Anda di halaman 1dari 30

CEDERA KEPALA

I. KONSEP PENYAKIT
1.1 DEFINISI

Cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam (Batticaca, 2008). Trauma
kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. Defisit neurologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema
serebral di sekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008). Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera
Kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui Dura meter) atau tertutup
(trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura).
1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK
A. Otak
a. Perkembangan Otak
Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh,mengkonsumsi
25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada
tabung saraf membentuk tiga pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi
untuk membentuk otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang.
(-) Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon
dan diensefalon. Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau
serebrum dan basal ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada
serebrum. Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.
(-) Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa
disebut otak tengah.
(-) Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi :
metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang
otak (pons) dan serebelum. Mielensefalon menjadi medulla oblongata.
Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi
ventrikel otak dan
kanal sentral medulla spinalis.
b. Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat
yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan
araknoid dan durameter.
(-) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat
pada otak.
(-) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung
sedikit pembuluh darah. Rongga araknoid memisahkan lapisan araknoid
dari piameter dan mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah
serta jaringan penghubung serta selaput yang mempertahankan posisi
araknoid terhadap piameter di bawahnya.
(-) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua
lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada
beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di
permukaan dalam kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada
tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam
sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk
membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela
diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada
regio cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial
antara perioteal luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regio
medulla spinalis.
c. Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan
medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan
cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak
mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid
dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral
dan melapisi kanal sentral medulla spinalis.
Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan
lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran
nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.
d. Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian
terbesar otak. Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf.
Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral.
Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua
hemisfer. Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus
menjadi 4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan
sesuai tempat tulangnya berada.
_ Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan
_ Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum
_ Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus
parietal.
_ Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
_ Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.
Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang
disebut girus.
e. Area Fungsional Korteks Serebri
a) Area motorik primer pada korteks
Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron mengendalikan
kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di
sisi anterior girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik yang
terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi anterior
area premotorik pada tepi bawahnya.
b) Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori primer.
Area olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).
c) Area asosiasitraktus serebral
Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual, area
wicara.
d) Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam substansi
putih serebrum.
f. Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik
hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal.
TALAMUS Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾
cm) substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-
masing massa menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel
ketiga.
HIPOTALAMUS Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar
serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga.
Hipotalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang
melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan
frekuensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera
makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual.
Hipotalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti
kesenangan, nyeri, kegembiraan dan kemarahan. Hipotalamus
memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon
kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
EPITALAMUS Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu
massa berukuran kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi
endokrin menjulur dari ujung posterior epitalamus.
g. Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang
terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar.
Girus singulum, girus hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian
sistem limbic dalam korteks serebral.
h. Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan
pons dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur
penghantar dan pusat refleks. Otak tengah, pons dan medulla oblongata
disebut sebagai batang otak.
i. Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan
medulla yang panjang dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus
serebral. Pusat respirasi terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan
kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak dalam
pons, yang juga menerima informasi dari saraf cranial VIII
j. Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak.
Terdiri dari bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral,
hemisfer serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi
dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan baik. Bagian ini
memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP
berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi.
Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.
k. Medulla Oblongata
Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis
dan terus memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum
tengkorak. Pusat medulla adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian
fungsi seperti frekuensi jantung, tekanan darah, pernapasan, batuk,
menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI
dan XII terletak di dalam medulla.
l. Formasi Retikular
Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jaring-jaring serabut
saraf dan badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla
oblongata,pons dan otak tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan
mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.
B. Medulla Spinalis
a. Fungsi Medulla Spinalis
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh.
Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden
dan desenden.
b. Struktur Umum
Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun
diameter medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar
ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua pembesaran,
pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar saraf spinal besar yang
mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang (31) saraf spinal
keluar dari area urutan korda melalui foraminaintervertebral.
1.3 ETIOLOGI
Penyebab cedera terbagi atas 2 :
a. Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera
olahraga

b. Cedera terbuka : Peluru atau pisau.

