Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

PEMERIKSAAN INTERNAL

GOVERNANCE PROCESS SEBAGAI SALAH SATU


“SCOPE INTERNAL AUDITING”

M WISNU GIRINDRATAMA 041624253002


TEOFILUS PRATAMA PUTRA 041624253004
MUCHAMMAD BAIHAQI 041624253010
MUHAMMAD ISMAIL SALEH 041624253011

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
BAB I
BAB 1
PENDAHULUAN

Good Corporate Governance (GCG) telah menjadi pokok perhatian yang sangat penting
di Indonesia karena perusahaan-perusahaan yang menerapkan good corporate governance utuh
dan berkelanjutan diyakini akan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan perusahaan yang
tidak atau belum melaksanakan good corporate governance, sehingga akan membantu
perusahaan-perusahaan tersebut menjadi lebih kompetitif secara global. Corporate governance
merupakan prinsip pengelolaan perusahaan yang bertujuan untuk mendorong kinerja
perusahaan serta memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham. Pelaksanaan good
corporategovernancesangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat juga dunia
internasional sebagai syarat mutlak bagi perusahaan untuk berkembang dengan lebih baik dan
sehat.
Secara umum good corporate governancelebih ditujukan untuk sistem pengendalian
dan pengaturan perusahaan, good corporate governance lebih ditujukan pada tindakan yang
dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholderkarena good corporate
governance menyangkut moralitas, etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik. Terdapat
beberapa pemahaman tentang pengertian good corporate governance yang dikeluarkan
beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit dan perspektif yang luas.
Audit internal merupakan salah satu unsur dalam pelaksanaan good corporate
governances (Tjager dkk 2003:99). Fungsi audit internal meliputi pemeriksaan dan penilaian
tentang sistem pengendalian internal perusahaan untuk memastikan efektifitasnya dikaitkan
dengan rencana strategis perusahaan. Sistem pengendalian internal merupakan unsur yang
sangat penting dalam penerapan good corporate governance.

1
BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1. Good Corporate Governance


2.1.1. Pengertian Good Corporate Governance
Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Deputi Bidang
Akuntan Negara Indonesia yang bekerja sama dengan beberapa BUMN dan BUMD
mendefinisikan Good Corporate Governance adalah sistem pengendalian dan pengaturan
perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus
perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari
mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG
dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu, komitmen, aturan
main, serta praktik penyelenggaran bisnis secara sehat dan beretika.
Prakarsa (dalam Agoes dan Ardana, 2013 : 102), mendefinisikan Good Corporate
Governance (GCG) yaitu “ sebagai mekanisme administratif yang mengatur hubungan
hubunganantara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan
(stakeholders) yang lain ”.
Sedangkan Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI (2006) (dalam Agoes
dan Ardana¸ 2013 : 101) mendefinisikan good corporate governance adalah seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengendalikan perusahaan. Menurut Agoes dan Ardana (2009 : 103), konsep
GCG adalah:
1. Wadah : Organisasi (Perusahaan, Sosial, Pemerintah).
2. Model : Suatu sistem, proses, seperangkat peraturan, termasuk prinsipprinsip, serta
nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat.
3. Tujuan : (a) Meningkatkan kinerja organisasi, (b) Menciptakan nilai tambah bagi semua
pemangku kepentingan, (c) Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan
yang signifikan dalam pengelolaan organisasi, dan (d) Meningkatkan upaya agar para
pemangku kepentingan tidak dirugikan
4. Mekanisme : Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang, dan
tanggung jawab. Dalam arti sempit : antar pemilik/ pemegang saham, dewan komisaris,
dan dewan direksi. Dalam arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan.
2
Menurut konsep, GCG merupakan suatu sistem mengenai bagaimana suatu usaha
dikelola dan diawasi, oleh karena itu struktur GCG seharusnya dapat mencakup pengertian
sebagai berikut:
1. Sistem yang mengatur dan menjalankan perusahaan atau organisasi agar dapat
terkontrol dan dapat memisahkan secara jelas dan tegas mengenai hak dan kewajiban
antara pelaku dalam perusahaan seperti manajemen, pemegang saham, dan
stakeholders. Disamping itu harus terdapat pemisahan yang jelas antara manajemen dan
pemilik perusahan.
2. Adanya landasan dan norma yang jelas dari pemilik perusahaan (pemegang saham)
untuk menyadari bahwa manjemen perusahaan harus tunduk pada prosedur dan
ketentuan yang mengikat khususnya yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan
perusahaan.
Dari definisi-definisi di atas bisa disimpulkan bahwa GCG merupakan suatu proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola usaha dalam rangka meningkatkan
kemajuan usaha dan akuntabilitas perusahaan yang juga menekankan pada pentingnya
pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entinitas bisnis dalam masyarakat dan
stakeholders.
Tuntutan GCG menurut Kumaat (2010:22) dapat dilihat dari tiga perspektif hubungan
antar stakeholders, yaitu:
1. Hubungan antara Internal Stakeholders sebuah korporasi (Board of Director,
Management, Staff)
2. Hubungan antara korporasi (Diwakili oleh Board of Director) dan Dewan Komisaris
(Board of Commissioners dan para pemegang saham/shareholders yang tertulis dalam
RUPS).
3. Hubungan antara korporasi dan seluruh stakeholders, baik internal maupun semua
pihak yang berkepentingan, yaitu Costumer, Supplier, Creditor, Asosiasi Bisnis,
Pemerintah, dan Masyarakat.

