Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah suatu radang pada parenkim paru. Proses peradangan tersebut
terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain itu dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dll).(1)

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan
WHO tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi
di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza.(12)

Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem


pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada lobus paru.(2,3)

Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan
respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai
penyebab tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan anak besar adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae.(4, 5, 6)

Laporan kasus ini akan menyajikan pneumonia lobaris serta implikasi klinisnya
pada pasien dan bahaya yang akan ditimbulkannya, juga dicantumkan penatalaksanaan
awal di rumah sakit tipe D.

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS

1.1. Identitas Pasien


Inisial Pasien : Ny. U
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 47 tahun
Tanggal Lahir : 13 06 1982
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Asrama Polri Kemayoran, RT 03/RW 09, No.12
Pembayaran : BPJS Kesehatan
No. Rekam Medis : 03.77.82
Tanggal Masuk : 24-07-2017 (16.00)

Primary Survey
Airway – Pasien bicara spontan, airway clear
Breathing – Pasien tampak sesak nafas, frekuensi napas 24 x/menit
Circulation – frekuensi nadi 90x/menit, ireguler, teraba kuat
Disability – GCS 15
Environment – Tidak ada trauma atau luka terbuka.

Secondary Survey
1.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Dada terasa nyeri di daerah kanan 3 jam SMRS.

Keluhan Tambahana
Pusing, muntah dan mual.

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Dada nyeri 3 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri di daerah dada kanan dirasakan
hilang timbul, dan tidak dirasakan terus menerus, nyeri dada juga tidak menjalar ke
daerah pundak, nyeri hanya dirasakan di satu lokasi saja. Demam dirasakan 7 hari SMRS,
demam yang dialami pasien sudah diobati di klinik dan sudah mulai turun pada saat
berobat ke RSUK. Saat bernafas dada terasa berat, namun keluhan tersebut hilang timbul
sejak 2 hari SMRS, batuk sudah dialamin pasien sejak satu minggu yang lalu, pasien
mengatakan masih batuk kering +, batuk hilang timbul dan tidak timbul terus menerus,
bila tidak tekena debu atau terpicu oleh makanan yang dingin, pasien jarang
mengeluhkan batuk, kepala pusing sejak 7 hari SMRS, pusing yang dirasakan seperti
cekat cekot menekan dibagian belakang kepala, kepala pusing dirasakan bila pasien
mendapatkan suatu masalah atau pasien merasakan kecapean, kepala akan semakin terasa
pusing, kepala pusing akan berkurang bila pasien beristirahat. Muntah dirasakan 1 hari
SMRS, muntah mengeluarkan lebih banyak cairan dibandingkan ampas yang
dikeluarkan, muntah bewarna kekuningan. Sekali muntah pasien mengeluarkan sebanyak
seperempat aqua gelas. Mual dialami pasien 1x/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Keluarga
Terdapat riwayat hipertensi pada pasien, riwayat diabetes, penyakit kuning, asma, alergi,
riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial
Terdapat riwayat hipertensi pada pasien, riwayat diabetes, penyakit ginjal, asma, alergi,
riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal.

3
1.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 110 x/menit, iregular, teraba kuat, isi cukup, dan equal
Suhu : 38,60 C
Pernapasan : 24x/menit, reguler, torakoabdominal
Saturasi : 99 %
Status nutrisi : BB= 60 kg, TB= - cm, IMT=tidak dapat dihitung.
Kulit : warna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ada ikterus
Kepala : normosefal, tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan
Rambut : rambut hitam beruban, persebaran merata dan tidak mudah tercabut
Mata : konjungtiva pucat tidak ada; sklera ikterik tidak ada, diameter pupil 3
mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung positif
Telinga : normotia, tidak tampak sekret, tidak hiperemis, dan tidak edema
Hidung :tidak ada deviasi septum, tidak tampak sekret, tidak hiperemis, tidak
hipertrofi/edema
Tenggorok :Arkus faring simetris, uvula di tengah, tidak hiperemis dan tidak edema;
tonsil T1/T1, tidak ada detritus.
Gigi dan mulut :Mulut tampak kering, tak ada karies gigi, tak ada gigi berlubang, tak
tampak oral trush
Leher :JVP 5+0 cmH2O, tak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan
tiroid normal; trakea di tengah, tidak ada deviasi, bruit karotis negatif,
tidak ada kaku kuduk.

Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 ireguler, tidak terdapat murmur, tidak ada gallop
Paru
Inspeksi :tampak sesak, namun tidak sampai penggunaan otot bantu napas, bentuk
dada normal, tidak terdengar serak, mengi, dan stridor, tidak ada retraksi
interkostal, diameter AP dan lateral 1:2, tidak ada penyempitan dan
pelebaran sela iga, pergerakan dada statis dan dinamis simetris;RR 25
x/menit, reguler, torakoabdominal.

4
Palpasi :trakea di tengah, perabaan seluruh dada normal, ekspansi dada normal,
fremitus simetris kanan-kiri pada dada depan dan dada belakang
Perkusi :Dada depan: sonor di kedua lapang paru.
Dada belakang: sonor di kedua lapang paru.
Auskulasi :Dada depan dan belakang vesikuler pada kedua lapang paru, terdengar
ronkhi basah halus di kedua basal paru, tidak ada wheezing
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, tak tampak jaringan parut, tak tampak venektasi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hati, limpa, dan ginjal tidak teraba, nyeri ketok
CVA negatif
Perkusi : tidak ada asites
Auskultasi : terdapat bising usus normal 9x/menit
Ekstremitas : akral hangat, tidak terdapat pitting edema, CRT <2 detik.

1.4. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1. Hasil Laboratorium Darah


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11,4 12-15 g/dL
Hematokrit 35 38-46%
Eritrosit 4.1 3,8-4,6 x 106/uL
Leukosit 16.500 5-10 x 103/uL
Trombosit 330000 150-400 x 103/uL

Gula darah sewaktu 93 74-106 mg/dL

Faal Ginjal
Ureum 17 < 48 mg/dL
Creatinin 0,9 0,62-1,16 U/L

5
Px. Elektrolit:
Natrium 138 135,0-145,0
Kalium 3,3 3,5-5,00
Klorida 104 97,8-107,4

Gambar 1. Elektrokardiogram

Sinus aritmia, HR78 x/menit, Axis: normoaxis, ST changes tidak ada, gelombang T
normal, RVH/LVH tidak ada, tidak ada BBB.

Kesan: sinus aritmia

6
Foto Rontgen Thoraks

Pembacaan foto toraks proyeksi AP:


1. Kualitas foto: baik, inspirasi cukup
2. Aorta dan Mediastinum superior tidak melebar
3. Jantung CTR >50%
4. Trakea trakea di tengah
5. Kedua hilus tidak melebar
6. Kedua paru: corakan bronkovaskular baik. Tak tampak infiltrat dan nodul di kedua
lapang paru
7. Pleura tak menebal
8. Sudut kostofrenikus dan hemidiafragma kiri tertutup bayangan jantung. Sudut
kostofrenikus kanan lancip dan hemidiafragma kanan licin
9. Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan: cardiomegali, paru dalam batas normal

7
1.5. Rumusan Masalah
1. Pneumonia Lobaris
2. Hipokalemia ringan
1.6. Tatalaksana
1.6.1. Non-farmakologis
 Edukasi Mengenai penyakit pneumonia lobaris dan hipokalemia ringan.
 Menghidari polusi udara, asap rokok dan asap kendaraan.
 Kontrol ke poli penyakit dalam
1.6.2. Farmakologis
 Ivfd nacl 0,9% 500 cc/6 jam
 Injeksi cefotaxim 3x1 gram
 Azitromisin 1x500 mg/oral
 Ranitidin Injeksi 1x50 mg (k/p)

1.7. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia
Ad sanactionam : dubia

8
Pemeriksaan Follow-up

25/07/2017 S:
Demam +, batuk + sudah mulai berkurang, sesak nafas berkurang
O:
Ku : baik, Kes: TSS, N : 80x/menit kuat angkat R :22x/menit dengan O2
S: 37,9
Px.fisik :
Kepala :
Normocepali
Mata :
CA-/-, SI -/-
Bibir : lembap dan basah
Telinga : normotia +/+, edema -/-,sekret -/-
Thorax : ves+/+,w-/-,r+/+ didaerah basal paru
Cor : bj 1 , bj2 reguler, m-,g-
Abdomen:
Datar, BU (+) normal,supel, NT (-),
Ekstremitas:
akral hangat, CRT > 2 detik, sianosis-/-,edema-/-
A: pneumonia lobaris dengan hipokalemia ringan
P:
1. O2 2 lpm nasal kanul
2. Cek sputum gram
3. IVFD nacl 0,9 % 500 cc/6 jam
4. Ranitidin 1 x 50 mg/iv
5. Azitromisin 1 x 500 mg/oral
6. Cefotaxim 3x1 gram
7. KSR 2x600 mg/oral

S:
26/07/2017 Demam -, batuk kadang-kadang, sesak -, badan lemes-.
O:
Ku : baik, Kes: TSS, N : 78 x/menit R: 22x/menit S: 36,0
Px.fisik :
Kepala :
Normocepali
Mata :
CA-/-, SI -/-,
Bibir : lembap dan basah

9
Telinga : normotia +/+, edema -/-, sekret -/-
Thorax : ves +/+, w-/-,R+/-, BJ 1-11 reguler, murmur (-),gallop (-)
Abdomen:
Datar, BU (+) normal, supel, NT (-).
Ekstremitas:
akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis-/-,edema-/-
A: Pneumonia dengan hipokalemia ringan.
P:
1. ivfd nacl 0,9 % 500 ml/6jam
2. Ranitidin 1x50 mg/iv
3. Azitromisin 1x500 mg/oral
4. Cefotaxim 3x1 gram
5. KSR 2x600 mg/oral

Pasien pulang paksa dari rumah sakit, sehingga pasien hanya dirawat dua hari
saja di RSUK kemayoran.

1.9 Resume
Perempuan usia 34 tahun, datang dengan keluhan nyeri di daerah dada kanan, sejak 3
jam SMRS, pusing 7 hari SMRS, mual dan muntah. Riwayat dahulu: tidak pernah mengalami
riwayat seperti ini sebelumnya.Riwayat penyakit paru dikeluarga juga tidak ada.Pada
pemeriksaan fisik ditemukan, tekanan darah 80/60 mmhg, nadi:110x/menit dan Respirasi
22x/menit, suhu: 38,6 dan saturasi 99%, ditemukan rhonki pada lapangan paru. Pada
pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis. Fototoraks ditemukannya gambaran infiltrat
di pericardial. Pasien akhirnya pulang paksa dan hanya dirawat dua hari di RSUK kemayoran.

10
BAB III
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyerang lobus paru.(2,6)
Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar anatomis kurang
relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya. Berdasar etiologinya,
pneumonia dibagi: (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, S.hemolyticus,
S.aureus, H.influenza,dll), (2) virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3) Mycoplasma
pneumoniae, (4) Aspirasi (makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5) Pneumonia
hipostatik, (6) Sindrom Loeffler. (3,4,5)

B. Etiologi
Pneumonia lobaris lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Golongan bakteri
yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus pneumonia lobaris adalah (3,4,5):
1. Bakteri gram positif
a. Pneumococcus
b. Staphylococcus aureus
2. Bakteri gram negatif
a. Haemophilus influenzae
b. Klebsiella pneumoniae

Bakteri gram positif


1. Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus
pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada
orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. angka
kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan
meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus,
ditemukan pada dewasa dan anak besar.(3,5)

11
Pneumokokus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya
menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh virus
atau zat kimia pada saluran pernafasan.(8)

• Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau
nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-
organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan. Biasanya satu
lobus atau lebih, atau bagian-bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem
bronkopulmonal. Namun, gambaran pneumonia lobar ini sering tidak ada pada bayi,
yang mungkin menderita penyakit yang tidak lebih sempurna dan difus yang
menyertai distribusi bronkus dan yang ditandai dengan banyak daerah konsolidasi
teratas di sekeliling jalan nafas yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas yang
permanen.(5)
Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva
(droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek
gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang
khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :
1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakteri dalam
jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.
2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan
lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.
3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)
Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi tampak kelabu karena
lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan permukaan pleura
yang terserang melakukan fagositosis terhadap pneumococcus. Kapiler tidak
lagi mengalami kongesti.

12
4) Resolusi (7 s/d 11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula.(2,3,5)
Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada pneumonia lobaris adalah bercak-
bercak yang tidak teratur, berbeda dengan bronkopneumonia dimana penyebaran
bercaknya mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya
daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih
kecil.(2,3)

• Gambaran Klinis
Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu
makan yang menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39oC atau lebih.
Anak sangat gelisah, dispneu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di
sekitar mulut dan hidung. Tanda kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas
berbunyi (ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan cuping
hidung, retraksi-retraksi pada daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada
awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih
lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat (dahak berdarah). Lebih lanjut lagi
bisa terjadi efusi pleura dan empiema, dimana keadaan ini dapat menyebabkan
ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada saat respirasi yang dapat dilihat dengan
gerakan berlebihan pada sisi yang berlawanan. Biasanya perkusi redup pada daerah
efusi dengan pengurangan fremitus dan suara pernafasan. Suara bronkial sering
ditemukan tepat di atas batas cairan dan pada sisi yang tidak terkena.(3,5,8)
Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena. Tanda-tanda
klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga penyakit. Pada perkusi bisa
ditemukan adanya suara redup, fremitus yang bertambah. Pada auskultasi mungkin
ditemukan adanya suara bronkial, ronki basah halus.(3,5)

• Diagnosis
Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 – 40.000/mmk dengan
jumlah sel polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila didapatkan jumlah lekosit
kurang dari 5.000/mmk sering berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk.
Nilai hemoglobin bisa normal atau sedikit menurun. (3,5,8)

13
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea
yang dilakukan dengan hati-hati. Pada kebanyakan pasien, pneumokokus dapat
diisolasi dari sekresi nasofaring, tapi penemuan ini tidak dapat dipandang sebagai
hubungan sebab-akibat, karena 10-15% populasi mungkin merupakan pengidap
S.pneumoniae yang tidak terinfeksi. Namun, isolasi bakteri dari darah pada cairan
pleura adalah diagnosa infeksi. Bakteremia ditemukan pada sekitar 30% penderita
yang menderita pneumonia pneumokokus. Jenis pemeriksaan berupa pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik dan biakan.(3,5,8)
Gambaran radiologis dapat berupa konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
Konsolidasi dapat diperagakan dengan roentgenografi sebelum konsolidasi ini dapat
diketahui dari pemeriksaan fisik. Konsolidasi lobus pada anak yang lebih tua tidak
sesering pada bayi dan anak muda. Foto Roentgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pneumotoraks, atelektasis, abses paru, pneumatokel,
pneumotoraks, pneumomediastinum, atau perikarditis.(3,5)

• Diagnosa banding
Pneumonia pnemokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri lain atau
virus tanpa pemeriksaan mikrobiologi yang tepat. Keadaan-keadaan yang mungkin
merancukan antara lain bronkiolitis, bronkitis alergika, gagal jantung kongestif,
aspirasi benda asing, atelektasis, abses paru dan tuberkulosis.(3,5)

• Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteria menjadi tidak
lazim, walaupun infeksinya terjadi bersamaan dengan infeksi oleh mikroorganisme
lain pada temapat yang sama. Komplikasi yang sering terjadi ialah empiema, yang
terjadi sebagai akibat dari perluasan infeksi pada permukaan flora. Empiema lebih
sering terjadi pada bayi dibanding pada anak yang lebih tua.(3,5,8)

• Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus
sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak, pengobatan awal dimulai
dengan pemberian penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara
intramuskular dan ditambah dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgBB/hari atau
diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Terapi ini

14
dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien
normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan sefalosporin dengan
dosis 50 mg/kgBB/hari. .(3,5,9)
Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk mengatasi
demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan penyakit ini. Jenis
cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5% dan NaCl 0,9% dalam
perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan kesukaran bernafas sebelum
menjadi sianosis.(3,5,8)

• Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas pneumonia lobaris akibat bakteri
pneumokokus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari
1% dan selanjutnya morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah.(3,5)

2. Staphylococcus aureus
Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat
menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati
dengan semestinya akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan
mempunyai angka mortalitas tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini
jarang ditemukan.(4,7)
Seperti pada infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering didahului
dengan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Pada umumnya terjadi pada
setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur di
bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya
berhubungan dengan strain-strain organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten
terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam beberapa hari
setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian. Infeksi virus pada saluran
pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran stafilokokus, di
antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.(5)

15
• Patofisiologi
Stafilokokus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya
hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase. Koagulase akan mengadakan
interaksi dengan suatu faktor plasma untuk menghasilkan suatu zat aktif yang
mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan selanjutnya menyebabkan pembentukan
koagulan.(8)
Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat fibropurulen tebal,
sehingga menimbulkan abses yang mengandung koloni stafilokokus, leukosit,
eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-
trombus sepsis pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan
luas.(5,8)

• Gambaran Klinis
Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang
disebabkan oleh staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi saluran pernafasan
bagian atas atau bawah selama beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita
mengalami demam bersuhu tinggi, batuk dan tanda kesukaran pernafasan seperti
takipneu, suara pernafasan yang meningkat, retraksi dada dan subkostal, nafas
cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat mengalami
gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah, anoreksia, diare
serta distensi abdomen.(3,5,8)
Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara pernafasan yang
menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara pernafasan bronkhial. Bila terjadi
efusi atau empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta getaran-getaran
suara yang berkurang pada auskultasi.(3,5,7)

• Diagnosis
Didapatkan adanya lekositosis (AL>20.000/mmk) terutama sel-sel
polimorfonuklear, pada bayi muda angka leukosit dapat tetap dalam kisaran normal.
Bila didapatkan lekopeni maka prognosisnya buruk, sering ditemukan adanya
anemia ringan sampi sedang. Biakan didapatkan dari aspirasi trakea atau pungsi
pleura, dengan pewarnaan Gram didapatkan gambaran kokus gram positif dalam
kelompok. Penemuan kuman stafilokokus dalam nasofaring tidak bernilai
diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan pleura menunjukkan

16
adanya eksudat dengan jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 –
100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl dan kadar glukosa rendah yang relatif sama
dengan kadar glukosa dalam darah.(5)
Gambaran radiologis berupa infiltrat yang menyatu dan biasanya terbatas, atau
dipadatkan dan homogen dan melibatkan seluruh lobus paru atau hemitoraks.(5,8)
• Diagnosis banding
Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar dilakukan.
Mulainya yang mendadak dan perjelekan gejala yang cepat harus dipertimbangkan
disebabkan oleh stafilokokus sampai terbukti lain. Riwayat furunkulosis, baru
masuk rumah sakit, abses payudara ibu harus dipertimbangkan kemungkinan
diagnosa ini. Pneumonia bakteri lain yang menyebabkan empiema atau
pneumatokel dapat merancukan diagnosa, termasuk pneumonia streptokokus,
klebsiella, H. influenza, pneumonia pneumokokus dan tuberkulosis dengan kaverna.
Kadang-kadang aspirasi benda asing yang tidak radioopak dapat memberikan
gambaran klinis dan radiologis yang sama.(5)
• Komplikasi
Karena empiema, piopneumotoraks dan pneumatokel begitu sering ditemukan
bersama pneumonia ini, sehingga mereka dianggap bagian dari perjalanan alamiah
penyakit dan bukan sebagai komplikasi. Lesi septik di luar saluran pernafasan
jarang terjadi, kecuali pada bayi muda, yang padanya dapat terjadi perikarditis,
meningitis, osteomielitis, dan abses metastasis multipel stafilokokus pada jaringan
lunak.(5,8)

• Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase kumpulan nanah,
pemberian oksigen, hidrasi dan pemberian nutrisi secara intravena. Kadang-kadang
dapat diperlukan bantuan ventilasi.(5)
Terapi pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik, resisten
penisilase (misal : nafsilin) 200 mg/kgBB/hari secara intra vena atau seftriakson
100-150 mg/kgBB/hari secara intra vena atau dengan ampicilin 100 mg/kgBB/hari
secara intra vena selama 14 hari, pada neonatus. Pada bayi dan anak-anak
antibiotika yang diberikan ialah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari secara intra vena
dengan lama pemberian selama 10 hari. Uji resistensi pada pneumonia stafilokokus
sangatlah penting karena telah banyak yang resisten terhadap beberapa antibiotika,

17
namun mengingat cepatnya perjalanan penyakit maka dianjurkan untuk
memberikan antibiotika spektrum luas yang kiranya belum resisten. Untuk infeksi
stafilokokus yang membuat penisilinase dapat diberikan linkomisin 10-20
mg/kgBB/hari secara intra vena.(3,5,9)
Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian oksigen
disertai posisi penderita setengah miring untuk mengurangi sianosis dan
kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang, maka pipa-pipa drainase bisa
dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam
rongga toraks lebih dari 5 – 7 hari.(5)

• Prognosis
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan
sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya
sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang
memadai serta adanya penyakit yang menyertai. Semua penderita dengan hasil
biakan staphylococcus yang positif sebaiknya harus diuji terhadap kemungkinan
fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi imunologis.(3,5)

Bakteri gram negatif


1. Haemophilus influenzae
Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi dan
anak-anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi hemofilus, dan sangat
berhubungan dengan adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus
respiratorius dan epiglotitis.(5,8)

• Patofisiologi
Pneumonia H. influenza penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak ada tanda
roentgenogram dada yang khas. Terjadi infiltrat segmental, keterlibatan lobus
tunggal atau multipel, efusi pleura dan pneumatokel. Penyebaran dari infeksi di
tempat lain adalah secara hematogen. Daerah yang terinfeksi memperlihatkan
adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear ataupun sel-sel
limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara meluas.
Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai dengan
perdarahan.(5,6,8)

18
• Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang
diakibatkan oleh pneumokokus, pneumonia H. influenza lebih sering mulai secara
tersembunyi dan biasanya perjalanannya lama selama beberapa minggu. Batuk
hampir selalu dijumpai tapi mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini juga
dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas, takipnea dan pernafasan
cuping hidung.(5)
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang terlokalisasi saat
perkusi serta adanya suara pernafasan bronkial; cairan pleural sering ada pada
roentgen dada pada bayi muda.(5,6,8)

• Diagnosis
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari
darah, cairan pleura maupun dari aspirasi paru yang memperlihatkan adanya
lekositosis sedang disertai dengan limfopenia relatif. Bila tidak ada biakan positif,
uji aglutinasi lateks urin yang positif dapat dipakai untuk mendukung diagnosis ini.
Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan elektroforesis imunologis berlawanan
(counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air kemih dan
cairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini. Bila ditemukan adanya
atelektasis, bronkoskopi mungkin terindikasi untuk mengesampingkan adanya
benda asing.(5,6,8)
• Komplikasi
Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan termasuk
bakteremia, perikarditis, selulitis, empiema, meningitis dan piartrosis. Meningitis
terjadi pada 15% penderita yang lebih muda pada satu penelitian.(5)

• Penatalaksanaan
Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada pneumonia
pneumokokus dan stafilokokus. Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol
dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau seftriakson
100 mg/kgBB/hari secara intra vena harus dimasukkan sebagai terapi antibiotika
inisial sampai diketahui apakah organisme penghasil penisilinase; jika strain
tersebut sensitif, cukup diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari saja. Uji kepekaan
dan resistensi sangat penting.(5,9)

19
Tindakan drainase diindikasikan bila terdapat efusi pleura dan piartrosis.(5)

• Prognosis
Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan bakteri penyebab
akan melemah dan tidak mampu lagi menyebar terlalu jauh. Namun apabila terdapat
penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema maka hal tersebut akan
memperburuk prognosisnya.(8)

2. Klebsiella pneumoniae
Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan
traktus gastrointestinal pada beberapa anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan
infeksi pada anak-anak. Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai
kasus sporadis pada neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam
nasofaring mereka tanpa memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya
sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan
infeksi sehingga menularkan adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang
pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-sumber utama infeksi
nosokomial dengan organisme tersebut.(8)

• Patofisiologi
Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Bakteri ini memasuki
alveoli melalui peralatan yang dipakai dengan kecenderungan merusak dinding
alveolar. Daerah yang terinfeksi benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan
adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan jaringan setempat sudah fibrosis.(7)

• Gambaran Klinis
Keadaan pasien akibat infeksi Klebsiella pneumoniae ini adalah kekakuan yang
multipel pada onset yang mendadak, demam, batuk yang produktif, nyeri pleuritis dan
kelemahan yang tiba-tiba, serta dapat terjadi hemoptisis.(7,8)
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya suara redup saat perkusi dan
adanya ronki basah kasar saat auskultasi akibat banyaknya sekresi pus pada kavitas
paru.(5,7,8)

20
• Diagnosis
Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran adanya infiltrasi
pada lobus paru dan pleura-pleura yang menonjol. Kultur bakteri yang positif
didapatkan dari darah, pus di trakea serta hasil aspirasi paru.(7,8)

• Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan
karena obat ini terbukti efektif dalam melawan bakteri ini. Kanamisin merupakan obat
pilihan yang digunakan pada neonatus. Dosis yang digunakan 15–20 mg/kgBB/hari
secara intramuskuler setiap 8 jam selama minimal 10 – 14 hari atau dengan gentamisin
5-7,5 mg/kgBB/hari secara iv/im. Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk
penyebaran infeksi pada kavitas paru.(3,7,8,9)
Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi
pengembangan parunya.(3,7,8)

• Prognosis
Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan parenkim
sisa bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan angka kematian.(8)

Pneumonia aspirasi
Aspirasi ini dapat terjadi karena terminumnya minyak tanah atau bensin. Terdapat 2
teori tentang patogenesisnya, yaitu : (1) kerosene dapat mencapai paru setelah diabsorpsi
di traktus digestivus, (2) aspirasi terjadi sewaktu menelan kerosen, muntah atau pada saat
membilas lambung. Suhu tubuh dapat meninggi dan kesadaran dapat menurun. Pneumonia
aspirasi juga dapat terjadi pada neonatus, yang sering terjadi ialah adanya aspirasi dari
cairan amnion. Pengobatan simtomatik dan antibiotika sebagai profilaksis, dapat diberikan
kombinasi penisilin atau ampisilin dengan gentamisin. Pada umumnya pembilasan
lambung tidak dilakukan untuk menghindari terjadinya aspirasi.(3,5)

Sindrom Loeffler
Pada sindrom ini terlihat gambaran foto toraks gambaran infiltrat besar dan kecil yang
tersebar, ada yang menyerupai tuberkulosis miliaris dengan batas tidak tegas. Infiltrat dapat
berpindah-pindah dari satu lobus ke lobus lainnya atau dari paru satu ke paru yang lain.
Infiltrat ini merupakan infiltrat eosinofil oleh karena dijumpai banyak eosinofil pada

21
infiltrat tersebut. Pada umumnya infiltrat tersebut dianggap sebagai reaksi alergi terhadap
protein asing yang di daerah tropis dihubungkan dengan migrasi larva cacing Ascaris
lumbricoides atau lainnya, dari usus masuk ke peredaran darah dan paru. Darah
menunjukkan eosinofilia yang meningkat sebesar 40-70%. Penyakit ini biasanya tidak
memberat dan dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.
Pengobatannya terdiri atas antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder dan
antelmintika.(3,5)

Pneumonia hipostatik
Terjadi karena adanya kongesti pada paru yang lama, misalnya pada penderita penyakit
menahun yang berbaring lama. Kongesti paru bagian belakang bawah mengakibatkan
mudahnya kuman yang biasanya terdapat secara komensal berkembang biak dan kemudian
menyebabkan peradangan pada daerah paru. Pencegahannya ialah dengan mengubah-ubah
posisi berbaring.(3,5)

Pneumonia viral
Pneumonia yang disebabkan oleh virus terutama oleh Respiratory Syncitial Virus
(RSV) dan parainfluenza virus. Pada umumnya patogenesis terjadinya infeksi tersebut
belumdiketahui secara pasti, namun pada infeksi RSV yang menyebabkan bronkiolitis atau
pneumonia didapatkan nekrosis pada epitel bronkioler dan infiltrate limfosit serta sel
mononuclear peribronkioler, kadang dapat dijumpai penebalan interalveoler dan pengisian
ruangan antara alveolus dengan cairan.(5,10)

 Gambaran Klinis
Pada infeksi RSV menyebabkan spectrum penyakit saluran nafas yang luas.
Pada bayi 25-40% infeksi melibatkan saluran pernafasan bagian bawah, meliputi
pneumonia, bronkiolitis dan trakeobronkitis. Gejala klinis dimulai dengan rinore,
sedikit demam, dan gejala sistemik ringan, seringkali disertai adanya mengi dan
batuk. Sebagian besar pasien akan sembuh dalam waktu 1 sampai 2 minggu. Pada
penyakit yang berat, dapat terjadi takipnea dan dispnea, akhirnya dapat terjadi
hipoksi yang jelas, sianosis dan apnea. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
mengi, ronki dan suara abnormal paru lainnya yang menyeluruh. Sinar X pada dada
menunjukkan hiperekspansi, penebalan peribronkial dan berbagai infiltrat berkisar
dari infiltrat interstitial menyeluruh sampai konsolidasi segmental atau lobar.(5,10)

22
Pada infeksi parainfluenza, gejala yang muncul ialah coryza (raba hidung yang
muncul banyak sekali), sakit tenggorok, serak dan batuk dengan atau tanpa sesak
(croup). Pada batuk yang menyebabkan sesak, demam menetap, dengan coryza dan
sakit tenggorok yang memburuk. Batuk menyala atau menyerupai suara alat musik
tiup dapat diamati dan dapat berkembang menjadi stridor yang jelas. Penyembuhan
terjadi setelah 1 sampai 2 hari, meskipun kadang dapat terjadi sumbatan pada jalan
nafas dan hipoksia yang progresif. Jika berkembang menjadi bronkiolitis atau
pneumonia dapat terjadi batuk yang progresif disertai mengi, takipnea dan
peningkatan produksi sputum.(5,10)
 Diagnosis
Diagnosis infeksi RSV dapat diperkirakan dari keadaan epidemiologik,
misalnya penyakit yang parah pada bayi selama wabah virus RSV dalam masyarakat.
Diagnosis secara pasti ditegakkan dengan isolasi virus dari sekret saluran pernafasan,
meliputi sputum, usapan tenggorok, atau bilasan nasofaringeal. Virus dideteksi
dalam biakan jaringan dan dapat dikenali secara spesifik dengan reaksi imunologis
menggunakan imunofluoresens, ELISA, atau teknik lainnya.(10)
 Pencegahan dan terapi
Pengobatan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian bawah terdiri atas
terapi pernafasan meliputi tirah baring,
hidrasi, pengisapan secret dan pemberian oksigen serta pemberian anti
bronkospastik bila diperlukan. Pada kasus yang berat, dapat dipertimbangkan
pemasangan intubasi dan bantuan pernafasan. Pada penelitian terhadap pemberian
ribavirin aerosol pada infeksi oleh RSV menunjukkan efek penyembuhan dan
perbaikan gas darah. Pada infeksi virus parainfluenza, terutama pada kasus yang
berat, dapat diberikan glukokortikoid sistemik dosis tinggi.(10)
Upaya pencegahan dapat diberikan vaksin, namun hingga sekarang vaksin yang
efektif untuk mengatasi infeksi tersebut belum ditemukan. Pada RSV, telah
dikembangkan imunisasi dengan glikoprotein permukaan F dan G RSV yang sudah
dimurnikan atau berupa virus hidup, stabil dan sudah dimusnahkan. Sedangkan pada
virus parainfluenza belum dikembangkan vaksin yang efektif.(10)

23
C. Profilaksis
Tindakan profilaksis terhadap pneumonia maupun komplikasi yang ditimbulkannya
dapat dengan pemberian vaksin. Jenis vaksin yang beredar antara lain: vaksin
pneumokokal, vaksin conjugated H. influenza tipe B, vaksin influenza, dan vaksin
varisela.(11)
Dari semua vaksin yang tersedia, sekitar 80-90% adalah vaksin jenis pneumokokal.
Kebanyakan anak-anak di atas 2 tahun dan orang dewasa mempunyai suatu respon antigen
di dalam 2-3 minggu setelah vaksinasi. Sekitar 50% pasien yang divaksinasi timbul keluhan
erythema dan/atau rasa sakit di lokasi suntikan; sekitar 1% timbul demam, mialgia; dan 5
dari 1 juta orang yang divaksinasi timbul reaksi anafilaksis atau reaksi serius yang lain.(8,11)
Vaksinasi direkomendasikan untuk anak-anak di atas 2 tahun dan pada orang
dewasa dengan resiko tinggi terhadap infeksi pneumokokus atau terhadap komplikasinya,
termasuk juga orang dengan penyakit kardiovaskuler dan paru yang kronis, gangguan
fungsi lien, asplenia, penyakit Hodgkin's, berbagai myeloma, DM, infeksi HIV, sirosis
hepatis, alkolholism, gangguan ginjal, transplantasi organ, atau kondisi-kondisi lain
dihubungkan dengan immunosuspression dan anak dengan nefrosis.(5,8,11)

Anak dengan penyakit sel bulan sabit atau penyebab lain asplenia perlu profilaksis
dengan penisilin disamping juga dengan vaksin pneumokokal. Infeksi saluran nafas atas
yang rekuren pada anak-anak (otitis media dan sinusitis) bukan suatu indikasi untuk
vaksinasi. Efek perlindungan vaksin ini masih belum diketahui. Vaksinasi ulang setelah 5
sampai 10 tahun diindikasikan bagi mereka dengan resiko tinggi.(11)

24
BAB IV
Analisis Kasus

25
26
Daftar Pustaka :

1. Setiawati dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. 2008.
Surabaya

2. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes


(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta,
1995, hal: 709-712.

3. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan Infomedika,
Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.

4. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1995, hal: 695-705.

5. Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit
EGC, Jakarta, 1992, hal: 617-628.

6. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta,
1998, hal: 167.

7. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine with
Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, 1986, pp: 85-105.

8. Rudolph AM, et al, Pediatrics, 14th edition, Appleton & Lange, California, 1987, pp:1427-
1428.

27
9. Shulman TS, et al, Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada Anak, EGC,
Jakarta, 2001, hal 496-522.

10. isselbacher, et al, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2, Penerbit
EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.

11. Shah Ira, Pneumonia in children http:// www.pediatriconcal.com./for doctor/diseasand


conditions/Faqs/Pneumonia.asp, 2001

12. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia,


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

28

Anda mungkin juga menyukai