I. KONSEP PENYAKIT
1.1 DEFINISI
Cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam (Batticaca, 2008). Trauma
kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. Defisit neurologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema
serebral di sekitar jaringan otak (Batticaca Fransisca, 2008).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008). Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera
Kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui Dura meter) atau tertutup
(trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura).
1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK
A. Otak
a. Perkembangan Otak
Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh,mengkonsumsi
25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada
tabung saraf membentuk tiga pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi
untuk membentuk otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang.
(-) Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon
dan diensefalon. Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau
serebrum dan basal ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada
serebrum. Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.
(-) Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa
disebut otak tengah.
(-) Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi :
metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang
otak (pons) dan serebelum. Mielensefalon menjadi medulla oblongata.
Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi
ventrikel otak dan
kanal sentral medulla spinalis.
b. Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat
yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan
araknoid dan durameter.
(-) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat
pada otak.
(-) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung
sedikit pembuluh darah. Rongga araknoid memisahkan lapisan araknoid
dari piameter dan mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah
serta jaringan penghubung serta selaput yang mempertahankan posisi
araknoid terhadap piameter di bawahnya.
(-) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua
lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada
beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di
permukaan dalam kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada
tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam
sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk
membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela
diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada
regio cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial
antara perioteal luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regio
medulla spinalis.
c. Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan
medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan
cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak
mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid
dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral
dan melapisi kanal sentral medulla spinalis.
Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan
lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran
nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.
d. Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian
terbesar otak. Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf.
Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral.
Korpus kolosum yang terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua
hemisfer. Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus
menjadi 4 lobus (frontal, paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan
sesuai tempat tulangnya berada.
_ Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan
_ Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari serebelum
_ Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus
parietal.
_ Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
_ Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.
Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang
disebut girus.
e. Area Fungsional Korteks Serebri
a) Area motorik primer pada korteks
Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron mengendalikan
kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di
sisi anterior girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik yang
terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi anterior
area premotorik pada tepi bawahnya.
b) Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori primer.
Area olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory).
c) Area asosiasitraktus serebral
Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual, area
wicara.
d) Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam substansi
putih serebrum.
f. Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik
hemisfer serebral, kecuali pada sisi basal.
TALAMUS Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾
cm) substansi abu-abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing-
masing massa menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding ventrikel
ketiga.
HIPOTALAMUS Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk dasar
serta bagian bawah sisi dinding ventrikel ketiga.
Hipotalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang
melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan
frekuensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera
makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual.
Hipotalamus juga berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti
kesenangan, nyeri, kegembiraan dan kemarahan. Hipotalamus
memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon
kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
EPITALAMUS Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu
massa berukuran kecil, badan pineal yang mungkin memiliki fungsi
endokrin menjulur dari ujung posterior epitalamus.
g. Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang
terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar.
Girus singulum, girus hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian
sistem limbic dalam korteks serebral.
h. Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan
pons dan serebelum dengan serebrum dan berfungsi sebagai jalur
penghantar dan pusat refleks. Otak tengah, pons dan medulla oblongata
disebut sebagai batang otak.
i. Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan
medulla yang panjang dengan berbagai bagian otak melalui pedunkulus
serebral. Pusat respirasi terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan
kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak dalam
pons, yang juga menerima informasi dari saraf cranial VIII
j. Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak.
Terdiri dari bagian sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral,
hemisfer serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi
dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dengan baik. Bagian ini
memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP
berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak terkordinasi.
Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.
k. Medulla Oblongata
Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis
dan terus memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum
tengkorak. Pusat medulla adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian
fungsi seperti frekuensi jantung, tekanan darah, pernapasan, batuk,
menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI
dan XII terletak di dalam medulla.
l. Formasi Retikular
Formasi retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jaring-jaring serabut
saraf dan badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla
oblongata,pons dan otak tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan
mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.
B. Medulla Spinalis
a. Fungsi Medulla Spinalis
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh.
Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden
dan desenden.
b. Struktur Umum
Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun
diameter medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar
ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua pembesaran,
pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar saraf spinal besar yang
mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang (31) saraf spinal
keluar dari area urutan korda melalui foraminaintervertebral.
1.3 ETIOLOGI
Penyebab cedera terbagi atas 2 :
a. Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera
olahraga
1.4 PATOFISIOLOGI
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau
tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala
terbuka mengkinkan pathogen-patogen lingkungan memiliki akses
langsung ke otak. Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak.