3
Hubungan antarstakeholder ini diatur oleh prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
dalam pengelolaan perusahaan dan etika korporasi/etika bisnis. Dengan memenuhi prinsip-
prinsip dari GCG dan etika dalam usaha, diharapkan semua pihak dapat memperoleh
keuntungan, manfaat dan kesejahteraan dari perusahaan.

2.1.2. Prinsip-prinsip GCG


Prinsip-prinsip GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Setiap perusahaan harus
memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua
jajaran perusahaan.Agar tercapainya kesinambungan usaha (sustainbility) perusahaan dengan
memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders) maka diperlukan prinsip-prinsip GCG.
Prinsip-prinsip GCG berdasarkan pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia
(2006) yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance adalah sebagai berikut:

4
2.1.2.1. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
 Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat
dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai
dengan haknya.
 Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian
internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting
yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
 Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
 Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.

2.1.2.2. Akuntabilitas (Accountability)


Prinsip Dasar
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.

5
Pedoman Pokok Pelaksanaan
 Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ
perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai
perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
 Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan GCG.
 Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan.
 Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan
sanksi (reward and punishment system).
 Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati.

2.1.2.3. Responsibilitas (Responsibility)


Prinsip Dasar
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate
citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
 Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws).
 Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

6
2.1.2.4. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
 Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan
(conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
 Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi
dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

2.1.2.5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)


Prinsip Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
 Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing.
 Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
 Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan,
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

2.1.3. Faktor Penerapan Good Corporate Governance


Ada beberapa faktor dalam penerapan good corporate governance menurut Kamal dan
Supomo (2008), yaitu:

7
2.1.3.1. Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
 terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi
hukum yang konsisten dan efektif.
 dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju
Good Government Governance yang sebenarnya.
 terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi
standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam
benchmark (acuan):
o terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di
masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi
aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi
GCG secara sukarela.
o hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan
implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi
yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai
perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan
dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi
kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

2.1.3.2. Faktor Internal


Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang
berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
 terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
 berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
 manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah
standar GCG.
 terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

8
 adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke
waktu.

2.1.4. Tahap-tahap Penerapan GCG


Tahapan dalam menerapkan GCG sangatlah penting dipertimbangkan perusahaan
berdasarkan analisis kondisi, situasi, dan kesiapan dari perusahaan agar pelaksanaan GCG
berjalan sesuai dengan tujuan dari GCG secara baik serta mendapatkan perhatian dan dukungan
dari seluruh unsur perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil
dalam menerapkan GCG menggunakan tahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003) Hal ini
dikutip oleh Thomas (2006).

2.1.4.1. Tahap Persiapan


Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan
3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun
kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini
dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.Bentuk
kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG
Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi
perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level
penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan
infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif.
Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek-aspek apa yang
perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil
untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG
assessment dilakukan.Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya
identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG
dapat disusun.Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari
luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan
manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:
• Kebijakan GCG perusahaan
• Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
• Pedoman perilaku
9
• Audit commitee charter
• Kebijakan disclosure dan transparansi
• Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
• Roadmap implementasi

2.1.4.2. Tahap Implementasi


Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai
implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
 Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai
aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman
penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah
satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
 Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada,
berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach
yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya
mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal
proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
 Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan
kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa
penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang
bersifat superficial, tetapi benarbenar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

2.1.4.3. Tahap Evaluasi


Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta
pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada.
Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan
di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk
assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang
diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali

10
kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

2.1.5. Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance


Menurut Arafat et al., 2008 manfaat penerapan good corporate governance dapat
dikelompokkan menjadi:
 Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan
yang lebih baik, meningkatkan operasional perusahaan serta lebih meningkatkan
pelayanan kepada stakeholders.
 Meningkatkan corporate value. Tjager (2003) mengungkapkan bahwa good corporate
governance dapat meningkatkan kinerja keuangan dan mengurangi resiko yang
mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri
sendiri.
 Meningkatkan kepercayaan investor. Survei yang dilakukan oleh Mckinsey&Co
mengatakan bahwa good corporate governance menjadi perhatian utama para investor
menyamai kinerja financial dan potensi pertumbuhan, khususnya bagi pasar-pasar yang
sedang berkembang (emerging market).
 Meningkatkan kepuasan pemegang saham. Pemegang saham akan merasa puas dengan
kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan
deviden.
Secara umum, manfaat penerapan GCG dalam perusahaan sebagaimana yang terdapat
dalam KNKG (2006) adalah untuk meningkatkan kualitas kinerja perusahaan. Sedangkan
tujuan GCG sebagaimana yang juga tertuang dalam KNKG (2006) adalah :
 Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kesetaraan dan kewajaran.
 Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,
yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
 Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar
dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral
yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan.
 Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.

11
 Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan lainnya.
 Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan
pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Tujuan good corporate governance yang dinyatakan oleh Aldridge dan Sutojo (2005:5) adalah:
 Melidungi hak dan kepentingan pemegang saham.
The Indonesian Code for Good Corporate Governance (ICGCG) menetapkan
ketentuan bahwa hak dan kepentingan para pemegang saham perusahaan wajib
dilindungi. Termasuk dalam hak para pemegang saham, menurut ICGCG adalah (1)
Menghadiri rapat umum pemegang saham dan mengeluarkan pendapat (vote) tentang
keputusan – keputusan rapat, (2)Memperoleh informasi tentang perusahaan secara
regular dan tepat waktu, (3) Secara proposional sesuai dengan jumlah saham yang
dimiliki, menerima deviden.
 Melindungi hak dan kepentingan para stakeholder non – pemegang saham.
ICGCG juga menganjurkan perusahaan melindungi hak dan kepentingan
stakeholders. Dalam rangka melindungi hak dan kepentingan stakeholders, perusahaan
wajib menyampaikan informasi penting perusahaan bekerjasama dengan stakeholders
demi tercapainya manfaat yang dikehendaki bersama.
 Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
Tujuan ketiga good corporate governance adalah meningkatkan nilai
perusahaan dan para pemegang sahamnya. Peningkatan nilai perusahaan antara lain
dinilai oleh peningkatan nilai modal sendiri. Modal sendiri adalah sumber dana
perusahaan yang dimiliki para pemegang sahamnya.
 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus (Board of Directors) dan
manajemen perusahaan.
Dengan penerapan good corporate governance, Chairman dan para anggota
Board of Directors secara kolektif maupun individual mempunyai pengetahuan yang
dalam tentang bidang usaha perusahaannya. Dengan demikian mereka dapat
membimbing anggota manajemen perusahaan lebih efektif.
 Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior
perusahaan.

12
Good corporate governance mendorong para anggota Board of Directors dan
manajemen perusahaan untuk selalu mengetengahkan etika bisnis dan moral, ketentuan
hukum yang berlaku dan kepetingan masyarakat dalam setiap tindakan dan keputusan
penting dalam suatu perusahaan.

2.2. Teori Keagenan (Agency Theory)


Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami
corporate governance. Darmawati et al (2005:7) menyatakan bahwa “hubungan keagenan
adalah sebuah kontrak antara investor/pemilik (principal) dengan manajer (agen)”. Inti dari
hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara kepemilikan (dipihak
principal/investor/pemilik) dan pengendalian (dipihak agent/manajer). Agency relationship
didefinisikan sebagai kontrak dimana satu atau lebih orang (disebut owners atau pemegang
saham atau pemilik) menunjuk seorang lainnya (disebut agen atau pengurus/manajemen) untuk
melakukan beberapa pekerjaan atas nama pemilik. Pekerjaan tersebut termasuk pendelegasian
wewenang untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini manajemen diharapkan oleh pemilik
untuk mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada di bank tersebut secara maksimal. Bila
kedua pihak memaksimalkan perannya (utility maximizers), cukup beralasan apabila
manajemen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Hal ini sangat beralasan
sekali karena pada umumnya pemilik memiliki welfare motives yang bersifat jangka panjang,
sebaliknya manajemen lebih bersifat jangka pendek sehingga terkadang mereka cenderung
memaksimalkan profit untuk jangka pendek dengan mengabaikan sustainability keuntungan
dalam jangka panjang. Konflik kepentingan yang dikarenakan oleh kemungkinan bahwa agen
tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan principal memicu terjadinya biaya keagenan.
Untuk membatasi atau mengurangi kemungkinan tersebut, pemilik dapat menetapkan insentif
yang sesuai bagi manajemen, yaitu dengan mengeluarkan biaya monitoring dalam bentuk gaji.
Dengan adanya monitoring cost tersebut manajemen akan senantiasa memaksimalkan
kesejahteraan pemilik, walaupun keputusan manajemen dalam praktek akan berbeda dengan
keinginan pemilik.
Menurut Darmawati et al (2005:9) ada tiga asumsi yang melandasi teori keagenan yaitu :
1. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia mempuyai sifat mementingkan diri
sendiri, memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality) dan tidak menyukai
resiko.

13
2. Asumsi keorganisasian menekankan tentang adanya konflik antara anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara principal dan
agent.
3. Asumsi informasi mengemukakan bahwa informasi dianggap sebagai komoditi yang
dapat dijualbelikan.
Tjager, dkk. (2003:25) menyatakan teori keagenan mengalisis dua permasalahan yang
muncul dalam hubungan antara para “principal” (pemilik/pemegang saham) dan “agent”
(manajemen puncak):
 Agency problem yang muncul ketika
o timbul konflik antara harapan atau tujuan pemilik/pemegang saham dan para
direksi (top management), dan
o para pemilik mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa yang sesungguhnya
sedang dikerjakan manajemen.
 Risk sharing problem yang muncul ketika pemilik dan direksi memiliki sikap yang
berbeda terhadap risiko.
Menurut Jensen dan Meckling (dalam Siti Muyassaroh, 2008), adanya masalah
keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari:
 The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan
oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan.
 The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan
oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal.
 The Residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena
adanya hubungan agensi.
Perbedaan kepentingan antara principal (pemegang saham) dan agent (manajer) dapat
memicu munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (kesenjangan informasi).
Masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Manajer dalam hal
ini dapat melakukan tindakan kecurangan (fraud) untuk melakukan manajemen laba sehingga
akan menyesatkan pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan, disisi lain
kompensasi ekonomi yang diberikan oleh prinsipal kepada agen akan semakin besar.
Tindakan–tindakan seperti memanipulasi laba inilah yang menjadi pentingnya adanya
pengendalian internal dan struktur tata kelola perusahaan (corporate governance) (Wibowo,
dkk., 2013).

14
Corporate governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan meminimalisasi
konflik keagenan, dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang mencegah
dilakukannya eksproriarsi atas pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas. Corporate
governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang
meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para
pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu
struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai
sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja, Darmawati et al (2005:11).
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan,
diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor
bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Menurut
Shleifer et al. (dalam Ujiyantho, dkk. 2007), corporate governance berkaitan dengan bagaimana
para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa
manajer tidak akan melakukan penggelapan atau menginvestasikan ke dalam investasi yang
tidak menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah ditanamkan oleh investor, dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer.
Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau
menurunkan biaya keagenan (agency cost) dan meningkatkan kinerja entitas sehingga laporan
keuangan yang disajikan mempunyai integritas yang tinggi sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya.

2.3. Stakeholder Theory


Stakeholder theory pertama kali dikemukakan oleh Freeman (1984: 1-25) yang
menyatakan: “Any group or individual who can affect or is affected by the achievement of the
firm's objectives”. Masih menurut Freeman, kelompok-kelompok ataupun individu yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi prestasi tersebut terdiri internal change dan external change
sebagaimana ditunjukkan Gambar Internal-External Change Stakeholder. Perubah dari dalam
(Internal Change) terdiri atas para pemilik, para pelanggan, para pekerja dan para pemasok.
Perubah dari luar (External Change) terdiri atas pemerintah, para pesaing, kelompok advokasi
konsumen, para pegiat lingkungan, kelompok-kelompok dengan ketertarikan khusus maupun
media. Faktor internal dan ekternal tersebut membentuk sebuah kombinasi yang dapat
mempengaruhi perusahaan.

15
Selain dari posisi perubah, stakeholder juga dapat dipandang dari perannya yang terdiri
atas primary stakeholder dan secondary stakeholder (Freeman, 2010: 24) sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar primary-secondary stakeholder. Berdasarkan perspektif ini,
stakeholder utama (Primary Stakeholder) diantaranya para penyandang dana, para pemasok,
para pekerja, para pelanggan maupun komunitas-komunitas. Stakeholder kedua (Secondary
Stakeholder) terdiri atas pemerintah, para pesaing, kelompok advokasi konsumen, kelompok
dengan ketertarikan khusus maupun media. Faktor-faktor tersebut juga membentuk sebuah
kombinasi yang dapat mempengaruhi perusahaan.

16
Perspektif-perspektif di atas sejalan dengan mekanisme corporate governance.
Mekanisme yang dapat digunakan untuk menciptakan good governance terbagi menjadi dua,
yaitu: mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal bertujuan
menyeimbangkan peran dari tiga kelompok pemain, yaitu: pemegang saham, Dewan Komisaris
dan manajer. Sedangkan mekanisme eksternal merupakan peraturan formal dan
perundangundangan yang didesain untuk memastikan bahwa perusahaan bersaing dalam
koridor standar yang diberlakukan, yaitu fairness, transparancy, accountability dan
responsibility dalam upaya melindungi pemegang saham, konsumen, karyawan, lingkungan
bahkan pesaing dari praktik yang curang (Babatunde, dan Olaniran, 2009) dimana stakeholder
theory menjadi salah satu teori dasar dalam pengembangan konsep corporate governance
(Tricker, 1994:98).

2.4. Teori Kepengurusan (Stewardship Theory)


Donaldson dan Davis (1991 : 51) menjelaskan mengenai definisi stewardship theory
adalah sebagai berikut :

17
“These theoretical considerations argue a view of managerial motivation alternative to agency
theory and which may be termed stewardship theory. The executive manager, under this theory,
far from being an opportunistic shirker, essentially wants to do a good job, to be a good steward
of the corporate assets. Thus, stewardship theory holds that there is no inherent, general
problem of executive motivation”.
Teori kepengurusan didasarkan pada manajer yang memiliki perilaku dimana dia dapat
dibentuk agar selalu dapat diajak bekerjasama dalam organisasi, memiliki perilaku kolektif
atau berkelompok dengan utilitas tinggi daripada individunya dan selalu bersedia untuk
melayani. Pada teori kepengurusan terdapat suatu pilihan antara perilaku self serving dan pro-
organisasional, perilaku manajer tidak akan dipisahkan dari kepentingan organisasi adalah
bahwa perilaku eksekutif disejajarkan dengan kepentingan prinsipal dimana para manajer
berada. Manajer akan menggantikan atau mengalihkan self serving untuk berperilaku
kooperatif. Sehingga meskipun kepentingan antara manajer dan prinsipal tidak sama, manajer
tetap akan menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Sebab manajer berpedoman bahwa terdapat
utilitas yang lebih besar pada perilaku kooperatif, dan perilaku tersebut dianggap perilaku
rasional yang dapat diterima.
Mengacu pada stewardship theory, perilaku manajer adalah kolektif, sebab manajer
berpedoman dengan perilaku tersebut tujuan organisasi dapat dicapai. Misalnya peningkatan
penjualan atau profitabilitas. Perilaku ini akan menguntungkan prinsipal termasuk outside
owner (melalui efek positif yang ditimbulkan oleh laba dalam bentuk deviden dan shareprices),
hal ini juga memberikan manfaat pada status manajerial, sebab tujuan mereka ditindak lanjuti
dengan baik oleh manajer. Para ahli stewardship theory mengasumsikan bahwa ada hubungan
yang sangat kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan prinsipal. Manajer melindungi
dan memaksimumkan pemegan saham melalui kinerja perusahaan, oleh karena itu fungsi
utilitas manajer dimaksimalkan.
Manajer yang dengan sukses dapat meningkatkan kinerja perusahaan akan mampu
memuaskan sebagian besar organisasi yang lain, sebab sebagian besar pemegang saham
memiliki kepentingan yang telah dilayani dengan baik lewat peningkatan kemakmuran yang
diraih organisasi. Oleh karena itu, manajer yang pro-organisasional termotivasi untuk
memaksimumkan kinerja perusahaan, disamping dapat memberikan kepuasan kepada
kepentingan pemegang saham.
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas karena
dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate

18
governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan
dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

2.5. Teori Organisasi (Organizational Theory)


Organisasi berasal dari bahasa yunani organon, yang berarti “alat” (tool). Kata ini
masuk ke bahasa latin menjadi organizatio dan kemudian ke bahasa prancis (abad ke-14)
menjadi organisation. Pengertian awalnya tidak merujuk pada benda atau proses, melainkan
tubuh manusia atau makhluk biologis lainnya. Tidak sama dengan alat mekanis, orgonon terdiri
dari bagian-bagian yang tersusun dan terkoordinasi hingga mampu menjalankan fungsi tertentu
secara dinamis.
Mills dan Mills (2000 : 58) mendefinisikan organisasi sebagai berikut : “Specific
collectivities of people whose activities are coordinated and controlled in and for the
achievement of defined goals”. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa organisasi adalah
sistem peran, aliran aktivitas dan proses (pola hubungan kerja) dan melibatkan beberapa orang
sebagai pelaksana tugas yang didisain untuk mencapai tujuan bersama.
Karakteristik utama dari organisasi dapat diringkas menjadi 3-P, yaitu : purpose,
people, dan plan. Sesuatu tidak disebut organisasi bila tidak memiliki tujuan (purpose), anggota
(people), dan rencana (plan). Dalam aspek “rencana” terkandung semua ciri lainnya seperti
sistem, struktur, desain, strategi, dan proses yang seluruhnya dirancang untuk menggerakan
unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai tujuan yang telah ditetapkan.
Agar suatu organisasi dapat bekerja dan mempertahankan keberadaannya, maka perlu
ada struktur organisasi dan prosedur pelaksanaan pekerjaan. Tujuan organisasi menentukan
struktur organisasi, yaitu menentukan seluruh tugas pekerjaan, hubungan antar tugas, batas
wewenang, dan tanggung jawab untuk menjalankan masing-masing tugas yang dibebankan.
Struktur organisasi mengacu pada hubungan diantara elemen-elemen sosial yang
meliputi orang, posisi, dan unit-unit organisasi dimana berada. Struktur organisasi menjelaskan
pengaturan berbagai elemen organisasi agar berada pada tempat dan fungsinya masing-masing,
sehingga efektif untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Berkaitan dengan struktur
organisasi, besaran dari sebuah organisasi adalah faktor penting didalam mempengaruhi
struktur. Organisasi besar telah terbukti mempunyai banyak kesamaan komponen struktural,
demikian juga dengan organisasi kecil, yang paling penting adalah bukti menunjukkan bahwa
beberapa hal dari komponen tersebut mengikuti sebuah pola tertentu pada saat organisasi
berkembang dalam besarannya.

19
Besaran dari sebuah organisasi khususnya perusahaan mempunyai hubungan dengan
penerapan good corporate governance. Jika perusahaan berbentuk perusahaan perseorangan
atau persekutuan yang hanya dimiliki oleh satu orang saja dan bermodal kecil, maka
perusahaan tersebut tidak wajib untuk menerapkan good corporate governance. Tetapi jika
sebuah perusahaan sudah berbentuk badan hukum yang disebut dengan perseroan terbatas, dan
perusahaan ini telah menerbitkan saham untuk dijual kepemilikannya di pasar modal, maka
perusahaan seperti ini akan memiliki lebih dari 1 orang kepemilikan dengan modal yang besar,
maka dari itu perusahaan seperti ini wajib untuk menerapkan good corporate governance.
Karena pada dasarnya corporate governance adalah suatu sistem yang membuat pemegang
saham percaya bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dari dana yang sudah mereka
tanamkan.

2.6. Kaitan Audit Internal dengan GCG


Hubungan antara audit internal dengan good corporate governance disebutkan oleh
Steinberg and Pojunis (2000) yaitu: “auditor internal memiliki kesempatan untuk memberikan
nilai pada tingkat tertinggi dari organisasi mereka - dengan meningkatkan tata kelola
perusahaan. Definisi revisi dari audit internal menunjukkan bahwa ruang lingkup profesi
sekarang termasuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas tata kelola perusahaan”.
Pernyataan lain dikemukakan oleh Cattrysse (2005) yaitu: ” Karena itu adalah tugas
dari auditor internal untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan membawa
pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
proses manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola, auditor internal memiliki peran penting
dalam proses tata kelola perusahaan”.

Organisasi Profesi Internal Auditor Indonesia juga menyebutkan hubungan antara audit
internal dengan good corporate governance dalam Positon Paper #1/2003 yaitu: “Organisasi
Profesi Internal Auditor berkeyakinan bahwa fungsi internal audit (satuan pemeriksaan
internal) yang efektif mampu menawarkan sumbangan penting dalam meningkatkan proses
corporate governance, pengelolaan resiko, dan pengendalian manajemen. Internal auditor
merupakan dukungan penting bagi komisaris, komite audit, direksi, dan manajemen senior
dalam membentuk fondasi bagi pengembangan corporate governance”.
Dari penjelasan yang diungkapkan oleh organisasi profesi Internal Auditor Indonesia,
maka dapat disimpulkan bahwa untuk mewujudkan GCG dibutuhkan peran pihak intern
perusahaan, salah satunya yaitu peran audit internal. Auditor berperan sebagai pencegah

20
terjadinya hal buruk diperusahaan dengan melakukan kontrol terhadap penyimpangan atas
system dan prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, selain itu juga
memberikan peran konsultatif dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan proses operasi
perusahaan.
Dikutip oleh Akmalia Purwaningsih (2008) dalam memperkuat corporate governance
menurut Tampubolon (2005:52) diperlukan pembentukan komite audit dan hal-hal berikut ini:
 Internal audit wajib mempelajari keterampilan atau teknik audit yang baru, mengelola
staff audit yang lebih besar dan semakin tersebar (misalnya auditor ditempatkan pada
regional office atau pada satuan kerja).
 Secara berkala mengkaji ulang program audit yang ada untuk memastikan bahwa
sumberdaya yang ada difokuskan ke area-area yang beresiko tinggi, khususnya dengan
adanya perkembangan usaha dan perubahan proses.
 Auditor tetap melakukan pengujian secukupnya atas area berisiko rendah, khususnya
yang memiliki kemungkinan terjadi yang tinggi dengan dampak yang rendah, atau yang
oleh beberapa pakar diusulkan untuk dikategorikan sebagai nearmisses. Hal ini untuk
memperoleh keyakinan yang cukup dalam menetapkan rating atas resiko.
 Turut dalam memberikan assurance bahwa sebelum perusahaan masuk ke area usaha
baru beresiko tinggi, harus tersedia kebijakan, prosedur, dan sistem pengendalian serta
telah terpenuhinya tata kelola yang baik.
 Turut memastikan bahwa risk assessment dan kontrol yang ada telah memadai, dinamis
dan tersedia sebelum perusahaan memulai aktivitas atau meluncurkan produk baru.
 Internal auditor harus sangat peka dalam hal mengidentifikasi resiko karena adanya
perubahan produk baru yang diluncurkan ke pasar.
 Dengan kemampuannya untuk melihat adanya disintegrasi dalam perusahaan, audit
intern wajib mewaspadai dan secara berkala mengevaluasi adanya jarak atau benturan
kepentingan dalam kerangka pengendalian (the control framework) dengan adanya
inisiatif strategic, reorganisasi, perubahan proses, aktivitas atau produk baru.
Peranan internal audit dalam good corporate governance (GCG) yang dikeluarkan oleh
KPMG dalam Purwaningsih (2008) berjudul Internal Audit’s Role in Corporate Governance
disebutkan bahwa peranan kunci internal audit adalah membantu Dewan Pengawas / Komite
Audit dalam peranan internal memastikan adanya pengawasan yang memadai atas internal
control dan dengan melakukan hal tersebut akan membentuk komponen yang integral dalam
kerangka kerja corporate governance perusahaan. Dalam hal ini, internal audit membantu

21
dewan pengawas dan atau komite audit dalam pemenuhan tanggung jawab atas tata kelola
perusahaan yang baik.

22
BAB 3
PEMBAHASAN

Perkembangan Teori Korporasi dan Implikasinya Terhadap Good Corporate Governance


TEORI KORPORASI TEORI KORPORASI TEORI KORPORASI
KLASIK MODERN POST-MODERN
KARAKTERISTIK: KARAKTERISTIK: KARAKTERISTIK:
1. Perusahaan dengan 1. Perusahaan dengan 1. Perusahaan dengan
single majority banyak pemegang banyak pemegang
shareholder saham, namun masih saham, dan tidak ada
2. Prinsipal merangkap ada kepemilikan kepemilikan mayoritas
sebagai agen mayoritas 2. Sulit mengidentifikasi
3. Keseimbangan 2. Fungsi prinsipal dan “the true principal”
kepentingan antara agen mulai terpisah 3. Prinsipal umumnya tidak
prinsipal dan agen tidak 3. Meskipun pemilik atau kurang memahami
penting mayoritas masih bisnis
memiliki otoritas yang 4. Agen memiliki pengaruh
besar, kepentingan yang besar dalam
pemegang saham menjalankan perusahaan.
minoritas sudah 5. Terjadi
diperhatikan ketidakseimbangan
kepentingan (cinflict of
interest)
IMPLIKASI: IMPLIKASI: IMPLIKASI:
Aspek GCG TIDAK Aspek GCG MULAI Aspek GCG SANGAT
diperlukan diperlukan diperlukan

Hal-hal yang membandingkan antara internal auditor sebelum dan sesudah pembentukan
konsep corporate governance:
Pre-reforms Post-reforms
Voluntary internal audit functions Mandatory internal audit functions
Outsourcing of internal audit function Objective internal auditors
Auditing services to management Oversight function by audit committee

23
Inadequate resources and organization Reporting responsibility to the audit
committee
Improper oversight of internal audit Provide assurance and consulting services in
functions the areas of risk management, internal
control, financial reporting, and corporate
governance Adequate resources and
authority
Lack of cooperation with external auditors Better cooperation with external auditors
Regarded as the “eyes and ears” of Regarded as the “eyes and ears” of the audit
management committee

24
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
 perwujudan good corporate governance (GCG) membutuhkan peran pihak intern
perusahaan, salah satunya yaitu peran internal audit. Internal auditor merupakan
dukungan penting bagi komisaris, komite audit, direksi dan manajemen senior dalam
membentuk fondasi bagi pengembangan good corporate governance (GCG)

4.2. Saran

25
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Cenik. Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Salemba Empat: Jakarta.
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana, 2013. Etika Bisnis dan Profesi, Edisi Revisi, Salemba
Empat, Jakarta.
Arafat, Wilson. 2008. How to Implement GCG (Good Coprporate Governance) Effectively.
Jakarta: Skyrocketing Publisher.
Babatunde, M. Adetunji dan Olawoye Olaniran. 2009. “The Effect of Zinternal dan External
Mechanism on Governance and Performance of Corporate Firms in Nigeria.” Corporate
Owners & Control Vol. 7 Issue 2.
Cattrysse, Jan. 2005. Reflections on Corporate Governance and The Role of The Internal
Auditor. Roularta Media Group. Belgium.
Chinn, Richard, 2000. Corporate Governance Handbook, Gee Publishing Ltd, London.
Coram, P., Ferguson, C., & Moroney, R. 2006. The value of internal audit in fraud detection.
Journal of Accounting and Finance, 48(4), 543-59.
Coram, P., Ferguson, C., & Moroney, R. 2008. Internal audit, alternative internal audit
structures and the level of misappropriation of assets fraud. Accounting & Finance, 48(4),
543-559.
Darmawati, dkk. (2005): “Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan”. Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia.
Donaldson, L., & Davis, J. H. 1991. Stewardship theory or agency theory: CEO governance
and shareholder returns. Australian Journal of Management, 16: 49-64.
Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI). (2006). Peranan Dewan Komisaris dan
Komite Audit dalam pelaksanaan Corporate Governance. Jakarta.
Freeman, R. E. 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach, Boston, Pitman.
I Nyoman Tjager, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, & Bambang Soembodo. 2003.
Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia.
PT. Prenhallindo. Jakarta.
Jensen, M. and Meckling, W. 1976 .Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency Cost,
and Ownership Structure. Journal of Finance Economics 3.
Kaihatu Thomas S, 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia,
Fakultas Ekonomi Kristen Petra.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia. Jakarta.
26
Kumaat, Valery G., 2010, Internal Auditing, Jakarta: Erlangga.
Leung, P., Cooper, B. J., & Perera, L. 2011. Accountability structures and management
relationships of internal audit: An Australian study. Managerial auditing journal, 26(9),
794-816.
Muyassaroh, Siti. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan
Pengungkapan Sukarela Laporan Keuangan pada Perusahaan yang Go Public di BEI.
Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Nicolăescu, E. 2013. The Need for Effective Internal Audit as Part of Good Corporate
Governance Practices. Psychosociological Issues in Human Resource Management, 1(1),
108-113.
Organisasi Profesi Internal Auditor. Position Paper #1 / 2003, Rekomendasi Mengenai Peran
Internal Audit Dalam Meningkatkan Corporate Governance Pada Perusahaan di
Indonesia.
Purwaningsih, Akmalia. (2008). Peranan Audit Internal Dalam Meningkatkan Penerapan
Corporate Governance (Studi Kasus: PT Indosat Tbk.). Karya Akhir Program Magister
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Shaw John. C, 2003. Corporate Governance and Risk: A System Approach, John Wiley &
Sons, Inc, New Jersey.
Siswanto Sutojo dan Aldridge, E. John.2005. Good Corporate Governance : Tata Kelola
Perusahaan Yang Sehat. Jakarta : PT. Damar Mulia Rahayu.
Steinberg, Richard M. & Pojunis, Deborah. Dec 2000. Corporate Governance: The New
Frontier. The Internal Auditor. Altamonte.
Tampubolon, Robert. 2005. Risk and System-Based Internal Auditing. Cetakan Pertama.
Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.
Tjager, I Nyoman, dkk. 2003. Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan bagi
Komunitas Bisnis Indonesia. PT Prenhallindo. Jakarta
Tricker, Robert I., 1994. International Corporate Governance: Text, Readings and Cases,
Singapore: Prentice Hall.
Ujiyantho dan Pramuka, 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan
Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan go publik Sektor Manufaktur), Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.
Wibowo. 2014. Manajemen Kinerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai