Anda di halaman 1dari 40

Skenario A :Seorang laki-laki berumur 24 Tahun datang kepuskesmas dengan keluhan demam

selama seminggu, selera makan berkurang dan ludah terasa kecut, kadang-kadang berkeringat
dan disertai sakit kepala. Pasien juga mengeluh mual dan kadang-kadang muntah. Sepuluh
hari yang lalu penderita baru datang dari Mamuju.

KATA SULIT
Demam = kenaikan suhu tubuh di atas suhu normal (36,5 C – 37,2 C)
KATA KUNCI
1. Laki-laki umur 24 tahun
2. Demam selama seminggu
3. Selera makan berkurang dan ludah terasa kecut
4. Berkeringat disertai sakit kepala
5. 10 hari yang lalu baru datang dari Mamuju
6. kadang mual dan kadang-kadang muntah

PERTANYAAN
1. Sebutkan etiologi demam !
2. Bagaimana Mekanisme terjadinya demam ?
3. Bagaimana Patomekanisme dari gejala pada scenario ?
4. Jelaskan Hubungan antara gejala diatas dengan daerah yang dikunjungi
5. Bagaimana Penanganan awal pada pasien dari scenario?
6. Bagaimana Langkah-langkah diagnose yang dilakukan pada scenario ?
7. Differential Diagnose ?

Jawaban :
1. Etiologi demam
Penyebab demam terbagi atas dua jenis : eksogen dan endogen.
Eksogen :
a. Virus
b. jamur
c. bakteri
d. parasit
e. racun
Endogen : IL-, TNF-, INF-.
2. Patomekanisme timbulnya demam?
Manusia terpapar oleh antigen yang mengeluarkan zat pirogen eksogennya untuk
dikeluarkan di dalam tubuh penderita. Pada saat antigen masuk, makrofag sebagai pertahanan
imun di garis depan melawannya dan menghasilkan mediator-mediator pirogen endogen.
Pirogen endogen tersebut lalu mencapai hypothalamus sebagai pusat termoregulator tubuh
manusia. Tubuh manusia melakukan kompensasi dengan cara menaikkan suhu tubuh agar
tetap dalam keadaan homeostasis.
3. Patomekanisme dari semua gejala pada scenario
A. Demam
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5 -37,2 derajat celcius. Terdapat perbedaan suhu di
aksila dan oral maupun rectal, dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar antara 0,5 derajat
celcius. Suhu rectal lebih tinggi disbanding suhu oral.
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah
terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mkroorganisme atau merupakan
suatu hasil reaski imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Progen adalah suatu
protein yang yang identik dengan IL-1. Didalam hypothalamus zat ini merangsang pelepasan
asam arakidonatserta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung
dapat menyebebkan suatu pireksia. Pengaruh pengaturan otonom akan mengakibatkan
terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga pengeluara panas menurun dan pasien merasa
demam.
PH kurang Input makanan berkurang Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
ditandai dengan mual dan muntah.

Macam-macam demam
Beberapa tipe demam :
1. Demam septic : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ke tingkat normal pada pagi hari. Sering disertai menggigil dan berkeringat.
Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamaakan juga demam
hektik
2. Demam remiten : suhu badan dapat turun setiap hari teteapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak
sebesarperbedaan suhu yang dicatat pada demam septic.

3. Demam intermitten : suhu badan turun ke tingkat yang normal selama bebebrapa jam
dalam satu hari. Bila demam sepertiini terjadi setiap dua hari sekali disebut tertiana dan bila
teradi dua hari bebas demam dantara dua serangan demama disebut kuartana.
4. Demam kontinyu : variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
demam yang terus meninggi disebut hiPerpireksia.

Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

5. Demam siklik : kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas
demam untuk beberapa hari yang kemudian diiikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
6. Demam belum terdiagnosis.
Adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus-menerus selama 3
minggu dengan suhu badan diatas 38 derajat celcius dan tetapi belum ditemukan
penyebabnya walaupun telah diteliti selama 1 minggu secara intensifdengan mengguanakn
sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.
Keadaan yang digunakan untuk ini anatara lain :
- FUO Klasik. Penderita telah diperiksa di RS selama 3 hari berturut-turut tanpa dapat
ditetapkan penyebab demamnya. Deifsi lain yang juga dgunakan adalah demam lebih 3
minggu dimana telah digunakan diagnostic non invasive maupun invasive selama satu
minggu tanpa hasil yang dapat menetapakna penyebab demam.
- FUO Nosokonial. Penderita yang pada permulaaan dirawat tanpa infeksi di RS dan
kemudian mnderita demam >38,3 derajat dan sudah diperiksa secara intensif untuk
mementukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
- FUO Neutropenik. Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil <500 ul dengan demam
>38,3 derjata dan sudah diusahakn pemeriksaan intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.
- FUO HIV. Penderita HIV y ang menderita demam >38,3 derjat selama 4 minggu pada rawat
jalan tanpa dapat menentukan penyebabbnya pada penderita yang dirawat di RS yang
mengalami demam selama lebih dari 3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil yang
jelas.
B. Mual dan muntah
Mual dan munt ah pada penderita disebabkan oleh kuman yang masuk di dalam tubuh
dinetralisir sebagian oleh asam lambung dan terjadi peningkatan produksi asam lambung.
Lalu tubuh melakukan mual adalah sebagai suatu hal tersebut terjadi. Muntah di akibatkan
tubuh harus mengeluarkan sejumlah makanan yang ada di dalam lambung untuk mengurangi
produksi asam lambung tersebut.
C. Nyeri kepala.
Disebabkan oleh tubuh kekurangan asupan nutrisi karena gejala mual dan muntah di
atas.Akibatnya terjadi hipoksia jaringan dan tubuh melakukan fungsi homestasis dengan cara
melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). Vasodilatasi tersebut, lalu menekan struktur
bangunan peka nyeri di otak dan membuat nyeri kepala.
D. Berkeringat.
Disebabkan oleh kuman yang sudah masuk ke aliran darah dan mengeluarkan zat
endotoksinnya, tubuh lalu melepaskan mediator-mediator radang. Fungsi tubuh lalu
melakukan homeostasis agar tubuh tetap dalam keadaan suhu normal.

