Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman obat banyak sekali terdapat di alam. Dalam kehidupan sehari–hari

penggunaan tanaman obat sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional

dengan proses yang sangat sederhana. Pengobatan menggunakan tanaman obat

tradisional telah diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu ke generasi

berikutnya. Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya di luar ilmu kedokteran

dan perawatan, yang dilakukan secara tradisional maupun dengan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Obat–obat tradisional telah terbukti berkhasiat sebagai obat perlu

dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat sebagai perwujudan untuk

mencapai derajat kesehatan yang lebih baik. Hal ini merupakan salah satu upaya

mengatasi masalah kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan tanaman obat

tradisional.

Banyak sekali macam dan jenis anaman obat di alam yang masing– masing

memiliki khasiat dan kandungan senyawa tertentu yang berbeda satu sama lain.

Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam penting, yang memiliki nilai khusus

dari segi ekonomi. Tumbuhan merupakan tempat terjadinya proses sintesis senyawa

organik yang kompleks menghasilkan sederet golongan senyawa dengan berbagai

macam unsur. Kandungan senyawa yang terdapat pada bahan alam (tumbuhan) dapat

berupa senyawa metabolit primer dan juga senyawa metabolit sekunder. Senyawa

metabolit primer merupakan kandungan yang digunakan oleh tumbuhan sebagai

1
penghasil energi seperti karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan senyawa metabolit

sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan sebagai

pelindung tumbuhan dari gangguan penyakit dan serangan hama. Senyawa ini

dapat digolongkan dalam beberapa jenis senyawa seperti terpenoid, steroid,

flavonoid dan alkaloid (Sjamsul Arifin, 1986). Senyawa metabolit sekunder

digunakan untuk mempertahankan eksistensi tumbuhan tersebut terhadap tantangan

ekosistem yaitu sebagai alat pemikat (attractant), alat penolak (rapellant) dan alat

pelindung (protectant) (Sumaryono, 1999). Senyawa metabolit sekunder digunakan

sebagai obat– obatan oleh masyarakat karena memiliki banyak khasiat. Senyawa

metabolit sekunder banyak terdapat pada berbagai macam tumbuhan yang digunakan

sebagai obat yang biasa dikenal sebagai obat tradisional.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Glikosida

Glikosida merupakan salah satu senyawa jenis alkaloid. Alkaloid adalah

senyawa metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan dan hewan yang memiliki atom

nitrogen (Hartati, 2010). Glikosida terdiri atas gabungan dua bagian senyawa,

yaitu gula yang disebut dengan gliko dan bukan gula biasa disebut aglikon.

Glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon ini sangat mudah terurai oleh

pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas (Rahayu dan Hastuti, 2008). Struktur

kimia glikosida dapat dilihat pada Ilustrasi 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Glikosida

(Sumber: Sumardjo, 2006)

3
Jembatan atau ikatan glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon ini

sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Bila semakin

panas lingkungannya, maka glikosida akan semakin cepat terhidrolisis. Pada saat

glikosida terhidrolisis maka ikatan glikosida akan terputus sehingga molekul akan pecah

menjadi dua bagian yaitu glikon dan aglikon. Sifat-sifat dari glikosida yaitu mudah

menguap, mudah larut dalam pelarut polar seperti air, mudah terurai dalam keadaan

lembab dan lingkungan asam (Gunawan dan Mulyani, 2002).

2.2 Kumarin

Kumarin merupakan golongan senyawa fenilpropanoid yang memiliki cincin

lakton lingkar enam dan memiliki inti 2H-l-benzopiran-2-on dengan rumus molekul

C9H5O2. Kumarin dan banyak memiliki aktifitas biologis dapat menstimulasi

pembentukanpigmen kulit, mempengaruhi kerja enzim, antikoagulandarah,

antimikroba dan menunjukkan aktifitas menghambat efek karsinogen.3 Di sisi lain

senyawa turunan kumarin polisiklik aktif sebagai antikarsinogen yang disebabkan

hidrokarbonaromatik polisiklik karsinogen seperti 6-metil (a) piran.

Kumarin adalah lakton asam o-hidroksisinamat. Nama kumarin berasal dari

bahasa Karibia coumarou untuk pohon tonka. Coumarin tidak berwarna, kristal

prismatik, dan mempunyai karakteristik bau yang wangi dan rasa pahit, aromatis, rasa

yang panas, larut dalam alkohol. Kumarin juga dapat disintesis dengan cepat.