1.4 PATOFISIOLOGI
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau
tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala
terbuka mengkinkan pathogen-patogen lingkungan memiliki akses
langsung ke otak. Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak.
Cedera juga dapat menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial
menyebabkan sakit kepala hebat dan menekan pusat refleks muntah
dimedulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak
terjadi keseimbangan antar intake dan output. Selain itu peningkatan TIK
juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah
otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia
yang menyebabkan disfungsi cerebral sehingga koordinasi motorik
terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral.
Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka dan
tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang lapisan
mediator histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang stimulus
nyeri kemudian diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke
korteks serebri sampai nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika
perdarahan terbuka (robek dan lecet)mengalami kontak dengan benda
asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan
perdarahan tertutup hamper sama dengan perdarahan terbuka yaitu dapat
menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.
1.5 MANIFESTASI KLINIS
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

b. Kebingungan

c. Iritabel

d. Pucat

e. Mual dan muntah

f. Pusing kepala

g. Terdapat hematoma

h. Kecemasan

i. Sukar untuk dibangunkan

j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serbrosfinal yang keluar dari hidung
(rhinorrea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tualng temporal
1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Hemorhagie
b. Infeksi
c. Edema

d. Herniasi
Menurut Elizabeth J Corwin, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala
terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial meningkat, dan sel
neuron dan vascular tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada
hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun
setelahnya ketiak hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.

b) Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat terjadi dan
tetap ada. (Elizabeth J Corwin).
1.7 KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan,
dan morfologi cedera.
a) Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter

- Trauma tumpul : Kecepatan tinggi ( tabrakan mobil )


- Trauma tembus : Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul) (luka tembus
peluru dan cedera tembus lainnya)
b) Keparahan Cedera
- Ringan : GCS 14- 15

- Sedang : GCS 9-13

- Berat : GCS 3-8

Nilai total GCS adalah 3 hingga 15, tidak ada skor di bawah 3 atau di atas
15 (Nayduch, 2014).

c) Morfologi

- Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/ Stelatum ; Depresi/ Non depresi


; Terbuka/ tertutup.
Basis : Dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinaldengan/ tanpak
kelumpuhan nervus VII
- Lesi Intrakranial : Fokal : epidural, subdural, intraserebral
Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus (arif mansjoer,
dkk).
Cedera kepala di area intrakranial / Cedera otak fokal yang meliputi :
(1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom
(EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula
interna tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat
menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam
dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan
gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala,
muntah, kejang dan hemiparesis.
(2) Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural
yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena
kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi
seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.
(3) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural
lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari
SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan
memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot
yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke
dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan
lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti
dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi
proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan
hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka
akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan
subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH
kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang
menyerupai TIA (transient ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit
neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
(4) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan
konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan
disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak,
tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di
parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat
penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma
yang dialami.
(5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat
memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit
(PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga
menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan
manifestasi edema cerebri.
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, dapat diklasifikasikan
penilaiannya berdasarkan skor GCS dan dikelompokkan menjadi :
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
(1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
(2) Tidak ada kehilangan kesadaran
(3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
(4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
(5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon
yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
(1) Amnesia pasca trauma
(2) Muntah
(3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
(4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8
(1) Penurunan kesadaran sacara progresif
(2) Tanda neorologis fokal
(3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
1.8 PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan terapeutik pada pasien dengan cedera kepala
adalah sebagai berikut :
1) Observasi 24 jam

2) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

3) Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4) Anak diistirahatkan atau tirah baring.

5) Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6) Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7) Pemberian obat-obat analgetik.

8) Pembedahan bila ada indikasi.


Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan dengan
cara :
1) Obliteri sisterna Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher, lakukan
foto tulang belakang servikal kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan
bahwa seluruh tulang servikal c1-c7 normal

2) Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan prosedur
pasang infus dengan larutan Nacl 0,9 %, larutan ringer laktat

3) Ct-Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan berat harus
dievaluasi adanya:

(-) Hematoma epidural

(-) Darah dalam subraknoid dan intra ventrikel

(-) Kontusio dan perdarahan jaringan otak

(-) Edema serebri

(-) Perimesensefalik
4) Elevasi kepala 30o

5) Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik intermitten


dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg

6) Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit

7) Pasang kateter foley

8) Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi


II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
a) Aktivitas dan istirahat
- Adanya kelemahan / kelelahan, kaku, hilang keseimbangan.

- Kesadaran menurun, kelemahan otot/spasme


b) Sirkulasi
- Tekanan darah normal/ berubah (hypertensi), denyut nadi :
(bradikardia, tachikardia, dystritmia)
c) Eliminasi
- Verbal tidak dapat menahan BAK dan BAB

- Bladder dan bowel incontinensia


d) Makanan dan cairan
- Mual atau muntah, masalah kesukaran menelan
e) Persyarafan atau neurosensori
- Pusing, kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian

- Perubahan pada penglihatan

- Gangguan pengecapan dan penciuman

- Kesadaran menurun bisa sampai koma, perubahan status mental.


f) Nyeri atau kenyamanan
- Nyeri kepala yang bervariasi

- Wajah mengerut, respon menarik diri pada rangsangan nyeri yang


hebat, gelisah.
g) Pernafasan
- Perubahan pola nafas, stridor, ronchi.
h) Keamanan
- Ada riwayat kecelakaan

- Terdapat trauma atau fraktur atau distorsi, perubahan penglihatan,


kulit.
- Ketidaktahuan tentang keadaannya, kelemahan otot-otot, paradise,
demam.
i) Konsep diri
- Adanya perubahan tingkah laku (tenang / dramatis)

- Kecemasan, berdebar, bingung, dellirium.


j) Interaksi sosial
- Afasia motorik/ sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

2.2 MASALAH KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
c. Nyeri Akut
d. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
e. Kerusakan Integritas Kulit
f. Resiko Infeksi
2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification
(NOC) (NIC)
(NANDA)
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Tujuan : Menagemen Sirkulasi
Serebral 1. Status Sirkulasi 1. Pantau nadi perifer
Kode : 00201 2. Status Perfusi jaringan serebral 2. Catat warna kulit dan temperatur
Domain : 4 (Aktivitas/ Istirahat) 3. Cek capillary refill time
Kelas : 4 (Respon Kardiovaskular/ Status Sirkulasi 4. Monitor status cairan, masukan dan
Pulmonal) Tekanan darah dalam batas normal keluaran yang sesuai Monitor lab Hb dan
Definisi Kekuatan nadi dalam batas normal Hmt
Penurunan oksigen yang Rata – rata tekanan darah dalam batas norma 5. Monitor perdarahan
mengakibatkan kegagalan Tekanan vena sentral dalam batas normal 6. Monitor status hemodinamik, neurologis
penerimaan nutrisi ke jaringan pada Tidak ada hipotensi ortostatik dan tanda vital
tingkat kapiler. Tidak ada bunyi jantung tambahan
Batasan karakteristik Tidak ada angina Monitor Status Neurologi
 Perubahan status mental Tidak ada hipotensi ortostatik 7. Monitor ukuran, bentuk, kesmetrisan dan
 Perubahan perilaku AGD dalam batas normal reaksi pupil
 Kesulitan menelan Perbedaan O2 arteri dan vena dalam batas 8. Monitor tingkat kesadaran
 Kelemahan normal 9. Monitor tingkat orientasi
 Ketidaknormalan dalam Tidak ada suara nafas tambaha 10. Monitor GCS
berbicara Kekuatan pulsasi perifer 11. Monitor tanda vital
Tidak pelebaran vena 12. Monitor respon pasien terhadap
Faktor yang berhubungan Tidak ada edema perifer pengobatan
- Gangguan aliran arteri atau vena
Perfusi Jaringan Serebral
Pengisisan capilary refil
Kekuatan pulsasi perifer distal
Kekuatan pulsasi perifer proksimal
Kesimetrisan pulsasi perifer proksimal
Tingkat sensasi normal
Warna kulit normal
Kekuatan fungsi otot
Keutuhan kulit
Suhu kulit hangat
Tidak ada edema perifer
Tidak ada nyeri pada ekstremitas

Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan intervensi selama
3 x 24 jam menunjukkan status sirkulasi, yang
dibuktikan dengan :
Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam
rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda- tanda Peningkatan TIK
Klien mampu berkomunikasi dengan jelas
dan sesuai kemampuan
Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi,
dan orientasi.
Klien mampu memproses informasi
Klien mampu membuat keputusan dengan
benar
Tingkat kesadaran klien membaik
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Tujuan: Airway Management
Nafas 1. Respiratory status : Airway patency 1. Monitor respirasi dan status O2
Kode : (00031) 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Domain : 11 (Keamanan/ Kriteria Hasil: tambahan
Perlindungan) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Kelas : 2 (Cedera Fisik) jam diharapkan pasien mampu menunujukkan alat jalan nafas buatan
Definisi Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas yang 4. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
Ketidakmampuan untuk dibuktikan dengan: atau jaw thrust bila perlu
membersihkan sekresi atau obstruksi Mengeluarkan secret secara efektif [5] 5. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dari saluran nafas untuk Mempunyai irama dan frekuensi dalam ventilasi
mempertahankan bersihan jalan rentang normal [5] 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
nafas. Pada pemeriksaan Asukultasi suara napas 7. Lakukan suction pada mayor
Batasan karakteristik jernih [5] 8. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Suara nafas tambahan seperti Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien 9. Berikan bronkodilator bila perlu
ronchi tidak merasa tercekik) [5]
Kesulitan untuk berbicara Airway suction :
Keterangan: [1 : Gangguan ekstrim, 2 : berat, 3 : 10. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Faktor yang berhubungan suctioning
Sedang, 4 : ringan, 5 : Tidak ada gangguan]
- Spasme Jalan Nafas 11. Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
12. Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
13. Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
14. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
15. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan
16. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
17. Monitor status oksigen pasienAjarkan
keluarga bagaimana cara melakukan suction
18. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan

saturasi O2, dll.

Health Education :
19. Anjurkan pasien untuk menghindari posisi
telentang. Beri dorongan untuk memilih
posisi duduk, lateral, tegak lurus untuk
meningkatkan ekspansi paru
20. Anjurkan pasien untuk membuang
sputum menggunakan tisu menjaga personal
hygiene ataupun lingkungan
21. Anjurkan pasien untuk melaporkan jika
ada perubahan pada warna sputum

3. Nyeri Akut Tujuan : Pain Management


Kode : (00132) 1. Pain Level 1. Observasi reaksi nonverbal dari
Domain : 12 (Kenyamanan) 2. Pain control ketidaknyamanan
Kelas : 1 (Kenyamanan Fisik) 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
Definisi : Kriteria Hasil : komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama durasi, frekuensi, skala, kualitas dan faktor
3 x 24 jam, pasien di harapkan mampu
Sensori yang tidak menyenangkan memperlihatkan nyeri skala 4 atau 5, yang presipitasi(otot yang sudah lama tidak
dibuktikan dengan : digerakkan)
dan pengalaman emosional yang
Mampu mengontrol nyeri (tahu) 3. Monitor penerimaan pasien tentang
muncul secara aktual atau potensial Penyebab nyeri, mampu menggunakan manajemen nyeri
tehnik non farmakologi untuk mengurangi, 4. Kontrol lingkungan yang dapat
kerusakan jaringan atau
nyeri, mencari bantuan) mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
menggambarkan adanya kerusakan Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan pencahayaan dan kebisingan
menggunakan manajemen nyeri [5] 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional):
Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas, (farmakologi, non farmakologi dan inter
serangan mendadak atau pelan frekuensi dan tanda nyeri) personal)
6. Lakukan tindakan kenyamanan untuk
intensitasnya dari ringan sampai
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri meningkatkan relaksasi, mis. Pemijatan,
berat berkurang mengatur posisi, teknik relaksasi.
Tanda vital dalam rentang normal 7. Gunakan teknik panas dan dingin sesuai
yang dapat diantisipasi dengan akhir
anjuran untuk meminimalkan nyeri.
yang dapat diprediksi dan dengan
Keterangan : 8. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
durasi kurang dari 6 bulan.
Skala : keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Batasan Karakteristik :
1. Berat 9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Berikan
Mengekspresikan perilaku (mis
2. Agak Berat
:gelisah)
3. Sedang analgetik untuk mengurangi nyeri.
Sikap melindungi area nyeri
4. Sedikit
Perubahan posisi untuk
5. Tidak Ada Analgesic Administration
menghindari nyeri
10. Cek riwayat alergi
Sikap tubuh melindungi diri
11. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Faktor yang berhubungan :
12. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
- Agen cedera ( fisik )
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
13. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
14. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri, Tentukan rute pemberian,
dan dosis optimal (Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur)
15. Kolaborasi; Berikan analgesic (mis.
Ketorolac 3x30 mg) tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
16. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping).

Health education :
17. Anjurkan pasien untuk meminum obat
secara berkala, terlebih saat awitan terjadi
sesuai anjuran.
18. Anjurkan pasien untuk istirahat
19. Anjurkan pasien untuk menggunakan
aktivitas pengalihan atau rekreasional
(menonton Tv, membaca, mendengarkan
music,dll)
20. Anjurkan pasien untuk melakukan
distraksi berupa teknik sentuhan berulang,
pada area nyeri (punggung)
4. Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan: Monitor Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh 1. Status nutrisi 1. Monitor BB jika memungkinkan.
Kode : 00002 2. Status gizi 2. Monitor adanya gangguan dalam input
Kriteria Hasil: makanan misalnya adanya mual muntah,
Domain : Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 perdarahan,
Kelas : Makan
jam diharapkan pasien mampu:
Definisi :
Memperlihatkan status nutrisi pasien normal, bengkak dsb.
Asupan nutrisi tidak mencukupi
yang dibuktikan dengan : 3. Monitor respon klien terhadap situasi yang
unutk memenuhi kebutuhan
Intake nutrien normal [5] mengharuskan klien makan.
metabolik.
Intake makanan dan cairan normal [5] 4. Monitor intake nutrisi dan kalori.
Batasan Karakteristik :
Berat badan normal [5] 5. Monitor kadar energi, kelemahan dan
Mual, Muntah
Massa tubuh normal [5] kelelahan.
Ketidakmampuan memakan
Pengukuran biokimia normal [5] 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
makanan
bersamaan dengan waktu klien makan.
Keterangan: [1 : sangat bermasalah, 2 : 7. Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai
Faktor yang berhubungan :
bermasalah, 3 : masalah sedang, 4 : masalah order
- Ketidakmampuan menelan
ringan, 5 : tidak bermasalah]
makanan
Memperlihatkan status Gizi: asupan nutrisi Manajemen Nutrisi
- Mual, muntah.
dan cairan yang dibuktikan dengan : 8. Kaji adanya alergi makanan.
Pasien mampu Menjelaskan komponen diet 9. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
gizi adekuat [5] 10. Yakinkan diet yang dikonsumsi
Pasien Mentoleransi diet yang di anjurkan [5] mengandung cukup serat untuk mencegah
Pasien Memiliki nilai laboratorium dalam konstipasi.
batas normal [5] 11. Berikan informasi tentang kebutuhan
Pasien Melaporkan tingkat energi yang nutrisi.
adekuat [5] 12. Sajikan makanan dengan tampilan yang
menarik.
Keterangan: [1 : tidak adekuat, 2 : sedikit adekuat, 13. Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisi TKTP dan banyak
3 : cukup adekuat, 4 : adekuat, 5 : sangat
mengandung vitamin C
adekuat] 14. Kolaborasi team gizi untuk penyediaan
nutrisi TKTP
15. Kolaborasi pemberian obat anti-emetik.

Manajemen Gangguan Makan


16. Yakinkan pasien dan berikan lingkungan
yang tenang selama makan
17. Siapkan kateter pengisap di samping
tempat tidur dan alat pengisap selama makan,
bila diperlukan
18. Ubah pasien semi fowler, atau fowler
tinggi untuk memudahkan menelan, biarkan
pasien pada posisi ini selama 30 menit setelah
makan untuk mencegah aspirasi
19. Letakkan makanan pada bagian mulut
yang tidak bermasalah untuk memudahkan
menelan.
Monitoring Cairan
21. Tentukan riwayat jumlah dan tipe cairan
dan kebiasaan eliminasi
22. Tentukan kemungkinan factor resiko
ketidakseimbangan cairan (misal: hiperthermi,
terapi diuresik, pathologos ginjal, gagal
jantung, diaphoresis, disfungsi liver, latihan
berat, terpapar panas, infeksi, kondisi post
operatif, polyuri, muntah, dan diare)
23. Monitor serum albumin dan kadar protein
total
24. Monitor membrane mukosa, turgor kulit,
dan raasa haus
25. Monitor warna, kuantitas, dan BJ urin
26. Monitor distensi vena leher, krakles pada
paru-paru, edema perifer, dan peningkatan
BB
27. Monitor tanda dan gejala ascietes

Manajemen Cairan
28. Monitor hasil lab yang relevan dengan
retensi cairan (missal: peningkatan berat jenis,
peningkatan BUN, pwnurunan hematokrit,
dan peningkatan osmolalitas urin)
29. Monitor adanya indikasi retensi ciaran
(missal: krakles, peningkatan CVP atau
tekanan kapiler pulmonary, edema, distensi
vena leher, dan asciets)
30. Monitor respon pasien terhadap terapi
elektrolit
31. Berikan makanan ringan (missal: sering
minum dan buah segar/jus buah)
32. Batasi intake cairan pada kondisi
delusional hiponatremia dengan Na serum
dibawah 130 mEq/L
33. Konsulkan dengan dokter jika tanda dan
gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
meningkat atau memburuk
34. Menata keberadaan produk darah untuk
tranfusi
35. Siapkan pemberian produk darah (missal:
cek darah untuk mengidenifikasi pasien dan
menyiapkan pemasangan infuse)
36. Berikan produk darah (missal: platelet,
dan fresh frozen plasma)

Manajemen Berat Badan


37. Diskusikan dengan pasien kondisi medis
yang mempengarhi berat badan
38. Tentukan berat badan ideal pasien
39. Dorong pasien untuk membuat grafik
berat badan setiap minggu, jika sesuai
40. Informasikan pasien adanya dukungan
yang bisa membantunya
41. Bantu pasien untuk membuat
perencanaan makanan yang seimbang dan
konsisten dengan tingkat penggunaan
energinya.

Manajemen Elektrolit
42. Monitor elektrolit serum abnormal, jika
ada
43. Monitor manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit
44. Monitor respon pasien untuk menentukan
therapi elektrolit
45. Monitor efek samping pemberian
suplemen elektrolit (misal: iritasi
gastrointestinal)
46. Monitor secara ketat tingkat potassium
serum pasien yang mendapatkan obat digitasli
dan diuretic
47. Pertahankan pencatatan intake-output
cairan secara akurat
48. Pertahankan kandungan elektrolit larutan
IV

dengan laju aliran yang konstan, secara tepat


(sesuai dengan program)
49. Berikan suplemen elektrolit (misal lewat
oral, GI, atau IV) sesuai dengen resep, jika
diperlukan.
50. Berikan zat pengikat elektrolit ( misal
Kayexalate) sesuai dengan yanng diresepkan.
51. Lakukan pengiriman spesimen untuk
analisis tingkat elektrolit di laboratorium
(missal: AGB,urin, dan cairan setingkat
serum)
52. Lakukan tindakan untuk mengontrol
kahilangan cairan elektrolit yang
berlebih.(mengistirahatkan usus, merubah
jenis diuretik, pemberian antipiretik) secara
tepat
53. Berikan diit yang tepat bagi pasien dengan
ketidakseimbangan elektrolit (misal: tinggi
potasium, rendah sodium, dan makanan
rendah karbohidrat)
54. Sediakan lingkungan yang aman bagi
pasien dengan gangguan neurologis atau
neuromuskular sebagai manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit
55. Konsultasiken dengan dokter jika tanda
dan gejala ketidakseimbangan elektrolit
meningkat atau memburuk.
56. Konsultasikan dengan dokter untuk
pemberian electrolyt-sparing medication
(misal: spiranolacton) secara tepat.

Manajemen Elektrolit: Hipokalsemia


57. Hindari pengobatan yang meurunkan
kalsium serum terionisasi (misal: bikarbonat
dan sitrat darah)
58. Hindari pemberian garam kalsium dengan
bikarbonat untuk mencegah presipitasi
59. Berikan intake vit D yang adekuat
(suplemen

vitamin dan daging dari organ) untuk


mempermudah penyerapan kalsium oleh
usus)

Manajemen Elektrolit: Hiperpospathemia


60. Berikan pengikat phospat dan obat
diuretik yang diresepkan (misal:ampojel,
Phos-Lo cookie, dan Basaljet) dengan
makanan yang menurunkan absorbsi phospat
61. Berikan kalsium dan vit D yang
diresepkan untuk mengurangi tingkat
phospat.
Health Edutcation:
62. Ajari keluarga mengenai jenis, penyebab
dan pengobatan ketidakseimbangan elektrolit
63. Anjurkan untuk mengkonsumsi kalsium
(misalnya produksi harian: seafood, brokoli,
kacang, bayam, suplemen)
64. Hindari makanan kaya dengan phospat
(misalnya produk harian, seluruh padi-padian
dan cereal, kacang-kacangan, sayuran dan
buah yang dikeringkan, dan daging-dagingan)

