Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh semua orang
dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang tidak sesuai dengan kaedah
hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti pentingnya perlindungan hukum bagi
setiap insan manusia sebagai subyek hukum guna menjamin adanya penegakan hukum.
Bantuan hukum itu bersifat membela masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas,
asal usul, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan
kelompok orang yang dibelanya.
Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak mampu untuk
membayar jasa penasihat hukum dalam mendampingi perkaranya. Meskipun ia
mempunyai fakta dan bukti yang dapat dipergunakan untuk meringankan atau
menunjukkan kebenarannya dalam perkara itu, sehingga perkara mereka pun tidak
sampai ke pengadilan. Padahal bantuan hukum merupakan hak orang miskin yang dapat
diperoleh tanpa bayar (probono publico).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana hak masyarakat miskin terhadap bantuan hukum?
2. Bagaimana syarat & tatacara pemberian bantuan hukum?
3. Bagaimana hak penerima bantuan hukum?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persamaan di hadapan hukum

Sistem hukum Indonesia dan UUD 1945 menjamin adanya persamaan di hadapan
hukum (equality before the law), demikian pula hak untuk didampingi advokat juga
dijamin oleh sistem hukum Indonesia. Bantuan hukum yang ditujukan kepada orang
miskin memiliki hubungan erat dengan equality before the law dan access to legal
counsel yang menjamin keadilan bagi semua orang (justice for all). Oleh karena itu,
bantuan hukum selain merupakan hak asasi manusia juga merupakan gerakan
konstitusional.1

Sebelumnya, masyarakat miskin mungkin tidak pernah membayangkan akan


didampingi oleh seorang penasehat hukum manakala bermasalah dengan hukum. Mereka
cenderung pasrah, saat kepentingannya dirugikan dan haknya dilanggar, sekalipun dirasa
tidak adil bagi mereka.

Jangankan didampingi oleh penasehat hukum, untuk makan sehari-hari saja,


mereka susah. Sehingga, masalah hukum layaknya musibah yang sedapat mungkin
dihindari. Penyelesaian masalah hukum lebih diutamakan secara kekeluargaan, atau
malah sebaliknya, main hakim sendiri. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, harapan masyarakat tidak mampu untuk
memperoleh akses keadilan semakin terbuka lebar.

Berdasarkan undang-undang ini, masalah utama yang sering dihadapi oleh


masyarakat tidak mampu, yakni biaya untuk membayar penasehat hukum profesional
yang memberikan konsultasi atau pembelaan hukum atas permasalahan hukum dihadapi,
menjadi sedikit teratasi. Undang-undang Bantuan Hukum merupakan capaian terbesar
Pemerintah Indonesia untuk menciptakan akses keadilan bagi masyarakat korban

1
Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: PT Elexmedia Komputindo, 2011)
hal 101

2
pelangaran hak, persamaan di muka hukum, dan peradilan yang dapat
dipertanggungjawabkan.2

Undang-Undang Dasar 1945 menjamin persamaan di hadapan hukum, dimana


dalam pasal 27 ayat 1 disebutkan “setiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Di dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 juga disebutkan: “ Negara


Indonesia adalah negara hukum”. Implikasi dari ketentuan ini, Pemerintah dan
masyarakat Indonesia harus mengedepankan hukum sebagai panduan dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Termasuk mewujudkan supremasi hukum, pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.

Namun, kenyataan yang ada, sangat jelas terlihat minimnya perlindungan dan
jaminan hukum yang adil bagi masyarakat tidak mampu manakala harus berhadapan
dengan hukum tanpa bantuan hukum apapun. Masyarakat tidak mampu sangat mudah
menjadi korban dari penerapan hukum yang tidak adil.

Oleh karena itu, bantuan hukum menjadi sesuatu yang teramat penting untuk
memastikan terwujudnya ”Negara Hukum Indonesia” yang memberikan jaminan
pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum. Maka pada 31 Oktober 2011, Pemerintah mengesahkan kebijakan
Bantuan Hukum melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, yang diikuti oleh
berbagai peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.

Negara menyadari bahwa masyarakat tidak mampu, akan memperoleh kendala


untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian, dan perlakuan yang
sama di hadapan hukum, jika tanpa bantuan hukum apapun saat mereka berhadapan
dengan hukum. Keterbatasan masyarakat akan pengetahuan dan keterampilan hukum,
membuat mereka tidak mampu untuk membela dirinya sendiri atas permasalahan hukum
yang dihadapi.

2
Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI, Bahan Diseminasi HAM
HAK ATAS BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN, hal 1

3
Adapun hak untuk didampingi advokat atau penasihat hukum diatur dalam pasal
54 KUHAP, guna kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada
setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

1. Hak fakir miskin untuk mendapatkan bantuan hukum

Tidak banyak orang yang tahu bahwa bantuan hukum adalah bagian dari profesi
advokat. Profesi advokat sendiri dikenal sebagai profesi yang mulia atau officium nobile
karena mewajibkan pembelaan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang
ras, warna kulit, agama, budaya, sosial-ekonomi, kaya/miskin, keyakinan, politik, gender,
dan ideologi.

