Anda di halaman 1dari 4

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/286653357

Multi-Drug Resistance (MDR) pada Tuberkulosis

Article · April 2010

CITATIONS READS

0 738

1 author:

Dianiati Kusumo Sutoyo


University of Indonesia
23 PUBLICATIONS   35 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Dianiati Kusumo Sutoyo on 25 January 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


EDITORIAL

Multi-Drug Resistance (MDR) pada Tuberkulosis

Resistensi obat pada Tuberkulosis (TB) MDR. Diperkirakan oleh WHO pada tahun 2007-
menjadi kesulitan utama pada pengobatan TB. 2008 dalam laporannya tahun 2009, Indonesia
Hal yang ditakutkan pada pengobatan TB adalah termasuk salah satu negara dari 27 negara lainnya
jika telah terjadi resistensi obat apalagi resisten di dunia dengan kasus TB MDR . Badan kesehatan
terhadap banyak obat anti tuberkulosis lini pertama sedunia (WHO) mengidentifikasi terdapat 27 negara
(poliresisten). Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) di dunia dengan kasus TB MDR dan TB XDR yang
adalah tulang punggung rejimen pengobatan cukup banyak, dan merupakan 85% porsi dari TB
karena kombinasi kedua obat tersebut mempunyai MDR di dunia. Dari semuanya negara tersebut,
sifat yang kuat sebagai OAT (obat anti tuberkulosis) diperkirakan 5 negara mempunyai kasus TB MDR
yaitu aktivitas bakterisid dini, aktivitas sterilisasi dan tertinggi yaitu India (131.000 kasus), Cina (112.000),
kemampuan untuk mencegah terjadinya resistensi Federasi Rusia (43.000), Afrika Selatan (16.000) dan
terhadap obat penyerta. Sehingga resisten terhadap Bangladesh (15.000).
kedua obat tersebut dengan atau tanpa OAT lainnya Risiko resistensi obat menjadi meningkat
merupakan poliresisten yang paling menyulitkan, pada kasus dengan riwayat pengobatan, sehingga
dinyatakan sebagai multi-drug resistant tuberculosis disadari bahwa kekerapan TB MDR meningkat pada
(MDR TB). Tuberkulosis dengan MDR menjadi kelompok TB yang berisiko tersebut yaitu pasien TB
penyulit besar dalam penyembuhan, membutuhkan kronik, TB gagal pengobatan, TB kambuh dan TB
upaya pengobatan khusus dengan effort yang sangat dengan riwayat drop out/default. Selain kelompok
besar baik dari sisi pasien dan keluarga maupun dari pasien dengan riwayat pengobatan, resistensi
sisi pemberi layanan kesehatan (dokter/perawat/ juga dicurigai pada pasien TB yang tidak konversi
tenaga kesehatan, rumah sakit/klinik/puskesmas, setelah pengobatan awal/intensif , serta pasien TB
program penanggulangan TB Nasional) dengan risiko yang mempunyai kontak erat dengan pasien TB
kegagalan yang lebih tinggi daripada pengobatan TB MDR. Sehingga penting pada prakteknya untuk
pada umumnya. Sedangkan TB XDR (Extensively- mengidentifikasi ada tidaknya riwayat pengobatan
drug resistant/ extreemly drug resistant) adalah sebelumnya serta melakukan monitoring respons
resisten terhadap lini pertama dan lini kedua , atau pengobatan untuk mengidentifikasi ada tidaknya
tepatnya MDR disertai resisten terhadap kuinolon konversi setelah pengobatan awal/intensif ataupun
dan salah satu obat injeksi (kanamisin, kapreomisin, setelah sisipan. Sebagian besar TB paru BTA positif
amikasin). akan konversi setelah pengobatan 8 minggu, berarti
Resistensi obat bahkan MDR TB bukanlah terdapat segolongan kecil yang membutuhkan waktu
suatu kondisi yang jarang atau sulit didapatkan lebih lama, karena itu terdapat kebijakan program
pada prakteknya di lapangan; masalah identifikasi penanggulangan TB nasional untuk memberikan
suspek yang kurang dan tindak lanjut pemeriksaan sisipan selama 4 minggu pada kasus yang belum
(uji sensitivitas obat) yang langka dilakukan pada konversi setealh fase awal. Jika setelah sisipan
pelayanan TB, menghasilkan underdetection dan (telah 12 minggu pengobatan) belum juga terjadi
underdiagnose MDR pada TB. Pengamatan di konversi, maka sangat dicurigai adanya resistensi
Poliklinik Paru Rumah Sakit Persahabatan oleh obat. Idealnya pemeriksaan uji sensitivitas obat
Sri melati Munir , selama 3 tahun (2005 s/d 2007) dilakukan pada awal atau sebelum pengobatan
didapatkan 554 pasien TB MDR dari 3727 pasien dimulai pada semua kasus (kasus dengan riwayat
TB paru dalam kurun waktu tersebut, sehingga pengobatan maupun kasus baru), sehingga bila
kekerapannya berkisar 14,86% di RS Persahabatan timbul masalah tidak konversi, hasil uji tersebut
sebagai RS rujukan paru nasional. Bagaimana merupakan jawabannya, identifikasi dapat dilakukan
gambarannya di populasi, Indonesia belum dan digunakan untuk acuan pengobatan selanjutnya.
mempunyai data nasional mengenai kekerapan TB Standar internasional penanganan tuberkulosis