5. Kerusakan Integritas Kulit Tujuan : Pengawasan kulit


Kode : (00046) 1. Integritas jaringan 1. Observasi ekstremitas untuk warna,
Domain : 11(Keamanan / keringat, nadi, tekstur, edema dan luka
Perlindungan) Kriteria hasil : 2. Inspeksi kulit dan membran mukosa untuk
Kelas : Cedera Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kemerahan, panas, drainase
Definisi : 3x24 jam, diharapkan pasien menunjukkan 3. Monitor kulit pada daerah kemerahan
Perubahan/ gangguan epidermis integritas jaringan kulit, yang dibuktikan dengan 4. Monitor penyebab tekanan
dan/ atau dermis. : 5. Monitor adanya infeksi
Batasan Karakteristik : Suhu, elastisitas, dehidrasi dan sensasi, 4,5 6. Monitor warna kulit
- Kerusakan lapisan kulit Perfusi jaringan, 5 7. Monitor temperatur kulit
Keutuhan kulit, 5 8. Catat perubahan kulit dan membran
- Gangguan permukaan kulit Keterangan : [1 : gangguan ekstrem, 2: berat, 3: 9. Monitor kulit area kemerahan
sedang, 4: ringan, 5: tidak ada gangguan] Manajemen Tekanan
Faktor yang berhubungan : 10. Elevasi ekstremitas yang terluka
Eksternal 11. Monitor status nutrisi pasien
- Faktor Mekanik 12. Monitor sumber tekanan
13. Monitor mobilitas dan aktivitas pasien
Internal 14. Mobilisasi pasien minimal setiap 2 jam
- Perubahan Turgor sekali
- Penurunan Sirkulasi 15. Ajarkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar.

6. Resiko Infeksi Tujuan : Kontrol Infeksi


Kode : (00004) 1. Meningkatkan status kekebalan Pasien 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Domain : 11( Keamanan / 2. Mengontrol infeksi pasien lain
Perlindungan) 2. Pertahankan tehnik isolasi
Kelas : Infeksi Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
Definisi : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4. Instruksikan pengunjung untuk mencuci
Peningkatan resiko masuknya 3 x 24 jam, diharapkan : tangan saat berkunjung dan setelah
orgaanisme patogen. Status kekebalan pasien meningkat, yang berkunjung
Faktor Resiko : dibuktikan dengan kriteria hasil : 5. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci
- prosedur infasif tidak didapatkan infeksi berulang tangan
- ketidakcukupan pengetahuan tidak didapatkan tumor 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
untuk status rspirasi sesuai yang diharapkan keperawatan
- menghindari paparan pathogen temperatur badan sesuai yang diharapkan 7. Gunakan universal precaution dan gunakan
- trauma integritas kulit sarung tangan selma kontak dengan kulit yang
- kerusakan jaringan dan integritas mukosa tidak utuh
peningkatan paparan lingkungan tidak didapatkan fatigue kronis 8. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
- ruptur membran amnion reaksi skintes sesuai paparan 9. Berikan terapi antibiotik bila perlu
- agen farmasi 10. Observasi dan laporkan tanda dan gejal
- malnutrisi Mengontrol infeksi dengan kriteria hasil : infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor
- peningkatan paparan lingkungan Mendeskripsikan proses penularan penyakit 11. Kaji temperatur tiap 4 jam
pathogen Mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi 12. Catat dan laporkan hasil laboratorium,
- imunosupresi terhadap proses penularan penyakit WBC
Mendeskripsikan tindakan yang dapat 13. Gunakan strategi untuk mencegah infeksi
- ketidakadekuatan imun buatan dialkukan untuk pencegahan proses penularan nosokomial
- tidak adekuat pertahanan sekunder penyakit 14. Istirahat yang adekuat
(penurunan Hb, leukopenia, Mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi 15. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci
penekanan respon inflamasi) Mendeskripsikan penatalaksanaan yang tepat kulit dengan hati-hati
- tidak adekuat pertahanan tubuh untuk infeksi 16. Ganti IV line sesuai aturan yang berlaku
primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, 17. Pastikan perawatan aseptik pada IV line
cairan tubuh statis, perubahan 18. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
sekresi PH, perubahan peristaltik) 19. Berikan antibiotik sesuai autran
penyakit kronis 20. Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejal
infeksi dan kalau terjadi melaporkan pada
perawa
21. Ajarkan klien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi

Proteksi Infeksi
22. Monitor tanda dan gejala infeksi
23. Monitor hitung granulosit, WBC
24. Monitor kerentanan terhadap infeks
25. Batasi pengunjung Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M, dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius : Jakarta.
Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Nayduch, D. (2014). Nurse to Nurse Perawatan Trauma. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai