SEPULUH (10) ILMUAN ISLAM YANG PALING BERJASA DALAM ILMU PENGETAHUAN
DAN TEHNOLOGI DUNIA
Oleh: Kodiran Salim
Peneliti Independen Lintas Kitab Suci
Ini akibat dari diberlakukan IMPERIALIS AGAMA oleh Orientalis (Yahudi dan
Missionaris)
Umat Islam termakan fatwa (pada masa Pasca Perang Salib) bahwa ilmu mantiq
(logika) itu haram. Ini mungkin dicptakan oleh Orientalis (Yahudi dan Mussionaris)
yang telah berhasil merebut buku-buku ilmu pengetahuan dan diterjemahkan di
Eropa dan dikembangkan. Tujuannya adalah agar umat Islam tidak mempergunakan
akal pikirannya lagi dalam beragama Islam. Tetapi umat Islam diarahkan kepada
pemikiran yang dogmatis (taqlid).
Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah
(1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada
masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak
minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum,
matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja’far Harun dan
Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan
ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai
“Kadi” (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes
dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen
di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang
mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah
hukum.Pemikiran Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk
karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan
besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh
orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan
sikap keberagamaannya.
Karya :
·Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
·Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
·Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan menolak
segala paham yang bertentangan dengan filsafat)
Karya Ibnu Sina, fisikawan terbesar Persia abad pertengahan , memainkan peranan
penting pada Pembangunan kembali Eropa.
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak
diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak
orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George Sarton menyebut Ibnu Sina
“ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua
bidang, tempat, dan waktu.” pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of
Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul
lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya Afshana, sebuah kota
kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana
terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia
adalah gubernur suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang
wilayah Afghanistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan
baik di Bukhara.
Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili, pemikiran Ibnu
Sina independen dengan memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa, yang
mengizinkannya menyusul para gurunya pada usia 14 tahun.
Ibn Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya segera
membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; dia menampilkan
suatu pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang luar biasa
kepandaiannya / Child prodigy yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan
juga seorang ahli puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari
aritmatika, dan dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang sarjana yang
memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar anak
muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah – masalah metafisika dan pada beberapa
tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun berikutnya, dia juga
mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak rintangan. pada beberapa
penyelidikan yang membingungkan, dia akan meninggalkan buku – bukunya,
mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai hidayah
menyelesaikan kesulitan – kesulitannya. Pada larut malam dia akan melanjutkan
kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan kadangkala segelas susu
kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah akan mengikutinya dan
memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari
Aristoteles, sampai kata – katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak
dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh
Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham. Yang sangat
mengagumkan adalah kesenangannya pada penemuan, yang dibuat dengan
bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang mempercepat untuk berterima kasih
kepada Allah SWT, dan memberikan sedekah atas orang miskin.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran,
tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya sendiri,
menemukan metode – metode baru dari perawatan. Anak muda ini memperoleh
predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa
“Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika
dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter
yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat – obat yang
sesuai.” Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia
merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
3. AL-BIRUNI
Beliau membuat penelitian radius Bumi kepada 6.339,6 kilometer (hasil ini diulang di
Barat pada abad ke 16)
Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku.
Sumbangannya kepada matematika termasuk:
4. Al-Khawarizmi
Nama Asli dari al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu
beliau dikenali sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-
Khawarizmi dikenal di Barat sebagai al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-
Karismi, al-Goritmi, al-Gorismi dan beberapa cara ejaan lagi. Beliau dilahirkan
di Bukhara.Tahun 780-850M adalah zaman kegemilangan al-Khawarizmi. al-
Khawarizmi telah wafat antara tahun 220 dan 230M. Ada yang mengatakan al-
Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan abad ke-9M. Sumber lain menegaskan
beliau hidup di Khawarism, Usbekistan pada tahun 194H/780M dan meninggal tahun
266H/850M di Baghdad.
Dalam pendidikan telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh
Islam yang berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam
bidang syariat tapi di dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik,
ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia.
Pribadi al-Khawarizmi
Kepribadian al-Khawarizmi telah diakui oleh orang Islam maupun dunia Barat. Ini
dapat dibuktikan bahawa G.Sarton mengatakan bahwa“pencapaian-pencapaian yang
tertinggi telah diperoleh oleh orang-orang Timur….” Dalam hal ini Al-Khawarizmi.
Tokoh lain, Wiedmann berkata….” al-Khawarizmi mempunyai kepribadian yang teguh
dan seorang yang mengabdikan hidupnya untuk dunia sains”.
Teori Jabir
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi hanya beberapa
yang sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia Jabir mencakup
penguraian metode dan peralatan dari pelbagai pengoperasian kimiawi dan fisikawi
yang diketahui pada zamannya. Di antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah
Al Falsafiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul SummaPerfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah: “Air raksa (merkuri)
dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk tunggal, tetapi adalah salah
menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah
keseluruhannya secara lengkap. Yang benar adalah bahwa, keduanya
mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala yang terjadi adalah sebagian
dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur, sedemikian rupa sehingga tidak
mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki memisahkan
bagianbagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan
tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya.
Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan
keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing unsur.”
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai dasar untuk
mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan
penguraian zat kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat
kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti
pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida, Metal, seperti pada emas,
perak, timah, tembaga, besi, dan Bahan campuran, yang dapat dikonversi menjadi
semacam bubuk.
Sampai abad pertengahan risalah-risalah Jabir di bidang ilmu kimia –termasuk
kitabnya yang masyhur, yakni Kitab Al-Kimya dan Kitab Al Sab’een, telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab Al Kimya bahkan telah
diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert Chester pada 1444, dengan judul The Book
of the Composition of Alchemy. Sementara buku kedua Kitab Al Sab’een,
diterjemahkan oleh Gerard Cremona.
Tulisan Al-Jazari juga dianggap unik karena memberikan gambaran yang begitu
detail dan jelas. Sebab ahli teknik lainnya lebih banyak mengetahui teori saja atau
mereka menyembunyikan pengetahuannya dari orang lain. Bahkan ia pun
menggambarkan metode rekonstruksi peralatan yang ia temukan.
Karyanya juga dianggap sebagai sebuah manuskrip terkenal di dunia, yang dianggap
sebagai teks penting untuk mempelajari sejarah teknologi. Isinya diilustrasikan
dengan miniatur yang menakjubkan. Hasil kerjanya ini kerap menarik perhatian
bahkan dari dunia Barat.
Dengan karya gemilangnya, ilmuwan dan ahli teknik Muslim ini telah membawa
masyarakat Islam pada abad ke-12 pada kejayaan. Ia hidup dan bekerja di
Mesopotamia selama 25 tahun. Ia mengabdi di istana Artuqid, kala itu di bawah
naungan Sultan Nasir al-Din Mahmoud.
Al-Jazari memberikan kontribusi yang pentng bagi dunia ilmu pengetahuan dan
masyarakat. Mesin pemompa air yang dipaparkan dalam bukunya, menjadi salah
satu karya yang inspiratif. Terutama bagi sarjana teknik dari belahan negari Barat.
