Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH SUHU DISTILASI DAN TINGKAT KONDENSOR

TERHADAP SIFAT SENSORIS DISTILAT ASAP CAIR

EFFECT OF DISTILLATION TEMPERATURE AND STAGE OF CONDENSER ON


SENSORY CHARACTERISTIC OF LIQUID SMOKE DISTILLATE

Dimas Rahadian Aji Muhammad1), Purnama Darmadji2), Yudi Pranoto2)


1. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, UNS, Surakarta
2. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarta

ABSTRACT
Modification of liquid smoke distillation equipment by construct three condenser stages was aimed to
prevent carry over of benzo[a]pyren and tar during the process. This modification was estimated affecting
sensory characteristic of each liquid smoke distillate fraction. Hence, the purpose of this research was
investigated the effect of distillation temperature as well as condenser stage on sensory characteristic of each
fraction. The distillation process was conducted on temperature 90-100oC, 100-110oC, and 110-120oC. Distillate
was produced in four parts (pre-condensasation, stage 1, stage 2, and stage 3). The result of this research
showed that each distillate fraction had different chemical and sensory characteristic.
Key words : liquid smoke, multistage distillation, sensory
ABSTRAK
Modifikasi alat distilasi asap cair dengan tiga tingkat kondensor dilakukan untuk mencegah terjadinya
carry over benzo[a]piren dan tar selama proses. Modifikasi alat tersebut diperkirakan akan berpengaruh pada
sifat sensoris masing-masing fraksi distilat asap cair. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh suhu distilasi dan tingkat kondensor terhadap sifat sensoris masing-masing fraksi asap cair. Suhu yang
digunakan untuk proses distilasi adalah 90-100oC, 100-110oC, dan 110-120oC. Distilat dihasilkan dari 4 tingkat,
yaitu tingkat pre-kondensasi, tingkat 1, tingkat 2, dan tingkat 3. Hasil penelitian menunjukkan masing-masing
fraksi mempunyai komponen kimia dan sifat sensoris yang berbeda.
Kata kunci : asap cair, distilasi bertingkat, sensoris

