POWERED BY BIOENERGY
PENYUSUN:
Direktorat Bioenergi
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Alamat:
Jl. Pegangsaan Timur No.1, Menteng Jakarta 10320
Tlp: (021) 39830077, 31924583, Faks: (021) 31924585
Website : www.ebtke.esdm.go.id
KATA PENGANTAR
Penyusun.
i
DAFTAR ISI
ii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 722 K/ 10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR
NABATI (BIOFUEL) JENIS BIOETANOL SEBAGAI BAHAN
BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI
1 dari 34
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
MEMUTUSKAN:
3 dari 34
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 02 Mei 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana
Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala BPH Migas.
4 dari 34
Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi
Nomor : 722 K/ 10/DJE/2013
Tanggal : 02 Mei 2013
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS BIOETANOL
SATUAN,
NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATANa)
Min/Max
1 Kadar etanol b) ASTM D5501 atau 99,5 (setelah %-v, min.
Lihat bagian 11.1 SNI didenaturasi
7390:2012 dengan
denatonium
benzoat),
94,0 (setelah
didenaturasi
dengan
hidrokarbon)
2 Kadar metanol ASTM D5501 atau 0,5 %-v, maks.
Lihat bagian 11.1 SNI
7390:2012
3 Kadar air ASTM D1744 atau 0,7 %-v, maks.
ASTM E203 atau Lihat
bagian 11.2 SNI
7390:2012
4 Kadar ASTM D7304 atau IP
denaturan 391 atau Lihat bagian 2–5 %-v
- Hidrokarb 11.3 SNI 7390:2012
on 4 - 10 mg/l
atau
- Denatoniu
m Benzoat
5 Kadar tembaga ASTM D1688 atau 0,1 mg/kg,
(Cu) Lihat bagian 11.4 SNI maks.
7390:2012
6 Keasaman ASTM D1613 atau BS 30 mg/L,
sebagai asam 6392-1 atau Lihat maks.
asetat bagian 11.5 SNI
7390:2012
7 Tampakan pengamatan visual jernih dan terang,
tidak ada
endapan dan
kotoran
8 Kadar ion ASTM D512 atau 20 mg/L,
klorida (Cl-) Lihat bagian 11.6 SNI maks.
7390:2012
5 dari 34
SATUAN,
NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATANa)
Min/Max
9 Kandungan ASTM D2622 atau 50 mg/L,
belerang (S) ASTM D5453 atau BS maks.
EN ISO 14596 atau
Lihat bagian 11.7 SNI
7390:2012
10 Kadar getah ASTM D381 atau 5,0 mg/100ml,
purwa dicuci Lihat bagian 11.8 SNI maks.
(washed gum) 7390:2012
Ttd
Rida Mulyana
6 dari 34
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
TENTANG
7 dari 34
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK
INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI
ENERGI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN
KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 723 K/10/DJE/2013
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS BIODIESEL SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN
YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI
ENERGI,
8 dari 34
7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 0048 Tahun 2005 Tentang Standar dan Mutu
(Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak,
Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan
Hasil Olahan Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan,
dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
10.Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Nomor 3675 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan
Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak
Solar yang Dipasarkan Di Dalam Negeri;
11.Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor
182/KEP/BSN/12/2012 tentang Penetapan Revisi 2
(Dua) Standar Nasional Indonesia;
MEMUTUSKAN:
9 dari 34
KETIGA : Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Direktur
Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 13483
K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi)
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan
Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 02 Mei 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana
Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala BPH Migas.
