 0,0176
Kecepatan aliran (m/s) 0,0242 0,3574 0,4973 0,4766 0,2723 0,4493 0,5617 0,5991
Kecepatan aliran rata-rata (m/s) 0,2808 0,4869 0,3608 0,5804
Koefisien chezy ∞ ∞ 4,071 3,848 ∞ ∞ 4,157 4,518
Koefisien chezy rata-rata ∞ 3,959 ∞ 4,338
Sumber : Hasil Perhitungan Analisa Data, 2017

91
92

4.1.3. Analisa Grafik Untuk Debit 9,722 x 10-4 m3/s Dan Kemiringan -0,5 %

Grafik Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin Untuk


Debit = 9.722 x 10-4 m³/s dan Kemiringan Saluran = -0.5%
1.000
0.500 Ketinggian (m)
0.250
0.125 Luas Tampang Basah
0.063 (m2)
Nilai

0.031 Keliling Tampang


0.016 Basah (m)
0.008
Radius Hidrolik (m)
0.004
0.002
Kecepatan Aliran
1 2
(m/s)
Titik Pengukuran

Gambar 4.1 grafik aliran permanen seragam pada saluran licin untuk
debit 9,722 x 10-4 m3/s dan kemiringan -0,5%
Sumber : hasil analisa grafik kelompok II, 2017

4.1.4. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa grafik untuk debit 9,722 x 10-4 m3/s dan
kemiringan -05 % diperoleh nilai ketinggian ( h ) yaitu h1 = 0,056 m dan
0,032 m. Nilai ketinggian mengalami perubahan sehingga pada grafik
terlihat garis linear yang menurun, hal ini disebabkan oleh saluran
sehingga terjadi pembedaan ketinggian pada hulu dan hilir saluran.

Pada hasil perhitungan luas tampang basah ( A ) juga mengalami


penurunan nilai. Hal ini terjadi karena luas tampang basah di pengaruhi
oleh nilai muka air. Nilai luas tampang basah untuk A1 dan A2 berturut-
turut yaitu 0,00476 m2 dan 0,00272 m2. Hubungan antara ketinggian
muka air ( h ) dengan luas penampang basah ( A ) adalah berbanding
93

lurus artinya semakin besar nilai ketinggian, maka nilai luas tampang
basah akan besar pula begitupun sebaliknya.

Hasil perhitungan keliling tampang basah ( p ) juga mengalami


penurunan nilai. Nilai keliling tampang basah untuk p1 dan p2 berturut-
turut yaitu 0,197 m dan 0,149 m. Hal ini terjadi karena nilai keliling
tampang basah ( P ) di pengaruh oleh nilai ketinggian. Semakin besar
pula nilai keliling tampang basah. Sebaliknya, semakain kecil pula nilai
keliling tampang basah.

Nilai radius hidrolik ( R ) juga mengalami penurunan garis yaitu R1


= 0,0183 dan R2 = 0,0176. Hal ini disebabkan oleh nilai keliling tampang
basah ( P ) dan luas tampang basah ( A ) mempengaruhi nilai radius
hidroliknya, radius hidrolik ( R ) memiliki hubungan yang berbanding
terbalik dengan keliling tampang basah dan berbanding lurus dengan luas
penampang basah. Karena nilai radius hidrolik diperoleh dari hasil
pembagian antara A dan P .

Pada kecepatan aliran terjadi kenaikan garis linear seperti yang


ditunjukan pada grafik. Nilai untuk kecepatan V1 dan V2 berturut-turut
adalah 0,2042 m/s dan 0,3574 m/s hal ini disebabkan karena hubungan
antara kecepatan dan luas tampang basah adalah berbanding terbalik
artinya. Semakin luas tampang basah maka kecepatan alirannya akan
semakin kecil, begitupun sebaliknya.

Kesimpulannya adalah, pada debit 9,722 x 10-4 m3/s dengan


kemiringan -0,5 % terjadi penurunan nilai untuk ketinggian, luas tampang
94

basah, keliling tampang basah dan radius hidrolik seperti yang ditunjukan
pada garis ( gambar 4.1 ) sedangkan untuk kecepatan aliran terjadi suatu
kenaikan nilai.

4.1.5. Analisa grafik untuk debit 9,722 x 10-4 m3/s dan kemiringan 1 %

Grafik Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin Untuk


Debit = 9.722 x 10-4 m³/s dan Kemiringan Saluran = 1%
1.000
0.500 Ketinggian (m)
0.250
0.125 Luas Tampang Basah
0.063 (m2)
Nilai

0.031 Keliling Tampang


0.016 Basah (m)
0.008
Radius Hidrolik (m)
0.004
0.002
Kecepatan Aliran
1 2
(m/s)
Titik Pengukuran

Gambar 4.2 grafik aliran permanen seragam pada saluran licin untuk
debit 9,722 x 10-4 m3/s dan kemiringan 1 %
sumber : hasil analisa grafik, kelompok II,2017

4.1.6. Pembahasan
Berdasarakan hasil analisa grafik untuk debit 9,722 x 10-4 m3/s dan
kemiringan saluran 1 % diperoleh nilai ketinggian mengalami penurunan
sehingga pada grafik terlihat penurunan garis linear, hal ini disebabkan
oleh kemiringan dasar, saluran sehingga terjadi perbedaan ketinggian
pada hulu hilir saluran.
95

Pada hasil perhitungan luas tampang basah ( A ) juga mengalami


penurunan nilai. Hal ini terjadi karena luas tampang basah dipengaruhi
oleh nilai muka air nilai luas tampang basah untuk A1 dan A2 berturut-
turut yaitu 0.00204 m2 dan 0,00196 m2 hubungan antara ketinggian muka
air ( h ) dengan tampang basah, semakin besaar nilai ketinggia maka
nilai luas tampang basah akan semakin besar pula.