Kewajiban membela orang miskin bagi profesi advokat tidak lepas dari prinsip
persamaan di hadapan hukum dan hak untuk didampingi advokat atau penasihat hukum
untuk semua orang tanpa kecuali.

Menurut Mardjono Reksodiputro, profesi hukum hanya dapat ditujukan kepada


lulusan pendidikan tinggi fakultas hukum yang menjalankan profesi dalam masyarakat.
Mereka adalah sarjana-sarjana hukum yang dianggap menjalankan keahliannya dengan
standar tinggi, seperti advokat, penasihat hukum, ataupun jaksa dan hakim. Tidak
termasuk di dalamnya sarjana hukum yang menjadi dosen ataupun polisi.3
Pembelaan terhadap fakir miskin mutlak diperlukan dalam suasana sistem hukum
pidana yang belum mencapai keterpaduan (integrated criminal justice system). Seringkali
tesangka yang miskin, karena tidak tahu akan hak-haknya sebagai tersangka atau
terdakwa, mendapatkan perlakuan tidak adil, disiksa, atau dihambat haknya untuk
didampingi oleh advokat.

2. Fakir miskin dan persamaan di hadapan hukum

Dalam pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa “fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Hal ini menunjukkan bahwa fakir

3
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat Pelayanan
Keadilan Dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 1997) hal 78

4
miskin merupakan tanggung jawab negara, sehingga gerakan bantuan hukum itu
sesungguhnya merupakan gerakan konstitusional.

Pembelaan terhadap fakir miskin merupakan penjelmaan dari persamaan di


hadapan hukum dan hak untuk dibela advokat atau penasihat hukum yang didasari proses
hukum yang adil, dalam rangka mengurangi jurang perbedaan antara yang kaya dan yang
miskin khususnya dalam bidang hukum.

Secara erat, bantuan hukum selalu dihubungkan dengan kemiskinan dan batasan
yang umum mengenai bantuan hukum adalah pemberian bantuan hukum kepada si
miskin. Terkait dengan hal ini, seorang pengacara terkemuka yaitu Adnan Buyung
Nasution pernah menyatakan:

“1. bantuan hukum dimaksudkan di sini adalah khusus bantuan hukum bagi
golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah atau dalam bahasa populer
adalah si miskin. Ukuran kemiskinan sampai saat ini masih tetap merupakan
masalah yang sulit dipecahkan. Bukan saja bagi negara-negara yang sedang
berkembang, namun di negara-negara yang sudah maju pun masih tetap menjadi
masalah.

2. buta hukum maksudnya adalah lapisan masyarakat yang buta huruf atau
berpendidikan rendahyang tidak mengetahui dan menyadari hak-haknya sebagai
subjek hukum atau karena kedudukan sosial dan ekonomi serta akibat tekanan-
tekanan dari yang lebih kuat dan tidak mempunyai keberanian untuk membela
dan memperjuangkan hak-haknya.”

Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerima bantuan hukum itu
adalah mereka yang tidak mampu (secara sosial-ekonomi-politis) maupun yang buta
hukum. Walaupun maksudnya sudah ditegaskan, akan tetapi pengertian buta huruf tidak
selalu identik dengan mereka yang kurang mampu.4

B. Hak untuk didampingi penasihat hukum

4
Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983) hal 26

5
Hak untuk didampingi oleh advokat tidak hanya berlaku di dalam pengadilan saja
tetapi juga berlaku di luar pengadilan. YLBHI/LBH telah memulainya melalui
korespondensi sejak tahun 1971, dan biro bantuan hukum universitas negeri sejak tahun
1960-an telah memberi konsultasi hukum kepada masyarakat.

Hak individu untuk didampingi advokat (access to legal counsel) merupakan


sesuatu yang imperatif dalam rangka mencapai proses hukum yang adil. Dengan
kehadiran advokat dapat dicegah perlakuan tidak adil oleh polisi, jaksa, atau hakim dalam
proses interogasi, investigasi, pemeriksaan, penahanan, peradilan, dan hukuman.

Hal ini karena seringkali tersangka atau terdakwa mendapatkan perlakuan tidak
adil bahkan hingga penyiksaan atau direndahkan martabatnya sebagai manusia. Untuk
mencegah dan mengurangi terulangnya kejadian-kejadian seperti itu, maka pemerintah
republik indonesia, setelah mendapatkan desakan dari berbagai pihak, telah meratifikasi
instrumen internasional seperti Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman
Or Degrading Treatment Or Punishment pada tanggal 28 september tahun 1998 yang
berupa resolusi PBB no.39/40 tanggal 10 desember 1984.

Dalam menerapkan due proccessof law,para penegak hukum dan keadilan (jaksa, polisi,
dan hakim) harus menganggap seorang tersangka atau teradakwa tidak bersalah
(presumption of innocence) sejak pertama kali ditangkap dan kehadiran seorang advokat
sejak ditangkap sampai diinterogasi dan peradilan mutlak harus dijamin.

C. Syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum

Untuk memastikan jaminan Bantuan Hukum ini tepat sasaran, maka undang-
undang menetapkan syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum, sebagai berikut:5

a) mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitas


Pemohon Bantuan Hukum dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang
dimohonkan Bantuan Hukum.
b) menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan perkara hukum.

5
Pasal 3 s/d 12 PP Nomor 42 tahun 2013

6
c) melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang
setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.
d) Pemberi Bantuan Hukum memeriksa kelengkapan persyaratan
e) Pemberi Bantuan Hukum menyampaikan keputusan mengabulkan atau penolakan
terhadap permohonan.
f) Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum.

D. Pemberi dan penerima bantuan hukum

a) Pemberi bantuan hukum

Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi


kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang
Bantuan Hukum.6 Pemberi Bantuan Hukum dapat berbentuk Lembaga Bantuan Hukum
independen, Klinik Hukum di Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, atau
lembaga bantuan hukum yang berada di bawah naungan organisasi advokat. (selanjutnya
disebut sebagai Organisasi Bantuan Hukum).

Namun,agar dapat dikualifikasi sebagai Pemberi Bantuan Hukum yang sesuai


dengan bunyi undang-undang, suatu organisasi bantuan hukum harus memenuhi syarat-
syarat antara lain:

a. berbadan hukum;
b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum7

Dalam pasal 26 s/d 29 permenkumhan Nomor 22 Tahun 2013, dinyatakan bahwa para
Pemberi Bantuan Hukum mencakup advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa.

b) Penerima bantuan hukum

6
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011
7
Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011

7
Penerima Bantuan Hukum meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin
yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak tersebut meliputi
meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan
berusaha, dan/atau perumahan.8

Kriteria miskin sebagai prasyarat penerima bantuan hukum, telah menimbulkan


perdebatan. Jika mengacu pada versi Badan Pusat Statistik (BPS), maka standar
kemiskinan adalah masyarakat yang berpenghasilan sebesar Rp 243.729,- setiap
bulannya. Pasalnya, banyak masyarakat Indonesia yang meskipun tidak masuk dalam
kategori miskin versi BPS tersebut, misalnya buruh pabrik dengan penghasilan di atas 1
juta rupiah, atau bahkan pegawai negeri dengan gaji mencapai 3 juta rupiah per bulan,
dapat dipastikan tidak akan mampu membayar ongkos jasa hukum dari seorang advokat.9

Oleh karena itu, Undang-Undang Bantuan Hukum tidak menjelaskan definisi


miskin versi siapa sebagai syarat penerima bantuan hukum. Selama masyarakat dapat
menunjukan surat keterangan miskin/tidak mampu (SKTM) dari lurah atau kepala desa
setempat, atau dokumen-dokumen lainnya yang dapat menggantikan fungsi SKTM, maka
masyarakat dapat memenuhi kualifikasi sebagai Penerima Bantuan Hukum. Dokumen-
dokumen lain yang dapat menggantikan fungsi SKTM antara lain:

a. Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat


b. Bantuan Langsung Tunai
c. Kartu Beras Miskin
d. Dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin
E. Hak penerima bantuan hukum

Meskipun Undang-Undang telah menjamin akses masyarakat untuk memperoleh


bantuan hukum, namun jaminan itu saja tidak cukup jika masyarakat tidak memahami
hak-hak apa saja yang dijamin oleh undang-undang, kewajiban Pemberi Bantuan Hukum,
baik yang diatur dalam Undang-Undang Bantuan Hukum maupun undang-undang
lainnya, termasuk Undang-Undang Advokat dan Kode Etiknya, serta ke mana

8
Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 5 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011
9
Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI, Bahan Diseminasi HAM
HAK ATAS BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN, hal 15

8
mengajukan pengaduan manakala masyarakat Penerima Bantuan Hukum mengalami
perlakuan buruk dari Pemberi Bantuan Hukum bertentangan dengan kewajibannya.
Undang-Undang Bantuan Hukum mengatur bahwa Penerima Bantuan Hukum berhak:

a) mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau


perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan
Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa
b) mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau
Kode Etik Advokat; dan
c) mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh semua orang
dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang tidak sesuai dengan kaedah
hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti pentingnya perlindungan hukum bagi
setiap insan manusia sebagai subyek hukum guna menjamin adanya penegakan hukum.
Bantuan hukum itu bersifat membela masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas,
asal usul, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan
kelompok orang yang dibelanya.

B. Saran

Inilah makalah sederhana yang dapat pemakalah buat pada kesempatan kali ini.
Pemakalah mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam pembuatan makalah ini,
yang tidak lain berasal dari keterbatasan ilmu pemakalah. Dan semoga pembaca dapat
mengambil manfaat dari makalah ini.

Akhir kata perbanyak maaf, wabilllahi taufiq wal hidayah, wassalamu ’alaikum
warahmatullahi wabarakatuhu

10
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: PT Elexmedia


Komputindo, 2011)

Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI, Bahan
Diseminasi HAM HAK ATAS BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat
Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, 1997)

Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1983)

PP Nomor 42 tahun 2013

Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum

11

Anda mungkin juga menyukai