Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emulsi, emulsiones adalah sistem disfersi kasar dari dua atau lebih cairan
yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi di antaranya dari bahasa
latin (Emulgere = memerah) dan berpedoman pada susu sebagai jenis suatu
emulsi alam.
Sistem emulsi di jumpai banyak penggunaannya dalam farmasi. Di
bedakan antara emulsi cairan, yang di tentukan untuk kebutuhan dalam
(emulsi minyak ikan, emulsi paravin) dan emulsi untuk penggunaan luar. Yang
terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin linire = menggosok). Dia adalah
emulsi kental (dalam peraturannya dari jenis M/A), juga di sediaan obat
seperti salep dan suppositoria dapat menggambarkan emulsi dalam pengertian
fisika.
Ahli fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak
stabil secara termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling
bercampur.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fasa terdisfersinya dikenal dua jenis emulsi yaitu :

1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdisfersi di dalam
fasa air
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdisfersi di dalam fasa
minyak

Emuls sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa


keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak
enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya
untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan oral.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang berkaitan dengan


sistem emulsi adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan sistem emulsi?

2. Apa saja tipe emulsi?

3. Bagaimana penerapan sistem emulsi dalam sediaan farmasi?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui dan memahami sistem emulsi.

2. Mengetahui dan memahami tipe-tipe emulsi.

3. Mengetahui dan memahami penerapan sistem emulsi dalam bidang


farmasi.

1.4 Prinsip
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Emulsi

Emulsi merupakan bentuk sediaan yang unit, karena banyak dari sifat-
sifatnya, disebabkan oleh adanya suatu daerah pembatas antara dua fasa. Dalam
hal emulsi, dua cairan yang tidak saling bercampur, biasanya minyak dan air,
bertemu membentuk suatu antar muka. Dalam suspensi, bentuk padat dan bentuk
cair akan memebentuk antar muka. Daerah pembatas sering kali rumit, zat aktif
permukaan yang merupakan molekul-molekul dengan sifat-sifat khusus bisa
dimasukan dalam suatu sistem dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah : zat
tersebut mungkin ada sebagai molekul tunggal dalam larutan, zat tersebut dapat
juga di adsorbsi pada permukaan cairan / udara, zat tersebut dapat memebentuk
lapisan antar muka minyak air atau bahkan zat tersebut, atau zat tersebut mungkin
memebentuk kelompok orientasi dalam fasa encer yang disebut miseel. Gaya tarik
menarik dan gaya tolak menolak yang terdapat antara partikel-partikel dan daerah
gaya besar disekeliling partikel menunjukan suatu daerah interaksi potensial. ()
Jika sebuah piala yang mengandung 20 ml minyak terlapis pada 50 ml air
diperiksa secara visual, antar muka tampak sebagai suatu discontinuitas yang
tajam antara kedua fasa tersebut seperti terlihat dalam gambar berikut :

Pada gambar pada gambar di atas merupakan perubahan kerapatan pada


antarmuka minyak (kerapatan 0,9) / air (kerapatan 1,0). Keterangan; A,
permukaan matematik. B, daerah antar muka d.
Terlihat dalam gambar 5-2A. Antarmuka sesungguhnya adalah daerah dengan
dimensi tertentu yang memepunyai komposisi dan sifat-sifat berbeda dari kedua
fasa tersebut. Gambar 5-2B menggambarkan dengan lebih tepat suatu antarmuka
sebagai daerah yang mengandung sedikit molekul-molekul tebal di mana terdapat
peubahan komposisi dan sifat-sifat. Kerapatan tidak meluncur sampai cepat
dengan cepat dari 1,0 ke 0,9 dalam pergerakan dari fasa air ke minyak, tetapi
memungkinkan terjadinya perubahan sedikit demi sedikit. Walaupun sifat-sifat
fisik dari daerah antarmuka bervariasi (beraneka ragam dengan perbedaan yang
halus) dalam perubahan dari satu fasa ke fasa lainnya, notasi dari suatu permukaan
matematik yang tidak mempunyai ketebalan. Hal ini masih tetap berguna untuk
model daerah-daerah antar muka, dan telah digunakan dengan berhasil untuk
melukinkan fenomena antarmuka.
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya
didispersikan sebagai globul dalam fase cair lain. Sistem ini dibuat stabil dengan
bantuan suatu zat pengemulsi atau emulgator. Bila dua buah cairan yang saling
tidak bercampur dimasukkan bersama dalam suatu wadah, maka akan terbentuk
dua lapisan yang terpisah. Hal ini disebabkan karena gaya kohesi antara molekul-
molekul dari tiap cairan yang memisah lebih besar daripada gaya adhesi antara
kedua cairan. Proses pengadukan akan menyebabkan suatu fasa terdispersi dalam
fasa yang lain dan akan memperluas permukaan globul sehingga energi bebasnya
semakin besar. Fenomena inilah yang menyebabkan sistem ini tidak stabil secara
termodinamika. Stabilisasi sistem emulsi dapat dicapai dengan suatu zat
pengemulsi. Usaha stabilisasi globul-globul kecil fasa terdispersi dalam emulsi
dapat dilakukan dengan cara mencegah kontak antara sesama globul dengan
menggunakan zat pengemulsi atau emulgator. Ada beberapa mekanisme kerja zat
pengemulsi dalam pembentukan emulsi, yaitu menurunkan tegangan antar muka
air dan minyak, pembentukan film antar muka yang menjadi halangan mekanik
untuk mencegah koalesensi, pembentukan lapisan rangkap elektrik yang menjadi
halangan elektrik pada waktu partikel berdekatan sehingga tidak akan bergabung,
dan melapisi lapisan minyak dengan partikel mineral.

Zat pengemulsi bisa dibagi menjadi tiga golongan, sebagai berikut :

a. Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorpsi pada antar muka minyak
atau air membentuk lapisan monomolekular dan mengurangi tegangan antar
muka. Membentuk lapisan monomolekular : surfaktan yang dapat
menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal yang
diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak atau air. Menurut
Hukum Gibbs kehadiran kelebihan pertemuan penting mengurangi tegangan
permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena pengurangan
sejumlah energi bebas permukaan secara nyata adalah fakta bahwa tetesan
dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal koheren yang mencegah
penggabungan tetesan yang mendekat.
b. Koloidal hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular sekitar
tetesan-tetesan terdispersi dari minyak dalam suatu emulsi o/w. Membentuk
lapisan multimolekular : koloid lipofilik membentuk lapisan multimolekuler
disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara koloid hidrofilik diabsorbsi
pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan penurunan tegangan permukaan.
Keefektivitasnya tergantung pada kemampuan membentuk lapisan kuat,
lapisan multimolekular yang koheren.
c. Partikel-partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorpsi pada batas antar
muka dua fase cair yang tidak bercampur dan membentuk suatu lapisan
partikel disekitar bola-bola terdispersi. Pembentukan kristal partikel-partikel
padat : mereka menunjukan pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat
secara mikroskopik polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal
mengarahkan kepada penanda ‘Kristal Cair’. Jika lebih banyak dikenal
melalui struktur spesialnya mesifase yang khas, yang banyak dibentuk dalam
ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara
penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat karena
pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.

2.2 Tipe Emulsi

Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar sebagai
contoh air, sedangkan lainnya relatif nonpolar sebagai contoh minyak. Bila fase
didispersikan sebagai bola-bola keseluruh fase keontinue air, sistem tersebut
dikenal sebagai produk air dalam minyak (o/w). Bila fase minyak bertindak
sebagai fase kontinue, emulsi tersebut dikenl sebagai produk air dalam minyak
(w/o). Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya berasal dari tipe o/w dan
membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w. Zat pengemulsi tiper ini
termasuk zat sintetik yang aktif dan permukaan dan bersifat nonionik, akasia
(gom), tragacanth dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang dipergunkan
termasuk tipe o/w. Makana tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad
merupakan emulsi tipe w/o.

Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w.o, emulsi tipe o/w
menggunakan zat pengemulsi (emulsifier) seperti: natrium lauril sulfat,
trietanolamin strearat, sabun-sabun monovalen seperti natrium oleat dan self
emulsifying glyceryl monosterate, yakni gliseril monostearat yang dicampur
dengan sedikit sabun bervalensi satu (monovalen) atau suatu alkisulfat. Emulsi
farmasi w/o digunakan hampir untuk semua penggunaan luar dan bisa
mengandung satu atau beberapa pengemulsi sabun-sabun polivalen seperti
kalsium palmitat, ester-ester sorbitan (spans), kolestrol dan lemak wol.

Beberapa metode bisa digunakan untuk menentukan tipe dari suatu emulsi.
Sejumlah kecil zat warna yang larut daam air, seperti biru metilen atau briliant
blue FCF bisa ditaburkan pada permukaan suspensi. Jika air merupakan fase luar
yakni jika emulsi tersebur betipe o/w, zat warna tersebut akan melarut didalamnya
dan berdifusi merata keseluruh baian dari air tersebut. Jika emusi tersebut bertipe
w/o, partikel-partikel zat warna akan tinggal bergerombol pada permukaan.
Metode kedua meliputi pengenceran dari emulsi tersebut dengan air. Jika emulsi
tersebut bercampur sempurna dengan air, maka ia termasuk bertipe o/w. Pengujian
lainnya menggunakan sepasang elektroda yang dihubungkan dengan suatu sumber
listrik luar dan dicelupkan dalam emulsi. Jika fase luar adalah air, aliran listrik
akan melalui emulsi tersebut dan dapat dibuat untuk membelokkan jarum
voltmeter atau menyebabkan suatu cahaya dalam sirkuit berpijar. Jika minyak
merupakan fase kontinue, emulsi tersebut tidak dapat membawa arus listrik.

2.3 Stabilitas Fisik Dari Emulsi

Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi dibidang


farmasi dan kosmetik adalah stabilitas dari produk jadi. Kestabilan dari emulsi
farmasi berciri tidak adnya menggabungan fase dalam, tidak ada creaming, dan
memberikan penampilan bau, warna, dan sifat-sifat lainnya yang baik. Beberapa
peneliti mendefinisikan ketidakstbilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya
penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya dari produk. Creaming yang
diakbatkan oleh flokulasi dan berkonsentrasi bola-bola fse dalam, terkadang tidak
dipertimbangkan sebagai suatu tanda ketidakstabilan. Tetapi suatu emulsi adalah
suatu sistem yang dinamis, dan flokulasi serta creaming yang dihasilkan
menggambarkan tahap-tahap potensial terhadap terjadinya penggabungan fase
dalam yang sempurna. Lebih-lebih lagi dalam hal emulsi farmasi, creaming
mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat dan tanpa pengok=cokan yang
sempurna sebelum digunakan, berakibat terjadinya pemberian dosis yang berbeda.
Tentuya bentuk penampilan dari suatu emulsi dipengaruhi oleh creaming, dan ini
benar-benar merupakan suatu masalah nyata bagi oembuatannya jika terjadi
pemisahan dari fase dalam.

Fenomena pentin g lainnya dalam pembuatan dan pentabilan dari emulsi


adalah inversi fase, yang dapat membantu dan merusak dalam teknologi emulsi.
Inversi fase meliputi perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya.
Begitu terjadi inversi fase setelah pembuatan, secara logis hal ini dapat
dipertimbangkan sebagai suatu pertanda dari ketidakstabilan.

Dalam pertimbangan ini, ketidak stabilan dari emulsi farmasi bisa digolongkan
sebagai berikut:

2.3.1. Flokulasi Dan Creaming


Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul
yang posisinya tidak beraturan didalam emulsi. Creaming adalah suatu peristiwa
terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda didalam emulsi.
Lapisan dengan konsentrasi paling pekat akan berada disebelah atas atau bawah
tergantung dari bobot jenis.

Faktor-faktor yang ternyata penting dalam creaming dari suatu emulsi


dihubungkan oleh hukum stokes, persamaan. Analisis dari persamaan
menunjukkan bahwa jika fase terdispers kurang rapat dibandingkan dengan fase
kontinue, yang merupakan hal umum pada emulsi o/w, kecepatan sedimentasi
menjadi negatif, yakni dihasilkannya creaming yang mengarah ke atas. Jika fase
dalam lebih berat dari fase luar, bola-bola akan mengendap, fenomena ini sering
terdapat pada emulsi tipe w/o dimana fase dalamnya lebih rapat daripada fase
kontinu minyak. Efek ini dikenal sebagai creaming yang mengarah kebawah.
Makin besar perbedaan antara kerapatan dari kedua fase tersebut, makin besar
bola-bola minyak dan makin menurun viskositas dari fase luar, sehingga laju
creaming makin besar. Dengan meningkatkan gaya gravitasi dengan cara
mensentrifugasi, laju creaming bisa ditingkatkan. Diameter dari bola-bola
merupakan faktor utama dalam menentukan laju creaming. Penggandaan diameter
dari bola-bola minyak akan meningkatkan laju creaming sebesar empat kalinya.

2.3.2. Penggabungan (Koalesensi) Dan Pemecahan (Deemulsifikasi)

Creaming merupakan suatu proses bolak-balik, sedangkan pemecahan


merupakan proses searah. Krim yang menggumpal bisa didispersikan kembali
dengan mudah, dan dapat terbentuk kembali suatu campuran yang homogen dari
suatu emulsi yang membentuk krim dengan pengocokan. Karena bola-bola
minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi. Jika
terjadi pemecahan, pencampuran biasa tidak bisa mensuspensikan kembali bola-
bola tersebut dalam suatu bentuk emulsi yang stabil, karena lapisan yang
mengelilingi partikel-partikel tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk
bergabung.

2.3.3. Berbagai Jenis Perubahan Kimia Dan Fisika

Menurut King dan Mokherjee, satu-satunya metode yang tepat untuk


menentukan ketidakstabilan meliputi analisis frekuensi-ukuran dari emulsi
tersebut dari waktu ke waktu dengan makin lamanya produk tersebut. Dalam

metode mikroskopik diameter partikel yang berkisar dari 0,0-0,9 , 1,0-1,9


2,0-2,9 dan seterusnya. Pada gambar 20-9, ukuran partikel atau diameter bola-

bola dalam mikrometer diplot pada sumbu horizontal terhadap frekuensi atau
banyaknya bola-bola dalam tiap kisaran ukurran pada sumbu vertikel (ordinat).

Merrill memperkenalkan metode sentrifuge untuk menilai kestabilan emulsi.


Levius dan drommond menggabungkan suatu metode penghitungan dengan
metode sentrifuge dalam penelitiannya mengenai kestabilan emulsi. Garett, Vold
dkk telah menggunakan ultrasentrifuge sebagai suatu teknik analitik dalam
teknologi emulsi. Metode lainnya seperti penghitungan Coulter, analisis
turbidimetri dan uji temperatur juga telah digunakan dalam usaha untuk meniali
zat pengemulsi baru dan menetukan kestabilan dari emulsi farmasi. Van dan
Tempel dan Lawrence serta Mills telah menyelidiki kinetika dari pmecahan
emulsi, dan pendekatannya kemasalah tersebut banyak berguna bagi analisis
ketidakstabilan dimasa mendatang.

2.3.4. Inversi Fase

Jika dikontrol dengan tepat selama pembuatan suatu emulsi, inversi fase
seringkali menghasilkan suatu produk yang lebih halus tetapi jika pembuatan
sudah selesai dan dipengauhi oleh faktor lain ketika emulsi sudah terbentuk, hal
ini dapat menyebabkan maaslah yang besar.

Suatu emulsi o/w yang distabilakan dengan natrium stearat dapat diubah
menjadi tipe w/o dengan menabhakan kalsium klorida untuk membentuk kalsium
stearat. Inversi bisa juga dihasilkan dengan mengubah perbandingan volume fase.
Dalam pembuatan suatu emulsi, seseorang dapat mencampur suatu zat pengemulsi
o/w dengan minyak, kemudian menambahkan sejumlah kecil air. Karena volume
air sedikit dibandingkan dengan volume minyak, air tersebut didispersikan dalam
minyak dengan pengocokan, walapunpengemulsinya lebih suka membentuk
sistem minyyak dalam air. Ketika ditambahkan air lagi lebih banyak secara
perlahan-lahan, lama kelamaan tercapai titik inversi.
2.4 Pengawetan Emulsi

Biar pun tidak selalu perlu untuk mencapai keadaan steril dalam suatu emulsi,
bahkan jika produk tersebut digunakan untuk kulit atau oral,perubahan-perubahan
tertentu dalam sifat-sifat emulsi yang tidak dikehendaki dapat diakibatkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme. Ini meliputi pemisahan fisik dari fase,
hilang/berubahnya warna,terbentukny gas dan bau,dan perubahan sifat-sifat
rheologi.

Oleh karna itu emulsi penting diformulasikan sedemikian rupa,untuk


mencegah serangan mikroba dengan menambahkan bahan pengawet dalam
konsentrasi yang cukup. Masalah utama adalah memperoleh konsentrasi pengawet
yang cukup dalam produk tersebut.

Emulsi merupakan system heterogen dimana akan terjadi pembagian


pengawet antara fase minyak dan air. Bakteri terutama tumbuh dalam fase air dari
system yang diemulsikan, dengan akibat bahwa pengawet yang terbagi lebih
banyak untuk fase minyak bias jadi tidak ada gunanya pada konsentrasi
normalnya,karena pada fase air hanya ada dalam konsentrasi rendah.

Pengawet harus dalam keadaan tidak terion untuk dapat mempenetrasi


membrane bakteri. Oleh karena itu aktivitas pengawet yang berupa asam lemah
berkurang juka pH pada fase air meningkat. Akhirnya molekul pengawet tidak
boleh terikat dengan komponen lain dari emulsi tersebut, karena kompleks yang
terbentuk tidak akan efektif sebagai pengawet. Hanya pengawet dalam bentuk
bebas saja yang efektif.

2.5 Sifat Rheologi dari Emulsi

Produk yang diemulsikan mungkin mengalami berbagai shear-stress selama


pembuatan atau penggunaannya. Pada kebanyakan proses ini sifat aliran produk
akan menjadi sangat penting untuk penampilan emulsi yang tepat pada kondisi
penggunaan dan pembuatannya. Sifat dari suatu emulsi dalam berbagai proses
penggilingan yang digunakan dalam pembuatan produk ini secara besar-besaran,
menunjukan perlunya karekteristik aliran yang tepat. Oleh karena itu, penting bagi
ahli farmasi untuk menghargai bagaimana formulasi dapat mempengaruhi sifat
rheologi dari emulsi.

Faktor-faktor prinsip yang mempengaruhi sifat aliran dari emulsi. Materi dari
bagian ini membicarakan secara garis besar beberapa sifat viskositas yang
berhubungan dari fase terdispers, fase kontinu dan zat pengemulsi. Faktor-faktor
yang berhubungan dengan fase terdispers meliputi perbandingan volume
fase,distribusi ukuran partikel, dan viskositas dari fase dalam itu sendiri.

Sifat utama fase kontinu yang mempengaruhi sifat-sifat aliran dari suatu
emulsi adalah bukan pada viskositasnya. Tetapi efek viskositasnya dari fase
kontinu mungkin lebih besar dari yang diramalkan dengan menentukan viskositas
bulk dari fase kontinu itu sendiri. Sherman menekankan bahwa punurunan
viskositas dengan penaikan shear sebagian bias disebabkan oleh penurunan
viskositas dari fase kontinu karena jarak pemisahan antara bola-bola yang
meningkat.

Komponen ketiga yang mungkin mempengaruhi viskositas emulsi adalah zat


pengemulsi. Tipe zat akan mempengaruhi flokulasi partikel dan daya Tarik-
menarik antarpartikel,dan ini sebaliknya akan mengubah aliran.

2.6 Sistem Emulsi Khusus


Emulsi ganda. Emulsi air dalam minyak dalam air (w/o/w) juga dikenal
sebagai emulsi ganda. Dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi
(w/o) seperti sorbitan mono-oleat dengan suatu fase minyak seperti petrolatum
cair dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambhakan fase air untuk
membentuk suatu emulsi air dalam minyak.

Pembuatan emulsi w/o/w diuraikan oleh matsumoto et al, penerapan emulsi


ini untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk memperpanjang kerja
obat,untuk makanan-makanan,serta kosmetik telah dilaporkan dalam literatur.

Mikroemulsi. Mikroemulsi mengandung tetesan-tetesan minyak dalam fase


air (o/w) atau tetesan-tetesan air dalam minyak (w/o) dengan diameter kira-kira
10-200 nm dan fraksi volume dari fase terdispers bervariasi dari 0,2-0,8.

Pada pembuatan mikroemulsi juga ditambahkan zat pengemulsi pembantu


atau ko-surfaktan. Suatu surfaktan anionic, misalnya natrium lauril sulfat atau
kalium oleat. Molekul-molekul ko-surfaktan membentuk lapisan-lapisan yang
terabsorpsi pada partikel-partikel mikroemulsi untuk mencegah terjadinya
penggumpalan partikel.

Nanopartikel. Nanopartikel adala suatu produk yang serupa baik ukuran


maupun bentuknya dengan bulatan/bola-bola mikroemulsi. Nanopartikel dan
mikroemulsi adalah misel-misel yang dibentuk dengan suatu proses polimerasi.
Produk ini mengandung molekul-molekul obat yang terlarut,globulin atau toksoid.
Nanopartikel tersebut membentuk larutan kolid dalam air dan digunakam untuk
enkapsulasi toksoid tetanus dan immunoglobulin G manusia untuk digunakan
secara parenteral dalam binatang untuk memperoleh titer antibody yang tinggi.
Nanopertikel juga digunakan sebagai carrier untuk zat-zat di bidang industry dan
pertanian.
2.7 Penerapan Sistem Emulsi Dalam Sediaan Farmasi

Suatu emulsi o/w merupakan suatu cara pemberian oral yang baik untuk
cairan-cairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase terdispersi mempunyai
fase yang tidak enak. Yang lebih bermakna dalam farmasi masa kini adalah
pengamatan tentang beberapa senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin,
diabsorpsi lebih sempurna jika diemulsikan daripada jika diberikan peroral dalam
suatu larutan berminyak. Penggunaan emulsi intravena telah diteliti sebagai suatu
cara untuk merawat pasien lemah yang tidak bisa menerima obat-obat yang
diberikan secara oral. Emulsi radiopaque telah ditemukan untuk penggunaan
sebagai zat diagnostik dalma pengujian sinar x. Emulsifikasi secara luas
digunakan dalam produk farmasi dan kosmetik untuk pemakaian luar. Terutama
untuk lotion, dermatologi dan lotion kosmetik serta krim karena dikehendakinya
suatu produk yang menyebar dengan mudah dan sempurna pada areal dimana ia
digunakan. Sekarang produks emacam itu dapat diformulasi menjadi dapat tercuci
air dan tidak berkarat. Produk seperti itu jelas lebih dapat diterima bagi pasien dan
dokter daripada produk berlemak yang digunakan satu atau beberapa abad yang
lalu. Emulsifikasi digunakan dalam produk aerosol utnuk menghasilkan busa.
Propelan yang membentuk fase cair terdispersi didalam wadah menguap bila
emulsi tersebut dikeluarkan dari wadahnya, ini menghasilkan pembentukan busa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Alferd Martin, James Swarbrick, Arthur Cammarata, 1993, Farmasi Fisik:


Dasar-dasar kimia fisik dalam ilmu farmasetik Edisi kedua, Jakarta: UI Press.
Leon Lachman, Herbert A. Lieberman, Joseph L.Kang, 1989, Teori dan
Praktek Farmasi Industri Edisi Ketiga, Jakarta: UI-Pres

Anda mungkin juga menyukai