Anda di halaman 1dari 35

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
(3. Analisis Neraca Air Lahan Menggunakan Metode Thornwhite)

Oleh :
Kelompok/Shift : 1/2
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 28 Maret 2018
Nama (NPM) : 1. Nurbaeti Hasanah (240110150008)
2. Imam Fauzan (240110150059)
3. Tiara Putri Dwi D (240110150063)
4. Meisha Athaya T (240110150096)
5. Sutanto F. S (240110157001)
Asisten Praktikum : 1. Nida Noor Fadhilah R
2. Yohanes Christian, S.TP.

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketersediaan air semakin hari semakin menurun sementara kebutuhan
akan air semakin meningkat. Kandungan air tanah semakin berkurang akibat
penggunaan yang tidak disertai dengan suplai yang memadai. Penentuan
kandungan air tanah dapat dihitung dengan menggunakan neraca air lahan. Neraca
air lahan merupakan neraca air untuk untuk penggunaan lahan pertanian secara
umum, sedangkan neraca air merupakan besarnya air masukan (input) dan air
keluar (output) pada jangka waktu tertentu. Air bersifat dinamis dengan
memenuhi ruang di suatu permukaan, sehingga besarnya neraca air akan berbeda-
beda dari waktu ke waktu. Perubahan nilai neraca air dapat menyebabkan
kekurangan air (defisit) maupun kelebihan air (surplus). Kelebihan maupun
kekurangan air dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir dan kekeringan,
serta produksi hasil panen terutama di bidang pertanian menurun akibat sistem
pola tanam yang tidak sesuai dengan iklim yang terjadi. Permasalahan tersebut
dapat diminimalisir dengan perhitungan pola tanam yang direncanakan serta
pengelolaan lahan yang baik.
Perhitungan neraca air lahan digunakan menentukan langkah kegiatan
pertanian, karena tingkat ketersediaan air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Neraca ini bermanfaat untuk mengetahui kondisi agroklimatik
terutama dinamika kadar air tanah untuk perencanaan pola tanam secara umum,
pengaturan air irigasi, mengetahui periode musim hujan dan musim kemarau
berdasarkan curah hujan dan evapotranspirasi. Metode Thornwaite merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk perhitungan neraca air. Data yang
digunakan dalam perhitungan neraca air lahan yaitu curah hujan bulanan (CH),
evapotranspirasi bulanan (ETP), kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen
(TLP), sehingga didapat nilai defisit dan surplus air disuatu daerah yang diamati
terutama daerah aliran sungai (DAS).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menentukan defisit, surplus dan runoff dari suatu
wilayah.
2. Mahasiswa dapat menentukan pola tanam yang sesuai berdasarkan
perhitungan neraca air lahan.
3. Mahasiswa dapat menentukan pemberian irigasi yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman tiap periode.
4. Mahasiswa dapat menghitung dan menganalisis neraca air lahan bulanan
dengan metode Thornwaite.

1.3 Alat dan Bahan


1.3.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kalkulator untuk melakukan perhitungan
2. Alat tulis untuk mencatat hasil perhitungan
3. Laptop untuk membuat tabel perhitungan
1.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Data curah hujan Unpad tahun 1995-2012
1.4 Prosedur praktikum
Adapun langkah-langkkah pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mencatat nila kapasitas lapang dan titik layu permanen
3. Melakukan input data curah hujan (CH) yang telah diberikan oleh asisten
dosen
4. Menghitung nilai total pada kolom CH
5. Melakukan input data Evapotranpirasi Potensial (ETP) yang telah
diberikan oleh asisten dosen
6. Menghitung nilai total pada kolom ETP
7. Melakukan input data CH-ETP dengan melakukan pengurangan kolom CH
dengan kolom ETP
8. Menghitung nilai total pada kolom CH-ETP
9. Melakukan input data APWL dengan melakukan akumulasi di kolom (CH-
ETP) yang memiliki nilai negatif (-) secara berurutan bulan demi bulan
10. Menghitung nilai total pada kolom APWL
11. Melakukan input data KAT dengan pertama kali mengisi kolom yang ada
nilai APWL, kemudian menghitung KAT lainnya dengan rumus 𝐾𝐴𝑇 =
1,07381𝐼𝐴𝑃𝑊𝐿𝐼
𝑇𝐿𝑃 + (( 1,00041 – 𝑥 𝐴𝑇), AT didapatkan dari pengurangan
𝐴𝑇

kapasitas lapang dengan titik layu permanen. Apabila APWL bernilai 0,


maka KAT = KL
12. Menghitung nilai total pada kolom KAT
13. Melakukan input data dKAT dengan rumus KAT bulan tersebut dikurangi
KAT bulan sebelumnya. Penambahan dKAT berhenti bila dKAT = 0
setelah kapasitas lapang tercapai
14. Menghitung nilai total pada kolom dKAT
15. Melakukan input data Evapotranspirasi Aktual (ETA) dengan melihat
apabila CH>ETA maka ETA =ETP, namun apabila CH<ETP maka
ETA=CH + ldKATl
16. Menghitung nilai total pada kolom ETA
17. Melakukan input data Defisit dengan rumus D = ETP-ETA yang
berlangsung pada musim kemarau
18. Menghitung nilai total pada kolom Defisit
19. Melakukan input data Surplus yaitu ketika CH>ETP yaitu dengan rumus S
= ((CH-ETP)-dKAT)
20. Menghitung nilai total pada kolom Surplus
21. Melakukan input data Run Off (RO) dengan perhitungan RO bulan
sekarang (Rn) = 50% x hasil Sn + RO bulan sebelumnya (ROn-1), namun
khusus di bulan Januari dikarenakan ROn-1 belum ada, maka ROn-1
diambil dari Surplus bulan Desember.
22. Menghitung nilai total pada kolom Run Off
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi


Kodoatie dan Rustam, (2008), menyatakan bahwa siklus hidrologi adalah
pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses di atmosfir, tanah
dan badan-badan airyang tidak terputus melalui proses kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi.Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan
kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air
berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalambentuk air, es,atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke
atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum
mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara
kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
1. Evaporasi atau transpirasi
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya
akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang
selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan berupa titik-titik
hujan, salju ataupun es.
2. Infiltrasi atau perkolasi ke dalam tanah
Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan
batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau
air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan
tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3. Air permukaan
Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan
danau. Semakin landai lahan dan semakin sedikit pori-pori tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut.
Gambar 1. Siklus Hidrologi
(Sumber: Viessman et.al., 1989)

Keterangan :
T = transpirasi
E = evaporasi
P = hujan
R = aliran permukaan
G = aliran air tanah
I = infiltrasi
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau,
waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah
Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang
berubah adalah wujud dan tempatnya.
Gambar 2. Kesetimbangan dan pergerakan air secara hidrologis.
(Sumber: Viessman et.al., 1989)

Secara umum bagan alir distribusi air hujan dalam proses hidrologi dapat
dilihat pada Gambar 3 yang disajikan sebagai bentuk transformation hyetograph
menjadi streamflow hydrograph melalui berbagai proses di bumi dan di atmosfir.

Gambar 3. Distribusi input presipitasi dalam siklus hidrologi


(Sumber: Viessman et.al., 1989)
Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di
permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar
(output) pada jangka waktu tertentu. Semakin cepat siklus hidrologi terjadi maka
tingkat neraca air nya semakin dinamis. Kesetimbangan air dalam suatu sistem
tanah-tanaman dapat digambarkan melalui sejumlah proses aliran air yang
kejadiannya berlangsung dalam satuan waktu yang berbeda-beda (Soewarno,
2000).

2.2 Neraca Air


Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air
disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air
tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui
kondisi air pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang
kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya
(Soewarno, 2000).
Menurut Nasir (2002) berdasarkan cakupan ruang manfaat untuk
perencanaan pertanian, disusun neraca air agroklimat dengan tiga model analisis
sebagai berikut :
a) Model Neraca Air Umum.
Model ini menggunakan data-data klimatologis dan bermanfaat untuk
mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan
melebihi kehilangan air untuk penguapan dari permukaan tanah atau
evaporasi maupun penguapan dari sistem tanaman atau transpirasi,
penggabungan keduanya dikenal sebagai evapotranspirasi).
b) Model Neraca Air Lahan.
Model ini merupakan penggabungan data-data klimatologis dengan data-
data tanah terutama data kadar air pada Kapasitas Lapang (KL), kadar air
tanah pada Titik Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC = Water
Holding Capacity).
o Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang
menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah
terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan tanah tersebut
akan terus-menerus diserap akar tanaman atau menguap sehingga
tanah makin lama makin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak
lagi mampu menyerap air sehingga tanaman menjadi layu. Kandungan
air pada kapasitas lapang diukur pada tegangan 1/3 bar atau 33 kPa
atau pF 2,53 atau 346 cm kolom air.
o Titik layu permanen adalah kondisi kadar air tanah dimana akar-akar
tanaman tidak mampu lagi menyerap air tanah, sehingga tanaman
layu. Tanaman akan tetap layu pada siang atau malam hari.
Kandungan air pada titik layu permanen diukur pada tegangan 15 bar
atau 1.500 kPa atau pF 4,18 atau 15.849 cm tinggi kolom air.
o Air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman yaitu
selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen.
c) Model Neraca Air Tanaman.
Model ini merupakan penggabungan data klimatologis, data tanah, dan
data tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus pada jenis
tanaman tertentu. Data tanaman yang digunakan adalah data koefisien
tanaman pada komponen keluaran dari neraca air. Neraca air adalah
gambaran potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam periode tertentu.
Dari neraca air ini dapat diketahui potensi sumberdaya air yang masih
belum dimanfaatkan dengan optimal.
Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama
periode waktu tertentu masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah
dengan perubahan air cadangan (change in storage). Nilai perubahan air cadangan
ini dapat bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000).
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan
antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem
(sub sistem) tertentu (Harto, 2000).
Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan :
I = O ± ∆S ... (1)
Dengan :
I = masukan (inflow)
O = keluaran (outflow)
Yang dimaksud dengan masukan adalah semua air yang masuk ke dalam
sistem. Sedangkan keluaran adalah semua air yang keluar dari sistem. Perubahan
tampungan adalah perbedaan antara jumlah semua kandungan air (dalam berbagai
sub sistem) dalam sau unit waktu yang ditinjau, yaitu antara waktu terjadinya
masukan dan waktu terjadinya keluaran. Persamaan ini tidak dapat dipisahkan
dari konsep dasar yang lainnya (siklus hidrologi) karena pada hakikatnya,
masukan ke dalam sub sistem yang ada adalah keluaran dari sub sistem yang lain
dalam siklus tersebut (Harto, 2000).
Analisis pada neraca air lahan berguna terutama untuk penggunaan dalam
pertanian secara umum. Nasir (2002) mengatakan secara umum manfaat neraca
air lahan terutama untuk :
1. Mengetahui kondisi agroklimat terutama dari segi kondisi air
2. Mengetahui periode musim kemarau dan musim hujan berdasarkan
perimbangan antara hujan dan ETP.
3. Memilih jenis tanaman dan mengatur jadwal tanam dan panen serta
mengatur kombinasi tanaman tumpang sari bila diperlukan.
4. Mengatur pemberian air irigasi baik jumlah maupun waktu sesuai dengan
keperluan. Informasi terpenting dari neraca air lahan adalah untuk
mengetahui dinamika perubahan kadar air tanah sehingga berguna untuk
menyusun strategi pengelolaan usaha tani tersebut.

