Anda di halaman 1dari 6

MANUSIA DAN ALAM SEMESTA

“Membangun Paradigma Baru Lingkungan Hidup”


Andi Muhammad Arman

Permasalahan lingkungan saat ini menjadi isu tren yang menjadi fokus perhatian di
seluruh dunia karena efek dari kerusakan lingkungan mencakup aspek esensial dalam suatu
negara dan masyarakat. Dampaknya dapat dilihat dari aspek ekonomi, sosial budaya, politik
dan kesehatan yang semakin hari mengalami penurunan secara kualitias dan kuantitas.
Indonesia yang dulunya memiliki kekayaan alam berlimpah perlahan mengalami penurunan
baik dari dimensi kehutanan, kelautan, pertanian dan kekayaan alam lainnya. Berdasarkan
data hasil kajian WALHI, pada tahun 2014 bencana ekologis yang terjadi berupa banjir
sebanyak 608, longsor 191, dan ROB 18. Korban jiwa dari bencana tersebut jika dijumlahkan
seluruh daerah di Indonesia yaitu 426 jiwa dan daerah yang paling banyak korbannya adalah
Jawa Tengah dengan jumlah korban 152 orang. Korban jiwa yang ssecara tidak langsung
disebabkan oleh lingkungan adalah adanya konflik sesama masyarakat perihal masalah
agraria, pertanian, perkebunan, perikanan kelautan dan lainnya. Dalam outlook 2015
WALHI, tercatat 472 konflik yang terjadi tidak lain disebabkan persoalan lingkungan hidup.
Meskipun angka-angka tersebut mengalami penurunan di tahun tahun sebelumnya, namun
terjadi oposisi dalam aspek kerentanan lingkungan. Perubahan Hutan menjadi bukan hutan,
alih fungsi hutan dan rawah gambut untuk pertambangan dan perkebunan serta
penembangan hutan alam untuk kebutuhan bahan baku industri yang menjadi penyebab
kerusakan hutan yang ada di Indonesia. Dalam aspek pertanian, penyebab terjadinya
kerusakan lingkungan dan gradasi kualitas pertanian disebabkan oleh penggunaan
teknologi yang tidak tepat guna, pupuk kimia, pestisida kimia dan penggunaan bibit hasil
rekayasa genetik. Dalam tinjauan kelautan dan perikanan metode penangkapan ikan yang
biasa dilakukan oleh perushaan-perusahan dan beberapa nelayan cenderung tidak sesuai
dengan aturan yang diberlakukan misalnya penggunaan bom ikan dan pukat harimau.
Globalisasi perdagangan dan arus modernisasi merupakan faktor yang bersifat
eksoterik terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia. Jika melihat sejarah perdagangan
di Indonesia, di era soekarno sangat menolak adanya bentuk kerjasama asing terutama
Amerika pada waktu itu. Penolakan yang dilakukan oleh Soekarno didasari pada logika
antidominasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa Amerika merupakan negara imperialis
dimana pusat perdagangan serta kebijakan dunia sangat bergantung pada negara tersebut.
Melalui lembaga-lembaga internasional, Amerika mengimplementasikan dominasinya
terhadap negara-negara lain terutama kepada negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Perlu dipahami bahwa kebanyakan negara-negara maju terutama Amerika dari
segi kekayaan alam tidak sebanding dengan Indonesia sementara kebutuhan masyarakat
atas alam semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Jika hal tersebut tidak
segera ditangani maka akan terjadi kesenjangan sosial ekonomi dan juga politik. Ada sebuah
dilema yang terjadi di negara-negara maju seperti Amerika dimana kebutuhan yang semakin
besar namun daya dukung alam yang terikat dalam teritorialnya tidak lagi dapat
menyediakan kebutuhan tersebut. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk
memenuhi kebutuhan negara-negara maju adalah mengkampanyekan perdagangan bebas.
Konsep mulia dari perdagangan bebas ini adalah distribusi barang dan jasa agar tidak ada
ketimpangan yang terjadi di negara-negara tertentu.
