Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

BASIC SCIENCE IN NURSING II

Nadya Tsulutsi

220110130071

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013
PENGARUH CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, & HIPERTONIS TERHADAP
JARINGAN TUBUH

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan yang terjadi
pada sel akibat adanya cairan hipotonis, isotonis, dan cairan hipertonis yang berada di
lingkungan sel.

Dasar Teori
Pergerakan Cairan Tubuh
Cairan tubuh walaupun didistribusikan pada kompartemen tertentu, pada kenyataannya
tidaklah terikat pada satu kompartemen saja. Cairan akan bergerak dan terjadi pertukaran
antara cairan intrasel, cairan interstisial, dan cairan intravaskuler secara menetap.
Cairan intrasel dipisahkan oleh membran sel dari cairan interstisial, dan cairan
intravaskular dipisahkan oleh dinding kapiler dari cairan interstitial. Perbedaan struktur
pemisah ini memungkinkan perbedaan dalam cara perpindahan cairan diantara kompartemen
ini.
Pergerakan Cairan Antara Interstitial dengan Intravaskuler
Untuk mempertahankan kehidupan sel yang sehat, harus terjadi perpindahan cairan
diantara intravaskuler (plasma = bagian dari darah) dengan interstitial secara menetap. Darah
berperan dalam pengangkutan zat ke dan dari sel. Zat-zat yang akan dikirim ke sel harus
melewati interstisial, begitu juga sisa metabolisme dari sel yang akan dikirim ke organ
pembuangan melewati cairan interstitial akan dipindahkan ke plasma. Tanpa adanya
mekanisme yang bertanggung jawab dalam pertukaran ini, zat-zat tersebut akan bertumpuk di
interstitial dan akan membahayakan bagi kehidupan sel.
Perpindahan cairan antara interstisial dengan intravaskuler dipengaruhi oleh :
 Permiabilitas dinding kapiler ; yaitu kemampuan dinding kapiler untuk dilewati oleh suatu
zat. Dalam keadaan normal dinding kapiler adalah semipermiabel, artinya tidak semua zat
bisa melewatinya. Zat yang melewatinya dengan mudah adalah O2, H2O, CO2, glukosa,
elektrolit, urea, sedangkan molekul-molekul besar seperti protein tak dapat melewatinya.
Molekul-molekul akan berpindah dari konsentrasi yang tinggi menuju konsentrasi yang
rendah. Proses perpindahan seperti ini disebut difusi.
Permiabilitas ini dapat berubah menjadi lebih permiabel atau kurang permiabel.
Peningkatan permiabilitas dapat terjadi oleh adanya zat-zat yang keluar dari area cedera
atau oleh karena reaksi alergi, seperti histamin, kinin, serotonin, dan prostaglandin.
Keadaan ini memungkinkan molekul protein dapat melewati dinding kapiler dan
menyebabkan edema. Sedangkan penurunan permiabilitas kapiler dapat terjadi karena
adanya zat kimia seperti antihistamin, steroid dan salisilat.
 Tekanan darah kapiler ; yaitu dorongan atau desakan yang berasal dari darah pada dinding
kapiler yang mendesak air keluar dari pembuluh darah dan cenderung mendorong molekul-
molekul keluar dari pembuluh kapiler. Proses perpindahan seperti ini dikenal dengan
filtrasi.
Tekanan darah kapiler ini dipengaruhi oleh banyaknya darah yang ada dalam kapiler.
Jumlah darah yang ada dalam kapiler tergantung dari besarnya curah jantung dan diameter
pembuluh darah yang memperdarahi kapiler tersebut. Oleh karena itu tekanan darah
disepanjang kapiler tidak sama, makin ke bagian distal makin kecil. Tekanan darah kapiler
proksimal adalah 35 mmHg sedangkan tekanan kapiler bagian distal adalah 15 mmHg.
 Tekanan osmotik koloid ; tarikan pada air yang berasal dari protein yang berada pada
pembuluh darah, cenderung menarik air yang berada di interstisial untuk masuk ke dalam
pembuluh darah kapiler, jadi berlawanan dengan tekanan darah kapiler, proses perpindahan
seperti ini dikenal dengan proses osmosa Dalam keadaan normal yaitu konsentrasi plasma
protein terutama plasma albumin > 3.5 gr%, besarnya tekanan osmotik koloid ini adalah 25
mmHg, dan penurunan konsentrasi plasma protein menyebabkan tekanan osmotik koloid
menurun pula.
Adanya ketiga hal tersebut menyebabkan pergerakan cairan antara interstisial dan cairan
intravaskuler. Pada bagian proksimal karena tekanan darah kapiler lebih besar dari tekanan
osmotik koloid maka cairan dan beberapa zat yang dapat melewati dinding kapiler keluar dari
kapiler menuju interstisial. Cairan ini yang akan memberikan makanan dan oksigen bagi
kehidupan sel. Dengan keluarnya cairan maka tekanan darah kapiler makin ke ujung kapiler
makin kecil, sementara tekanan osmotik koloid tidak berubah, sehingga pada ujung kapiler
(distal kapiler) tekanan osmotik koloid lebih besar dari tekanan darah kapiler. Hal ini
menyebabkan cairan beserta molekul-molekul yang berada di interstisial (sisa metabolisme :
CO2, urea) bergerak masuk ke intravaskular. Untuk menghindari penumpukan cairan di
interstisial tidak semua cairan interstisial masuk ke kapiler melalui cara ini, sebagian akan
masuk ke pembuluh darah vena yang besar melalui kapiler limfe. Adanya perubahan dari
ketiga hal diatas dapat menyebabkan penumpukan cairan di interstitial yang dikenal dengan
edema.

Pergerakan Cairan Antara Intrsel dengan Interstisial


Dalam upaya mempertahankan homeostasis, cairan intrasel harus mendapatkan
kebutuhannya dan mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang bukan saja tidak berguna bagi
sel tetapi juga membahayakan kehidupan sel. Oleh karena itu CIS melakukan pertukaran
cairan dengan interstisial untuk mendapatkan O2, nutrien, dan mengeluarkan sisa
metabolisme.
Membran sel yang memisahkan CIS dengan cairan interstisial terbentuk dari 2 lapisan
lemak. Struktur ini menyebabkan tidak semua zat bisa melewatinya dengan mudah. Terdapat
3 mekanisme perpindahan zat saat melintasi membran sel yaitu:
1) Difusi sederhana (simple diffusion) :
zat-zat yang larut dalam lemak saja yang dapat keluar masuk dengan mudah seperti O2,
CO2, urea, alkohol, Cl dan molekul kecil bermuatan negatif lainnya.
2) Difusi difasilitasi (facilitated diffusion) : beberapa zat tak dapat menembus membran
tanpa bantuan zat lain. Sebagai contoh : glukosa pindah dari interstitial ke intrasel
melalui ikatan dengan carrier phosphat pada membran sel, setelah glukosa dilepaskan ke
intrasel, carrier phosphat kembali ke membrane dan mengambil glukosa lainnya dan
seterusnya.
3) Transport Aktif
Beberapa zat dapat bergerak antara interstisial dan intrasel melewati membrane sel
dengan melawan gradient konsentrasi melalui mekanisme pompa aktif misalnya pompa
untuk mengatur natrium dan kalium di interstisial dan di ekstrasel.
Dalam keadaan normal natrium banyak dijumpai dalam cairan ekstrasel, sedangkan
kalium paling banyak berada di intrasel. Jika kalium keluar ke ekstrasel dan natrium
masuk ke intrasel pompa Na–K akan menariknya kembali ke kompartemen semula.
Mekanisme ini membantu distribusi komponen cairan dalam keadaan normal dan
membantu dalam mempertahankan homeostasis.
4) Osmosis :
Osmosis adalah pergerakan cairan melewati membran semipermiabel dari konsentrasi
yang rendah menuju konsentrasi tinggi.

Alat yang diperlukan


1. Tabung reaksi 3 (tiga) buah
2. Berbagai cairan dengan kekuatan yang berbeda terdiri dari :
Cairan hipotonis : Nacl 0.45%
Cairan isotonis : NaCl 0.9%
Caairan hipertonis NaCl 3%
3. Spuit disposible 5 ml
4. Kapas alkohol
5. Basin Kidney

Tata Kerja Praktikum


1. Siapkan 3 buah tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml NaCl 0.45%,
NaCl 0.9% dan NaCl 3%
2. Mintalah salah satu mahasiswa untuk secara sukarela diambil darah vena sejumlah 3
ml
3. Masukkan darah volunteer kedalam tabung reaksi yang sudah berisi cairan tadi
4. Kocok campuran tadi secara perlahan-lahan
5. Perhatikan perubahan apa yang terjadi pada ketiga tabung reaksi tersebut ?
6. Jelaskan mengapa dan bagaimana terjadinya perubahan tersebut !
Hasil Praktikum

Campuran darah dengan cairan NaCl 0.45% menghasilkan :


…………………...........................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
...
Kesimpulan : ......................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
...................................................................................................................................
Campuran darah dengan cairan NaCl 0.9% menghasilkan :
…………………...........................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.........................
Kesimpulan : .......................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
...................................................................................................................................
Campuran darah dengan cairan NaCl 3% menghasilkan ............................
.......................................................................................................................................................
...................................................................................................................................

Pembahasan dan Kesimpulan


…………………………………………………………………...................................................
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.....................................................................
SUHU TUBUH & PENGUAPAN

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mendemonstrasikan pengaruh lemak
terhadap kehilangan panas

Dasar Teori
Suhu Tubuh Normal
Tidak ada tingkat suhu yang dianggap normal, karena pengukuran pada banyak orang
normal suhu memperlihatkan rentang suhu normal, yaitu mulai dari 36oC (97oF) sampai lebih
dari 37,5oC (99oF). Bila diukur per rektal nilainya kira-kira 0,6oC (1ºF) lebih tinggi dari suhu
oral (Guyton&Hall, 1997). Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5-37,5oC (Scheifele, 1989 yang dikutip oleh Iskandar, 2002).
Suhu tubuh sedikit bervariasi pada kerja fisik dan pada lingkungan yang ekstrim, karena
pada pengaturan suhu tidak 100% tepat. Bila bentuk panas yang berlebihan karena kerja fisik
yang berat maka suhu rektal akan meningkat sampai setinggi 34-40ºC. Sebaiknya ketika
tubuh terpapar dengan suhu yang dingin maka suhu rektal dapat turun dibawah 35,6ºC.

Mekanisme Keseimbangan Suhu Tubuh


Menurut Kozier (1991) menyatakan bahwa suhu tubuh merupakan keseimbangan
antara produksi panas yang dihasilkan oleh tubuh dengan kehilangan panas dalam tubuh.
Mekanisme keseimbangan suhu ini sangat berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Mekanisme Produksi Panas
Produksi panas adalah produk tambahan metabolisme yang utama. Faktir-faktor yang
berperan penting dalam metabolisme tubuh. Diantaranya yaitu: (1) laju metabolisme basal
dari semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan karena konstruksi otot
yang disebabkan oleh menggigil; (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh
trioksin (dan oleh sebagian kecil hormon pertumbuhan dan testosteron) terhadap sel; (4)
metabolisme tambahan yang disebabkan efek epnefrin dan norepinefrin; (5) metabolisme
tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktifitas kimiawi dalam sel.

Mekanisme Kehilangan Panas


Sebagian besar produksi panas dalam tubuh dihasilkan pada organ dalam terutama hati,
otak, jantung, dan otot rangka terutama selama kerja. Kemudian panas ini dari jaringan dalam
tubuh ke kulit melalui sistem penghubung arteriovenosus (arteriovenous shunt). Penghubung
dapat terbuka untuk menghantarkan panas dari kulit ke lingkungan sekitarnya atau tertutup
untuk menghambat panas keluar dari tubuh. Membuka atau mentupnya arteriovenosus ini
diatur oleh sistem saraf simpatis yang berespon terhadap perubahan lingkungan. Berbagai
cara panas hilang dari kulit ke lingkungan yaitu:
(1) Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas dari area permukaan benda yang satu denga permukaan
yang lain tanpa adanya kontak langsung antara dua buah benda (Kozier, 1991). Orang
yang telanjang pada suhu kamar normal kehilangan panas kira kira 60% dari kehilangan
panas total (sekitar 15%) melalui radiasi (Guyton, 1997). Kehilangan panas melalui
radiasi berarti kehilangan dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis
gelombang elektromagnetik.
(2) Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas dari suatu molekul ke molekul lain yang disertai
kontak langsung antara dua buah benda (Taylor, 1997). Darah membawa atau
mengkondiksikan panas dari inti tubuh ke permukaan kulit. Normalnya, hanya sedikit
jumlah panas yang dilepaskan melalui proses konduksi ke permukaan kulit. Selimut
pendingin atau kasur pendingin dapat digunakan untuk menurunkan demam melalui
konduksi panas dari kulit ke kasur/selimut pendingin. Perpindahan panas juga dapat
terjadi melalui pemaparan dengan air. Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih
besar daripada udara, sehingga setiap unit bagian air yang berdekatan ke kulit dapat
mengabsorbsi jumlah kuantitas panas yang lebih besar dari pada udara. Juga konduktifitas
air terhadap panas berbeda dengan konduktifitas udara. Oleh karena itu, kecepatan
kehilangan panas ke air pada suhu yang cukup rendah jauh lebih besar dari pada
kecepatan kehilangan panas ke udara pada suhu yang sama.
(3) Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas melalui pergerakan udara diantara dua area yang
berbeda kepadatannya (Taylor, 1997). Ada dua macam konveksi yaitu konveksi alamiah
dan konveksi paksa. Konveksi alamiah adalah kehilangan panas akibat suhu udara sekitar
lebih dingin dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan konveksi paksa terjadi dari
pendingin ruangan seperti AC dan kipas angin.
(4) Evaporasi
Kehilangan panas melalui penguapan yang terjadi terus menerus dari traktus respiratorius,
mukosa mulut dan dari kulit (Kozier, 1991). Evaporasi dapat terjadi melalui kulit dan
paru-paru (insensible waterloss). Evaporasi air yang tidak kelihatan ini tidak dapat
dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan dari
difusi molekul air terus menerus melalui kulit dan permukaan sistem pernafasan. Akan
tetapi kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat diatur dengan pengaturan
kecepatan berkeringat. Berkeringat terjadi melalui kelenjar keringat yang diatur oleh
sistim saraf simpatis

Pengaturan Suhu Tubuh


Konsep Set-Point Dalam pengaturan Suhu Tubuh
Pada tingkat yang hampir tepat 37,1oC terjadi perubahan drastis pada kecepatan
kehilangan panas dan kecepatan pembentukan panas. Pada suhu diatas tingkat ini, kecepatan
kehilangan panas lebih besar dari pada kecepatan pembentukan panas sehingga suhu tubuh
turun dan mencapai kembali tingkat 37,1oC. Sebaliknya pada suhu dibawah tingkat ini,
kecepatan pembentukan panas lebih besar dari pada kecepatan kehilangan suhu panas
sehingga suhu tubuh meningkat dan kembali mencapai suhu 37,1oC. Tingkat temperatur kritis
ini disebut set-point dari mekanisme pengaturan suhu tubuh, yaitu semua mekanisme
pengaturan temperatur yang terus menerus berupaya untuk mengembalikan suhu tubuh ke
tingkat set-point (Guyton&Hall, 1997)
Mekanisme pengaturan Suhu Tubuh
Sistem yang mengatur suhu tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu: deteksi suhu kulit dan
suhu inti tubuh, penggabungan di hippotalamus, dan sistem efektor yang mengatur produksi
panas dan kehilangan panas.
Sistem deteksi suhu tubuh terdiri dari dua bagian yaitu deteksi suhu tubuh di kulit dan
deteksi suhu tubuh di jaringan dalam (inti tubuh). Kulit memiliki reseptor dingin dan panas.
Reseptor dingin jauh lebih banyak dari pada reseptor panas, tepatnya terdapat sepuluh kali
lebih banyak di seluruh kulit. Oleh karena itu, deteksi suhu bagian perifer terutama
menyangkut deteksi suhu sejuk dan dingin dari pada suhu hangat (Guyton&Hall, 1997).
Reseptor suhu tubuh bagian dalam ditemukan pada bagian tertentu dalam tubuh. Terutama
di medulla spinalis, di organ dalam abdomen, atau disekitar vena-vena besar. Reseptor dalam
ini berbeda fungsinya dengan reseptor kulit karena reseptor tersebut lebih banyak terpapar
dengan suhu inti dari pada suhu permukaan tubuh, reseptor inti tubuh lebih banyak
mendeteksi dingin dari pada hangat. Hal ini dimungkinkan karena reseptor kulit dan reseptor
bagian dalam tubuh berperan mencegah hipotermi, yaitu mencegah suhu tubuh yang rendah.
Integrator hipotalamus merupakan pusat yang mengatur suhu inti tubuh, terletak di area
pre-optik dari hipotalamus bagian anterior (Kozier, 1991). Pusat ini berfungsi untuk
mengintegrasikan antara input yang bearasal dari berbagai macam reseptor suhu yang terletak
di tubuh dengan output yang merespon terjadinya peningkatan pembentukan panas tubuh atau
peningkatan kehilangan panas tubuh (Porth, 1990). Area-pre-optik ini mengandung sejumlah
neuron-neuron yang sensitif terhadap panas kira-kira sepertiga dari jumlah neuron yang
sensitif terhadap dingin. Neuron-neuron ini berfungsi mjengantarkan sinyal dan reseptor suhu
kulit dan meresponnya kembali melalui mekanisme umpan balik.
Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi panas (set-point berada di atas
tingkat temperatur kritis), maka sistem efektor segera mengirim sinyal untuk menurunkan set-
point dengan cara menghambat produksi panas tubuh dan meningkatkan pelepasan panas
tubuh ke lingkungan. Akibatnya suhu tubuh menurun dan mencapai tingkat temperatur kritis
(Guyton&Hall, 1997). Respon fisiologis yang timbul dari stimulus suhu panas adalah berupa
vasodilatasi pembuluh darah di seluruh tubuh, berkeringat, dan penghambatan termogenesis
kimia seperti hormon epinefrin dan tiroksin oleh sistim saraf pusat (Kozier, 1991).
Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi dingin (set-point berada di bawah
tingkat temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim sinyal untuk menaikkan
produksi panas tubuh dan menghambat pelepasan pelepasan panas tubuh ke lingkungan.
Akibatnya suhu tubuh meningkat dan mencapai kembali tingkat temperatur kritis
(Guyton&Hall, 1997). Respon fisiologis yang timbul dari adanya stimulus suhu dingin adalah
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah perifer sehingga kulit telihat pucat, piloereksi
(rambut berdiri pada akarnya), menggigil, pelepasan epinefrin dan norepinefrin, pelepasan
trioksin oleh hormon tiroid yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh (Kozier, 1991).
Selain mekanisme bawah sadar untuk pengaturan suhu tubuh, tubuh memiliki mekanisme
pengaturan temperatur lain berupa perilaku pengaturan suhu tubuh. Perilaku ini meliputi
pemilihan jenis pakaian, pengaturan suhu lingkungan dengan menggunakan mesin
penghangat atau AC, minum minuman hangat disaat tubuh kedinginan, posisi tubuh
“meringkuk” yang bertujuan untuk menghambat pelepasan panas disaat udara dingin dan
sebagainya (Porth, 1990).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh


(1) Usia
Baik usia yang lebih muda maupun yang lebih tua, sangat sensitif terhadap perubahan
suhu lingkungan. Bayi dan anak-anak lebih cepat berespon terhadap perubahan suhu
udara baik panas maupun dingin. Menurut Donna (1993) menyatakan bahwa pengaturan
suhu tubuh pada usia toodler sudah mulai stabil dibandingkan dengan infant. Orang
berusia lanjut (diatas 75 tahun) lebih mudah terjadi hipotermi dikarenakan faktor penuaan
sehingga kontrol pengaturan suhu tubuh kurang optimal (Taylor, 1997)
(2) Variasi diurnal
Suhu tubuh secara normal mengalami perubahan setiap hari bervariasi sebesar 2oC
diantara pagi hari dan siang hari. Suhu tubuh berada pada tingkat paling tinggi diantara
pukul 20.00 dan 24.00 WIB dan berada pada tingkat paling rendah diantara pukul 04.00
dan 06.00 (Kozier, 1991).
(3) Exercise
Kerja yang berlebihan dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 38,3-40oC diukur secara
rektal (Kozier, 1991).
(4) Hormon
Wanita memiliki pengaturan suhu tubuh yang berfluktuatif dibandingkan laki-laki. Hal ini
terjadi karena adanya perubahan hormonal pada waita terutama peningkatan progesteron
pada saat ovulasi. Perubahan hormon meningkatkan suhu tubuh sebesar 0,5-1oC (Taylor,
1997).
(5) Stress
Tubuh berespon baik terhadap stress fisik dan stress emosional. Adanya stress
menyebabkan rangsangan terhadap epinefrin dan norepinefrin sehingga kecepatan
metabolisme akan meningkat yang pada akhirnya juga akan meningkatkan suhu tubuh
(Kozier, 1991).
(6) Suhu Lingkungan
Suhu tubuh yang ekstrim dapat berpengaruh terhadap sistem pengaturan suhu tubuh
seseorang. Pada dasarnya, ketika tubuh terpapar udara dingin yang ekstrim tanpa baju
pelindung yang adekuat maka terjadi kehilangan panas yang dapat meningkatakan
hipotermi, jika tubuh terpapar pada udara panas yang ekstrim maka akan terjadi hipertermi
(Taylor, 1997).
(7) Cairan
Salah satu fungsi cairan dalam pengaturan sirkulasi darah adalah menghantarkan panas
yang merupakan hasil metabolisme tubuh. Yang dimaksud cairan disini adalah darah.
Aliran darah ke kulit menentukan kehilangan panas dari tubuh dan dengan cara ini
mengatur suhu tubuh. Kehilangan sejumlah besar cairan dari traktus gastrointestinal, kulit,
atau ginjal yang berlangsung secara abnromal dan dehidrasi dapat menyebabkan
menurunnya volume cairan intravaskuler. Berkurangnya cairan intravaskuler akan
menyebabkan menurunnya volume darah. Penurunan volume darah akan menggangu
proses transportasi dari tubuh ke lingkungan. Akibatnya temperatur tubuh akan meningkat
(Guyton&Hall, 1997).

Alat yang diperlukan


a. Thermometer air
b. Gelas dengan ukuran 200 ml 3 buah
c. Minyak goreng 100 ml
b. Kain wool untuk penutup gelas
c. Kain tipis dari katun penutup gelas
d. Panci berisi air dan kompor untuk memasak air
Tata Kerja Praktikum
A. SUHU TUBUH DAN TATA PANAS
1. Suhu pada Ketiak
Orang percobaan berbaring dengan tubuh bagian atas terbuka (tidak memakai baju) dan
bernafas melalui hidung (mulut sudah tertutup). Pasang termometer klinik ke dalam ketiak
(ketiak harus kering dari keringat). Biarkan termometer selama 10 menit dan bacalah
hasilnya.
2. Suhu Mulut
Turunkan termometer, bersihkan termometer dengan air dan alkohol. Pasang termometer
di bawah lidah orang percobaan yang sama. Biarkan selama 10 menit dan bacalah
hasilnya. Bandingkan dengan (A).
3. Pengaruh Penguapan
Orang percobaan yang sama sambil berbaring bernafas dengan tenang melalui mulut
selama 2 menit. Pasang termometer di dalam mulut. Baca hasilnya pada 5 menit pertama
dan pada 5 menit kedua (tidak perlu diturunkan dahulu setelah 5 menit pertama).

2. Pengaruh Luar terhadap Temperatur Mulut


Orang percobaan berkumur-kumur dengan air es selama satu menit. Kemudian ukur suhu
mulutnya. Baca suhu pada 5 menit pertama dan pada 5 menit kedua (suhu termometer
tidak perlu diturunkan dahulu).
Lakukan percobaan A. 1, 2, 3, dan 4 pada orang percobaan yang lain. Catat nama, jenis
kelamin, umur, dan suhu ruangan

B. Pengaruh Berbagai Penutup Terhadap Penguapan


1. Panaskan 500 ml air hingga mendidih
2. Masukkan kedalam ketiga 3 gelas masing-masing sampai berisi 2/3 bagian
3. Gelas I ditutup dengan kain tipis dari katun
Gelas II ditutup dengan kain wool
Pada Gelas III ditambahkan minyak goreng 50 ml
4. Ukur suhu masing-masing gelas setiap 15 menit selama 2 jam dan catatlah hasilnya.
Hasil Praktikum

A. Suhu Tubuh & Tata panas


Suhu Ruang: 370C
1. Suhu pada Ketiak : 36,90C
2. Suhu Mulut : 370C
3. Pengaruh Penguapan : 5 menit awal (370C) 5 menit akhir (37,10C)
4. Pengaruh Luar terhadap Temperatur Mulut : 5 menit awal (36,30C) 5 menit akhir
(36,70C)

B. Pengaruh Berbagai Penutup Terhadap Penguapan


Gelas I (ditutup kain katun tipis) menghasilkan :
¼ jam I : 450C
¼ jam II : 400C
¼ jam III : 360C
¼ jam IV : 330C
Gelas II (ditutup kain wol) menghasilkan :
¼ jam I : 500C
¼ jam II : 420C
¼ jam III : 370C
¼ jam IV : 350C
Gelas III (ditambah minyak goreng 50 ml) menghasilkan :
¼ jam I : 430C
¼ jam II : 390C
¼ jam III : 350C
¼ jam IV : 330C
Kesimpulan ......................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.............................................................................................................
GLUKOSA DARAH

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa
darah sebagai dampak dari penambahan berbagi jenis cairan.

Dasar Teori
Pada umumnya jenis karbohidrat yang paling banyak dalam diet seharihari adalah
disakarida dan polisakarida, yang pada akhirnya dihidrolisis oleh enzim seperti sakaridase
dalam usus halus menjadi gula sederhana yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa kemudian
diabsorbsi dalam viii-viii usus halus masuk ke dalam darah dan ditransportasikan melalui
vena porta ke dalam hati
Glukosa sederhana yang sampai di hati dengan bebas masuk ke dalam sel-sel hati dan
secara enzimatis galaktosa dan fruktosa dirubah menjadi glukosa.
Kadar guia dalam darah harus terus dipertahankan dalam jumlah yang normal di dalam
darah. Pada masa pasca absortif, glukosa dalam intestine dapat menjadi sumber utama
konsentrasi gula di dalam darah, akan tetapi waktu setelah absorbsi kadar gula darah akan
diseimbangkan oleh glukosa dari hati yang merupakan pool untuk glukosa di dalam darah.
Setelah makan makanan yang tinggi karbohidrat, gula darah akan tinggi,
mengakibatkan uptake glukosa oleh hati menjadi meningkat, dan proses pembentukan
glikogen hati akan meningkat melalui suatu proses yang disebut glikogenesis.
Jaringan pengguna gluokosa terbesar adalah otot dan otak. Pada otot yang sedang aktif
dimana kebutuhan akan energi sangat tinggi, glukosa akan diambil secara cepat dari glukosa
dan dirubah menjadi glukosa-6-fosfat, dan kemudian dengan bantuan enzim-enzim glikolisis
dirubah menjadi piruvat yang pada akhirnya masuk ke sistem respirasi sel atau siklus kreb
untuk menghasilkan energi (pada keadaan cukup oksigen). Tapi sebaliknya apabila otot atau
tubuh secara keseluruhan sedang tidak aktif atau sedang istrirahat, glukosa yang dalam hati
akan dirubah menjadi glukosa 6 fosfat, dan dirubah menjadi glikogen hati sebagai cadangan
glukosa.
Untuk dapat masuk ke dalam sel otot, glukosa perlu bantuan insulin yang merupakan
pembawa pesan pertama, yang akan berikatan dengan reseptor insulin dalam membran sel.
Apabila ikatan hormon dan insulin terbentuk maka
glukosa melalui gerbang protein G dapat menembus membran sel untuk dipakai selanjutnya.
Sering sekali, karena adanya kegemukan, kurang aktifitas dan konsumsi gula sederhana yang
terlalu banyak dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan reseptor insulin sel otot sebagai
pemakai terbesar glukosa menjadi kurang atau bahkan tidak sensitif terhadap insulin,
menyebabkan glukosa yang ada dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan bertumpuk
dalam darah, hal ini disebut hiperglikemia. Kandisi menurunnya sensitifitas reseptor insulin
sering menyertai penyakit Diabetes Melitus tipe II.
Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang sulit penangananya
karena berkaitan dengan kekacauan endakrin tubuh, oleh sebab itu deteksi dini diabetes lebih
penting dari pada mengobati. Salah satu prekondisi yang mendahului adalah adanya
intoleransi glukosa, yang senng menyertai orang yang kegemukan atau dengan riwayat
keluarga dengan diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan untuk melihat toleransi glukosa adalah
tes oral toleransi glukosa. Pemeriksaan ini dapat bermanfaat untuk deteksi dini Diabetes
mellitus tipe 2.

Alat yang diperlukan


1. Gelas ukuran
2. Cairan untuk diminum :
Air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air minum
3. Alat pemeriksaan kadar gula darah
4. Kertas dan ballpoint untuk mencatat
Tubuh menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi untuk aktifitas sel.
Karbohidrat dapat ditemukan dalam makanan yang mengandung pati seperti roti, nasi,
kentang dan lain-lain. Karbohidrat terdiri dari:
1. Karbohidrat sederhana yang terdiri dari 6 karbon monosakarida, dan yang termasuk ke
dalam monosakarida adalah glukosa, galaktosa dan fruktos8.
2. Disakarida, seperti laktosa dan sukrose
3. Polisakarida atau karbohidrat kompleks seperti pati

Tata Kerja Praktikum:


A. Toleransi Glukosa
1. Diet 3 hari cukup karbohidrat
2. Puasa 12-14 jam kemudian diperiksa gula darah puasanya
3. Minum air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air selama 5 menit
4. Gula darah diperiksa kembali setelah 1 jam dan setelah 2 jam
Hasil akan menunjukan ada gangguan toleransi atau ada gangguan uptake glukosa apabila
hasil pemeriksaan : Puasa > 120 mg/dL dan 2 jam setelah makan < 140 mg/dL.
B. Pengaruh Aktifitas pada Glukosa Darah
0. Lakukan pemeriksaan gula darah sebelum latihan
1. Lakukan latihan fisik konstan ( Co: jogging/step test selama 30’)
2. Lakukan pemeriksaan gula darah setelah latihan
3. Ulangi pemeriksaan setelah 1 jam, dan 2 jam
Hasil Praktikum

A. Tes Toleransi Glukosa


1. Gula darah Puasa : ..................................................................
2. Gula darah setelah minum air gula : .......................................
3. Gula darah setelah 1 jam: ................ setelah 2 jam : ...............
B. Pengaruh Aktifitas pada Glukosa Darah
1. Gula darah sebelum latihan………………………………………………..
2. Gula darah setelah latihan…………………………………………………
3. Gula darah setelah 1 jam: …………………setelah 2 jam: ……………
Kesimpulan:……………………………………………………………………………………
………………
Gerakan Refleks

Tujuan Praktikum :
Untuk membukktikan adanya gerakkan – gerakkan refleks urat , dan urat gerakkan pada mata
serta gerakan refleks muntah pada seseorang

Dasar Teori
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari
yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke
saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh
otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan
oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap
rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa
dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya
berkedip, bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari
reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima
oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan
ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut
lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung
(asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada
sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum
tulang belakang misalnya refleks pada lutut.
Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini
terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf
pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan
(sinaps) antara neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla
spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla
spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion-
ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks
dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal
sebagai hokum Bell-Magendie.
Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan
potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang
terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP),
terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi
pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps
(Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang
timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi
ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila
efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan
potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap
tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan
kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya
terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh
berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu
sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan
monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang
mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik,
dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex,
terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh
adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal
fringe), dan oleh berbagai efek lain.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul
kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot,
dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot
(muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke
SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot
yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate.
Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling
banyak diteliti.
Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam
gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di
serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang
teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang
mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu.
Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk
menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot-
otot ekstensor lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke
tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini
dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan
mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan
kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai
bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain
pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa
sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran
eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga
mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron
motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-
otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali
sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi
yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut,
menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi
dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah
menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama
akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya,
ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang
belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari
otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan
mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik
setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih
lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya. Refleks ini diperoleh
oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua primer dan endings.The
sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat
kontraksi otot cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak
sebaliknya.
Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk
mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam
memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang
belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk
beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain,
dan begitu seterusnya.
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai
tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas
cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang
masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih
besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya
yang memasuki mata.
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak
mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari
kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus
membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari
mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks
ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini
dikenal sebagai refleks optik).
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian,
khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf
kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu
kornea biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk
mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon
palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara
spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang
berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang
belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan
bawah.

Alat yang diperlukan


 Palu perkusi
 Lampu Senter
 Kapas
 Jarum
Tata Kerja Praktikum
a. Refleks kulit perut.
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan.
Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi
berupa kontraksi otot dinding perut.
b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba
menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa
menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan
kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat.
c. Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa
konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.
d. Refleks Periost Radialis
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa fleksi
lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
e. Refleks Periost Ulnaris
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara
pronasi dan supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa
pronasi tangan.
f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)
1) Knee Pess Reflex (KPR)
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan
tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada
sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi
tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips.
2) Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada
tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot
gastronemius.
3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo
otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak
kontraksi otot biseps
4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah
pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan
dan kontraksi otot triseps
5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah
pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat
kulit lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai
orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.

PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota
gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang
coba untuk mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi
dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan
kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Hasil Praktikum

Refleks kulit perut.


.......................................................................................................................................................
.......................................................................................
Refleks kornea
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................
Refleks cahaya
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................

Refleks Periost Radialis


.......................................................................................................................................................
.......................................................................................

Refleks Periost Ulnaris


.......................................................................................................................................................
.......................................................................................

Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)


Knee Pess Reflex (KPR)
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................
Achilles Pess Reflex (ACR)
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................
Refleks biseps
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................
Refleks triseps
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................
Withdrawl Reflex
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................

Kesimpulan
…………………………………………………………………...................................................
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
.....................................................................

Anda mungkin juga menyukai