Beberapa turunan kumarin memiliki sifat antikoagulan. Kumarin juga mempunyai

aktivitas sebagai antispasmodik.

Bis-hidroksikumarin atau dikumarol merupakan obat yang berhubungan dengan

kumarin. Dicumarol didapatkan secara alami dari dedaunan dan pucuk-pucuk bunga

4
Melilous officinalis (Linne) Pall (Fam. Lamiaceae). Dikumarol digunakan sebagai

antikoagulan, termasuk garam-garam warvarin juga digunakan untuk efek ini. Derivat

kumarin yang merupakan antikoagulan yang berfungsi secara langsung dan digunakan

untuk juga untuk pencegahan dan pengobatan venous trombosis dan pulmonary

embolism / radang paru-paru. Senyawa-senyawa ini juta berfungsi mengobati penyakit

liver dengan melibatkan pada aksi vitamin K yang dibutuhkan ada karboksilasi gamma

pada residu asam glutamik dalam protein pembentuk faktor-faktor koagulasi II, VII,

IX, dan X .

Kumarin cukup banyak tersebar di alam. Senyawa ini banyak terdapat di

kacang tonka, Diperyx odorata (Aublet) Wissdenow dan D. Opositifolia (Aublet)

Willdenow, Fam. Lamiaceae. Pada mulanya kumarin digunakan sebagai zat pemberi

rasa, namun adanya interaksi kumarin dengan obat atau zat terapetik, FDA telah

menghentikan kumarin sebagai penyedap. Kumarin dapat diisolasi dari sweet vernal

grass (Antrhoxanthum odoratum L, Fam. Poaceae), semanggi manis (Melilotus albus

Medicus dan M. officinalis (Linne) Lamarck, Fam. Laminaceae, dan semanggi erah

(Trifolium pretense L, Fam Lamiaceae).

2.3 Tanaman Artemisia

Artemisia (Artemisia annua L.) termasuk kedalam Famili Asteraceae,

klasifikasi tanaman Artemisia annua L. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheaobionta

Superdivision : Spermatophyta

5
Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Subclass : Asteridae

Ordo : Asterales

Family : Asteracae

Genus : Artemisia

Species : Artemisia annua L.

Tanaman artemisia berasal dari daerah Cina dengan jumlah spesies berkisar

200 – 400 spesies. Tanaman artemisia tumbuh dengan baik pada ketinggian 1 000 – 1

500 m dpl, sehingga budidaya tanaman artemisia masih terbatas di dataran tinggi.

Menurut Ayanoglu et al., (2002), tanaman artemisia merupakan tanaman semusim yang

bercabang banyak dan tingginya bisa mencapai 2 meter. Daun tanaman artemisia tidak

bertangkai, helaian daun berbulu, tersusun berseling, berbentuk oval, tepi daun berjari

lima dan panjang daun antara 2.5 -5 cm. Tanaman ini memiliki bunga majemuk yang

tersusun dalam rangkaian berupa malai. Bunga tumbuh merunduk di ketiak daun dan

di ujung tangkai. Artemisia termasuk tanaman menyerbuk silang, penyerbukan alami

dilakukan dengan bantuan angin dan serangga.

Artemisinin adalah senyawa aktif yang berkhasiat antimalaria dan efektif

terhadap parasit Plasmodium yang resisten terhadap chloroquine (Titulear et

al.,1990). Artemisinin dapat dengan cepat mengurai dan membersihkan darah dari

parasit Plasmodium sampai 90% hanya dalam waktu 48 jam (Namdeo et al.,

6
2006). Selain itu, artemisinin sudah digunakan selama lebih dari 30 tahun di

Vietnam dan Cina untuk menanggulangi kanker. Di alam kandungan artemisinin pada

tanaman Artemisia annua L. berkisar antara 0.1 – 1.8%. Artemisinin termasuk golongan

seskueterpen dari kelompok terpenoid (Gambar 1). Menurut Robinson (1995)

seskueterpen adalah senyawa C15 dari tiga satuan isopren yang terdapat sebagai

komponen minyak atsiri yang berperan memberikan aroma pada buah dan bunga.

Seperti halnya senyawa minyak atsiri lainnya, artemisinin merupakan senyawa

dengan tingkat kepolaran rendah sehingga sangat sedikit larut dalam air dan mudah

larut dalam senyawa semipolar ke arah polar seperti campuran n-hexan dengan etil

alkohol.

Gambar 2. Struktur Kimia Artemisinin

Kandungan artemisinin pada tanaman Artemisia annua paling tinggi terdapat

pada bagian daun yaitu sebesar 89% dari total artemisinin yang terkadung pada

tanaman yang tersebar di daun bagian atas 41.7%, daun bagian tengah 25% dan daun

bagian bawah 22.2% (Kardinan, 2006). Bagian bunga dan batang tanaman artemisia

juga mengandung artemisinin. Senyawa artemisinin terdapat pada glandular trichomes,

suatu organ yang hanya terdapat pada bagian daun, batang dan bunga (Ferreira et al.,

2005).

7
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Preparasi Sampel dan Metode

a. Perlakuan Sampel

1. Simplisia Artemisia annua L. berasal dari Balai Besar

Penelitian dan pengembangan Tanaman Obat (B2P2T02T)

Tawangmangu diambil pada waktu tanaman berbunga berumur 6

bulan.

2. Sampel dibersihkan dari kotoran, dirajang dan dikeringkan

dengan cara menjemur tetapi tidak terkena sinar matahari

langsung sampai kering.

3. Lalu simplisia diblender dan diayak dengan ayakan ukuran 40

mesh sehingga diperoleh serbuk.

b. Metode

a. Ekstraksi

1. Sam pel diekstraksi dengan menggunakan alat soklet pendingin

balik menggunakan pelarut me- tanol dengan penggantian

sehari sebanyak 2 kali sampai semua sari terekstrak,

ini ditunjukkan dengan larutan yang sudah tidak berwarna

lagi (bening).

2. Ekstrak yang didapat kemudian dipekatkan dengan

mengunakan rotary evaporator sampai ekstrak mengental.

8
Ekstrak lalu dikeringkan dengan menggunakan waterbath

pada suhu 40-45° C sampai didapat ekstrak dengan masa

kental

3. Ekstrak kental tersebut ditimbang dan dihitung

rendemennya.

b. Fraksinasi

1. Ekstrak kental ditimbang lalu diJarutkan dengan

menggunakan akuades hangat sampai semua ekstrak larut.

2. Ekstrak yang telah larut di masukkan ke dalam

corong pisah 500 ml kemudian ditambahkan pelarut

diklormetan sampai ter- bentuk 2 lapisan lalu dipisahkan

antara fraksi diklormetan yang berwarna hijau pekat

dengan fraksi rnetanol-air yang berwarna coklat muda.

dilakukan KL T pada rnasing-masing fraksi.

3.2 Identifikasi Kumarin

1. Timbang dengan teliti ekstrak kental sebanyak 26.5 gram

2. Ekstrak ken tal ditambahkan akuades hangat sampai larut, ekstrak

dimasuk- kan kedalam corong pisah 500 ml

3. Ekstrak difraksinasi dengan pelarut diklormetan kemudian dikocok

sampai membentuk 2 fraksi yaitu fraksi atas metanol-air dan fraksi

bawah diklormetan, endapan ekstrak.

9
4. Larutan yang mengandung fraksi diklormetan dipekatkan

menggunakan rota vapor dari fraksi sebanyak 500 ml menjadi 100

ml.

5. Siapkan peralatan untuk kromatografi lapis tipis (KL T) yaitu

chamber, fase diam plat silica gel GF254 dan fase gerak

mengunakan campuran n- hexana dengan etil asetat secara

gradien, sebelum digunakan fase diam plat silica gel GF254

di oven dahulu selama 30 menit dan fase gerak dijenuhkan kira-

kira selama 1 jam sebelum dilakukan proses KLT

6. Masing-rnasing fraksi dilakukan KL T dengan cara

menginjeksikan sampel menggunakan syringe 5-50 uL pada

fase diam plat silica gel GF254, lalu plat dimasukan kedalam

chamber yang telah diisi fase gerak n Hexana : etil asetat,

kemudian ditutup rapat ditunggu sampai elusi selesai, proses

elusidasi fase gerak dilakukan berkali-kali (1:1), (1:2), (2:1), (2:2),

(3:1), (4:1), (7:2), (7:3), (8:2), (8:2) sampai didapat hasil dimana

kumarin terpisah, berfluorisesnsi dan nilai Rf sama dengan standar.

Niali Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh

senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh

pelaruh dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf lebih kecil dari

1,0.

7. Identifikasi dilakukan dengan jalan membandingkan nilai Rf sampel

dan bercak hasil KLT dengan Rf dan bercak dari standar

10
8. Fase diam hasil KLT dideteksi menggunakan detektor UV pada

panjang gelombang 366 nm.