Hasil perhitungan keliling tampang basah ( P ) juga mengalami


penurunan nilai-nilai keliling tampang basah berbanding lua dengan
ketinggian sehingga nilai yang dihasilkan untuk P1 dan P2 berturut-turut
adalah 0,133 m dan 0,131 m semakin besar ketinggian air maka semakin
besar pula nilai keliling tampang basah

Nilai radius hidrolik ( R ) juga mengalai penurunan yaitu 0,0153


dan 0,0149 hal ini disebabkan karena nilai keliling tampang basah ( P )
dan luas tampang basah ( A ) mempengaruhi nilai radius hidroliknya.
Radius hidrolik memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan luas
tampang basah dan berbanding terbalik dengan keliling tampang basah.

Sedangkan pada kecepatan aliran terjadi kenaikan nilai yaitu V1 =


0,4766 dan V2 = 0,4973 hal ini disebabkan karena kecepatan memiliki
hubungan berbanding terbalik dengan luas tampang basah.
96

4.1.7. Analisa grafik aliran permanen seragam pada saluran licin untuk
debit 9,722 x 10-4 m3/s dengan kemiringan saluran -0,5 % dan 1 %

Grafik Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin Untuk


Debit = 9.722 x 10-4 m³/s dengan Kemiringan Saluran = -0.5% dan 1%
1.000
Ketinggian 1 (m)
0.500

0.250 Luas Tampang Basah


1 (m2)
0.125
Keliling Tampang
0.063 Basah 1 (m)
Nilai

0.031 Radius Hidrolik 1 (m)

0.016
Kecepatan Aliran 1
0.008 (m/s)
0.004 Ketinggian 2 (m)

0.002
1 2 Luas Tampang Basah
2 (m2)
Titik Pengukuran

Gambar 4..3 grafik hubungan aliran permanen seragam pada saluran


licin untuk debit 9,722 x 10-4 m3/s
Sumber : Hasil Analisa Grafiik, Kelompok II , 2017

4.1.8. pembahasan
Berdasarkan grafik gabungan diatas dapat dilihat bahwa untuk
ketinggian pada kemiringan -0,5 % lebih besar disbanding pada
kemiringan 1 % sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai
kemiringan saluran maka nilai ketinggian muka air akan semakin besar,
begitupun sebaliknya. Nilai ketinggian untuk dua variasi kemiringan
97

sama-sama terjadi pada penurunan nilai sehingga grafik terlihat


penurunan linear.

Penurunan nilai juga terjadi pada variabel luas tampang basah (A


), keliling tampang basah ( P ) dan radius hidrolik ( R ) untuk kedua
kemiringan saluran pada debit yang sama. Penurunan nilai variabel
tersebut dipengaruhi oleh ketinggian muka air karena memiliki hubungan
berbanding lurus.

Sedangkan untuk nilai kecepatan aliran pada masing-masing


kemiringan mengalami kenaikan nilai. Hal ini disebabkan karena
kecepatan aliran memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan
Luas tampang basah.

4.1.9. Analisa grafik untuk debit 1,528 x 10-3 m3/s dan kemiringan -0,5 %

Grafik Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin Untuk


Debit = 1.528 x 10-3 m³/s dan Kemiringan Saluran = -0.5%
1.000
0.500 Ketinggian (m)
0.250
0.125 Luas Tampang Basah
0.063 (m2)
Nilai

0.031 Keliling Tampang Basah


0.016 (m)
0.008
Radius Hidrolik (m)
0.004
0.002
Kecepatan Aliran (m/s)
1 2
Titik Pengukuran

Gambar 4.4 grafik aliran permanen seragam pada saluran licin untuk
debit 1,528 x 10-3 m3/s dan kemiringan -0,5 %

Sumber : Hasil Analisa Grafik, Kelompok II,2017


98

4.1.10. Pembahasan
Nilai variabel-variabel untuk debit 1,528 x 10-3 m3/s memiliki
hubungan yang sama pada debit 9,722 x 10-4 m3/s tetapi nilai yang
diperoleh pada 1,528 x 10-3 m3/s lebih besar dibandingkan pada debit
9,722 x 10-4 m3/s yang rincian nilainya dapat dilihat pada table
rekapitulasi table ( 4.2).

Untuk variable ketinggian, luas penampang basah dan radius


hidroliknya menunjukkan penurunan nilai dari titik pengukuran ketitik
pengukuran kedua. Sedangkan untuk nilai kecepatan terjadi kenaikan
nilai karena memiliki hubungan. Berbanding terbalik dengan luas
tampang basah yang dipengaruhi ketinggian.

4.1.11. Analisa grafik untuk debit 1,528 x 10-3 m3/s dan kemiringan 1 %

Grafik Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin Untuk


Debit = 1.528 x 10-3 m³/s dan Kemiringan Saluran = 1%
1.000
0.500 Ketinggian (m)
0.250
0.125 Luas Tampang Basah
0.063 (m2)
Nilai

0.031 Keliling Tampang


0.016 Basah (m)
0.008
Radius Hidrolik (m)
0.004
0.002
Kecepatan Aliran
1 2
(m/s)
Titik Pengukuran

Gambar 4.5 grafik aliran permanen seragam pada saluran licin untuk
debit 1,528 x 10-3 m3/s dan kemiringan 1 %
Sumber : Hasil Analisa Grafik, Kelompok II,2017
99

4.1.12. Pembahasan
Nilai variabel-variabel untuk debit 1,528 x 10-3 m3/s dengan
kemiringan 1% memiliki hubungan yang sama pada debit 9,722 x 10 -4
m3/s dengan kemiringan -0.5% akan tetapi nilai yang diperoleh pada
debit 1,528 x 10-3 m3/s lebih besar berbandingkan 9,722 x 10 -4
m3/s
yang rincian nilainya dapat dilihat pada table rekapitulasi ( 4.2 ).

