Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTTIKUM KIMIA ANORGANIK

PERCOBAAN IV
STOKIOMETRI REAKSI LOGAM DENGAN GARAM

OLEH:
NAMA : RATNA
NIM : A1L1 15 038
KELOMPOK : IV. B
ASISTEN : ASRI AFIL

LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini telah dikonsultasikan, diperiksa dan disetujui oleh

asisten pembimbing praktikum Kimia Anorganik dengan judul percobaan

“Stoikiometri reaksi logam dan garam” di Laboratorium Jurusan

Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Halu Oleo Kendari yang dilaksanakan :

Hari/tanggal : Selasa, 21 November 2017

Waktu : 13.30 – selesai WITA

Kendari, November 2017

Menyetujui

Asisten Pembimbing

ASRI AFIL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stokiometri merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang mempelajari

berbagai aspek yang menyangkut kesetaraan massa zat yang terlibat dalam reaksi

kimia, baik dalam skala monokuler maupun dalam skala ekperimental. Pengetahuan

kesetaraan massa antara zat yang bereakasi merupakan dasar penyelesaian hitungan

yang melibatkan reaksi kimia. Konsep mol diperlukan untuk mengkonversikan

kesetaraan massa antara zat dari skala molekuler ke skala eksperimental dalam

laboratorium.Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan

senyawa kimia. Secara umum, reaksi kimia melibatkan perubahan yang pergerakan

elektron dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia, walaupun pada dasarnya

konsep umum reaksi kimia juga dapat diterapkan pada transformasi partikel-partikel

elementer seperti pada reaksi nuklir.

Tembaga merupakan logam merah muda yang lunak. Tembaga dapat melebut

pada suhu 1038oC. Pasangan Cu/Cu2+ tembaga tidak larut dalam asam klorida dan

asam sulfat encer karena potensial dari elektrodanya positif (+0,34V). Kebanyakan

senyawa Cu(I) sangat mudah teroksidasi menjadi Cu(II). Stoikiometri reaksi logam

dengan garam besi III yang didasarkan pada ion Cu2+ dan Cu+ merupakan dua spesi

yang dapat dihasilkan dari reduksi tembaga. Harga potensial standar spesi digunakan

untuk meramalkan komposisi mana yang lebih banyak terbentuk.


Berdasarkan uraian di atas diperlukan adanya suatu percobaan atau perlakuan

agar dapat lebih dipahami tentang mekanisme reaksi dalam logam dengan garam,

olehnya itu diadakanlah praktikum percobaan yang berjudul stoikiometri reaksi

logam dengan garam.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan kali ini adalah mempelajari stoikiometri reaksi antara

logam tembaga dengan larutan besi (III) dengan meramalkan komposisi Ion tembaga

yang dihasilkan.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan kali ini adalah mempelajari stoikiometri reaksi antara

logam tembaga dengan larutan besi (III) dengan meramalkan komposisi Ion tembaga

yang dihasilkan berdasarkan harga perbandingan jumlah mol antara ion Fe3+ yang

bereaksi dengan logam tembaga yang terpakai.

1.4 Manfaat Percobaan

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah member informasi terkait

stoikiometri reaksi antara logam tembaga dengan larutan besi(III) dengan

meramalkan komposisi ion tembaga yang di hasilkan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stoikiometri

Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitungan hubungan

kuntitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia. Stoikiometri berasal dari

bahasa Yunani yaitu stoikheion (elemen) dan metria (ukuran). Stoikiometri reaksi

adalah perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan

senyawanya. Perhitungan kimia dengan stoikiometri biasanya mengguanakan hukum-

hukum dasar ilmu kimia. Hukum kimia adalah hukum alam yang relevan dengan

bidang kimia. Konsep yang paling fundamental dalam kimia adalah hukum konversi

massa, yang menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas materi sewaktu

reaksi kimia biasa (Alfian, 2009).

Perubahan kimia disebut reaksi kimia digambarkan dengan persamaan kimia.