Cedera juga dapat menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial
menyebabkan sakit kepala hebat dan menekan pusat refleks muntah
dimedulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak
terjadi keseimbangan antar intake dan output. Selain itu peningkatan TIK
juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah
otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia
yang menyebabkan disfungsi cerebral sehingga koordinasi motorik
terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral.
Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka dan
tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang lapisan
mediator histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang stimulus
nyeri kemudian diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke
korteks serebri sampai nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika
perdarahan terbuka (robek dan lecet)mengalami kontak dengan benda
asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan
perdarahan tertutup hamper sama dengan perdarahan terbuka yaitu dapat
menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.
1.5 MANIFESTASI KLINIS
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serbrosfinal yang keluar dari hidung
(rhinorrea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tualng temporal
1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Hemorhagie
b. Infeksi
c. Edema
d. Herniasi
Menurut Elizabeth J Corwin, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala
terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial meningkat, dan sel
neuron dan vascular tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada
hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun
setelahnya ketiak hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.
b) Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat terjadi dan
tetap ada. (Elizabeth J Corwin).
1.7 KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan,
dan morfologi cedera.
a) Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
Nilai total GCS adalah 3 hingga 15, tidak ada skor di bawah 3 atau di atas
15 (Nayduch, 2014).
c) Morfologi
2) Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan prosedur
pasang infus dengan larutan Nacl 0,9 %, larutan ringer laktat
3) Ct-Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan berat harus
dievaluasi adanya:
(-) Perimesensefalik
4) Elevasi kepala 30o
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan intervensi selama
3 x 24 jam menunjukkan status sirkulasi, yang
dibuktikan dengan :
Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam
rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda- tanda Peningkatan TIK
Klien mampu berkomunikasi dengan jelas
dan sesuai kemampuan
Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi,
dan orientasi.
Klien mampu memproses informasi
Klien mampu membuat keputusan dengan
benar
Tingkat kesadaran klien membaik
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Tujuan: Airway Management
Nafas 1. Respiratory status : Airway patency 1. Monitor respirasi dan status O2
Kode : (00031) 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Domain : 11 (Keamanan/ Kriteria Hasil: tambahan
Perlindungan) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Kelas : 2 (Cedera Fisik) jam diharapkan pasien mampu menunujukkan alat jalan nafas buatan
Definisi Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas yang 4. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
Ketidakmampuan untuk dibuktikan dengan: atau jaw thrust bila perlu
membersihkan sekresi atau obstruksi Mengeluarkan secret secara efektif [5] 5. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dari saluran nafas untuk Mempunyai irama dan frekuensi dalam ventilasi
mempertahankan bersihan jalan rentang normal [5] 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
nafas. Pada pemeriksaan Asukultasi suara napas 7. Lakukan suction pada mayor
Batasan karakteristik jernih [5] 8. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Suara nafas tambahan seperti Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien 9. Berikan bronkodilator bila perlu
ronchi tidak merasa tercekik) [5]
Kesulitan untuk berbicara Airway suction :
Keterangan: [1 : Gangguan ekstrim, 2 : berat, 3 : 10. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Faktor yang berhubungan suctioning
Sedang, 4 : ringan, 5 : Tidak ada gangguan]
- Spasme Jalan Nafas 11. Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
12. Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
13. Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan.
14. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
15. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan
16. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
17. Monitor status oksigen pasienAjarkan
keluarga bagaimana cara melakukan suction
18. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan
Health Education :
19. Anjurkan pasien untuk menghindari posisi
telentang. Beri dorongan untuk memilih
posisi duduk, lateral, tegak lurus untuk
meningkatkan ekspansi paru
20. Anjurkan pasien untuk membuang
sputum menggunakan tisu menjaga personal
hygiene ataupun lingkungan
21. Anjurkan pasien untuk melaporkan jika
ada perubahan pada warna sputum
Health education :
17. Anjurkan pasien untuk meminum obat
secara berkala, terlebih saat awitan terjadi
sesuai anjuran.
18. Anjurkan pasien untuk istirahat
19. Anjurkan pasien untuk menggunakan
aktivitas pengalihan atau rekreasional
(menonton Tv, membaca, mendengarkan
music,dll)
20. Anjurkan pasien untuk melakukan
distraksi berupa teknik sentuhan berulang,
pada area nyeri (punggung)
4. Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan: Monitor Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh 1. Status nutrisi 1. Monitor BB jika memungkinkan.
Kode : 00002 2. Status gizi 2. Monitor adanya gangguan dalam input
Kriteria Hasil: makanan misalnya adanya mual muntah,
Domain : Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 perdarahan,
Kelas : Makan
jam diharapkan pasien mampu:
Definisi :
Memperlihatkan status nutrisi pasien normal, bengkak dsb.
Asupan nutrisi tidak mencukupi
yang dibuktikan dengan : 3. Monitor respon klien terhadap situasi yang
unutk memenuhi kebutuhan
Intake nutrien normal [5] mengharuskan klien makan.
metabolik.
Intake makanan dan cairan normal [5] 4. Monitor intake nutrisi dan kalori.
Batasan Karakteristik :
Berat badan normal [5] 5. Monitor kadar energi, kelemahan dan
Mual, Muntah
Massa tubuh normal [5] kelelahan.
Ketidakmampuan memakan
Pengukuran biokimia normal [5] 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
makanan
bersamaan dengan waktu klien makan.
Keterangan: [1 : sangat bermasalah, 2 : 7. Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai
Faktor yang berhubungan :
bermasalah, 3 : masalah sedang, 4 : masalah order
- Ketidakmampuan menelan
ringan, 5 : tidak bermasalah]
makanan
Memperlihatkan status Gizi: asupan nutrisi Manajemen Nutrisi
- Mual, muntah.
dan cairan yang dibuktikan dengan : 8. Kaji adanya alergi makanan.
Pasien mampu Menjelaskan komponen diet 9. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
gizi adekuat [5] 10. Yakinkan diet yang dikonsumsi
Pasien Mentoleransi diet yang di anjurkan [5] mengandung cukup serat untuk mencegah
Pasien Memiliki nilai laboratorium dalam konstipasi.
batas normal [5] 11. Berikan informasi tentang kebutuhan
Pasien Melaporkan tingkat energi yang nutrisi.
adekuat [5] 12. Sajikan makanan dengan tampilan yang
menarik.
Keterangan: [1 : tidak adekuat, 2 : sedikit adekuat, 13. Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisi TKTP dan banyak
3 : cukup adekuat, 4 : adekuat, 5 : sangat
mengandung vitamin C
adekuat] 14. Kolaborasi team gizi untuk penyediaan
nutrisi TKTP
15. Kolaborasi pemberian obat anti-emetik.
Manajemen Cairan
28. Monitor hasil lab yang relevan dengan
retensi cairan (missal: peningkatan berat jenis,
peningkatan BUN, pwnurunan hematokrit,
dan peningkatan osmolalitas urin)
29. Monitor adanya indikasi retensi ciaran
(missal: krakles, peningkatan CVP atau
tekanan kapiler pulmonary, edema, distensi
vena leher, dan asciets)
30. Monitor respon pasien terhadap terapi
elektrolit
31. Berikan makanan ringan (missal: sering
minum dan buah segar/jus buah)
32. Batasi intake cairan pada kondisi
delusional hiponatremia dengan Na serum
dibawah 130 mEq/L
33. Konsulkan dengan dokter jika tanda dan
gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
meningkat atau memburuk
34. Menata keberadaan produk darah untuk
tranfusi
35. Siapkan pemberian produk darah (missal:
cek darah untuk mengidenifikasi pasien dan
menyiapkan pemasangan infuse)
36. Berikan produk darah (missal: platelet,
dan fresh frozen plasma)
Manajemen Elektrolit
42. Monitor elektrolit serum abnormal, jika
ada
43. Monitor manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit
44. Monitor respon pasien untuk menentukan
therapi elektrolit
45. Monitor efek samping pemberian
suplemen elektrolit (misal: iritasi
gastrointestinal)
46. Monitor secara ketat tingkat potassium
serum pasien yang mendapatkan obat digitasli
dan diuretic
47. Pertahankan pencatatan intake-output
cairan secara akurat
48. Pertahankan kandungan elektrolit larutan
IV
Proteksi Infeksi
22. Monitor tanda dan gejala infeksi
23. Monitor hitung granulosit, WBC
24. Monitor kerentanan terhadap infeks
25. Batasi pengunjung Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M, dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius : Jakarta.
Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Nayduch, D. (2014). Nurse to Nurse Perawatan Trauma. Jakarta : Salemba Medika.