Muncul pertanyaan dalam benak kita terkait relasi perdagangan bebas dengan
kerusakan lingkungan sebab jika melihat secara parsial perdagangan bebas hanya akan
berbicara tentang distribusi barang dan jasa sementara kerusakan lingkungan disebabkan
oleh aktivitas alam itu sendiri dan aktivitas manusia. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
kita harus meninjau secara holistik ikhwal perdagangan bebas. Alasan hadirnya
perdagangan bebas berdasar pada aspek ekonomi atau kebutuhan materil manusia dan
negara. Ada relasi simbiosis yang terjadi antara negara berkembang dan negara maju dalam
aspek ekonomi sosial dan politik, tetapi harus diingat bahwa orientasi sebenarnya adalah
orientasi ekonomi. Negara maju membutuhkan lahan baru untuk melakukan aktivitas
industrialisasinya dalam memproduksi barang dan jasa sebab di negaranya sendiri telah
terjadi pengurangan sumber daya alam yang terhitung cepat. Hal ini didukung dengan
kemajuan teknologi dan sumber daya manusianya yang dapat mempercepat laju produksi
dan berkorelasi dengan percepatan pengikisan sumber daya alam yang tentunya akan
berefek pada keberlangsungan ekologis. Disisi lain, negara berkembang masih lambat dalam
memproduksi dan dalam hal pengembangan industri sebab kualitas teknologi yang masih
kurang. Penyebab yang lain yaitu adanya konsep pemahaman lain masyarakat Indonesia
yang cenderung konservatif dan tradisional mengingat bahwa Indonesia memiliki
keragaman budaya yang didalamnya terdapat masyarakat adat dengan pandangan
holistiknya terkait alam semesta.
Untuk menjaga keberlangsungan produksi setiap negara, maka dibangunlah
hubungan bilteral antara negara berkembang dan negara maju. Negara maju sebagai
suplayer teknologi dan negara berkembang menjadi penyedia sumber daya alamnya. Negara
berkembang menjual dengan harga murah kepada negara maju dalam bentuk barang
mentah kemudian negara maju menjual ke negara berkembang dengan harga mahal karena
dalam bentuk produk sekunder. Proses produksi yang dilakukan oleh industri transnasional
(indusri-industri yang kebanyakan berasal dari negar maju) inilah yang menyebabkan
kerusakan lingkungan. Eksploitasi berlebihan terhadap alam demi menjaga industri tetap
berproduksi menyebabkan negara berkembang bukannya untung tetapi mengalami
kerugian dari aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.
- Kerugian dalam aspek ekonomi dapat dilihat dari hasil produksi yang diperoleh
perusahaan tidak sebanding dengan apa yang diberikan ke negara sebagai penyedia lahan
produksi, belum lagi ketika terdapat manipulasi data didalamnya yang dilakukan oleh
perusahaan dengan bantuan pejabat negara yang korup.
- Kerugian dalam aspek sosial budaya tergambarkan dari orang-orang yang tinggal
disekitar perusahaan dimana terjadi perubahan sistem budaya akibat pengambilalihan
lahan sebagai lahan produksi yang dulunya dianggap sakral oleh masyarakat tersebut.
- Kerugian dari segi lingkungan dapat lihat dari kerusakan ekosistem yang terjadi. Misalnya
freeport yang telah mengubah gunung di Papua menjadi kubangan yang dalam, alih fungsi
hutan menjadi perkebunan sawit di kalimantan dengan cara pembakaran.
Jika kondisi tersebut berlangsung terus menerus maka alam akan sampai pada titik
kritis dan kehancurannya semakin cepat. Keseimbangan alam terganggu dengan aktivitas
manusia yang berlebihan dalam memanfaatkan alam. Alam hanya dilihat sebagai objek
kajian dan objek eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Cara pandang inilah yang
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan karena sebagaimana yang dijelaskan oleh
Mutahari bahwa pengetahuan akan membentuk pandangan dunia kemudian ideologi
selanjutnya dipraksiskan (aksiologi = nilai pengetahuan) di lapangan. Maka jelaslah bahwa
pandangan dunia terhadap alam yang bermasalah sehingga muncul berbagai kerusakan
alam.
