Disusun oleh
LABORATORIUM REPRODUKSI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusunan buku penuntun praktikum Ilmu Kebidanan dan Kemajiran ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Buku penuntun praktikum Ilmu Kebidanan dan Kemajiran
ini merupakan hasil revisi dari penuntun sebelumnya. Pada penuntun Ilmu Kebidanan dan
Kemajiran ini berisi sebagian besar pokok-pokok bahasan yang terdapat pada bahan kuliah
teori.
Kami yakin bahwa apa yang terdapat pada buku penuntun ini masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya kami berharap masukan dari semua pihak sehingga dapat
dijadikan pelengkap materi praktikum di masa mendatang.
Kami berharap buku penuntun praktikum ini dapat dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan praktikum Ilmu Kebidanan dan Kemajiran mahasiswa Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Syiah Kuala.
1
DAFTAR ISI
2
PENENTUAN STATUS REPRODUKSI SAPI
DENGAN PALPASI REKTAL
Tujuan
- Untuk dapat mendiagnosis kebuntingan dan estimasi usia kebuntingan,
- Untuk dapat menentukan stadium siklus berahi seekor sapi yang sedang dalam keadaan
siklus.
- Inseminasi buatan
- Diagnosis kemajiran pada hewan betina
Dasar Teori
Saluran reproduksi tergantung pada dinding dorsal tubuh melalui broad ligament.
Bagian posterior saluran (vagina, serviks, dan sebagian uterus) terletak pada ruang pelvis
(dibentuk oleh dua tulang pelvis) dan pada bagian saluran reproduksi anterior menggantung di
atas tepi pelvis (uterus, oviduct, ovarium dan sebahagian serviks) dan tergantung dalam
rongga abdomen. Oleh karena itu, saluran reproduksi berlokasi langsung di bawah rektum.
Rektum sapi cukup besar yang memungkinkan insersi tangan dan telapak tangan palpator,
dinding rektum terasa cukup lunak yang memungkinkan menggenggam saluran reproduksi
melaluui dinding rektum. Dinding rektum juga cukup lunak sehingga perlukaan akibat palpasi
sangat jarang terjadi, meskipun demikian, ketika palasi dilakukan harus hati-hati karena
rektum dapat sobek atau rusak.
Bahan :
- Sapi betina
- Pelicin (Sabun, Minyak makan, vaselin, Gell)
- Alkohol
3
Gambar 2. Palpator harus menggunakan sarung tangan (handsglove)
e. Tangan harus dilicinkan atau dilubrikasi dengan Jelly atau minyak atau dengan air sabun/
sabun yang tidak mengiritasi.
f. Tangan dimasukkan ke dalam rektum, tangan dibuat berbentuk kerucut dan digerakkan
secara berputar untuk memasukkan jari dan tangan ke dalam rektum dengan lembut dan
kuat (Gambar 3).
g. Selanjutnya di dalam rektum, tangan dibiarkan terbuka ke bawah serta digerakkan ke
samping, bawah, dan ke atas sebelah dalam tepian kranial pelvis.
h. Beberapa upaya fisik sapi akan terjadi saat tangan memasuki rektum karena kekuatan
spinkter ani dan gerakan peristaltik rektum. Kontraksi sering menurun setelah telapak
tangan berada di dalam rektum. Jika terjadi kontraksi yang berat, personil yang lain dapat
menepuk atau menekan tulang belakang untuk meringankan tekanan.
i. Pada sapi potong dan breed kecil, umumnya feses harus dikeluarkan terlebih dahulu. Jika
terdapat darah bebas atau gumpalan darah segar yang cukup banyak dan tidak bercampur
feses, kemungkinan terjadi ruptur. Pemeriksaaan dihentikan dan sapi diberikan
pengobatan antibiotik dan atropin.
j. Jika udara masuk ke rektum, khususnya terjadi pada palpator yang membuat pergerakan
memasukkan dan mengeluarkan tangan dengan cepat. Jika ini terjadi, tidak mungkin
dilakukan palpasi saluran reproduksi karena rektum menggembung ke arah luar dan
elastisitas rektum berkurang. Untuk mengatasi hal ni, udara dapat dikeluarkan dengan
mengenggam lipatan rektum dan perlahan menggerakkannya ke arah anus.
4
Gambar 3. Bentuk tangan kerucut pada saat memasuki rektum
Rongga Pelvis
Karena palpasi uterus per rektal tergantung semata-mata pada kepekaan sentuhan, maka
penting untuk palpator lebih mengenal tulang-tulang di dalam rongga pelvis (Gambar 4)
Gambar 4. Tulang-tulang di dalam rongga pelvis : a) rongga pelvis; b) pelvic brim; c) lantai
pelvis; d) dinding pelvis; e) lekukan pelvis; f) Puncak ilium; g) tangkai ilium; h)
tuber ischium; i) arcus ischiadicus.
5
Retraksi
Retraksi uterus dimulai melalui penggenggaman serviks dan menariknya secara dorsal
dan caudal. Penarikan ini akan membawa cornua uteri dan broad ligament ke atas pelvic brim,
tetapi beberapa breed sapi yang lebih besar atau individual dengan saluran reproduksi yang
lebih besar dibutuhkan berulang-ulang. Uterus mungkin digenggam dengan meletakkan ibu
jari di bawah badan uterus dan menggantungnya berlawanan dengan dinding pelvis,
membiarkan jari bebas untuk menemukan broad ligament (Gambar 5a,b).
Gambar 5a. Proses retraksi uterus, genggaman dilakukan pada bagian serviks (tampak
samping).
Gambar 5b. Proses retraksi uterus, genggaman dilakukan pada bagian serviks.
Cantelkan ujung jari tengah dibawah broad ligament intercornua ventral, dan ditarik
uterus secara dorsal dan caudal ke dalam rongga pelvis (Gambar 6). Agar uterus tetap pada
tempatnya dan memungkinkan pemeriksaan kornua uterus efektif. Ligament intercornual
ventral harus dijaga pada level arcus ischiaticus, serviks berada dibawah dan cornua uteri
harus seluruhnya berada di ruang pelvis. Retraksi dapat dilakukan pada sapi yang tidak
bunting dan pada sapi bunting < 60 hari. Pada sapi yang bunting > 65 hari atau sapi yang
menderita pyometra, hidrometra atau gangguan lainnya akan menyebabkan uterus
membesardan mungkin sangat berbahaya sehingga penggunaan prosedur ekstraksi ini tidak
efektif dilakukan.
Jika retraksi sudah dilakukan, maka pemeriksaan menyeluruh harus dilakukan. Hal ini
dimulai dari bifurcatio uterus dan ke arah ujung (Gambar 7). Periksa masing-masing ukuran,
bentuk, konsistensi, tonus dan isi cornua. Kualitas kornua uteri yang dapat dipalpasi berubah
6
sesuai dengan status rerpoduksi dan penyakit pada sapi. Selama siklus estrus normal, tonus
uterus meningkat beberapa hari sebelum onset estrus dan tonus menjadi maksimal pada saat
estrus. Kondisi ini akan bertahan selama 2 hari, kemudian menurun ketika memasuki fase
luteal. Selama fase luteal cornua menjadi lembut dan lembek.
Berikut ini adalah urutan bagian-bagian yang harus ditemukan pada saat palpasi:
1. Cari Cervix
Cervix merupakan sebuah sruktur sirkuler yang keras yang terletak di bagian tengah
(midline) dari cavum pelvis, tetapi mungkin berpindah secara lateral karena penuhnya
vesica urinaria (kantong kemis) atau kondisi broad ligament yang pendek. Untuk
menemukan serviks, tangan ditempatkan ke arah bawah ruang pelvis. Serviks terasa kuat,
silindris, struktur irreguler yang sejajar dengan sumbu tubuh. Panjang dan diameternya
pada sapi yang tidak bunting adalah 8-12 cm dan 4-6 cm dan pada sapi dara adalah 6-8 cm
dan 3-4 cm. Ujung caudal cervix dapat dicapai dengan ibu jari dari os external untuk
memeriksa dan menentukan apakah cervix dalam keadaan terbuka atau tertutup atau
apakah ada prolaps dari cincin servikalisnya. Pada posisinya, servix dapat digenggam dan
pada sapi tidak bunting (atau sapi bunting dini) serviks akan bebas bergerak (Gambar 8).
Pada sapi bunting serviks menjadi membesar.
7
Gambar 8. Cara melakukan penggenggaman serviks
2. Menarik Cervix
Cervik ditarik sebanyak mungkin dan dipegang dengan 2 jari antara cornua uteri yang
tergantung pada ligamentum intercornualis. Untuk dapat mempalpasi keseluruhan dari
panjang cornua uteri, sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada hewan tidak bunting dan
sapi dalam keadaan bunting awal.
3. Pemeriksaan Cornua Uteri
Dengan jari yang kontak dengan broad ligament, arahkan jari secara ventral dan medial
sepanjang sisi anterior untuk mendapatkan kornua uterus yang melekat pada ligament.
Dengan jari-jari yang lembut, bawa cornua ke dalam tangan secara medial ke arah
bifurcatio uterus. Ini langkah yang sukar dilakukan untuk palpator pemula yang cenderung
tidak dapat mempertahankan cornua (Gambar 9).
Sesudah uterus diangkat, kedua cornua diperiksa dari bagian bawah sampai puncak. Dari
puncak cornua uteri akan mudah memeriksa bagian terbawah dari oviduct. Uterus
diperiksa ukuran dan kesimetrisan dari cornuanya; konsistensi dan ketebalan dindingnya.
Cornua uterus sapi bunting biasanya asimetris dan konsistensinya seperti balon yang tebal
dan berisi plasenta dari hari ke-30-90.
5. Memeriksa Ovarium
Ovarium terletak di sebelah lateral dan caudal dari puncak cornua. Ovarium dapat
ditemukan pada ujung cornua uteri atau didapat melalui broad ligament. Ketika ovarium
ditemukan, permukaan ovarium kemudian dieksplorasi menggunakan jari telunjuk dan ibu
jari, dan memungkinkan palpator untuk mengevaluasi ukuran ovarium, konsistensi,
menentukan struktur fungsional dan beberapa abnormalitas.
Panjangnya jika diukur dari bagian yang menempel sampai bagian yang bebas adalah 1,5-
4,0 cm dan ketebalannya dari anterior sampai posterior adalah 1,5-3,0 cm. Struktur normal
yang ditemukan pada ovarium adalah folikel dan corpora luteal. Diameter folikel terkecil
yang dapat dipalpasi adalah 5-6 mm dan terbesar 20 mm. Folikel yang normal berbentuk
bulat, srukturnya halus dan tegang. Folikel yang hampir ovulasi lunak dan rata. Setelah
ovulasi, folikel yang pecah lebih kecil dari folikel preovulasi. Ini sering disebut corpus
hemorhagikum tetapi mengandung sedikit darah dibandingkan spesies lain dengan sebuah
corpus haemorhagikum yang nyata. Dari sruktur ini corpus luteum berkembang dan
mencapai ukuran maksimum 20-30 mm selama pertengahan siklus. Konsistensi dari
corpus luteum seperti hati sampai meregresi yang dimulai kurang lebih hari ke-17 dari
siklus ketika Cl menjadi agak keras. Corpus luteum kebuntingan bentuknya bulat dan
tertanam atau melekat dalam ovarium, terasa lebih oedematous dari pada Cl saat fase
diestrus , terutama bulan ke- 3-5 kebuntingan.
9
Gambar 11. Eksplorasi ovarium dengan jari telunjuk atau ibu jari
1 Salah satu cornua uteri lebih besar dari pada yang lain; vagina kering
dan lengket; mucus tebal sekitar cervix; corpus luteum pada ovariu di
sisi yang sama dengan cornua yang bunting.
10
2 Uterus bunting membesar, mengembang dan tegang; dinding ganda
uterus dan pacenta; “slip membran foetal”; sekresi gelatinous dari
cervix; amnion berkembang , ukuran sebesar kelereng (2 cm) didapat
pada usia kebuntingan 5 minggu, sampai sebesar sebesar telur ayam (5
cm) pada umur 7 minggu.
7 Posisi fetus sudah kembali sejajar dengan pelvis, osifikasi fetus sudah
teraba jelas, teraba adanya fremitus arteria uterina media. Servik
terletak di depan tepi cranial pubis dan hampir tegak lurus ke bawah.
Pengamatan secara observasi visual :
Terlihat adanya hypertrophy(pembesaran) kelenjar mammae.
9 Ujung kaki depan dan moncong fetus sangat dekat dengan rongga
pelvis, Teracak, mulut, ukuran fetus semakin membesar dan fremitus
arteria uterina media semakin jelas dengan interval antara fremitus
(desiran semakin cepat). ; sumbatan cervix mencair; cervix mengendor
- Pengamatan secara visual observasi :
pada akhir masa kebuntingan otot-otot sekitar tulang panggul kelihatan
mengendur, vulva sedikit membengkak dan lendir banyak keluar.
Vulva membengkak; kelenjar mammae membesar dan oedematous;
pengeluaran lendir mucoid dari vulva.
Ligamentum sacroischiadicum melunak; apex sacrum beralih
mengarah ke atas karena pengendoran ligamentum tersebut;
11
Tabel 2. Karakteristik status kebuntingan sapi ketika dipalpasi Rektal
Usia Kebuntingan Perubahan-perubahan yang Keterangan
(hari) diperoleh ketika Palpasi Rektal
35-45 - Uterus terdapat di dasar pelvis
(kecuali pada sapi breed besar dengan
alat kelamin yang panjang)
- Salah satu kornua uterus membesar di
bagian dorsalnya
- Fetal membran slip dapat dipalpasi
- Palpasi Cl pada ovarium yang sejajar
dengan kornua uterus bunting
45 - 50 - Fetal slip membran
- Uterus masih di dasar pelvis, ukuran
uterus sedikit lebih besar dari
sebelumnya
- Palpasi Cl pada ovarium ipsilateral
60 - Uterus bunting akan mulai sedikit Diferensial Diagnosis:
melewati batas pelvis dan terasa 1. Pyometera :
seperti balon yang berisi air - uterus tebal
- Terdapat fetal slip membran - Pus (nanah bisa
- Cl pada ovarium ipsilateral didorong ke cornua
yang lain)
2. Endometritis
- Uterus terlalu besar.
3. Metritis :
- ada nanah di ekor
90 - Uterus sudah jauh melewati batas
pelvis dengan diameter 8-10 cm
- Panjang fetus mencapai 10-15 cm dan
fetus dapat dengan mudah dipalpasi
120 - Uterus sudah jauh melewati pelvis
brim (batas pelvis)
- Cervik hampir tertarik semuanya
melewati batas pelvis
- Fetus dapat dengan mudah dipalpasi
dengan panjang 25-30 cm
- Dapat diindentifikasi placentom kecil
150 - Uterus akan tertarik jauh melewati ke
dalam rongga abdomen dan cervik
akan terletak di batas pelvis
- Placentom jelas terlihat seukuran
ovarium
- Fetus berukuran 35-40 cm
- Fetus kadang sulit dipalpasi pada sapi
breed yang lebih besar
- Fremitis lebih jelas dengan arteri
berukuran 6 mm – 1,25 cm
diameternya
12
Usia Kebuntingan Perubahan-perubahan yang Keterangan
(hari) diperoleh ketika Palpasi Rektal
Ukuran foetus pada berbagai stadium kebuntingan yang dihubungkan dengan ukuran
hewan secara umum dan posisi serta diameter uterus dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Perbandingan ukuran Fetus sapi dengan ukuran beberapa spesies lain pada beberapa
usia kebuntingan
Usia kebuntingan1 Ukuran foetus
2 bulan Mencit
3 bulan Tikus
4 bulan Anak anjing
5 bulan Kucing besar
6 bulan Anjing
Keterangan : apabila fetus sapi tersebut dikeluarkan dari induknya.
Apabila penetapan usia kebuntingan sapi melalui pemeriksaan secara per rektum,
terdapat tiga variabel yang harus diperiksa yaitu 1) Posisi Uterus; 2) diameter uterus dan
3) Struktur yang dapat dipalpasi. Karakteristik kebuntingan pada sapi dapat diketahui seperti
yang dijelaskan pada Tabel 4 di bawah ini.
13
Tabel 4. Posisi dan diameter uterus dan struktur yang dapat dipalpasi pada berbagai usia
kebuntingan Sapi.
Usia kebuntingan Struktur yang dapat
Posisi uterus Diameter uterus
(hari) dipalpasi
35-40 Lantai pelvis Sedikit membesar Uterus asimetris / teraba
membran slip
45-50 Lantai pelvis 5,0 – 6,5 cm Uterus asimetris / teraba
membran slip
60 Pelvis / abdomen 6,5 – 7,0 cm Membran slip
(berada di pelvic
brim)
90 Abdomen 8,0 – 10,0 cm Placentom kecil* /
panjang fetus (10-15 cm)
120 Abdomen 12 cm Placentom lebih besar /
panjang fetus (25-30
cm)/fremitus terasa
150 Abdomen 18 cm Placentom besar /
panjang fetus (35-40
cm)/fremitus terasa
Keterangan : * sebesar uang logam Rp 1000,-
Daftar Pustaka
1. Ghosh. J., Evaluation of female reproductive tracts in cattle and buffaloes. Molecular Biology
Laboratory NIANP, Bangalore.
2. PustakaVet.2011.MendiagnosisKebuntinganpadaSapidenganTeknikPalpasiPerektal.http://pustakav
et.wordpress.com.
3. Toelihere MR. 1985. Ilmu Kebidanan Pada Ternak sapi dan Kerbau. Salemba Jakarta Universitas
Indonesia
4. McCarthy P. 2010. Rectal Examination of a Cow. www.ucd.ie/vetanat/images/image.htm.
5. Rasad. S.D., 2011. Diagnosa Kebuntingan. http://blogs.unpad.ac.id/daatje/files/2011/03/BAB-IV-
Diagnosa-Kebuntingan1.pdf. Akses 14 Februari 2017.
6. Toelihere MR. 1985. Ilmu Kebidanan Pada Ternak sapi dan Kerbau. Salemba Jakarta Universitas
Indonesia
7. Manan D. 2000. Ilmu Kebidanan Pada Ternak. Nangroe Aceh Darussalaam. Universitas Syahkuala.
8. http://cal.vet.upenn.edu/projects/fieldservice/dairy/perepro.htm
9. http://www.partners-in-reproduction.com/reproduction-cattle/pregnancy-diagnosis.asp
14
DIAGNOSIS KEBUNTINGAN DENGAN ULTRASONOGRAFI
Tujuan
Untuk mengetahui cara mendiagnosis kebuntingan menggunakan USG pada domba
dan/kambing sedini mungkin.
Dasar Teori
Ultrasonography (USG) merupakan alat pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara ultra (ultrasound). Gelombang tersebut kemudian akan diubah menjadi
gambar. Hasil pencitraan dapat dilihat melalui layar monitor. Pemeriksaan USG dapat
dilakukan untuk menentukan usia kebuntingan, melihat kondisi kebuntingan, termasuk
kelainan janin. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kebuntingan pada umur 25 hari setelah IB
pada ternak. Usia kebuntingan yang dianjurkan untuk digunakan USG sebagai alat penentu
kebuntingan mulai umur 30 hari setelah inseminasi. Semakin muda usia kebuntingan makin
menurun akurasinya. Usia muda kebuntingan juga berpotensi menyebabkan kematian embrio
dini bila kurang hati-hati melakukan pemeriksaan USG.
Penggunaan USG pada domba dan kambing dapat dilakukan dengan 3 cara, yang
pertama Transcutaneus ultrasonography yaitu USG yang dilakukan dengan menempatkan
tranducer atau probe USG pada bagian ventral abdomen. Yang kedua Transrectal
ultrasonography yaitu dengan memasukkan probe ke dalam rectum. Yang ke tiga
Transvaginal ultrasonography yaitu dengan memasukkan probe ke dalam vagina.
Umumnya, ada dua jenis probe yang sering digunakan yaitu Linear probe yang
digunakan untuk evaluasi transrectal USG, dan Convex probe yang digunakan untuk evaluasi
transcutaneus USG(DesCôteaux et al., 2006a). Scanner dengan linear probe dan convex probe
dapat digunakan pada frekuensi 3,5 s/d 5,0 MHz. Probe berfungsi sebagai pemancar dan
sekaligus penerima gelombang suara. Pulse listrik yang dihasilkan oleh generator (Mesin
USG) diubah menjadi energi akustik oleh probe yang dipancarkan dengan arah tertentu pada
bagian tubuh yang diinginkan, sebagian akan dipantulkan dan sebagian akan merambat terus
menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam echo sesuai dengan jaringan
yang dilaluinya.
Gambaran echo yang terlihat dapat dibagi menjadi tiga (3) yaitu 1. Hyperechoic yaitu
gambaran organ yang terlihat berwarna putih biasanya berupa tulang, 2. Hypoechoic yaitu
gambaran organ berwarna abu-abu (sedikit putih sampai agak kehitaman), terlihat pada organ
hepar, dinding uterus, ginjal, lapisan jantung, juga feses dan nanah (eksudat purulenta). 3.
Anechoic yaitu gambaran yang terlihat berwarna hitam berupa lumen (lubang) misalnya
lumen servik, lumen uterus, dan dapat juga berupa lumen yang berisi cairan dan sejenisnya
misalnya cairan chorion dan amnion, plasma darah, dan urine dalam vesica
urinaria.(DesCôteaux et al., 2006a).
Bahan:
- Domba betina atau Kambing betina
- Jelly ultrasound
- Tissue
Prosedur Kerja
Transcutaneous ultrasonography
Pemeriksaan dilakukan menggunakan domba dan/kambing baik sedang bunting atau
tidak bunting. USG transcutaneous dapat dilakukan ketika domba sedang berdiri, duduk atau
berbaring.
Prosedur Pelaksanaan
- Siapkan perangkat USG pada meja khusus, usahakan perangkat USG ditempatkan di
sebelah kiri lengan operator dan hewannya berada di sebelah sebelah kanan operator.
- Kambing direstrain dengan cara mengikat kaki depan dan kambing direbahkan ke
samping, bagian kaki belakang dan abdomen kambing menghadap ke operator.
- Terlebih dahulu dicukur bulu di sekitar pangkal kaki belakang bagian dalam, sampai ke
arah mamme.
- Oleskan gelly sekitar abdomen yang akan di USG tepatnya pada bagian dalam pangkal
kaki belakang di atas mammae,
- Kemudian oleskan gelly pada bagian atas probe (tranduser).
- Selanjutnya probe ditempatkan pada area yang telah diberi gell (di bagian atas mammae),
lalu diarahkan ke cranial, kemudian diarahkan ke dorsal dan sedikit ke caudomedial.
- Probe sedikit ditekan pada abdomen ke arah vesica urinaria.
- Untuk hasil diagnosis kebuntingan sederhana, dengan kata lain untuk membedakan
domba dan kambing betina yang bunting dan tidak, probe dapat diposisikan hanya di
cranial dari mammae tanpa harus menggunting bulu atau rambut. Pada dasarnya, uterus
yang tidak bunting dan uterus pada awal kebuntingan dapat memperlihatkan gambaran
visual yang terbaik pada daerah ini.
16
- Sedangkan selama trimester terakhir uterus yang bunting diperlukan area yang luas untuk
memindahkan probe ke cranial guna mendapatkan gambaran yang baik dan komplit dari
fetus. Pada kasus ini sebagian bulu dan rambut harus dicukur sebelum evaluasi dilakukan.
- Untuk dapat menghitung jumlah fetus dengan teliti setelah hari 100 kebuntingan, maka
20 s/d 40 cm area di sekitar mammae harus dicukur dan kedua bidang abdomen harus
discan.
- Pada usia kebuntingan dini hasil USG memperlihatkan gambaran utuh dari fetus berupa
gambaran tulang belakang dari foetus, tetapi pada usia kebuntingan tua bagian-bagian
fetus saja.
- Tampilan di monitor USG akan terlihat seperti pada gambar di bawah ini.
17
Gambar 2. (G) Kebuntingan umur 40 hari dimana terlihat (1) embryo berukuran 21 mm dengan 7.5
MHz, (2) cairan amniotic, (3) cairan allantois, (4) anggota gerak (limb), (5)
placentom; (H) Kebuntingan umur 42 hari dimana terlihat bagian kepala dan tubuh fetus,
membrane amniotic, dan placentome; (I) Kebuntingan umur 43 hari; (J) Kebuntingan umur
45 hari dimana terlihat fetus, membrane amniotic, dan placentome; (K) Kebuntingan umur
50 hari;(L) Kebuntingan umur 53 hari dimana terlihat (1) bagian tubuh fetus, (2) amnion,
(4) kepala.
Sumber : (Frickle dan Lamb, 2002; Blankenvoorde, 2011; BCF Technology Ltd, 2012; Lemma, 2014).
Gambar 3. (M) Kebuntingan umur 59 hari dimana terlihat (1) bagian anterior thorax fetus, (2) anggota
gerak (kaki depan); (N) Kebuntingan umur 59 hari dimana terlihat (2) anggota gerak (kaki
depan), (3) placentome, (4) rusuk (ribs), (5) umbilical cord; (O) Kebuntingan umur 100
hari.
Sumber : (Frickle dan Lamb, 2002; Blankenvoorde, 2011; BCF Technology Ltd, 2012; Lemma, 2014).
18
Gambar 4. Gambaran USG pada Diagnosa kebuntingan kambing. (A) Kebuntingan tahap awal yaitu
umur 20-26 hari terlihat pada area non-echogenic (NE); (B) Kebuntingan umur 28 hari
dimana terlihat fetus, jantung, dinding uterus, cairan amniotic dengan menggunakan probe
transrectal; (C) Kebuntingan umur 33 hari dimana terlihat detak jantung fetus dan cairan
amniotic; (D) Kebuntingan umur 63 hari dimana terlihat jantung fetus dan spial cord; (E)
Kebuntingan umur 72 hari dimana terlihat fetus, jantung, dan placentome dengan
menggunakan probe transrectal; (F) Kebuntingan umur 82 hari dimana terlihat jantung
fetus; (G) Kebuntingan tahap akhir pada umur 103 hari dimana terlihat fetus, spial cord,
dan organ fetus; (H) Kebuntingan tahap akhir pada umur 103 hari dimana terlihat jantung
fetus, organ fetus serta spinal cord dengan menggunakan probe transabodominal; (I)
Kebuntingan umur 143 hari dimana terlihat placentom dengan menggunakan probe
transabdominal. Sumber : Raja Ili Airina et al., 2011; Raja-Khalif et al, 2014.
19
penentuan fetal sex dapat dilakukan secara USG seawal 55-60 hari post-ovulasi (54-100 hari
kebuntingan, ideal 60 dan 70 hari kebuntingan) (BCF Technology Ltd, 2012). Pada kambing,
penentuan fetal sex dapat diamati mulai sekitar umur kebutingan 40-60 hari (Santos et al.,
2006).
Gambar 5. Gambaran USG foetal sexing pada diagnose kebuntingan bovine. (A) Gambaran
perkembangan fetal sex pada umur kebuntingan 40 hari dimana terdapat adanya bentukan
kecil sebagai genital tubercle (GT) pada garis median dari dinding andominal diantara kaki
belakang, dan diantara GT serta umbilicus (OM) terdapat pembengkakan genital (GS,
genital swelling); (B) Gambaran perkembangan fetus jantan dimana pada sekitar umur
kebuntingan 50 hari genital tubercle (GT) akan bermigrasi ke cranial berdekatan umbilicus
20
(OM) sedangkan pada sekitar kebunitngan 58 hari pembengkakan genital (GS) akan lebih
ke caudal dan menyatu ke garis median dimana GS akan berkembang menjadi scrotum,
serta terlihat urogenital fold (UF) pada kebuntingan 65-70 hari yang nantinya berkembang
sebagai prepuce (preputium penis); (C) Gambaran perkembangan fetus betina dimana
sekitar umur kebuntingan 50 dan 58 hari genital tubercle (GT) akan bermigrasi diantara
kaki belakang menuju region anal yang lokasinya berdekatan dengan ekor (arah migrasi
berlawanan dengan arah migrasi fetus jantan) dimana GT akan berkembang menjadi
clitoris dan urogenital fold (UF) akan berkembang menjadi vulvar labia; (D) Fetus jantan
dimana penis terletak di caudal umbiliculus dan terdapat scrotum di antara kaki
belakang; (E) Gambaran USG fetus jantan pada umur kebuntingan 70 hari dimana terlihat
genital tubercle (MGT, male genital tubercle) yang terletak berdekatan dengan umbilicus;
(F) Gambaran USG fetus jantan pada umur kebuntingan 70 hari dimana terlihat scrotum
yang terletak diantara kaki belakang; (G) Gambaran USG fetus jantan dimana terlihat
genital tubercle yang terletak diantara umbilicus cord dan kaki belakang (letak MGT lebih
berdekatan dengan umbilicus); (H)Gambaran USG fetus jantan pada umur kebuntingan 65
hari dimana terlihat scrotum dan diperjelas dengan adanya gambaran pada (I) yaitu bulatan
kuning menunjukkan anggota gerak (limb), bulatan merah yaitu umbilicus, bulatan hijau
yaitu genital tubercle, dan segiempat biru yaitu scrotum;
Gambar 6. (J) Fetus betina dimana terdapat vulva (FGT, female genital tubercle) yang terletak diantara
kaki belakang dan ekor (letak FGT lebih berdekatan dengan ekor); (K) Gambaran USG
fetus betina pada umur kebuntingan 75 hari dimana terlihat genital tubercle yang terletak
berdekatan dengan ekor; (L) Gambaran USG fetus betina pada umur kebuntingan 80 hari
dimana terlihat putting, paha, umbilicus; (M) Gambaran USG fetus betina dimana terlihat
genital tubercle yang terletak berdekatan ekor; (N) Gambaran USG fetus betina pada umur
kebuntingan 65 hari dimana terlihat genital tubercle betina dan diperjelas dengan adanya
gambaran pada (O) yaitu bulatan kuning menunjukkan anggota gerak (limb) dan bulatan
hijau yaitu genital tubercle. Sumber:Fricke dan Lamb, 2002; Stroud, 2005; DesCôteaux et
al., 2006; Lamb dan Fricke, 2008; BCF Technology Ltd, 2012.
21
Daftar Pustaka ;
1. Adam, G.P., dan Singh, J., 2011. Bovine Bodyworks: Ultrasound Imaging of Reproductive Events in
Cows. http://www.wcds.ca/proc/2011/Manuscripts/Adams.pdf
2. BCF Technology Ltd, 2012. Bovine Reproduction Clinical Ultrasound Booklet with Easi-
Scan. http://www.uk-ireland.bcftechnology.com/resources/~/media/LEARNING%20ZONE/
Articles/ Bovine%20articles/Files/BCF%20Bovine%20Booklet%20English%20low%20res.pdf.
3. Blankenvoorde, G., 2011. Determination of Gestational Age in Dairy Cattle Using Transrectal
Ultrasound Measurements of Placentome Size. http://dspace.library.uu.nl/handle/1874/211905
4. DesCôteaux, L., Carrière, P.D., dan Durocher, J., 2006a. Ultrasonography of The Reproductive System
of The Cow: Basic principles, Practical uses and Economic aspects of This Diagnostic Tool in Dairy
Production.http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.573.3384&rep=rep1&type=pdf
5. Midla, L/. 2014. Goat Pregnancy Detection with Easi-Scan: Part 1 of 2
http://www.northamerica.bcftechnology.com/learning/farm-animal/clinical-resources/goat-pregnancy-
detection-with-easi-scan-part-1-of-2.
6. Raja Ili Airina, R.K., Mohd Nizam, A.R., Abdullah, R.B., dan Wan Khadijah, W.E., 2011. Using Fetal-
Heart Size Measured from Ultrasound Scanner Images to Estimate Age of Gestation in Goat. Journal o
Animal and Veterinary Advances, 10 (19): 2528-2540.
7. Raja-Khalif, R.I.A., Rahman, M.M., Wan-Khadijah, W.E., dan Abdullah, R., 2014. Pregnancy
Diagnosis in Goats by Using Two Different Ultrasound Probes. The Journal of Animal & Plant
Sciences, 24(4):1026-1031.
8. Santos, M.H.B., Moura, R.T.D., Chaves, R.M., Soares, A.T., Neves, J.P., Reichenbach, H.D., Lima,
P.F., dan Oliveira, M.A.I., 2006. Sexing of Boer Goat Fetuses Using Transrectal Ultrasonography.
Anim. Reprod., 3(3):359-363.
22
DIAGNOSIS KEBUNTINGAN SECARA KIMIA
Tujuan
Untuk mengetahui cara mendiagnosis kebuntingan secara kimia dengan memanfaatkan
sampel urin.
Dasar Teori
Secara fisiologis terdapat 4 hormon yang esensial pada fase kebuntingan yakni
progesteron, estrogen, Luteinizing Hormone (LH), dan Luteotropic Hormone (LTH).
Pemeriksaan untuk mengetahui dan mengukur keberadaan hormon ini dijadikan dasar bagi
suatu metode diagnosis.
Saat ini telah diperoleh kemajuan yang besar dalam pengukuran hormon baik
menggunakan teknik radioimmmunoassay (RIA) maupun enzim-linked
immunoabsorbenassay (ELISA) sehingga secara akurat dapat diketahui kadar hormon-
hormon tersebut di dalam darah. Meskipun demikian, kedua teknis di atas dalam prakteknya
tidak sederhana dan memerlukan biaya dan peralatan yang relatif mahal dalam pelaksanaan di
lapangan.
Metode pemeriksaan kebuntingan secara kimia urin pada babi merupakan trnak pertama
yang diperiksa oleh Cuboni-Lunaas. Metode ini didasarkan untuk mengetahui keberadaan
hormon estrogen di dalam urin babi yang sedang bunting. Estron sulphat merupakan estrogen
utama yang dihasilkan oleh hewan betina bunting dan dapat diukur pada plasma induk, susu
atau urin pada seluruh spesies ternak.
Berdasarkan asumsi di atas, metode pemeriksaan Cuboni-Lunaas dapat juga dilakukan
pada ternak lain seperti sapi, kambing, kuda dan kerbau. Kelemahan dari metode ini
dibanding kedua metode terdahulu adalah metode ini tidak dapat mendiagnosis kebuntingan
dini. Hal ini disebabkan keberadaan hormon ini di dalam urin baru bisa dideteksi mulai hari
ke-72 kebuntingan pada sapi. Sementara, pada kambing dan domba diagnosis kebuntingan
dengan metode kimia ini dapat dilakukan pada hari ke-50 setelah perkawinan. Konsentrasi
Oestrone Sulfat yang tinggi dapat dideteksi sampai menjelang kelahiran (Meredith, 1995).
Sedangkan Hafez & Hafez (2000) mengatakan bahwa metode ini sudah bisa dilakukan pada
kambing dan domba mulai hari 40-50 setelah perkawinan.
Cara Kerja :
- Pemeriksaan dilakukan menggunakan urin sapi betina bunting dan non-bunting
- Tampung sampel urin sebanyak 7,5 ml dari masing-masing sapi tersebut, masukkan ke
dalam tabung reaksi panjang.
- Lalu masukkan 1,5 ml HCl pekat dan dipanaskan dalam water-bath pada 90oC selama 10
menit.
23
- Campuran tersebut kemudian didinginkan
- Setelah dingin, campuran (Urin-HCl) dituang ke dalam labu pisah,
- ditambahkan 9 ml benzil alkohol (benzol) ke dalam labu pisah tersebut dan
dihomogenkan.
- Selanjutnya Lapisan benzol (lapisan yang terlihat bening) dikoleksi ke dalam tabung
reaksi dengan cara putar kran (pin) pada bagian bawah dari labu pisah.
- Kemudian larutan bening tersebut dituang ke dalam tabung reaksi yang berisi H2SO4
pekat 5 ml.
- diPanaskan dalam waterbath pada suhu 80 0C selama 5 menit.
- Campuran kemudian didinginkan kembali.
Indikasi Hasil ; Bila terlihat adanya zat fluorescen berwarna hijau di permukaan H2SO4
menandakan adanya estrogen dan diberi skor positif (bunting), sebaliknya bila tidak terlihat
zat fluorescen tersebut berarti tidak ada estrogen dan sapi diberi skor negatif (tidak bunting).
24
DIAGNOSA PENYAKIT REPRODUKSI DENGAN CITOLOGI BRUSH
(SWAB VAGINA)
Tujuan
Untuk mengetahui teknik diagnosa penyakit reproduksi menggunakan metode swab vagina
pada sapi, kambing.
Dasar Teori
Pengamatan aktivitas siklus estrus dalam sistem reproduksi melalui perubahan
sitologik epitel vagina telah banyak dilakukan pada berbagai jenis hewan. Pengamatan
sitologik vagina dilakukan dengan membuat preparat ulas vagina dan melihat bentuk sel dari
selaput lendir (mucosa) cervix. Pengamatan terhadap morfologi sel-sel epitel vagina
merupakan metode sederhana yang dapat digunakan oleh praktisi untuk mengkarakterisasi
fase siklus estrus pada ternak dan untuk mengevaluasi berbagai penyakit saluran reproduksi
dan menetukan waktu yang tepat untuk inseminasi. Sel epitel vagina dapat dibedakan menjadi
tiga tipe yaitu sel parabasal, intermediet dan superfisial. Pemeriksaan sitologi epitel vagina
selama siklus birahi selama ini selalu dihubungkan dengan gejala birahi yang muncul secara
klinis.
Metode vaginal smear menggunakan sel epitel dan sel lukosit sebagai bahan
identifikasi. Sel epitel merupakan sel yang terletak di permukan vagina, sehingga apabila
terjadi perubahan kadar estrogen maka sel epitel merupakan sel yang paling awal terkena
akibat dari perubahan tersebut. Sel leukosit merupakan sel antibodi yang terdapat di seluruh
bagian individu. Sel leukosit di vagina berfungsi membunuh bakteri dan kuman yang dapat
merusak ovum. Sel epitel berbentuk oval atau polygonal, sedangkan sel leukosit berbentuk
bulat berinti.
Gambar 2. Ilustrasi perubahan sitologi vagina terkait dengan tingkat estrogen plasma: dalam
rata-rata siklus estrus anjing.(Sumber : Feldman and Nelson. 2004. Ovarian Cycle and
Vaginal Cytology.... Philadelphia).
Pengamatan terhadap gangguan pada saluran reproduksi juga dapat dilakukan melalui
perubahan sitologik epitel vagina.Gangguan reproduksi dapat disebabkan oleh infeksi
nonspesifik dan spesifik.Gangguan reproduksi juga disebabkan oleh adanya agen infeksi
seperti bakteri, virus, protozoa (parasit), dan jamur.
Infeksi bakteri Actinomyces spp pada vagina biasanya membentuk koloni seperti bola
kapas yang tebal/pekat yang dapat ditemukan diantara sel epitel vagina. Pada infeksi yang
26
disebabkan oleh Trichomonasvaginalispada vagina ditandai dengan sel-sel epitel skuamosa
menunjukkan perubahan reaktif dengan pembesaran nucleus yang ringan dan lingkaran
cahaya perinuklear kecil. Sering ada infiltrasi neutrophilic padat, dan agregat neutrofil bentuk
yang kadang-kadang disebut sebagai "bola meriam", Ini disebabkan karena sel epitel
difagositosis bersama Trikomonas oleh makrofag dan neutrofil.Infeksi Jamur juga dapat
terjadi pada vagina, salah satunya adalah Candida albicans yang berbentuk yeast dan
memiliki Pseudohyphae. C. Albicans ini merupakan penyebab penyakit candidiasis pada
ternak. Selain itu, pada vagina juga terdapat bakteri flora normal seperti Lactobacillus sp yang
tumbuh dan berkembang di dalam saluran vagina.Peruban pH vaginaakan menyebabkan
fluktuasi dari jumlah dari flora normal, serta pertumbuhan dari mikroorganisme lain
di vagina.
Prosedur Kerja
1. Sampel/lesi diambil dari hasil swab pada vagina menggunakan cutton bud,
2. Kemudian hasil swab dioleskan di atas gelas objek dengan cara diputar sebanyak tiga kali
hingga membentuk tiga lapisan (lapisan sebaiknya tidak ditimpa dengan lapisan pertama)
3. lalu dikering dengan cara diangin-anginkan di udara,
4. kemudian difiksasi dengan metanol selama 5-15 menit dan dikeringkan kembali di udara.
5. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan Giemsa 30%, terlebih dahulu Giemsa diisi ke
dalam staining jar, lalu dimasukkan hasil swab yang telah difiksasi, dan diamkan selama
10-15 menit,
6. Kemudian preparat dibersihkan di bawah air mengalir untuk mengurangi pewarnan yang
berlebihan (air jangan dialirkan langsung di atas lapisan hasil swab),
7. kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara,
8. Lakukan pengamatan sel-sel epitel vagina di bawah mikroskop dengan pembesaran
10x40.
9. Lakukan pengamatan perubahan yang terjadi pada sel epitel, inti sel, maupun keberadaan
bakteri, jamur, dan perubahan lainnya.
27
Gambar 1. Infeksi bakteri Actinomyces spp pada vagina. Bakteri ini berfilamen dan membentuk koloni
seperti bola kapas yang tebal/pekat.
Gambar 2. Infeksi protozoa Trichomonas vaginalispada vagina. Berbentuk seperti buah pir / alpukat
yang mempunyai flagella sebagai alat gerak.
Gambar 3. Infeksi Jamur pada vagina. Infeksi Jamur Candida albicansyang berbentuk yeast dan
memiliki Pseudohyphae. Jamur dapat tumbuh pada sel epitel vagina.
28
Gambar 4. Bakteri lactobacillus pada vagina.Bakteri laktobacillus merupakan salah satu bakteri flora
normal pada vagina.Dalam jumlah yang banyak, nucleus sel terlihat terpisah / keluar dari
intermediate cells.
Daftar Pustaka
29
DIAGNOSIS ENDOMETRITIS PADA SAPI
Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium uterus sapi yang biasanya
terjadi setelah proses kelahiran. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sapi perah dibandingkan
pada sapi potong. Postpartum endometritis pada sapi perah adalah peradangan endometrium
yang terjadi pada 21 hari atau lebih setelah melahirkan tanpa diikuti gejala sistemik penyakit
(Sheldon ,dkk., 2006).
Pada awalnya, deteksi endometritis dilakukan dengan cara observasi leleran vulva atau
menggabungkan dua metode sekaligus yaitu palpasi uterus, dan pemeriksaan servik dengan
spekulum vagina atau pemeriksaan vagina dengan cara memasukkan tangan ke dalam vagina.
Walaupun metode ini sebelumnya ada hasilnya, tapi prosedur ini memiliki keterbatasan baik
karena kurang sensitif (yaitu banyak kasus kasus yang tidak terdiagnosis) bila sapi-sapi betina
yang diperiksa terisolasi tempatnya atau prosedur ini sangat memakan waktu yang banyak
apabila dilakukan pada sejumlah kelompok sapi betina yang besar.
Sejak dimulainya produksi alat Metricheck pada tahun 2007, diganosis endometritis
dapat dilakukan untuk semua ternak sapi betina dengan efisien dan juga tingkat keberhasilan
diagnosis menjadi lebih baik setelah musim melahirkan. Hasil pemeriksaan dengan alat
Metricheck telah dibandingkan dengan beberapa metode diagnosis endometritis lainnya
seperti metode Cytologi dan biakan bakteri dengan korelasi yang baik dengan dua metode ini.
Waktu pelaksanaan diganosis Endometritis sangat perlu dipedomani karena adanya
leleran vulva yang normal terjadi dalam periode kurang dari 14 hari setelah melahirkan.
Leleran berwarna merah gelap tanpa adanya bau biasanya normal terjadi pada hari 5 – 7
postpartum. Leleran yang agak kental dan transparan dengan gumpalan nanah biasanya
normal terjadi antara hari ke 7 – 14 postpartum, leleran ini biasanya juga berbau. Leleran yang
terjadi dalam waktu 14 hari setelah melahirkan adalah leleran normal yang merupakan bagian
dari proses pembersihan setelah melahirkan dan tidak memerlukan pengobatan. Hanya apabila
leleran yang keluar bersifat abnormal dalam periode 14 hari postpartum, biasanya cukup
diberikan injeksi antiobiotik Penicillin.
Oleh karenanya, penggunaan alat Metricheck dapat digunakan untuk mendeteksi
endometritis pada hari ke 14 atau lebih setelah melahirkan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan diagnosis yang kecepatan dan memberi pengobatan sapi betina yang
sebenarnya tidak diperlukan. Apabila kasus endometritis dapat didiagnosis setelah 14 hari
melahirkan maka lebih dianjurkan pengobatannya secara infusi intrauterin.
Pada kebanyakan peternakan sapi perah, diagnosis endometritis dengan dengan alat
metricheck dilakukan pada minggu ke -5 setelah tanggal estimasi melahirkan dibandingkan
dengan pemeriksaan minggu ke-9 dan minggu ke-11. Saat ini para ahli merekomendasikan
diagnosis Endometritis dengan alat Metricheck pada 21 hari sebelum dimulainya periode
perkawinan. Hal ini memungkinkan seluruh induk sapi untuk melahirkan paling tidak dalam
waktu 14 hari sebelum pemeriksaan dan memberikan waktu penyembuhan yang cukup setelah
pengobatan. Hasil penelitian di Australia melaporkan bahwa waktu pengobatan endometritis
antara hari 14-28 setelah melahirkan lebih efektif dibandingkan pengobatan yang diberikan
setelah 28 hari setelah melahirkan.
30
Prosedur Pemeriksaan Endometritis
1. Sapi betina yang akan diperiksa direstrain di dalam nostal.
2. Vulva dibersihkan dengan bahan desinfektan.
3. Alat metricheck dimasukkan ke dalam vagina sampai terasa tertahan di mulut
cervik dan kemudian dikeluarkan.
4. Pemeriksaan leleran vagina dilakukan pada mangkok karet yang terdapat di ujung
alat Metricheck.
5. Skoring Endometritis berdasarkan leleran vagina dilakukan berdasarkan kriteria
berikut (McDougall dkk., 2007) :
0 = tidak ada leleran
1 = leleran transparan
2 = leleran kental dengan bercak nanah
3 = leleran kental bernanah
4 = leleran bernanah
5 = leleran yang berbau
6. Penetapan skoring endometritis.
Prosedur pemeriksaan endometritis lain dan menggunakan alat Metricheck dapat dilakukan
melalui metode berikut dengan rekomendasi terapi menggunakan Metricure intrauterine.
TERAPI ENDOMETRITIS
Day >21 pp – check for size consistence and contents of the uterus and
prefence of vagina/cervical discharge/add lab methode if in doubt
Endometritis confirmed
31
Daftar Pustaka :
1. McDougall, S., R., Macaulay, and C. Compton.2007. Association between
endometritis diagnosis using a novel intravaginal device and reproductive performance
in dairy cattle. Anim.Reprod. Sci. 99: 9-23.
2. Sheldon, I., M., G.S. Lewis , S. Leblanc, and R.O. Gilbert.2006. Defining postpartum
uterine disease in cattle. Theriogenology.65:1516-1530.
3. Dubuc,J.c T.T. Duffield, K.E. Leslie, J.S.,Walton, and S.J. LeBlanc.2010. Definitions
and diagnosis of postpartumendometritis in dairy cows. J.Dairy.Sci. 93:5225-5233.
32
STRUKTUR ANATOMI FETUS DAN PLASENTA
Dasar Teori
Membran fetus berfungsi sebagai pelindung fetus, sarana pengangkut makanan dari
induk ke fetus, sarana penampung sisa metabolisme dan tempat sintesis enzim dan hormon.
Selaput fetus terdiri dari kantung kuning telur primitif. Amnion, allantois dan trophoblast atau
chorion yang membentuk chorioallantois bila bersatu dengan alantois.
Amnion adalah bagian yang menyelubungi fetus di bagian paling dalam. Chorion
adalah bagian yang menyelubungi fetus di bagian paling luar yang berhubunganlangsung
dengan karunkula / endometrium. Sedangkan allantois adalah bagian yang terdapat diantara
amnion dan chorion. Kemudian lapisan alantois meluasdanbersatudengankhorionyang disebut
dengan Chorioalantois. Bagian apex dari chorioallantois berbentuk menyempit (dengan
sedikitvaskularisasi)yang sering disebut dengan ujungchorio-alantoisnekrotik. Kantung
kuning telur (yolk sac) tumbuh pada awal pertumbuhan embrio dan terhenti setelah amnion
dan allantois terbentuk seutuhnya. Oleh sebab itu. Kantong kuning telur yang sesungguhnya
pada mamalia dapat dikatakan tidak ada. Arteridan vena yang menghubungkantubuhfoetus
denganplasentaberadapadalapisanantara alantois-khorion.
Amnion berfungsi untuk mencegah agar embriotidakkering,
Mencegahperlekatanembriodenganselaputekstra yang lain akibat kontraksi, meminimalisir
goncangan, Embriodapatmerubahposisidengan leluasa, dan pada Ayamjuga berfungsi untuk
menyerap albumin. Alantois berfungsi sebagai Kantongurinekstraembrionik
(sisametabolitembrio / asamurat), Paru-paruekstraembrionik (dindingluarterdapat area
vaskulosa), dan untukmencerna albumen (padareptil, avesdanmamaliabertelur). Sedangkan
chorion berfungsi untuk transportasinutrisi, gas dlldariindukke fetus (banyakvaskularisasi),
dan barrier terhadapagenasingsepertimikroorganisme, zatkimiadll.
Berdasarkan bentuk, ada 4 tipe plasenta pada berbagai jenis hewan yaitu 1) placenta
tipe diffusa terdapat pada kuda dan babi, 2) tipe cotiledonaria terdapat pada hewan
ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba), 3) tipe zonaria terdapat pada anjing dan
kucing, 4) tipe discoidalis, terdapat pada monyet, orang utan, manusia dan rodensia.
Plasenta foetal merupakan bagian placenta yang terdapat pada selaput foetus
(memiliki vili) disebut dengan cotiledon, sedangkan plasenta maternal merupakan Bagian
placenta yang terdapat pada endometrium induk (memiliki pori-pori) atau sering disebut
dengan karunkula.Kumpulan antara cotiledon dengan carunkula disebut dengan plasentom.
Plasenta pada sapiberjumlah 75-120 buah, sedangkan pada dombasebanyak 40-124 buah.
Placenta terdiri dari komponen fetus yang berasal dari chorion dan komponen
maternal yaitu endometrium uterus. Perlekatan embrio pada endometrium uterus berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta proteksi selama perkembangan embrio dan foetus..
Placentom merupakan bagian dari placenta yang terdiri dari cotyledon fetus dan karunkula
atau plasenta maternal. Placentom merupakan bagian yang spesifik dalam proses perpindahan
metabolism. Pada umur kebuntingan 25 hari pada sapi terjadi inisiasi perlekatan chorion pada
caruncula uterus dimana perlekatan ini akan selesai sekitar umur kebuntingan 40 hari. Pada
sapi keberadaan placentom dapat diamati setelah 35 hari kebuntingan. (Blankenvoorde, 2011).
33
Pada kambing keberadaan placentom dapat dideteksi > 40 hari post-breeding secara USG
transabdominal (Dawson, 1999).
Terdapat dua bentuk placentome pada bovine (sapi / lembu) yaitu concave dan flat.
Placentome normal pada bovine berbentuk concave dimana jaringan chorion terdapat pada
bagian luar sedangkan jaringan caruncular berada pada bagian dalam. Pada kambing dan
domba, placentome berbentuk convex atau C atau cup-like shape (Blankenvoorde, 2011).
Prosedur Kerja
1. Letakkan uterus yang bunting di atas nampan aluminium,
2. Cuci dengan air bersih dari sisa-sisa darah dan kotoran lainnya,
3. Tentukan tipe dari uterus tersebut,
4. Kemudian lakukan insisi (disayat) dengan hati-hati pada dinding uterus dengan
menggunakan scalple(insisi dilakukan diantara karunkula), lalu dipreparir dengan gunting
sampai lapisan chorion terlihat.
5. Setelah lapisan membran chorion terlihat, preparir sampai sebatas ukuran panjang foetus,
6. Perhatikan plasenta dari uterus tersebut, tentukan tipe dari plasenta tersebut.
7. Kemudian keluarkan foetus bersama dengan membran/selaput foetus (chorion, allantois
dan amnion).
8. Perhatikan dan catat anatomi dari foetus dan membran foetus tersebut
9. Perhatikan sistem vaskulerisasi dari induk ke foetus
10. Hitung jumlah placenta (dotiledon dan karunkula) dari uterus tersebut
11. Lakukan pengukuran foetus
Pengukuran foetus dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu ;
a. Curved Crown-Rump (CC-R) yaitu pengkuran yang dilakukan dengan cara mengukur
panjang saluran tubuh foetus dimulai dari pangkal ekor berbentuk garis curva forehead
(mengikuti lekukan tubuh).
b. Straight Crown-Rump (SC-R) yaitu pengkuran yang dilakukan dengan cara mengukur
panjang tubuh foetus mulai dari pangkal ekor berbentuk garis lurus sanpai ke forehead
(bagian ujung kepala/mulut).
34
Gambar 1. Tipe-tipe uterus Gambar 2. Tipe-tipe plasenta
Cotyledons
Chorion
Umbilical cord
Necrotic tip of
Chorioallantois chorion
Gambar 3. Diagram membran foetus anak sapi pada usia kebuntingan 105 hari
memperlihatkan rongga chorion, allantois dan amnion. Cotyledon tersebar ke
seluruh permukaan membran chorioallantois dan chorioamnion (Hafez & Hafez,
2000. Reproduction in Farm Animals, p. 143).
35
Gambar 9. Gambaran bentuk placentome pada sapi / lembu dan domba. (A) Placentome sapi / lembu
berbentuk concave; (B) placentome domba berbentuk convex (Bowen, 2000; Blankenvoorde, 2011).
Gambar 4. Diagram kantong chorion yang khas pada sapi dan domba pada periode akhir masa foetal. Kantong
urine bermuara ke dalam kantong amnion melalui uretra dan ke dalam kantong allantois melalui
urachus (Hafez E.S.E., 1965. Reproduction in Farm Animals).
Daftar Pustaka
Blankenvoorde, G., 2011. Determination of Gestational Age in Dairy Cattle Using Transrectal
Ultrasound Measurements of Placentome Size. http://dspace.library.uu.nl/handle/
1874/211905
Bowen, R., 2000. Placentation in Ruminants (Cattle, sheep,..) http://www.vivo.colostate.edu/
hbooks/pathphys/reprod/placenta/ruminants.html
Dawson, L. J. 1999. Pregnancy Diagnosis in Goats. Pages 97-103 in Proc. 14th Ann. Goat Field Day,
Langston University, Langston, OK.
Hafez E.S.E. and B. Hafez. 2000. Reproduction In Farm Animal. 7th ed. Lea & Febiger, Philadelphia.
36
PENANGANAN DISTOKIA DAN FOETOTOMI
Dasar Teori
Distokia merupakan suatu kondisi dimana terjadi kesulitan melahirkan atau induk sapi
tidak mampu mengeluarkan foetus. Foetotomi merupakan suatu metode yang digunakan
untuk teknik pemotongan fetus yang tidak bisa dilahirkan secara normal (mengalami distokia)
menjadi potongan-potongan organ yang lebih kecil sehingga akan lebih mudah dikeluarkan
melalui jalan kelahiran.
Foetotomi dibagi ke dalam kategori, 1) Kategoeri complete (lengkap) yaitu
pemotongan fetus yang dilakukan pada semua bagian fetus dan 2) Kategoriparsial yaitu
pemotongan fetus yang dilakukan pada satu atau dua bagian fetus sehingga foetus tersebut
dapat dikeluarkan.
Teknik foetotomi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu 1) Fetotomy percutaneus
adalah pemotongan fetus dilakukan pada organ fetus secara utuh (dari atas bagian kulit
foetus sampai ke tulang). 2) Fetotomy subcutaneus merupakan pemotongan bagian organ
fetus setelah dikeluarkan dari kulitnya.
Fetotomy hanya diarahkan pada saat diketahui fetus telah mati, seandainya masih
hidup lebih baik untuk dilakukan caesar. Indikasi penanganan distokia secara foetotomi yaitu
:
a) Penanganan distokia akibat maldisposisi yang tidak dapat dikoreksi secara manipulatif.
b) Penanganan distokia akibat disproporsi fetopelvis dengan fetus mati dan tidak dapat
dikeluarkan dengan tarik paksa.
c) Penanganan distokia akibat oleh fetus yang terjepit selama pengeluaran fetus setelah
kepala dan thoraks dikeluarkan
d) Penanganan distokia lewat caesar tapi fetusnya mati, dan oversize sehingga sangat
dikeluarkan dari uterus secara normal, rusak, atau maldisposisi yang tidak dapat dikoreksi
37
3. Potongan Longitudinal yaitu posisi
pemotongan sejajar dengan sumbu panjang
untuk fetotome tersebut.
Pemotongan Longitudinal diterapkan untuk
menghilangkan pangkal leher (menyimpang
lateral kepala dan leher) dan pembelahan
panggul.
Bahan :
- Foetus
- Air Bersih
- Pelicin / Gell
- Antibiotik
- Antiseptik / sabun
Prosedur Kerja
A. Sebelum pemeriksaan awal, operator harus melakukan ;
1. Merestrain hewan dengan baik (kuda).
2. Memeriksa hewan secara klinis.
3. Ekor dibengkok dan diikat ke satu sisi.
4. Dibersihkan dengan seksama daerah perineum.
5. Memakai sarung tangan karet steril.
38
B. Pada saat pemeriksaan awal, operator harus melakukan ;
1. Mengamati kondisi saluran kelamin.
a. Ada tidaknya perlukaan
b. Ada tidaknya massa dlm pelvis (kuda).
c. Tingkat relaksasi serviks.
d. Ada tidaknya kejang dari otot rahim.
2. Tetapkan berapa potongan dan di mana potongan harus dibuat.
3. Volume dari pelumas yang mungkin dibutuhkan.
4. Membunuh janin hidup lemah.
39
- Ikat ujung organ foetus yang akan dipotong (misalnya ujung kaki) atau kaitkan
dengan retraktor (krey hook) agar memudahkan penarikan setelah selesai
pemotongan.
- Dengan menggunakan tangan, diarahkan kawat pemotong pada ujung feototom
tubular melalui vagina induk ke bagian organ foetus yang akan dipotong.
- Pastikan bahwa kepala fetotome berada dalam posisi yang benar pada bagian
tubuh janin yang akan dipotong.
- Keluarkan atau jauhkan tangan dari kawat foeotom agar tidak terjadi kecelakaan
bagi operator.
- Operator Kedua; Kendalikan fetotome ini dengan aman selama prosedur
pemotongan.
- Operator Ketiga ; Tarik maju dan mundur gagang kawat foetotom secara teratur
sehingga bagian depan kawat wire saw akan memotong bagian organ foetus.
- Ulangi gerakan maju dan mundur sampai organ yang dipotong benar-benar putus
atau terlepas dari tubuh foetus.
- Minimalkan jumlah pemotongan yang perlu, bisa pendek
intervensi waktu dan izin pengiriman traumatis janin mati.
40
II. Presentasi Posterior :
- Pemotongan kaki belakang (dalam malpostures benar).
- Pemotongan satu kaki belakang pada sendi pinggul.
- kedua anggota belakang (satu operasi).
- Pemotongan bagian lumbar dan area dada.
- Bagi dua bagian anterior fetus.
Daftar Pustaka :
Hafez, B; Hafez ESE (2000). Reproduction in Farm Animal (7 ed.). Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.
Jackson P.G. (2004). Handbook of Veterinary Obstetric. Elsevier Saunders Company.
Jackson, P.G. (2007). Handbook Obstetrik Veteriner. Edisi ke-2. Diterjemahkan oleh Aris
Junaidi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Manan, D. (2001). Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Press.
Meredith M.J. (2000). Animal Breeding and Infertility. Australia: Blackwell Science Ltd.
Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy L (2007). Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan
Reproduksi Pada Sapi Potong (PDF) (dalam Indonesia). Pasuruan: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
Toelihere, M.R. (1979). Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. Bandung: Angkasa.
41