4. hubungan antara gejala di atas dengan daerah yang dikunjungi.


Papua merupakan daerah endemic, selain endemic dengan HIV ternyata endemic
terhadap malaria terutama Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Daerah endemic sangat
rawan terjadi infeksi sehingga dapat menimbulkan gejala yang sesuai dengan penyakit
daerah endemic tersebut.
5. Penanganan awal untuk penyakit di atas.
Penangan awal sesuai gejal penderita
(simptomatik)
1. Demam = antipiretik (parasetamol), dosis: 500 mg/kg/BB
2. Cephalgia = analgesik (ibuprofen), dosis: 1200-2400 mg/kg/BB
3. Supleman = penambah nafsu makan

6. Langkah-langkah diagnosis
A. anamnesis
- Onset dan durasi demam
- Sifat demam
- Keluhan lain yang menyertai
- Manifestasi perdarahan
- Gangguan system respirasi
- Gangguan system Gastrointestinal
- Riwayat penyakit
- Riwayat pengobatan
- Jenis pekerjaan
B. Pemeriksaan Fisis
- Tanda-tanda anemia, ikterus dan edema
- tanda-tanda thypoid
- Manifestasi perdarahan
- Uji turniqout
- Manifestasi effloresensi kulit
- Rongga mulut dengan dan tanpa spatel
- Pemeriksaan fisik thorak
- Pemeriksaan fisik abdomen
- Pembesaran kelenjar
C. Pemeriksaan Laboratorium
- Uji serologic
- Apusan darah
- Darah rutin
- Biakan bakteri, jamur dan virus
D. Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos
- USG
- CT-Scan
- MRI

7. Differential Diagnosis
A. MALARIA
Pengertian Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut
ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual,
yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah
malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara
buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk.
Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik,
demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme
Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies
berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk
Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria ( Prabowo, 2004 ). Ciri nyamuk
Anopheles Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca
pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu
menggigit menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah
menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah
meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemah
Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan
langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada
janinnya. (Harijanto P.N.2000)
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale
merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit
dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.
(Harijanto P.N.2000)
Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk
Anopheles betina.(Harijanto P.N.2000)
Siklus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang
lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit
hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2
minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun.
Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes RI.2006)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran
darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan
aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan
merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang
disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan
betina. (Depkes RI. 2006)
Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam
tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot
ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di
luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(Harijanto,
2000)
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung
dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit
masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
(Harijanto, 2000)
Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah
daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit
maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan
adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya
toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000)
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah.
Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari
eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi
hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 200)
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam
eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan
struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut
meliputi mekanisme, diantaranya transport membrane sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan
Resetting (Harijanto, 2000)
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum
pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat
pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto,2006).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung
merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga
berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Resetting adalah
golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai
reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi. (Harijanto P.N, 2006)
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan
dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit
yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan.
Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black White Fever)
dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi W,2000)

2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal
dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF)
yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan
sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000)
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada
permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria
dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium
kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang
terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung
kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi W, 2000)
Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya
digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian penyakit diuraikan ke
dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan
komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti
pendidikan, perilaku, kepadatan, dan jender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan
sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan
yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari
terjadinya penyakit malaria.

Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi
inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses
patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan
salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan
kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah
oleh roset eritrosit yang terinfeksi. (Harijanto.P.N.2006)
Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp yang hidup
dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh
manusia.
Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi
antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment. Manusia adalah host vertebrata dari
Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai
parasit malariasebagai agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan
faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan
sosial ekonomi (Chwatt-Bruce.L.J,1985).
Hubungan Host, Agent, dan Environment
Host
1. Manusia (Host Intermediate)
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada pada manusia
merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria. Kekebalan adalah
kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi
perkembangannya. Ada dua macam kekebalan yaitu :
a. Kekebalan Alami (Natural Imunity)
Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu. Kekebalan didapat
(Acqired Immunity) yang terdiri dari :
1) Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya
atau akibat dari vaksinasi.
2) Kekebalan pasif (Pasif Immunity)
Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat yang berfungsi aktif dari
ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti
ada kekebalan bawaan pada bayi baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria
didaerah yang tinggi endemisitas malarianya.
2. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive)
Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap darah hanya
nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan telurnya. Jenis
nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada hanya
beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria (Vektor). Menurut data di
Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia
dijumpai beberapa jenis Anopheles spp sebagai vector Malaria, antara lain : An, sundaicus sp,
An. Maculates sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2005). Di setiap
daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies
Anopheles yang menjadi vektor penting. Vector-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari
rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005).
Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bias juga hidup d daerah
yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah pada daerah dengan ketinggian
lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2003), nyamuk Anopheles betina membutuhkan
minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya dapat berkembang biak. Anopheles mulai
menggigit sejak matahari terbenam (jam 18.00) hingga subuh dan puncaknya pukul 19.00-
21.00. Menurut Prabowo (2004), jarak terbang Anopheles tidak lebih dari 0,5 – 3 km dari
tempat perindukannya. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur menjadi
dewasa) bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan
suhu udara.
Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu merupakan tempat
yang paling disenangi oleh Anopheles. Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumantra adalah An.
andaicus, An. maculates, An. aconitus, An. balabacencis.
Agent
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup
dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia yang rentan akan
terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit. Agent penyebab penyakit
malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.
1. Jenis Parasit (Plasmodium)
Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu :
a. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria
berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap dua hari (48 jam)
sekali.
b. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul
berselang setiap tiga hari (Sering Kambuh)
c. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangnya timbul
berselang setiap empat hari sekali.
d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik
Barat.
Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi
semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling banyak hanya
dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit falsiparum dengan parasit vivax atau parasit
malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali dijumpai (Depkes.RI.2005).
2. Siklus Hidup Parasit Malaria
Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan
yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual (sporozoa, merozoit
dalam sel darah merah, sizon dalam sel merah).
b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk (Gametosit, Ookinet dan Ookista).
Siklus seksual ini juga bias disebut siklus sporogami karena menghasilkan sprozoit yaitu
bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia atau binatang.
Lama dan masa berlangsungnya siklus ini disebut dengan masa inkubasi ekstrinsik, yaitu
masuknya gametosit kedalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sprogami dalam
bentuk sporosit yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Masa inkubasi tersebut
sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara sehingga berbeda-beda untuk setiap
species. Prinsip pengendalian malaria antara lain didasarkan pada siklus ini yaitu dengan
mengusahakan umur nyamuk harus lebih singkat dari masa inkubasi ekstrinsik sehingga
siklus sprogami tidak dapat berlangsung dengan demikian rantai penularan akan terputus.
(Depkes RI, 2005)
3. Morfologi Parasit Malaria
Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae dari Ordo
coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:
a. Stadium Tropozoit
Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada semua
Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini. Memeriksa SD malaria berarti mencari
tropozoit pada SD tersebut. Morfologi (cirri-ciri khas) inti:
a) Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi.
Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang.
b) Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat
kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas.
b. Stadium Sizon
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah :
a) Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi) singkat sekali.
b) Bentuk sizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah dilakukan dekat pada
jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil). Keadaan klinis berat pada saat sporulasi
menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya.
Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang mengandung sizon.
c) Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah organ,
kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.
d) Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon harus dicari bentuk ring,
Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan berikutnya untuk
menentukan speciesnya.
c. Staduim gametosit
Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :
a) Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10 hari
setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit falciparum pasa SD
memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif mengandung
gametosit.
b) Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat dibedakan demikian juga
terhadap tropozoit dewasa pra sizon.
c) Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species Falciparum.
Lingkungan (Environment)
1. Lingkungan Fisik
a. Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi
Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh
nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya
sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin
pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu
26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut:
1. Parasit falciparum : 10 – 12 hari
2. Parasit vivax : 8 – 11 hari
3. Parasit malariae : 14 hari
4. Parasit ovale : 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai timbulnya
gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi
Intrinsik berbeda tiap species :
1. Plasmodium falciparum : 10 – 14 hari (12)
2. Plasmodium vivax : 12 – 17 hari (13)
3. Plasmodium malariae: 18 – 40 hari (28)
4. Plasmodium ovale : 16 – 18 hari (7)
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban 63 %
misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan.
c. Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa.
Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya Anopheles spp.
Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka permukaan air akan meningkat
sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran
air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air
(Chwaat-Bruce. L.J, 1985)
d. Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau nyamuk
dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.
e. Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.sundaicus.
Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di tempat yang teduh
maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di tempat yang terlindung
(sinar matahari tidak langsung).
f. Arus air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda.
An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir.
An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat
air yang tergenang (Depkes RI, 2006)
2. Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved
oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingku ngan kimia yang baru diketahui pengaruhnya
adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada
garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang disenangi pada tempat
perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat
hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006)
3. Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai jenis
tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain.
Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.
Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan
kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha)
dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax
Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica
(mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar
seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila
kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle
barrier (Rao, T.R, 1984).
4. Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan
yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, di mana vector lebih
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan
kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya
berbeda sesuai dengan perbedaan status social masyarakat akan mempengaruhi angka
kesakitan malaria (Iskandar,1985).
Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala
utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoiT atau skizon), pengaruh GPI(Glycosyl Phosphatidylinositol) atau
terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.
(Mansyor A dkk, 2001)
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek
untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan
sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin
disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung
stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000)
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu,
sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak,
diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering
terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal
tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000)
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara
berurutan:
a. Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya
dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam
diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk, 2001)
b. Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap
tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode
ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan
sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa. (Harijanto P.N, 2006)
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering
ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari
serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto P.N, 2006)
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P.
falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan
sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Harijanto P.N, 2000):
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasitcc>10.000/µl.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB
pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau
perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler jaringan otak.

Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan
dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (Rapid
Diagnotic Test)
Pengobatan Penderita Malaria
Bebarapa cara dan jenis pengobatan terhadap tersangka atau penderita yaitu :
a. Pengobatan Malaria Klinis
Pengobatan diberikan berdasarkan gejala klinis dan bertujuan untuk menekan gejala klinis
dan membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan.
b. Pengobatan Radikal
pengobatan diberikan dengan pemeriksaan laboratorium positf Malaria.
c. Pengobatan Masal (Mass drug Administration = MDA)
Pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (>80%) didaerah KLB sebagai
bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria.
d. Pengobatan kepada Penderita Demam (Mass Fever Treatment = MFT)
Dilakukan untuk mencegah KLB dan penaggulangan KLB, yaitu diulang setiap 2 minggu
setelah pengobatan MBA sampai penyemprotan selesai.
Pencegahan Penyakit Malaria
Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain
1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai
kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion anti
nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela.
2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak disekitar
rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam rumah tidak gelap,
mengalirkan genangan air serta menimbunnya.
3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida)
4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva
5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting
untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini
sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan
menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu
berinsektisida.
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta
genangan air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada
genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang
pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum seseorang
melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya
mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua
jenis parasit malaria. Aturan pemakaiannya adalah :
Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu
sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin
300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin
sebanyak tiga tablet.
b. MALARIA TROPICANA
Etiologi
Malaria Tropika adalah penyakit malaria yang disebabkan oleh plasmodium
falcifarum. Plasmodium ini bisa ditemukan melalui hapusan darah yang dikeringkan,
diwarnai dan dilihat serta dihitung lewat miskroskop. Cara yang lain adalah dengan rapid test
ICT malaria dimana hasil dapat dilihat dalam 3 – 5 menit, namun tidak mampu melihat
jumlah parasite dalam darah.

