ABSTRACT
The aimed of this study was to evaluate the technique of handling the
carcass and non carcass at the abattoir, and to analyze the distribution of carcass
and non carcass from an abattoir to the consumer. Data obtained from the
observation of activities and interviews with owner and enterpreneurs of
marketing using a questionnaire instrument. Data were analyzed descriptively.
The results showed that the pig abbatoir Jeletreng, Gunung Sindur, Bogor has not
check antemortem and postmortem; application of hygiene and sanitation not
done well, packaging products made using plastic and no separation between the
carcass and non carcass. The distribution line and marketing of carcass and non
carcass pigs from producer to consumer marketing agencies that involve
contractor merchants and retailers.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Penanganan dan
Distribusi Karkas dan Non Karkas dari Tempat Potong Babi Jeletreng, Gunung
Sindur, Bogor” telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Ir
Lucia Cyrilla ENSD., MSi sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan ilmu dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu Ir Komariah, MSi, bapak Dr Ir
Didid Diapari, MSi dan bapak Edit Lesa Aditia, SPt, MSc yang telah
menyediakan waktunya untuk menjadi dosen penguji. Disamping itu, ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Joko selaku pemilik tempat
potong babi dan dede Selus yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, ayah
Robertus Nusa, ibu Servince Sues, mama Martha Retong , bapak Thomas Alfares,
kakak Maya, kakak Renatha Alfares, adik Irene Alfares, Rina Alfares, Rischa
Alfares, Marryo dan Aldo atas cinta, doa dan dukungannya. Terima Kasih penulis
ucapkan kepada sahabat-sahabat (Cece, Zani, Keysa, Arini, Eva, Maria) dan
teman-teman D’Technoduct 45 atas kebersamaannya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Bahan dan Alat 2
Prosedur 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Error! Bookmark not defined.
Keadaan Umum TPB Jeletreng Error! Bookmark not defined.
Evaluasi proses pemotongan di TPB Jeletreng 4
Distribusi 13
SIMPULAN 16
DAFTAR PUSTAKA 16
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL
1 Hasil evaluasi proses penanganan karkas dan non karkas babi di tempat
potong babi (TPB) 4
2 Hasil pengamatan terhadap harga jual karkas dan non karkas pada tiap
lembaga pemasaran 15
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses pemotongan babi 4
2 Proses penyembelihan 11
3 Proses scalding 11
4 Proses eviserasi 12
5 Proses pemisahan kepala (A) dan pembelahan karkas (B) 13
6 Saluran pemasaran karkas dan non karkas babi 14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak babi merupakan salah satu ternak sumber protein yang mempunyai
peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan daging untuk masyarakat. Ternak
babi juga berpotensi sebagai penghasil daging yang ditunjukkan oleh persentase
karkas yang tinggi sekitar 75% dari bobot hidup dan bersifat prolifik.
Seiring dengan peningkatan penduduk di Indonesia, konsumsi daging babi
di Indonesia terus meningkat. Laju perputaran modal yang cepat pada usaha ini
menarik minat banyak pelaku usaha. Para pelaku usaha ini amat beragam mulai
dari subsistem agribisnis hulu hingga subsistem agribisnis hilir. Salah satunya
ialah Tempat Potong Babi (TPB) Jeletreng yang berlokasi di daerah Gunung
Sindur, Bogor. Subsistem agribisnis ini merupakan tahap antara proses budidaya
dan menghasilkan produk serta berkecimpung dalam dunia pemasaran. Pemasaran
merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh kegiatan usaha.
Kegiatan ini dapat membantu produsen dalam menyalurkan produk hasil
ternaknya agar sampai kepada konsumen.
Dilihat dari mata rantai penyediaan daging babi di Indonesia, maka salah
satu tahapan terpenting adalah proses penanganan di tempat pemotongan babi. Di
tempat potong babi ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari
otot (hewan hidup) menjadi daging. Penanganan hewan dan daging di tempat
potong babi yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap mutu
dan keamanan daging yang dihasilkan.
Karkas babi adalah bagian tubuh dari seekor babi yang telah dipotong
dikurangi atau dipisahkan bagian kepala, paru-paru, jantung, jeroan, keempat kaki
mulai carpus dan tarsus. Kulit, ekor dan leher merupakan bagian dari karkas.
Kualitas karkas ternak babi dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan, antara
lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan pakan serta
proses setelah pemotongan, di antaranya metode pelayuan, stimulasi listrik,
metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk
daging, hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode
penyimpanan dan preservasi. Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang
mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia,
serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar)
juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai atau memecah beberapa
komponen gizi yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Daging
dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi terhadap tempat-tempat pemotongan babi, antara lain studi kasus pada
TPB Jeletreng Gunung Sindur, Bogor.
Tujuan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup penanganan karkas dan non karkas
di tempat pemotongan serta gambaran proses distribusi dan pemasaran karkas dan
non karkas babi dari produsen ke konsumen.
METODE
Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Januari sampai
bulan Maret 2013 di tempat potong babi (TPB) milik bapak Joko yang dikelola
secara individu atau perseorangan di Kampung Jeletreng, Desa Pengasinan,
Kecamatan Gunung Sindur, Bogor.
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi jantan yang
dipotong di tempat potong babi (TPB) Jeletreng, Gunung Sindur, Bogor. Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, kamera, dan alat
tulis.
Prosedur
Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahapan yang dilakukan di TPB yaitu
penyembelihan, penanganan karkas, penimbangan dan distribusi. Semua tahapan
tersebut diamati kesesuaiannya dengan Standar Nasional Indonesia tentang
Rumah Potong Hewan (SNI 01-6159-1999) dan SK Menteri Pertanian Nomor
431/Kpts/TN.310/7/1992 tentang syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta
penanganan daging. Semua tahapan yang diamati di tempat pemotongan hewan
meliputi aspek higiene dan sanitasi mulai di area penampungan ternak hidup
sampai proses distribusi produk karkas dan non karkas.
Data diperoleh dari pengamatan kegiatan secara langsung dan melakukan
wawancara dengan pemilik lokasi pemotongan, para pekerja serta individu atau
pelaku pemasaran yang terlibat dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner
yang disusun sebelumnya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian ini. Data
pengamatan dianalisis secara deskriptif.
Evaluasi proses pemotongan dilakukan dengan cara memberikan penilaian
atau saran tindakan koreksi terhadap tahapan proses pemotongan yang belum
mengikuti standar.
3
ternak tersebut, sedangkan ternak yang berasal dari daerah Cinere dan Sewan
diangkut menggunakan mobil pick-up. Saat tiba di tempat pemotongan ternak
diturunkan kemudian ditimbang. Ternak babi digiring dan dimasukkan kedalam
kandang penampungan. Ternak babi tersebut diberi pakan berupa makanan sisa
manusia (nasi, limbah sayuran, tulang ikan) dan dedak.
Ternak babi yang dipotong memiliki berat badan rata-rata 50 sampai 90 kg.
Ternak babi yang dipotong setiap harinya berjumlah 2 sampai 3 ekor tergantung
permintaan pasar. Pemeriksaan antemortem dan postmortem tidak dilakukan
karena tidak adanya dokter hewan. Penyembelihan ternak dilakukan mulai pukul
03.00 pagi. Babi dipingsankan di dalam kandang penampungan kemudian dibawa
ke tempat potong babi.
Proses pemotongan babi meliputi pemingsanan, pemotongan dan
pengeluaran darah, pencucian, perendaman, pembuluan, pengeluaran jeroan, dan
pemotongan karkas. Diagram alir proses pemotongan disajikan pada Gambar 1.
stres
Hewan ternak harus Ternak babi di Tidak ada
diistirahatkan istirahatkan tindakan koreksi
terlebih dahulu selama 1 sampai
dikandang 2 hari diberi
penampungan makan dan
minimal 12 sampai minum
24 jam sebelum
pemotongan
Hewan ternak Ternak babi Tidak ada
dipuasakan tetapi dipuasakan tindakan koreksi
tetap diberi minum selama 24 jam
kurang lebih 12 jam tetapi tetap diberi
sebelum dipotong minum
dibutuhkan waktu
yang lama sekitar
7 menit.
Pengistirahatan
Babi sebelum dipotong ditempatkan didalam kandang penampungan yang
memiliki kapasitas penampungan 3 - 5 ekor/kandang penampungan. Babi tiba di
kandang penampungan sementara dan diistirahatkan selama 1–2 hari, diberikan
minum dan makan yang cukup. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan bobot
badan babi dan mengurangi faktor stres akibat kelelahan.
Di tempat potong babi ternak yang ada dalam kandang penampungan
diistirahatkan dan dipuasakan selama 24 jam tanpa pemberian pakan tetapi masih
diberikan minum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smith et al. (1978), babi
sebelum disembelih sebaiknya diistirahatkan 12 sampai 24 jam tanpa pemberian
pakan tetapi tetap diberi minum. Pengistirahatan pada babi berguna untuk
memudahkan evicerasi dan mengurangi migrasi bakteri dari gastrointestinal ke
darah yang berlanjut ke karkas.
Babi sebelum disembelih dimandikan atau disiram dengan air dingin
terlebih dahulu. Pekerja yang menanganinya menyatakan bahwa tujuan dari
penyiraman tersebut agar babi merasa tenang dan bersih. Menurut Zulfanitha
(2008) ternak yang disiram dengan air dingin sebelum disembelih agar ternak
menjadi lebih bersih sehingga kebersihan karkas lebih terjamin dan terjadi
kontraksi perifer sehingga darah di bagian tepi tubuh menuju bagian tengah tubuh
pada waktu disembelih darah dapat keluar sempurna.
Di tempat potong babi tidak dilakukan pemeriksaan antemortem sebelum
hewan disembelih. Menurut Dirjennak (1993) sebelum babi disembelih dilakukan
pemeriksaan antemortem yang bertujuan untuk memastikan babi bebas dari
penyakit. Pemeriksaan antemortem dilakukan dengan syarat yaitu pemeriksaan
dilakukan pada hari yang sama dengan pemotongan, dilakukan inspeksi dimana
hewan diamati dalam keadaan diam dan bergerak dari dua sisi kiri dan kanan
hewan diamati terhadap kemungkinan adanya kelainan-kelainan dan keadaan
yang dijumpai pada pemeriksaan ini kemudian disimpulkan bahwa hewan dalam
keadaan normal atau abnormal. Hasil pemeriksaan antemortem yaitu hewan
diijinkan untuk disembelih tanpa syarat, disembelih dengan syarat, ditunda
penyembelihannya dan ditolak untuk disembelih.
Pemingsanan
Penyembelihan babi kebanyakan secara tidak langsung, yaitu dengan
pemingsanan. Proses pemingsanan yang dilakukan di tempat potong babi yaitu
menggunakan cara mekanik dengan alat pemingsan pemukul berupa balok kayu
yang dipukul di daerah dahi. Menurut Soeparno (1992), pemingsanan dengan
menggunakan aliran listrik, yaitu dengan alat mirip penjepit yang diletakan
dibelakang telinga dengan voltase rendah sekitar 70 volt atau lebih. Pemingsanan
dengan alat listrik sebaiknya sebelumnya diikuti dengan penyiraman pada badan
babi agar tubuh bersih dan listrik mudah menjalar (Soeparno 1992).
Pemingsanan dapat juga menggunakan cara fisik dengan alat pemingsan
pemukul, pistol pemingsan atau jenis yang lain. Pemingsanan secara kimia
menggunakan 70% CO2 selama 20 detik, sehingg O2 dalam darah di otak
berkurang dan merangsang otak untuk pingsan/seolah-olah tertidur karena
kekurangan O2 (Smith et al.1978).
11
Penyembelihan
Penyembelihan pada lokasi tempat potong babi tersebut dilakukan oleh
tukang jagal yang tidak memiliki sertifikat tetapi sudah terbiasa melakukan
penyembelihan (Gambar 2). Proses penyembelihan yang dilakukan di babi yaitu
dengan cara menusukkan pisau pada bagian leherke arah pembuluh-pembuluh
darah besar dan jantung di dekat ujung anterior sternum.
Penghilangan Bulu
Proses pengerokan bulu di tempat potong babi dilakukan dengan cara
menyiramkan air panas keseluruh tubuh ternak babi menggunakan gayung
kemudian dilakukan pengerokan sehingga mengakibatkan masih terlihat bulu
yang menempel pada tubuh ternak dan dibutuhkan waktu yang lama sekitar 7
menit. Proses penghilangan bulu disajikan pada Gambar 3.
Evicerasi
Proses evicerasi untuk mengeluarkan isi abdominal dan isi rongga dada
dilaksanakan oleh seorang pekerja (Gambar 4). Penyayatan dilakukan pada bagian
leher menembus dada, memotong intestinum dan mengikuti garis tengah badan
(garis tipis putih pada tengah badan) sampai diantara dua paha (pertemuan dua
tulang paha). Bagian abdominal dan penutupnya dibuka, tulang dada dibelah,
kemudian pekerja menekan dan memotong bagian lambung, intestinum, hati dan
empedu untuk mengeluarkan organ visera dan perlemakan yang menempel pada
rongga perut. Selanjutnya membran diafragma disayat dan dibuka sehingga
memudahkan untuk mengambil isi rongga dada.
Pembelahan
Di tempat potong babi pembelahan dilaksanakan setelah memisahkan karkas
dari kepala dan keempat kaki serta organ visera. Pembelahan dilakukan dengan
membagi karkas menjadi dua bagian sebelah kanan dan kiri dengan menggunakan
kapak tepat pada garis tengah punggung (Gambar 5).
13
A B
Gambar 5 Proses pemisahan kepala (A) dan pembelahan karkas (B)
Pendinginan
Kepala dipisahkan dengan memotong pada bagian occipito-atlantal,
perlemakan dan ginjal dihilangkan. Karkas babi dibelah pada bagian tengah
vertebral column, karkas dibersihkan dengan pemotongan untuk menghilangkan
pembuluh darah dan kelenjar yang ada, dan dicuci dengan menyemprot air hangat
dilanjutkan dengan pemotongan bagian-bagian karkas. Karkas didinginkan pada
suhu -2 oC sekitar 12 sampai 24 jam (Smith et al. 1978).
Di tempat potong babi tidak dilakukan proses pendinginan. Karkas dan non
karkas dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air. Hal ini bertujuan untuk
membersihkan karkas dan non karkas dari sisa kotoran dan lemak yang masih
menempel. Karkas dan non karkas yang sudah dibersihkan kemudian dikemas
dengan cara dimasukkan kedalam kantong plastik tanpa dilakukan pemisahan.
Pengangkutannya tidak dilengkapi dengan pendingin. Kendaraan yang digunakan
untuk pengangkutan karkas dan non karkas menggunakan motor. Menurut
Kepmentan (1992) karkas harus diangkut dengan angkutan khusus yang didesain
dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar. Jeroan
diangkut dengan alat angkut yang terpisah dengan karkas. Karkas dan jeroan
harus ditempatkan dalam wadah atau kemasan sebelum diangkut.
Distribusi
Pada tempat potong babi dilakukan pengamatan terhadap distribusi karkas
dan non karkas. Hasil pengamatan mengenai gambaran saluran pemasaran karkas
dan non karkas dari tempat potong babi sampai ke konsumen disajikan pada
Gambar 6.
14
Gambar 6 Saluran pemasaran karkas dan non karkas babi dari TPB ke
konsumen
Tabel 2 Hasil pengamatan terhadap harga jual karkas dan non karkas pada tiap
lembaga pemasaran
SIMPULAN
Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap TPB Jeletreng, Gunung Sindur
menunjukkan bahwa proses pemtongan ternak belum mengikuti ketentuan yang
disyaratkan SNI atau Permentan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa belum
dilakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem; penerapan higiene dan
sanitasi belum terlaksana dengan baik; pengemasan produk menggunakan plastik
dan tidak dilakukan pemisahan antara karkas dan non karkas. Saluran distribusi
dan pemasaran karkas dan non karkas babi dari produsen sampai ke konsumen
melibatkan lembaga pemasaran yaitu pedagang pemborong dan pengecer.
.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standar Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia Nomor 01
6159-1999. Tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta (ID): BSN.
Downey WD, Erickson ST. 1989. Manajemen Agribisnis. Jakarta (ID): Erlangga.
Limbong WH, Sitorus P.1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bogor (ID):
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral
Peternakan, Departemen Pertanian
Smith GC, King GT, Carpenter ZL. 1978. Laboratory Manual for Meat
Science.ed. Ke-2.Boston Massachusetts (US) : American Pr.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat.Yogyakarta (ID) :
Gadjah Mada University Pr.
Swastha B. 2000. Azas-azas Marketing. Liberty. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada
University Pr.
Zulfanita. 2008. Peningkatan ketersediaan dan kebutuhan pangan melalui
teknologi produksi sapi potong. Purworejo (ID) : Universitas
Muhammadiah Purworejo.
[Kepmentan] Surat Keputusan Mentri Pertanian. 1992. SK Nomor
431/Kpts/TN.310/7/1992. Tentang syarat dan tata cara penyembelihan
ternak serta penanganan daging. Jakarta (ID) : Kementrian Pertanian.
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Maumere, Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara
Timur pada tanggal 12 Februari 1990 dari Ayah Robertus Nusa dan Ibu Servince
Sues. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis dibesarkan di Lekebai dan menempuh pendidikan sekolah dasar di
SDK Lekebai pada tahun 1996-2002, SMPK Virgo Fidelis Maumere pada tahun
2002-2005, dan melanjutkan pendidikan di SMAK St. Gabriel Maumere pada
tahun 2005-2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Fakultas Peternakan
IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di UKM Keluarga Mahasiswa
Katolik IPB (KEMAKI) sebagai anggota (2008-2010) dan Organisasi Mahasiswa
Daerah GAMANUSRATIM.