Untuk nilai variable ketinggian luas tampang basah, keliling


tampang basah dan radius hidrolik mengalami penurunan nilai
sedangkan kecepatan aliran mengalami kenaikan nilai karena memiliki
hubungan berbanding terbalik dengan luas penampang.

4.1.13. Grafik gabungan aliran permanen seragam pada saluran licin


debit 1,528 x 10-3 m3/s

Grafik Aliran Permanen Seragam Pada Saluran Licin Untuk


Debit = 1.528 x 10-3 m³/s dengan Kemiringan Saluran = -0.5% dan 1%
1.000
0.500 Ketinggian 1 (m)
0.250
0.125 Luas Tampang Basah
0.063 1 (m2)
Nilai

0.031 Keliling Tampang


0.016 Basah 1 (m)
0.008
Radius Hidrolik 1 (m)
0.004
0.002
1 2 Kecepatan Aliran 1
Titik Pengukuran
(m/s)

Gambar 4.6 grafik aliran permanen seragam pada saluran licin untuk
debit 1,528 x 10-3 m3/s

Sumber : Hasil Analisa Grafik, Kelompok II,2017


100

4.1.14. Pembahasan
Berdasarkan grafik gabungan diatas terlihat bahwa untuk ketinggian
pada kemiringan -0.5 % memiliki nilai lebih besar dibandingkan pada
kemiringan kedua 1 % sehingga dapat di simpulkan bahwa semakin kecil
nilai kemiringan muka air akan semakin besar begitupun sebaliknya. Nilai
ketinggian untuk 2 variabel kemiringan sama-sama terjadi penurunan
nilai sehingga pada grafik terlihat penurunan garis linear.

Penurunan nilai juga terjadi pada variabel luas tampang basah, keliling
tampang basah dan radius hidrolik untuk kemiringan pada debit yang
sama penurunan variabel tersebut dipengaruhi oleh ketinggian air karena
memiliki hubungan yang berbanding lurus.

Sedangkan untuk nilai kecepatan aliran pada masing-masing


kemiringan mengalami kenaikan nilai ini disebabkan karena kecepatan
aliran memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan luas tampang
basah.
101

4.2 Analisa Aliran Permanen tidak seragam akibat pembendungan


4.2.1 Data pengamatan
Adapun hasil dari pengamatan praktikum kami sebagai berikut :
b = 0.085 m
s = 2,5 m

Tabel 4.3 data pengamatan aliran permanen tidak seragam akibat


pembendungan
Kedalaman air
Debit Kemiringa
No h1 h2 h3 h4 h5
m3/s n %
(m) (m) (m) (m) (m)
1 2 3 4 5 6 7 8
-0,5 0,104 0,10 0,096 0,094 0,091
1 1,250 x 10-3 0,5 0,08 0,082 0,083 0,084 0,085
-0,5 0,111 0,108 0,105 0,101 0,10
1,806x10-3
2 0,5 0,09 0,092 0,093 0,094 0,095
Jarak 0,48 0,36 0,48 0,36
Sumber : Hasil Perhitungan Aliran Permanen Tidak Berturut Akibat Pembendungan,
Kelompok II, 2017

4.2.2 Analisa perhitungan


a. Pada debit 1,250 x 10-3 m3/s dan kemiringan -0,5 %
1. Menghitung luas penampang basah
A1 = b. h1
= 0,085 . 0,0104
= 0,00884 m2
A2 = b. h1
= 0,085 . 0,10
102

= 0,00850 m2
A3 = b. h1
= 0,085 x 0,096
= 0,00998 m2
A4 = b x h2
= 0,085 x 0,094
= 0,00940 m2
A5 = b. h1
= 0,085 x 0,091
= 0,00874 m2

2. Menghitung keliling tampang basah (p)


P1 = b + 2h1
= 0,085 + (2) (0,104)
= 0,293 m
P2 = b + 2h3
= 0,085 + (2) (0,10)
= 0,285 m
P3 = b + 2h1
= 0,085 + (2) (0,096)
= 0,296 m
P4 = b + 2h3
= 0,085 + (2) (0,094)
= 0,288 m
P5 = b + 2h1
= 0,085 + (2) (0,091)
= 0,278 m

3. Menghitung Radius Hidrolika


103

A1
R1 
P1

0,00884

0,293

= 0,0302 m

A2
R2 
P2

0,00850

0,285

= 0,0298 m

A3
R3 
P3

0,00998

0,296

= 0,0337 m

A4
R4 
P4

0,00940

0,288

= 0,0326 m
104

A5
R5 
P5

0,00874

0,278

= 0,0314 m

4. Menghitung kecepatan aliran

Q1
V1 
A1

1,250 x 10 -3

0,00884

= 0,1414 m/s

Q1
V2 
A2

1,250 x 10 -3

0,00850

= 0,1471 m/s

Q1
V3 
A3

1,250 x 10 -3

0,00998

= 0,1252 m/s
105

Q1
V4 
A4

1,250 x 10 -3

0,00940

= 0,1330 m/s

Q1
V5 
A5

1,250 x 10 -3

0,00874

= 0,1431 m/s

5. Menghitung kecepatan aliran rata-rata

 V1  V2  V3  V4  V5
V
5

0,1414  0,1471  0,1252  0,1330  0,1431



5
 0,1379m / s

6.Menghitung kemiringan air (IW)

 h  h1 
I w1  I   2 
 L1 
106

 0,10  0,104 
 0,5   
 0,48 
= -0,508 %

 h  h2 
I w2  I   3 
 L2 

 0,096  0,10 
 0,5   
 0,38 
= -0,511 %

 h  h3 
I w3  I   4 
 L3 

 0,094  0,096 
 0,5   
 0,48 
= -0,504 %

 h  h4 
I w4  I   5 
 L4 

 0,91  0,094 
 0,5   
 0,36 
= -0,508 %
107

7.Menghitung koefisien Chezy

V1
C1 
R1 .I W1

0,1414

0,0302(0,508)