10 dari 34
Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi
Nomor : 723 K/10/DJE/2013
Tanggal : 02 Mei 2013
SATUAN,
NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATAN
Min/Max
1 Massa jenis pada ASTM D-1298 atau ASTM 850 – 890 kg/m3
40 °C D 4052 atau lihat bagian
9.1 pada SNI 7182:2012
2 Viskositas ASTM D-445 atau lihat 2,3 – 6,0 mm2/s
kinematik pd 40 °C bagian 9.2 pada SNI (cSt)
7182:2012
3 Angka setana ASTM D-613 atau ASTM D 51 Min
6890 atau lihat bagian 9.3
pada SNI 7182:2012
4 Titik nyala ASTM D-93 atau lihat 100 °C, min
(mangkok tertutup) bagian 9.4 pada SNI
7182:2012
5 Titik kabut ASTM D-2500 atau lihat 18 °C, maks
bagian 9.5 pada SNI
7182:2012
6 Korosi lempeng ASTM D 130 - 10 atau nomor 1
tembaga (3 jam lihat bagian 9.6 pada SNI
pada 50 °C) 7182:2012
7 Residu karbon
- dalam percontoh ASTM D 4530 atau ASTM 0,05
%-massa,
asli atau D 189 atau lihat bagian
maks
- dalam 10 % ampas 9.7 pada SNI 7182:2012 0,3
distilasi
8 Air dan sedimen ASTM D 2709 atau lihat 0,05 %-vol.,
bagian 9.8 pada SNI maks
7182:2012
9 Temperatur ASTM D 1160 atau lihat 360 °C, maks
distilasi 90 % bagian 9.9 pada SNI
7182:2012
10 Abu tersulfatkan ASTM D-874 atau lihat 0,02 %-massa,
bagian 9.10 pada SNI maks
7182:2012
11 Belerang ASTM D 5453 atau 100 mg/kg,
ASTM D-1266, atau ASTM maks
D 4294 atau ASTM D 2622
atau lihat
11 dari 34
SATUAN,
NO PARAMETER UJI METODE UJI PERSYARATAN
Min/Max
bagian 9.11 pada SNI
7182:2012
Ttd
Rida Mulyana
12 dari 34
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
TENTANG
13 dari 34
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
14 dari 34
dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain;
9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juni 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana
15 dari 34
Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
3. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
4. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
5. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan;
6. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM;
7. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian ESDM;
8. Kepala BPH Migas.
16 dari 34
Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan
Konservasi Energi
Nomor : 830 K/10/DJE/2013
Tanggal : 17 Juni 2013
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI
TERESTERIFIKASI PARSIAL UNTUK MOTOR DIESEL PUTARAN SEDANG
METODE
SATUAN, UJI
NO PARAMETER UJI PERSYARATAN
Min/Max SNI
7431:2008
mg-KOH/g, Sub Pasal
1 Angka asam 2,0
maks 9.1
mg/kg, Sub Pasal
2 Kadar Fosfor 10
maks 9.2
Sub Pasal
3 Kadar Air dan sedimen %-vol., maks 0,075* 9.3, 9.4, dan
9.5
Kadar Bahan tak %-berat, Sub Pasal
4 2,0
tersabunkan maks 9.6
Viskositas kinematik pd mm2/s Sub Pasal
5 36
50 °C (cSt), maks 9.7
%-massa, Sub Pasal
6 Kadar Abu tersulfatkan 0,02
maks 9.8
Sub Pasal
7 Angka Penyabunan mg KOH/g 180 - 265
9.9
g-I2/100 g, Sub Pasal
8 Angka iodium 115
maks 9.10
Titik nyala (mangkok Sub Pasal
9 °C, min 100
tertutup) 9.11
%-massa, Sub Pasal
10 Kadar Residu karbon 0,4
maks 9.12
Sub Pasal
11 Massa jenis pada 50 °C Kg/m3 870 - 920
9.13
Sub Pasal
12 Angka setana Min 39
9.14
%-massa, 0,01 Sub Pasal
13 Kadar Belerang
maks 9.15
* Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen
maksimum 0,01 %-berat
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
Ttd
Rida Mulyana
17 dari 34
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 902 K/10/DJE/ 2013
TENTANG
18 dari 34
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK
INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN
DAN KONSERVASI ENERGI
NOMOR : 902 K/10/DJE/2013
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI (BBN) DI
DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)
DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI,
Menimbang : a. bahwa pelaksanaan monitoring pencampuran Bahan
Bakar Nabati (BBN) di dalam campuran dengan
Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting
dilakukan untuk memastikan mandatori
penggunaannya dilaksanakan dengan baik serta
dana subsidi tersalurkan dan dimanfaatkan dengan
benar;
b. bahwa metode uji yang digunakan untuk mengukur
kandungan BBN di dalam campuran dengan BBM
merupakan faktor penting dalam menghasilkan data
yang akurat sehingga harus seragam dan sudah
tervalidasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu
menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Energi
Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi tentang
Petunjuk Teknis Uji Kadar Bahan Bakar Nabati
(BBN) di Dalam Campuran Dengan Bahan Bakar
Minyak (BBM);
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun
2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4152;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152);
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional;
4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
19 dari 34
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar
Lain;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M
Tahun 2013 tanggal 25 Januari 2013;
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan,
Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati
(Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain;
7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI TENTANG
PETUNJUK TEKNIS UJI KADAR BAHAN BAKAR NABATI
(BBN) DI DALAM CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR
MINYAK (BBM).
