Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :
Devy Nur Fionasari
( 106 115 001 )

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2017/2018
A. Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya
terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-
4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amin dan
Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2015).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan
dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang
terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

B. Etiologi Kejang Demam


Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
1. Intrakranial meliputi :
a. Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural, atau
ventrikuler
b. Infeksi : bakteri, virus, parasite misalnya meningitis
c. Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
2. Ekstrakranial meliputi :
a. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit ( Na dan K) misalnya pada pasien dengan
riwayat diare sebelumnya.
b. Toksik : intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat
c. Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau
ketergantungan dan kekurangan piridoksin.
C. Manifestasi Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

D. Patofisiologi Kejang Demam


Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
E. Pathways

Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+ secara


cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG
Spasme otot Spasme Bronkus
ekstermitas Penurunan kesadaran

Kekakuan otot
Resiko tinggi pernafas
cedra

Pola nafas tidak


efektif
F. Manifestasi Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

G. Klasifikasi Kejang demam


1. Kejang demam sederhana
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan
– 6 tahun
d. Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
e. Kejang tidak bersifat tonik klonik
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau
abnormalitas perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
i. Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel
Ridha, 2014).
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat
tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda
A.Sowden, 2002).

H. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam


1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal/lumbal pungsi
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah
Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl).
a. BUN
Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
b. Elektrolit (K, Na)
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ), Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
5. Tansiluminasi
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

I. Penatalaksanaan Kejang Demam


1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau intra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila
kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
Anti piretik : paracetamol 10-15 mg/kg/dosis. Kompres air PAM /
Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan
pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap
hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepam secara oral
dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
a) Bebaskan jalan napas
b) Beri zat asam
c) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana,
beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang
disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dapat
menggunakan obat anjuran dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri.


Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made
Suwarwati Dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Lumbantobing SM, .1995. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada
Anak. Jakarta: Gaya Baru
Lynda Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Penerjemah Monica Ester. Jakarta: EGC
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah
Kariasa I Made. Jakarta: EGC
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT.
Sagung Seto
Rendle John. 1999. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi ke 6. Jakarta: Binapura
Aksara
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes
RI
Santosa NI, 1993. Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga. Jakarta:
Depkes RI
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Suharso Darto. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K.
Universitas Airlangga
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang
Lazim Terjadi Pada Anak. Surabaya: PERKANI
Wahidiyat Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: PERKANI
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik.
Jakarta. Buku Kedokteran
I Putu Juniartha Semara Putra

Anda mungkin juga menyukai