= 

V2
C2 
R2 .I W2

0,1471

0,0298(0,511)

=

V3
C3 
R3 .I W3

0,1252

0,0337(0,504)

=

V4
C4 
R4 .I W4
108

0,1330

0,0326(0,508)

=

8.Menghitung koefisien Chezy rata-rata

 C1  C 2  C3  C 4
C
4

 
C
4

=
Tabel 4.4 Hasil perhitungan aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan untuk debit 0,00097 m3/s

Debit (Q) = 0,00097 m3/s


URAIAN
Kemiringan saluran -0,5% Kemiringan saluran 0,5 %
Titik 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kedalaman Air (m) 0,104 0,10 0,096 0,094 0,091 0,08 0,082 0,083 0,084 0,085
Luas tampang basah (m2) 0,00884 0,00850 0,00998 0,00940 0,00874 0,00680 0,00697 0,00664 0,00689 0,00706
Keliling tampang basah (m) 0,293 0,285 0,296 0,288 0,278 0,245 0,249 0,246 0,250 0,253
Radius hidrolik (m) 0,0302 0,0298 0,0337 0,0326 0,0314 0,0278 0,0280 0,0270 0,0276 0,0279
Kecepatan aliran (m/s) 0,1414 0,1471 0,1252 0,1330 0,1431 0,1838 0,1793 0,1883 0,1885 0,1772
Kecepatan aliran rata-rata (m/s) 0,1379 0,1820
Kemiringan muka air (%) -0,511 -0,504 -0,511 -0,508 0,504 0,503 0,502 0,503
Koefisien chezy ∞ ∞ ∞ ∞ 1,554 1,512 1,617 1,542
Koefisien chezy rata-rata ∞ 1,556
Sumber : Hasil perhitungan analisa data,2017

109
Tabel 4.5 Hasil perhitungan aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan untuk debit 0,00125 m3/s

Debit (Q) = 0,00125 m3/s


URAIAN
Kemiringan saluran -0,5% Kemiringan saluran 0,5%
Titik 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kedalaman Air (m) 0,111 0,108 0,105 0,101 0,10 0,09 0,092 0,093 0,094 0,095
Luas tampang basah (m2) 0,00944 0,00918 0,00166 0,01091 0,01050 0,00765 0,00782 0,00837 0,00865 0,00884
Keliling tampang basah (m) 0,307 0,301 0,321 0,310 0,305 0,265 0,269 0,276 0,280 0,283
Radius hidrolik (m) 0,0307 0,0305 0,0363 0,0352 0,0344 0,0289 0,0291 0,0303 0,0309 0,0312
Kecepatan aliran (m/s) 0,1914 0,1967 0,1549 0,1655 0,1720 0,2360 0,2309 0,2157 0,2088 0,2044
Kecepatan aliran rata-rata (m/s) 0,1761 0,23086
Kemiringan muka air (%) -0,506 -0,508 -0,508 -0,503 0,504 0,503 0,502 0,503
Koefisien chezy ∞ ∞ ∞ ∞ 1,956 1,910 1,748 1,675
Koefisien chezy rata-rata ∞ 1,822
Sumber : Hasil perhitungan analisa data

110
111

4.2.3 analisa grafik untuk debit 1,250 x 10-3 m3/s dan kemiringan -0,5 %

Grafik Aliran Permanen Tidak Seragam Akibat Pembendungan Untuk


Debit = 1.250 x 10-3 m³/s dan Kemiringan Saluran = -0.5%
1.000
Ketinggian (m)
0.500
0.250
0.125 Luas Tampang Basah
(m2)
Nilai

0.063
0.031 Keliling Tampang
Basah (m)
0.016
0.008 Radius Hidrolik (m)
0.004
1 2 3 4 5 Kecepatan Aliran (m/s)
Titik Pengukuran

Gambar 4.7 grafik aliran permanen tidak seragam akibat pembendungan


untuk debit 1,250 x 10-3 m3/s dan kemiringa -0.5 %

Sumber : hasil analisa grafik,kelompok II,2017

4.2.4 pembahasan
berdasarkan hasil analisa grafik untuk nilai ketinggian luas
tampang basah, keliling tampang basah adan radius hidrolik mempunyai
atau mengalami penurunan. Nilai ketinggian dipengaruhi oleh
kemiringan dasar saluran, sedangkan luas tampang basah dan radius
hidrolik di pengaruhi oleh dari ketinggian. jika ketinggian mengalami
penurunan nilai maka variable-variabel tersebut juga akan mengalami
penurunan. Berbeda dengan kecepatan aliran, memiliki hubungan yang
berbanding terbalik dengan ketinggian sehingga kecepatan alirannya
semakin besar.
112

4.2.5 Analisa grafik untuk debit 1,250 x 10-3 m3/s dan kemiringan 0,5 %

Grafik Aliran Permanen Tidak Seragam Akibat Pembendungan Untuk


Debit =1.250 x 10-3 m³/s dan Kemiringan Saluran = 0.5%
1.000
Ketinggian (m)
0.500
0.250
Luas Tampang Basah
0.125
(m2)
Nilai

0.063
0.031 Keliling Tampang
Basah (m)
0.016
0.008 Radius Hidrolik (m)
0.004
1 2 3 4 5 Kecepatan Aliran
Titik Pengukuran (m/s)

Gambar 4.8 grafik aliran permanen tidak seragam akibar pembendungan


untuk debit 1,250 x 10-3 m3/s dan kemiringan 0,5 %

Sumber : hasil analisa grafik,kelompok II,2017

4.2.6 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa grafik untuk niali ketinggian luas
tampang basah keliling tampang basah dan radius hidrolik mengalami
penurunan. Nilai dan variable di pengaruhi oleh dari ketinggian. Jika
ketinggian mengalami penurunan , maka variabel-variabel tersebut juga
akan menurun berbeda dengan kecepatan aliran memiliki hubungan yang
berbanding terbalik dengan ketinggian sehingga kecepatan akan semakin
besar. Rincian nilainya dapat dilihat pada table rekapitulasi.
113