2.3 Perhitungan Neraca Air


Pada suatu areal pertanian penyediaan air tanaman berasal dari curah hujan
dan irigasi. Sedangkan kehilangan air dapat berupa drainase, limpasan permukaan,
evaporasi, dan transpirasi. Sebagian air disimpan sebagai cadangan makanan
dalam tanah. Keseluruhan masukan (input) dan keluaran (output) air dapat
dirumuskan sebagai neraca air (Handoko, 1994).
Menurut Hillel (1972) neraca air lahan sebagai rincian tentang masukan
(input), keluaran (output) dan perubahan simpanan air yang terdapat pada suatu
lingkungan tertentu selama periode waktu tertentu. Nasir (2002) mengemukakan
bahwa analisis neraca air lahan memerlukan input data curah hujan (CH),
evapotranspirasi potensial (ETP), kandungan air tanah pada kapasitas lapang
(KL), dan kandungan air pada titik layu permanen (TLP).
Perhitungan neraca air lahan merupakan salah satu informasi penting
untuk menentukan langkah kegiatan usaha tani dari hari ke hari. Hal ini
disebabkan karena tingkat ketersediaan air mampu mempengaruhi pertumbuhan
dan produksi tanaman. Jika tanaman pernah mengalami tekanan, maka
pertumbuhan dan produksinya akan turun. Penurunan ini akan semakin tajam jika
kejadian iklim dan cuaca yang mengganggu terjadi pada saat fase pertumbuhan
tanaman peka terhadap ketersediaan air. Peristiwa tersebut jika terjadi pada
intensitas yang tinggi dan daerah yang luas akan menurunkan produksi dalam
jumlah yang besar.
Untuk menyederhanakan sistem neraca air yang terjadi di lapang maka
digunakanlah suatu persamaan. Persamaan neraca air yang umum pada suatu
lahan pertanian adalah sebagai berikut:
CH + I = D + 𝑅𝑢𝑛 𝑜𝑓𝑓 + ETP + ∆KAT ... (2)
Dimana:
CH = Curah hujan
I = Irigasi
D = Drainase
Run off = Aliran permukaan
ETP = Evapotranspirasi
∆KAT = Perubahan kandungan air tanah
Thornhtwaite dan Mather (1957) membuat persamaan yang sederhana
menggunakan input hanya dari curah hujan saja. Pada metode ini semua aliran
masuk dan keluar air serta nilai kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan
kondisi tanaman tertentu digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah,
kehilangan air, surplus, dan defisit.
CH = 𝑅𝑢𝑛 𝑜𝑓𝑓 + ETP + ∆KAT ... (3)
Dimana:
CH = Curah hujan
ETP = Evapotranspirasi
∆KAT = Perubahan kandungan air tanah
Run off = Aliran permukaan
Sedangkan persamaan neraca air menurut Chang (1974) sebagai berikut :
CH + I = Pc + 𝑅𝑢𝑛 𝑜𝑓𝑓 + ETP + ∆KAT ... (4)
Dimana:
CH = Curah hujan
I = Irigasi
Run off = Aliran permukaan
ETP = Evapotranspirasi
∆KAT = Perubahan kandungan air tanah
Pc = Perkolasi
Prosedur perhitungan neraca air menurut Thornthwaite and Mather (1957)
menggunakan sistem tata buku yaitu dengan membuat sebuah tabel dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengisi curah hujan (CH)
2. Mengisi kolom evapotranspirasi potensial (ETP)
3. APWL (Accumulation of Potensial Water Loss).
Nilai APWL merupakan akumulasi CH-ETP dari waktu ke waktu.
Akumulasi air yang hilang secara potensial ini akan menentukan
kandungan air tanah pada saat curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi
potensial.
4. Kadar air tanah.
Kandungan air tanah dapat maksimum pada suatu periode dimana CH-
ETP bernilai positif. Sedangkan apabila CH-ETP bernilai negatif maka
kandungan air tanah akan ditentukan:
1.073807306 APWL
KAT = TLP + AT (1.000412351 − ) ... (5)
AT

AT = KL − TLP ... (6)


5. dKAT (Perubahan Kandungan Air Tanah)
Perubahan kandungan air tanah merupakan selisih kandungan air tanah
antara satu periode dengan periode sebelumnya secara berurutan. Nilai
dKAT yang positif menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air
tanah. Penambahan ini akan terhenti setelah kapasitas lapang terpenuhi.
6. ETA (Evapotranspirasi aktual)
Bila curah hujan lebih besar dari nilai evapotranspirasi maka nilai ETA
sama dengan nilai ETP. Namun bila curah hujan jauh lebih kecil dari nilai
ETP maka tanah akan mulai mengering dan ETA menjadi lebih rendah
dari nilai potensialnya. Pada kondisi ini maka nilai ETA akan sama dengan
nilai CH+dKAT.
7. Defisit
Defisit berarti berkurangnya air untuk keperluan evapotranspirasi potensial
sehingga defisit air adalah perbedaan atau selisih antara nilai ETP dan
ETA. Nilai defisit merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk
memenuhi keperluan ETP tanaman.
8. Surplus
Setelah simpan air mencapai kapasitas lapang maka kelebihan curah hujan
akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air
tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah
hujan dikurangi dengan nilai ETP dan perubahan kadar air tanah (CH-
ETP-dKAT)

2.4 Kelebihan Air Tanaman


Menurut Aak (2000) kelebihan air pada tanaman biasanya terlihat atau
terjadi ketika awal musim hujan (akhir musim kemarau) dan pada saat
pertengahan musim hujan. Yang sangat berdampak bagi pertumbuhan tanaman
dapat di lihat sebagai berikut:
1. Awal musim hujan (akhir musim kemarau)
Ciri dari awal musim hujan atau akhir dari musim kemrau adalah
sinar matahari cukup banyak, suhu udara panas, kelembaban udara
absolute (Ah) tinggi, kelembaban udara relatip (Rh) tinggi, hujan masih
jarang terjadi, dan sumber air tanah maupun air permukaan sedikit.
Dampak bagi tanaman yaitu proses transpirasi (proses pendinginan)
terganggu karena tingginya nilai Rh. Keadaan ini diperparah dengan
sulitnya proses pendinginan secara konduksi lewat daun, karena batang
panas pada fase musim ini juga tinggi. Akibatnya tanaman akan
kepanasan, daun dan batang tanaman nampak layu meski masih nampak
hijau. Kalau kondisi parah ranting dan daun akan menguning dan rontok
(Aak, 2000).
Kesalahan yang sering dilakukan pada fase ini, melihat tanaman
nampak layu timbul anggapan tanaman kurang air. Padahal kelayuan
muncul bukan karena kekurangan air (seperti pada musim panas), namun
akibat terganggunya proses penyerapan air karena transpirasi terhambat.
Dampak selanjutnya gampang diduga, zona akar akan kelebihan air dan
mengundang penyakit (Aak, 2000).
2. Pertengahan musim hujan.
Ciri dari pertengahan musim hujan adalah sinar matahari terhalangi
mendung, suhu udara turun, kelembaban udara absolute (Ah) turun atau
rendah, kelembaban udara relatip (Rh) tinggi, frekwensi hujan tinggi, dan
sumber air tanah maupun air permukaan melimpah (Aak, 2000).
Dampak bagi tanaman antara lain Kelembaban (Rh) tinggi pada
suhu yang rendah merupakan kondisi ideal pertumbuhan spora jamur.
Tanaman yang tidak sehat atau bagian tanaman yang tua menjadi rentan
serangan jamur. Genangan-genangan air pada bagian batang, bonggol, dan
daun (bagian-bagian yang kaya karbohidrat) cepat atau lambat akan
diserbu jamur (Aak, 2000).

2.5 Kekurangan Air Tanaman


Kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman, yang
meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Pada saat kekurangan
air, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2
dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis,
kekurangan air juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury dan
Ross, 2006).
Menurut Kurniasari dkk (2010) tanaman yang mengalami kekurangan air
secara umum mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman
yang tumbuh normal. Kekurangan air menyebabkan penurunan hasil yang sangat
signifikan dan bahkan menjadi penyebab kematian pada tanaman (Salisbury dan
Ross, 2006).
Mansfield dan C. J. Atkinson (2008) menjelaskan bahwa respons tanaman
yang mengalami kekurangan air dapat merupakan perubahan di tingkat selular dan
molekular yang ditunjukkan dengan penurunan laju pertumbuhan, berkurangnya
luas daun dan peningkatan rasio akar : tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat
kekurangan air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Intensitas kekeringan yang dialami;
2. Lamanya kekeringan; dan
3. Tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan.
Lie (2006) menjelaskan bahwa evaluasi toleransi tanaman terhadap
kekurangan air dapat dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri morfologi,
anatomi, dan fisiologi yang berkaitan erat dengan hasil produksi tanaman di
lingkungan yang kekurangan air.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum


3.1.1 Tabel
Tabel 1. Neraca Air
BULAN CH ETP CH-ETP APWL KAT dKAT ETA DEFISIT SURPLUS RUN-OFF
JAN 298 128 170 0 370 0 128 0 170 114,25
FEB 212 111 101 0 370 0 111 0 101 107,625
MAR 266 129 137 0 370 0 129 0 137 122,3125
APRIL 192 125 67 0 370 0 125 0 67 94,65625
MEI 104 121 -17 -17 354,2949 -15,7051 119,7051 1,294925 0 0
JUN 58 108 -50 -67 315,2329 -39,0621 97,06207 10,93793 0 0
JUL 35 100 -65 -132 277,2342 -37,9987 72,99868 27,00132 0 0
AGU 20 104 -84 -216 243,4861 -33,7481 53,74807 50,25193 0 0
SEP 42 114 -72 -288 224,0542 -19,4319 61,43193 52,56807 0 0
OKT 123 134 -11 -299 221,6622 -2,39194 125,3919 8,608056 0 0
NOV 281 131 150 0 370 0 131 0 150 75
DES 247 130 117 0 370 0 130 0 117 96
TOTAL 1878 1435 443 -874 3855,964 -148,338 1284,338 150,6622 742 609,8438

3.1.2 Perhitungan
Diketahui : KL : 370 mm
TLP = 180 mm
AT = KL- TLP = 190 mm
1. Perhitungan CH
CH januari = Jumlah CH bulan januari 1994-2012 / 19
CH januari = 599,5 + 242,65 + ...+191,5 / 15
CH januari =297,6926 mm/bulan
2.Perhitungan CH-ETP
Perhitungan CH- ETP bulan januari
CH – ETP = CHjanuari -ETPjanuari
CH – ETP = 297,6926 mm – 1228
CH – ETP = 169,6926 mm/bulan
3.Perhitungan APWL
APWL adalah akumulasi potensial kehilangan air untuk penguapan, maka :
APWLmei = -17,2384
APWLjuni = APWLmei + (CH-ETPjuni)
APWLjuni = -17,2384 + (-49,9895)
APWLjuni = -67,2279 mm
4. Perhitungan KAT
KAT diisi apabila terjadi APWL, apabila APWL = 0 maka KAT = KL=370
KATmei = (TLP+((1,00041– (1,03781/AT))|APWL| . AT
KATmei = (180+((1,00041– (1,03781/190))|17,2384| . 190
KATmei = 354,1143 mm
5. Perhitungan dKAT
Bila CH < ETP, maka
dKAT = KAT bulan tersebut – KAT bulan sebelumnya
dKATmei= KATmei -KATapril
dKATmei = 354,1143 – 370
dKATmei =-15,8857 mm
Bila CH > ETP, maka
dKAT = 0
6. Perhitungan ETA
Apabila CH > ETP, maka
ETA = ETP
ETAjanuari = ETPjanuari = 128 mm/bulan
Apabila CH < ETP, maka :
ETA = CH + |dKAT|
ETAmei = CHmei +|dKATmei|
ETAmei = 102,7616 + 15,8857
ETAmei = 119,6473 mm/bulan
7.Perhitungan Defisit
Defisit merupakan berkurangnya air pada musim kemarau, maka
Defisitmei = ETPmei – ETAmei
Defisitmei = 121 – 119,6473
Defisitmei = 1,3257 mm/bulan
8.Perhitungan Surplus
Surplus merupakan kelebihan air atau CH > ETP, maka :
Sjanuari = (CH-ETP)januari-dKATjanuari
Sjanuari =169,6926 – 0
Sjanuari =169,6926 mm/bulan
9.Perhitungan Run-Off
ROjanuari = 50% x(Sjanuari + 50%Sdesember)
ROjanuari = 50% x169,6926+ 50%11,8968)
ROjanuari =114,0705 mm/bulan
ROfebruari = 50%(Sfebruari+ ROjanuari)
ROfebruari = 50%(100,7695 + 114,0705)
ROfebruari = 107,4200 mm/bulan