Epidemiologi
Plasmodium falciparum adalah penyebab sekitar 85% malaria di dunia dan
merupakan penyebab malaria yang paling berat. Saat ini, sekitar 2 juta kematian per tahun di
seluruh dunia karena infeksi Plasmodium. Sebagian besar terjadi pada anak di bawah usia 5
tahun di negara-negara Afrika sub-Sahara.

Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit
malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk
kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk stadium
sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit /
kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit ( stadium
eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua / matang sehingga eritrosit pecah
dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil
membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina
dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk
terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet)
yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding
lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka
keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam
tubuh manusia.
Gejala klinik
Penyakit malaria ini khas ditandai dengan nyeri kepala yang hebat dengan suhu badan
yang sangat tinggi 390 C – 420 C, untuk gejala menggigil lebih tampak pada malaria tertiana
(plasmodium vivax). Hal ini menyebabkan penderita bisa mengalami tingkat kesadaran
delirium, dimana pasien kadang akan mengalami kesulitan dalam orientasi, dan terkadang
halusinasi. Plasmodium falcifarum ini bisa menyerang saraf – saraf ke otak dan menyebabkan
komplikasi yang dinamakan “Malaria Cerebral”, dimana pasien akan mengalami perubahan
tingkah laku hingga hilang kewarasannya, gila red. Bila hal ini terjadi pastikan lingkungan
perawatan aman dan pakaikan “restriction stripe” bila memang pasien tidak bisa terkontrol
tingkah lakunya.
Pasien dengan Malaria Tropika akan sangat rentan kekurangan cairan karena mual
dan muntah yang sering, Rasa mual ini timbul karena demam dan juga nyeri ulu hati.
Perawatan yang harus diberikan adalah edukasi untuk sebanyak mungkin mengkonsumsi air
minum. Indikator kurangnya asupan cairan bisa dilihat dari warna air kencing yang bisa
menjadi sangat keruh hingga merah yang dikenal dengan istilah “Black Water Fever”.

Penatalaksaan
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan
penyakit malaria, antara lain:
1. Klorokuin
Kerja obat :
- sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan
gejala klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan
akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila
penyembuhan lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium
falciparum yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi
penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet
muda.
Farmokodinamika :
- menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA
terganggu.
Toksisitas :
- Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
- Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih besar /
sama dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan
kosong
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- gangguan pendengaran
Formulasi obat:
- Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg berntuk
garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa
klorokuin disulfat per ampul.

2. Primakuin
Kerja obat :
- sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae tidak
diketahui.
- sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi
sehingga perlu hati-hati.
- gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
- hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika :
Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan) sehingga lebih
berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
- Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
- Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
- Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila dalam
keadaan kosong
- Kejang-kejang/gangguan kesadaran
- Gangguan sistem haemopoitik
- Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.
3. Kina
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies
lain cukup efektif.
Farmakodinamika :
Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian
menghambat sintesa protein parasit.
Toksisitas :
- dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
- dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)

Efek samping :
Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan
pendengaran –telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan
kabur.
Formulasi obat:
- Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)

4. Sulfadoksin Pirimetamin (SP)


Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap parasit
lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis tunggal
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Pirimakuin)
- Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan gametosit

Farmakodinamika :
- primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat
terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu
- SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan
sitoplasma parasit
Toksisitas :
- sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)
- pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 250 mg/hari
(dewasa)
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD
Kontra indikasi :
- idiosinkresi
- bayi kurang 1 tahun
- Defisiensi G6PD

Formulasi obat :
500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.

Komplikasi
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/μl.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB
pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik
adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler
jaringan otak.

Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat
(Rapid Diagnotic Test).

Pencegahan
1. Menghindari/mengurangi gigitan nyamuk
- Tidur pakai kelambu
- Malam hari berada di dalam rumah
- Mengobati badan dengan obat anti nyamuk
- Memakai obat nyamuk bakar atau elektrik
- Pasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
2. Membersihkan tempat-tempat istirahat nyamuk den memberantas sarang nyamuk
- Membersihkan rumput dan semak-semak di tepi saluran air
- Melipat kain (baju) yang bergelantungan
- Mengusahakan keadaan didalam rumah tidak ada tempat yang gelap dan lembab
- Mengalirkan air yang menggenang
- Menimbun dengan tanah/pasir semua genangan di sekitar rumah
- Menjauhkan kandang ternak dari pemukiman penduduk
3. Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan racun serangga seperti obat nyamuk
bakar, semprot, elektrik dan indoor residual sparying (IRS) serta fogging.

Prognosis
• Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan
pengobatan.

• Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-
anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.

• Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2
fungsi organ. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %. Mortalitas dengan
kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah >75 % . Adanya korelasi antara kepadatan parasit
dengan klinis malaria berat yaitu: Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas <1 %.
Kepadatan parasit >100.000, maka mortalitas >1 %
Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %.