4.2.7 Analisa grafik gabungan antara aliran permanen tidak seragam


akibat debit 1,250 x 10-3 m3/s

Grafik Aliran Permanen Tidak Seragam Akibat Pembendungan Untuk


Debit = 1.250 x 10-3 m³/s dengan Kemiringan Saluran = -0.5% dan 0.5%
1.000
Ketinggian 1 (m)
0.500

0.250 Luas Tampang Basah 1


(m2)
0.125 Keliling Tampang
Basah 1 (m)
Nilai

0.063
Radius Hidrolik 1 (m)
0.031
Kecepatan Aliran 1
0.016
(m/s)
0.008 Ketinggian 2 (m)

0.004
Luas Tampang Basah 2
1 2 3 4 5
(m2)
Titik Pengukuran

Gambar 4.9 grafik gabungan aliran permanen tidak seragam akibat


pembendungan untuk debit 1,250 x 10-3 m3/s

Sumber : hasil analisa grafik,kelompok II,2017

4.2.8 Pembahasan
Berdasarkan analisa grafik gabungan diatas terlihat bahwa untuk
ketinggian pada kemiringan -0,5 % memiliki nilai yang semakin kecil
dari titik 1 sampai 5 sedangkan pada kemiringan 0,5 % memiliki nilai
yang semakin luas tampang basah keliling tampang basah dan radius
hidroliknya. Dapat disimpulkan kemiringan mempengaruhi variable
tersebut.
114

4.2.9 Analisa grafik untuk debit 1,806 x 10-3 m3/s dan kemiringan -0,5 %

Grafik Aliran Permanen Tidak Seragam Akibat Pembendungan


Untuk Debit = 1.806 x 10-3 m³/s dan Kemiringan Saluran = -0.5%

1.000
Ketinggian (m)
0.500
0.250 Luas Tampang Basah
0.125 (m2)
Nilai

0.063 Keliling Tampang


0.031 Basah (m)
0.016 Radius Hidrolik (m)
0.008
1 2 3 4 5 Kecepatan Aliran
Titik Pengukuran (m/s)

Gambar 4.10 grafik aliran tidak beraturan akibat pembendungan untuk


debit 1,806 x 10-3 m3/s dan kemiringan -0,5 %

Sumber : hasil analisa grafik,kelompok II,2017

4.2.10 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa grafik untuk nilai ketinggian luas
tampang basah, radius hidrolik mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
karena nilai ketinggian dipengaruhi oleh dasar kemiringan saluran. Jika
ketinggian mengalami penurunan maka variable-variabel tersebut juga
akan menurun. Berbeda kecepatan aliran memiliki hubungan yang
berbanding terbalik dengan ketinggian sehingga kecepatan alirannya
semakin besar. Rincian nilainnya dapat dilihat pada table rekapitulasi.
115

4.2.11 Analisa grafik untuk debit 1,806 x 10-3 m3/s dan kemiringan 0,5 %

Grafik Aliran Permanen Tidak Seragam Akibat Pembendungan


Untuk Debit = 1.806 x 10-3 m³/s dan Kemiringan Saluran = 0.5%

1.000
Ketinggian (m)
0.500
0.250
Luas Tampang Basah
0.125
(m2)
Nilai

0.063
0.031 Keliling Tampang
Basah (m)
0.016
0.008 Radius Hidrolik (m)
0.004
1 2 3 4 5 Kecepatan Aliran
Titik Pengukuran (m/s)

Gamabar 4.11 grafik aliran permanen tidak seragam akibat


pembendungan untuk debit 1,806 x 10-3 m3/s dan
kemiringan 0,5 %

Sumber : hasil analisa grafik,kelompok II,2017

4.2.12 Pembahsan
Berdasarkan hasil analisa grfaik untuk nilai ketinggian luas
tampang basah, keliling tampang basah dan radius hidroliknya
mengalami penurunan nilai variable tersebut oleh nilai dari ketinggian
yang berbeda dengan kecepatan aliran, memiliki hubungan yang
berbanding terbalik dengan ketinggian sehingga kecepatan alirannya akan
semakin kecil. Rincian nilainya dapat dilihat pada table rekapitulasi.
116

4.2.13 Grafik gabungan aliran permanen tidak seragam debit 1,806 x 10-3
m3/s

Grafik Aliran Permanen Tidak Seragam Akibat Pembendungan Untuk


Debit = 1.806 x 10-3 m³/s dengan Kemiringan Saluran = -0.5% dan 0.5%
1.000

0.500 Ketinggian 1 (m)

0.250 Luas Tampang Basah 1


(m2)
0.125
Keliling Tampang
Basah 1 (m)
Nilai

0.063
Radius Hidrolik 1 (m)
0.031
Kecepatan Aliran 1
0.016 (m/s)
Ketinggian 2 (m)
0.008

0.004 Luas Tampang Basah 2


1 2 3 4 5 (m2)
Titik Pengukuran

Gambar 4.12 grafik gabungan aliran permanen tidak seragam akibat


pembendungan untuk debit 1,806 x 10-3 m3/s

Sumber : hasil analisa grafik,kelompok II,2017

4.2.14 Pembahasan

Berdasarkan grafik gabungan diatas terlihat bahwa untuk


ketinggian bahwa untuk ketinggian pada kemiringan -0,5 % memiliki
nilai yang semakin kecil dari titik 1 sampai 5 sedangkan pada
kemiringan 0,5 % diperoleh nilai ketinggian yang semakin besar dari
titik 1 sampai 5. Hal itu juga berlaku untuk luas tampang basah dan
radius hidroliknya sehingga kesimpulan bahwa nilai kemiringan
mempengaruhi nilai dari variable tersebut.
117