Jika menilik sejarah, pasokan air untuk minum, keperluan rumah tangga, irigasi dan
kepentingan industri merupakan hal vital di negara-negara Muslim. Namun demikian,
yang sering menjadi masalah adalah terkait dengan alat yang efektif untuk
memompa air dari sumber airnya.
Masyarakat zaman dulu memang telah memanfaatkan sejumlah peralatan untuk
mendapatkan air. Yaitu, Shaduf maupun Saqiya. Shaduf dikenal pada masa kuno,
baik di Mesir maupun Assyria. Alat ini terdiri dari balok panjang yang ditopang di
antara dua pilar dengan balok kayu horizontal.
Sementara Saqiya merupakan mesin bertenaga hewan. Mekanisme sentralnya terdiri
dari dua gigi. Tenaga binatang yang digunakan adalah keledai maupun unta dan
Saqiya terkenal pada zaman Roma.
Para ilmuwan Muslim melakukan eksplorasi peralatan tersebut untuk mendapatkan
hasil yang lebih memuaskan. Al-Jazari merintis jalan ke sana dengan menguraikan
mesin yang mampu menghasilkan air dalam jumlah lebih banyak dibandingkan
dengan mesin yang pernah ada sebelumnya.
Al-Jazari, kala itu, memikul tanggung jawab untuk merancang lima mesin pada abad
ketiga belas. Dua mesin pertamanya merupakan modifikasi terhadap Shaduf, mesin
ketiganya adalah pengembangan dari Saqiya di mana tenaga air menggantikan
tenaga binatang.
Satu mesin yang sejenis dengan Saqiya diletakkan di Sungai Yazid di Damaskus dan
diperkirakan mampu memasok kebutuhan air di rumah sakit yang berada di dekat
sungai tersebut.
Mesin keempat adalah mesin yang menggunakan balok dan tenaga binatang. Balok
digerakkan secara naik turun oleh sebuah mekanisme yang melibatkan gigi gerigi
dan sebuah engkol.
Mesin itu diketahui merupakan mesin pertama kalinya yang menggunakan engkol
sebagai bagian dari sebuah mesin. Di Eropa hal ini baru terjadi pada abad 15. Dan
hal itu dianggap sebagai pencapaian yang luar biasa.
Pasalnya, engkol mesin merupakan peralatan mekanis yang penting setelah roda. Ia
menghasilkan gerakan berputar yang terus menerus. Pada masa sebelumnya
memang telah ditemukan engkol mesin, namun digerakkan dengan tangan. Tetapi,
engkol yang terhubung dengan sistem rod di sebuah mesin yang berputar ceritanya
lain.
Penemuan engkol mesin sejenis itu oleh sejarawan teknologi dianggap sebagai
peralatan mekanik yang paling penting bagi orang-orang Eropa yang hidup pada
awal abad kelima belas. Bertrand Gille menyatakan bahwa sistem tersebut
sebelumnya tak diketahui dan sangat terbatas penggunaannya.
Pada 1206 engkol mesin yang terhubung dengan sistem rod sepenuhnya
dikembangkan pada mesin pemompa air yang dibuat Al-jazari. Ini dilakukan tiga
abad sebelum Francesco di Giorgio Martini melakukannya.
Sedangkan mesin kelima, adalah mesin pompa yang digerakkan oleh air yang
merupakan peralatan yang memperlihatkan kemajuan lebih radikal. Gerakan roda air
yang ada dalam mesin itu menggerakan piston yang saling berhubungan.
Kemudian, silinder piston tersebut terhubung dengan pipa penyedot. Dan pipa
penyedot selanjutnya menyedot air dari sumber air dan membagikannya ke sistem
pasokan air. Pompa ini merupakan contoh awal dari double-acting principle. Taqi al-
Din kemudian menjabarkannya kembali mesin kelima dalam bukunya pada abad
keenam belas.
Abu Al Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli bedah, maupun ilmuan yang berasal
dari Andalusia. Dia merupakan penemu asli dari teknik pengobatan patah tulang
dengan menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada era modern ini.
Sebagai seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa dalam mewariskan ilmu
kedokteran yang penting bagi era modern ini.
Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak di
dekat Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern Spanyol di
Eropa. Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al
rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. Ayah Al
Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia
yang bernama Abbas. Menurut catatan sejarah keluarga ayah Al Zahrawi aslinya dari
Madinah yang pindah ke Andalusia.
Al Zahrawi selain termasyhur sebagai dokter yang hebat juga termasyhur karena
sebagai seorang Muslim yang taat. Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer,
seorang penulis dari perpustakaan Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi
hidup bagaikan seorang sufi. Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para
pasiennya secara cuma-cuma. Dia sering kali tidak meminta bayaran kepada para
pasiennya. Sebab dia menganggap melakukan pengobatan kepada para pasiennya
merupakan bagian dari amal atau sedekah. Dia merupakan orang yang begitu
pemurah serta baik budi pekertinya.
Selain membuka praktek pribadi, Al Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi
Khalifah Al Hakam II yang memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan putra
dari Kalifah Abdurrahman III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri berkuasa dari
tahun 961 sampai tahun 976. Dia melakukan perjanjian damai dengan kerajaan
Kristen di Iberia utara dan menggunakan kondisi yang stabil untuk mengembangkan
agrikultur melalui pembangunan irigasi. Selain itu dia juga meningkatkan
perkembangan ekonomi dengan memperluas jalan dan pembangunan pasar.
Kehebatan Al Zahrawi sebagai seorang dokter tak dapat diragukan lagi. Salah satu
sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang begitu besar bagi kemajuan perkembangan
ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips bagi penderita patah tulang
maupun geser tulang agar tulang yang patah bisa tersambung kembali. Sedangkan
tulang yang geser bisa kembali ke tempatnya semula. Tulang yang patah tersebut
digips atau dibalut semacam semen. Dalam sebuah risalahnya, dia menuliskan, jika
terdapat tulang yang bergeser maka tulang tersebut harus ditarik supaya kembali
tempatnya semula. Sedangkan untuk kasus masalah tulang yang lebih gawat,
seperti patah maka harus digips.
Setelah tulang lengan yang bergeser tersebut kembali ke tempat semula, dokter
harus melekatkan gips pada bagian tubuh yang tulangnya tadi sudah dikembalikan.
Gips tersebut mengandung obat penahan darah dan memiliki kemampuan
menyerap. Kemudian gips tersebut diolesi dengan putih telur dan dibalut dengan
perban secara ketat. Setelah itu, dengan menggunakan perban yang diikatkan ke
lengan, lengan pasien digantungkan ke leher selama beberapa hari. Sebab jika
lengan tidak digantungkan, maka lengan terasa sakit karena masih lemah
kondisinya.
