Ilyas
Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep
Ilyas65@gmail.com
Ahmad Faidlal
Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka
ahmad.faidlal87@gmail.com
Abstrak
Dalam memahami ayat-ayat demokrasi tentu diperlukan
sebuah teori tertentu untuk memastikan apakah ayat
tersebut sebagai landasan absahnya demokrasi atau ayat
tersebut memiliki maksud lain. Oleh karena itu, fakta
empiris dan historis antara demokrasi dengan syura
menjadi titik tekan tersendri dalam memahami ayat yang
dianggap sebagai dalil demokrasi tersebut. Teori
munasabah kami jadikan sebagai pisau analisis, hal itu
karena antara potongan ayat (Demokrasi) yang satu dengan
yang lainnya memiliki interkoneksi yang tidak terputus.
Berdasarkan hasil analisis penulis dalam penelitian ini
terhadap ayat yang dijadikan landasan diterimanya
demokrasi ternyata terkesan janggal jika memaksakan
demokrasi sebagai kata yang menjadi tafsir dari Ayat Al
Qur’an surat Asy Syûra (42): 37, Ali Imran (03): 159,
maupun Al Baqarah (02): 233, hal demikian karena
realitanya demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang
muncul dari landasan berfikir pemisahan agama dari
kehidupan menjadi hal mendasar bertolak belakangnya
dengan spirit Al Qur’an, Syariah dalam demokrasi hanya
sebatas option (pilihan) bukan obligation (kewajiban).
Menjadikan demokrasi sebagai produk tafsir dari ayat Al
Qur’an tidak dapat lagi disebut sebagai pengembangan
khazanah islam, namun hal tersebut hanya akan
merongrong sakraralitas Al Qur’an dan menjadi produk
tafsir yang gagal dan menyimpang, atau dengan sebutan Al
Dakhîl fi al tafsir (sesuatu yang menyusup ke dalam tafsir).
Pendahuluan
Berinteraksi dengan Al Qur’an mulai dari proses
membaca, memahami, hingga mewujudkannya di dunia nyata
merupakan aktivitas yang tidak akan pernah lenyap dalam
setiap hembusan nafas umat islam.1 Al Qur’an sebagai Hudan
(Petunjuk) benar-benar memberikan jalan terang menghadapi
berbagai dinamika persoalan, baik dalam ranah keagamaan,
sosial, politik budaya, dll. Hal ini tentu bukan hanya klaim yang
hanya bersifat dogmatis, namun sudah menjadi rahasia umum
bahwa sumber kebangkitan dan kejayaan Islam tempo dulu
dilatarbelakangi oleh sumber ajaran Islam yang memuat
peraturan hidup ini.
Sebagai kitab suci yang sakral dengan muatan petunjuk
yang mampu menjawab tantangan zaman, Al Qur’an senantiasa
menjadi ladang basah para cendikiawan dalam rangka menggali
petunjuk untuk menjawab berbagai problematika yang terus
menerus bermunculan di dunia kontemporer. disamping itu,
usaha-usaha untuk memahami kandungan Al Qur’an meski
tidak berangkat dari sebuah problematika yang kompleks juga
tidak sedikit dilakukan oleh kalangan cendikiawan muslim
(Mufassir).
Sebagai kitab petunjuk pula, Al Qur’an menjadi objek
kajian yang sagat unik. berjajarnya kitab-kitab tafsir (mulai dari
1
Fathurrasyid, Semiotika Kisah Al Qur‟an, (Surabaya: Pustaka Radja, 2014),
hlm. 1.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 41
2
Tokoh tokoh terkenal dengan berbagai karya mulai dari bidang tafsir, fiqih,
tauhid, filsafat, ekonomi, sosial, dll yang digali dari kitab Al Qur’an sudah
tidak lagi asing di lingkungan kita, bahkan tidak sedikit ilmuan ilmuan
muslim yang sukses dalam bidang kedokteran, pesawat terbang, matematika,
tekhnik industri pertanian adalah mereka yang mendapatkan pencerahan dari
Al Qur’an. lihat selengkapnya buku karya; Muhammad Said Mursi, Tokoh
Tokoh Besar Sepanjang Sejarah, Terj. Khairul Amru Harahap (Jakarta
Timur: Pustaka Al Kautsar, 2003)
42 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
3
Agus Solahuddin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits, cet. Ke-1, (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), hlm. 79-84
4
Abd. Rahman Dahlan, Kaidah Kaidah Penafsiran Al Qur‟an, cet. ke-1
(Bandung: Mizan, 1997), hlm. 121
5
Ayat ayat manganjurkan untuk melakukan musyawarah dapat dilihat dalam
QS.Ali Imran [3]: 159, QS. Asy Syûra [42]: 38 dan QS. Al Baqarah [2]: 233
6
Artani Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, Analisa Konseptual Dalam
Lintasan Sejarah Pemikiran Politik Islam, cet. Ke-1, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), hlm. 2-13.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 43
7
J. Suyuthi Pulungan, Prinsip Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam
Madinah Ditiinjau Dari Pandangan Al Qur‟an, cet ke-2 (Jakarta: Raja
Grafindo Persada), hlm. 211.