4.3 Pintu Sorong


4.3.1 Data Pengamatan
b = 0,085
g = 9,81
Tabel 4.6 data pengamatan pintu sorong
Debit Yg Y0 Y1
No
(m3/s) (m) (m) (m)
1 2 3 4 5
1 9,722 x 10-4 0,054 0,04
0,025
2 1,250 x 10-3 0,075 0,041
Sumber : hasil pengamatan pintu sorong kelompok II,2017
4.3.2 Analisa Data
a. Pada debit 9,722 x 10-4m3/s
1. Menghtung luas permukaan (A)
A = b. yg
= 0,084 . 0,025
= 0,021 m2
2. Menghitung kecepatan aliran (V)
Q
V 
A
9,722 x 10 - 4

0,021
= 0,463 m/s

3. Menghitung koefisien debit (Cd)


Q
Cd 
b. y g 2 g. y0

9,722 x 10 - 4
Cd 
(0,084)(0,025) 2.(9,81)(0,054)
118

Cd  1,936

4. Menghitung tinggi tekanan di hulu (H0)

V2
H 0  y0 
2g

(0,463) 2
H 0  0,054 
2(9,81)
= 0,0649

5. Menghitung tinggi tekanan total dihilir (H1)

V2
H1  y1 
2g

(0,463) 2
H 1  0,04 
2(9,81)
= 0,0509
Tabel 4.7 Rekapitulasi hasil perhitungan analisa data pintu sorong

Debit Yg Y0 Y1 A V H0 H1
No Cd
(m3/s) (m) (m) (m) (m2) (m/s) (m) (m)

1 9,722 x 10-4 0,025 0,054 0,04 0,0021 0,463 1,936 0,0649 0,0509

2 1,250 x 10-3 0,025 0,075 0,041 0,0021 0,595 1,792 0,0931 0,0591

Sumber : Hasil perhitungan analisa data

119
120

4.3.3 Analisa grafik hubungan antara Yo dan Ho pada pintu sorong

Yo ( m ) Ho

0,054 0,0649

0,075 0,0931

Grafik Hubungan antara Y0 dan H0


SORONG
0.100

0.080
H0 (m)

0.060

0.040

0.020

0.000
0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 0.080
Y0 (m)

Gambar 4.13 Grafik hubungan antara Yo dan Ho

sumber : hasil perhitungan analisa grafik kelompok II,2017

4.3.4 Pembahasan

Pintu sorong ini bertujuan untuk mendemonstrasikan aliran

melalui pintu sorong menunjukkan bahwa pintu sorong dapat digunakan

sebagai alat ukur dan pengaturan debit menghitung daya dorong yang

bekerja pada pintu sorong menununjukan energi dan tinggi tenaga pada

aliran dihulu pintu sorong memiliki hubungan serta menunjukkan energi


121

spesifik dan tinggi tenaga pada aliran dihulu pintu sorong memiliki

hubungan dimana karakteristik linear air pada aliran dibawah pintu sorong

Berdasarkan hasil perhitungan yang kami lakukan dengan

menggunakan dua debit yaitu 9,722 x 10-4 m3/s dan debit kedua 1,250 x

10-3 m3/s kami memperoleh hubungan antara Yo dan Ho dari dua debit

yang kami gunakan sehingga mendapatkan suatu grafik yang berbanding

lurus dimana diakibatkan oleh suatu nilai antara Yo = 0,054 m dan 0,075

m, Ho = 0,0649 m dan 0,0931 m dengan dua debit tersebut. Sehingga

yang menyebabkan suatu penaikan grafik ini dikarenakan perbedaan yang

terjadi atau yang kami peroleh pada suatu debit pertama lebih kecil dari

pada kecepatan yang kami dapatkan pada debit kedua, sehingga grafik

kami berbanding lurus terhadap hubungan Yo dan Ho.


122

4.3.5 Analisa grafik hubungan antara Y1 dan H1 pada pintu sorong

Y1 ( m ) H1

0,04 0,0509

0,041 0,0591

Grafik Hubungan Antara Y1 dan H1


0.060
0.059
0.058
0.057
H1 (m)

0.056
0.055
0.054
0.053
0.052
0.051
0.050
0.0398 0.0400 0.0402 0.0404 0.0406 0.0408 0.0410 0.0412
Y1 (m)

Gambar 4.14 grafik hubungan antara Y1 dan H1

sumber : hasil perhitungan analisa grafik kelompok II,2017


123

4.3.6 Pembahasan

Pintu sorong ini bertujuan untuk mendemonstrasikan aliran melalui


pintu sorong. Menunjukkan bahwa pintu sorong dapat digunakan sebagai alat
ukur dan pengaturan debit.

Berdasarkan hasil analisa grafik yang kami peroleh dengan


menggunakan dua debit yakni 9,722 x 10-4 m3/s dan 1,250 x 10-3 m3/s. Pada
grafik hubungan antara Y1 dan H1 kami mendapatkan suatu kenaikan grafik
yang sangat drastis ini disebabkan karena nilai yang di dapatkan pada
percobaan yang kami lakukan yakni Y1 = 0,04 m dan H1 = 0,0509 m untuk
debit 9,722 x 10-4 m3/s dan pada debit kedua 1,250 x 10-3 m3/s kami
memperoleh nilai Y1 = 0,041 m dan H1 = 0,0591 m. Sehingga pada grafik
yang kami peroleh itu berbanding lurus disebabkan kecepatan yang kami
dapat pada debit pertama V = 0,463 m/s dan untuk debit kedua V = 0,595.
Maka dari itu menunjukkan suatu grafik yang berbanding lurus terhadap suatu
kenaikan grafik antara hubungan Y1 dan H1 pada data yang kami peroleh.
124

4.4 Gaya-gaya yang bekerja pada pintu sorong


4.4.1 Data hasil pengamatan
b = 0,084 m
g = 9,81 m/s2
𝜌 = 1000 kg /m3
Tabel 4.8 data pengamatan pintu sorong

Debit Yg Y0 Y1
No
(m3/s) (m) (m) (m)