Sesudah kondisi lengan semakin kuat dan membaik, maka gantungan lengan ke
leher dilepaskan. Jika tulang yang bergeser itu sudah benar-benar kembali dalam
posisi semula dengan baik dan sudah tidak terasa begitu sakit lagi maka buka
semua balutan termasuk gips yang membalut tangan pasien. Tetapi jika tulang yang
bergeser tersebut belum sepenuhnya pulih atau kembali ke tempat semula secara
tepat, maka perban maupun gips yang membalut lengan pasien harus dibuka. Lalu
lengan pasien dibalut lagi dengan gips dan perban yang baru setelah itu dibiarkan
selama beberapa hari hingga lengan pasien benar-benar sembuh total.
Salah satu karya fenomenal Al Zahrawi merupakan Kitab Al-Tasrif. Kitab tersebut
berisi penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah
dilakukannya proses operasi. Dalam penyiapan obat-obatan itu, dia mengenalkan
tehnik sublimasi. Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke
dalam beberapa bahasa oleh para penulis. Terjemahan Kitab Al Tasrif pernah
diterbitkan pada tahun 1519 dengan judul Liber Theoricae nec non Practicae
Alsaharavii. Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan dalam bahasa Ibrani
dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada abad ke-13. Salinan
Kitab Al Tasrif juga juga diterbitkan di Venice pada tahun 1471 dengan judul Liber
Servitoris. Risalah lain dalam Kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa Latin
oleh Gerardo van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber Alsaharavi
di Cirurgia. Dengan demikian kitab karya Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh
Eropa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi tersebut bagi dunia.
Kitabnya yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang
digunakan Al Zahrawi ini menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran di berbagai
kampus-kampus.
Sejak itu, mulailah perantauannya untuk belajar ilmu pengetahuan. Kota pertama
yang dituju adalah Ahwaz kemudian Baghdad. Kecintaannya kepada ilmu
pengetahuan membawanya berhijrah ke Mesir. Untuk membiayai hidupnya, ia
menyalin buku-buku tentang matematika dan ilmu falak.
Belajar yang dilakukan secara otodidak membuatnya mahir dalam bidang ilmu
pengetahuan, ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Tulisannya
mengenai mata telah menjadi salah satu rujukan penting dalam bidang penelitian
sains di Barat. Kajiannya mengenai pengobatan mata menjadi dasar pengobatan
mata modern.
Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar dan dari
situ tercetuslah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para saintis di
Itali untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Yang lebih menakjubkan
ialah Ibnu Haitham telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum seorang
ilmuwan bernama Tricella mengetahui hal tersebut 500 tahun kemudian.
Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, salah satunya adalah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya
banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan
matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
Ibnu Haitham membuktikan dirinya begitu bergairah mencari dan mendalami ilmu
pengetahuan pada usia mudanya. Banyak buku yang dihasilkannya dan masih
menjadi rujukan hingga saat ini. Di antara buku-bukunya itu adalah Al’Jami’ fi Usul
al’Hisab yang mengandung teori-teori ilmu matemetika dan matematika
penganalisaan; Kitab al-Tahlil wa al’Tarkib mengenai ilmu geometri; Kitab Tahlil
ai’masa’il al ‘Adadiyah tentang aljabar; Maqalah fi Istikhraj Simat al’Qiblah yang
mengupas tentang arah kiblat; Maqalah fima Tad’u llaih mengenai penggunaan
geometri dalam urusan hukum syarak; dan Risalah fi Sina’at al-Syi’r mengenai teknik
penulisan puisi.
Meski menjadi orang terkenal di zamannya, namun Ibnu Haitham tetap hidup dalam
kesederhanaan. Ia dikenal sebagai orang yang miskin materi tapi kaya ilmu
pengetahuan.
9. Al-Jahiz
Al-Jahiz lahir di Basra, Irak pada 781 M. Abu Uthman Amr ibn Bahr al-Kinani al-
Fuqaimi al-Basri, nama aslinya. Ahli zoologi terkemuka dari Basra, Irak ini merupakan
ilmuwan Muslim pertama yang mencetuskan teori evolusi. Pengaruhnya begitu luas
di kalangan ahli zoologi Muslim dan Barat. Jhon William Draper, ahli biologi Barat
yang sezaman dengan Charles Darwin pernah berujar, ”Teori evolusi yang
dikembangkan umat Islam lebih jauh dari yang seharusnya kita lakukan. Para ahli
biologi Muslim sampai meneliti berbagai hal tentang anorganik serta mineral.” Al-
Jahiz lah ahli biologi Muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori evolusi
.
Ilmuwan dari abad ke-9 M itu mengungkapkan dampak lingkungan terhadap
kemungkinan seekor binatang untuk tetap bertahan hidup. Sejarah peradaban Islam
mencatat, Al-Jahiz sebagai ahli biologi pertama yang mengungkapkan teori berjuang
untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk dapat bertahan hidup, papar dia,
makhluk hidup harus berjuang, seperti yang pernah dialaminya semasa hidup. Beliau
dilahirkan dan dibesarkan di keluarga miskin. Meskipun harus berjuang membantu
perekonomian keluarga yang morat-marit dengan menjual ikan, ia tidak putus
sekolah dan rajin berdiskusi di masjid tentang sains. Beliau bersekolah hingga usia
25 tahun. Di sekolah, Al-Jahiz mempelajari banyak hal, seperti puisi Arab, filsafat
Arab, sejarah Arab dan Persia sebelum Islam, serta Al-Qur’an dan hadist.
Al-Jahiz juga merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Menurutnya,
lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik penghuni sebuah komunitas
tertentu. Asal muasal beragamnya warna kulit manusia terjadi akibat hasil dari
lingkungan tempat mereka tinggal. Berkat teori-teori yang begitu cemerlang, Al-Jahiz
pun dikenal sebagai ahli biologi terbesar yang pernah lahir di dunia Islam. Ilmuwan
yang amat tersohor di kota Basra, Irak itu berhasil menuliskan kitab Ritab Al-Haywan
(Buku tentang Binatang). Dalam kitab itu dia menulis tentang kuman, teori evolusi,
adaptasi, dan psikologi binatang. Al-Jahiz pun tercatat sebagai ahli biologi pertama
yang mencatat perubahan hidup burung melalui migrasi. Tak cuma itu, pada abad
ke-9 M. Al-Jahiz sudah mampu menjelaskan metode memperoleh ammonia dari
kotoran binatang melalui penyulingan. Sosok dan pemikiran Al-Jahiz pun begitu
berpengaruh terhadap ilmuwan Persia, Al-Qazwini, dan ilmuwan Mesir, Al-Damiri.
Karirnya sebagai penulis ia awali dengan menulis artikel. Ketika itu Al-Jahiz masih di
Basra. Sejak itu, ia terus menulis hingga menulis dua ratus buku semasa hidupnya.
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia: )أبوبكر الرازيatau dikenali sebagai
Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara
tahun 864 – 930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada
tahun 313 H/925.
Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan.
Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad.
Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy.
Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. Ar-Razi juga
diketahui sebagai ilmuwan serbabisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan
terbesar dalam Islam.
Biografi
Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Hijirah dan meninggal pada tanggal 9
Oktober 925 Hijriah. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut
terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat
Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.
Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tapi dia
kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi
memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai
eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari
dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai
mempelajari ilmu kedokteran.
Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf
yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian
berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai
kerajaan dibawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu’tashim.
Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter disana.
Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur
ibnu Ishaq, penguasa Samania. Ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus
dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah
ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah
sakit di Baghdad.
Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan
untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-
muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar
Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter
yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.
Kontribusi
Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang
pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:
“Cacar terjadi ketika darah ‘mendidih’ dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan
mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti
ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya
seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk
gelembung pada wine. Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-
kanak, tapi juga masa dewasa. Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah
mencegah kontak dengan penyakit ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa
menjadi epidemi.”
Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis:
“Pernyataan pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah
ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, dimana dia
menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang dijelaskan dengan
perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah tersebut.”
Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama
yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku
ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya.
Cara penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam
pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.
Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: “Kemunculan cacar ditandai oleh
demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi
yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala
tersebut bergabung dan gatal terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka
mulai bermunculan dan terjadi perubahan warna merah pada muka dan kantung
mata. Salah satu gejala lainnya adalah perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit
pada tenggorokan.”
Alergi dan demam
Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit “alergi asma”,
dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu
tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga
mawar pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang
menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri.
Farmasi
Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung,
spatula dan mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari
merkuri.
Etika kedokteran
Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik,
bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
Berikut ini adalah karya ar-Razi pada bidang kedokteran yang dituliskan dalam buku:
* Hidup yang Luhur (Arab: )الحاوي.
* Petunjuk kedokteran untuk masyarakat umum (Arab:)من ل يحضره الطبيب
* Keraguan pada Galen
* Penyakit pada anak
Bolehlah dikatakan bahawa kemunculan Mantiq semulajadi, falsafah, dan pemikiran secara umumnya
adalah bersekali dengan kewujudan manusia, yakni bermula dengan kelahirannya. Mantiq, yang
ditakrifkan sebagai peraturan-peraturan berfikir yang betul, melalui kefahaman (inference) yang
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang benar dan sahih, menjadi panduan kepada manusia
dalam soal berfikir dan gerak daya yang berkaitan dengannya.
Dalam ulasannya terhadap Mantiq Timur, Ibn Sina mendapati bahawa ada kemungkinan besar Mantiq
berasal dari Timur, mendahului Mantiq Aristotle. Beliau mengatakan :
"Ada kemungkinan bahawa kita juga mewarisi ilmu dari sumber-sumber lain dari Greek..., kita
mengalu-alukan ilmu ini kerana ia diperolehi melalui kaedah-kaedah ilmiah. Orang-orang Greek
menamakannya Logic. Tetapi ada kemungkinan bahawa orang-orang Timur menamakannya dengan
nama lain."
Secara jujur Kaum Muslimin telah bekerja keras mendalami Mantiq Aristotle dan menguasainya
dengan cemerlang berbanding bidang-bidang lain. Semua ini mungkin disebabkan oleh hakikat
bahawa karya Mantiq beliau telah di terjemah berkali-kali.
Merujuk kepada karya-karya sejarahwan, al-Hujayri percaya bahawa Mantiq dan falsafah yang
dikembangkan oleh Aristotle secara berhati-hati melalui kaedah penyusunan dan pengkategorian,
pada hakikatnya telah diwarisi oleh orang-orang Parsi, yang kemudiannya menulisnya secara
tersusun dan formal.
Kalau kita melihat kepada sejarah sains dan falsafah, kita dapati para failasuf Greek menekankan
prinsip-prinsip Mantiq sebelum kedatangan Aristotle lagi, dan menggunakan prinsip-prinsip Mantiq
sebelum kedatangan Aristotle lagi, dan menggunakan prinsip-prinsip Mantiq dalam penyelesaian
masalah. Sebagai contoh, Sarton menyatakan dalam History of Philosophy bahawa Zeno menyiapkan
kerja-kerja Parmenides dari segi ruang-lingkup, kaedah dan pembuktian. Beliau mengesahkan
bahawa sekiranya seseorang mengambilkira perubahan dan sifat berubah alam ini sebagai suatu
hakikat dia pasti akan menemui kesimpulan yang Mantiqi. Mungkin disebabkan oleh pendekatannya
yang tersusun dan teratur beliau mampu memandu orang-orang yang datang kemudian. Aristotle
menamakannya pengasas Mantiq dan hujah dialektikal.
Zeno adalah failasuf aliran pemikiran Aela. Beliau dilahirkan pada 486 SM. Beliau hidup selepas
Parmenides, dua kurun sebelum Aristotle. Beliau meyakini dan mengajar bahawa mustahil dua
hakikat yang saling bercanggah disatukan. Prinsip ini digunakan bagi membuktikan kesatuan alam.
Beliau dianggap orang yang banyak berbicara tentang Mantiq.
Segala bukti yang dikemukakan oleh Zeno digunakan bagi menyokong teori kesatuan alam dan bagi
menolak kemungkinan pergerakan dan perubahan. Semua bukti-bukti ini disandarkan kepada
undang-undang percanggahan.
Golongan sufasta'iyyah pula berusaha mengkaji khitabah dan jadal. Minat mereka ini akhirnya
membawa mereka mengajar nahu dan sintaks. Dengan berbuat demikian mereka mengesahkan
Protagoras, sofist yang pertama sebagai pengasas ilmu nahu. Beliau mempunyai pengaruh besar ke
atas para pelajarnya terutama dalam soal kepelbagaian dan bentuk-bentuk katakerja. Pada masa
sama dia adalah guru pertama Mantiq amali (practical logic).
Aristotle adalah orang pertama memperkenalkan logic sebagai kaedah ilmiah yang tersendiri dan
seterusnya menulis tentangnya pada kurun ke empat sebelum Masihi. Dengan sebab itu dia dikenali
sebagai pengasas Mantiq dan guru pertama.
Pada kurun yang pertama hijrah Kaum Muslimin dikenali dengan suatu kaedah mantiq yang
tersendiri. Ini sebelum Mantiq Aristotle berkembang luas. Mantiq Kaum Muslimin dapat dilihat dengan
jelas dalam bidanga teologi dan prinsip-prinsip perundangan Islam. Dalam kurun-kurun berikutnya
kedua-dua bidang ini menjadi bidang keutamaan Kaum Muslimin. Mereka mengenalpasti dan
menyelesaikan permasalahan agama dengan pertolongan dua bidang ilmu ini, khususnya teologi.
Mereka bergantung kepada mantiq bagi membuktikan hujah-hujah mereka, dan bagi memperolehi
kesimpulan-kesimpulan yang sahih, tanpa perlu merujuk kepada Mantiq Aristotle.
Bidang ilmu yang membicarakan dasar-dasar perundangan adalah hasil mantiq para fuqaha.
Golongan Mutakallimun tidak menggunakan Mantiq Aristotle hinggalah ke kurun ke-5 hijrah
disebabkan oleh kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan dan keyakinan yang tinggi terhadap
kemampuan dan keyakinan yang diberikan oleh Mantiq mereka sendiri pada ketika itu.
