PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik
untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah
diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat
kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut
'insemination gun'.
mampu memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Dalam hal pelaksanaan
betina, faktor semen beku dan faktor sumber daya manusia (SDM) dalam hal
ini inseminator. Induk betina akan merespon program 113 apabila saat
betina dara sudah dalam usia dewasa kelamin, serta memang si induk tersebut
sampai pada deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina (Ax et al.,,
untuk mengawini lebih banyak betina daripada perkawinan alami yang dapat
unggul dapat tersebar luas, tidak hanya pada daerah tempat pejantan itu
berada tetapi juga pada daerah lainnya yang terpisah oleh jarak dan waktu .
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
TINJUAN PUSTAKA
A. Inseminasi Buatan
betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari
puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk
membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu
semen beku (straw), keadaan sapi betina sebagai akseptor IB, ketepatan IB,
dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil
IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak
Menurut Ihsan, (1992 : 51) saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi
mengetahui tingkah laku ternak yang sedang birahi yang dikenal dengan
istilah : 4A, 2B, 1C, 4A, yang dimasud adalah abang, abu, anget, dan arep
artinya alat kelamin yang berwarna merah membengkak kalau diraba terasa
berlendir artinya sapi betina sering mengeluh dan pada alat kelaminnya
cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi akan menaiki atau diam jika
semaksimal mungkin.
diternakkan.
unggul pula.
alat-alat buatan manusia, jadi bukan secara alam. Dalam praktek prosedur IB
kelamin betina, tetapi juga tak lain mencakup seleksi dan pemeliharaan
Tidak dipungkiri lagi usaha-usaha peternakan dewasa ini banyak mencari cara
dalam sejarah manusia. Diantara upaya yang ada dewasa ini adalah kawin
dengan kopulasi alami. Ada juga yang mendefiniskannya dengan suatu cara
atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah
dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke
dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat
yang berkualitas untuk jangka waktu tertentu agar mengawini induk betina
yang dimilikinya. Ini dikenal dalam bahasa syari’at dengan “Asbu al-Fahl”
(HR Al-Bukhari)
Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian ‘Asbu al-fahl, ada yang
kopulasi alami, maka ini termasuk jual beli. Ada juga yang menafsirkannya
menjual dan menyewakannya haram, karena tidak dapat dinilai dan diketahui
Hal ini jelas karena pejantan yang dibeli spermanya atau disewa untuk
mengawini betina tesebut tidak jelas jumlah spermanya dan tidak pasti apakah
adanya harar karena tidak jelas zat, sifat dan ukuran spermanya serta tidak
mampu diserah-terimakan.
Melihat illat yang disampaikan para ulama tentang larangan asbu al-
fahl diatas maka Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik yang umumnya
sekarang ada lepas atau tidak memiliki ilat-ilat tersebut. Ini karena spermanya
jelas zatnya, diketahui sifat dan ukurannya serta dapat diserah terimakan.
Dengan demikian maka asal hukumnya adalah boleh, namun sebagian ulama
Seringkali kita jumpai, terutama di pedesaan, ada orang yang mempunyai sapi
betina namun tidak memiliki sapi pejantan. Oleh karena itu, dia perlu
Perbuatan ini adalah suatu hal yang terlarang, berdasarkan hadits berikut ini,
َ ب ْال
ف ِ ع ْن َع ْس ُّ ِع َم َر – رضى هللا عنهما – قَا َل نَ َهى النَّب
َ – ى – صلى هللا عليه وسلم ُ َع ِن اب ِْن
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
jantan dan menyewakan pejantan itu haram karena sperma pejantan itu tidak
Bari,jilid 6, hlm. 60, terbitan Dar Ath-Thaibah, Riyadh, cetakan ketiga, 1431
H)
Ibnul Qayyim mengatakan, “Yang benar, sewa pejantan adalah haram secara
mutlak, baik dengan status ‘jual beli sperma’ ataupun ‘sewa pejantan’. Haram
Akan tetapi, tidak haram bagi pemilik binatang betina untuk menyerahkan
uang kepada pemilik hewan jantan, bila membayar sejumlah uang dalam hal
ini adalah pilihan satu-satunya, karena dia menyerahkan sejumlah uang untuk
mendapatkan hal mubah yang dia perlukan.” (Zadul Ma’ad, juz 5, hlm. 704,
2. Objek transaksi (yaitu, sperma pejantan) itu memiliki kadar yang tidak
Syariat melarang jual beli sperma pejantan, dengan tujuan agar pemilik hewan
keturunan hewan yang diperlukan (dalam hal ini adalah keturunan hewan
pejantan dan tanpa mengurangi hartanya. Oleh sebab itu, di antara sisi indah
ارة ُ دَ ْل ِوهَا
َ اق فَحْ ِل َها َوإِ َع ْ َِّللاِ َو َما َحقُّ َها قَا َل « إ
ُ ط َر ُ قُ ْلنَا يَا َر.» ورة ُ ْال َق ْر ِن
َّ سو َل َ سُ فِي َها يَ ْو َمئِ ٍذ َج َّما ُء َوالَ َم ْك
َّ سبِي ِل
َِّللا ِ َو َمنِي َحت ُ َها َو َح َلبُ َها َعلَى ْال َم
َ اء َو َح ْم ٌل َعلَ ْي َها فِى
Dari Jabir bin Abdillah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
ada satu pun pemilik unta, sapi, ataupun kambing yang tidak menunaikan
kewajiban hewan ternaknya melainkan dia akan didudukkan pada hari kiamat
di suatu tempat yang terbentang rata (baca: bumi mahsyar). Orang tersebut
akan diinjak oleh untanya dan dia akan ditanduk oleh sapi atau kambingnya.
Pada hari itu, tidak ada hewan yang tidak memiliki tanduk atau memiliki
tanduk namun patah.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apa kewajiban yang
فإني سمعت رسول، أطرقني فرسك: أنه أتاه فقال، عن أبي كبشة األنماري، عن أبي عامر الهوزني
« من أطرق فرسا فعقب له الفرس كان له كأجر سبعين فرسا حمل: هللا صلى هللا عليه وسلم يقول
» وإن لم تعقب كان له كأجر فرس حمل عليه في سبيل هللا، عليها في سبيل هللا
Dari Abu Amir Al-Hauzani dari Abu Kabsyah Al-Anmari. Abu Kabsyah
datang ke rumah Abu Amir lalu mengatakan, “Pinjami aku kuda pejantanmu
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat illat yang disampaikan para ulama tentang larangan asbu al-
fahl diatas maka Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik yang umumnya
sekarang ada lepas atau tidak memiliki ilat-ilat tersebut. Ini karena spermanya
jelas zatnya, diketahui sifat dan ukurannya serta dapat diserah terimakan.
Dengan demikian maka asal hukumnya adalah boleh, namun sebagian ulama
BARRET, M. A. and P. J. LARKIN. 1974. Milk and Beef Productions in the Tropics. Oxford
University, Oxford.
Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm
Animals. 6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.
(Zadul Ma’ad, juz 5, hlm. 704, Muassasah Ar-Risalah, cetakan keempat, 1425 H)
(Fathul Bari,jilid 6, hlm. 60, terbitan Dar Ath-Thaibah, Riyadh, cetakan ketiga, 1431
H)