PENDAHULUAN Ternyata penggunaan satu tingkat kondensor


pada proses distilasi menimbulkan resiko
Pengasapan merupakan proses yang terjadinya peristiwa carry over, yaitu
lazim dilakukan dengan tujuan memberikan terbawanya senyawa benzo[a]piren pada
citarasa asap atau memperpanjang umur distilat asap cair selama proses distilasi.
simpan bahan makanan. Namun pada proses Setyawan, et al., (1997) menyebutkan bahwa
pengasapan tradisional masih terdapat senyawa benzo[a]pyrene pada distilat asap
kemungkinan terbentuknya senyawa cair sekitar 0.196 ppm atau 196 ppb. Kadar
polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) benzo[a]piren tersebut lebih tinggi dari
seperti benzo(a)piren yang bersifat persyaratan yang ditetapkan FAO/WHO,
karsinogenik , sehingga asap cair mulai yaitu sebesar 10 ppb pada asap cair dan 1 ppb
populer digunakan sebagai pengganti proses pada produk pangan.
pengasapan tradisional (Maga, 1987). Untuk mencegah terjadinya carry over
Beberapa jenis makanan yang dapat diolah benzo(a)piren maupun tar, dilakukan
menggunakan asap cair antara lain daging modifikasi alat distilasi, yaitu dengan
(Girard, 1992), sosis, salami, keju menggunakan tiga tingkat kondensor.
(Pszczola,1995), ikan (Martinez, 2005), dan Modifikasi alat distilasi diperkirakan juga
emping jagung (Muhammad, 2008). akan berpengaruh pada karakteristik sensoris
Darmadji (2001) menyebutkan bahwa masing-masing fraksi distilat, sehingga
pada pembuatan asap cair diperlukan proses penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
distilasi untuk memisahkan tar dan senyawa- profil sensoris masing-masing fraksi akibat
senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon pengaruh suhu distilasi dan tingkat
yang berbahaya bagi kesehatan. Selama ini, kondensor.
proses distilasi yang dijalankan hanya
menggunakan satu tingkat kondensor.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011 104
METODE PENELITIAN Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair
Grade III
Bahan
Komponen Kadar (%)
Penelitian ini menggunakan asap cair Asam 10,38
tempurung kelapa yang diproduksi PT. Karbonil 18,40
Tropica Nucifera Industry (Yogyakarta) Fenol 1,55
dengan kualifikasi grade III. Asap cair grade
III mempunyai pengertian asap cair hasil Tranggono, et al (1996) yang menyebutkan
pirolisis tempurung kelapa yang telah bahwa kadar fenol tempurung kelapa adalah
disaring menggunakan zeolit, namun belum 5,13%. Rendahnya kadar fenol filtrat asap
didistilasi. cair diperkirakan akibat perlakuan
Metode penyaringan menggunakan zeolit pada asap
cair. Menurut Mubarok (2009) penggunaan
Analisis kadar fenol (metode Senter et zeolit sebagai adsorben mampu menurunkan
al., 1989), karbonil (metode Lapin, 1951), kadar fenol hingga 79,46%.
dan asam (metode Anonim, 1990) dilakukan
untuk mengetahui komposisi kimia asap cair. Rendemen
Tahap selanjutnya adalah preparasi sampel Rendemen distilat pada tingkat suhu
dengan menyaring fraksi melayang pada asap yang berbeda dari 2000 ml asap cair dapat
cair menggunakan vacuum filter. Filtrat asap dilihat pada Tabel 2.
cair yang diperoleh, didistilasi sebanyak Pada kisaran suhu 90oC-100 oC waktu
2.000 ml menggunakan seperangkat alat yang dibutuhkan hingga tidak ada distilat
distilasi bertingkat (Gambar 1) pada suhu asap cair yang menetes adalah 11 menit.
90-100oC, 100-110oC, dan 110-120 oC. Proses Sedangkan untuk kisaran suhu 100-110oC
distilasi dinyatakan selesai apabila sudah dan 110-120oC waktu yang dibutuhkan
tidak ada distilat yang menetes dari hingga tidak ada distilat asap cair yang
kondensor. Distilat yang diperoleh dianalisis menetes berturut-turut adalah 52 menit dan 8
rendemen, komponen kimia, serta sifat menit. Dengan demikian total waktu yang
sensorisnya. dibutuhkan untuk melakukan proses distilasi
Analisis sensoris yang dilakukan asap cair sebanyak 2000 ml dengan alat
adalah uji pembedaan terhadap aroma dan distilasi tiga tingkat membutuhkan waktu
warna masing-masing fraksi asap cair dengan selama 71 menit.
melibatkan 20 panelis terlatih. Uji Tabel 2 menunjukkan bahwa rendemen
pembedaan dilakukan dengan pengujian distilat asap cair pada kisaran 90 oC-100oC
terbuka oleh panelis dengan metode scoring. adalah 31,7 ml (1,58%) dari 2000 ml bahan
Selain itu dilakukan juga uji pembedaan baku yang digunakan. Distilat asap cair yang
warna dengan peneraan menggunakan dihasilkan pada kisaran suhu 90-100oC
spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu UV- menunjukkan bahwa asap cair tempurung
1650PC), yang diindikasikan panjang kelapa mengandung komponen senyawa
gelombang dengan absorbansi maksimal dengan titik didih dibawah 100 oC. Diduga
terhadap masing-masing fraksi. komponen tersebut antara lain formaldehid,
glikosal, metil glioksal, dan diasetil yang
HASIL DAN PEMBAHASAN menurut Buckingham (1982) masing-masing
memiliki titik didih -21oC, 51oC, 71oC, dan
Sifat Fisik dan Komponen Asap Cair 88oC.
Hasil analisis proksimat asap cair Melalui Tabel 2 dapat dilihat bahwa
grade III ditunjukkan pada Tabel 1. rendemen terbanyak adalah fraksi asap cair
Tabel 1 menunjukkan bahwa filtrat dengan perlakuan suhu 100-110 oC, yaitu
asap cair mempunyai kadar asam 10,38%, mencapai 1724,5 ml (86,23%) dari 2000 ml
kadar karbonil 18,40 %, dan kadar fenol bahan yang digunakan. Kemungkinan hal ini
1,55 %. Kadar fenol asap cair grade III yang terjadi karena titik didih air yang merupakan
diuji lebih rendah daripada hasil penelitian komponen terbesar asap cair menguap pada