Ramai ilmuwan ulung telah menyumbang kepada bidang Mantiq, antaranya al-Kindi, Abu Bishr Matta
b. Yunus, al-Qarani, Yahya Ibn Adi al-Nasrani, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, Bihminyar dan al-
Lawkari. Walaupun Ibn Sina tidak menghuraikan sepenuhnya Mantiq Aristotle dalam bukunya al-
Shifa', dan tidak menjelaskannya dengan sempurna, dia telah melakukannya dalam buku-buku yang
lain, dan dia telah menyampaikannya dengan tepat.
Para failasuf Muslim pada umumnya menghabiskan banyak masa dan usaha bagi menjelaskan
masalah-masalah berkaitan Mantiq. Sesetengahnya, seperti al-Farabi, Ibn Sina dan Nasiruddin al-
Tusi, adalah contoh-conth yang cemerlang dalam soal ini. Setengah ilmuan dan pemikir lain seperti
Fakhr al-Din al-Razi, Abu al-Barakat al-Baghdadi, al-Qutb al-Razi dan Sadr al-Din al-Shirazi turut
memberikan sumbangan besar terhadap bidang ini.
Abu Nasr al-Farabi telah menulis suatu kajian yang luas dan lengkap tentang Mantiq, walaupun pada
hakikatnya beliau hanyalah menulis suatu ringkasan dalam pembicaraannya tentang Organon karya
Aristotle. Dia percaya, dengan menggalakkan Mantiq seseorang boleh memperbaiki kaedah yang
digunakan; jika digunakan dengan betul, seseorang akan dipandu oleh akal ke jalan yang benar dan
terpelihara dari kesilapan.
Dia juga percaya bahawa kaitan Mantiq dan akan seumpama kaitan nahu dan bahasa, atau prinsip-
prinsip 'arud dengan syair. Beliau menekankan aspek-aspek amali Mantiq, dan meletakkan akal di
bawah prinsip-prinsip Mantiq.
Al-Farabi berhujah bahawa penggunaan khitabah dan jadal, ataupun kejuruteraan dan arithmetik,
tidak berupaya menggantikan peranan mantiq kerana mantiq bukanlah ibarat suatu perhiasan yang
tidak bermakna. Sebaliknya kecenderungan semulajadi manusia menyebabkannya mustahil ditukar
ganti.
Isi kandungan dan unsur-unsur mantiq adalah berkenaan dengan perkara-perkara yang mengkaji
prinsip-prinsip yang sahih dalam gerak daya berfikir. Karya yang dipersembahkan oleh al-Farabi
dalam bidang syair mempunyai dua aspek. Yang pertama menyentuh keupayaan beliau memahami
secara menyeluruh dan tepat Mantiq Aristotle yang sudah tersebar ke dunia Arab; yang kedua
menyentuh kemampuannya mengasaskan lima seni, yakni lima bentuk hujjah.
Pada kurun-kurun ke-5 dan ke-6 Hijrah, Ibn Sina telah berjaya menjelaskan Mantiq Aristotle,
meringkas dan mengkajinya, dan menghabiskan masa yang banyak dalam usaha memahaminya.
Dalam pendahuluan bukunya beliau ada menyebut tentang Mantiq Timur, dan mendakwa ia selaras
dengan Mantiq aliran Mashsha'i. Beliau mengajarkan falsafah gaya baru yang cenderung ke arah
aliran Aristotle dan Mashsha'i, menggabungkan kedua-duanya dengan pendekatan kaedah
berdasarkan falsafah Neo-Platonik.
Antara karya-karya terpenting sumbangan Ibn Sina ialah Kitab al-Najat yang kemudiannya diterjemah
ke bahasa Parsi dengan judul Danishnamah Ala'i. Ibn Sina menulis buku berkenaan bagi memujuk
Sultan Dinasti Kakwayh, dan mempersembahkannya kepada baginda sebagai hadiah.
Sumbangan lain beliau tentang mantiq boleh dilihat dalam al-Nukat wa al-Fawa'id. Risalah ini tidak
diketahui umum sebagai karyanya. Walau bagaimanapun terdapat satu salinan karya ini, di Istanbul.
Secara ringkasnya ia merupakan suatu risalah tentang mantiq, fizik dan metafizik. Persoalan-
persoalan yang dibincangkan itu juga boleh dijumpai di dalam kitab al-Najat dan juga al-Isharat yang
juga merupakan karangan beliau.
Di dalam kitab al-Shifa', yang dianggap salah satu karya teragung dalam bidang falsafah, Ibn Sina
telah menulis suatu bab khusus tentang mantiq. Tajuk bab itu ialah al-Burhandan ia telah diterbitkan
secara berasingan di Kaherah pada tahun 1954 oleh Abdul Rahman Badawi.
Nasruddin al-Tusi juga dianggap ilmuan besar ilmu mantiq, lebih daripada keahlian beliau dalam
perundangan Islam, sains, tiologi, falsafah, matematik dan astrologi.
Nasruddin al-Tusi menyatakan bahawa mantiq itu adalah merupakan suatu ilmu dan suatu alat.
Tujuannya sama dengan sains yang menyelidiki makna-makna dan sifat. Ia juga seperti suatu alat
disebabkan sifatnya seumpama kunci kepada tanggapan dan kefahaman terhadap ilmu-ilmu yang
lain. Beliau percaya bahawa ilmu mantiq mampu menghalang akal fikiran daripada terjerumus ke
dalam kesilapan dan kekeliruan.
Al-Tusi membahagikan semua ilmu kepada faham (konsep) dan hukum. Beliau berhujah bahawa
kefahaman terhadap sesuatu faham itu boleh dicapai melalui takrif, dan manakala hukum pula
diketahui melalui qiyas (analogi). Beliau percaya bahawa takrif dan qiyas adalah merupakan alat-alat,
dengan menggunakannya seseorang akan memperolehi ilmu.
Qiyas, berdasarkan kepada takrif yang diberikan oleh Ibn Sina berbeza daripada takrif Aristotle. Ibn
Sina membahagikan silogisme kepada dua : konjunktif dan ekseptif. Beliau menyempurnakan takrifan
itu dengan menggunakan gaya bahasanya yang tersendiri.
Taqiyyuddin Abu al-Abbas Ahmad bin Abdul Halim, juga dikenali sebagai Ibn Taymiyyah, dilahirkan di
Harran pada tahun 661 Hijrah. Dalam bukunya, al-Raddu ala al-Matiqiyyin, beliau merujuk kepada
suatu buku yang bertajuk al-Ara' wa al-Diyanah yang ditulis oleh al-Hassan bin Musa al-Nawbakhti
yang mendedahkan dan menjelaskan kesilapan-kesilapan Aristotle dan falsafahnya. Ada permulaan
bukunya Ibn Taimiyyah membicarakan tentang istilah ilmu mantiq. Seperti al-Hadd, al-Qawl al-Sharih
dan istilah-istilah lain. Beliau juga membicarakan tentang silogisme, yang dibahagikan kepada
pembuktian, jadal, khitabah, syair dan safsatah. Di hujung perbahasan tentang silogisme beliau
memberikan penjelasan yang begitu cemerlang tentang qiyas dan induksi.
Selepas Ibn Taymiyyah seorang lagi ilmuan muslim yang terkenal telah muncul, Abdul Rahman bin
Muhammad Khaldun al-Maghribi, atau lebih dikenali sebagai Ibn Khaldun. Beliau amat kritikal
terhadap mantiq Aristotle dan merupakan seorang tokoh ilmu kemasyarakatan dalam dunia Islam.
Ibn Khaldun membicarakan tentang mantiq dalam beberapa bab bukunya al-Muqaddimah, Beliau
melihat persoalan ini dari sudut sejarah dan menjelaskan bagaimana ia muncul dan disebarkan ke
seluruh dunia Islam. Beliau mentakrifkan intipati ilmu logik secara tepat dan kemudiannya
menjelaskan asas-asasnya dan perbezaan-perbezaan yang berkenaan. Beliau dengan keras
mengkritik mantiq Aristotle dan mempertahankan kritikannya itu dalam karya-karya beliau.
Kemunculan Sadr al-Din al-Shirazi pada kurun ke-10 dan ke-11 menandakan kemuncak pencapaian
akliah dalam tamadun Islam. Tatkala kelihatan tanda-tanda kejumudan dan keruntuhan, zaman ini
membuka jalan kepada kaedah baru dalam ilmu-ilmu akal yang menggabungkan falsafah Greek,
falsafah Mashsha'i, falsafah Iluminasi dan ajaran-ajaran Islam.
Dalam muqaddimah bukunya al-Asfar, beliau membahagikan ilmu kepada dua : ilmu teori yang terdiri
daripada mantiq, matematik, fizik dan metafizik ; dan ilmu amali yang mengandungi akhlak
pentadbiran (ekonomi) dan politik bernegara.
SALAH satu ilmu klasik Yunani yang diadaptasi oleh ulama serta ilmuwan Muslim pada awal
abad ke-2 Hijrah adalah ilmu mantik atau ilmu logik. Seperti halnya ilmu-ilmu klasik lain, ilmu
mantik mengalami perkembangan di tangan ulama Muslim, bahkan memiliki bentuk dan
karakter tersendiri yang berbeza daripada logik Aristotle.
Ilmu mantik sangat berkaitan dengan falsafah dan teologi, bahkan boleh dianggap menjadi
bahagian yang tidak terpisah daripada dua disiplin ilmu teori tersebut.
Di negeri asalnya (Yunani), logik lebih banyak digunakan oleh para ahli falsafah, sedangkan di
dunia Islam banyak digunakan oleh para ahli teologi (ahli ilmu kalam), khususnya pada awal
abad keenam ketika disiplin falsafah mulai mengalami kemunduran.
Ilmu mantik pertama kali diajarkan oleh Socrates, lalu dilanjutkan oleh Plato, kemudian
dilengkapi oleh Aristoteles yang menyusunnya dengan pembahasan yang lebih sistematik.
Mantik bererti 'ucapan'. Para ulama Arab menterjemahkan kata ini daripada istilah 'logik' yang
bererti 'pemikiran'. Dalam bahasa Arab 'ucapan' dan "pemikiran" adalah dua kata yang tidak
dapat dipisahkan.
Ucapan adalah rangkaian ungkapan yang lahir daripada pemikiran. Manusia sering digambarkan
sebagai makhluk yang berbicara, ertinya manusia adalah makhluk yang berfikir.
Salah satu tema utama yang dijumpai dalam seluruh buku mantik adalah pembahasan tentang
jenis ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam mantik terbahagi kepada dua,
iaitu tasawur (konsep) dan tasdiq (pembenaran). Konsep adalah pemahaman tentang objek-
objek sederhana, seperti buku, meja dan kerusi.
Dalam pada itu, pembenaran adalah pemahaman terhadap beberapa konsep yang mengandungi
nilai benar atau salah, seperti 'hari ini hujan' atau 'manusia adalah haiwan berfikir'. Jadi, tasawur
dan tasdiq merupakan pintu gerbang untuk tema-tema mantik lainnya.
Ilmu mantik yang berkembang di dunia Islam berbeza daripada ilmu logik yang diajarkan di
universiti-universiti moden. Dalam dunia Islam, ilmu mantik mencakupi pembahasan struktur
kalimat atau logik matematik formal, fizik serta metafizik.
Hampir semua ahli falsafah Muslim, khususnya al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rushd,
menyertakan mantik dalam setiap pembahasan falsafah mereka. Bahkan Ibnu Sina menulis
beberapa buku yang menerangkan mantik secara terperinci. Beliau mengarang sebuah buku yang
berjudul Asy-Syifa yang banyak membahas dan membicarakan ilmu mantik.
Ulama tradisional menolak keras penggunaan ilmu mantik. Mereka menganggap para ahli
teologi yang menggunakan ilmu mantik dalam mengemukakan argumentasinya dapat
menganggu keimanan umat Islam.
Kerana itu, para ulama tradisional menentang penggunaan ilmu mantik dengan pelbagai cara,
antara lain dengan menggunakan hadis-hadis lemah (daif) yang melarang penggunaan ilmu
mantik atau mengulasnya dalam sebuah buku.
Berfikir secara kritis dan teliti merupakan tujuan mempelajari mantik. Seseorang yang
mempelajari mantik akan memilih kata-kata yang sesuai dengan pemikiran yang hendak mereka
kemukakan dan menyusun kalimah yang benar serta baik agar mudah difahami oleh orang lain,
sesuai dengan maksud yang dikehendaki.
Secara lebih spesifik, tujuan mempelajari ilmu mantik adalah membahas hal ehwal suatu
persoalan dengan syarat-syarat argumentasi; dan jika syarat-syarat itu dapat dipenuhi, maka
manusia akan memperoleh apa yang telah dianggap benar.
Ilmu berasal dari bahasa arab yang merupakan terjemahan dari kata logika. Menurut
istilah maka diartikan suatu cabang ilmu filsafat yang menentukan penghargaan atau
penelitian tetntang suatu cara berfikir atau cara mengemukakan alasan-alasan, jika fakta-fakta
yang digunakan dalam cara berfikir itu sebelumnya sudah dikatakan benar logika
memperhatikan kebenaran suatu cara berfikir tetapi kurang memperhatikan kondisi
psikologis yang mungkin menjadi sebab dari cara berfikir itu. Oleh karena itu, logika
bukanlah suatu ilmu empirik, tetapi juga bersifat normatif.
Ilmu mantik adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat membimbing manusia
kearah berfikir secara benar yang menghasilkan kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar
dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kesimpulan salah.[1] Ilmu mantik juga
merupakan suatu lafadz yang mempunyai pengertian ganda, pertama, berarti apa yang
diketahui (yakni dipercaya dengan pasti dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari satu
alasan suatu argumentasi yang disebut dalil). Kedua, yang berarti gambaran yang ada di akal
tentang sesuatu seperti kerbau, sapi dan sebagainya. Dengan menyebut atau mendengar
lafadz tersebut, maka dengan sendirinya akal akan memunculkan suatu gambaran. Lafadz
yang ada pada gambaran di akal inilah yang disebut tasawur.
Sedangkan mantiq secara etimologis atau bahasa berasal dari dua bahasa, yaitu bahasa
arab nataqa yang berarti berkata atau berucap dan bahasa latin logos yang berarti perkataan
atau sabda.
Pengertian mantiq menurut istilah ialah:
1. Alat atau dasar yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan berpikir.
2. Sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir sehingga seseorang yang
menggunakannya akan selamat dari berfikir yang salah.[2]
Ilmu diantara fungsinya adalah untuk menyusuri sesuatu hal apakah itu sebuah
kenyataan atau tidak.
Dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu hal apakah itu sebuah kenyataan atau
tidak itulah yang disebut mantik. Dengan begitulah dapat diketahui ilmu tadi benar atau tidak.
Jika benar dengan kenyataan maka dikatakan sidik atau benar. Dan sebaliknya jika salah
maka dikatakan batil walaupun demikian tetap dalam kategori ilmu. Karena mantik
merupakan alat untuk menuju ilmu yang benar atau karena ilmu yang benar perlu adanya
pengarahan mantik. Jadi, ilmu mantik dikatakan ilmu segala yang benar atau sering disebut
bapak dari segala ilmu.[3]
Rumusan Ilmu mantiq menurut Syekh Abu Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad
‘Ulaisyi:[4]
َصهم همَوا َعاهتهه ىبتـَتلوىفليىق الى َتععا لَى الذذ لهَن ىمَن آللَخَطاىء فىى
للَملنىطهق ههَو َقا هنلونن َتلع ى
ىفلكىرىه
“Ilmu mantiq adalah tatanan berfikir yang dapat memelihara otak dari kesalahan berfikir
dengan pertolongan Allah Swt”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Al-Quasini:
صىدليىقَياىت ىملن َحليهث أَنَها هتَو ى
صهل صووىر َياىت َو اللنت ل َ ىعللنم هيلبَحهث ىفليىه َعىن اللَملعلهلوَماىت اللنت
صهل ىالى َذاىلَك صىدليقق اَلوَيَتَوَقهف َعلَليَها اللنتَو هصووىريي اَلوَت ل َ ىالى َملجهلوقل َت
“Ilmu yang membahas objek-objek pengetahuan tashawur dan tashdiq untuk mencapai
interaksi dari keduanya, atau sesuatu pemahaman yang dapat mendeskripsikan tashawur
dan tashdiq”.
Rumusan ilmu mantiq menurut Syekh Aj-Jurjani:
“Suatu alat yang mengatur kerja otak dalam berfikir agar tehindar dari kesalahan, selain
merupakan ilmu kecermatan praktis”.
Semantara itu adapun pengertian berfikir sebagai suatu kerja otak adalah sebagai berikut:
Menyusun berbagai persoalan objek tahu (muqoddimah Shugrodan muqoddimah qubro)
untuk memperoleh suatu kesimpulan (natijah) Gerakan jiwa dalam memahami objek pikir.
Dari ketiga definisi tersebut yang penuturannya bersifat fungsional dan operasional
dapatlah disimpulkan bahwa ilmu mantiq merupakan ilmu yang membahas suatu tata aturan
berfikir benar berkenaan dengan objek pikir, untuk memperoleh kebenaran.
Bisa dikatakan ilmu mantiq adalah satu disiplin ilmu untuk mengenai cara mengotak-ngatik
otak untuk memahami objek pikir agar menemukan kebenaran yang logis.
Setelah memperhatikan tujuan dan kegunaan ilmu mantiq di atas, kita semakin menyadari
betapa pentingnya mempelajari dan menkaji ilmu mantiq dalam kegiatan akademik (ilmiah)
mengenai hal itu, imam alghozali menegaskan:
“Sesungguhnya orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang mantiq, maka ilmuny
tidak dapat dipercaya”
Kegunaan yang sangat Nampak pada ilmu mantiq ini ialah untuk dapat berfikir dengan
benar hingga sampainya seseorang pada kesimpulan yang benar tanpa mempertimbangkan
kondisi dan situasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi seseorang.[5]
Jika demikian, kesimpulannya ialah setiap orang harus mempelajari ilmu mantiq agar
seseorang dalam mengambil kesimpulan tak lagi salah. Ilmu mantiq yang menuntun mereka
untuk sampai pada kesimpulan yang benar. Karena bisa saja seseorang melakukan
kesimpulan yang benar tanpa melalui ilmu mantiq. Itu mungkin saja kebetulan, karena yang
dapat menghasilkan kesimpulan atau hasil akhir yang benar adalah ilmu mantiq. Oleh sebab
itulah ilu mantiq disebut sebagai jembatan dari segala ilmu.
Aristoteles (384 –322 SM.) berusaha mengalahkan mereka secara ilmiah dengan
pernyataan-pernyataan logis yang brilian. Pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan
murid-muridnya. Karya Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahnya
sehingga logika dipelajari di setiap perguruan.[6]
Dalam perkembangan selanjutnya mantiq Aristoteles di transfer ke dunia islam
melalui kegiatan penerjemahan kedalam bahasa Arab pada Zaman Daulah Abbasiyah (tahun
153-656 H/750-1258 M). Upaya penerjemahannya dilakukan oleh Abdullah bin Mughafah
(sekretaris Abu Jafar al-Mansur dan Muhammad bin Abdullah bin Muhafah. Banyak karya-
karya ilmiah Yunani dan lain-lainnya diterjemahkan kedalam bahasa Arab, sehingga ada satu
masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan nama abad terjemahan. Logika karya
Aristoteles di terjemahkan juga dengan nama ‘Ilm Al-Mantiq.
Ilmu mantik dipelajari oleh umat islam sehingga banyak dari mereka yang menjadi
seorang pakar mantik. Diantara mereka juga menulis buku ilmu mantik dan
mengembangkannya dalam berbagai segi mengislamisasikannya melalui contoh-contoh yang
dimunculkan oleh mereka. Mereka juga menggunakan ilmu mantik untuk mempertajam dan
mempercepat daya pikir dan aplikasi kesimpulan yang benar dan mereka juga menggunakan
ilmu mantik untuk membantu mengokohkan hujjah-hujjah agamawi termasuk wujud Tuhan
dan kebaharuan alam semesta. Diantara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal
mendalami menerjemah dan mengarang di bidang ilmu mantik adalah Abdullah Ibn Al-
Muqaffa’, Yaqub Ibn Ishaq Al-Kindi, Abu Nashr Al-Farabi, Ibn Sina, Abu Hamid Al-Ghazali,
Ibn Rusyd Al-Kuthubi dan masih banyak yang lainnya. Pada Zaman kebangkitan Eropa dari
abad gelap Al-Farabi malah dijuluki dengan guru kedua logika. Tokoh-tokoh ilmuwan
lainnya yang sangat terkenal di bidang ilmu logika adalah Abu Ali Al-Haitsam, Abu Abdillah
Al-khawarizmi, Al-Tibrizi, Ibn Bajah, Al-Asmawi, Al-Sarmanqandi yang tidak terkenal
hanya belahan timur tetapi juga belahan barat.
Kemudian menyusulah zaman kemunduran di bidang ilmu mantik karena dianggap
terlalu memuja akal. Diantara ulama-ulama besar islam, seperti Muhyiddin Al-Nawawi, Ibn
Shalah, Taqiyun Ibn Taimiyah, Saduddin Al-Taftajani malah mengharamkan mempelajari
ilmu mantik dengan tuduhan akan menjadi zindiq, ilhad dan kufur. Pengaruh mereka ini telah
menyebabkan banyak ulama yang tidak memperkenankan ilmu mantik diajarkan dilembaga-
lembaga pendidikan yang diasuh mereka.
Namun demikian banyak orang ulama besar masih mempertahankan ilmu mantik
sebagai suatu ilmu yang harus dipelajari, tetapi mempunyai bagian yang terbatas saat
menggunkannya sebagai penunjang bagi ilmu tauhid saja diantara mereka adalah Sayid
Syarif Ali Al-Jurjani, Muhammad Al-Duwani, Abdurahman Al-Akhdari, muhibullah Al-Bisri,
Ahmad Al-Malawi, Muhammad Subhan, Al-Hindi dan masih banyak yang lainnya.
Eropa hampir seribu tahun dalam masa abad gelap mulai abad ke 13 sampai abah ke
14. Meraka menggali lagi pelajaran logika tetapi mereka tidak dapat mempelajari pelajaran
logika dengan sepenuhnya karena masih ada pengucilan gereja yang ketat. Namun demikian
kegairahan ilmu di Eropa pada masa abad tersebut setelah melalui perjuangan berat
memisahkan gereja dari negara sangat tinggi. Berbagai ilmu yang tadinya disalin dan
diterjemahkan para ilmuan-ilmuan Muslim kedalam bahasa Arab diterjemahkan kembali oleh
mereka dalam bahasa latin dan berlanjut ke bahasa-bahasa Eropa. Di bidang logika mereka
juga menggelari jabatan atau julukan kepada Al-Farabi sebagai guru kedua dan Ibn Sina
sebagai guru ketiga.
Buku logika Ibn Sina diterjemahkan dalam bahasa latin oleh mereka di penghujung
abad ke 12. Terjemahan yang lebih lengkap adalah dari karya logika Ibn Rusyd di awal abad
ke 14. Tejemahannya disebarkan di Paris (Perancis) dan Oxford (Inggris). Setelah itu ilmu
logika mulai hidup kembali di Eropa, Amerika dan negara-negara lainnya berkembang
dengan subur.
Dalam masa filsuf-filsuf muslim Alpharabi merupakan maha guru kedua dalam ilmu
pengetahuan karena masa Alpharabi ilmu mantiq di pelajari lebih rinci dan di praktikan
termasuk dalam pentasdiqan qodhiah.
Pada era modern muncul pemikir Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan pemikir
lainnya yang mengembangkan ilmu mantiq melalui karya-karya tulisnya.
Setelah di transfer ke dunia islam, mantiq yunani terdiri dari tiga corak berikut:[7]
1. Mantik hasil karya kelonpok Peripateticieus (Masya’ayun) atau mantiq aliran Peripatetisme
(Massaiah, yaitu pengembangan metode aristo mabtu )
2. Mantik hasil karya Stoicieus (Rawakiyun) atau mantiq aliran Stoicisme (Rawakiyah) yang di
kembangkan oleh ahli ilmu kalam dan ahli ushul fiqh
3. Mantik hasil karya ahli tasawuf yang disebut dengan mantik Isyaraqi (Manthiq Isyraqi)
Dalam kategori lain ilmu mantiq mempunyai corak yang dikelompokan menjadi tiga
kelompok antara lain sebagai berikut:
1. Mantik murni yunani
2. Mantik yunani yang bercampur dengan pemikiran islam
3. Mantik islami
Ilmu Mantiq Aristoteles dapat diterima dan berkembang di dunia pemikiran islam
disebabkan oleh beberapa faktor berikut :
1. Islam mengajarkan prinsip persamaan drajat antara pemeluk islam bangsa arab dan non arab,
berbeda dengan agama non islam yang kerap kali memandang rendah masyarakat jajahannya.
2. Adanya prinsip kebebasan berfikir bagi setiap individu muslim.
3. Adanya sikap terbuka untuk mempelajari ilmu pengetahuan peninggalan karya pemikir
yunani sebagai bagian dari objek kajian ilmiah.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, ilmu mantiq banyak
menyumbangkan baik dalam pembahasan maupun percobaan-percobaan yang dilakukan oleh
para ahli belakangan seperti Discartes, Imanuel Kant, dan yang lainnya.
Sejalan dengan itu, dalam dunia islam menjadi mundur di bidang ilmu
pengetahuan. Pada masa kemunduran ilmu pengetahuan di dunia Islam, timbullah berbagai
kritikan terhadap Ilmu Mantiq/ Logika karena dianggap logika sebagai penyebab lahirnya
paham-paham zindiq (atheis) karena terlalu memuja akal fikiran di dalam mencari kebenaran.
Sebagian ulama kemudian mengharamkan mempelajari ilmu logika, seperti Imam an-
Nawawi (1233-1277 M), Ibnu Shilah (1181-1243 M), Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) dan
Sa’adduddin at-Taftazani (1322-1389 M).[8]
Pengaruh fatwa tersebut sangat kuat di kalangan umat Islam, sehinnga kegiatan dan
perkembangan alam fikiran dunia Islam mengalami kemacetan dan kebekuan. Sementara
dunia Barat sedang gembira menyambut zaman Kebangunan (Renaissance) di Eropa (abad
13-14 M).
Ilmu logika baru dipelajari lebih luas setelah diperkenalkannya buku Madilog
karangan Tan Malaka yang terbit tahun 1951. Pada tahun 1954 Ilmu Mantiq telah dipelajari
secara lebih luas dan dimasukkan ke dalam kurikulum perguruan tinggi.[9]
[1] Prof. Dr. H. Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berfikir Logik,( TT: Darul Ulum), 1996, Hlm 1.
[2] http://awatifbaqis.blogspot.com/2012/04/pengertian-dan-ruang-lingkup-ilmu.html diunduh pkul. 6:53, tgl. 7
sept 2013
[3] Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., Logika (ilmu mantiq), (Jakarta: Prenada Media Group), 2010, Hlm 1.
[4] Syekh Abi Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisyi, Idhah Ibda’ Hikmah al-Hakim, hlm. 51.
[5] H. Baihaqi A. K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. (Jakarta: Darul Ulum Press), 2002, Hlm. 4.
[7] Drs. H. Syukriadi Sambas, Mantik kaidah berfikir islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung),
1996,
[8] Jamaluddin Kafie, Logika, Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, ) TT, Hal.10.
[9] Jamaluddin Kafie, Logika, Form Berpikir Logis, (Surabaya : Karya Anda, ) TT, Hal.11.