Zat yang mengalami perubahan disebut dengan reaktan ditulis pada sisi kiri dan zat

yang terbentuk yaitu produk ditulis disisi kanan dari tanda panah. Persaamaan kimia

harus setara dan mengikut hukum kekekalan massa. Jumlah atom tiap jenis unsur

dalam reaktan dan produk sama. Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari kuantitas

produk dan reaktan dalam reaksi kimia. Perhitungan stoikiometri yang paling baik

dikerjakan dengan menyatakan kuantitas yang diketahui dan yang tidak diketahui

dalam mol dan kemudian bila perlu dikonversi dengan satuan lain. Pereaksi pembatas

adalah reaktan yang ada dalam jumlah stoikiometri terkecil (Chang, 2004).
2.2 Logam besi(III)

Kajian dan penelitian tentang sintesis senyawa koordinasi juga semakin

beragam. Salah satunya adalah penelitian tentang senyawa kompleks sebagai katalis.

Dari beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa senyawa kompleks besi memiliki

peranan penting pada proses katalitik, yaitu sebagai active site katalis. Besi(III)-

trifluoroasetat merupakan katalis dan baik digunakan pada reaksi diasetilasi aldehid

dan tioasetilasi senyawa karbonil. Senyawa kompleks besimonoethanolamine dengan

support silika baik digunakan sebagai katalis pada reaksi adisi 1- oktena, dimana

semakin banyak kandungan besi pada senyawa kompleks akan meningkatkan

aktivitas katalitiknya (Harsasi, 2010).

To investigate the reactivity of these systems, gallic acid (GA) was used as a

model system for the polyphenols present in foods products.the formation of the Fe3+

–GA complex can be followed over time using spectrophotometry, as the complex has

a dark blue colour. This increase in absorption was used as an indication for the

reactivity of the iron contained in the particles. However, the analysis is complicated

by the ability of polyphenols to reduce Fe 3+, resulting in a Fe2+–quinone complex

that is also blue. Although various possible pathways are known for this reaction, the

most probable one under physiological conditions is described, Once the quinonehas

been formed, the Fe2+ can be oxidised to form a new complex with free gallic acid.

As will be shown here, the oxidation reaction is much slower than the initial complex

formation and the cyclisation of the reaction can be limited by sealing the sample air
tight. The difference between the two complexes can be distinguished using

spectrophotometry, since they have different absorption maxima, although it does

interfere with the quantification of the complexation reaction. Due to the side

reactions and the complexity of the system, only the initial reactivity during the first 5

h after addition was analysed and only qualitative comparisons between identically

prepared samples were made.

Untuk mengetahui reaktivitas sistem, asam gallic (GA) digunakan sebagai

sistem model untuk polifenol yang ada pada produk makanan. pembentukan

kompleks Fe3+-GA dapat diikuti dari waktu ke waktu dengan menggunakan

spektrofotometri, karena kompleksnya memiliki warna biru tua. Peningkatan

penyerapan ini digunakan sebagai indikasi reaktivitas besi yang terkandung dalam

partikel. Namun, analisisnya diperumit dengan kemampuan polifenol untuk

mengurangi Fe3+ sehingga menghasilkan kompleks Fe 2+-quinone yang juga berwarna

biru. Setelah terbentuk, Fe dapat dioksidasi untuk membentuk kompleks baru dengan

asam empedu bebas. Reaksi oksidasi jauh lebih lambat dari pada pembentukan

kompleks awal dan siklisasi reaksi dapat dibatasi dengan menyegel sampel.

Perbedaan antara dua kompleks dapat dibedakan dengan spektrofotometri, karena

mereka memiliki tingkat penyerapan yang berbeda-beda, meskipun hal itu

mengganggu kuantifikasi reaksi kompleksasi. Karena reaksi samping dan

kompleksitas sistem, hanya reaktivitas awal selama 5 jam pertama setelah

penambahan dianalisis dan hanya perbandingan kualitatif antara sampel yang dibuat

secara identik (Leeuwen, 2014).


2.3 Logam Tembaga

Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2 namun

hanya tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutannya. Hampir semua

garam tembaga (II) berwarna biru oleh karena ion kompleks koordinasi enam,

[Cu(H2O)6]+2 . suatu perkecualian yang terkenal adalah tembaga (II) klorida berwarna

kehijauan oleh karena ion kompleks koordinasi empat (CuCl4)2-, yang mempunyai

geometri dasar tetrahedral bergantung pada ion ligannya (Krisitian, 2010).

2.4 Kalium Permanganat

KMnO4is a strong oxidizing agent and the Mn-containing products

from redox reactions depend on the pH. Acidic solutions of permanganate

are reduced to the faintly pink [Mn(H2O)6]+24 and in an alkaline

solution KMnO is spontaneously reduced to bluish-green colored K, where

the manganese is in the (+6) oxidation state. Such oxidizing properties of

KMnO in different pH conditions are applied in the present work based

on which one titrimetric and two spectrophotometric methods were

developed for the determination of FMT. In titrimetry, FMT is directly

titrated against KMnO4 in sulphuric acid KMnO4. The spectrophotometric

methods are based on the oxidation of FMT by KMnO4 ineither alkaline

and gets reduced to manganate ion – the bluish green colored chromogen . In

all the methods, the amount of KMnO reacted corresponds to the amount

of drug which served as the basis of quantification.


KMnO4 adalah zat pengoksida kuat dan produk yang mengandung Mn dari

reaksi redoks bergantung pada pH. Larutan asam permanganat agak merah mudah

[Mn(H2O)6]+2 dan dalam alkali KMnO4 berwarna kebiruan (+6). Sifat KmnO4

dalam kondisi pH yang berbeda diterapkan dalam penelitian ini berdasarkan satu

metode titrimetrik dan dua metode spektrofotometri yang dikembangkan untuk

penentuan FMT. Dalam tetrasi FMT secara langsung terhadap KMnO4 dalam

medium asam sulfat. Metode spektrofotometri didasarkan pada oksidasi FMT oleh

KMnO4 baik dalam medium alkali (Basavaih, 2010)

2.5 Reaksi Redoks

Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembar kertas, jadi tidak mungkin

oksidasi atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya. Bila zat menerima

elektron, maka harus ada yang mendonorkan elektron tersebut. Dalam oksidasi

reduksi, senyawa yang menerima elektron dari lawannya disebut oksidan

(bahanpengoksidasi sebab lawannya akan teroksidasi. Lawan oksidan, yang

mendonorkan elektron padaoksidan, disebut dengan reduktan (bahan pereduksi)

karena lawannya (oksidan tadi tereduksi. Di antara contoh di atas, magnesium, yang

memberikan elektron pada khlorin, adalah reduktan, dan khlorin, yang menerima

elektron dari magnesium, adalah reduktan. Umumnya, unsure elektropositif seperti

logam alkali dan alkali tanah adalah reduktan kuat; sementara unsurelektronegatif

seperti khlorin adalah oksidan yang baik (Takeuchi, 2006).


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Stoikiometri reaksi logam dan garam ini dilaksanakan pada hari

Selasa, 21 November 2017 pukul 13.30 WITA - Selesai di Laboratorium Jurusan

Pendidikan Kimia Fakultas keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Halu Oleo,

Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan pembuatan etil asetat adalah buret 50

mL, Erlenmeyer 250 mL, labu takar 100 mL, gelas piala 50 mL, 100 mL, dan 250

mL, batang pengaduk, statif dan klem, gelas arloji, pipet volume 25 mL, filler dan

botol timbang.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan pembuatan etil asetat adalah larutan

KMnO4 0,02 M, larutan H2SO4 2,5 M, larutan FeCl3 0,2 M, asam oksalat 0,63 gram,

Fe(NH4)(SO4)2.6H2O 0,2 gram dan aquadest.


3.3 Prosedur kerja

3.3.1 Standarisasi Larutan 0,02 M KMnO4

Ditimbang sebanyak 0,63 gram asam oksalat (H2C2O4.2H2O) dan dilarutkan

kedalam labu takar 100 mL, kemudian encerkan dengan aquades sampai tanda tera.

Diambil 5 mL larutan asam oksalat, dan ditempatkan dalam Erlenmeyer 100 mL,

ditambahkan 20 mL H2SO4 2,5 M, kemudian dititrasi dengan larutan standar KMnO4

yang akan distandarisasi dari buret. Diulangi titrasi sebanyak tiga kali dan hitung

molaritas rata-rata larutan standar KMnO4.

3.3.2 Standarisasi reaksi logam Cu dengan Garam Besi (III)

Ditimbang 0,2 gram serbuk logam tembaga dengan gelas piala kecil dan

kering, disiapkan gelas piala 250 mL dan diisi dengan 30 mL larutan besi (III) 0,2 M

dan 15 mL larutan H2SO4. Dimasukkan dengan hati-hati gelas piala kecil beserta

isinya kedalam gelas piala yang telah berisi larutan besi (III) dan H2SO4 tersebut.

Diusahakan semua serbuk masuk kedalam larutan. Kemudian ditutup gelas piala

dengan gelas arloji, lalu dipanaskan hingga semua tembaga larut sempurna, bila perlu

sekali-kali diaduk agar tidak ada tembaga yang menempel pada dinding gelas. Setelah

reaksi berhenti, diambil gelas piala kecil dengan menggunakan gegep, lalu

didinginkan larutan tersebut dan masukkan kedalam labu takar 100 mL dan encerkan

sampai tanda tera. Diambil sebanyak 25 mL larutan dengan pipet volum, dimasukkan

kedalam Erlenmeyer 100 mL, kemudian logam besi(II) yang ada dalam larutan di

titrasi dengan larutan standar KMnO4 0,02 M, diulangi titrasi ini sebanyak tiga kali.
Dihitung konsentrasi Fe2+ yang dihasilkan dalam reaksi, kemudian tentukan reaksi

mana yang banyak terjadi reaksi (1) atau (2). Dan hitung pula perbandingan

[Cu+]/[Cu2+].
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Standarisasi Larutan 0,02 M KMnO4


No Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang 0,63 gram asam oksalat (H2C2O4.2H2O), Larutan bening
lalu encerkan dalam labu takar 100 mL hingga
tanda tera
2. Dimasukkan larutan 0,02 M KMnO4 dalam buret Larutan ungu
50 Ml
3. Diambil asam oksalat (H2C2O4.2H2O) 5 ml
ditambahkan H2SO4 2,5 M 20 mL lalu dimasukkan
kedalam Erlenmeyer
4. Dititrasi dengan larutan standar 0,02 M KMnO4. Larutan ungu
5. Lakukan triplo V1 KMnO4 = 4,1 mL
V2 KMnO4 = 5,5 mL
V3 KMnO4 = 5,4 mL
V rata-rata KMnO4 = 5 mL

Praktikum stokiomtri reaksi logam dengan garam di lakukan dengan dua

perlakuan. Dimana pada perlakuan pertama yang dilakukan adalah standarisasi

larutan KMnO4 0,02 M. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar konsentrasi

larutan baku tersebut yang sebenarnya, sehingga kita bisa dapat menghitung jumlah

mol MnO4. Dalam melakukan standarisasi kita menggunakan proses titrasi, dimana

proses titrasi dilakukan untuk mengetahui kemolaran suatu larutan dengan

menggunakan larutan standar yang telah diketahui kemolarannya. Dalam proses


titarsi di lakukan dengan menitrasi 5 mLasam oksalat (H2C2O4) dengan menggunakan

katalis asam sulfat (H2SO4) 2,5 M sebanyak 20 mL. Dari hasil percobaan ini, volume

yang terpakai adalah sebanyak 5 mL. Sehingga dapat diperoleh konsentrasi baku

dari KMnO4 adalah 0,02 M. Penambahan asam sulfat (H2SO4) ini bertujuan sebagai

katalis atau mempercepat proses titrasi.

4.1.2 Standarisasi reaksi logam Cu dengan Garam Besi (III)


No Perlakuan Pengamatan
1. Dimasukkan Fe(NH4)(SO4)2.6H2O 0,2 Larutan orange menjadi larutan
gram sebanyak 30 mL ditambahkan berwarna kuning
H2SO4 15 mL kedalam gelas piala
2. Dimasukkan gelas piala 50 mL berisi 0,2 Larutan kuning
gram logam Cu kedalam gelas piala
berisi larutan Fe(NH4)(SO4)2.6H2O.dan
tutup dengan gelas arloji
3. Gelas piala berisi larutan kemudian
dipanaskan diatas hot plate
4. Setelah larutan Fe3+ dingin, kemudian Larutan bening kecoklatan
diencerkan dalam labu takar 100 mL
hingga tanda tera.
5. Diambil 25 mL larutan Fe3+ , Larutan kuning
dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu
titrasi dengan larutan standar 0,02 M
KMnO4
6. Lakukan triplo V1 KMnO4 = 0,4 mL
V2 KMnO4 = 0,3 mL
V3 KMnO4 = 0,3 mL
V rata-rata KMnO4 = 0,3 mL
Tahap selanjutnya yaitu standarisasi reaksi logam Cu dengan garam besi(III).

Dalam tahap ini dilakukan proses mereaksikam logam Cu dengan garam Fe(III),

dengan memanaskan serbuk tembaga, pemanasan di lakukan agar logam tembaga

dapat larut. Setelah dilakukan proses pemanasan dilalakukan pendinginan kemudian

di titrasi. Tujuan dari titarsi ini agar diperoleh jumlah volume KMnO4 yang kemudian

akan digunakan untuk menghitung jumlah mol dari Fe2+ serta konsentarsinya. Sesuai

analisis data di peroleh harga perbandingan jumlah mol (r) antara mol Fe2+ dengan

mol Cu adalah 1,65. Nilai r ini digunakan untuk mengetahui pebandingan antara ion

Cu+ dengan ion Cu2+ adalah.

4.2 Reaksi kimia

4.2.1 Standarisasi Larutan 0,02 M KMnO4

KMnO4 K+ + MnO4-
H2C2O4.2H2O H2C2O4 + 2H2O
H2C2O4 2H+ + C2O42-
MnO4- + 5e- + 8H+ Mn2+ + 4H2O ........ x2
C2O42- 2CO2 + 2e- ......................... x5

2MnO4- + 16H+ 5C2O42- 2Mn2+ + 8H2O + 10CO2

4.2.2 Standarisasi reaksi logam Cu dengan Garam Besi (III)

Cu + Fe3+ Cu+ + Fe2+


Cu + Fe3+ Cu2+ + 2Fe2+
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O ..... x1
Fe2+ Fe3+ + 3e- ................................... x5
5Fe2+ + MnO4- + 8H+ Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+
4.3 Analisis data

4.3.1 Standarisasi Larutan 0,02 M KMnO4

Diketahui :
Massa H2C2O4.2H2O = 0,63 gram
BM H2C2O4.2H2O = 126 gram/mol
Mol H2C2O4.2H2O = 0,005 M
V. H2C2O4.2H2O = 5 mL
V. KMnO4 (rata-rata) = 5 mL
Ditanyakan : N dari KMnO4 = ……?
Penyelesaian :
N1 . V1 = N2 . V2
0,1 . 5 = N2 . 5
N2 = 0,1 N
M2 = 0,02 M

4.3.2 Standarisasi reaksi logam Cu dengan Garam Fe (III)

Diketahui :
Massa serbuk Cu = 0,2 gram
BM Cu = 63,5 gr mol-1
M KMnO4 = 0,02 M
V. KMnO4 (rata-rata) = 0,3 ml = 3 x 10-4 L
Ditanyakan : nilai r dan perbandingan [Cu+]/[Cu2+] = …..?
Penyelesaian :

Mol Cu = Gram
Mr

0,2
= = 0,003 mol
63,5
n KMnO4 = M x V
= 0,02 x 3. 10-4
= 6 . 10-6
= 0,000006 L

2+
Koef. Fe2+
n Fe akhir = =Koef. KMnO x n KMnO4
4

5
= x 6 . 10-6
1

= 3 . 10-5

n Fe2+ awal = M . V Fe

= 0,2 x 25 .10-2

= 5.10-3 mol

n Fe bereaksi = n Fe2+ awal x n Fe2+ akhir

= 600.10-2 x 3.10-5

= 497.10-5

= 0,00497 mol

Nilai r = n Fe2+ bereaksi


n Cu

= 497.10-5
3 . 10-3
= 1,65

+
Perbandingan [Cu2+] = 2–r
[Cu ] r-1

= 2 – 1,65
1,65 - 1

= 0,35 = 1
0,65 2
BAB V
SIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan maka dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa didapatkan nilai r atau rasio antara mol Fe3+ dengan mol Cu

adalah 0,005. Rasio yang diperoleh dapat memberikan dasar sebagai kemungkinan

reaksi yang terjadi, juga dapat digunakan untuk menghitung perbandingan

konsenterasi Cu+ dan Cu2+, sehingga diperoleh perbandingan konsenterasi antara Cu+

dengan Cu2+ sebesar ˗2,005 yang menunjukkan tidak adanya komposisi ion tembaga

yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Zaid. 2009. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep inti Edisi Ketiga Jilid 1.
Erlangga. Jakarta.

Kanakapura Basavaiah, Okram Zenita Devi. 2010. Application of Oxidizing


Properties of Permanganate to the Determination of Famotidine in
Pharmaceutice Formulation. Depertemen of Chemistry universecy of Mysore.

Leeuwen Van Y.M., Velikov K.P., W.K.Kegel. Colloidal Stability and Chemical
Reactivity of Complex Colloid Containing Fe3+ . Journal Chenistry.

Setyawati, Harsasi dan Irmina K M. 2010. Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa


Kompleks Besi(III)-Edta. Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 Isbn 978-
979-028-272-8 “Optimalisasi Sains Untuk Memberdayakan Manusia” :
Surabaya.

Sugiato, Kristian H dan retno D S. 2010. Kimia Anorganik Logam. Graha Ilmu :
Yogyakarta

Takeuchi Yashito. 2006. Buju Teks Pengantar Kimia. Tokyo : Iwanami Publishing
Compani
LAMPIRAN PROSEDUR KERJA

1. Standarisasi Larutan 0,02 M KMnO4

0,63 gram asam oksalat

- Ditimbang & dilarutkan,lalu


diamsukkan dalam labu ukur 100 ml
- Diencerkan hingga tanda tera
- Diambil sebanyak 5 ml
- Dimasukkan dalam Erlenmeyer 100
ml

5 ml larutan oksalat

- Ditambahkan 20 mL H2SO4 2,5 M


- Dititrasi dengan larutan KMnO4
yang akan distandarisasi
- Dilakukan triplo
- Dihitung molaritas rata-rata larutan
standar KMnO4
Molaritas KMnO4 =
2. Standarisasi reaksi logam Cu dengan Garam Besi (III)

0,2 gram serbuk tembaga

- Dimasukkan dalam gelas piala 50 ml

Logam Cu dalam gelas piala 50 ml

- Dimasukkan dalam gelas piala 250


ml berisi 30 mL larutan besi (III) 0,2
M dan 15 mL larutan H2SO4
- Ditutup dengan gelas arloji
- Dipanaskan sampai semua tembaga
larut

Larutan

- Didinginkan
- Dimasukkan dalam labu ukur 100 ml
- Diencerkan hingga tanda tera
- Diambil sebanyak 25 ml

25 ml larutan tembaga

- Dititrasi dengan larutan 0,02 M KMnO4


- Dilakukan triplo
- Dihitung [Fe3+] yang dihasilkan dalam
reaksi
- Dihitung perbandingan [Cu+]/[Cu2+]
[Fe3+] = [Cu+]/[Cu2+] =

Anda mungkin juga menyukai