1 2 3 4 5

1 0,00097 0,025 0,054 0,04

2 0,00125 0,025 0,075 0,041


Sumber : Hasil Pengamatan Pintu Sorong,2017

4.4.2 Analisa Data


a. Untuk debit 0,00097 m3/s
1. Menghitung resultan gaya dorong pintu ukur

1  y2   .Q  y 
Fg   .g.h.V12  02  1  1  1 
2  y1  Vv1  y0 

2  0,054  1000  0,00097  0,04 


2
1
Fg  1000.9,81.(0,4)  2
 1  1  
2  0,04  0,084.0,04  0,041 
Fg  858,222 N

2. Menghitung gaya dorong akibat hidrostatis


1
Fh   .g ( y0  y g )
2
1
Fh  (1000).(9,81)(0,054  0,025) 2
2
Fh  4,1251N
125

Tabel 4.9 Rekapitulasi Analisa data gaya gaya yang bekerja pada pintu sorong

Debit Yg Y0 Y1 Fg Fh
No Fg/Fh Yg/Y0
(m3/s) (m) (m) (m) (N) (N)

1 0,00097 0,025 0,054 0,04 858,222 4,1251 208,05 0,463

2 0,00125 0,025 0,075 0,041 4066,126 12,2625 331,59 0,333


Sumber : hasil perhitungan analisa data,kelompok II,2017
126

4.4.3 Analisa grafik hubungan antara Fg/Fh dan Yg/Yo

Y1 ( m ) H1

208,05 0,463

331,59 0,333

Grafik Hubungan antara Fg/Fh dan


Yg/Y0 GAYA
0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
Yg/Y0

0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
0.000
0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00
Fg/Fh

Gambar 4.15 Grafik hubungan antara Fg/Fh dan Yg/Yo

sumber : hasil analisa grafik,kelompok II,2017

4.4.4 Pembahasan

Dari grafik diatas diketahui hubungan antara resultan gaya dan


ketinggian air adalah berbanding terbalik artinya semakin tinggi
ketinggian air maka resultan gaya akan kecil begitupun sebaliknya.
127

4.5 Penurunan Persamaan Energi Spesifik


4.5.1 Data hasil pengamatan
L = 0,084 m
g = 9,81 m/s2
Tabel 4.10 data hasil pengamatan energi spesifik

Debit Yg Y0 Y1
No
(m3/s) (m) (m) (m)

1 2 3 4 5

1 0,00097 0,025 0,054 0,04

2 0,00125 0,025 0,075 0,041


Sumber : Hasil Pengamatan Pintu Sorong,2017

4.5.2 Analisa Data


a. Untuk debit 0,00097 m3/s
1. Menghtung luas permukaan (A)
A = b. yg
= 0,084 . 0,025
= 0,0021 m2
2. Menghitung kecepatan aliran (V)
Q
V 
A
0,00097

0,0021
= 0,4630 m/s

3. Menghitung energi spesifik


V2
E0  y0 
2g
128

(0,4630) 2
E0  0,054 
2(9,81)
= 0,0649

V2
E1  y1 
2g

(0,4630) 2
E1  0,04 
2(9,81)
= 0,0509
4. Menghitung kedalaman kritik

Q2
yc  3
g
2
(0,00097)
 3
9,81
= 3,212 x 10-8 m

5. Menghitung energi spesifik minimum (Ec)


3
Ec   yc
2
3
 . 3,212 x 10-8
2
= 4,818 x 10-8 m
Tabel 4.11 Rekapitulasi data hasil penurunan persamaan energi spesifik

Debit Yg Y0 Y1 A V E0 E1 YC EC
No
(m3/s) (m) (m) (m) (m2) (m/s) (J) (J) (m) (J)

1 0,00097 0,025 0,054 0,04 0,0021 0,4630 0,0649 0,0509 3,212 x 10-8 4,818 x 10-8

2 0,00125 0,025 0,075 0,041 0,0021 0,5952 0,0931 0,0591 5,309 x 10-8 7,964 x 10-8

Sumber : Hasil perhitungan analisa data,2017

129
130

4.5.3 Analisa grafik hubungan antara Yo dan Eo

Y0 ( m ) E0

0,054 0,0649

0,075 0,0931

Grafik Hubungan antara Y0 dan E0


ENERGI SPESIFIK
0.100

0.080
E0 (J)

0.060

0.040

0.020

0.000
0.000 0.020 0.040 0.060 0.080
Y0 (m)

Gambar 4.16 grafik hubungan antara Yo dan Eo

Sumber : Hasil Perhitungan Analisa Grafik Kelompok II,2017

4.5.4 Pembahasan

Dari grafik diatas diketahui hubungan antara ketinggian air


sebelum melewati pintu sorong dan energi spesifik adalah berbanding lurus
artinya semakin besar ketinggian air duhulu maka energi spesifiknya
semakin besar pula, begitupun sebaliknya.

4.5.5 Analisa grafik hubungan antara Y1 dan E1


131

Y1 ( m ) E1

0,04 0,0509

0,041 0,0591

Grafik Hubungan Antara Y1 dan E1


0.060
0.059
0.058
0.057
0.056
E1 (J)

0.055
0.054
0.053
0.052
0.051
0.050
0.0398 0.04 0.0402 0.0404 0.0406 0.0408 0.041 0.0412
Y1 (m)

Gambar 4.17 grafik hubungan antara Y1 dan E1

Sumber : Hasil Perhitungan Analisa Grafik Kelompok II,2017

4.5.6 Pembahasan

Pada grafik diatas diketahui hubungan antara ketinggian air setelah


pintu sorong terhadap energi spesifik yang dihasilkan adalah berbanding
lurus artinya semakin besar ketinggian air setelah pintu sorong maka
semakin besar energi spesifiknya, begitupun sebaliknya.

4.6 Loncat Air


4.6.1. Data hasil pengamatan
L = 0,084 m
132

Tabel 4.12 data pengamatan loncat air

Debit Yg Y1 Y3
No
(m3/s) (m) (m) (m)

1 2 3 4 5

1 0,00097 0,025 0,04 0,054

2 0,00125 0,025 0,041 0,075


Sumber : Hasil pengamatan loncat air,2017

4.6.2. Analisa Data


a. Menghitung total kehilangan energi sepanjang loncat air
1. Untuk debit 0,00097 m3/s
2
 y  y1 
H   2 
 4. y 3  y1 
2
 0,054  0,04 
H   
 4.(0,054  0,04) 
H  0,0063m
2. Untuk debit 0,00125 m3/s
2
 y  y1 
H   2 
 4. y 3  y1 
2
 0,075  0,041 
H   
 4.(0,075  0,041) 
H  0,0172m
133

Tabel 4.13 Rekapitulasi hasil perhitungan loncat air

Debit Yg Y1 Y3
No △H
3
(m /s) (m) (m) (m)

1 0,00097 0,025 0,04 0,054 0,0063

2 0,00125 0,025 0,041 0,075 0,0172


Sumber : hasil perhitungan analisa data,2017
134

4.6.3 Analisa grafik gabungan antara △H/Y1 dan Y3/Y1

△H/Y1 Y3/Y1

2,842 1,282

3,598 1,429

Grafik Hubungan ∆H/Y1 dan Y3/Y1


Locat Air
1.440
1.420
1.400
1.380
Y3/Y1

1.360
1.340
1.320
1.300
1.280
1.260
0 1 1 2 2 3 3 4 4
∆H/Y1

Gambar 4.17 grafik gabungan antara △H/Y1 dan Y3/Y1

Sumber : Hasil Perhitungan Analisa Grafik Kelompok II,2017

4.6.4 Pembahasan

Pada grafik diatas diketahui hubungan antara kehilangan energi


sepanjang loncatan air dan ketinggian air adalah berbanding luas artinya
semakin tinggi ketinggian air maka semakin besar kehilangan energi
sepanjang loncatan air, begitupun sebaliknya.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan saluran terbuka adalah sebagai


berikut :

5.1.1 Aliran permanen seragam pada saluran licin

a. Aliran permanen seragam pada saluran licin merupakan aliran suatu


dimana variabel-variabel yang mempengaruhi aliran itu bersifat
konstan dan tidak berubah-ubah terhadap waktu. Variabel-variabel
yang dimaksud seperti tampang basah, kedalaman, kecepatan aliran
dan debit aliran di sepanjang saluran pada setiap tampang.
b. Koefisien chezy untuk saluran tampang dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kecepatan aliran, jari-jari hidrolis dan kemiringan saluran.
Koefisien chezy akan semakin besar apabila kecepatan aliran juga
semakin besar serta jari-jari hidrolis dan kemiringan saluran semakin
kecil, begitupula sebaliknya. Dengan kata lain, koefisien chezy
berbanding lurus terhadap jari-jari hidrolis dan berbanding lurus
terhadap kemiringan saluran, serta berbanding lurus terhadap
kecepatan aliran.

5.1.2 Aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan

a Aliran permanen tidak beraturan akibat pembendungan merupakan


suatu aliran dimana kedalaman dan kecepatan alirannya tidak berubah

135
136

terhadap waktu tetapi bersifat tidak konstan di sepanjang saluran


diakibatkan karena adanya pembendungan di bagian hilir saluran
b Nilai koefisien chezy terhadap kedalaman normal lebih besar
dibandingkan nilai koefisien chezy pada aliran terbendung. Kecepatan
alirannya tidak konstan dan berkurang yang mengakibatkan nilai
koefisien chezy berkurang.

5.1.3 Pintu sorong

a Kondisi aliran melalui pintu sorong akan tampak jelas apakah dalam
kondisi aliran bebas atau tenggelam tergantung dari kedalaman air
dihilir pintu sorong secara bergantian ditentukan oleh kondisi aliran
dihilir pintu tersebut diamana perubahan aliran pada pintu sorong
dimana kondisi aliran bebas menjadi aliran tenggelam ombak pada saat
akan terjadi loncat air`
b Ppintu sorong dapat digunakan sebagai alat pengukur debit sebab air
yang mengalir melewati bagian bawah pintu sorong tergantung pada
besarnya bukaan pintu sorong dan tinggi muka air dihulu. Dengan kata
lain, semakin besar bukaan pintu sorong semakin besar pula debitnya,
sehingga dengan cara ini pintu sorong dapat digunakan pada saluran
sekunder dan tersier.
c Gaya dorong pada pintu sorong berbanding terbalik dengan debit
aliran, dan reltan gaya hidrostatisnya. Artinya jika gaya dorong pada
pintu sorong kecil maka debit aliran dan resultan gayanya besar.
Sebaliknya jika gaya dorong besar maka debit aliran dan resultan
gayanya akan kecil.
d Besarnya energy spesifik dihulu pintu sorong dengan besarnya tinggi
tenaga pada aliran dihulu pintu sorong. Artinya jika nilai energi
137

spesifik besar maka tinggi tenaga pada aliran dihulu pada pintu sorong
juga besar, begitupun sebaliknya.
e Total kehilangan energy akibat loncat air merupakan selisih antara
kedalaman setelah dan sebelum loncat air. Jika aliran berubah dari
super kritik ke subkritik maka akan terjadi loncat air.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya berikan dalam percobaan saluran


terbuka ini yakni sebaiknya dalam waktu asistensi waktunya di perbanyak atau
ditambahkan karena pada dasarnya semua praktikan yang akan asistensi tidak
mendapatkan waktu karena kekurangan waktu tersebut.

Anda mungkin juga menyukai