3.3 Penetapan Kadar Kumarin

1. Buat larutan standar dari baku kristal kumarin, ditimbang sebanyak

5mg baku kumarin dilarutkan dengan 5 ml diklormetan p.a

2. Pada fraksi diklormethan dan standar baku kumarin dilakukan uji

KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak

campuran n-heksana: etil asetat dengan perbandingan 2:2

3. Sampel diinjeksikan pada plat silika gel GF 254 sebanyak 50πl dan

standar sebanyak 4µl, 8µl, 12µ l, 16µl, 20µl. Plat dimasukan kedalan

camber yang telah berisi larutan jenuh dengan posisi berdiri, ditunggu

sampai proses elusi selesai, plat diangkat dan dikeringkan

4. Hasil KLT dideteksi dengan menggunakan detektor UV pada panjang

gelombang 366 nm. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar kumarin

dalam sampel dengan alat densitomter.

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Identifikasi kumarin dalam ekstrak artemisia annua L. dilakukan

dengan rnenginjeksikan larutan standar kumarin, larutan yang

mengandung fraksi di- klormetan, larutan yang mengandung fraksi

metanol-air pada plat kromatografi lapis tipis (KL T) dengan elusidasi

meng- gunakan fase gerak campuran n-hexana : etil asetat dengan

perbandingan 2:2, sehingga didapat nilai Rf, bercak dan wama yang

sarna dari dari rnasing-masing larutan kemudian dibandingkan dengan nilai

Rf bercak serta warna dari standar kumarin. Hasil deteksi dengan

meng- gunakan lampu UV, pada KL T diketahui kumarin positif terdapat

pada fraksi diklormethan karena memiliki nilai Rf, bentuk dan warna

yang sama dengan larutan standar yaitu 0,31. Kumarin ter- deteksi

dengan flourisensi biru pada panjang gelombang 366 nm.

Data yang diperoleh dari hasil KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk

identifikasi senyawa (Tabel 2)

12
Tabel 1. Hasil proses pemekatan atau penguapan / penguapan ekstrak etanol

artemisia annua.

No. Proses Alat yang Warna Bentuk Keterangan

digunakan

1. Pemekatan Rorary Hijau Cair Sebelum di

evaporator rotary ekstrak

sebanyak 13,7 L

2. Pemekatan Rorary Hijau Sedikit kental Setelah di

evaporator pekat rotary ekstrak

menjadi 1,500 L

3. Penguapan Water bath Hijau Cair Sebelum di

pekat water bath

4 Penguapan Water bath Hijau kental Setelah di water

kehitaman bath

Tabel 2. Identifikasi kumarin secara KLT dengan pengembang n-hexana

bandaing etil asetat (2:2)

No. Larutan Hasil KLT pada panjang Keterangan

gelombang 366 nm

Rf Warna

1 Standar baku 0,31 Biru Bentuk bulat

kumarin fluorisensi

2 Fraksi 0,31 Biru Bentuk bulat

diklormetan fluorisensi

13
3 Fraksi - - Berbentuk

metanol-air bercak hitam

Gambar 1.

Hasil kromatogram pada fraksi diklormetan pada plat Kromatografi lapis

tipis (KLT) dengan pengembang n-heksan : etil asetat pada perbandingan 2:2

tanpa penyinaran dan dengan penyinaran larnpu UV pada panjang gelombang

366 nm (Gambar 1).

Hasil kromatogram pada fraksi metanol-air pada plat KLT dengan

pengembang n-heksan : etil asetat pada per bandingan 2:2 tanpa penyinaran

dan dengan penyinaran lampu uv pada panjang gelombang 366 nm (Gam bar 2 ).

14
Hasil kromatogram standar kumarin pada plat hasil KLT dengan

pengembang n-heksan : eti I asetat pada perbandingan 2:2 tanpa penyinaran

dan dengan penyinaran lampu uv pada panjang gelornbang 366 nm (Gambar 3).

Gambar 2. Kromatogram KLT Hasil pemisahan Methanol-Air

Gambar 3. Kromatogram KLT pada Standar Baku Kumarin

15
Jika dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3 maka dapat diketahui bahwa senyawa

kumarin terdapat pada fraksi diklormethan dengan hasil uji KLT yang

dideteksi lampu UV pada panjang gelombang 366 nm dimana pada fraksi

diklormethan terdapat Rf dan bercak bulat flourisensi biru yang sangat terang

yang terlihat sarna pada hasil uji KLT standar kumarin.

