Nadya Tsulutsi
220110130071
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
PENGARUH CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, & HIPERTONIS TERHADAP
JARINGAN TUBUH
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan yang terjadi
pada sel akibat adanya cairan hipotonis, isotonis, dan cairan hipertonis yang berada di
lingkungan sel.
Dasar Teori
Pergerakan Cairan Tubuh
Cairan tubuh walaupun didistribusikan pada kompartemen tertentu, pada kenyataannya
tidaklah terikat pada satu kompartemen saja. Cairan akan bergerak dan terjadi pertukaran
antara cairan intrasel, cairan interstisial, dan cairan intravaskuler secara menetap.
Cairan intrasel dipisahkan oleh membran sel dari cairan interstisial, dan cairan
intravaskular dipisahkan oleh dinding kapiler dari cairan interstitial. Perbedaan struktur
pemisah ini memungkinkan perbedaan dalam cara perpindahan cairan diantara kompartemen
ini.
Pergerakan Cairan Antara Interstitial dengan Intravaskuler
Untuk mempertahankan kehidupan sel yang sehat, harus terjadi perpindahan cairan
diantara intravaskuler (plasma = bagian dari darah) dengan interstitial secara menetap. Darah
berperan dalam pengangkutan zat ke dan dari sel. Zat-zat yang akan dikirim ke sel harus
melewati interstisial, begitu juga sisa metabolisme dari sel yang akan dikirim ke organ
pembuangan melewati cairan interstitial akan dipindahkan ke plasma. Tanpa adanya
mekanisme yang bertanggung jawab dalam pertukaran ini, zat-zat tersebut akan bertumpuk di
interstitial dan akan membahayakan bagi kehidupan sel.
Perpindahan cairan antara interstisial dengan intravaskuler dipengaruhi oleh :
Permiabilitas dinding kapiler ; yaitu kemampuan dinding kapiler untuk dilewati oleh suatu
zat. Dalam keadaan normal dinding kapiler adalah semipermiabel, artinya tidak semua zat
bisa melewatinya. Zat yang melewatinya dengan mudah adalah O2, H2O, CO2, glukosa,
elektrolit, urea, sedangkan molekul-molekul besar seperti protein tak dapat melewatinya.
Molekul-molekul akan berpindah dari konsentrasi yang tinggi menuju konsentrasi yang
rendah. Proses perpindahan seperti ini disebut difusi.
Permiabilitas ini dapat berubah menjadi lebih permiabel atau kurang permiabel.
Peningkatan permiabilitas dapat terjadi oleh adanya zat-zat yang keluar dari area cedera
atau oleh karena reaksi alergi, seperti histamin, kinin, serotonin, dan prostaglandin.
Keadaan ini memungkinkan molekul protein dapat melewati dinding kapiler dan
menyebabkan edema. Sedangkan penurunan permiabilitas kapiler dapat terjadi karena
adanya zat kimia seperti antihistamin, steroid dan salisilat.
Tekanan darah kapiler ; yaitu dorongan atau desakan yang berasal dari darah pada dinding
kapiler yang mendesak air keluar dari pembuluh darah dan cenderung mendorong molekul-
molekul keluar dari pembuluh kapiler. Proses perpindahan seperti ini dikenal dengan
filtrasi.
Tekanan darah kapiler ini dipengaruhi oleh banyaknya darah yang ada dalam kapiler.
Jumlah darah yang ada dalam kapiler tergantung dari besarnya curah jantung dan diameter
pembuluh darah yang memperdarahi kapiler tersebut. Oleh karena itu tekanan darah
disepanjang kapiler tidak sama, makin ke bagian distal makin kecil. Tekanan darah kapiler
proksimal adalah 35 mmHg sedangkan tekanan kapiler bagian distal adalah 15 mmHg.
Tekanan osmotik koloid ; tarikan pada air yang berasal dari protein yang berada pada
pembuluh darah, cenderung menarik air yang berada di interstisial untuk masuk ke dalam
pembuluh darah kapiler, jadi berlawanan dengan tekanan darah kapiler, proses perpindahan
seperti ini dikenal dengan proses osmosa Dalam keadaan normal yaitu konsentrasi plasma
protein terutama plasma albumin > 3.5 gr%, besarnya tekanan osmotik koloid ini adalah 25
mmHg, dan penurunan konsentrasi plasma protein menyebabkan tekanan osmotik koloid
menurun pula.
Adanya ketiga hal tersebut menyebabkan pergerakan cairan antara interstisial dan cairan
intravaskuler. Pada bagian proksimal karena tekanan darah kapiler lebih besar dari tekanan
osmotik koloid maka cairan dan beberapa zat yang dapat melewati dinding kapiler keluar dari
kapiler menuju interstisial. Cairan ini yang akan memberikan makanan dan oksigen bagi
kehidupan sel. Dengan keluarnya cairan maka tekanan darah kapiler makin ke ujung kapiler
makin kecil, sementara tekanan osmotik koloid tidak berubah, sehingga pada ujung kapiler
(distal kapiler) tekanan osmotik koloid lebih besar dari tekanan darah kapiler. Hal ini
menyebabkan cairan beserta molekul-molekul yang berada di interstisial (sisa metabolisme :
CO2, urea) bergerak masuk ke intravaskular. Untuk menghindari penumpukan cairan di
interstisial tidak semua cairan interstisial masuk ke kapiler melalui cara ini, sebagian akan
masuk ke pembuluh darah vena yang besar melalui kapiler limfe. Adanya perubahan dari
ketiga hal diatas dapat menyebabkan penumpukan cairan di interstitial yang dikenal dengan
edema.
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mendemonstrasikan pengaruh lemak
terhadap kehilangan panas
Dasar Teori
Suhu Tubuh Normal
Tidak ada tingkat suhu yang dianggap normal, karena pengukuran pada banyak orang
normal suhu memperlihatkan rentang suhu normal, yaitu mulai dari 36oC (97oF) sampai lebih
dari 37,5oC (99oF). Bila diukur per rektal nilainya kira-kira 0,6oC (1ºF) lebih tinggi dari suhu
oral (Guyton&Hall, 1997). Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5-37,5oC (Scheifele, 1989 yang dikutip oleh Iskandar, 2002).
Suhu tubuh sedikit bervariasi pada kerja fisik dan pada lingkungan yang ekstrim, karena
pada pengaturan suhu tidak 100% tepat. Bila bentuk panas yang berlebihan karena kerja fisik
yang berat maka suhu rektal akan meningkat sampai setinggi 34-40ºC. Sebaiknya ketika
tubuh terpapar dengan suhu yang dingin maka suhu rektal dapat turun dibawah 35,6ºC.
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa
darah sebagai dampak dari penambahan berbagi jenis cairan.
Dasar Teori
Pada umumnya jenis karbohidrat yang paling banyak dalam diet seharihari adalah
disakarida dan polisakarida, yang pada akhirnya dihidrolisis oleh enzim seperti sakaridase
dalam usus halus menjadi gula sederhana yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa kemudian
diabsorbsi dalam viii-viii usus halus masuk ke dalam darah dan ditransportasikan melalui
vena porta ke dalam hati
Glukosa sederhana yang sampai di hati dengan bebas masuk ke dalam sel-sel hati dan
secara enzimatis galaktosa dan fruktosa dirubah menjadi glukosa.
Kadar guia dalam darah harus terus dipertahankan dalam jumlah yang normal di dalam
darah. Pada masa pasca absortif, glukosa dalam intestine dapat menjadi sumber utama
konsentrasi gula di dalam darah, akan tetapi waktu setelah absorbsi kadar gula darah akan
diseimbangkan oleh glukosa dari hati yang merupakan pool untuk glukosa di dalam darah.
Setelah makan makanan yang tinggi karbohidrat, gula darah akan tinggi,
mengakibatkan uptake glukosa oleh hati menjadi meningkat, dan proses pembentukan
glikogen hati akan meningkat melalui suatu proses yang disebut glikogenesis.
Jaringan pengguna gluokosa terbesar adalah otot dan otak. Pada otot yang sedang aktif
dimana kebutuhan akan energi sangat tinggi, glukosa akan diambil secara cepat dari glukosa
dan dirubah menjadi glukosa-6-fosfat, dan kemudian dengan bantuan enzim-enzim glikolisis
dirubah menjadi piruvat yang pada akhirnya masuk ke sistem respirasi sel atau siklus kreb
untuk menghasilkan energi (pada keadaan cukup oksigen). Tapi sebaliknya apabila otot atau
tubuh secara keseluruhan sedang tidak aktif atau sedang istrirahat, glukosa yang dalam hati
akan dirubah menjadi glukosa 6 fosfat, dan dirubah menjadi glikogen hati sebagai cadangan
glukosa.
Untuk dapat masuk ke dalam sel otot, glukosa perlu bantuan insulin yang merupakan
pembawa pesan pertama, yang akan berikatan dengan reseptor insulin dalam membran sel.
Apabila ikatan hormon dan insulin terbentuk maka
glukosa melalui gerbang protein G dapat menembus membran sel untuk dipakai selanjutnya.
Sering sekali, karena adanya kegemukan, kurang aktifitas dan konsumsi gula sederhana yang
terlalu banyak dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan reseptor insulin sel otot sebagai
pemakai terbesar glukosa menjadi kurang atau bahkan tidak sensitif terhadap insulin,
menyebabkan glukosa yang ada dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan bertumpuk
dalam darah, hal ini disebut hiperglikemia. Kandisi menurunnya sensitifitas reseptor insulin
sering menyertai penyakit Diabetes Melitus tipe II.
Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang sulit penangananya
karena berkaitan dengan kekacauan endakrin tubuh, oleh sebab itu deteksi dini diabetes lebih
penting dari pada mengobati. Salah satu prekondisi yang mendahului adalah adanya
intoleransi glukosa, yang senng menyertai orang yang kegemukan atau dengan riwayat
keluarga dengan diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan untuk melihat toleransi glukosa adalah
tes oral toleransi glukosa. Pemeriksaan ini dapat bermanfaat untuk deteksi dini Diabetes
mellitus tipe 2.
Tujuan Praktikum :
Untuk membukktikan adanya gerakkan – gerakkan refleks urat , dan urat gerakkan pada mata
serta gerakan refleks muntah pada seseorang
Dasar Teori
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari
yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke
saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh
otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan
oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap
rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa
dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya
berkedip, bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari
reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima
oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan
ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut
lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung
(asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada
sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum
tulang belakang misalnya refleks pada lutut.
Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini
terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf
pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan
(sinaps) antara neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla
spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla
spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion-
ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks
dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal
sebagai hokum Bell-Magendie.
Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan
potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang
terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP),
terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi
pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps
(Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang
timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi
ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila
efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan
potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap
tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan
kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya
terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh
berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu
sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan
monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang
mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik,
dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex,
terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh
adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal
fringe), dan oleh berbagai efek lain.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul
kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot,
dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot
(muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke
SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot
yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate.
Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling
banyak diteliti.
Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam
gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di
serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang
teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang
mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu.
Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk
menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot-
otot ekstensor lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke
tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini
dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan
mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan
kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai
bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain
pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa
sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran
eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga
mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron
motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-
otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali
sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi
yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut,
menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi
dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah
menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama
akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya,
ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang
belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari
otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan
mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik
setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih
lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya. Refleks ini diperoleh
oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua primer dan endings.The
sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat
kontraksi otot cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak
sebaliknya.
Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk
mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam
memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang
belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk
beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain,
dan begitu seterusnya.
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai
tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas
cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang
masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih
besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya
yang memasuki mata.
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak
mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari
kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus
membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari
mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks
ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini
dikenal sebagai refleks optik).
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian,
khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf
kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu
kornea biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk
mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon
palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara
spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang
berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang
belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan
bawah.
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota
gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang
coba untuk mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi
dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan
kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Hasil Praktikum
Kesimpulan
…………………………………………………………………...................................................
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.....................................................................