KESATU : Memberlakukan Petunjuk Teknis Uji Kadar Bahan
Bakar Nabati (BBN) di dalam Campuran dengan Bahan
Bakar Minyak (BBM) sebagaimana tercantum dalam
lampiran Keputusan Direktur Jenderal ini.
KEDUA : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KESATU merupakan acuan bagi lembaga/laboratorium
uji yang melaksanakan kegiatan uji kadar Bahan Bakar
Nabati (BBN) di dalam campuran dengan Bahan Bakar
Minyak (BBM);
KETIGA : Lembaga/laboratorium uji sebagaimana yang dimaksud
dalam Diktum KEDUA harus sudah terakreditasi oleh
Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk pengujian BBM;
KEEMPAT : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Juni 2013
Direktur Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi,
ttd
Rida Mulyana
20 dari 34
Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM;
9. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM;
10. Kepala BPH Migas.
21 dari 34
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
Nomor : 902 K/10/DJE/2013
Tanggal : 20 Juni 2013
PETUNJUK TEKNIS
I. Umum
A. Ruang Lingkup
22 dari 34
Berdasarkan nilai absorbansi dan angka penyabunan
yang diperoleh, kadar biodiesel EMAL/FAME kemudian
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
yang diberikan dalam lampiran ini.
23 dari 34
2.3. Larutan indikator fenolftalein 1%-b/v dalam
etanol 95%-v.
3. Peralatan
24 dari 34
4. Pengukuran Absorbansi Inframerah
25 dari 34
merah jambu persis hilang. Catat volume titran
yang dihabiskan dalam titrasi blanko.
5.4. Sesudah 1 jam operasi refluks usai,
hentikan/singkirkan pemanasan dan biarkan
isi labu sampai dingin.
5.5. Bilas kondensor dengan beberapa ml metanol,
lepaskan kondensor dari labu, bubuhkan
beberapa tetes indikator fenolftalein, dan titrasi
isi labu dengan larutan HCl 0,5 N sampai
warna merah jambu persis hilang. Catat volume
titran yang dihabiskan dalam titrasi contoh.
5.6. Hitung angka penyabunan percontoh yang diuji
dengan rumus berikut (dalam mg-KOH/ml) :
26 dari 34
Keterangan :
z = konsentrasi biodiesel (%-volume)
y = nilai absorbansi
x = angka penyabunan (mg KOH/g biodiesel)
7. Pelaporan Hasil
27 dari 34
3. Prosedur Pengukuran Menggunakan Metode Ekstraksi
dengan Air
28 dari 34
Gambar 1. Kurva kalibrasi penentuan kadar bioetanol dalam gasohol
dengan cara ekstraksi oleh air.
(Sumber : “Fuel Ethanol Industry Guidelines,
Specifications, and Procedures” (US) Renewable Fuels
Association, December 2010, setelah diverikasi dan
29 dari 34
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
TENTANG
30 dari 34
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
TENTANG
STANDAR DAN MUTU (SPESIFIKASI) BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL)
JENIS MINYAK NABATI MURNI UNTUK BAHAN BAKAR MOTOR DIESEL
PUTARAN SEDANG
M E M U T U S K A N:
32 dari 34
KEDUA : Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Minyak
Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor
Diesel Putaran Sedang yang dipasarkan di
dalam negeri sebagaimana dimaksud pada
Diktum Kesatu dapat digunakan sebagai
campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak
Solar sampai dengan 50% (lima puluh
perseratus) dari total campuran untuk bahan
bakar motor diesel non otomotif dengan
putaran sedang sampai dengan 1500 (seribu
lima ratus) rpm.
KETIGA : Bahan Bakar Jenis Minyak Nabati Murni
Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran
Sedang sebagaimana dimaksud pada Diktum
Kedua wajib memenuhi standar dan mutu
(spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis
Minyak Solar yang berlaku berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Migas.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Juni 2013
ttd
Rida Mulyana
Tembusan :
1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Lingkungan Hidup;
5. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
6. Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi;
8. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM;
9. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ESDM;
10. Kepala BPH Migas.
33 dari 34
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU,
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
ttd
Rida Mulyana
34 dari 34
DIREKTORAT BIOENERGI
DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN
DAN KONSERVASI ENERGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL