PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah pembelajaran mata kuliah keperawatan anak I materi bibir sumbing
diharapkan mahasiswa semester 4 dapat memahami mengaplikasikan dalam
asuhan keperawatan pasien dengan gangguan bibir sumbing atau
labiopalatoskisis pada anak.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi bibir sumbing/ labiopalatoskisis
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari bibir sumbing
3. Untuk mengetahui etiologi dari bibir sumbing
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari bibir sumbing
5. Untuk mengetahui pathway dari bibir sumbing
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari bibir sumbing
7. Untuk mengetahui komplikasi dari bibir sumbing
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari bibir sumbing
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari bibir sumbing
10. Untuk mengetahui Pencegahan dari bibir sumbing
11. Untuk mengetahui tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
labiopalatoskisis.
1.4 Manfaat
1. Menambah pemahaman mengenai anatomi fisiologi mulut
2. Menambah sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Klasifikasi
a. Unillateral incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya dislah satu sisi bibir dan tidak
memanjang ke hidung.
b. Unilateral complete
Apanila celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibr dan memanjang
hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sungbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga
ke hidung.
d. Labio palato skisis
Merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato
skisis ( sumbung palatum) dan labio skisis ( sumbing tulang) untuk
menyatu selama perkembangan embrio. ( Hidayat, 2005)
2.3 Etiologi
Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio
palatoschizis, antara lain:
1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat
ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua.
Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio
palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif
dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya
labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan
palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan
beberapa bagian kontak.
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional,
baik kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat –zat yang berpengaruh adalah:
1. Asam folat
2. Vitamin C
3. Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat,
vitamin C dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat – zat tersebut
dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain
itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh
kembang organ selama masa embrional.
4. Pengaruh obat teratogenik. Yang termasuk obat teratogenik adalah:
a. Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh
pada janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis
jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum
jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
b. Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi
kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga
berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi
fotomaternal.
c. Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama
labio palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :
a) Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)
b) Aspirin (Obat – obat analgetika)
c) Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream
pemutih)
Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan
dokter
5. Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
Labio palatoschizis, yaitu:
a. Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih
mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan
kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol
yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.
b. Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai
penyakit diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena
dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula
dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang
organ selama masa embrional.
c. Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak
dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi
tersebut dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama
masa embrional.
6. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang
terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat
berpengaruh terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
2.4 Patofisiologi
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena
menikah/kawin dengan saudara/kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan
enzim tubuh. Walau yang diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya.
Sumber makanan yang mengandung seng antara lain : daging, sayur sayuran dan
air. Kekurangan gizi lainya seperti kekurangan vit B6 dan B complek. Infeksi pada
janin pada usia kehamilan muda, dan salah minum obat obatan/jamu juga bisa
menyebabkan bibir sumbing.
Proses terjadinya labio palatoshcizis yaitu ketika kehamilan trimester I
dimana terjadinya gangguan oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Pada
trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan
pada saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunak
atau tulang selama fase embrio.
Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medical dan
maxilaris maka dapat mengalami labio shcizis (sumbing bibir) dan proses
penyatuan tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi
kegagalan penyatuan pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12 minggu,
maka dapat mengakibatkan sumbing pada palato (palato shcizis).
2.5 Pathway
2.6 Manifestasi Klinis
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
dengan bibir sumbing. Kesulitan dalam melakukan hisapan pada payudara ibu atau
dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflek hisap dan menelan pada bayi
dengan bibir sumbing tidak sebaik bayi normal, dan bayi lebih banyak menghisap
udara pada saat menyusu.
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah bibir atas
hingga pemisahan total bibir yang memanjang hingga kedalam hidung. Dapat
dijumpai pada satu atau kedua sisi bibir atas. Sumbing langit langit dapat dijumpai
sebagai bagian dari deformitas bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah
tersendiri yang melibatkan palatum sekunder.
Pada labio schisis :
a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua duanya
b. Adanya celah bibir
2.7 Komplikasi
1. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, pasca bedah obstruksi jalan nafas
adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca operasi langsung.
Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke oropharynx sementara pasien
tetap dibius dari anasthesi. Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan
membantu dalam pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga daat
menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran nafas
dinamika, terutama pada anak – anak dengan rahang kecil.
2. Pendarahan
Intraoperative pendarahan adalah komplikasi yang potensial. Karena
kaya suplai darah ke langit – langit, yang memerlukan transfusi darah yang
signifikan dapat terjadi. Ini dapat berbahaya pada bayi, dalam total volume
darah yang rendah. Sebelum operasi penilaian tingkat Hb dan platelet adala
important. 6 injeksi epinefrin sebelum insisi dan langit – langit intraoperative
hidroklorida oxymetaxoline penggunaan material kemasan yang basah dapat
mengurangi kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah pasca
operasi, wilayah demucosalized langit-langit harus dikemas dengan avinate
atau agen hemostatic serupa.
3. Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi
dalam periode pasca operasi langsung, atau dapat memjadi masalah yang
tertunda. Sebuah fistula palatal dapat terjadi dimana saja di sepanjang belahan
asli situs. Insiden ini telah dilaporkan setinggi 34% dan tingkat keparahan
sumbing asli telah terbukti berkolerasi dengan risiko terjadinya fistula.
4. Kelainan midface
Perawatan sumbing langit – langit d beberapa lembaga telah berfokus
pada awal intervensi bedah. Salah satu efek negatif berkenaan dengan
pertumbuhan rahang atas. Sumbing langit langit mungkin perlu orthognatik
operasi.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan idealnya, anak dengan bibir sumbing ditatalaksana oleh “tim
labiopalatoskisis” yang terdiri dari spesialis bedah, maksilofasial, terapis bicara dan
bahasa, dokter gigi, ortodentis, psikolog dan perawat spesialis. Perawatan dan
dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak lahir sampai umur 18 tahun.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia 3 bulan. Ada tiga tahap
penatalaksanaan yakni :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi, yang cukup dilihat dari keseimbangan
berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai
adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg,
Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar
kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi
minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat
memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar
sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan
gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia
bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi
setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit
– langit yang terbelah. Selain itu celah bibir harus direkatkan dengan
manggunakan plaster khusus non alergik untuk mencegah agar celah bibir
menjadi tidak jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan
menonjolnya gusi kearah depan akibat dorongan lidah pada prolabium, karena
jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan
secara kosmetika hasil kahir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik
tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya dalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan
adalah soal kesiapan tubuh bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa
diputuskan oleh seorang ahlli bedah. Operasi untuk langit – langit optimal usia
18-20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan presekolah.
Palatoplasty dilakukan sedini mungkin ( 15-24 bulan) sebelum anak mulai
bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara.
Jika operasi dilakukan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan
mengeluarkan suara normal atau sangat sulit dicapai. Operasi yang dilakukan
sesudah 2 tahun harus diikuti dengan speech teraphy karena jika tidak septelah
operasi suara sangau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah biasa
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memosisikan
lidah pada posisi salah.
3. Tahap setelah operasi
Dokter bedah yang emnangani akan memberikan instruksi pada orang
tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan
terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus. Cara menyusui bagi
ibu dengan bayi bibir sumbing :
a) Memberikan informasi pentngnya ASI
b) Usaha untuk menutup celahatau sumbing agar bayi dapat memegang puting
dan areola dalam mulutnya
c) Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir
atau sendok teh.
2.10 Pencegahan
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik
yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang
menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan
peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial.
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada
sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome).
3. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan
sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur
kraniofasial yang normal dari fetus. Nutrisi-nutrisi yang penting dan
dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara lain asam folat, vitamin B-6 dan
vitamin A.
4. Modifikasi pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai
kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Maka sebaiknya pada
wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan
ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya
celah orofasial.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian:
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur
2. Keluhan utama : Pasien dengan bibir sumbing mengeluh kesulitan
dalam menelan(menyusu) sehingga asupan nutrisi kurang dari
kebutuhan
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami
trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu
saat hamil, kecukupan asam folat, obat-obat yang pernah dikonsumsi
oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan,
pertambahan/ penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi
saluran pernafasan atas.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi.
e. Palpasi dengan menggunakan jari.
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi.
8. Pengkajian Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b. Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua.
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan
mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
b. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa 1 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d faktor biologis
b. Diagnosa 2 : pra bedah : resiko aspirasi b.d terganggunya
kemampuan untuk menelan
c. Diagnosa 3 : post op : resiko infeksi b.d prosedur infasive
c. Rencana Tindakan
1. Diagnosa 1 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d faktor biologis
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Chapter II_3 Maloklusi Pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul 12.20
WIB
Eddy Hariyanto-Fkg Unhas.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul
12.40 WIB
Davies, lorna dan Mcdonald, Sharon. 2009. Pemeriksaan Kesehatan Bayi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestnal
dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestnal
dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.
Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC):
Measurement of Health Outcomes
5th Edition. USA: Elsevier
www.academia.edu/33225472/askep_bibir_sumbing.docx (Di akses pada
22 Mei 2018).
https://zandoang.files.wordpress.com/2013/04/labiopalatoskisis.doc (Di
akses pada 22 Mei 2018).
www.academia.edu/27326099/ASKEP_BIBIR_SUMBING (Di akses pada
22 Mei 2018).
https://blezstyuhuu.wordpress.com/2012/03/19/palatoshcizis/ (Di akses
pada 22 Mei 2018).