Ada beberapa pandangan yang ada dalam buku A. Sonny Keraf berkaitan dengan
lingkungan sebagai berikut :
1. Antroposentrisme
Pandangan ini menganggap bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta olehnya itu
segala yang ada selain dari manusia diciptakan untuk kepentingan manusia (Aristotelian dan
Thomas Aquines) dan manusia adalah makhluk yang superior. Rene descartes dan emanuel
kahnt menyampaikan hal yang serupa bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia
karena memiliki rasionalitas dan kebebasan. Karena adanya rasionalitas, kesadaran dan
kebebasan pada diri manusia, maka manusialah satu-satunya makhluk yang terikat oleh
sistem nilai dan selain dari manusia tidak memiliki nilai. Olehnya itu manusia akan
memperlakukan alam sesuai dengan kehendak manusia. Dengan pandangan yang seperti ini
maka akan terjadi eksploitasi terhadap alam dan keruskan lingkungan pun tidak bisa
dihindarkan. Pengembangan selanjutnya dari pandangan antroposentrisme ini adalah etika
instrumentalis. Etika instrumentalis menjelaskan bahwa alam memiliki nilai tetapi nilai yang
melekat pada alam hanya nilai instrumen. Alam dipandang sebagai alat atau objek
pemenuhan kebutuhan manusia, olehnya itu harus dilestarikan agar manusia tetap bisa
mempertahankan kehidupannya.
2. Biosentrisme
Dalam pandangan biosentrisme, setiap makhluk hidup mempunyai nilai pada dirinya sendiri
dan alam adalah sebuah komunitas moral. Biosentrisme menekankan untuk hormat kepada
alam dan seisinya. Manusia yang bermoral adalah mereka yang menghormati kehidupan
manusia yang lainnya serta makhluk selain manusia. Makhluk selain manusia tidak
mempunyai kebebasan, rasionalitas, dan kesedaran sehingga manusia disebut sebagai
pelaku moral sedangkan makhluk yang lainnya adalah objek moral karena ketiadaan
kesadarannya. Olehnya itu manusia adalah makhluk yang paling bertanggungjawab atas
penjagaan alam semesta (Paul Taylor). Selain itu, setiap makhluk memiliki tujuan pada
dirinya sendiri yang patut dihormati dan dihargai hak hidup dan hak kebebasannya.

3. Ekosentrisme
Ekosentrisme adalah lanjutan dari pandangan dunia biosentrisme dimana ada perluasan
nilai bukan hanya pada makhluk yang hidup tetapi segala alam semesta baik komunitas
biotik dan abiotik. Komunitas abiotik memiliki nilai pada dirinya dalam bentuk
keberadaannya sebagai ciptaan. Teori ekosentrisme juga dikenal sebagai teori deep ecology
yang dijelaskan oleh Arne Naess. Deep ecology merupakan kerangka teknis dari
ekosentrisme dimana memprioritaskan kepentingan jangka panjang. Perlu dipahami bahwa
dalam pandangan ini segala yang ada dalam alam semesta saling terikat satu dengan yang
lainnya dan menekankan kesalarasan hidup dari aspek alam, ekonomi, politik dan sosial
budaya. Platform aksi dari deep ecology adalah kearifan hidup atau biasa disebut dengan
ecosophy.
4. Ekofeminisme
Ekofeminisme merupakan pengembangan dari teori feminisme yang menolak adanya
dominasi dan subordinasi dalam kehidupan. Jika teori ekosentrisme dan biosentrisme
menekankan pada adanya hak dan nilai pada alam dan makhluk seluruhnya, ekofeminisme
lebih menekankan pada konsep mothering. Konsep ini menekankan pada kepedulian dan
cinta. Alam harus dicintai seperti halnya ibu mencintai anaknya. Olehnya itu tidak lengkap
konsep pandangan dunia terhadap lingkungan tanpa adanya konsep ekofeminisme ini sebab
tidak mungkin kita akan memberikan hak pada alam dan manusia jika kecintaan kita kepada
mereka tidak ada karena cinta adalah dasar sebuah gerak.
Berdasarkan pandangan tersebut, harus diakui bahwa semua memiliki pelajaran
yang harus dipetik dan dikomparasikan membentuk sebuah pandangan dunia baru yang
menjaga alam memberikan hak alam sama halnya memberikan hak kepada manusia atas
dasar kecintaan. Manusia dalam pandangan antroposentris pun tidak salah dengan
penjelasan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia karena kesadaran dan akal
yang dipunyainya. Olehnya itu, manusia yang bertanggungjawab terhadap makhluk diluar
dirinya yang tidak memiliki kesadaran dalam geraknya. Kerusakan lingkungan yang terjadi
saat ini karena kecenderungan antrposentris berlebihan yang dijewantahkan dalam konsep
ekonomi sebagai tolak ukur kesejahteraan masyarakat.
Manusia meliha alam pun berhubungan dengan pandangan dunia agama. Agama
hadir, lengkap dengan perangkat-perangkatnya mulai dari epistemelogi sampai pada
aksiologinya. Selanjutnya muncul pertanyaan bagi umat islam, “bagaimana islam
memandang manusia dan alam semesta?”. Hal ini penting untuk dikaji sebab agama menjadi
pandangan dunia dan dasar sebuah gerak.
Dalam islam sebagai agama penyempurna bagi agama-agama sebelumnya dengan
nabi yang sempurna begitupun kitab (al-quran) yang menyempurnakan kitab-kitab samawi
sebelumnya. Dalam islam pun telah digambarkan bahwa “telah nampak kerusakan di darat
dan dilaut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia..”[1]. Dalam dialog malaikat dengan
Allah swt pun dijelaskan bahwa “ Penyebab kerusakan oleh manusia ini disebabkan karena
manusia menganggap dirinya sebagai makhluk yang paling mulia diantara mahkluk yang
lain dengan otoritas yang diberikan oleh Allah sebagaimana tertulis dalam alquran
“sesungguhnya Aku (Allah) hendak menjadikan khalifah di muka bumi..”[2]. Manusia dijadikan
khalifah karena keistimewaan yang diberikan kepadanya sebab “sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”[3] dan “Kami utamakan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” [4].
Jika melihat ayat-ayat tersebut secara parsial maka superioritas manusia akan
mendorongnya berbuat semaunya tanpa memikirkan keberlanjutan alam dan anak cucunya
nanti. Ego individu ini seharusnya dirubah menjadi sebuah ego semesta. Tanpa adanya
perubahan ini, keadilan tidak akan dapat tercapai sebab yang bermain dalam diri manusia
adalah kepentingan individu. Perubahan ego dalam diri manusia dapat terealisasi dengan
perubahan pola fikir terhadap manusia dan alam semesta.
Penjelasan Mulla sadra bisa menjadi air yang menyirami kekeringan pandangan
sebagian kita terhadap alam, manusia, dan Tuhan. Ada 4 prinsip dasar dalam filsafat Mulla
sadra yang membangun kerangka filsafat hikmah al muta’aliyahnya.
1. Prinsip pertama adalah bahwa semua yang ada, termasuk di dalamnya Tuhan maupun
ciptaan Tuhan yang dengan sendirinya memiliki hirarki dan strata keberadaan yang
beragam, memiliki persamaan yang penting dan mendasar serta kesatuan erat yang tak
dapat dipisahkan.
2. Prinsip kedua adalah hubungan antara sebab dan akibat merupakan hubungan yang
eksis secara khas dan niscaya. Tuhan adalah sebab dari ‘keberadaan’ semua maujud. Oleh
sebab itu, hubungan keberadaanNya dengan maujud lain seperti langit, alam, bumi, manusia
dan yang lain adalah sebuah hubungan keniscayaan. Begitu pula hubungan antara masing-
masing akibatNya. Dalam tatanan terbaik ini, posisi manusia sangat istimewa karena
memiliki kehendak, ia berbeda dengan maujud yang tidak berkehendak atau berkehendak
namun berlandaskan insting. Manusia memiliki kehendak yang bebas dan selalu berada
antara dua jalur kebenaran dan kesalahan.
3. Prinsip ketiga yaitu bahwa segenap maujud di alam semesta, baik yang material maupun
yang metafisikal, kesemuanya adalah tampilan dan jelmaan Tuhan. Semua laksana cermin
menampakkan Tuhan di dalamnya. Oleh sebab itu semua maujud adalah tanda Tuhan.

[1]
Surah Ar-Rum 41
[2]
Surah Al-Baqarah : 30
[3]
Surah At-Tin : 4
[4]
Surah Al-Isra : 70
Implikasi prinsip di muka adalah kenyataan bahwa seluruh bagian dan makhluk yang
ada di dunia seluruhnya merupakan perwujudan serta bentuk nyata dari kebenaran Tuhan
di alam raya. Semua makhluk merupakan nama dan kata Tuhan; “nama” di sini adalah
sesuatu yang menunjukkan kebenaran yang spesifik. Seluruh hal merupakan tanda-tanda
Tuhan; alam raya seperti sebuah cermin di mana Tuhan hadir dan nyata, dan semua makhluk
ini dengan ukurannya masing-masing mewujudkan Tuhan; yang berarti, mereka semua
mengindikasikan kehadiran Tuhan.
4. Prinsip keempat adalah setiap maujud alam ini yang berada di martabat dan level
keberadaan manapun, memiliki semua sifat kesempurnaan. Setiap ‘yang ada’ memiliki
kehidupan, pengetahuan, kekuatan, kasih sayang, cinta sesuai dengan kadar keberadaannya.
Sifat-sifat kesempurnaan mengalir disegenap maujud alam ini baik yang material maupun
yang tidak. Maka, setiap ‘yang ada’ pasti memiliki sifat kesempurnaan dan selalu bergerak
menuju kesempurnaannya termasuk alam ini dengan gerak cinta dan peribadahan yang
tidak ketahui. Hal ini dijelaskan dalam al qur’an bahwa “Tidak satupun makhluk kecuali
bertasbih dengan memujiNya akan tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka”[5} “Dan kepada
Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang di bumi”[6].
Melihat tinjauan yang dijelaskan oleh mulla sadra dalam hikmah muta’aliyahnya dan
beberapa teori biosentrisme dan ekosentrisme serta ekofeminisme hal yang penting dapat
dipetik dalam merombak pemikiran, pandangan, dan perilaku kita terhadap alam adalah
sebagai berikut :
1. Melihat alam sebagai sesuatu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Kerusakan pada bagiannya akan berfek pada keseluruhan sistem alam semesta dan
penjagaan serta pemeliharaannya akan mempertahankan keseimbangan ciptaan.
2. Penghargaan terhadap alam dan pemeliharaannya adalah bentuk penjagaan nilai yang
melekat pada setiap makhluk ciptaan sebab setiap yang diciptakan adalah ciptaan Tuhan dan
bergerak saling menopang satu dengan yang lainnya untuk menuju kesempurnaan (Tuhan).
Cinta adalah dasar gerak kolektif menuju kesempurnaan (Tuhan) sebagaimana ciptaan eksis
karena kecintaan Tuhan terhadap makhluknya.
3. Ciptaan Tuhan adalah bentuk tajalli kekuasaan dan keindahan yang teraktual dalam
bentuk materi dan non materil seperti yang ada pada manusia, langit dan bumi. Olehnya itu
merusak alam berarti merusak keindahan Tuhan yang teremanasi pada alam tersebut.
4. Manusia sebagai makhluk satu-satunya yang memiliki kehendak bebas, kesadaran, dan
akal bertanggungjawab atas terwujudnya keseimbangan alam semesta seluruhnya
sebagaimana yang dijelaskan dalam al quran bahwa manusia adalah khalifah Allah swt di
bumi.

[5]
Surah Al-Isra’ : 44
[6]
Surah At-Tin : 4

Anda mungkin juga menyukai