105 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011
Gambar 1. Skema alat distilasi bertingkat
Tabel 2. Rendemen distilat asap cair pada beberapa tingkat suhu
o
Suhu ( C) Pre (ml) Tk 1 (ml) Tk 2 (ml) Tk 3 (ml) Total (ml) Waktu (menit)
90-100 29 1,5 1 0,2 31,7 11
100-110 162 592 468,5 162 1724,5 52
110-120 9,5 39 10 4,2 62,7 8
Total 200,5 632,5 479,5 166,4 1818,9 71
Keterangan :
Fraksi Pre adalah distilat asap cair yang dihasilkan dari clavenger yang terletak pada tingkat paling bawah alat distilasi ; Tk 1,
Tk 2, dan Tk 3 berturut-turut adalah distilat yang dihasilkan dari kondensor tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat
ketiga.

suhu 100 oC. Maga (1987) menyebutkan kondensor yang berada di tingkat paling atas.
bahwa kadar air dalam asap cair mencapai Rajab (2009) yang melakukan penelitian
92%.Distilat asap cair pada kisaran 110 oC- distilasi minyak atsiri cengkeh dengan alat
120oC adalah 62,7 ml (3,13%) dari 2000 ml yang sama menyatakan bahwa fraksi pada
bahan baku. Distilat asap cair yang tingkat 1 merupakan fraksi yang terdiri dari
dihasilkan pada kisaran suhu 110-120oC senyawa-senyawa dengan berat molekul
menunjukkan bahwa asap cair tempurung besar, sedangkan berat molekul yang lebih
kelapa mengandung komponen dengan titik ringan ada pada tingkat 2 dan tingkat 3.
didih tinggi. Menurut Buckingham (1982), Molekul dengan berat molekul besar
beberapa senyawa pendukung sifat diperkirakan adalah molekul yang
fungsional asap cair yang mempunyai titik mempunyai rantai panjang. Menurut Ketaren
didih di atas 110oC antara lain golongan (1986), semakin panjang rantai molekul
fenol (guaikol, 4-metilguaikol, isoeugenol, maka semakin tinggi pula titik didihnya.
siringol, furfural, pirokatekol, hidroquinon, Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai
dan eugenol) ; serta golongan asam (asam dengan penelitian Dahroni (2007)
asetat, asam butirat, asam propionat, asam menyatakan komponen titik didih rendah
isovalerat). cenderung ke atas dan keluar sebagai destilat
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa dan komponen titik didih tinggi cenderung
pada setiap tingkat suhu rendemen distilat turun ke bawah kembali ke bejana atau ketel
tingkat 1 > tingkat 2 > tingkat 3. Tingkat 1 bahan.
adalah kondensor yang berada di tingkat
paling bawah, sedangkan tingkat 3 adalah

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011 106
Komponen Kimia Distilat Asap Cair pembentukan flavor, pH, serta umur simpan
makanan (Pszczola, 1995).
Kadar asam
Kadar asam distilat asap cair pada Kadar karbonil
berbagai tingkat suhudapat dilihat pada Kadar karbonil distilat asap cair pada
Gambar 2. berbagai tingkat suhu dapat dilihat pada
Pada Gambar 2 terlihat bahwa kadar Gambar 3.
asam distilat asap cair tertinggi, baik untuk Gambar 3 menunjukkan kadar
fraksi prekondensasi, tingkat 1, tingkat 2, dan karbonil distilat asap cair pada tiga tingkatan
tingkat 3 adalah distilat asap cair yang suhu dengan pola sebaran yang tidak teratur.
didistilasi pada kisaran suhu 110-120oC. Hal Pada kisaran suhu 90oC-100 oC kadar
ini sesuai dengan pernyataan Buckingham karbonil tertinggi terdapat pada distilat
(1982) yang menyebutkan bahwa titik didih tingkat 2, pada kisaran suhu 100 oC-110oC
asam asetat adalah 118oC. kadar karbonil tertinggi terdapat pada fraksi
Kandungan asam yang dihasilkan pada prekondensasi, sedangkan pada kisaran suhu
distilat yang didistilasi pada kisaran suhu 90- 110oC-120oC kadar karbonil tertinggi
100oC dan 100-110oC diduga adalah terdapat pada distilat tingkat 3. Seperti
golongan asam yang mempunyai titik didih halnya senyawa asam dan fenol, pengupan
pada kisaran suhu tersebut. Diketahui titik senyawa karbonil dipengaruhi oleh titik didih
didih asam format, asam asetat glasial tidak senyawa, yang secara tidak langsung
berwarna, serta asam tioasetat berturut-turut dipengaruhi oleh berat molekul senyawa dan
adalah 100oC, 80oC, dan 88oC. Menurut panjang rantai senyawa tersebut.
Ketaren (1986), semakin panjang rantai Diperkirakan yang menguap pada suhu 90oC-
maka semakin tinggi titik didihnya, semakin 100oC merupakan senyawa karbonil rantai
pendek rantai maka semakin rendah titik pendek, sedangkan yang menguap pada suhu
didihnya. Berdasarkan hal tersebut diduga 100oC-110oC dan 110oC-120oC merupakan
senyawa-senyawa yang berada dalam distilat senyawa karbonil dengan rantai yang lebih
suhu 90oC-100 oC dan 100oC-110 oC adalah panjang, sebab karbonil rantai pendek akan
golongan asam rantai pendek atau rantai menguap pada suhu yang lebih rendah
sedang. daripada karbonil rantai panjang.
Kandungan asam yang dihasilkan Berdasarkan tingkat fraksinya, diduga
pada distilat yang didistilasi pada kisaran karbonil rantai panjang akan cenderung
suhu 90-100 oC dan 100-110oC mungkin juga terdistilasi pada fraksi prekondensasi,
merupakan asam asetat yang mengalami sedangkan karbonil dengan rantai yang lebih
carry over. Carry over adalah terikutnya pendek akan terkondensasi di tingkat 1
senyawa yang tidak dinginkan pada proses sampai tingkat 3. Menurut Ruiter (1979)
distilasi karena adanya busa atau letupan- senyawa karbonil yang terdapat di dalam
letupan kecil selama proses, sehingga asap cair meliputi formaldehid, glikoaldehid,
mengakibatkan senyawa tersebut terikut metilglioksal, diasetil, furfural, aseton dan
dalam uap air. Sastrohamidjojo (2004) hidroksiaseton.
menyatakan pada proses distilasi senyawa Senyawa karbonil dibentuk karena
yang memiliki titik didih yang lebih tinggi, dekomposisi termal dan reaksi penataan
namun lebih larut dalam air akan menguap ulang selulosa dan hemiselulosa. Senyawa
lebih dahulu bila dibandingkan dengan karbonil, terutama golongan aldehid dan
senyawa yang titik didihnya rendah tetapi keton, mempunyai pengaruh utama pada
kelarutannya dalam air kecil. warna, yaitu dengan reaksi maillard. Warna
Senyawa asam yang ada di dalam produk asapan disebabkan adanya interaksi
distilat asap cair meliputi asam format, antara karbonil dengan gugus amino (Girard,
asetat, propionat, butirat, valerat dan 1992). Hal ini sesuai dengan penelitian
isokaproat. Senyawa yang bersumber dari Ruiter (1979) yang menyebutkan
asap cair tersebut dapat mempengaruhi glikoaldehid dan metiglioksal merupakan
bahan pencoklat yang aktif dengan gugus

107 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011
90-100oC 100-110oC 110-120oC

Gambar 2. Kadar asam distilat asap cair

35

30

25

20

15
Pre
10
Tingkat 1
5 Tingkat 2
0 Tingkat 3
o o o
90-100 C 100-110 C 110-120 C
Suhu

Gambar 3. Kadar karbonil distilat asap cair

amino, sedangkan formaldehid mudah rantai panjang, sehingga diperkirakan yang


bereaksi dengan gugus amino tanpa menguap pada suhu 90-100oC merupakan
menaikkan intensitas warna coklat (Ruiter, senyawa fenol rantai pendek, sedangkan
1979). yang menguap pada suhu 100-110 oC dan
110-120 oC merupakan senyawa fenol dengan
Kadar fenol rantai yang lebih panjang.
Kadar fenol distilat asap cair pada berbagai Distilat yang terdapat pada fraksi
tingkat suhu dapat dilihat pada Gambar 4. prekondensasi, tingkat 1, tingkat 2, dan
Pada Gambar 4 ditunjukkan bahwa tingkat 3 dipengaruhi oleh berat molekul
senyawa fenol dihasilkan pada distilasi fenol. Fenol yang mempunyai berat molekul
dengan suhu 100-110oC relatif mempunyai besar akan cenderung berada di bawah,
kadar yang lebih tinggi dibandingkan suhu sedangkan fenol dengan berat molekul yang
90-100oC dan 110-120 oC. Pada fraksi lebih kecil akan berada ditingkat lebih atas.
prekondensasi dihasilkan senyawa fenol Hal ini sesuai dengan pernyataan
dengan kadar yang tertinggi dibandingkan Muhammad, et al (2009) yang menjelaskan
tingkat 1, tingkat 2, dan tingkat 3 baik untuk distilat yang berada dalam fraksi
perlakuan suhu 90-100oC dan 100-110 oC, prekondensasi merupakan distilat dengan
tetapi untuk suhu 110-120oC menghasilkan berat molekul yang lebih besar, sehingga
senyawa fenol paling rendah. Menurut aktivitas antioksidannya lebih besar juga.
Darmadji (2002) fenol dengan rantai pendek Tingkat kondensor tidak hanya
akan lebih cepat menguap daripada fenol mempengaruhi rendemen dan karakteristik

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011 108
3,5

2,5
Pre
2 Tingkat 1

1,5 Tingkat 2
Tingkat 3
1

0,5

0
90-100oC 100-110oC 110-120oC

Suhu

Gambar 4. Kadar fenol distilat asap cair

kimia, tetapi juga berpengaruh pada berwarna kuning, sedangkan tingkat 1,


kecepatan produksi fenol distilat tingkat 2, dan tingkat 3 menghasilkan distilat
(Muhammad et al, 2010). tidak berwarna.
Fenol merupakan senyawa yang Selain itu diduga pula warna kuning
berperan secara signifikan dalam membentuk pada seluruh fraksi prekondensasi adalah
karakter sensoris asap cair. Menurut Ruiter akibat terjadinya carry over senyawa tar dan
(1979), fenol berperan sebagai pembentuk benzo[a]pyren selama proses distilasi. Carry
warna, sedangkan Girard (1992) over adalah terikutnya senyawa yang tidak
menyebutkan fenol berperan sebagai dinginkan pada proses distilasi karena
pembentuk flavor serta mempunyai sifat adanya busa atau letupan-letupan kecil
antibakteri dan antimikrobia. Komponen selama proses, sehingga mengakibatkan
senyawa fenol yang berperan dalam senyawa tersebut terikut dalam uap. Carry
pembentukan flavor adalah guaiakol, 4- over dapat dicegah dengan pipa yang
metilguaikol dan 2,6-dimetoksifenol. dimodifikasi dengan seperti yang digunakan
Guaiakol berperan memberi rasa asap, dalam penelitian ini, sehingga pada tingkat 1,
sementara siringol memberi aroma asap tingkat 2, dan tingkat 3 menghasilkan distilat
(Daun, 1979). tidak berwarna. Keseluruhan distilat asap
cair yang dihasilkan, baik pada tiga tingkat
Sifat Sensoris Distilat Asap Cair
suhu dan beberapa tingkat waktu pada semua
Sifat sensoris distilat asap cair dapat tingkat, kondensor mempunyai kenampakan
dilihat pada Tabel 3. jernih (tidak keruh).
Warna Aroma
Pada pengujian warna distilat asap Dari Tabel 3 diketahui kecenderungan
cair, diketahui bahwa seluruh fraksi yang yang sama yaitu aroma khas asap (smoky)
didistilasi dengan suhu 90 oC-100oC berwarna yang terbentuk pada fraksi prekondensasi
kuning. Diduga warna kuning ini disebabkan tidak kuat, sedangkan aroma khas asap yang
oleh senyawa karbonil yang menguap pada terbentuk pada tingkat 1 selalu paling kuat di
suhu kurang dari 100oC. Menurut antara fraksi-fraksi lainnya. Distilat tingkat 2
Buckingham (1982), komponen asap cair dan tingkat 3, pada beberapa tingkat suhu
yang memiliki titik didih dibawah 100oC dan tingkat waktu mempunyai aroma asap
antara lain formaldehid, glikosal, metil sekuat distilat tingkat 1, namun pada
glioksal, dan diasetil yang masing-masing beberapa tingkat suhu dan waktu lainnya
memiliki titik didih -21oC,51oC, 71oC, dan aroma asap distilat tingkat 2 dan tingkat 3
88oC. Distilasi pada kisaran suhu 100oC-
110oC dan 110oC-120 oC, hanya pada fraksi
prekondensasi menghasilkan distilat

109 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011
Tabel 3. Sifat Sensoris Distilat Asap Cair pada Beberapa Tingkat Suhu

Suhu (oC) Tingkat Warna Aroma Keterangan


Pre kuning +++ smoky +++ tidak menyengat
1 kuning + smoky +++++ tidak menyengat
90-100
2 kuning +++++ smoky +++++ tidak menyengat
3 kuning +++++ smoky +++++ tidak menyengat
Pre kuning +++ smoky +++++ tidak menyengat
1 tidak berwarna smoky +++++ tidak menyengat
100-110
2 tidak berwarna smoky +++++ tidak menyengat
3 tidak berwarna smoky +++++ tidak menyengat
Pre kuning +++++ smoky ++ menyengat
1 tidak berwarna smoky ++++ menyengat
110-120
2 tidak berwarna smoky ++++ menyengat
3 tidak berwarna smoky ++++ menyengat
Keterangan :
(1) Warna kuning +1 identik dengan warna pada Lovibond Tintometer Model F dengan nilai R=1,3 ; Y=6,9 ; B=0 ;
dan N=0. Semakin besar nilainya maka semakin tua warna kuningnya.
(2) Aroma smoky +5 identik dengan asap cair grade III. Semakin kecil nilainya, maka semakin berkurang aroma
smoky-nya
(3) Fraksi Pre adalah distilat asap cair yang dihasilkan dari clavenger yang terletak pada tingkat paling bawah alat
distilasi ; Tk 1, Tk 2, dan Tk 3 berturut-turut adalah distilat yang dihasilkan dari kondensor tingkat pertama,
tingkat kedua, dan tingkat ketiga.

lebih rendah dibandingkan aroma distilat medium berada pada distilat tingkat 1 atau
tingkat 1. tingkat 2, sehingga distilat tersebut
Menurut Girard (1992), salah satu mempunyai aroma khas asap paling kuat.
fungsi senyawa fenol adalah pembentuk Tabel 3 menunjukkan bahwa pada
flavor asap. Komponen senyawa fenol yang distilat dengan suhu distilasi 110 oC-120oC
berperan dalam pembentukan flavor adalah mempunyai aroma yang menyengat baik
guaiakol, 4-metilguaikol dan 2,6- untuk fraksi prekondensasi, tingkat 1, tingkat
dimetoksifenol. Guaiakol berperan memberi 2, dan tingkat 3. Hal ini disebabkan oleh
rasa asap, sementara siringol memberi aroma tingginya kadar asam asetat pada distilat
asap (Daun, 1979). Draudt (1963) tersebut. Menurut Buckingham (1982), titik
menunjukan bahwa nilai ambang fenol dari didih asam asetat adalah 118 oC. Hal ini
kondensat asap adalah 0,147 ppm untuk didukung pernyataan Muhammad, et al
rangsangan rasa dan 0,023 ppm untuk (2009) yang menyebutkan bahwa kadar asam
rangsangan bau. asetat yang
Pada Gambar 3 diketahui bahwa kadar dengan karbonil dan fenol akan
fenol pada fraksi prekondensasi paling menimbulkan aroma yang menyengat.
tinggi, tetapi melalui Tabel 2. ditunjukkan
bahwa aroma khas aroma asap lebih rendah Peneraan Panjang Gelombang Cahaya
dibanding distilat tingkat 1. Hal ini Panjang gelombang cahaya yang
disebabkan pada fraksi prekondensasi menunjukkan absorbansi maksimal distilat
banyak terdapat fenol dengan berat molekul asap cair pada beberapa tingkatan suhu dapat
besar atau titik didih tinggi. Menurut Daun dilihat melalui Tabel 4.
(1979), fenol dengan titik didih tinggi Pengujian warna dengan alat
merupakan antioksidan yang efektif. Guillen, merupakan pengujian secara objektif, sebagai
et al (1996) menyatakan fenol dengan titik upaya uji validitas pengujian sensoris.
didih medium seperti guaikol, eugenol dan Menurut Sulistyowati (2009), setiap cairan
siringol merupakan senyawa yang paling memiliki penyerapan spektrum panjang
bertanggung jawab pada penbentukan aroma gelombang elektromagnetik yang berbeda-
spesifik yang diinginkan pada produk beda tergantung pada konsentrasi molekul
asapan. Diperkirakan fenol dengan titik didih yang terkandung dalam cairan. Untuk dapat
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011 110
Tabel 4. Panjang Gelombang Cahaya yang Menunjukkan Absorbansi Maksimal Distilat Asap
Cair pada Tiga Tingkat Suhu
Suhu Pre Tk 1 Tk 2 Tk 3
(oC) (nm) (nm) (nm) (nm)
90-100 540 540 560,5 560,5
100-110 560 541 541 541
110-120 560,5 541 541 541
Keterangan :
Fraksi Pre adalah distilat asap cair yang dihasilkan dari clavenger yang terletak pada tingkat paling
bawah alat distilasi ; Tk 1, Tk 2, dan Tk 3 berturut-turut adalah distilat yang dihasilkan dari kondensor
tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.

mengenali cairan berdasarkan penyerapan DAFTAR PUSTAKA


spektrum panjang gelombang, digunakan
sebuah sumber cahaya yang dapat Anonim, 1990. Association of Official
memancarkan spektrum panjang gelombang Analytical Chemistry Official Method of
dengan range yang cukup lebar. Analysis. 18th editor. Benjamin
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada Franklin. Washington D.C.
seluruh sampel, kisaran panjang gelombang
----------,2009. Radiasi Elektromagnetik.
yang terserap maksimal antara 541 nm dan
Download dari ttp://www.chem-is-
559 nm. Menurut Anonim (2009), warna
try.org/materi_kimia/instrumen_analisi
hijau mempunyai panjang gelombang cahaya
s/spektrum_serapan_ultraviolet-
520-565 nm. Padahal melalui uji sensoris
tampak__uv-
menggunakan panelis diketahui bahwa
vis_/radiasi_elektromagnetik/
distilat dengan panjang gelombang sekitar
558 nm akan terdeteksi sebagai warna Buckhingham, J. 1982. Dictionary of
kuning, sedangkan distilat dengan panjang Organic Compound. Chapman dan Hal.
gelombang sekitar 541 nm akan terdeteksi New York.
sebagai distilat yang tidak berwarna. Dahroni. I, dan Sukarsono, 2007. Pemurnian
Minyak Cengkeh Menjadi Eugenol
KESIMPULAN DAN SARAN dengan Destilasi Fraksinasi, PT. APB
Batan, Yogyakarta.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa suhu disitilasi dan tingkat kondensor Darmadji, P., 2001. Optimasi pemurnian asap
berpengaruh terhadap sifat sensoris masing- cair dengan metoda distilasi.
masing fraksi asap cair. Modifikasi alat dapat Prosiding Seminar Nasional PATPI
menekan terjadinya carry over yang Darmadji. P. 2002. Optimasi Proses
diindikasikan dengan adanya perbedaan Pembuatan Tepung Asap. Agritech Vol
warna distilat asap cair. Sifat sensoris pada 22 No.4 hal 172-177
masing-masing fraksi terbentuk dari senyawa
kimia yang dominan pada fraksi tersebut, Daun, H., 1979. Interaction of Wood Smoke
yaitu asam, karbonil, dan fenol. Selanjutnya, Component and Food. Food Tech.
dari fraksi-fraksi yang dihasilkan dari 35(5): 66-70.
penelitian ini, dapat ditentukan fraksi yang Draudt, H N. 1963. The meat smooking
dapat diaplikasikan sebagai pemberi citarasa process. Review Food Technol (17),
pada makanan dengan melakukan penelitian 1557.
dengan pemodelan pada jenis makanan
Girard, J.P., 1992. Technology of Meat and
tertentu.
Meat Product Smoking. Ellis Harwood.
New York. London. Toronto. Sydney.
Tokyu. Singapore. 162-201.

111 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011
Gorbatov, V.M., N.N, Krylova, V.P. (LIPI) pada Tanggal 2 Desember 2009
Volovinskaya, Y.N. Cyaskovkaya, di Yogyakarta
K.I. Bazarova, R.I. Khlamova, and
Muhammad, D.R.A., Purnama Darmadji,
G.Y. Yakavlova, 1971. Liquid Smoke
Yudi Pranoto. 2010. Phenolic
For Use in Cured Meat. Food Tech
Compound Production from Liquid
25: 71-77
Smoke and Its Potency to Inhibit
Guillen, Md dan M.I. Ibargoita. 1996. Linoleic Acid Oxidation. Disampaikan
Relationship between the maximum pada 3rd Workshop on Fats and Oil as
temperature reached in the smoke Renewable Feedstock for the Chemical
generation process from Vitis viniera Industry pada Tanggal 14-16 Maret
L Shoot sawdust and composition of 2010 di Emden, Jerman.
the aquaeus smoke flavoring
Pszczola, D.E., 1995. Tour Highlights
preparation obtained. J.
Production and Users of Smoke Based
Agric.Food.Chem. 44:1302-1307
Flavors. Food Tech (1)70-74
Ketaren, S. , 1986. Pengantar Teknologi
Rajab. 2009. Sifat Fisiko-Kimia daan Profil
Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Minyak Atsiri Tangkai Bunga Cengkeh
UI Press: Jakarta
Hasil Destilasi Bertingkat. Tesis
Lappin, G.R., dan L.C. Clark. 1951. Coloric Program Pasca Sarjana. Universitas
methods for determination of trace Gadjah Mada. Yogyakarta
carbonyl compound. Anal. Chem., 23,
123-129.
Ruiter. 1979. Colour of Smoke Foods. Food
Tech.. 33 (5) : 54 - 63.
Maga. Y.A. 1987. Smoke in Food Processing.
CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. : Sastrohamidjojo, 2004. Kimia Minyak Atsiri,
1-3 ; 113-138. Penerbit Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Martinez.O, J. Salmeron, M.D. Guillen, C.
Casas, 2005. Textural and Senter,S.D ; Robertson,JA ; and Meredith,
physicochemical changes in salmon F.I., 1989. Phenolic compound of the
(Salmo salar) treated with commercial mesocarp of cresthaven peaches during
liquid smoke flavourings. Food storage and ripening. Journal Food
Chemistry 100 (2007) 498 503 Science 54 : 1259-1268

Mubarok, H. 2009. Sifat Kimiawi Tempurung Setyawan, I., Budi Rahardjo dan Purnama
Kelapa Hasil Pemurnian dengan Zeolit Darmadji, 1997. Difusi asap cair
dan Arang Aktif. Skripsi Fakultas dalam ikan tongkol. Prosiding
Teknologi Pertanian. Universitas Seminar Nasional PATPI p90
Gadjah Mada Sulistyowati, R. 2009. Identifikasi Jenis
Muhammad, D.R.A., Purnama Darmadji. Cairan dengan Metode Serapan
2008. Teknologi Proses Pembuatan Panjang Gelombang Berbasis JST-
Emping Jagung Bercitarasa Asap. RBF. Master Theses of Electrical
Disampaikan pada Seminar Nasional Engineering Download tanggal 12
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan September 2009 dari
Indonesia (PATPI) pada Tanggal 17 http://digilib.its.ac.id/detil.php?id=5326
Januari 2008 di Yogyakarta &q=panjang%20kopling

Muhammad, D.R.A., Purnama Darmadji, Tranggono, Suhardi, Bambang-Setiadji,


Yudi Pranoto. 2009. Pengaruh waktu Purnama-Darmadji, Supranto, dan
distilasi dan tingkat kondensor terhadap Sudarmanto. 1996. Identifikasi Asap
aktivitas antioksidan distilat asap cair. Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan
Disampaikan pada Seminar Nasional Tempurung Kelapa. Jurnal Ilmu dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Teknologi Pangan I (2) : 15 - 24.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IV, No. 2, Agustus 2011 112

Anda mungkin juga menyukai