8
Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah Dan
Pemikiran, cet ke-5 (jakarta: UI press, 1993), hlm. 19.
44 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
9
Abd. Rahman Dahlan, Kaidah Kaidah Penafsiran Al Qur‟an, cet. ke-1
(Bandung: Mizan, 1997), hlm. 121.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 45
10
Munasabah secara etimologi memiliki arti persesuaian atau relevansi,
Munasabah secara terminologi dapat diartikan sebagai keterkaitan ayat ayat
Al Qur’an antara sebagian yang yang satu dengan sebagian yang lain,
sehingga ia terlihat sabagai suatu ungkapan yang rapi dan sitematis.
Jalaluddin As Suyuti, Al Itqan Fi Ulumi Al Qur’an, (Mesir: Maktabah Al
Tajariyah, tt) II:108.
46 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
11
Farid wadjdi & Shiddiq al – jawi, et. al, Ilusi Negara Demokrasi, (Bogor:
Al-Azhar Press, 2009), hlm. 54.
12
Adian Husaini, DEMOKRASI Sejarah, Makna, dan Respon Muslim,
Makalah Disampaikan Dalam Seminar Dengan Tema Islam Dan
Demokrasi, Diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta, 28
Februari 2009, hlm. 2.
48 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
13
Mirian budiarjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia pustaka
utama, 1996) hlm. 50.
14
Presiden amerika serikat yang berhasil menghapus sistem perbudakan yang
terdapat di Amerika serikat, ia dlahirkan di hardin county, kentucky pada 12
februari 1809. Najamuddin muhammad, Para pejuang kemanusiaan dunia,
(Jogjakarta: Ircisod, 2004) hlm. 161.
15
Bactiar efendi, “Islam dan Demokrasi: mencari sebuah sintesa yang
memungkinkan “dalam M. Natsir Tamara dan Elza Peldi Taher (ed) Agama
Dan Dialog Antar Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 86.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 49
16
Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajahi Teori dan Praktek
Demokrasi Secara Singkat, terj. A. Rahman zainuddin (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2001), hlm. 15-17.
17
Robert Held, dalam bukunya, “Inquisition” sabagaimana dikutip oleh
Ahsanul Mujahid memuat foto foto dan lukisan lukisan dari bentuk
penyiksaan yang dilakukan, seperti pembakaran hidup hidup, pencungkilan
mata, pemotongan lidah, alat penghancur kepala, pengeboran vagina dan
berbagai penyiksaan lainnya yang oleh kalangan gerejawan dengan
mengatasnamakan agama. Ahsanul Mujahid, Cogito Ergo Sum,
(Banjarmasin: Trigger__o, 2013), hlm. 86.
50 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
18
Farid wadjdi & Shiddiq al – jawi, et. al, Ilusi Negara Demokrasi, (Bogor:
Al-Azhar Press, 2009), hlm. 298.
19
Ibid., hlm. 298.
20
Tentang sekularisme, Yusuf Al Qardhawi memberikan diskripsi secara
global bahwa sekularisme adalah paham yang mengisolasi agama dari negara
dan kehidupan masyarakat. Agama hanya dipendam dalam jiwa setiap
individu, dan jangkauannya tidak melebihi batas hubungan antara dirinya dan
tuhannya. Kalaupun ia diizinkan untuk mengekspresikan agama dari dalam
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 51
2. Syûra
Syûra atau yang dikenal dengan istilah musyawarah
dianggap sebagai istilah lain dari demokrasi, artinya
musyawarah yang dilakukan oleh rakyat yang diwakili oleh
wakil-wakilnya di bangku parlemen merupakan ruh dari apa
yang oleh mereka disebut dengan demokrasi, pendapat tersebut
dipahami dari realitademokrasi dari satu sudut pandang cabang,
sehingga demokrasi hanya dimaknai dengan musyawarah,
padahal seperti yang telah dibahas di atas, demokrasi
merupakan sistem kepemerintahan yang memuat konsepsi
kehidupan yang menjadikan rakyat sebagai sumber kedaulatan
dengan berasaskan sekularisme.
Secara bahasa kata Syûra (musyawarah) memiliki
banyak makna. Menurut Al razi dalam Tafsir Mafatihul ghaib,
Syûra secara bahasa dimaknai “Mengeluarkan madu dari
sarang lilin (lebah)”.21 Makna ini kemudian berkembang
sehingga mencakup segala sesuatu yang yang dapat diambil
jiwanya, ekspresi itu hanya berlaku dalam urusan ibadah, dan seremoni
seremoni yang berkaitan dengan pernikahan, kematian dan sebagainya.
21
Dhihauddin Rais menggutip pendapat Al razi juga menggunakan redaksi
yang agak sama, Al musyawarat berasal dari perkataan syartu - al-„asala –
asyuurahu, yang berarti “saya mengambil madu lebah dari tempatnya dan
meneluarkannya”. Dhihauddin Rais, Teori Politik Islam, Terj. Abdul Hayyie
Al – Kattani (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 273.
52 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
22
Dikutip Sohrah, Syûra Vs Demokrasi, “Al Risalah” Volume 11 No 2 Mei
2011, hlm. 34, selengkapnya;
Abu Husayn Ahmad bin Faris bin Zakariyya, Mu‟jam Maqayis al-
Lughah, Juz III (Mesir: Mustafa Al ab al-Halabi, 1972), h. 226.
23
KBBI Offline 1.5.1
24
Artani Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, Analisa Konseptual Dalam
Lintasan Sejarah Pemikiran Politik Islam, Cet. Ke-1 (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), hlm. 1
25
Hafidz Abdurrahman, Diskursus Islam Politik Dan Spritual, (Jakarta: Wadi
Press, 2002), hlm. 5.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 53
26
Quraish Shihab, Wawasan Al Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i Atas Berbagai
Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 470.
54 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
27
Fakhriddin Al Razi , Mafatihul Ghaib (Bairut, Dar Al fikr, 1994), IX: 69
اتفقوا على ان كل ما نزل فٌه وحً من عند هللا لم ٌجز للرسول أن ٌشاور فٌه األمة ألنه إذا جاء
النص بطل الرأي والقٌاس
Menjadi kesepakatan ulama bahwa tidak boleh bagi rasul dan ummatnya
untuk melakukan musyawarah terhadap sesuatu yang telah datang
ketentuannya dari Allah, karena apabila terdapat suatu nas maka ra‟yu
dan qiyas menjadibatal .
28
Ini didasarkan pada tindakan Nabi dalam kasus Shulh Al Hudaibiyyah,
ketika pendapat Nabi yang didasarkan pada wahyu itu mendapatkan
penentangan dari Umar. Umar melihat, bahwa perjanjian ini merugikan
ummat Islam, ketika mereka datang ke Mekkah, tetapi tidak boleh kembali ke
Madinah, sementara kaum kafir Quraisy yang datang ke Madinah, boleh
kembali ke Mekkah. Padahal, dibalik semua itu ada rahasia yang
disembunyikan oleh Nabi, agar cahaya Islam yang terpancar di Madinah itu
bisa dilihat langsung oleh kaum kafir Quraisy. Dan mereka bisa menceritakan
pengalaman mereka kepada kaumnya langsung melalui mulut mulut mereka
sendiri.b adapun kaum muslim yang ke Mekkah, tidak boleh kembali
keMadinah, tidak lain agar mereka bisa menyampaikan dakwak ke penduduk
Mekkah. Dengan begitu dakwah di Mekkah bisa dilakukan melalui dua pihak
secara simultan, yaitu kaum muslimin sendiri, dan mel;alui penuturan
langsung orang kafir yang datang ke Madinahi itu. Inilah yang pada akhirnya
mengubah persepsi kafir Quraisy terhadap Islam dan ummatnya. Sehingga
tak lama dari perjanjian hudaybiyah ini, makkah jatuh ketangan Nabi tanpa
harus ada p[ertumpahan darah sedikitpun. Sikap teguh Nabi berpegang pada
pendapat dan keputusannya adalah karena pendapat dan keputusan itu
merupakan ketentuan hukum yang diwahyukan oleh Allah. Dalam hal ini
sikap Umar maupun sahabat yang laian tidak bisa mengubah pendapat
maupun keputusan Nabi.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 55
29
Ini didasarkan pada tindakan Nabi dalam kasus perang badar, ketika
pendapat Nabi dan para sahabat dalam kasus penempatan posisi pasukan
dimentahkan oleh mundzir al jamuh, yang merupakan ahli strategi dan
paling menguasai medan perang di kawasan badar itu. Nabi pun mengubah
keputusannya dan mengikuti pandangan mundzir al jamuh. Hal yang sama
bisa berlaku dalam konteks keilmuan dan akademik.
30
Ini didasarkan pada tindakan Nabi dalam kasus perang uhud, ketika
mayoritas sahabat junior menyatakan, bahwa pasukan kaum muslimin harus
menyongsong musuh diluar Madinah, bukan di dalam kota Madinah. ketika
mereka melihat para sahabat senior berpendapat sebaliknya, mereka pun
berusaha untuk mengubah keputusannya, tetapi keputusan sudah diambil oleh
Nabi berdasarkan suara mayoritas, dan Nabi pun menolak.
56 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
baik dengan corak Falsafi, Fiqhi, Sufi, Ilmi dan lain sebagainya
merupakan salah satu bukti tersebut. Oleh karena itu tidak
salah jika kemudian ada sebagian kalangan mengatakan bahwa
produk penafsiran tidak bisa lepas dari subjektifitas
mufassirnya.31
Produk penafsiran yang tidak bisa lepas dari
subjektifitas mufassirnya seperti yang telah disinggung di atas
tentu memiliki kemungkinan besar terhadap adanya
penyimpangan-penyimpangan tafsir dengan indikasi membuat
kekaburan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah ayat
tertentu atau bahkan bertolak belakang dengan spirit yang
dalam Al Qur’an, dari latarbelakang subyektifitas itulah
kemudian lahir istilah Al Dakhîl Fi Al Tafsir, yang pertama kali
diperkenalkan oleh Ibrahim Abdur Rahman khalifah melalui
karyanya yang berjudul Al Dakhîl Fil Al Tafsir.32
Ditinjau dari segi redaksi, kata Al Dakhîl Fi Al Tafsir
memuat dua term. Pertama, Al Dakhîl. kata ini berasal dari kata
Dakhala yang memiliki makna Masuk, Memasuki, Aib,
Penyakit dan berbagai makna yang lain dari turunan lafad
Dakhala tersebut,33 sedangkan istilah Dâkhil dengan sighat isim
31
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Dan Pengembangan Ulumul Qur‟an,
cet. Ke-1 (Yogyakarta: Pesantren Nawsea Press, 2009), hlm. 45.
32
Dikutip oleh Ibrahim Syuaib Z, Dakhil Al Naqli Dalam Al Qur‟an Dan
Tafsirnya Departemen Agama Republik Indonesia 2004, (Bandung: Lembaga
Penelitian UIN Sunan Gunung Jati Bandung, 2009), hlm. 3.
33
Adib Bisri, Kamus Al Bisri, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), hlm.
717.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 57
34
Yang dimaksud “petunjuk petunjuknya” merupakan pengertian yang
ditunjukkan oleh lafadz lafadz. Kemudian “Hukum yang berdiri sendiri atau
yang tersusun”, meliputi ilmu sharraf, i’rab, balangah, maani, badi’. “Makna
yang memungkinkan baginya ketika tersusun” meliputu pengertian hakiki
dan majazi. Sedangkan yang dimaksud “hal hal yang melengkapinya” adalah
pengetahuan tentang nasikh mansukh, asbabun nuzul, kisah kisah dan lain
sebagainya yang mejadi lingkup kajian ulumul qur’an. (lengkapnya di Manna
Khallil Al Qaththan, Studi Ulumul Qur‟an, Terj. Muzakris AS (Bogor: Litera
Antar Nusa, 1992), hlm. 452.
35
Ibrahim Abdu Rahman Khalifah, Al Dakhil Fi Al Tafsir, (Mesir: Dar Al
Banat, TT), hlm. 22.
58 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
36
Quraish Shihab, Membumikan Al Qur‟an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan Pustaka, 1996), hlm. 76.
37
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur‟an, Cet. ke-2 (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2010), hlm. 101
38
Badruddin Muhammad Bin Abdullah Az Zarkasyi, Al Burhan Fi Ulumu Al
Qur‟an, ed. Muhammad Abu Al Fadl Ibrahim, (Beirut: Darut Turats, TT),
hlm. 35.
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 59
dan akibat, atau antara illat dan ma’lulnya, atau antara rasionil
dan irrasionil, atau bahkan anatara dua hal yang kontradiksi.39
Para ulama Ulumul Qur’an menyebut beberapa bentuk
munasabah dalam Al Qur’an. Akan tetapi, secara garis besar
dapat penulis klasifikasikan kepada dua bentuk, yaitu: Dzahir
(jelas) dan Mudzmar (tersembunyi).40
Pertama, Munasabah dzahir. Munasabah ini terdiri dari
beberapa bentuk, salah satunya yang ada kaitannya dengan
pembahasan kali ini adalah: Interkonneksi universal yaitu suatu
ayat menyempurnakan penjelasan ayat sebelumnya. Artinya,
penjelasan suatu ayat mengenai suatu persoalan kadang-kadang
belum sempurna atau lengkap, kemudian ayat berikutnya
menyempurnakan penjelasan itu, hal tersebut, misalnya dapat
dilihat dalam surat Al Baqarah (2) ayat 3-5:
39
As Sayuti, Al Itqan Fi Ulum Al Qur‟an, Jilid II,( Beirut: Maktabah As
Saqafiyyah, TT), hlm. 108.
40
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur‟an, Cet. ke-2 (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2010), hlm. 102
60 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
41
Al – Baqarah (2): 3-5
42
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur‟an, Cet. ke-2 (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2010), hlm. 102
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 61
43
As saba’ (34): 2
62 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 63
44
Departemen Agama, Al qur’an dan terjemahannya, (Bandung: SYGMA,
2009), hlm. 487.
64 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
45
Departemen Agama, Al qur’an dan terjemahannya, (Bandung: SYGMA,
2009), hlm. 71.
66 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
46
Ismail Yusanto, “Siapa Diskriminatif? ” Al-Wa’ie, No.184, 1-31 Desember
2012, hlm. 40.
47
Tentang hak legislasi hukum Al qur’an telah memberikan penjelasan
tentang pemegang otoritas hukum seperti yang terdapat dalam QS. Al an’am :
57, Al maidah 44, 45, 47
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 67
48
M. Afif Hasan, Ideologi Transnasional, (Mojokerto: Insan Global, 2014),
hlm. 174.
49
Bisa dibaca di Farid wadjdi & Shiddiq al – jawi, et. al, Ilusi Negara
Demokrasi, (Bogor: Al-Azhar Press, 2009)
68 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
TOPI
NONKO
K SUB TOPIK
MPATIB
INTI KOMPATIBEL
EL
(Tafsir)
(Al
Dakhîl)
Perinta
Memberi maaf
h Alah
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 69
setelah Memohonkan
kekala
ampun
han
umat Syûra
islam Musyawa
dalam rah Demo
perang krasi
Uhud
NON
TOPIK KO
SUB TOPIK
INTI MPA
KOMPATI
TIB
BEL
EL
(Tafsir)
(Al
Dakh
îl)
70 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
Beriman
Bertawakkal
Menjauhi Dosa Besar
Menjauhi Perbuatan
Sifat Sifat Orang Yang Dijanjikan Akan Mendapatkan
Perbuatan Keji
Kenikmatan Yang Lebih Baik Di Hari Akhir Nanti
Syûra
Memutuskan
Sesuatu
Melalui Jalan
Musyawarah Demokras
i
Menafkahkan Sebagian
Rezeki Di Jalan Allah
Ilyas dan Ahmad Faidlal, Syura dan Demokrasi| 71
Simpulan
Untuk mendapatkan dan menemukan pemaknaan yang
pas terhadap sebuah teks al qur’an diperlukan kehati-hatian
dan kepribadian qur’ani dengan cara menggunakan kaidah
kaidah dasar tafsir yang telah disepakati oleh para cendikia.
justifikasi terhadap realitas dengan cara mencaplok ayat ayat
yang terkesan mendukung terhadap realitas atau ide yang
muncul di era kekinian merupakan kebiasaan yang segera
mungkin dihindari, terlepas dari banyak sedikitnya pendukung
perlu adanya sikap kritis untuk tetap menjaga sakralitas al
qur’an agar tidak mudah dijadikan payung kepentingan oleh
pihak pihak tertentu yang diuntungkan dengan ide yang
diembannya.
Keberadaan sistem demokrasi yang diemban oleh
banyak negara di dunia khususnya negeri islam, tidak
kemudian memberikan kesimpulan bahwa demokrasi
merupakan ajaran islam yang memiliki landasan normatif yang
kuat dalam Al qur’an. oleh karena itu, aktivitas mengkaji serta
terus menerus berinteraksi dengan Al qur’an tidak boleh
sedetikpun lepas dalam benak orang islam, agar cahaya islam
sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin benar benar dapat
dirasakan oleh umat sedunia.
72 | JPIK Vol.1 No. 1, Maret 2018: 39-75
Daftar Pustaka
Abdu Rahman Khalifah Ibrahim, Al Dakhîl Fi Al Tafsir, Mesir:
Dar Al Banat, TT.