 Kurva Kalibrasi

U ntuk mengukur kadar kumarin dari sampel dilakukan dengan

membuat kurva kalibrasi dengan cara melakukan pe-notolan sampel

dan standar kumarin pada berbagai konsentrasi, hasil pada plat KLT dapat

dilihat pad a Gambar 4.

Gambar 4.

16
Keterangan :

A: Gambar pada plat kromatogram KLT tanpa disinari lampu

B: Gambar pada plat kromatogram KLT dengan disinari lampu pada panjan

gelombang 245 nm

C: Gambar pad a plat kromatogram KLT dengan disinari lampu UV pada

panjang gelombang 366 nm Sp: Sampel kumarin dari ekstrak SI,2,3,4,5:

Standar 1,2,3,4,5.

Gambar 5. Kurva Kalibrasi Hasil Pengukuran Kadar Kumarin pad

a Ekstrak Metanol Artemisia annuaL

17
Dari pola kromatogram yang di dapat kemudian dilakukan pengukuran

dengan alat Densitometer Schimadzu CS- 9301 PC di dapat luas area dari sampel

dan standar kumarin yang ditunjukkan pada Tabel3:

Dari luas area tersebut dapat di hitung konsentrasi dari sampel ekstrak

artemiasia annua L. melalui ekstrapolasi kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi dapat di

lihat pada Gambar 5.

Dari Persamaan kurva ka librasi didapat nilai persamaannya A=668.2445,

B=98.8058, dan nilai R nya adalah 0.98 dari persamaan y= 668.2445 + 98.8058

X dapat diketahui kadar kumarin dari ekstrak metanol sebesar 10.5 ug/ml.

4.2 Pembahasan

Langkah awal sebelum melakukan penelitian adalah melakukan

determinasi pada setiap tanaman yang akan di teliti agar kita yakin bahwa

benar tanaman tersebut sesuai dengan yang kita harapkan sehingga kesalahan

pengambiJan sample dapat dihindarkan, Dari hasil determinasi yang

dilakukan di B2P2TOT Tawang mangu Solo, diketahui bahwa tanaman ini

termasuk ke dalam suku Asteracae genus I marga Artemisia dan spesies

Artemisia annua L., Tanaman ini juga berasal dari BPTO Tawangmangu,

Sample herba Artemisia annua L. yang diambil untuk penelitian ini

dipilih berdasarkan keseragaman umur, asal usul dan garis keturunan yang

sarna (galur tanaman terpantau) agar diperoleh hasil yang maksimal,

Pengujian yang dilakukan pada tanaman herbal Artemisia annua L diketahui

rnemiliki senyawa -aktif kumarin yang terkandung di dalamnya. Pada

18
Artemisia annua L kumarin paling banyak terdapat pada bagian bunga dan

daun muda.

Sebelum digunakan simplisia dikeringkan dengan cara

mengangin anginkan tanpa terkena sinar matahari langsung karena dengan

pemanasan yang tinggi zat aktif di dalam simplisia akan rusak. Pengeringan

dari herba Artemisia annua L. ini bertujuan agar kadar air dalam simplisia

berkurang sehingga tidak mudah terkena jamur dan dapat bertahan lama.

Setelah dilakukan pengeringan kemudian dilanjutkan dengan penyerbukan

dan peng halusan dengan blender kemudian diayak dengan pengayak ukuran

40 mesh ini semua bertujuan agar ukurannya sarna sehingga ketika

diekstraksi semua pelarut dapat menembus/menyerap ke dalam simplisia

sehingga diperoleh hasil ekstraksi yang sempuma karena pelarut dapat

menarik semua zat aktif yang ada di dalamnya.

Metode ekstraksi dilakukan dengan cara panas menggunakan alat

soklet, eks traksi dilakukan secara kontinyu dengan jumlah pelarut yang

relatif konstan dengan pendingin balik, menggunakan pelarut metanol

dimana pelarut terse but me rupakan pelarut general sehingga senyawa

senyawa yang terkandung di-dalamnya akan terekstraksi semua. Pada

ekstraksi ini digunakan pendingin balik agar pelarut dan sample tetap

terjaga temperatumya sehingga pelarut dan senyawa yang ter kandung di

dalam sample tidak hilangl menguap.

Hasil ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary eva

porator dengan cara menarik pelarut. Dari hasil pemekatan dan penguapan

19
dengan rotary evaporator dan water bath didapat kan rendemen ekstrak sebesar

21,92% ini artinya dalam dari 485 gram simplisia yang digunakan didapat 21,92%

ekstrak metanol artemisia annua L.

Untuk mendapatkan larutan yang mengandung senyawa kumarin

dilakukan pemisahan dengan cara fraksinasi, diperoleh 2 lapisan yaitu

fraksi methanol air yang berada pada lapisan atas dan ber warna coklat serta

fraksi diklormetan yang berada pada lapisan bawah berwama hijau pekat

,penambahan diklormetan dilakukan berulang kali sampai larutan yang diper

oleh dari fraksinasi terakir bening ini menandakan semua senyawa

kumarin sudah tertarik semua ke dalam fraksi diklormetan, Larutan

yang mengandung fraksi diklormetan dikumpul-kan dan dipekatkan

dengan rotary eva-porator dan ekstrak diuapkan dengan water bath pada suhu

40-50oC agar senyawa kurnarin yang ada tidak rusak dimana kumarin

akan mencair bila dipanaskan pada suhu 68-70°C sampai didapat ekstrak

ken tal dan selanjutnya dilakukan identifikasi kumarin secara KLT dengan

menggunakan pembanding baku kumarin.

Dari hasil identifikasi kumarin secara KLT dengan eluaen n-heksan:etil asetet

(2:2) didapat bercak dengan Rf dan warna baku kumarin yang sama dengan sample

pada fraksi diklometan (yang mengandung kumarin) dengan Rf sebesar 0,31 berwarna

biru fluorisensi yang dilihat pada lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm.

Sedangkan sampel pada fraksi metanol air (tidak ada kumarin) tidak terjadi pemisahan

dan tidak terdapat bercak biru fluorisensi hanya ada bercak hitam, ini meyakinkan kita

bahwa pada fraksi methanol-air tersebut tidak mengandung senyawa kumarin dan

semua senyawa kumarin telah tertarik ke dalam fraksi diklometan.

20
Sebelum melakukan penatapan kadar kumarin, dilakukan recovery yaitu untuk

memastikan metoda yang kita gunakan baik atau tidaknya di dalam penelitian ini.

Emnurut literatur tingkat perolehan kembalai harus berkisar 95%-105%, dari hasil

recovery pada penetapan kadar kumarin didapat tingkat perolehan kembali 105% ini

menandakan bahwa metoda yang digunakan sudah memenuhi standar yang ditetapkan.

Penetapan kadar kumarin menggunakan KLT menggunakan eluen n-heksana :

etil asetat = 2:2 yang sebelumnya telah dilakukan pencarian eluen yang cocok sebagai

pengembang agar didapat pemisahan yang baik. Dari jhasil KLT kemudian dilakukan

pengukuran dengan alat densitometer. Kegunaan dari pembuatan konsentrasi

pembanding yang bervariasi adalah untuk mendapatkan kurva kalibrasi dari larutan

pembanding tersebut kemudian dari perhitungan didapat garis regesi. Hasil pengukuran

densitometer dikorelasikan dengan garis regresi dari pembanding yang diperoleh

sehingga di dapat konsentrasi kumarin dalam sampel tersebut.

21
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Hasil determinasi tumbuhan diketahui bahwa tanaman tersebut termasuk dalam

suku Asteracceae, genus/marga Artemisia annua L.

2. Dari hasil pemekatan dan penguapan didapatkan nilai rendemen ekstrak

metanol sebesar 21,92%

3. Hasil pengujian identifikasi dengan KLT dengan lampu UV 366 nm didapatkan

nilai Rf yang sama sebesar 0,31 dan bercak berwarna biru flouresensi yang

sama antara sampel dan standar kumarin.

4. Pengukuran bercak KLT dengan densitometer didapat luas area kumarin dari

sampel sebesar 11727.460 sehingga dari ekstrapolari berdasarkan kurva

kalibrasi dapat diketahui konsentrasi kumarin dari ekstrak methanol pada

tanaman Artemisia annua L sebesar 10,5 µg/ml.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Alegantina Sukma dan Isnawati Ani, 2010, Identifikasi dan Penetapan Kadar

Senyawa Kumarin dalam Ekstrak Methanol Artemisia Annua L. Secara Kromatografi

Lapis Tipis –Densitometri, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi

, Jakarta .

2. Amanah astrid, 2017, Determinasi Konsentrasi Glikosida dari Tangkai Daun

Pepaya (Carica Papaya L) dan Korelasinya dengan Perubahan Ph dan Warna pada

Variasi Waktu dan Suhu Pemanasan, Universitas Diponegoro, Semarang.

23

Anda mungkin juga menyukai