B. Demam Thypoid

PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh
Salmonella paratyphi A, B, dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hamper sama,
tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit diatas disebut tifoid.
Terminology lain yang sering digunakan adalah typhoid fever, thypus, dan Paratyphus
abdominalis atau demam enteric.
Sejarah tifoid dimulai saat ilmuan perancis bernama Pierre Louis memperkenalkan
istilah typhoid pada tahun 1829. Typhoid atau typhus berasal dari bahasa Yunani typhos yang
berarti penderita demam dengan gangguan kesadaran. Kemudian Gafky menyatakan bahwa
penularan penyakit ini melalui air dan bukan melalui udara. Gafky juga berhasil membiakkan
Salmonella typhi dalam media kultur pada tahun 1884. Pada tahun 1896 Widal akhirnya
menemukan pemeriksaan tifoid yang masih digunakan sampai saat ini. Selanjutnya, pada
tahun 1948 Woodward dkk melaporkan untuk pertama kalinya bahwa obat yang efektif untuk
demam tifoid adalah kloramfenikol.
EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid menyerang penduduk disemua negara. Seperti penyakit menular
lainnya, tifoid banyak ditemukan dinegara berkembang yang kesehatan perorangan dan
lingkungannya kurang baik. Prevalensi khusus bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan
setempat, dan perilaku masyarakat. Angka insidens di Amerika Serikat tahun 1990 adalah
300-500 kasus pertahun dan terus menurun. Prevalensi di Amerika Latin sekitar 150/10.000
penduduksetiap tahunnya, sedangkan prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar
900/10.000 penduduk per tahun. Meskipun demam tifoid menyerang semua umur, namun
golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun.
ETIOLOGI
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Salmonella adalah bakteri
Gram-negatig, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora. Kuman ini
mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu :
 Antigen O (somatik)
 Antigen H (flagella)
 Antigen K (selaput)
Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57ºC selama beberapa menit. Manifestasi klinis
demam tifoid tergantung dari virulensi dan daya tahan tubuh. Masa inkubasinya adalah 10-20
hari.
PENULARAN
Penularan penyakit adalah melalui air dan makanan. Kuman salmonella dapat
bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara masal yang tercemar bakteri
sering menyebabkan KLB. Vektor berupa serangga juga berperan dalam penularan penyakit.
GEJALA DAN TANDA
Demam lebih dari 7 hari adalah gejala yang paling menonjol. Demam ini juga dapat
diikuti oleh gejala tidak khas lainnya seperti diare, anoreksia, atau batuk. Pada keadaan yang
parah bisadisertai gangguan kesadaran. Komplikasi yang bisa terjadi adalah perforasi usus,
perdarahan usus, dan koma. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya salmonella dalam
darah melalui kultur. Karena isolasi salmonella relative sulit dan lama, maka pemeriksaan
serologi Widal untuk mendeteksi antigen O dan H sering digunakan sebagai alternative. Titer
≥1/40 dianggap positif demam tifoid.
PENGOBATAN
1. Pemberian kloramfenikol 100 mg/hari, dibagi 4 dosis, selama 14 hari.
2. Pemberian amoksisilin 100 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis.
3. Pemberian kotrimoksazol.
PENCEGAHAN
Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk mencegah demam tifoid.
Merebus air minum sampai mendidih dan memasak makana sampai matang juga sangat
membantu. Selain itu juga perlu dilakukan sanitasi lingkungan termasuk membuang sampah
pada tempatnya dengan baik dan pelaksanaan program imunisasi.

C. Demam Berdarah Dengue


DEFINISI
Demam Dengue adalah Demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi,
dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue atau
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah Demam dengue yang disertai pembesaran hati dan
manifestasi perdarahan.
Demam berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae, dengan genusnya adalah
Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda
tergantung dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara
tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang
berbeda

PATOFISIOLOGI
Patogenesis dan Patofisiologi, Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat
2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat
kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga
peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam).
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati,
mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai
pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme
aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada
DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi
komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD
dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi
heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa
faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam Patogenesis DBD.
Virus Dengue

Termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali yaitu 35-45 nm.
Virus ini dapat tetap hidup (survive) dialam ini melalui dua mekanisme.
Mekanisme pertama, tranmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat ditularkan
oleh nyamuk betina pada telurnya, yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat
ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual.
Mekanisme kedua, tranmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh makhluk ~Vertebrata~ dan
sebaliknya. Yang dimaksud dengan makhluk vertebrata disini adalah manusia dan kelompok
kera tertentu.

Virus dengue dalam tubuh nyamuk

Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia (makhluk
vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue didalam darahnya
(viraemia). Virus yang sampai kedalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi
(memecah diri/kembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di kelenjar
ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke dalam kulit tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk.

Virus dengue dalam tubuh manusia

Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu
disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi
secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan
memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang terinfeksi akan
mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, maka tubuh
akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan
perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi
tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :

Bentuk reaksi pertama

Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada
pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).

Bentuk reaksi kedua

Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.

Bentuk reaksi ketiga

Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan
rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi
bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila
ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

GEJALA dan TANDA-TANDANYA


Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik
sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada
balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada
anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam
tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat,
nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam.
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai bintik-bintik
pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak
enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut.
Kadang-kadang demam mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya,
oleh :
1. demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan

3. Nepatomegali atau pembesaran hati


4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari test
torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ). Ptechiae ini bisa
terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi pendarahan
hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan pendarahan dalam urine.

Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :


1. Derajat I : demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi pendarahan
adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan spontan,
pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.

4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat
di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa demam.

Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda
gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya dingin dan
mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus yang tidak terlalu berat
gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan kebocoran plasma yang ringan.

Gejala Awal
Gejala klinis demam berdarah dengue pada saat awal penyakit (hari demam 1-3) dapat
menyerupai penyakit lain seperti radang tenggorokan, campak, dan tifus. Gejala yang
membedakan satu dengan yang lain yaitu gejala yang menyertai gejala demam berdarah
a. Demam
Demam pada penyakit demam berdarah ini secara mendadak dan berkisar antara 38,50C-
40C, Pada anak-anak terjadi peningkatan suhu yang mendadak. Pagi hari anak masih dapat
sekolah dan bermain, mendadak sore harinya mengeluh demam sangat tinggi. Demam akan
terus menerus baik pada pagi maupun malam hari dan hanya menurun sebentar setelah
diberikan obat penurun panas. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa pada saat
gejala awal seringkali tidak begitu dihiraukan oleh karena demam datang dengan tiba-tiba.
Mereka tetap melakukan kegiatan seperti biasanya dan baru merasakan sakit bila timbul
gejala berikutnya yaitu lesu, tidak enak makan dan lain sebagainya.
b. Lesu
Disamping demam tinggi dan mendadak penderita demam berdarah dengue akan mengeluh
atau terlihat lesu dan lemah. Seluruh badan lemah seolah tidak ada kekuatan, pada anak yang
masih kecil tidak dapat mengeluh tetapi anak yang biasanya aktif kali ini tidak mau bermain
lagi dan lebih senang diam duduk atau tiduran. Badan akan makin bertambah lemah oleh
karena nafsu makan menghilang sama sekali baik minum maupun makan, rasa mual dan rasa
tidak enak di perut dan didaerah ulu hati menyebabkan semua makanan dan minuman yang
dimakan keluar lagi. Rasa mual, muntah dan nyeri pada ulu hati akan makin bertambah bila
penderita minum obat penurun panas yang dapat merangsang lambung (lihat Bagian 3
mengenai Pengobatan). Pada anak kecil dapat disertai mencret 3-5 kali sehari, cair, tanpa
lendir. Jadi, bila seorang anak menderita mencret disertai demam tinggi kita harus waspada
demam berdarah apalagi terjadi pada bayi atau anak kecil di bawah umur 2 tahun. Demam
berdarah dengue sebagai penyakit virus sering menyebabkan muka dan badan anak
kemerahan seperti “udang rebus” (flushing) dan bila dipegang badan sangat panas.

c. Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan gejala yang penting pada demam berdarah dengue. Gejala ini tampak
jelas pada anak besar atau dewasa oleh karena mereka telah dapat merasakan. Nyeri perut
dapat dirasakan di daerah ulu hati dan daerah di bawah lengkung iga sebelah kanan. Nyeri
perut di bawah lengkung iga sebelah kanan lebih mengarah pada penyakit demam berdarah
dengue dibandingkan nyeri perut pada ulu hati. Penyebab dari nyeri perut di bawah lengkung
iga sebelah kanan ini adalah pembesaran hati (liver) sehingga terjadi peregangan selaput yang
membungkus hati. Pada gejala selanjutnya dapat diikuti dengan perdarahan pembuluh darah
kecil pada selaput tersebut. Sedangkan nyeri perut di daerah ulu hati yang menyerupai gejala
sakit lambung (sakit maag) dapat juga disebabkan oleh rangsangan obat penurun panas
khususnya obat golongan aspirin atau asetosal. Untuk memastikan adanya nyeri perut ini
dapat dilakukan penekanan (perabaan disertai penekanan) pada daerah ulu hati dan di bawah
lengkung iga sebelah kanan, terutama pada anak yang belum dapat mengeluh. Perlu
diperhatikan bahwa nyeri perut dapat menyerupai gejala radang usus buntu. Letak usus buntu
pada daerah perut sebelah kanan bawah dekat pangkal paha kanan. Jadi bila terdapat
peradangan usus buntu akan terasa sakit bila ditekan di daerah perut sebelah kanan bawah,
tetapi pada anak-anak perasaan nyeri perut dapat menjalar dan dirasakan pada daerah pusar
sehingga kadangkala sulit dibedakan dengan nyeri perut pada demam berdarah dengue.
Apalagi gejala radang usus buntu juga disertai dengan demam, muntah, dan nyeri perut. Pada
pengalaman kami sekitar 2/3 penderita demam berdarah dengue pada anak besar dan dewasa
mengeluh nyeri perut, oleh karena itu bila terdapat nyeri perut disertai demam tinggi harus
waspada.
d. Tanda Perdarahan
Pada awal penyakit demam berdarah dengue, tanda perdarahan yang terjadi adalah
perdarahan yang tergolong ringan. Perdarahan kulit merupakan perdarahan yang terbanyak
ditemukan. Bintik kemerahan sebesar ujung jarum pentul menyerupai bintik gigitan nyamuk.
Maka, untuk membedakan bintik merah yang disebabkan oleh karena perdarahan pada
demam berdarah dengan bintik karena gigitan nyamuk, carilah juga di daerah yang terlindung
pakaian (misalnya dada dan punggung) sehingga hampir dapat dipastikan terlindung dari
gigitan nyamuk. Kemudian coba tekan bintik merah tersebut: bila menghilang itu berarti
gigitan nyamuk dan sebaliknya bila menetap itu adalah perdarahan kulit, juga pada perabaan
pada gigitan nyamuk akan teraba menonjol sedangkan pada demam berdarah bintik tersebut
rata dengan permukaan kulit. Hal ini karena pada gigitan nyamuk bintik merah disebabkan
oleh pelebaran pembuluh darah sebagai akibat dari reaksi terhadap “racun” yang terdapat di
dalam kelenjar liur nyamuk dan bukan karena perdarahan kulit. Bintik merah pada demam
berdarah tidak bergerombol seperti halnya bintik merah pada campak, tetapi terpisah satu-
satu.
Perdarahan lain yang sering ditemukan adalah mimisan. Terutama pada anak perlu
diperhatikan apakah anak sering menderita mimisan sebelumnya. Mimisan, terbanyak
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di daerah selaput lendir hidung yang disebabkan
oleh rangsangan baik dari dalam ataupun dari luar tubuh seperti demam tinggi, udara yang
terlampau dingin, udara yang terlampau panas, terlampau letih sehingga kurang istirahat atau
makan kurang teratur, dan sebagainya. Bila anak pernah menderita mimisan sebelumnya,
maka mimisan mungkin tidak berbahaya; tetapi pada seorang anak yang belum pernah
mimisan kemudian demam tinggi dan mimisan maka perlu diwaspadai. Gejala perdarahan
lain yang dapat dijumpai adalah haid yang berlebihan pada anak perempuan atau lebam pada
kulit bekas pengambilan darah, dan perdarahan gusi.
e. Gejala Lain
Seorang anak yang mempunyai riwayat kejang bila demam, pada saat demam tinggi dapat
terjadi kejang. Walaupun harus difikirkan juga adanya penyakit infeksi lain seperti radang
otak atau selaput otak, terutama bila anak setelah kejang tidak sadar kembali. Gejala lain
yang sering dikeluhkan oleh anak besar atau orang dewasa menyertai penyakit demam
berdarah dengue adalah nyeri kepala, nyeri di belakang mata, rasa pegal-pegal pada otot dan
sendi. Keluhan-keluhan ini pada orang dewasa sangat mengganggu sehingga cepat mencari
pengobatan, sedangkan anak-anak biasanya belum mengeluh atau keluhan tersebut tidak
dirasakan mengganggu.
GEJALA LANJUTAN
Gejala selanjutnya terjadi pada hari sakit ke3-5, merupakan saat-saat yang berbahaya pada
penyakit demam berdarah dengue. Suhu badan akan turun, jadi seolah-olah anak sembuh oleh
karena tidak demam lagi. Yang perlu diperhatikan saat ini, adalah tingkah laku si anak.
Apabila demam menghilang, anak tampak segar dan mau bermain serta mau makan/ minum
biasanya termasuk demam dengue ringan; tetapi apabila demam menghilang tetapi anak
bertambah lemah, ingin tidur, dan tidak mau makan/ minum apapun apalagi disertai nyeri
perut, ini merupakan tanda awal terjadinya syok. Keadaan syok merupakan keadaan yang
sangat berbahaya oleh karena semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan hal ini dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik bila kita merawat anak yang dicurigai
menderita demam berdarah, atau anak yang telah demam tinggi selama 3 hari atau lebih.
Anak tampak gelisah atau bila syok berat anak menjadi tidak sadarkan diri, nafas cepat
seolah-olah sesak nafas. Seluruh badan teraba dingin dan lembab, perasaan dingin yang
paling mudah dikenal bila kita meraba kaki dan tangan penderita. Bibir dan kuku tampak
kebiruan menggambarkan pembuluh darah di bagian ujung mengkerut sebagai kompensasi
untuk memompa darah yang lebih banyak ke jantung. Anak akan merasa haus, serta kencing
berkurang atau tidak ada kencing sama sekali. Syok akan mudah terjadi bila anak sebelum
terjadi syok, kurang atau tidak mau minum.
Apabila syok yang telah diterangkan sebelumnya tidak diobati dengan baik maka akan
menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan dari saluran cerna. Perdarahan saluran cerna ini
dapat ringan atau berat tergantung dari berapa lama syok terjadi sampai diobati dengan tepat.
Penurunan kadar oksigen di dalam darah akan memicu terjadinya perdarahan, makin lama
syok terjadi makin rendah kadar oksigen di dalam darah maka makin hebat perdarahan yang
terjadi. Pada awalnya perdarahan saluran cerna tidak terlihat dari luar, oleh karena terjadi di
dalam perut. Yang akan tampak hanya perut yang semakin lama semakin membuncit dan
nyeri bila diraba. Selanjutnya akan terjadi muntah darah dan berak darah/ berak hitam. Pada
saat terjadi perdarahan hebat penderita akan sangat kesakitan, tetapi bila syok sudah lama
terjadi penderita pada umumnya sudah tidak sadar lagi. Perdarahan lain yang dapat terjadi
adalah perdarahan di dalam paru. Anak akan lebih sesak lagi, maikn gelisah, dan sangat
pucat. Kematian makin dipercepat dengan adanya perdarahan di dalam otak.
Pada hari sakit keenam dan seterusnya, merupakan saat penyembuhan. Saat ini demam
telah menghilang dan suhu menjadi normal kembali, tidak dijumpai lagi perdarahan baru, dan
nafsu makan timbul kembali. Pada umumnya, setelah seseorang sembuh dari sakitnya anak
masih tampak lemah, muka agak sembab disertai perut agak tegang tetapi beberapa hari
kemudian kondisi badan anak akan pulih kembali normal tanpa gejala sisa. Sebagai tanda
penyembuhan kadangkala timbul bercak-bercak merah menyeluruh di kedua kaki dan tangan
dengan bercak putih diantaranya, pada anak besar mengeluh gatal pada bercak tersebut. Jadi,
bila telah timbul bercak merah yang sangat luas di kaki dan tangan anak itu pertanda anak
telah sembuh dan tidak perlu dirawat lagi.
Pertolongan Pertama pada Penderita Demam Berdarah Dengue
Seorang yang menderita penyakit demam berdarah pada awalnya akan menderita demam
tinggi. Dalam keadaan demam ini tubuh banyak kekurangan cairan oleh karena terjadi
penguapan yang lebih banyak daripada biasa. Cairan tubuh makin berkurang bila anak terus
menerus muntah atau tidak mau minum. Maka pertolongan pertama yang terpenting adalah
memberikan minum sebanyak-banyaknya.
Berikanlah minum kirakira 2 liter (8 gelas) dalam satu hari atau 3 sendok makan setiap 15
menit. Minuman yang diberikan sesuai selera anak misalnya air putih, air teh manis, sirup,
sari buah, susu, oralit, softdrink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak beredar
saat ini. Dengan memberikan minum banyak diharapkan cairan dalam tubuh tetap stabil.
Untuk memantau bahwa cairan tidak kurang, perhatikan jumlah kencing anak. Apabila anak
banyak buang air kecil, minimal 6 kali dalam satu hari berarti jumlah cairan yang diminum
anak mencukupi.
Demam yang tinggi demikian juga akan mengurangi cairan tubuh dan dapat menyebabkan
kejang pada anak yang mempunyai riwayat kejang bila demam tinggi, oleh karena itu harus
segera diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat penurun panas.
Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal dari golongan parasetamol
atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat
merangsang lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan lambung.
Kompres dapat membantu bila anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan
kompres hangat dan bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan
anak menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam
disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
Pada awal sakit yaitu demam 1-3 hari, seringkali gejala menyerupai penyakit lain seperti
radang tenggorokan, campak, atau demam tifoid (tifus), oleh sebab itu, diperlukan kontrol
ulang ke dokter apabila demam tetap tinggi 3 hari terus menerus apalagi anak bertambah
lemah dan lesu. Untuk membedakan dengan penyakit lain seperti tersebut di atas, pada saat
ini diperlukan pemeriksaan darah dapat dilakukan. Pemeriksaan darah diperlukan untuk
mengetahui apakah darah cenderung menjadi kental atau lebih. Bila keadaan anak masih
baik, artinya tidak ada tanda kegawatan dan hasil laboratorium darah masih normal, maka
anak dapat berobat jalan. Kegawatan masih dapat terjadi selama anak masih demam,
sehingga pemeriksaan darah seringkali perlu diulang kembali.
EPIDEMIOLOGI
1. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN
4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses). Keempat
type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan
Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe
satu dan tiga. 3
2. Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 ?C- 40 ?C)
b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura pendarahan,
konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80
mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 /mm?.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit
perut, diare kejang dan sakit kepala.
h. Pendarahan pada hidung dan gusi.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya
pembuluh darah.
3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.

4. Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang
sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain.
Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada
waktu pagi dan siang.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15
tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh.
Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini
kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.

5. Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Kasus di
Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian
sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di
Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut :
- Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.234 orang.
- Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan)
- Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang.
- Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang.
- Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang
- Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang.
- Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang.
- Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah
mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang.
DIAGNOSA
Pada awal mulainya demam, dhf sulit dibedakan dari infeksi lain yang disebabkan oleh
berbagai jenis virus, bakteri dan parasit.
Setelah hari ketiga atau keempat baru pemeriksaan darah dapat membantu diagnosa.
Diagnosa ditegakkan dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :
 Trombositopeni, jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel/mm3
 Hemokonsentrasi, jumlah hematokrit meningkat paling sedikit 20% di atas rata-rata.

Hasil laboratorium seperti ini biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-7.
Kadang-kadang dari x-ray dada ditemukan efusi pleura atau hipoalbuminemia yang
menunjukkan adanya kebocoran plasma.
Kalau penderita jatuh dalam keadaan syok, maka kasusnya disebut sebagai Dengue Shock
Syndrome (DSS).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terdiri dari :
a. Pencegahan

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam berdarah.
Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor
nyamuk demam berdarah.
Cara pencegahan DBD :
1. Bersihakan tempat penyimpanan air ( bak mandi, WC ).
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air.

3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng bekas,


botol bekas ).

4. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar bambu dengan tanah.

5. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap di situ.

6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh jintik-jintik


nyamuk ( ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali.

b. Pengobatan

Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara :


1. Pengantian cairan tubuh
2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam.
3. Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu garam elektrolid ( oralit
kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit )

4. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk mencegah


terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.

5. Pemasangan infus NaCl atau Ringer melihat keperluanya dapat ditambahkan,


Plasma atau Plasma expander atau preparat hemasel.

6. Antibiotik diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.

PROGNOSIS
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada
yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak
teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh
sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian
terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf,
kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.
Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock

3. Keterlambatan penanganan shock

4. Shock yang tidak teratasi

5. Kelebihan cairan

6. Kebocoran yang hebat

7. Pendarahan masif

8. Kegagalan banyak organ

9. Ensefalopati

10. Sepsis

11. Kegawatan karena tindakan


KESIMPULAN

1. Demam berdarah adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan
tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.

2. Patofisiology demam berdah adalah patogenesis dan Patofisiologi, patogenesis


DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi
yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok.
3. Gejala dan tandanya demam berdarah dengue adalah . Gejala demam dengue
tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya
berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular.

4. Diagnosa demam berdarah dengue adalah Diagnosa ditegakkan dari gejala


klinis dan hasil pemeriksaan darah :

a. Trombositopeni, jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel/ mm3

b. Hemokonsentrasi, jumlah hematokrit meningkat paling sedikit 20%


diatas rata-rata.

c. Penatalaksanaan demam berdarah adalah Diagnosa ditegakkan dari gejala klinis dan hasil
pemeriksaan darah :

Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara :


a. Pengantian cairan tubuh

b. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam


24 jam.
c. Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu garam
elektrolid ( oralit kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5
menit )

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . .
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
ed.4. jil.3. cet.2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
2. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AUZ, et al (eds). Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit
Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Jakarta; 2004.
3. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN, Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Mikrobiologi
Kedokteran. ed.20. Nugroho E, Maulany RF (alih bahasa). Setiawan I (ed). Jakarta: EGC;
1996.
4. Djakaria S. Vektor Penyakit Virus, Riketsia, dan Bakteri. Dalam: Gandahusada S, Ilahude
HD, Pribadi W (eds). Parasitologi Kedokteran. ed.2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1992.
5. Hadinegoro S R, Soegijanto S, Wuryadi S, & Suroso S. Tatalakasana demam berdarah di
Indonesia, Ed. 3. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2004.
6. Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta-EGC
7. Farmakologi dan Terapi UI Ed. 5 cetakan 2007
8. http://www.infopenyakit.com/2008/04/penyakit-malaria.html

Anda mungkin juga menyukai