3.1.3 Grafik
Grafik 1. Grafik hubungan jumlah defisit terhadap bulan

Grafik Bulan Terhadap Defisit


60.0000

50.0000

40.0000
Defisit

30.0000

20.0000

10.0000

0.0000
0 2 4 6 8 10 12 14
Bulan
Grafik 2. Grafik hubungan jumlah surplus terhadap bulan

Grafik Bulan Terhadap Surplus


180.0000
160.0000
140.0000
Surplus 120.0000
100.0000
80.0000
60.0000
40.0000
20.0000
0.0000
0 2 4 6 8 10 12 14
Bulan

Grafik 3. Grafik hubungan jumlah run-off terhadap bulan

Grafik Bulan Terhadap Run-Off


140.0000
120.0000
100.0000
Run-off

80.0000
60.0000
40.0000
20.0000
0.0000
0 2 4 6 8 10 12 14
Bulan
Nurbaeti Hasanah
240110150008

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai analisis neraca lahan
menggunakan metode Thornwaite. Perhitungan neraca lahan menggunakan data
curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kapasitas lapang dan titik layu permanen,
dimana berdasarkan tabel total jumlah air yang tersedia di lahan mencapai
1878,2374 mm dengan jumlah defisit 150,4603 mm, evapotranspirasi sebesar
1435,0000 mm, sehingga selama setahun terjadi surplus dan run-off masing-
masing sebesar 741,8221 mm dan 609,5138 mm.
Grafik yang dihasilkan menunjukkan bahwa surplus air terjadi pada bulan
November hingga bulan April, defisit air terjadi pada bulan Mei hingga Oktober,
serta run-off terjadi pada bulan November hingga April bersamaan dengan
terjadinya surplus air. Surplus air tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar
169,6926 mm dengan curah hujan 297,6926 mm. Defisit air terbesar terjadi pada
bulan September sebesar 52,3251 mm dengan curah hujan sebesar 42,3274 mm.
Run-off terbesar terjadi pada bulan Maret sebesar 122,2450 mm dengan curah
hujan 266,07 mm. Surplus air terjadi selama 6 bulan menunjukkan terjadi musim
hujan dari November hingga April, dan musim kemarau selama 6 bulan pada
bulan Mei hingga Oktober yang menyebabkan defisit air. Kondisi defisit
menunjukan kandungan air tanah pun mengalami penurunan seiring dengan
berkurangnnya curah hujan akibat evapotranspirasi, maka apabila air tanah tidak
disuplai oleh hujan akan mengalami defisit. Pergantian musim tersebut sesuai
dengan kondisi musim di daerah tropis saat ini, dimana periode musim hujan dan
musim kemarau seimbang dalam setahun.
Kondisi musim berdasarkan grafik yang dihasilkan menunjukkan pola
tanam yang sesuai adalah dengan menanam padi sawah yang berumur 3 bulan,
sehingga penanaman dan pemanenan dilakukan secara berturut-turut penanaman
pada bulan November dan Februari, serta pemanenan pada bulan Desember dan
April, karena padi membutuhkan air yang cukup banyak dalam pertumbuhannya.
Musim kemarau terjadi defisitair sehingga tanaman yang cocok ditanam pada
musim ini ialah umbi-umbian yang pertumbuhannya tidak memerlukan banyak
air. Kondisi musim yang terjadi dapat berpengaruh pula pada run-off yang perlu
ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan bencana serta dapat digunakan
kembali pada saat musim kemarau, apabila penanganan run-off dilakukan dengan
baik. Pemanfaatan run-off dapat dilakukan dengan pemanenan air hujan membuat
kolam yang dapat digunakan sebagai air irigasi dan dapat digunakan pada saat
musim kemarau. Pemanenan air hujan dapat meminimalkan erosi yang terjadi dan
menutupi defisit air.
Nama : Imam Fauzan
NPM : 240110150059

3.2 Pembahasan
Nilai negatif dKAT yang diperoleh dari bulan Mei, Juni, Juli, Agustus,
September, dan Oktober yaitu 15,8857; 38,9465; 38,0283; 33,5855; 19,3476 dan
2,3309 menandakan seluruh curah hujan (CH) dan sebagian kandungan air tanah
(KAT) akan dievapotranspirasikan karena nilai CH lebih kecil dari nilai ETP yang
diperoleh. Pengolahan data pada kolom ETA akan memengaruhi nilai defisifit dan
surplus karena dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi dan angka
didapatkan menjadi acuan dalam penentuan teknik pengelolaan dan konservasi
suatu lahan, dimana nilai defisit menandakan berkurangnya air yang
dievapotranspirasikan yang berlangsung pada musim kemarau sedangkan pada
musm hujan bernilai 0. Nilai defisit tidak sama dengan 0 terjadi pada bulan Mei,
Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober yaitu 1,3527; 11,0430; 27,1980;
50,1777; 52, 3251; dan 8,3638. Nilai surplus tidak sama dengan 0 pada bulan
kering yaitu bulan bulan Januari, Februari, Maret, April, November, dan
Desember. Bulan basah memiliki nilai RO karena limpasan permukaan hanya
terjadi pada musim hujan, yaitu 114,0705; 107,4200; 122,2450; 94,7975; 75,0216;
dan 95,9592 pada bulan Januari, Februari, Maret, April, November, dan
Desember.
Tiara Putri Dwi D.
240110150063

3.2 Pembahasan
Analisis neraca air lahan pada praktikum ini menggunakan metode
thornwaite dengan data curah hujan 19 tahun. Kapasitas lapang pada praktikum
analisis neraca air lahan tersebut sebanyak 370. Nilai titik layu permanen
diasumsikan sebanyak 180 mm, sehingga air yang terkandung dalam tanah
sebanyak 190 mm.
Grafik defisit menunjukkan bahwa besarnya defisit adalah fluktuatif atau
naik turun. Bulan November sampai bulan April besarnya defisit adalah 0, karena
pada bulan tersebut terjadi hujan sehingga ada pemasukan air. Bulan Mei sampai
Oktober terjadi defisit air dimana jumlah evapotranspirasi aktual melebihi jumlah
curah hujan, hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh air hujan
dievapotranspirasikan bersama-sama dengan air dari tanah tanpa adanya
pemasukan air. Kehilangan air paling tinggi terjadi pada bulan September yaitu
sebanyak 52,3251 mm. Kandungan air tanah pada kondisi defisit mengalami
penurunan seiring dengan berkurangnya curah hujan yang digunakan untuk
evapotranspirasi. Air tanah yang tidak disuplai oleh air hujan akan menyebabkan
defisit sehingga terjadi musim kemarau. Kondisi defisit air tidak
mendukung terhadap budidaya tanaman.
Grafik surplus menunjukkan kelebihan air terjadi sejak bulan Januari
hingga bulan April kemudian bulan November sampai Desember. Surplus terjadi
apabila curah hujan lebih besar dari evapotranspirasi potensial, sehingga surplus
air terjadi pada musim hujan. Surplus air tertinggi terjadi pada bulan Januari
sebanyak 169,6926 mm dengan curah hujan 297,6926 mm/bulan, karena bulan
tersebut merupakan puncak hujan. Bulan Mei sampai dengan bulan Oktober tidak
terjadi surplus, karena pada bulan tersebut tidak ada pemasukan air atau tidak
terjadi hujan. Surplus air berkaitan dengan run-off karena jumlah surplus air yang
tinggi menyebabkan limpasan permukaan menjadi lebih banyak.
Run off atau limpasan permukaan terjadi pada bulan Januari sampai bulan
April serta bulan November sampai bulan Desember. Jumlah run off paling tinggi
terjadi pada bulan Januari sebesar 114,0705 mm dengan besarnya curah hujan
sebesar 297,6926 mm/bulan. Kondisi run off yang terjadi ini akan mengganggu
pertumbuhan tanaman karena terjadi kelebihan air. Kelebihan air berupa run
off akan mengakibatkan terjadinya banjir dan tanah menjadi sangat jenuh yang
akan mengganggu kesetimbangan air tanah serta akan menurunkan tingkat
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam tanah. Pemanenan run-off atau air
limpasan dapat digunakan untuk menyediakan ketersediaan air pada musim
kemarau atau ketika terjadi defisit air. Pemanenan air limpasan tersebut dapat
memperkecil terjadinya erosi akibat percikan air hujan, sehingga akan menjaga
lapisan tanah bagian atas (top soil) pada lahan pertanian.
Nama : Meisha Athaya Thifalny
NPM : 240110150086

3.2 Pembahasan
Tabel neraca air berisi tentang masukan dan keluaran air disuatu tempat
pada periode waktu tertentu, sehingga praktikan dapat menentukan jumlah air
defisit dan jumlah air surplus. Neraca air yang praktikan buat menggunakan data
curah hujan Unpad. Neraca air ini menunjukkan total defisit air dari bulan Januari
hingga Desember adalah 150,4603mm/bulan dan total surplus airnya adalah
741,8221 mm/bulan. Total run off yang terjadi adalah sebesar 609,5138mm/bulan.
Terjadinya defisit air menandakan adanya kekurangan air pada bulan
dimana terjadinya defisit. Defisit air dihitung dengan melakukan pengurangan
evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi aktual. Grafik bulan terhadap
defisit menunjukkan bahwa tidak terjadi defisit air di bulan Januari hingga april
karena kurva sejajar dengan sumbu x. Grafik juga menunjukkan jumlah defisit air
semakin meningkat dari bulan Mei hingga bulan September dengan bentuk kurva
yang semakin naik ke atas secara signifikan. Puncak defisit air dimana jumlah
kekurangan air paling banyak terjadi di bulan September dengan jumlah defisit
52,3251 mm/bulannya. Kemudian kurva kembali turun November dan tidak
mengalami defisit di bulan November dan Desember ditandai dengan kurva yang
kembali sejajar dengan sumbu x. Defisit air biasa terjadi pada musim kemarau.
Surplus air menandakan adanya kelebihan air pada bulan dimana terjadinya
suprlus. Surplus air biasa terjadi di musim hujan. Grafik surplus akan
berkebalikan dengan grafik defisit. Grafik surplus akan naik ketika tidak terjadi
defisit dan sebaliknya kurva pada grafik suplus akan sejajar pada sumbu x ketika
terjadi defisit. Pada bulan Januari hingga April terjadi surplus air dan terus
menurun mendekati musim kemarau di bulan Maret. Tidak terjadi surplus air di
bulan Maret hingga September, melainkan terjadi defisit sesuai dengan grafik
sebelumnya. Bulan Oktober kembali terjadi surplus air. Puncak surplus air adalah
dimana jumlah air berlebih paling banyak pada setiap bulan yang mengalami
surplus air dalam setahun. Puncak surplus air terjadi di bulan Januari. Puncak
surplus ini menandakan bahwa bulan Januari merupakan puncak musim hujan.
Grafik run off akan berkesinambungan dengan grafik surplus, karena run off
hanya akan terjadi ketika surplus air terjadi. Kelebihan air yang terjadi pada saat
hujan akan menyebabkan terjadinya limpasan. Grafik run off menunjukkan air
limpasan terbanyak terjadi pada bulan Maret dimana kurva berada pada posisi
paling tinggi. Ketika kurva pada grafik surplus sejajar dengan sumbu x yang
menandakan terjadinya defisit air, grafik run off juga akan sejajar dengan sumbu
x. Defisit air tidak memungkinkan adanya air limpasan.
Surplus dan defisit air dipengaruhi oleh curah hujan dan evapotranspirasi
potensial yang terjadi. Semakin besar curah hujan dengan evapotranspirasi yang
kecil, maka kemungkinan surplus air akan semakin besar. Semakin kecil curah
hujan dengan evapotranspirasi potensial yang tinggi, maka kemungkinan defisit
air yang akan semakin besar. Semakin besar surplus air, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya run off.
Surplus dan defisit air juga bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
vegetasi dan jenis tanah. Semakin banyak vegetasi di lahan tempat hujan turun,
maka kemungkinan surplus air juga semakin tinggi, karena akar dari tanaman
dapat menyimpan cadangan air. Ketika lahan kritis dan tidak dapat menyimpan
cadangan air, maka akan terjadi defisit air ketika musim kemarau.
Sutanto F. Sar
240110157001

3.2 Pembahasan
Proses menganalisis neraca lahan dapat memberikan informasi mengenai
penjadwalan tanam, penjadwalan irigasi dan keadaan ketersediaan air. Keadaan
defisit air ini berlansung pada musim kemarau yaitu pada bulan Mei, Juni, Juli,
Agustus, dan September karena data curah hujannya yang paling sedikit. Defisit
air pada 5 bulan yang disebutkan tersebut mencapai titik puncak pada bulan
september sebesar 52.3251mm/bulan. Titik puncak tersebut dipaparkan dalam
grafik 1 hubungan defisit terhadap bulan. Proses naiknya grafik tersebut dimulai
dari bulan Mei dengan defisit sebesar 1.2527mm/bulan dan mulai turun pada
bulan oktober sebesar 8.3638. Bulan Oktober tersebut sebenarnya sudah termasuk
musim hujan, akan tetapi karena pada bulan-bulan sebelumnya terjadi musim
kemarau jadi sebagian air hujan yang turun memenuhi kapasitas lapang dan
mengalami evapotranspirasi. Pengaruh evapotranspirasi terhadap musim kemarau
yaitu pada musim kemarau terjadinya penguapan secara besar-besaran baik
penguapan pada tumbuhan maupun di danau.
Data surplus atau kelebihan air terhajadi pada bulan basah yaitu Januari,
Februari, Maret, April, November Dan Desember. Terjadinya kelebihan air
tersebut disebabkan karena lahan memenuhi kapasitas lapang dan curah hujannya
melebihi evapotranspirasi potensial. Data grafik hubungan jumlah surplus
terhadap bulan menunjukkan bahwa bulan januari merupakan puncak musim
hujan karena memiliki curah hujan tertinggi sebesar hujan 297,6926 mm/bulan
dan surplus air tertinggi sebesar 169,6926 mm. Pada bulan Mei sampai Oktober
tidak menampilkan peningkatan pada grafik karena kenyataannya pada bulan
tersebut sedang terjadi defisi.
Data run off dari perhitungan sangat tergantung pada nilai surplus. Aliran
permukaan sendiri terjadi apabila didalam bulan tersebut terdapat kelebihan air
dan kelebihan air akan terjadi apabila kapasitas lapang sudah terpenuhi.
Berdasarkan grafik hubungan antara bulan dan data run off, maka diperoleh
bahwa aliran permukaan tertinggi terjadi pada bulan januari sebesar
1114,0705mm dan keadaan ini sama dengan keadaan surplus yang memiliki
puncak pada bulan januari juga. Aliran permukaan terendah terjadi pada bulan
novermber sebesar 75.0216 dan keadaan ini hampir sama dengan keadaan defisit,
dimana walupun pada bulan tersebut masih merupakan bulan basah akan tetapi
aliran permukaan akan memenuhi kapasitas lapang terlebih dahulu.
Dari penghitungan neraca air diperoleh nilai total defisit air selama satu
tahun sebesar 150.4603mm/tahun, nilai total surplus sebesar 741.8211mm/tahun,
dan nilai total aliran permukaan sebesar 609.5138mm/tahun. Permasalah defisit
air bisa diatasi dengan pemanen aliran permukaan, karena melihat kelebihan air
selama setahun yang menghasilkan aliran permukaan. Defisit air yang terjadi pada
Bulan Mei sampai Oktober sangat bisa terpenuhi oleh kelebihan air yang terjadi
pada Bulan Januari sampai April dan Bulan November sampai Desember.
Nurbaeti Hasanah
240110150008

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah :
1. Total jumlah air yang tersedia di lahan mencapai 1878,2374 mm
dengan jumlah defisit 150,4603 mm, evapotranspirasi sebesar
1435,0000 mm, sehingga selama setahun terjadi surplus dan run-
off masing-masing sebesar 741,8221 mm dan 609,5138 mm.
2. Surplus air tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 169,6926 mm
dengan curah hujan 297,6926 mm.
3. Surplus air dapat mengakibatkan run-off dan dapat dipanen dengan
membuat kolam untuk menutupi defisit air yang terjadi pada musim
kemarau.
4. Defisit air terbesar terjadi pada bulan September sebesar 52,3251 mm
dengan curah hujan sebesar 42,3274 mm.
5. Run-off terbesar terjadi pada bulan Maret sebesar 122,2450 mm dengan
curah hujan 266,07 mm.
6. Pola tanam yang dapat diterapkan ialah menanam padi pada musim
hujan dan menanam umbi-umbian pada musim kemarau.

4.2 Saran
Saran dari praktikum kali ini adalah :
1. Tindakan konservasi dilakukan dapat mengacu pada perhitungan
neraca lahan agar sesuai dengan perkiraan musim yang terjadi.
2. Perhitungan neraca lahan sebaiknya dilakukan lebih teliti karena dapat
mempengaruhi tindakan konservasi yang dilakukan.
Nama : Imam Fauzan
NPM : 240110150059

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Air limpasan hanya terjadi pada bulan basah dan tertinggi terjadi bulan
Januari ditandai oleh perolehan data RO sebesar 114,0705.
2. Analisis neraca air lahan menyatakan bahwa penentuan musim kemarau
berdasarkan kolom CH-ETP yang mana berlangsung pada bulan basah,
yaitu bulan Januari, Februari, Maret, April, November, dan Desember.
3. Nilai KAT pada bulan basah telah memenuhi kapasitas lapang sehingga
tanah telah jenuh oleh air ditandai oleh nilai 0 pada APWL akan berubah
secara otomatis menjadi 370 pada kolom KAT.
4. Nilai negatif (-) dKAT yang diperoleh dari bulan kering menandakan
seluruh curah hujan (CH) dan sebagian kandungan air tanah (KAT) akan
dievapotranspirasikan karena nilai CH lebih kecil dari nilai ETP yang
diperoleh.
5. Nilai defisit sama dengan 0 pada bulan basah dan nilai surplus sama
dengan 0 pada bulan kering.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya dilakukan pembedahan nilai dalam pengolahan data agar lebih
memudahkan dalam pemasukkan nilai ke dalam tabel dari hasil
perhitungan.
Tiara Putri Dwi D.
240110150063

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Surplus terjadi pada musim hujan yaitu bulan November sampai April,
sedangkan defisit terjadi pada bulan Mei sampai Oktober;
2. Surplus air tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 169,6926 mm dengan
curah hujan 297,6926 mm/bulan, karena pada bulan Januari merupakan
puncak hujan sehingga run-offnya besar yaitu sebanyak 114,0705 mm;
3. Bulan September terjadi defisit air yang sangat tinggi yaitu sebanyak
52,3251 karena memasuki musim kemarau, sedangkan defisit yang paling
rendah yaitu bulan Mei sebanyak 1,2949;
4. Run off atau limpasan permukaan yang paling besar terjadi pada bulan
Januari sebanyak 114,0705 mm, sedangkan run-off yang paling sedikit
terjadi pada bulan November sebanyak 95,9592 mm;
5. Run-off pada bulan Januari sebesar 114,0705 mm apabila dibiarkan dan
tidak dipanen akan mengakibatkan terjadinya banjir dan tanah menjadi
sangat jenuh yang akan mengganggu kesetimbangan air tanah.

4.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan pemanenan air saat musim hujan agar dapat mengurangi run
off serta agar air dapat digunakan pada musim kemarau.
2. Air harus digunakan secara efisien agar pemasukan dan pengeluarannya
seimbang.
3. Sebaiknya data curah hujan yang digunakan dari tahun 1994 sampai tahun
2017 agar perhitungan surpls, defisit serta air limpasan lebih akurat.
Nama : Meisha Athaya Thifalny
NPM : 240110150086
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
1. Total defisit air pada tabel adalah 150,4603mm/bulan, total surplus air pada
tabel adalah 741,8221 mm/bulan, dan total run off yang terjadi adalah
sebesar 609,5138mm/bulan
2. Terjadinya defisit air menandakan adanya kekurangan air pada bulan
dimana terjadinya defisit, surplus air menandakan adanya kelebihan air pada
bulan dimana terjadinya suprlus.
3. Puncak defisit air adalah bulan September
4. Grafik surplus akan berkebalikan dengan grafik defisit
5. Grafik surplus akan naik ketika tidak terjadi defisit dan sebaliknya kurva
pada grafik suplus akan sejajar pada sumbu x ketika terjadi defisit
6. Puncak surplus air adalah di bulan Januari
7. Run off hanya akan terjadi ketika surplus air terjadi
8. Surplus dan defisit air dipengaruhi oleh curah hujan dan evapotranspirasi
potensial yang terjadi
9. Surplus dan defisit air juga bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
vegetasi dan jenis tanah
4.2 Saran
Adapun saran dari praktikum kali ini adalah:
1. Sebaiknya perhitungan dilakukan di Ms.Excel agar lebih cepat dan akurat
Sutanto F. Sar
240110157001

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada pelaksanaan praktikum kali ini adalah:
1. Data utama yang dibutuhkan dalam melakukan analisis debit adalah data
curah hujan bulanan, asumsi evapotranspirasi potensial dan titik layu
permanen;
2. Keadaan defisit air ini berlangsung pada musim kemarau yaitu pada bulan
Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September karena data curah hujannya yang
paling sedikit 52.3251mm/bulan;
3. Keadaan surplus air terhajadi pada bulan basah yaitu Januari, Februari,
Maret, April, November dan Desember, karena lahan memenuhi kapasitas
lapang dan curah hujannya melebihi evapotranspirasi potensial;
4. Besarnya aliran permukaan sangat bergantung pada tinginya surplus dan
rendahnya defisit air;
5. Pemanen air hujan dapat mencegah banjir dan memberi solusi dari
kekurangan air

4.2 Saran
Adapun saran berdasarkan pelaksanaan praktikum kali ini adalah:
1. Pemanenan air saat musim hujan sangat penting untuk mengurangi aliran
permukaan yang dapat menyebabkan banjir serta agar air dapat digunakan
pada musim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 2000. Kacang Tanah. Jakarta : Kanisius.

Chang, Jen-Hu. 1974. Climate and Agriculture; an ecological survey. Chicago:


Aldine

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya.

Harto, Sri. 2000. Hidrologi Teori Masalah dan Penyelesaian. Jakarta : Nafiri.

Hillel, D. 1972. The Field Water Balanced and Water Use Efesiensy. In: D hillel
(ed) Optimizing the soil physical Enviroment Toward Greater Crop Yields.
New York : Academic Press.

Kodoatie dan Rustam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air terpadu. Yogyakarta:
Andi.

Kurniasari, A.M. Adisyhaputra, R. Rosman. 2010. Pengaruh Kekeringan pada


Tanah Bergaram NaCl terhadap Pertumbuhan Tanaman Nilam. Jakarta :
Jurusan Biologi FMIPA UI.

Lie, Didik Setiawan. 2006. Menanam dan merawat Philodendron. Jakarta:


Agromedia Pustaka.

Mansfield., T.A. and C. J. Atkinson. 2008. Stomatal Behavior In Water Stressed


Plants. P. 241-246. In Alscher Ang Cumming (Ed.). Stress Respons In
Plant: Adaptation And Acclimation Mechanisms. New York : Wiley-Liss,
Inc.

Nasir, A. 2002. Neraca Air Agroklimatik. Makalah Pelatihan Bimbingan


Pengamanan Tanaman Pangan dan Bencana Alam. Bogor: Jaya Pustaka.

Salisbury, F. B. and Ross, C. W. 2006. Plant Physiology. California : Wadsword


Publishing Company, Belmont.

Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Thornthwaite, C.W., Mather, J.R. 1957. Instructions and Tables for Computing
Potential Evapotranspiration and The Water Balance. New Jersey :
Laboratory of Climatology, Drexel Institute of Technology, Centerton.

Viessman, W. 1989. Introduction To Hydrology. Third Edition. New York:


Harper & Row Publishers.

Anda mungkin juga menyukai