72 J Respir Indo Vol. 30, No. 2, April 2010


(ISTC/International Standard for Tuberculosis lain laboratorium mikrobiologi yang terstandarisasi
Care), menyatakan penilaian resistensi obat harus dan tersertifikasi (internasional/regional) secara
dilakukan pada kasus dengan riwayat pengobatan kesinambungan adalah penting dan menjadi syarat
terdahulu (termasuk dalam Standar 11, ISTC edisi utama untuk dapat melakukan penanganan TB
2); berarti paling tidak uji sensitivitas obat dilakukan MDR.
sejak awal pada pasien dengan riwayat pengobatan Pengobatan TB MDR membutuhkan paduan
sebelumnya. obat yang terdiri atas minimal 4 obat yang diyakini
Masalahnya menjadi sulit jika kasus suspek masih sensitif mengandung obat anti tuberkulosis
resistensi obat atau MDR tidak teridentifikasi, (OAT) lini pertama yang masih sensitif dan OAT
sehingga tidak dilakukan penilaian/pemeriksaan, lini kedua termasuk obat injeksi (hierarki OAT) ,
mengakibatkan underdiagnosed sehingga pasien durasi pengobatannya jauh lebih lama, risiko efek
diobati tidak tepat menimbulkan masalah baru dan samping jauh lebih banyak, risiko gagal pengobatan
menambah deretan obat yang resisten (MDR/XDR). jauh lebih besar, harapan kesembuhan kurang
RS Persahabatan sebagai pusat rujukan nasional daripada TB pada umumnya. Indonesia mempunyai
penyakit paru menjadi salah satu rumah sakit rujukan rejimen pengobatan TB MDR baru saat dimulainya
TB MDR, pada pengamatan sejauh ini didapatkan Pilot project TB MDR yaitu pada Oktober 2009.
dari 199 pasien TB paru dicurigai MDR/ suspek MDR Sebelumnya penanganan TB MDR sangat dilema,
(TB dengan riwayat pengobatan sebelumnya, tidak pasien membutuhkan pengobatan sedangkan
konversi pengobatan awal/sisipan, berkontak erat keberadaan obat lini kedua terbatas; umumnya
dengan pasien yang dicurigai MDR) didapatkan 62 pengobatan berdasarkan strategi pendekatan
pasien TB terbukti MDR; sehingga kekerapan menjadi individual dengan obat yang ada di Indonesia. Sri
31,15% (Pilot Project TB MDR, RS Persahabatan). Melati Munir mendapatkan dari 554 pasien TB
Mayoritas (33,33%) pasien TB MDR tersebut adalah MDR yang berobat di Poliklinik RS Persahabatan
kasus gagal pengobatan kategori 2 atau kasus TB ternyata hanya 101 (± 20%) yang melanjutkan
kronik, sedangkan sisanya kasus kambuh, gagal dengan pengobatan. Pengobatan yang harus dibeli
kategori 1, drop-out/default, dsb. Risiko terjadinya sendiri oleh pasien, mengandung 4-5 obat dalam
resistensi obat/MDR lebih besar pada pasien dengan paduan pengobatannya, diberikan dalam jangka
riwayat pengobatan sebelumnya daripada pasien TB waktu yang lama, merupakan alasan rendahnya
yang belum mendapatkan pengobatan. Resistensi pasien yang berobat. Keterbatasan obat dan
obat/MDR yang terjadi dan menjadi masalah ketiadaan program khusus TB MDR saat itu untuk
klinis adalah merupakan man made phenomena, menanggulangi permasalahannya, menghasilkan
ditimbulkan karena ulah manusia, pengobatan yang rendahnya keberhasilan pengobatan (13,9% sembuh
tidak adekuat (rejimen, dosis, tidak teratur berobat, dan pengobatan lengkap) dan tingginya kegagalan
monoterapi, dsb) menghasilkan kuman yang resisten pengobatan (27,5%) serta tingginya drop out/putus
(mutasi alamiah yang sedikit terjadi) menjadi populasi obat (34,5%); yang akhirnya dikhawatirkan menjadi
yang dominan, bermultiplikasi dan berdampak pada kasus TB XDR.
kondisi klinis. Penanganan TB MDR dengan mendaya
Diagnosis TB MDR membutuhkan gunakan laboratorium mikrobiologi yang berkualifikasi
pemeriksaan uji sensitivitas obat yang umumnya sesuai standar (regional) dan menggunakan paduan/
melalui pemeriksaan biakan sebelumnya pada media rejimen pengobatan sesuai standar dunia (WHO/
padat atau media cair, oleh karena itu membutuhkan GLC-Green Light Committe) dimulai pada tahun
waktu yang cukup lama berkisar 6-12 minggu. Pada 2009 pada dua wilayah (Jakarta Timur dan Surabaya)
perkembangannya beberapa metoda pemeriksaan yang melibatkan rumah sakit dan puskesmas di
dikembangkan tanpa melalui biakan, tetapi langsung dalam wilayahnya. Nyata pengobatan TB MDR
dari spesimen dilakukan uji sensitivitas obat tersebut membutuhkan perhatian dan usaha (effort) yang jauh
sehingga waktu yang dibutuhkan lebih singkat , walau lebih besar daripada pengobatan TB pada umumnya,
akurasi dan penggunaannya masih dalam penelitian baik dari sisi pasien, keluarga pasien maupun dari
lapangan. Dasar diagnosis resistensi obat /MDR sisi pemberi layanan kesehatan ataupun pengelola
adalah hasil pemeriksaan mikrobiologi , dengan kata program Tuberkulosis. Sehingga adalah rasional

J Respir Indo Vol. 30, No. 2, April 2010 73


dan patut disadari seluruh praktisi kesehatan 3. National Tuberculosis Centre. Drug-Resistant
bahwa pencegahan terjadinya resistensi obat/MDR Tuberculosis. A Survival Guide for Clinicians.
adalah jauh lebih mudah daripada pengobatannya. 2nd Edition. San Francisco: Francis J. Curry
Penekanan melakukan identifikasi suspek resistensi National Tuberculosis Center and California
obat/MDR, tatalaksana diagnosis, pengobatan dan Department of Public Health 2008
monitoring pengobatan TB dengan tepat dan benar 4. WHO Report 2009. Global Tuberculosis
adalah kunci utama mencegah timbulnya MDR. Control. A Short Update to the 2009 Report,
Geneva, Switzerland: WHO 2009
5. DOTS PLUS. Pilot Project Implementation at
Daftar Pustaka Persahabatan Hospital. Preliminary Report.
Jakarta: RS Persahabatan , Juni 2010
1. World Health Organization. Guidelines for
the programmatic management of drug-
resistant tuberculosis. Emergency Update
2008. Geneve, Switzerland: WHO 2008 Dianiati Kusumo Sutoyo
2. Sri Melati Munir, Arifin Nawas, Dianiati K Departemen Pulmonologi &
Sutoyo. Pengamatan Pasien Tuberkulosis Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI –
Paru dengan Multidrug Resistant (MDR TB) SMF Paru RS Persahabatan, Jakarta
di poliklinik paru RSUP Persahabatan. J.
Respir. Indo 2010; 30: 92-104

74 J Respir Indo Vol. 30, No. 2, April 2010

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai